- repository@UPI

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab II pada penelitian ini disusun untuk memaparkan kajian teori secara
sistematis mengenai masalah yang akan diteliti. Teori berasal dari berbagai
sumber, diantaranya dari buku teks, jurnal ilmiah, dan laporan penelitian yang
relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan serta internet. Adapun isi dari
kajian teori ini terdiri dari landasan teori yang membahas tentang green
behaviour, definisi green behaviour, pengembangan nilai dalam green behaviour
melalui babasan dan paribasa, green behaviour dalam pembelajaran IPS. Ada
pula kajian teori yang membahas mengenai babasan dan paribasa, definisi
babasan dan paribasa, penanaman nilai dalam babasan dan paribasa, penerapan
babasan dan paribasa dalam pembelajaran IPS. Keterkaitan green behaviour
melalui babasan dan paribasa dalam pembelajaran IPS, akan dibahas pula dalam
bab ini sebagai benang merah dari penelitian yang akan dilaksanakan.
A. Green behaviour
Dewasa ini permasalahan lingkungan muncul disebabkan oleh ulah
manusia yang tidak memelihara kelestarian lingkungan. Keadaan tersebut
tercermin pada masyarakat Kota Bandung. Banyak tempat pembuangan sampah
liar, baik itu di jalanan atau pun di sungai-sungai sehingga mencemari air, udara
dan tanah yang ada di sekitarnya. Dahulu, Bandung yang terkenal dengan udara
sejuknya, sekarang menjadi panas dan gersang. Lahan terbuka hijau, kini telah
berubah menjadi bangunan perkantoran dan pusat industri. Keadaan tersebut tidak
sesuai dengan paribasa, gunung teu meunang dilebur lebak teu meunang
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
diruksak, yang artinya gunung tidak bileh dihancurkan, lembah/sumber air tidak
boleh dirusak. Oleh karena itu, keadaan tersebut menimbulkan reaksi dari
kalangan yang peduli terhadap lingkungan sehingga muncullah gerakan green
behaviour. Green behaviour atau perilaku hijau merupakan salah satu istilah yang
sedang marak disosialisasikan oleh komunitas yang peduli terhadap lingkungan
tersebut.
Seperti
yang
diungkapkan
oleh
Sumarlin
(2012,
http://smansagaranten.sch.id/index.php/none/39-topikmingguan/73membangunsekolah-hijau/. Diunduh: 27 Maret 2014):
hijau (green) sekarang telah menjadi warna yang melambangkan
kerinduan pada alam. Di tengah laju kerusakan yang mendera permukaan
bumi, ketika isu-isu lingkungan semisal ‘global warming’ menjadi sangat
menakutkan dan dampaknya mulai terasa secara nyata, hijau menjadi
warna yang merekam kesadaran manusia untuk mengembalikan
kelestarian buminya. Hijau adalah semangat ‘back to nature’ sekaligus
perlawanan terhadap perilaku-perilaku merusak. Contoh kecilnya, warna
hijau kini dipakai sebagai jargon-jargon pelestarian alam, sebut saja ‘go
green, green earth, green planet, green generation’ atau bahkan green
school’. Kemudian muncullah istilah green environment, green mentality,
green school, think green, green world dan banyak lagi, yang bertujuan
menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan.
Kata green baviour berasal dari bahasa Inggris yang berarti perilaku hijau.
Hijau di sini merupakan analogi dari warna tumbuhan yang biasanya identik
dengan warna hijau. Mengapa dikaitkan dengan tumbuhan? Karena pada dasarnya
tumbuhan merupakan penyuplai oksigen yang tidak lain adalah sumber kehidupan
bagi seluruh makhluk hidup di dunia. Oleh karena itu perlu dijaga kelestariannya.
1. Definisi Green behaviour
Berawal dari keinginan untuk menumbuhkan kembali sikap kepedulian
terhadap lingkungan, penulis tertarik untuk dapat mengembangkan perilaku green
behaviour melalui pembelajaran IPS di sekolah. Menurut Lickona (2012, hlm. 7)
pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi
muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi. Oleh karena itu, suatu
pendidikan tidak dapat dikatakan berhasil apabila pembelajarannya hanya tertuju
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
pada kecerdasan akademik saja, tetapi harus mengembangkan moralitas yang
baik, salah satunya dengan memberikan pembelajaran yang mengembangkan
kepedulian terhadap lingkungan.
Green behaviour merupakan salah satu karakter yang sangat penting
dalam membangun kepedulian siswa terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut
Soemarno (2011, hlm. 1) green behaviour adalah bagaimana manusia dalam
kehidupan sehari-harinya dapat mejaga dan memelihara lingkungan hidupnya.
Goleman (2010, hlm. 37-38) menyebut green behaviour sebagai kecerdasan
ekologis, adapun pengertiannya menurut ia adalah sebagai berikut:
Ekologis artinya pemahaman terhadap organisme dan ekosistemnya,
sedangkan kecerdasan adalah kapasitas untuk belajar dari pengalaman dan
secara efektif berhadapan dengan lingkungan. Kecerdasan ekoligis
membuat kita dapat menerapkan apa yang kita pelajari mengenai akibat
aktivitas menusia terhadap ekosistem sehingga dapat mengurangi
kerusakan dan sekali lagi hidup lestari dalam ceruk kita-yang sekarang ini
berupa seluruh planet bumi.
Adapun definisi green behaviour menurut Indikka (2012, hlm. 30)
dimaknai sebagai suatu perilaku yang tindakannya didasari oleh suatu nilai, norma
dan aturan yang mengutamakan kepedulian terhadap lingkungan. Penjelasan
tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Yusuf (1988, hlm. 15) bahwa
green behaviour melingkupi proses mengorganisasikan nilai dan memperjelas
konsep untuk membina keterampilan dan sikap untuk memahami dan menghargai
hubungan antar manusia, kebudayaan dan lingkungan fisiknya. Pendapat di atas
didukung oleh pernyataan dari UNESCO - Earth Cahrter (2007, hlm. 94) yang
mengemukakan bahwa:
a. Provide all, especially children and youth, with educational
opportunities that empower them to contribute actively to sustainable
development.
b. Promote the contribution of the arts and humanities as well as the
sciences in sustainability education.
c. Enhance the role of the mass media in raising awareness of ecological
and social challenges.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
d. Recognize the importance of moral and spiritual education for
sustainable living.
Pandangan Earth Charter (piagam bumi) di atas memiliki makna, bahwa
green behaviour mengarah kepada penyediaan kebutuhan bagi anak-anak dan
remaja dalam bentuk pendidikan yang memberdayakan untuk secara aktif
berkontribusi terhadap pembangunan bangsa. Hal tersebut dilakukan dengan cara
meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan peran media massa guna
membangun kesadaran tantangan ekologi dan sosial serta mengakui pentingnya
pendidikan moral dan spiritual untuk kehidupan yang berkelanjutan. Jadi, green
behaviour dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perilaku yang
mengutamakan pendidikan nilai, moral, sosial dan kelestarian lingkungan di atas
kepentingan lain yang sifatnya mengeksploitasi sehingga dapat merusak
keseimbangan ekosistem lingkungan hidup.
Green behaviour terlahir disebabkan oleh masalah kerusakan lingkungan
hidup yang semakin meresahkan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
di bumi. Seperti yang diungkapkan oleh Goleman (2010, hlm 39) bahwa “kita
menunjukkan empati seperti itu saat merasa sedih melihat tanda-tanda
‘penderitaan’ bumi, atau ketika bertekad untuk membuat segalanya menjadi lebih
baik”. Menurunnya kualitas lingkungan hidup hendaknya dapat ditanggulangi
dengan tepat. Salah satu caranya, yaitu dengan cara merubah pola hidup menjadi
lebih peduli terhadap lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dari hal yang
terkecil melalui kebiasaan kita sehari-hari. Menurut Steg & Vlek dalam Dewanti
(2013, hlm. 25) “pro-envyronmental or green behaviour is behaviour that
minimizes harm to the environmental as much as possible, or even benefits is”.
Jadi, contoh perilaku meminimalkan kerusakan lingkungan adalah dengan cara
meminimalisir penggunaan energi dan mengurangi limbah. Green behaviour
tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara individu, warga, otoritas
publik, dan industri (Sonigo et al., 2012, hlm. 2). Individu dapat memberikan
kontribusi yang signifikan untuk mencapai jangka panjang kelestarian lingkungan
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
dengan mengadopsi pola perilaku pro-lingkungan (Steg & Vlek dalam Dewanti
2013, hlm. 25).
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dituntut untuk berkomitmen
menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien karena
sumber daya alam tersebut semakin hari akan semakin terbatas apabila manusia
tidak mengontrol pemanfaatannya. Membangun perilaku hijau dapat dimulai dari
diri sendiri dan dimulai dari hal-hal terkecil akan tetapi dapat berdampak besar
jika kita melakukannya dengan berkelanjutan, seperti dalam tabel di bawah ini:
No
1.
2.
3.
Tabel 2.1 Prinsip Kunci Green behaviour
Keys Principles
Green behaviour
a. Membuang sampah pada tempatnya
b. Memilah sampah organik dan
anorganik
Respect for the Earth
c. Menanam dan memelihara pohon di
sekolah
d. Mematikan listrik pada ruang yang
tidak dipakai
a. Memilih makanan organik
b. Memakai masker saat bepergian di
jalan raya
Care for Life
c. Menegur teman yang melakukan
tindakan tidak ramah lingkungan
d. Menghindari produk makanan yang
mengandung pengawet
a. menghindari penggunaan kantung
plastik
b. Mengkonsumsi barang yang ramah
Adopt Patterns of
lingkungan
Production, Consumption,
c. Menggunakan satu botol plastik yang
and Reproduction.
bisa diisi ulang sebagai tempat
minum air
d. Mendaur ulang kertas
Sumber: Supriatna (2012, hlm. 5)
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
Tiga prinsip kunci dalam pengembangan green behaviour adalah dengan
menghormati bumi, menghargai kehidupan, serta penggunaan produksi,
konsumsi, dan perilaku daur ulang. Dengan menghormati bumi, individu dapat
melakukannya dengan cara menjaga kelestarian segala sesuatu yang ada di bumi
dan memanfaatkannya dengan bijak dalam perilaku menghargai hidup, manusia
selain menjaga kelestarian alamnya diharapkan dapat menghargai hidupnya
dengan melakukan pola hidup sehat untuk kebaikan dirinya sendiri. Selain itu juga
konsumsi, produksi, dan daur ulang juga berandil besar dalam menjaga kelestarian
bumi, karena dapat meminimalisisr limbah yang sulit terurai.
2. Penanaman Nilai dalam Green behaviour
Pemahaman akan nilai dianggap sangat berperan dalam mengembangkan
green behaviour di sekolah. Karena nilai kerap dianggap sebagai wujud afektif
yang berada dalam diri seseorang, Frankel dalam Djahiri (1985, hlm. 18),
mengatakan:
nilai (value) dan sejenisnya merupakan wujud dari pada afektif (affective
domain) serta berada dalam diri seseorang. Secara utuh dan bulat
merupakan suatu sistem, di mana aneka jenis nilai (nilai keagamaan, sosial
budaya, ekonomi, hukum, etis, etik, dan sebagainya) berpadu jalin
menjalin serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu
kesatuan yang utuh. Sistem nilai ini sangat dominan/kuat menentukan
perilaku dan kepribadian seseorang. Sangat berpengaruh karena
merupakan pegangan emosional seseorang (value are powerful emotional
commitment).
Jadi, pada dasarnya green behaviour merupakan konsep yang mewakili
segala sesuatu yang bernilai ramah lingkungan baik secara pola pikir ataupun
gaya hidup seseorang. Terdapat dua nilai penting yang dapat dilakukan dalam
green behaviour, yaitu melakukan hal yang baik dan menghindari hal yang buruk
(Cushman,
2012,
tersedia:http://engineering.darthmouth.edu/Benoit_R_Roisin/Courses/engs44/gree
nbehaviour.pdf. (15 April 2014)). Berikut contoh-contoh green behaviour
menurut Cushman (2012):
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
elements constitute green behaviour, two things: Do good things Avoid
bad things. 1) Green things to do are: turn lights off when leaving room,
use daylight whenever possible, take steps, not elevator, recycle paper,
etc. eat low-carbon footprint types of food, reuse cups, pletes and utensils,
dry chlotes outside on a line, not with an electrical dryer, purchase
energy-star appliances, walk or bike to work; next take public
transportation, draw close window curtains after sunset. 2)
environmentally damaging things to avoid are: let the water run when
brushing teeth and other water wasteful habits, leave computers and
peripherals ‘on’ overnight, open windows when it feels a little too hot,
drink water from individual plastik bottles.
Berdasarkan uraian di atas, green behaviour tersebut diantaranya adalah
suatu perilaku yang harus dibiasakan mulai dari aktivitas kecil yang rutin kita
lakukan sehari-hari, seperti mematikan lampu ketika tidak sedang diperlukan,
hendaknya turun naik tangga konvensional daripada menggunakan tangga
berjalan, mendaur ulang kertas hingga mengeringkan pakaian secara manual
daripada menggunakan pengering elektronik, serta menghidari sesuatu yang tidak
ramah lingkungan, meliputi mematikan keran ketika menyikat gigi sampai dengan
menggunakan botol minuman pribadi ketika sedang bepergian.
Selanjutnya, pengembangan sikap dan nilai menurut pandangan Bloom,
dalam Rosnenty (2010, hlm. 54-55) dilakukan dalam lima tahap, yaitu:
a. Memperhatikan, yaitu mengenai kepekaan siswa terhadap fenomena dan
perangsang tertentu, seperti menyangkut kesediaan siswa untuk menerima
atau memperhatikannya.
b. Merespon, yaitu pada tahap ini, siswa telah memiliki motivasi yang cukup
sehingga ia bukan saja mau memperhatikan malainkan sudah memberi respon
c. Menghayati nilai, yaitu pada tahap ini perilaku siswa sudah cukup konsisten
terhadap sitiasi-situasi, sehingga ia dipandang sebagai orang yang telah
menghayati nilai yang bersangkutan.
d. Mengorganisasikan, yaitu pada tahap ini siswa mengorganisasikan berbagai
nilai menjadi suatu sistem, sehingga nilai-nilai itu lebih meberikan pengarahan
pada nilai tersebut.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu pada tahap ini, siswa telah
mendarah dagingkan nilai-nilai sedemikian rupa, sehingga dalam praktiknya
ia sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai atau
seperangkat nilai tertentu.
3. Green behaviour dalam Pembelajaran IPS
Sekolah merupakan tempat yang strategis dalam menanamkan pemahaman
kepada anak mengenai betapa pentingnya kelestarian lingkungan bagi kelestarian
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Menurunnya kualitas lingkungan
hidup dapat menimbulkan masalah yang kompleks, seperti terjadinya bencana
banjir yang disebabkan oleh kelalaian manusia dalam mengelola lingkungannya.
Adapun aspek kegiatan pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan lingkungan
salah satunya dapat dikembangkan pada mata pelajaran IPS melalui berbagai
media pembelajaran (Abas M., dkk., 2007, hlm. 45).
Fungsi pembelajaran IPS tidak semata mentransfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge) mengenai materi cabang ilmu IPS (sejarah, ekonomi,
geografi, dan sosiologi) yang berupa konsep yang bersifat hapalan, melainkan
mendorong peserta didik agar mampu mengaplikasikan konsep-konsep disiplin
ilmu tersebut dalam kehidupan nyata yang mereka hadapi. Termasuk
pengembangan babasan dan paribasa Sunda yang selain dapat mengenalkan
kearifan lokal pada peserta didik akan tetapi juga dapat memfilter nilai-nilai yang
dapat merangsang kepedulian lingkungan siswa baik di sekolah dan lingkungan
hidup di sekitarnya. Hal ini tentu membutuhkan rancangan pembelajaran yang
berguna bagi pengembangan tujuan pendidikan IPS tersebut. Ruang lingkup
pembelajaran IPS erat kaitannya dengan lingkungan itu sendiri. Adapun ruang
lingkup mata pelajaran IPS menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam
Permendiknas No. 22 (2006, hlm. 14) tentang standar isi, meliputi aspek-aspek
seperti:
a. Manusia, tempat dan lingkungan
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan
c. Sistem sosial dan budaya
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Isjoni (2007:50), menjelaskan pada dasarnya pendidikan IPS dapat
dikelompokan menjadi empat kategori. Knowledge, skill, attitude, dan value.
Knowledge, yang merupakan tujuan utama pendidikan IPS, yaitu membantu para
siswa belajar tentang diri mereka sendiri dan lingkungannya. Skills, yang
berhubungan dengan tujuan IPS dalam hal ini mencakup keterampilan berfikir.
Attitude, dikelompokan menjadi dua, yaitu kelompok sikap yang diperlukan untuk
tingkah laku berfikir dan tingkah laku sosial. Value, dalam hubungan ini adalah
nilai yang terkandung dalam masyarakat sekitar didapatkan dari lingkungan
masyarakat sekitar maupun lembaga pemerintah. Seajalan dengan Isjoni, Hardini
dan Puspitasari (2012:173) memaparkan tujuan pendidikan IPS adalah agar siswa
memiliki kemampuan:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk.
Pembelajaran IPS harus dapat menerapkan perilaku yang positif terhadap
siswa sehingga menjadi pembiasaan yang berdampak positif di kemudian hari.
Penanaman nilai, khususnya dalam green behaviour ini diwujudkan dalam
perilaku sederhana yang akan secara berkesinambungan dilakukan oleh siswa,
seperti menghemat energi listrik, menghemat penggunaan air, mengkonsumsi
barang yang ramah lingkungan, menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan lain
sebagainya. Dalam pelaksanaannya, pengembangan green behaviour dalam
pembelajaran IPS dapat diaplikasikan melalui ekopedagogi sebagai media
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Supriatna
(2011, hlm. 68), yaitu sebagai berikut:
ecopedagogy dapat diterjemahkan sebagai pendekatan dan proses
pembelajaran untuk membentuk pengetahuan, sikap, watak, dan
keterampilan pada para siswa yang selaras dengan gerakan green living.
Dalam pendekatan tersebut dilakukan proses pembelajaran untuk
memberikan pemahaman tentang keterbatasan sumber daya alam serta
keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tesebut.
Pentingnya menanamkan pemahaman kepada siswa akan keterbatasan
sumber daya alam, dapat mengarahkan siswa agar memiliki rasa tanggung jawab
dan kesadaran akan pentingnya lingkungan alam yang harus dijaga dan
dilestarikan melalui gaya hidup dan pola berpikir yang ramah lingkungan. Oleh
sebab itu melaui pembelajaran IPS, peserta didik diberikan latihan berupa
pembiasaan perilaku yang mencerminkan green behaviour. Pendapat tersebut
didukung oleh Jarolimek (1993, hlm. 5) yang mengemukakan bahwa sikap dan
perilaku dalam pembelajaran IPS, yaitu:
the major mission of social studies education is to help children learn
about the social world in which they live and how it got that way; to learn
to cope with social realities; and develop the knowledge, attitudes, and
skills, need to help shape an enlightened humanity.
Perkembangan
peserta
didik
sering
kali
mengalami
beberapa
permasalahan yang berhubungan dengan nilai, hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor seperti perbedaan dalam penanaman konsep green behaviour.
dikarenakan banyaknya perbedaan antara nilai ideal yang tertanam dalam diri
dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya, seperti yang diungkapkan
Jarolimek (1993, hlm. 10), bahwa anak-anak harus disosialisasikan sesuai dengan
nilai-nilai umum masyarakat, mereka harus diberi contoh perilaku yang
menggambarkan nilai-nilai dalam tindakan. Jadi peserta didik akan lebih mudah
memahami dan menerima suatu nilai melalui pembelajaran IPS ketika nilai
tersebut dipakai dan diaplikasikan dengan baik di lingkungan tempat ia tinggal.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
B. Babasan dan paribasa
Menurut Iskandar dan Iskandar (2011, hlm. 43-44) pada masa-masa silam,
orang Sunda memiliki hubungan yang sangat erat dengan lingkungannya, karena
mereka memiliki pandangan bahwa kehidupannya di dunia tidaklah bebas, tetapi
harus menjaga keseimbangan dan keselarasan. Zaman dahulu, orang Sunda sangat
kuat memegang adat. Adat yang dimaksud di sini mencakup ritual (rituals),
penggunaan-menggunaan (usages), kewajiban-kewajiban (obligations), dan
pantangan-pantangan (prohibitions) sebagai pedoman usaha mencapai hidup yang
baik (Wessing dalam Iskandar, 2011, hlm. 44). Babasan dan paribasa biasanya
dipaka sebagai media dalam melestarikan budaya tersebut.
Adapun mengenai lingkungan tersebut biasanya diungkapkan dengan
ungkapan tradisional yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan
tradisional merupakan salah satu kearifan lokal yang dimiliki setiap suku bangsa
yang erat kaitannya dengan karakter dan nilai-nilai yang berkembang di
dalamnya. Ungkapan tradisional yang dimiliki orang Sunda biasanya sering
disebut babasan dan paribasa, atau pun lainnya merupakan salah satu ciri khas
setiap suku bangsa. Beragamnya ungkapan tradisional itu merupakan hasil dari
berbagai kebiasaan seiring dengan berkembangnya setiap suku bangsa tersebut.
Dalam perjalanannya, banyak hal yang ditemukan dan dijadikan nilai-nilai dalam
berkehidupan.
Tradisi lisan mempunyai peluang bertahan, berkembang, atau bisa juga
punah. Seperti yang diuangkapkan oleh Ali (2011, hlm. 3) kepunahan disebabkan:
Dampak keberhasilan pembangunan diiringi merambahnya media pandang
dengar, sehingga anak – anak cenderung melupakan tradisi lisan, tidak ada
alih cerita, dan penutur generasi tua sudah banyak yang meninggal dunia,
dan generasi muda sebagian besar enggan mewarisi tradisi karena
dianggap kuno dan konservatif, kurangnya kesadaran pemerintah maupun
masyarakat akan pentingnya fungsi tradisi lisan sebagai sarana pendidikan,
yakni sebagai sarana penyampai nilai luhur bangsa.
Seiring berkembangnya zaman, maka berkembang pula tradisi tersebut,
terutama ketika globalisasi muncul. Menurut Setiawan, dkk. (2012) adanya arus
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
globalisasi bisa menjadi positif atau negatif, tergantung sudut pandang dan cara
kita menilai, menyikapi, dan mempertahankan kearifan lokal tersebut. Akulturasi
budaya seharusnya menjadi semakin berkembang ke arah positif dalam
perkembangan hidup suku bangsa. Dalam ungkapan tradisional banyak sekali
nilai-nilai yang baik, dan bisa dijadikan falsafah hidup. Nilai-nilai ini hendaknya
tetap dipertahankan ditengah perkembangan globalisasi.
Banyak yang tidak mengerti dan menggunakan ungkapan tradisional
sebagai falsafah hidup dalam hidup (Setiawan, dkk., 2012). Hal ini menjadi
permasalahan, bagaimana kita mensosialisasikan dan mengaplikasikan ungkapan
tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Agar ungkapan tradisional tetap bisa
dijaga dan diinformasikan nilai-nilai kearifan lokalnya, untuk bertindak laku
dalam kehidupan dan berkembang sesuai perkembangan globalisasi, sesuai
dengan karakter yang kita miliki sendiri.
Babasan dan paribasa, di dalamnya mengandung makna ungkapan seharihari yang beragam, yang biasa dipakai oleh masyarakat Sunda. Ungkapanungkapan tradisional ini banyak sekali memuat pengajaran, nasihat, pendidikan,
serta norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Sunda
atau yang memiliki darah keturunan Sunda sejak dahulu, telah menggunakan
babasan dan paribasa dalam percakapan sehari – hari. Babasan dan paribasa
digunakan sebagai ungkapan yang mewakili suatu keadaan di mana orang tersebut
merasakan sesuatu sehingga diungkapkan melalui babasan dan paribasa itu
sendiri. Babasan dan paribasa merupakan salahsatu hasil kebudayaan yang
dimiliki orang Sunda, yang memiliki banyak kearifan lokal dan nilai-nilai baik
didalamnya. Babasan dan paribasa dapat dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu
sebagai pemberitahuan, sebagai pondorong berbuat baik, dan larangan dalam
berbuat buruk.
1. Definisi Babasan dan paribasa
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
Babasan atau ungkapan tergolong ke dalam peribahasa berdasarkan
pernyataan Soetarno dalam Soekatman (2009, hlm. 80) peribahasa dapat
digolongkan menjadi tujuh jenis, yaitu (1) Ungkapan, (2) peribahasa, (3) pepatah,
(4) ibarat, (5) tamsil, (6) hadis Melayu, (7) pemeo. Babasan adalah gabungan kata
yang mengandung arti kiasan pada masing-masing anggota kata dalam
kalimatnya, sedangkan paribasa adalah kelompok kata atau kalimat yang
menyatakan suatu maksud tertentu. Masyarakat Sunda atau yang memiliki darah
keturunan Sunda lampau, telah menggunakan babasan dalam percakapan sehari –
hari. Babasan digunakan sebagai ungkapan halus atau penghalusan dalam
mengungkapkan suatu maksud. Menurut Rosidi (2005, hlm. 9):
Babasani maupun paribasa merupakan kekayaan batin orang Sunda.
Namun banyak sekali rang Sunda yang tidak tahu mengenai makna
sebenarnya dari babasan atau paribasa yang ditujukan oleh penyampai
pesan kepada komunikan. Babasan bagi orang Sunda dapat menjadi
pegangan bagi yang ingin memiliki referensi mengenai bahasanya,
terutama bagi orang Sunda yang saat ini semakin jauh dari bahasa aslinya.
Pengertian babasan menurut Kamus Umum Basa Sunda dalam Rosidi
(2005, hlm. 5), ucapan matok nu dipake dina harti injeuman, saperti gede hulu,
panjang leungeun, legok tapak jeung saterusna. Artinya, babasan merupakan
ucapan yang dipakai menggunakan arti pinjaman atau kata kiasan, misalnya besar
kepala yang dimaksudkan kepada seseorang yang sombong, panjang tangan suatu
istilah yang disematkan kepada orang yang suka mengambil barang milik orang
lain (pencuri), lekuk jejak apabila dikaitkan kepada orang yang banyak
pengalaman, dan sebagainya. Cotohnya dalam kalimat babasan, gemah ripah loh
jinawi, yang berarti daerah (negara) yang subur makmur serta ramai (Munawar,
2010, hlm. 40). Contoh babasan yang dapat dikaitan dengan kondisi lingkungan:
a. Leuweung ruksak, cai beak, ra’yat balangsak
(Hutan rusak, air habis, rakyat sengsara)
b. Leuweung kaian, gawir awian, sampalan kebonan, legok balongan
(Hutan tanami kayu, tebing tanami bambu, tanah datar jadikan kebun, palung
jadikan kolam)
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22
Menurut Iskandar dan Iskandar (2011, hlm. 44) bila alam lingkungannya
tidak dijaga dan dihormati, orang Sunda percaya bahwa berbagai bencana dapat
menimpa manusia, seperti tejadinya kegagalan panen, timbulnya banjir,
kekeringan, dan lain-lain. Menurut Rosidi (2005, hlm. 11-12) paribasa intinya
merupakan peringatan agar jangan melakukan sesuatu yang tidak terpuji atau
menimbulkan bahaya dan menganjurkan hal-hal yang harus dilakukan oleh orang.
Kemudian arti paribasa atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
peribahasa adalah perkataan atau kalimat tertentu yang mengandung makna yang
khas atau kiasan, misalnya tong kosong nyaring bunyinya, peribahasa tersebut
biasa dipakai ketika ada seseorang yang banyak bicara tapi pembicaraannya tidak
berisi atau tidak bermanfaat (Rosidi, 2005, hlm. 5-6).
Menurut Rosidi (2005, hlm. 6) paribasa atau peribahasa merupakan:
1) kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan biasanya
mengisahkan maksud tertentu (temasuk juga bidal, ungkapan,
perumpamaan). 2) ungkapan atau kalimat-kalimat ringkas, padat yang
berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan
tingkah laku.
Peribahasa dapat dikaitkan dalam keadaan apapun, karena peribahasa tidak
mengandung makna yang mutlak, termasuk dalam keadaan yang membandingkan
sesuatu, dipakai pula sebagai perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan
tingkah laku. Aturan hidup itu sendiri sering kali dipakai oleh masyarakat Sunda
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, babasan dan paribasa dapat
dikaitkan dengan green behaviour dengan cara mengkaji makna yang terdapat
pada babasan dan paribasa yang sesuai dengan prinsip green behaviour. Contoh
paribasa yang dapat dikaitkan dengan kondisi lingkungan:
a. Ari darah supana, kudu dijaga catangna = ari diarah supana, kudu dipiara
catangna
(Jika menginginkan hasilnya, harus mau menjaga dan merawatnya)
b. Kiruh ti girang kiruh ka hilir
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
(Rakyat kecil suka mencontoh perilaku pemimpinnya, atau bawahan biasanya
bertingkah laku meniru atasan atau pimpinannya)
2. Babasan dan paribasa sebagai Media Penanaman Nilai
Dewasa ini, sebagian manusia memiliki pola pikir yang tidak jauh ke
depan. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya masyarakat yang menggunakan
barang-barang yang tidak ramah lingkungan, seperti plastik yang tidak dapat
terurai dalam waktu yang singkat. Pada fenomena tersebut, babasan dan paribasa
yang dapat di pakai, misalnya hayang untung kalah bunting. Arti kiasan dari
paribasa tersebut adalah ingin untung malah rugi. Pada awalnya, produsen
memakai barang-barang yang murah dan mudah didapat dengan tujuan ingin
mendapat untung yang besar, padahal hal tersebut sangatlah merugikan bagi
kelestarian lingkungan. Sulit terurainya sampah plastik mengakibatkan aliran
sungai menjadi terhambat yang disebabkan oleh sumbatan dari sampah plastik
tersebut sehingga sungai meluap dan mengakibatkan banjir. Dari situlah makna
dari babasan dan paribasa dapat direfleksikan.
Menurut Koentjaraningrat (1979, hlm. 70) aspek positif dari nilai-nilai
budaya itu adalah bahwa ia dapat memudahkan taktik untuk mengajak rakyat
berpartisipasi dalam pembangunan dengan cara memberi contoh. Oleh karena itu
babasan dan paribasa yang merupakan salah satu budaya lokal dari masyarakat
Sunda, dapat dipakai dalam dunia pendidikan sehingga dapat mengajak siswa
untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang berkelanjutan. Bahasa Sunda
berasal dari suku kata SUN-DA-HA, yang mengandung arti SUN adalah diri, DA
adalah
alam
dan
HA
adalah
Tuhan
(Hertini,
2011,
tersedia:
http://airenihertini.blogspot.com/2011/11/bentuk-bentuk-kearifan-nasionaldalam..html. (18 Juni 2014)). Artinya kearifan lokal dapat digambarkan dengan
mengidentifikasi tiga ranah (domain) tempat kearifan lokal itu berlaku.
a. Diri, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia;
b. Alam, yaitu hubungan manusia dengan alam;
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
c. Tuhan, hubungan manusia dengan Tuhan atau Sang Pencipta.
Tiga konsep tersebut berhubungan dengan konsep Trihitakarana yang ada
di Bali. Menurut Bagus dan Purwita konsep Tri Hita Karana (1993, hlm. 47)
berisi:
a. Parhyangan sebagai unsur Ketuhanan
b. Pawongan sebagai unsur kemasyarakatan.
c. Palemahan sebagai wilayah/areal pertanian dengan batas alam tertentu seperti
sungai, jalan, pematang besar, desa dan lain-lain.
Dalam babasan dan paribasa terdapat filosofi yang positif dan negatif
dalam menggambarkan suatu perilaku pada keadaan tertentu, sehingga dapat
digunakan sebagai contoh dalam berperilaku agar siswa dapat lebih memahami
perilaku apa saja yang patut mereka contoh dan tidak untuk mereka contoh.
Menurut Dewi (2012, http://www.bahasasunda.0fees.net/paribasa.html. (6 Juli
2014)) dilihat dari isinya, paribasa dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Paribasa luang pangalaman, yaitu peribahasa yang isinya berupa pengalaman
hidup serta bisa dijadikan cermin untuk siapa saja.
b. Paribasa pengjurung laku, yaitu peribahasa yang isinya memotivasi agar kita
memiliki kelakuan baik atau yang bermanfaat.
c. Paribasa pepeling, yaitu peribahasa yang isinya peringatan. Pepatah atau
nasihat supaya kita tidak berbuat kesalahan atau keburukan.
Ada beberapa kalimat babasan paribasa Sunda yang maknanya
mengandung nilai – nilai pembentukan karakter ke-Sundaan. Masyarakat Sunda
percaya bahwa mereka akan berhasil mencapai keutamaan hidup bila memiliki
lima karakter ke-Sundaan, yakni cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar),
singer (mawas diri), dan pinter (pintar) (Enslikopedia Jawa Barat, 2011, hlm. 76).
Babasan – babasan yang dimaksud diantaranya adalah :
a. Cageur (Sadar)
Pengertian dari karakter ini dihubungkan dengan kesadaran sikap yang
timbul dari diri sendiri.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25
b. Bageur (Baik)
Pengertian dari karakter ini dihubungkan dengan kemampuan pribadi
dalam menjalin hubungan dengan sesamanya agar tercipta suasana kehidupan
masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan
kekeluargaan.
c. Bener (benar)
Pengertian dari kata ini dihubungkan pada hidup yang lurus berdasarkan
perintah Tuhan untuk berlaku benar.
d. Singer (mawas diri)
Pengertian dari karakter ini dihubungkan dengan kemampuan pribadi
untuk bisa bertahan di masa dan lingkungan tempatnya berada.
e. Pinter (pintar)
Pengertian dari karakter ini dihubungkan dengan intelektualitas pribadi,
cara pandang yang baik tentang bagaimana berusaha demi mencapai hasil.
Berdasarkan pemahaman nilai yang terdapat dalam babasan dan paribasa
tersebut, diharapkan pengetahuan, perasaan, dan tindakan siswa dapat
berkembang selaras dengan nilai moral yang positif. Seperti yang diungkapkan
oleh Lickona (2012, hlm. 84) yang mengungkapkan bahawa komponen karakter
yang baik itu meliputi pengetahuan moral (moral kowing), perasaan moral (moral
feeling), dan tindakan moral (moral action). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
peneliti mengintegrasikan ketiga aspek moral yang diungkapkan oleh Lickona
tersebut ke dalam pembelajaran IPS mealui babasan dan paribasa.
Dengan pembelajaran IPS melalui babasan dan paribasa, siswa
diharapkan dapat memiliki pengetahuan maupun pemahaman moral (moral
knowing) tentang nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran IPS,
nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan, seta hubungan antara fenomena yang
terjadi dengan kepedulian terhadap lingkungan. Melalui pengetahuan dan
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
pemahaman tersebut, siswa dapat menggunakan pemikiran mereka untuk
memahami suatu permasalahn dan melihat situasi yang memerlukan penilaian
moral sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan adanya suatu perasaan moral
(moral feeling). Perasaan moral dapat ditunjukkan dengan adanya kesadaran siswa
terhadap lingkungan sekitarnya sehingga dapat menggerakkan hati nurani dan
empati siswa untuk peduli terhadap lingkungan dengan pembelajaran IPS melalui
babasan dan paribasa ini.
Setelah siswa memiliki pengetahuan dan kesadaran untuk merasakan apa
yang harus siswa lakukan, siswa dapat menerjemahkan antara pikiran dan
perasaan siswa tersebut ke dalam suatu tindakan (moral action) sebagai hasil yang
diharapkan dalam pembelajaran IPS melalui babasan dan paribasa. Dengan
ketiga moral yang terdapat di dalam pembelajaran IPS melalui babasan dan
paribasa tersebut, tidak hanya menjadikan mengandung pendidikan karakter, akan
tetapi menjadikan pembelajaran IPS yang bermakna. Hal tersebut dikarenakan
dalam pembelajaran itu terdapat aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa
yang kontekstual.
Adapun menurut Jalaludin & Idi (2010, hlm. 84), “dalam filsafat
pendidikan modern, dikenal beberapa aliran, yaitu progresivisme, perenialisme,
esensialisme, dan rekonstruksionisme”. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai
berikut:
a. Progresivisme memandang bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
belum tentu benar pada masa yang akan datang. Karenanya cara terbaik
mempersiapkan siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah
membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang
memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan
dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini
(Sadulloh, 2009, hlm. 142-143).
b. Perenialisme menganggap bahwa gagasan yang telah tertanam berabad-abad
masih relevan saat ini seharusnya menjadi fokus pendidikan. Dalam dunia
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa pada dunia yang tidak
menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan, seperti kita rasakan
dewasa ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik (Sadulloh, 2009, hlm.
151). Beberapa prinsip pendidikan menurut perenialisme adalah: 1) walaupun
perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia di manapun dan
kapanpun ia berada adalah sama, 2) Rasio merupakan atribut manusia yang
paling tinggi, 3) tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
kebenaran yang pasti dan abadi, 4) pendidikan bukan merupakan peniruan dari
hidup, melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup, dan 5) siswa
seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut
sejarah, filafat, seni begitu juga literatur yang berhubungan dengan kehidupan
sosial, terutama politik dan ekonomi (Sadulloh, 2009, hlm. 156-157).
c. Esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia (Jalaludin,
2010, hlm. 99). Menurut Zuharini (1991, hlm. 21), esensialisme memandang
bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilaiter pilih yang
mempunyai tata yang jelas. Esensialisme berupaya menanamkan pada peserta
didik mengenai hal yang bersifat ‘esensial’ dari pengetahuan akademik dan
perkembangan karakter (Wahyudin, 2007, hlm. 1). Berhubungan dengan
prinsip pendidikan, kaum esensialis berpendapat bahwa: 1) pendidikan harus
dilakukan melalui usaha yang keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri
siswa, 2) inisiatif pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa, 3) inti
proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan,
4) sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan
dengan disiplin mental, dan 5) tujuan akhir pendidikan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata
(Sadulloh, 2009:, hlm. 63).
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
d. Rekonstruksionisme, aliran ini merupakan suatu aliran filsafat yang berusaha
merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern (Jalaludin dan Idi, 2010, hlm. 118).
Rekonstruksionisme memandang sekolah sebagai agen perubahan sosial
sehingga kurikilum harus merupakan mata pelajaran yang berkenaan dengan
masalah sosial, ekonomi, politik yang menjadi masalah rill manusia termasuk
masalah yang dihadapi dirinya sebagai makhluk sosial (Effendi, 2009, hlm.
59).
Mengenai implementasi nilai budaya sebagai sumber pembelajaran IPS,
yang digunakan adalah perenialisme. Pada kurikulum diversifikasi KTSP 2006
(dalam Effendi, 2011, hlm. 53), pentingnya nilai budaya lokal telah diakomodir
dengan cukup luas, yaitu dengan memberikan porsi untuk muatan lokal sekitar
20%. Filsafat perenialisme dijadikan sebagai rujukan dalam pengelolaan
pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, keempat pandangan filsafat tersebut dapat
digunakan sesuai dengan kebituhan atau pun secara campuran atau eklektik.
Dalam setiap alitan filsafat tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masingmasing. Oleh karena itu, kelebihan tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki
sistem dan pelaksanaan pendidikan yang ada.
Adapun babasan dan paribasa dapat digunakan sebagai media dalam
penanaman
nilai
mengenai
pentingnya
green
behaviour.
Seperti
yang
diungkapkan oleh Rosidi (2005, hlm. 11), dalam babasan dan paribasa tergambar
nilai baik yang dianut orang Sunda, yaitu istikomah, harus setia, rendah hati, tahu
diri, bertanggungjawab, dan nilai-nilai negatif seperti khianat, sombong, senang
bertengkar, bicara tanpa isi, dengki, senang dengan musibah orang lain, tidak tahu
malu dan lain-lain. Babasan dan paribasa dapat digunakan sebagai cerminan
perilaku. Dalam hal ini siswa merupakan tokoh yang diamati agar nilai positif
dalam babasan dan paribasa dapat diteladani dan diterapkan dalam kehidupkan
sehari-hari, khususnya dalam aspek green behaviour siswa.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
Adapun cara penanaman nilai melalui babasan dan paribasa sebagai
media, peneliti menggunakan penduan model pembelajaran nilai (value learning).
Menurut Superka, et. al. dalam Komalasari (2010, hlm. 88) merumuskan
pendekatan nilai menjadi lima, yaitu pendekatan penanaman nilai (inculcation
approach),
pendekatan
perkembangan
moral
kognitif
(cognitive
moral
development approach), pendekatan analisis nilai (value analysis approach),
pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) dan pendekatan
pembelajaran berbuat (action learning approach).
Kelima pendekatan tersebut merupakan berbasis nilai, yang memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Apabila dikaitkan dengan babasan dan
paribasa untuk meningkatan green behaviour, peneliti menggunakan pendekatan
pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Menurut Djahiri dalam
Komalasari (2010, hlm. 99) VCT merupakan teknik pembelajaran yang
mengembangkan kemampuan siswa mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai
yang termuat dalam suatu liputan peristiwa, tulisan, gambar, dan cerita rekaan.
Melalui media liputan peristiwa, tulisan, gambar, atau pun cerita rekaan, siswa
diharapkan mampu merefleksikan pembelajaran dengan babasan dan paribasa
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Contohnya ketika siswa diberikan
peristiwa
mengenai
kerusakan
lingkungan
akibat
ulah
manusia,
guru
menghubungkannya dengan paribasa adat kakurung ku iga (kebiasaan buruk
yang sulit dihilangkan). Siswa memberikan contoh perilaku berdasarkan paribasa
yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas. Dari situlah siswa memahami
nilai moral yang terkandung dalam materi berdasarkan paribasa.
Dalam pendekatan pembelajaran berbuat, guru dapat menanamkan nilai
kearifan lokal yang terdapat dalam babasan dan paribasa serta mendorong siswa
untuk dapat berbuat sesuai dengan babasan dan paribasa yang bermakna positif
yang berkaitan dengan green behaviour. Seperti yang diungkapkan oleh
Komalasari (2010, hlm. 98) pendekatan pembelajaran berbuat memberi
penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama
dalam satu kelompok. Oleh karena itu pendekatan pembelajaran ini sangat cocok
untuk menerapkan babasan dan paribasa sebagai media penanaman nilai dalam
mengembangkan perilaku green behaviour siswa.
3. Penerapan Babasan dan paribasa dalam Pembelajaran IPS
Konsep IPS menurut Banks dalam Sapriya (2007, hlm. 3):
the social studies is that part of the elementary and high school curriculum
which has the primary responsicility for helping students to develop the
knowledge, skills, attitudes, and values needed to participate in the civic
life of their local communities, the nations, and the world.
Pada prinsipnya, pembelajaran IPS tidak hanya menyampaikan fakta,
konsep dan generalisasi, tetapi juga hendaknya menyentuh aspek keterampilan,
nilai dan sikap yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari siswa pada
lingkungan masyarakatnya. Penerapan nilai dan sikap di sini dapat diterapkan,
salah satunya melalui kearifan lokal Sunda, yaitu babasan dan paribasa. Sikap
peduli lingkungan siswa merupakan dampak pengiring dari seluruh pembelajaran
IPS, karena dalam pembelajaran IPS senantiasa mengembangkan seluruh
kompetensi dasar siswa, baik yang berkenaan dengan tataran kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
Implementasi babasan dan paribasa dalam pembelajaran IPS, yaitu
melalui penerapan nilai kearifan lokal yang beragam di dalamnya. Babasan dan
paribasa, dapat diterapkan pada pembelajaran IPS dengan cara merefleksikan
fenomena lingkungan yang terjadi di masyarakat, misalnya pada fenomena
pemanasan global (global warming). Melalui isu pemanasan global, siswa dapat
menganalisis sebab akibat terjadinya fenomena tersebut. Ketika siswa mulai
mengkaji materi, guru merefleksikan penerapan babasan dan paribasa, sehingga
siswa dapat menginternalisasikan nilai kearifan lingkungan dalam babasan dan
paribasa tersebut. Setelah siswa mendapatkan poin utama dari nilai yang
terkandung dalam babasan dan paribasa, siswa diberikan pemahaman agar dapat
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
menerapkan nilai kearifan lokal pada babasan dan paribasa tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya.
Manurut Koentjaraningrat (1979, hlm. 71) menyatakan bahwa:
konsep ihtiyar terdapat dalam peribahasa kuno kita, kalau digali kembali
dan diajarkan kembali kepada anak-anak kita, dapat membantu kita dalam
hal mengembangkan sifat-sifat mental, seperti: kemauan untuk berusaha
atas kemampuan sendiri, rasa tanggung jawab sendiri, dan nilai yang
berorientasi terhadap achievement dalam karya.
Maka dari itu, dalam pembelajaran IPS, guru dapat menggali kembali
peribahasa (paribasa Sunda), karena di dalamnya terdapat falsafah perilaku yang
menekankan pada aspek kemauan dalam berusaha secara independen, rasa
tanggung jawab, misalnya terhadap lingkungan, sehingga tidak menyepelekan
segala sesuatu yang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari karena ia tahu
akan nilai yang patut dihargai dalam setiap karya. Adapun tujuan pendidikan IPS
menurut Permendiknas tahun 2006 dalam Sapriya (2009, hlm. 102) tujuan mata
pelajaran IPS SMP/MTs sama dengan IPS SD/MI, yaitu sebagai berikut:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki
komitmen
dan
kesadaran
terhadap
nilai-nilai
sosial
dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional global.
Menurut Sapriya (2009, hlm. 48) program Pendidikan IPS yang
komperhensif meliputi empat dimensi, yaitu:
a. Dimensi pengetahuan (knowledge)
b. Dimensi keterampilan (skills)
c. Dimensi nilai dan sikap (value and attitudes)
d. Dimensi tindakan (action)
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
Dilihat dari pendapat diatas, sangat tepat apabila babasan dan paribasa
diterapkan dalam pembelajaran IPS, karena dalam babasan dan paribasa itu
sendiri terdapat fiosofi nilai dan sikap yang bermanfaat untuk dikaji dalam
menentukan perilaku kita sehari-hari. Dimensi pengetahuan, keterampilan, sikap
dan tindakan dapat terangkum dalam babasan dan paribasa sehingga
memudahkan dalam merefleksikan pembelajaran IPS kepada siswa. Adapun
contoh babasan dan paribasa yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Babasan dan Paribasa yang Berhubungan dengan Green behaviour
No
Babasan/Paribasa
Makna
Ari diarah supana kudu dijaga Agar tidak merusak lingkungan, maka
1. catangna
harus memelihara sumber daya alam
yang sering dimanfaatkan/digunakan
Kudu inget ka bali geusan
Manusia bagian dari alam, harus
2. ngajadi
mencintai alam, tidak tepisahkan dari
alam.
Leuweung ruksak, cai beak,
Hutan rusak, air habis, rakyat sengsara
3.
ra’yat balangsak
Leuweung kaian, gawir
Agar lingkungan terawat, apapun
4. awian, sampalan kebonan,
dilakukan
sehingga
dapat
legok balongan
meminimalisir kerusakan lingkungan
Kiruh ti girang kiruh ka hilir
Jangan mencemari bagian hulu air
5.
sungai karena akan mencemari hilir air
sungai juga.
Mun teu ngopek moal nyapek, Masyarakat
harus
kreatif
6. mun teu ngakal moal ngakeul, memanfaatkan lahan dengan ditanami
mun teu ngarah moal ngarih
tanaman yang bermanfaat
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
7.
Gunung teu meunang dilebur, Gunung tidak boleh dihancurkan,
lebak teu meunang diruksak
lembah/sumber air tidak boleh dirusak
Tabel 2.3 Babasan dan Paribasa yang Maknanya dapat diaplikasikan ke dalam
Pembelajaran IPS untuk Mengembangkan Green behaviour Siswa
No
Babasan/Paribasa
Makna
1. Cikaracak niggang batu laun- Perilaku green behaviour dapat
laun jadi legok
dibiasakan dari sesuatu yang diri kita
sendiri, dimulai dari hal terkecil, maka
hasilnya akan terlihat perlahan-lahan
2. Bodo alewoh
Ketika kita tidak mengetahui sesuatu
maka harus bertanya agar tidak terjadi
sesuatu yang buruk
3. Babalik pikir
Kebiasaan buruk yang menjadi baik
4.
Basa mah teu kudu meuli
5.
Gemah ripah loh jinawi
6.
Gurat batu
7.
Hade gogog hade tagog
8.
Saeutik mahi, loba nyesa
9.
Ulah kabawa ku sakaba-kaba
10. Halodo sataun lantis ku hujan
sapoe
11. Kahareup ngala sajeujeuh, ka
tukang ngala sajengkal
Tidak ada salahnya kalau kita
menegur seseorang yang berperilaku
menyimpang, seperti membuang
sampah pada tempatnya
Daerah yang subur makmur, jangan
samapai menjadi rusak akibat
kelalaian kita sendiri
Teguh pada pendirian dalam perilaku
yang ramah lingkungan
Baik budi, bahasanya, baik sikap, tahu
adat dan sopan santun
Harus
memanfaatkan
segala
sesuatunya
dengan
bijaksana.
Misalnya, menebang kayu di hutan
hanya untuk kepentingan umum,
bukan kepentingan pribadi.
Jangan terbawa perilaku yang tidak
baik
Jangan sampai melakukan kesalahan
kecil yang dapat merugikan diri
sendiri
Jika melakukan sesuatu harus penuh
dengan perhitungan
Tabel di atas berisikan contoh babasan dan paribasa yang dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran IPS guna mengembangkan green behaviour
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
siswa. Makna yang terdapat pada babasan dan paribasa dapat direfleksikan pada
keadaan apa pun, asalkan berhubungan dengan makna asal dari babasan dan
paribasa itu sendiri.
4. Keterkaitan Babasan dan paribasa dalam Pembelajaran IPS untuk
Pengembangan Green behaviour
Keadaan kelas yang kotor mencerminkan kurangnya sikap tanggung jawab
untuk menjaga kebersihan kelas. Kebersihan kelas dapat dijaga dengan cara
membuang sampah pada tempatnya. Kebiasaan yang dinilai biasa, tapi begitu
penting ditanamkan pada setiap individu sehingga tercipta karakter yang peduli
terhadap kebersihan lingkungan. Pembelajaran IPS sangat berperan dalam hal
penanaman karakter green behaviour tersebut. IPS sebagai mata pelajaran di
sekolah, dapat menyentuh aspek lingkungan.
Seperti yang diungkapkan Sapriya (2007, hlm. 57) bahwa, guru IPS boleh
dikatakan wajib untuk membaca buku teks atau buku sumber lainnya, agar ia
memperoleh informasi yang luas tentang materi pembelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa. Sumber belajar lain yang bisa dikaji, salah satunya
melalui lingkungan sekitar siswa itu sendiri. Lingkungan sekitar dapat dengan
mudah dipelajari karena siswa dapat melihatnya secara langsung. Contohnya pada
green behaviour siswa VII – C. Siswa dapat mempelajari konsep pembelajran
hingga menerapkan langsung pendidikan nilai pada saat itu juga.
Pusat Kurikulum dalam Samani & Hariyanto (2012, hlm. 52) telah
mengidentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan
tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) displin,
(5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10)
semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli
lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
Menurut Alma (2010, hlm. 6) tujuan utama IPS adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbakan segala
ketimpangan yang terjadi dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakatnya.
Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional (2006, hlm. 28), tujuan
pembelajaran IPS adalah:
1) meningkatkan kesadaran ekonomi rakyat, 2) meningkatkan
kesejahteraan jasmani dan rohani, 3) meningkatkan efisiensi kejujuran dan
keadilan bagi semua warga negara, 4) meningkatkan mutu lingkungan, 5)
menjamin keamanan dan keadilan bagi semua warga negara, 6)
memberikan pengertian tentang hubungan internasional bagi kepentingan
bangsa Indonesia dan perdamaian dunia, 7) meningkatkan saling
pengertian antar golonngan dan daerah dalam menciptakan kesatuan dan
persatuan nasional, 8) memelihara sifat-sifat kemanusiaan, kesejahteraan
rohaniah dan tatasusiala yang luhur.
Maka dari itu, merujuk pada pernyataan tersebut pembelajaran IPS
memiliki peran yang penting dalam menanggulangi permasalahan lingkungan
yang terjadi di masyarakat. Hamzah (2012, hlm. 16) menjelaskan bahwa,
pengelolaan lingkungan yang ada saat ini tak banyak lagi yang memperhatikan
tradisi pemeliharaan lingkungan yang dahulu pernah berlaku, kebutuhan hidup
dan kemiskinan yang kurang terperhatikan oleh pihak berwenang, telah
menyebabkan masyarakat tak lagi memperhatikan unsur “tabu, pamali” atau
“pantangan” yang dahulu berlaku di masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya
alam. Dalam pernyataan tersebut sangat jelas bahwa kelestarian lingkungan hidup
juga berpengaruh ketika masyarakatnya melupakan nilai kearifan lokal dari
kebudayaan setempat.
Pengembangan green behaviour dapat direfleksikan melalui nilai kearifan
lokal masyarakat setempat, salah satunya dalam babasan dan paribasa yang
merupakan ungkapan lisan masyarakat Sunda yang telah dipakai sejak lama guna
berbuat sesuatu yang terpuji. Dalam aspek green behavour ini, perilaku tanggung
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
jawab, kepedulian serta kebijaksaan dapat diterapkan kepada siswa melalui
babasan dan paribasa.
Babasan dan paribasa mengandung makna kiasan dalam menggambarkan
keadaan atau kebiasaan seseorang. Babasan dan paribasa itu juga dapat dikaitkan
melalui pembelajaran IPS di sekolah dalam memupuk perilaku terpuji siswa
dengan cara mengkaji dan merefleksikan maknanya. Contohnya ketika kita berada
di lingkungan kotor hendaknya jangan berperilaku bentik curuk, balas nunjuk,
artinya jangan hanya memerintah orang lain untuk tidak membuang sampah
sembarangan tetapi dirinya sendiri sering kali melakukan hal yang dilarang
tersebut. Sebaliknya, hendaknya kita berperilaku bijaksana dalam berbuat sesuatu,
terutama dalam aspek green behaviour.
C. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang dapat dijadikan tolak ukur dalam upaya
pengembangan green behaviour pada pembelajaran IPS diantaranya:
1. Penelitian tesis tahun 2012 yang dilakukan oleh Kanna Indikka, mahasiswa
pascasarjana program studi pendidikan dasar. Judul penelitiannya adalah
Pengembangan Green behaviour pada Siswa melalui Penggunaan Media
Audio Visual dalam Metode Pembelajaran Examples Non-Examples pada
Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Latar belakang penelitian tersebut
berawal dari penemuan peneliti yang bersangkutan mengenai rendahnya
kepedulian siswa terhadap lingkungan sehingga dibutuhkan upaya yang
konsosten dan sejak dini untuk menumbuhkan kepedulian akan lingkungan
yang salah satunya melalui proses pembelajaran IPS. Pengembangan green
begaviour tersebut dilakukan melalui metode penelitian tindakan kelas.
Hasilnya, melalui metode exaples non-example dengan media audio visual
dapat mengembangkan sikap green behaviour pada siswa. Siswa telah mampu
mengidentifikasi macam-macam permasalahan sosial yang diakibatkan oleh
ketidakpedulian terhadap lingkungan, mampu memahami pentingnya sikap
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
peduli terhadap lingkungan, serta mampu mengidentifikasi sebagai perilaku
yang tindakannya didasari oleh suatu nilai, norma dan aturan yang peduli
terhadap lingkungan.
2. Penelitian tesis tahun 2010 yang dilakukan oleh Raja Rosnenty, dengan judul
Pengaruh Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar IPS terhadap
Penguasaan Konsep dan Kepedulian Lingkungan pada Peserta Didik Sekolah
Dasar.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
didapatkan
informasi
bahawa
pembelajaran IPS di sekolah yang membosankan dapat ditanggulangi dengan
cara mengembangkan sumber belajarnya. Pemanfaatan lingkungan sebagai
sumber belajar IPS dinilai mampu memberdayakan siswa secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran IPS. IPS tidak hanya sebagai hapalan, tetapi juga
pembelajarannya perlu dipahami dan dihayati agar peserta didik mampu
menganalisis berbagai peristiwa atau permasalahan yang ada di sekitar
lingkungannya sehingga menjadi warga negara yang bertanggung jawab, dan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Pemanfaatan lingkungan
sebagai
sumber
belajar
IPS
pun
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengembangan sikap kepedulian lingkungan peserta didik kelas tiga SDN
Lengkong Kecamatan Bojongsoang.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Effendi S., dengan judul Implementasi
Kearifan Lingkungan dalam Budaya Masyarakat Adat Kampung Kuta sebagai
Sumber Pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil penelitiannya, Kampung Kuta
memiliki berbagai nilai yang dapat dijadikan sumber pembelajaran. Nilai
tersebut terdiri dari nilai historis, sosial, ekonomi dan lingkungan. Nilai
budaya tersebut ternyata sangat bermanfaat bagi guru dan peserta didik dalam
pengembangan sikap green begaviour. Melalui penelitian tindakan pada
SMPN 1 Tambaksari Kabupaten Ciamis, terbukti bahwa siswa lebih
termotivasi dalam mempelajari nilai budaya sebagai sumber pembelajaran
sehingga nilai kearifan lokal tersebut dapat dijadikan sebagai acuan siswa
untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
4. Penelitian studi natiralistik yang dilakukan oleh Dr. Agus Mulyana, M. Hum.,
Wawan darmawan, M.Pd,. dan Yeni Kurniawati, M.Pd., dengan judul
penelitian Babasan dan Paribasa sebagai Media Penanaman Nilai dalam
Masyarakat Sunda serta Aplikasinya dalam Pembelajaran Sejarah. Penelitian
tersebut berhasil memotovasi siswa dalam belajar sejarah sehingga siswa
mampu memahami makna dari nilai kearifan lokal babasan dan paribasa dan
dijadikan sebagai refleksi perilaku yang baik dan buruk dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Gilang Maulidya Dewanti, jurusan
pendidikan sejarah, dengan judul Mengembangkan Pembelajaran Green
History untuk Meningkatkan Green behaviour Siswa. Penelitian tersebut
merupakan penelitian tindakan kelas. Latar belakang penelitian tersebut
berawal dari penemuan peneliti yang bersangkutan mengenai rendahnya
kepedulian siswa terhadap lingkungan, terlihat dari kondisi kelas yang banyak
sampah sehingga dibutuhkan upaya yang konsosten dan sejak dini untuk
menumbuhkan kepedulian akan lingkungan yang salah satunya melalui
pembelajaran green history. Hasilnya, melalui pembelajaran green history
tersebut dapat mengembangkan sikap green behaviour pada siswa. Secara
moral knowing dan moral feeling siswa telah berkembang dengan baik, akan
tetapi secara moral action dinilai masih butuh pembiasaan yang lebih intens.
Annisa Rosa Vanya, 2014
PENGEMBANGAN GREEN BEHAVIOR MELALUI BABASAN PARIBASA SUNDA DALAM
PELAJARAN IPS : PTK DI KELAS V11-C SMPN 44 Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Download