Membaca Sebuah Sistem Komunikasi

advertisement
Telaah Buku
Membaca Sebuah Sistem Komunikasi
Rita Gani
Judul Buku: Sistem Komunikasi Indonesia; Penulis: Nurudin; Penerbit: PT Rajawali Press,
Jakarta; Tahun Terbit: Maret 2004; Tebal: xii + 218 halaman.
Sebenarnya , kita tidak perlu risau mengapa
pers pada zaman orde baru sangat “penakut”.
Kenapa sulit berdiri stasiun televisi swasta yang
menjadikan TVRI sebagai satu-satunya media audio visual yang mengudara? Mengapa Juru
Penerang Desa (Jupendes), pemimpin opini (opinion leader) dan juga Kepala Desa
(kades) sering merepresentasikan
dirinya sebagai “penguasa kecil”
di desa?, mengapa kelompok
terakhir ini sering (atau pura-pura)
populis dan baik hati ketika akan
Pemilu?. Demikian paragraf awal
yang di tulis Nurudin dalam
bukunya berjudul Sistem
Komunikasi Indonesia. Tentulah
paparan tersebut lahir dari
berbagai desakan pertanyaan
akan kesimpangsiuran sistem
dalam aliran komunikasi yang
berlangsung di Indonesia. Sebab
, tanpa bisa dipungkiri, apa yang sedang terjadi
dalam dunia komunikasi, termasuk unsur-unsurnya
tersebut, sangat dipengaruhi oleh keberadaan
sistem sosial politik Indonesia. Di Indonesia,
bentuk dan kekhasan sistem komunikasi terwujud
karena keragaman etnis, adat-istiadat, perbedaan
desa-kota, dan yang paling menentukan adalah
sistem politik yang ditegakkan pada
masyarakatnya. Dalam kasus kebebasan pers
misalnya, terdapat perbedaan gerak insan pers
antara jaman orde baru dengan era reformasi.
Kebungkaman dan keterbelengguan pers yang
Rita Gani. Membaca Sebuah Sistem Komunikasi
dibentuk oleh sistem politik pada masa ORBA,
menyebabkan terbatasnya ruang lingkup dan
gerak insan pers untuk mengembangkan
kreativitasnya. Namun setelah gerakan mahasiswa
“melengserkan” Presiden Soeharto pada 21 Mei
1998, dan “membangun” era reformasi, kehadiran
pers justru dinilai sebagian pihak
sebagai
kreativitas
dan
kebebasan yang kebablasan.
Dihapuskannya Deppen dan
SIUPP dalam masa pemerintahan
Gus Dur dan disambut “meriah”
oleh insan pers, malah
memunculkan minimnya self
censhorship media. Dengan kata
lain media lemah mempertimbangkan apakah pemberitaan itu layak
dimunculkan dan sesuai dengan
keinginan masyarakat atau tidak.
Sederhana, namun contoh ini
memperlihatkan bahwa sebuah
sistem politik yang berlaku disebuah negara sangat
berperan pada sistem komunikasi yang akan
dikembangkan di negara tersebut.
Membahas SKI, tak ubahnya dengan
membahas berbai fenomena, kegiatan, proses yang
berkaitan erat dengan unsur-unsur komunikasi di
Indonesia. Dalam buku ini pembaca diberikan
gambaran mengenai bentuk sistem komunikasi di
Indonesia dengan uraian-uraiannya mengenai
sistem pers Indonesia, sistem komunikasi di
pedesaan, peranan opinion leader di Indonesia dan
fenomena ponsel dalam sistim komunikasi Indo359
nesia. Dari delapan BAB yang terdapat dalam buku
yang diterbitkan oleh PT. Rajawali Press ini,
memberikan pemahaman kepada kita tentang ruang
lingkup komunikasi, karena meskipun pembahasan
utama adalah mengenai SKI, namun di beberapa
bagian pembaca kembali diajak untuk memahami
hakikat komunikasi, proses komunikasi (meliputi
proses sosial, budaya, dan politik), pembagian
komunikasi, sistem pers, begitu juga model-model
komunikasi. Selain itu, juga terdapat hasil
pengamatan dan survei Nurudin terhadap
perkembangan teknologi yang terjadi pada media
komunikasi dan menyebabkan adanya
pembaharuan dalam sistem komunikasi tersebut.
Mempertanyakan Bentuk Sistem
Komunikasi di Indonesia
Yang menjadi pertanyaan kita, apakah di Indonesia ada Sistem Komunikasi, jika pertanyaan
ini dirinci lagi menjadi ; adakah Sistem Komunikasi
Indonesia (SKI)?. Pertanyaan ini setidaknya
muncul ketika istilah itu dimunculkan bersamaan
dengan dikeluarkannya Surat Keputusaan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor. 0223/U/1995 tentang Kurikulum Nasional
(Kurnas). Meskipun sebenarnya kajian Ilmu
komunikasi di perguruan tinggi pada umumnya
sudah lebih dulu membahas berbagai sistem pada
bidang komunikasi di Indonesia, paling tidak
berbagai unsur komunikasi yang membangun
sistem komunikasi tersebut, telah dibahas pada
mata kuliah seperti Pengantar Ilmu Komunikasi dan
Teori Komunikasi. Hanya masalahnya,
pembahasan secara holistis antar berbagai unsur
itu dan menunjuk pada kasus komunikasi di
Indonesialah yang mendasari perlu adanya muatan
kurikulum SKI dalam rangkaian mata kuliah di
jurusan/fakultas Ilmu Komunikasi.
Sistem komunikasi bisa didefinisikan sebagai
sekelompok orang, pedoman dan media yang
melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan,
menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi
pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai
satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama
lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber
360
informasi (hlm 4). Cakupan definisi sistem
komunikasi Indonesia tersebut masih sangat luas,
karena itulah staf pengajar di jurusan Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) ini, membagi SKI menjadi beberapa
bagian, yaitu : pertama ditinjau dari segi wilayah
geografisnya yang meliputi sistem komunikasi
dipedesaan dan diperkotaan, kedua ditinjau dari
media yang digunakan yaitu media cetak,
elektronik, dan media tradisional, serta ditinjau dari
dari pola komunikasi yang digunakan yang terdiri
dari sistem komunikasi intrapersonal, interpersonal,
group dan mass communication system.
Munculnya mata kuliah SKI dalam Kurnas
disebabkan karena pentingnya muatan yang
terdapat dalam mata kuliah ini bagi pengembangan
pendidikan tinggi di bidang Ilmu Komunikasi, ada
beberapa alasan yang dikemukakan Nurudin
mengenai pentingnya SKI dipelajari (hlm 9-10),
yaitu:
1. Perkembangan teknologi komunikasi yang
kian pesat di Indonesia, dan memerlukan kajian
yang khusus dan mendalam.
2. Indonesia adalah negara yang multietnis,
yang mempunyai heregenitas Suku, Agama,
Ras dan Antar Golongan (SARA)
3. Meskipun perkembangan teknologi
komunikasi sudah sedemikian pesat, tetapi
mayoritas masyarakat Indonesia masih tinggal
dipedesaan. Kondisi ini mengakibatkan
perkembangan media massa tidak selamanya
bisa dimanfaatkan di desa, karena itu
dibutuhkan peranan opinion leader yang
berpengaruh dalam mempengaruhi sistem
komunikasi di pedesaan.
4. SKI adalah bahasan yang kompleks dan
melibatkan banyak hal, karena itu
membutuhkan pembahasan yang lebih
mendalam dan khusus.
5. SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi
di negara lain, karena dilatarbelakangi oleh
kondisi sistem sosial, politik dan budaya yang
dikembangkan.
Dalam buku yang terbit pada bulan Maret 2004
ini, ada beberapa hal yang layak dicermati dan
menjadi agenda, sehubungan dengan semakin
M EDIATOR, Vol. 5
No. 2
2004
diberikannya ruang publik rakyat yang berimbas
pada perubahan dalam arus komunikasinya, antara
lain (206-208):
1. Sistem Komunikasi Indonesia harus
memfungsikan partisipasi rakyat secara lebih
besar, sebab sebuah sistem tanpa dukungan
rakyat tidak akan berjalan baik.
2. SKI sudah memasuki sistem yang lebih
terbuka, dimana terdapat keterbukaan dalam
penggunaan media massa.
3. Ruang publik rakyat harus tetap dipertahankan
dan diberikan dalam kadar yang lebih “kini dan
masa datang”, hal ini akan menjadi berarti
apabila berbagai aturan hukum yang
diberlakukan dan dijunjung tinggi di atas
segalanya.
4. Sistem komunikasi menjadi alat pemintal yang
menghubungkan antarsistem dalam
masyarakat. Sistem komunikasi harus mampu
mempersatukan perbedaan multikultur
masyarakat Indonesia.
5. Peran media masa menjadi sangat penting di
tengah komunitas masyarakat yang kian besar.
Media dalam SKI menjadi unsur penghubung
antarberbagai komponen masyarakat. Opini
publik yang dibentuk media massa
berpengaruh langsung terhadap gerak dan
rotasi SKI.
Mengamati Realitas Baru dalam Sistim
Komunikasi
Mencermati pertumbuhan media massa yang
terjadi setelah memasuki abad 21, adalah suatu hal
yang rumit. Karena dalam kurun waktu lima terakhir,
pertumbuhan media massa benar-benar luar biasa.
Tidak saja media massa cetak yang tumbuh bak
jamur di musim hujan, terutama setelah dibukanya
pintu “kemerdekaan” menuju era reformasi 1998
lalu, namun media massa elektronik juga mulai ramai
dengan berdirinya stasiun televisi swasta dan radio. Bisnis media massa memberikan peluang yang
begitu besar bagi masyarakat Indonesia. Ditambah
lagi dengan ledakan pemakaian telepon genggam
(HP) yang sudah seperti barang mainan biasa bagi
setiap orang. Penelitian yang dilakukan oleh SiRita Gani. Membaca Sebuah Sistem Komunikasi
emens Mobile Phone Indonesia yang berjudul
Surveys Siemens Mobile Lifestyle, memang
menunjukkan angka yang mengejutkan akan
pentingnya telepon seluler (HP) di kalangan
masyarakat Indonesia. Ditemukan sekitar 79%
penduduk Indonesia merasa kehilangan ketika
ponsel mereka tidak ada di sekitarnya, dan
sebanyak 62% akan segera tidak sadar memeriksa
ponsel mereka ketika mendengar nada bunyi
pengiriman SMS daripada membaca buku
(Kompas, 17/4/2003). Selama kurun waktu terakhir,
perkembangan sistem komunikasi di Indonesia
memang dimeriahkan dengan kehadiran hand
phone. Saat ini, pemakaian HP telah menyentuh
semua kalangan, bahkan sampai ke anak-anak. Bila
pada awal kehadirannya HP dikategorikan sebagai
“barang mewah” mengingat cukup mahalnya harga
HP beserta kartu perdananya, maka sekarang HP
tak ubahnya dengan “mainan” yang bisa dimiliki
oleh setiap orang. Bentuknyapun mengalami
perubahan yang demikian cepat, selalu berganti,
dan hadir dengan inovasi-inovasi baru yang
semakin memudahkan ruang dan gerak kita dalam
beraktifitas. Keberadaan HP, jelas akan mengubah
perilaku komunikasi masyarakatnya. Fenomena
mengenai perkembangan pemakaian HP ini,
dipaparkan Nurudin pada halaman 191-192,
terutama kaitannya dengan penggunaan HP, yaitu:
1. Komunikasi melalui HP adalah bentuk revolusi
komunikasi yang sedang melanda Indonesia ,
dan menjadi fenomena baru pada SKI. Hal ini
semakin memperlancar komunikasi di Indonesia.
2. Komunikasi HP telah menurunkan minat baca
masyarakat, terutama di kalangan anak-anak
dan remaja. Mereka lebih senang memainkan
HP mereka melalui SMS daripada membaca
buku/koran. Disamping menurunkan minat
baca, keberadaan HP juga membentuk sikap
konsumtif di masyarakat, hal ini terlihat dari
biaya yang dikeluarkan untuk membeli
voucher.
3. Komunikasi melalui HP memberikan ruang
untuk memunculkan praktis bisnis ilegal,
biasanya dilakukan melalui SMS berisi imingiming hadiah yang akhirnya berujung pada
361
4.
5.
permintaan transfer sejumlah uang ke rekening
tertentu.
Fenomena komunikasi dengan menggunakan
HP tidak mengindahkan etika dalam
penggunaannya. Lihatlah betapa banyak
anggota DPR yang memainkan Hpnya ketika
sedang sidang di gedung DPR. Apakah
semata untuk menghindari rasa bosan dari
suasana sidang yang monoton, atau benarbenar untuk kepentingan tertentu, misalnya
melobi untuk kepentingan bisnis, keluarga, dan
sebagainya. Meskipun saat ini belum ada
peraturan yang mengatur bahwa
menggunakan HP berarti menyalahi etika,
namun pertanyaannya pantaskah HP
digunakan ketika sedang berlangsung sidang
wakil rakyat?
Penggunaan HP di Indonesia lebih ditujukan
untuk memenuhi tuntutan gaya hidup, bukan
untuk kebutuhan komunikasi. Ini ditunjukkan
oleh banyaknya para pemakai HP, terutama
anak-anak dan remaja yang dengan
bangganya mengalungkan HPnya di leher atau
6.
menentengnya di tangan.
HP juga digunakan untuk kepentingan
dakwah. Salah satu yang perusahaan yang
berkaitan dengan hal ini adalah PT.
Manajemen Qolbu (MQ) di bawah pimpinan
Aa Gym. Sehubungan dengan bencana besar
Tsunami di Aceh dan Sumut, HP menggalang
dana melalui SMS, dana yang disalurkan untuk
para korban tersebut dikumpulkan dengan
mengirim SMS ke nomor yang ditentukan.
Sangat gampang, praktis, jelas dan
mendatangkan pahala.
Membaca buku ini menyenangkan, karena
berbagai masalah dikaji dalam bahasan
kontemporer, dengan demikian bisa dinikmati oleh
berbagai kalangan. Beberapa kesalahan cetak
masih ditemui dalam setiap uraian, meskipun tidak
begitu banyak. Pemakaian bahasa yang ringan dan
mudah dimengerti, disertai dengan data-data yang
cukup, menjadikan buku setebal 218 halaman ini,
layak dijadikan sebagai referensi dan koleksi bukubuku komunikasi.
M M M
362
M EDIATOR, Vol. 5
No. 2
2004
Download