BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk meningkatkan sosial ekonomi kawasan holistik, melembaga, dan berkelanjutan (Ardianto dan Machfudz, 2011). Prasetyono (2011) menyatakan bahwa CSR merupakan kewajiban sosial bagi korporasi atas dampak dari keputusan yang dilakukan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungannya. Saat ini banyak perusahaan yang menerapkan program CSR terkait dengan aturan yang ada, karena CSR merefleksikan nilai perusahaan yang berpijak pada 3 (tiga) aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan untuk menjamin keberlanjutan perusahaan. Perkembangan corporate social responsibility (CSR) dalam konteks pelaksanaannya di Indonesia dapat ditinjau dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, pelaksanaan CSR di pandang sebagai praktek bisnis voluntary/sukarela (atas dasar inisiatif perusahaan bukan aktivtas yang dituntut oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia). Kedua, pelaksanaan CSR di pandang sebagai praktek bisnis mandatory (diatur oleh undang-udang). Dilihat dari segi dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia secara konseptual masih harus dipilah antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan besar 1 2 (korporasi) dan perusahaan kecil dan menengah (small-medium enterprise/SME). (Solihin, 2008). Tanggung jawab dalam pandangan dunia bisnis saat ini, tidak sekedar meningkatkan kemakmuran ekonomi semata, tetapi juga memperhatikan aspek sosial, politik, dan bahkan militer. Sebagai contoh, pada masa perkembangan awal industrialisasi di Inggris, perusahaan seperti Hudson Bay dan The East India Company menerima mandat yang luas. Kebijakan publik saat itu sudah menekankan bahwa perusahaan harus membantu mewujudkan tujuan-tujuan kemasyarakatan (Suharto, 2010). Menurut Untung (2008) corporate social responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sedangkan Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial akan memberikan perhatian pada peningkatan keuntungan (profit), kesejahteraan masyarakat (people), dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet). Tanggung jawab sosial menurut The Jakarta Consulting Group diarahkan pada tanggung jawab ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Tanggung jawab ke dalam perusahaan yaitu (1) tanggung jawab kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan, (2) tanggung jawab kepada karyawan dalam menjalankan aktivitas perusahaan untuk meraih kesuksesan. Sedangkan tanggung jawab yang diarahkan keluar perusahaan yaitu berkaitan 3 dengan kewajiban pembayaran pajak, penyediaan lapangan kerja dengan cara mencari peluang baru bagi pertumbuhan perusahaan guna meningkatan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Di samping itu perusahaan juga bertanggung jawab untuk memelihara kualitas lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun bagi generasi penerus. Jadi corporate social responsibility (CSR) merupakan komitmen tanggung jawab sosial perusahaan yang diungkapkan kepada stakeholder terhadap kelangsungan hidup perusahaan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, lingkungan dan sosial. CSR merupakan pola tanggung jawab sosial yang melibatkan hubungan antara perusahaan dengan stakeholdernya (investor, pelanggan, pemerintah, pemasok, pegawai, dan masyarakat). Bentuk pelaksanaan kegiatan CSR menurut Hadi (2011) terdapat tiga bentuk aktivitas, yaitu philanthropis, charity, dan kemitraan. Pendekatan kemitraan terdiri atas tiga bentuk yaitu (1) kemitraan kontra produktif, (2) kemitraan semi produktif, dan (3) kemitraan produktif. Dalam pelaksanaan corporate social responsibility dalam bentuk philanthropis dan charity didasarkan pada motif sosial murni. Tipe tanggung jawab sosial ini bersifat karikatif, insidential, memenuhi standar minimal. Kemitraan kontra produktif lebih diarahkan untuk upaya bina lingkungan. Pelaksanaan riil jenis ini seperti: bantuan bencana alam, membantu pembukaan akses masyarakat terisolir, membantu penghijauan, prioritas kesempatan kerja untuk masyarakat kaum minoritas dan lain-lain. 4 Program kemitraan semi produktif mengacu pada kepentingan jangka pendek dan lebih mengedepankan corporate interest. Tipe ini masih diarahkan pada bina lingkungan. Bentuk riilnya diungkapkan dalam annual report, seperti: upaya mengurangi waste produksi, penggunaan teknik zero burning, peningkatan kesejahteraan karyawan dan keluarganya. Untuk kemitraan produktif (empowering) menduduki peringkat terbesar, dimana pola ini mendudukkan stakeholder dalam paradigma common interest. Dalam kemitraan ini stakeholder memperoleh kesempatan meningkatkan kesejahteraan pemberdayaan yang dikelola bersama secara produktif, seperti: aliran limbah yang sudah diolah menjadi irigasi, kerjasama riset dengan Perguruan Tinggi, melakukan penanaman tanaman produktif dan lain-lain. Pola kemitraan ini mengandung pendidikan kemandirian dan memposisikan stakeholder dalam derajat keberdayaan. Implementasi bentuk kegiatan CSR dapat menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan investasi sosial yang tidak secara langsung dapat memberikan benefit bagi shareholder. Ukuran finansial yang menjadi keberhasilan perusahaan selama ini, nampaknya tidak menjamin kesinambungan/keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga perusahaan perlu memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan. Perusahaan yang berkesinambungan perlu berinovasi, mengadopsi teknologi ramah lingkungan, mengembangkan ketrampilan sumber daya manusia, dan meningkatkaan produktivitas untuk tetap kompetitif di pasar nasional dan internasional (ILO, 2013). Dengan demikian CSR merupakan bagian dari strategi bisnis yang nantinya dapat menunjang keberlangsungan perusahaan di masa mendatang. 5 Bentuk pelaksanaan kegiatan CSR yang diintegrasikan dengan strategi bisnis nampak pada PT. Unilever, dalam melakukan pembinaan pada para petani kedelai hitam yang hasil panennya oleh perusahaan untuk bahan baku pembuatan Kecap Bango (Solihin, 2008). CSR yang baik akan membuat citra yang baik bagi perusahaan dimata konsumen, citra ini penting seiring meningkatnya sikap kritis konsumen terhadap perilaku perusahaan, utamanya konsumen di negara maju. Jika perusahaan terlibat dalam isu kerusakan lingkungan, korupsi dan pelanggaran HAM, konsumen dapat memboikot produk, hal ini dialami oleh Shell ketika terlibat pelanggaran HAM di Ogoni Nigeria (Mulyana, 2012), Pembeli dari Eropa (Unilever dan Nestle) memboikot minyak kelapa sawit mentah (CPO) dari Indonesia terkait isu lingkungan yang dilancarkan Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional (Kompas, 2010), dan Securities and Exchange Commisition (SEC) di Amerika merekomendasikan kepada investor untuk tidak berinvestasi terhadap perusahaan yang tidak memiliki label CSR (Rodriguez dan Jane, 2007). Berkaitan dengan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), maka penelitian yang dilakukan Siregar (2007) menyatakan bahwa dunia usaha pada saat ini tidak hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial dan aspek lingkungan yang biasa disebut Triple Bottom Line atau 3 P (Elkington, 1997). Sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan. Suharto (2010) juga menambahkan satu aspek dalam menjalankan kegiatan bisnis yaitu Procedure (P) untuk konsep pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian CSR merupakan kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan 6 lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional. Hal ini didukung oleh penelitian Nurlela dan Islahudin (2008) yang menyatakan bahwa CSR sebagai inti dari etika bisnis perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal tetapi juga mempunyai kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi dari kewajiban-kewajiban yang disebutkan. Keraf (1998) mengiventarisir alasan-alasan perusahaan yang mendukung dan menentang dijalankannya program CSR. Alasan perusahaan yang menentang CSR: (a) Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan merupakan lembaga sosial, (b) Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan, (c) Biaya kegiatan sosial akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri, (d) Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan sosial. Sedangkan alasan perusahaan yang mendukung CSR adalah: (a) Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya, (b) Sumber daya alam yang makin terbatas, (c) Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik, (d) Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, (e) Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna, (f) Menciptakan keuntungan jangka panjang. CSR saat ini tidak lagi bersifat sukarela melainkan menjadi kewajiban bagi perusahaan yang menjalankan kegiatannya berkaitan dengan sumber daya alam. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bab V pasal 74, menyatakan bahwa perseroan yang mejalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya 7 alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga corporate social responsibility sifatnya tidak sukarela namun wajib hukumnya. Secara operasional Menteri Badan Usaha Milik Negara juga mengeluarkan Surat Edaran No. SE-04/MBU.S/2007 tentang Penerapan Pedoman Akuntansi Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PLKB) BUMN dan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan. Retno dan Priantinah (2012), menyatakan bahwa CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan dalam memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan. Semakin banyak bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Investor lebih berminat pada perusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karena semakin baiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen semakin tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik dan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat. Ardianto dan Machfudz (2011) menyatakan bahwa citra dan reputasi corporate social responsibility (CSR) di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang menggembirakan yaitu dengan banyak perusahaan yang semakin menyadari tentang pentingnya penerapan program corporate social responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Di beberapa Negara pengungkapan CSR digunakan sebagai salah satu indikator 8 penilaian kinerja perusahaan, dengan cara mencantumkan informasi CSR dalam catatan laporan keuangan perusahaan. Fenomena ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Basamalaah dan Jermias (2005) menyatakan bahwa salah satu alasan manajemen melakukan pelaporan sosial adalah untuk alasan strategis. Meskipun belum bersifat mandatory, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan tahunannya. Chung et al., (2008) juga menyatakan bahwa perusahaan yang mengungkapkan CSR lebih banyak maka kinerja keuangan perusahaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan CSR. Disamping itu dalam penelitian Guthrie dan Mathews (1985) menyatakan bahwa salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility itu sendiri dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah. Sedangkan Tsoutsoura (2004) juga menyatakan bahwa CSR berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dengan demikian laporan tanggung jawab sosial perusahaan menjadi penting karena merupakan bagian dari strategi bisnis dan bagi stakeholder dapat dipergunakan sebagai informasi guna menganalisis kinerja keuangan untuk keberlangsungan perusahaan. 9 Hasil riset dari Roper Search Worldwide menunjukkan bahwa 75% responden memberikan nilai lebih kepada produk atau jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberikan kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pengembangan masyarakat (Susanto, 2009). Adapun sekitar 66% responden menunjukkan bahwa mereka siap berpindah ke merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif. Sebuah studi yang lain yang dilakukan oleh National Geographic dan perusahaan polling International GlobeScan baru-baru ini mengenai pola konsumsi berkelanjutan di 14 negara (www.nationalgeographic.com/greendex) mengungkapkan bahwa sebagian besar negara lebih memilih konsumsi yang berkelanjutan dibandingkan dengan harga termurah (Purwati, 2011). Selain CSR, isu mengenai tuntutan terhadap transparansi pengelolaan perusahaan atau tata kelola yang baik, yang lebih dikenal dengan good corporate governance (GCG) tidak terlepas dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika (Agoes dan Ardana, 2009). GCG sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dengan didukung oleh pilar-pilar sistem ekonomi pasar yang saling berhubungan. Dimana GCG adalah suatu rangkaian proses, kebijakan, aturan dan pengelolaan korporasi yang mencakup hubungan antar stakeholder untuk mencapai tujuan perusahaan. Pembicaraan tentang corporate governance muncul sejak adanya krisis ekonomi, salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di Amerika Serikat adalah buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang merupakan perusahaan publik yang telah terdaftar dibursa. Buruknya kinerja ini 10 disebabkan oleh berbagai praktek kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan tersebut, contoh praktek manipulasi yang menimpa Enron, dimana dewan direksi Enron telah menyalahgunakan kepercayaan para pemegang saham dalam menjalankan praktek akuntansi yang berisiko tinggi. Akibatnya para investor tidak percaya pada institusi pasar modal karena dewan direksi dianggap tidak melindungi kepentingan para pemegang saham (Agoes dan Ardana, 2009). Di Indonesia, beberapa perusahaan yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance), antara lain bank-bank pemerintah yang dilikuidasi/dimerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara-BDN, Bank Bumi Daya-BBD, Bank Export Import-Bank Exim. Likuidasi tersebut lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit direksi bank yang tidak bijaksana (unprudential credit policy), kebangkrutan PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang mengelola hutan pinus di sekitar danau Toba mengalami kerusakan lingkungan hutan yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat beroperasi karena kekurangan pasokan bahan baku (Agoes dan Ardana, 2009). Dalam era pasar bebas saat ini kegiatan bisnis dituntut untuk mengembangkan, menerapkan sistem dan paradigma baru dalam mengelola bisnis yang berprinsip pada tata kelola yang baik yaitu good corporate governance. Penerapan tata kelola yang baik adalah suatu pilar dari sistem ekonomi pasar, karena berkaitan dengan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Secara eksternal perusahaan akan lebih dipercaya oleh investor, jika menerapkan tata kelola yang baik. Hal ini dikarenakan penerapan good corporate governance 11 mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim yang kondusif, sehingga perusahaan akan lebih mudah mendapatkan pendanaan dengan biaya modal yang lebih rendah (Amri dan Untara, 2011). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa corporate governance berawal dari adanya konflik keagenan antara principal dan agen, konflik ini terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Upaya pengembangan good corporate governance ditujukan untuk mendorong penggunaan sumber daya perusahaan agar pertumbuhan dan kesejahteraan pemilik perusahaan terjaga, corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah pengendalian perilaku para eksekutif puncak perusahaan untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Masalah ini muncul karena terjadinya pemisahan antara pemilik dan pengendali perusahaan, dimana pemilik sebagai pemasok modal perusahaan mendelegasikan kewenangannya atas pengelolaan perusahaan kepada professional managers. Akibatnya kewenangan untuk menggunakan resources perusahaan sepenuhnya ada di tangan para eksekutif. Pemegang saham mengharapkan manajemen bertindak secara profesional dalam mengelola perusahaan. Setiap keputusan yang diambil seharusnya didasarkan pada kepentingan pemegang saham dan resources yang digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Secara umum kemampuan suatu korporasi untuk menarik modal sangat tergantung pada sistem good governance yang dianut dalam kaitannya dengan hak-hak para stakeholders (pemangku kepentingan). Para investor tidak akan bersedia menanamkan modalnya pada perusahaan yang tidak memiliki sistem 12 good governance yang memadai. Berdasarkan survey yang telah dilakukan Mc.Kinsey & Company, menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan good corporate governance (Agoes dan Ardana, 2009). Tjager et al., (2003) juga menyatakan bahwa sentralisasi isu corporate governance juga dilatar belakangi beberapa permasalahan diantaranya adanya tuntutan akan transparansi dan independensi, hal ini nampak pada Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat ekuitas yang menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris independen minimum 30%. Jumlah komisaris independen tersebut diharapkan dapat mengawasi tindakan-tindakan para eksekutif. Secara harmonis ada empat prinsip good corporate governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Ada perbedaan mendasar diantara keempat prinsip tersebut. Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven, karena lebih memperhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan. Sedangkan prinsip yang terakhir yaitu responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven, karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan (Supomo, 2004). Penelitian yang berkaitan dengan corporate governance telah dilakukan Johnson et al., (2000) menyatakan bahwa rendahnya corporate governance di suatu negara akan berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada saat krisis di Asia. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Klapper dan Love (2002), menunjukkan adanya hubungan positif antara corporate governance dan kinerja perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA) dan Tobin’s Q. Selain itu, juga 13 menyatakan bahwa perusahaan yang menerapkan corporate governance dengan baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Sedangkan Silveira dan Barros (2006) melakukan penelitian terhadap 154 perusahaan Brasil yang terdaftar di bursa efek tahun 2002, hasilnya menemukan bahwa corporate governance memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, jika corporate governance diterapkan dengan baik akan berdampak positif bagi peningkatan nilai pasar perusahaan dan kinerja perusahaan, sedangkan rendahnya penerapan corporate governance akan berdampak negatif bagi peningkatan nilai pasar perusahaan. Sebuah perusahaan didirikan tentunya memiliki tujuan yang jelas yaitu memakmurkan para pemegang saham (Brigham dan Joel, 2006). Selain itu tujuan utama perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap keberhasilan perusahaan yang dikaitkan dengan harga saham. Harga saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan, dimana harga saham meningkat maka nilai perusahaan juga meningkat . Bagi para investor yang berminat untuk berinvestasi, maka dapat menentukan pilihan investasi pada perusahaan di pasar modal dengan memprediksi nilai perusahaan. Tujuan investor menginvestasikan dananya di pasar modal adalah ingin memiliki perusahaan dan ingin mendapatkan dividen yang dibagikan oleh perusahaan. Dalam berinvestasi di pasar modal ada dua hal yang terkait, yaitu return (hasil) dan risk (resiko), semakin besar hasil yang diterima, semakin besar pula resiko yang dihadapi. Demikian sebaliknya jika semakin kecil hasil yang diterima maka semakin kecil resiko yang dihadapi. Salah satu faktor yang menjadi 14 acuan bagi investor dalam melakukan investasi dengan melihat kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dalam rasio keuangan. Para investor akan melakukan overview terhadap perusahaan dengan melihat rasio keuangan yang digunakan sebagai alat evaluasi investasi, karena rasio keuangan dapat menunjukkan nilai pasar perusahaan sehingga dapat diketahui tinggi rendahnya nilai perusahaan. Salah satu rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan yang tercermin pada rasio Q. Rasio ini merupakan konsep yang memasukkan semua unsur hutang dan unsur modal perusahaan, sehingga dapat menunjukkan estimasi pasar saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap investasi yang ditanamkan. Nurlela dan Islahudin (2008) menyatakan bahwa nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar, karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional disini diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Penelitian yang terkait dengan nilai perusahaan dan corporate social responsibility telah dilakukan oleh Crisostomo dan Cortes (2007) menyatakan bahwa CSR berkorelasi negatif terhadap nilai perusahaan, ini menggambarkan bahwa CSR tidak mampu menaikkan nilai perusahaan, penggunaan tiga dimensi sebagai ukuran CSR perlu dipertimbangkan dalam melakukan penelitian di pasar yang sedang berkembang. Sedangkan hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan menunjukkan hubungan netral. Berbeda dengan penelitian Gunawan dan Utami (2008), hasilnya menunjukkan bahwa CSR berpengaruh positif 15 terhadap nilai perusahaan, sedangkan persentase kepemilikan manajemen dan tipe industri sebagai variabel moderating tidak berperan dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan. Penelitian yang terkait dengan nilai perusahaan dan good corporate governance diantaranya dilakukan oleh Suranta dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q dipengaruhi oleh good corporate governance yang diukur dengan kepemilikkan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi. Javed dan Iqbal (2007), melakukan penelitian tentang pengaruh good corporate governance terhadap nilai perusahaan di Karachi Stock Exchange, sampel yang digunakan sejumlah 50 perusahaan sektor non keuangan dan memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 70% yang terdaftar di Karachi Stock Exchange. Nilai perusahaan diproksikan dengan Tobin’s Q dengan variabel kontrol size, leverage dan growth. Size diproksikan dengan asset perusahaan, growth diproksikan dengan tingkat pertumbuhan penjualan, sedangkan leverage diproksikan dengan ratio hutang per total asset. Hasilnya menunjukkan GCG berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel kontrol size berpengaruh signifikan terhadap nilai perusaaan sedangkan variabel growth dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Herawati (2008), hasilnya juga menyatakan bahwa good corporate governance (GCG) merupakan konsep yang diharapkan dapat berfungsi sebagai alat yang memberikan keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang diinvestasikan. Keyakinan yang tinggi dari investor untuk memperoleh return tinggi merupakan harapan yang diinginkan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Rustiarini (2010), 16 meneliti tentang pengaruh corporate governance pada hubungan corporate social responsibility dan nilai perusahaan, sampel yang digunakan sejumlah 40 perusahaan pada tahun 2008, variabel corporate governance diproksikan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen dan komite audit. Corporate social responsibility diproksikan dengan CSRI dan nilai perusahaan diproksikan dengan Tobin’s Q. Hasilnya menunjukkan bahwa CSR berpengaruh pada nilai perusahaan, corporate governance memoderasi hubungan pengungkapan CSR dengan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini menyatakan, bahwa perusahaan yang memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, maka muncul respon positif atau kepercayaan investor untuk berinvestasi dengan melihat peningkatan harga saham perusahaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa investor di Indonesia mempertimbangkan pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai bahan pengambilan keputusan investasi. Jo dan Harjoto (2011) menyatakan bahwa dampak eksternal good corporate governance bagi perusahaan yang terlibat corporate social responsibility lebih tinggi dari pada dampak internal good corporate governance terhadap nilai perusahaan. Dan bagi perusahaan yang terlibat dalam corporate social responsibility secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian lain yang tidak mendukung good corporate governance terhadap nilai perusahaan, naampak pada penelitian Amri dan Untara (2011) yang menyatakan bahwa good corporate governance tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan Purwantini (2011) juga menyatakan bahwa good corporate governance dalam hal ini independensi dewan 17 komisaris berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat pada suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya size perusahaan, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris dan leverage (Sembiring, 2005). Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan mempunyai peranan penting dalam memoderasi CSR dan GCG terhadap nilai perusahaan. Penggunaan variabel karakteristik perusahaan diharapkan dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh corporate social responsibility (CSR) dan good corporate governance (GCG) terhadap nilai perusahaan (NP). Ukuran karakteristik perusahaan dalam penelitian ini menggunakan profitabilitas, firm size dan growth opportunity. Selanjutnya penelitian yang terkait dengan karakteristik perusahaan dilakukan oleh Sembiring (2005) yang meliputi variabel size, profitabilitas (EPS), profile, leverage, dan ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variabel dependen, hasilnya menunjukkan bahwa variabel size, profile, dan dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasil penelitian ini didukung oleh Nurkhin (2009) menyatakan bahwa profitabilitas (ROE) sebagai variabel independen secara signifikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 18 Penelitian lain yang dilakukan Ramadhani (2009), mengenai penerapan corporate governance dan growth opportunity terhadap harga saham pada perusahaan yang masuk dalam daftar corporate governance perception index (CGPI), dengan proksi skor CGPI untuk corporate governance dan price earning ratio (PER) untuk growth opportunity, hasilnya menunjukkan bahwa untuk variabel independen penerapan corporate governance tidak berpengaruh terhadap harga saham, untuk variabel growth opportunity berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hafitz (2012) meneliti pengaruh firm size, growth opportunity, liquidity dan profitability sebagai variabel independen terhadap struktur modal, hasilnya menunjukkan bahwa variabel firm size, growth opportunity tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal, untuk variabel liquidity dan profitability berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Fenomena diatas merupakan gap empirik yang memotivasi peneliti untuk melakukan studi tentang pengaruh corporate social responsibility dan good corporate governance pada nilai perusahaan: karakteristik perusahaan sebagai variabel moderasi. Beberapa penelitian terkait yang dengan variabel tersebut telah banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan yang beragam, artinya ada yang mendukung teori atau tidak mendukung teori. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan penelitian terdahulu dengan menggunakan empat aspek variabel good corporate governance yaitu kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusi (KI), komisaris independen (KIN), komite audit (KA) dan karakteristik perusahaan yang terdiri dari variabel profitabilitas (Pr), firm size (FS), dan growth opportunity (GO). Penggunaan variabel karakteristik perusahaan diharapkan dapat 19 memperkuat atau memperlemah pengaruh corporate social responsibility dan good corporate governance terhadap nilai perusahaan (NP). Dipilihnya profitabilitas karena secara teoritis semakin tinggi tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan maka semakin kuat hubungan CSR dengan nilai perusahaan (Kusumadilaga, 2010). Dan dipilihnya firm size karena di dalam teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang besar (firm size) akan melakukan aktivitas lebih banyak, hal ini akan memberikan dampak yang lebih banyak terhadap aktivitas masyarakat. Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan (Hadi, 2011). Secara teori dipilihnya growth opportunity karena perusahaan yang memiliki growth opportunity atau kesempatan tumbuh yang tinggi akan mempengaruhi kinerja perusahaan yang dicerminkan dalam price earning ratio (PER) nya. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara harga saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima, PER yang tinggi menunjukkan ekspektasi investor tentang prestasi perusahaan di masa yang akan datang cukup tinggi (Harahap, 1998). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal ini terletak pada (1) Pengembangan model penelitian, dalam penelitian sebelumnya oleh Klapper dan Love (2002), Crisostomo, Fatima, Felipe (2007), Javed dan Iqbal (2007), Rustiarini (2010), Jo dan Harjoto (2011) menggunakan variabel dependen nilai perusahaan dan variabel independen CSR, GCG, sedangkan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya dengan karakteristik sebagai variabel moderasi (2) Paradigma investor sekarang ini sudah berubah, yang awalnya berorientasi pada laba berubah menjadi berorientasi pada keberlanjutan 20 perusahaan (CSR) dengan tatakelola perusahaan yang baik (GCG), dengan tatakelola yang baik diharapkan perusahaan mampu untuk memperoleh keuntungan. Calon investor saat ini untuk menentukan investasi dan resikonya lebih didasarkan pada pertimbangan jangka panjang yaitu dengan melihat keberlanjutan dari perusahaan dan tata kelola yang baik, karena bagi investor profitablitas merupakan pertimbangan jangka pendek (3) Penggunaan pengukuran nilai perusahaan berdasarkan closing price nilai pasar ekuitas pada saat laporan keuangan dipublikasikan, hal ini merupakan informasi yang mendasar bagi para calon investor karena dengan adanya informasi yang tepat waktu dan akurat maka para investor secara rasional akan melakukan pengambilan keputusan investasi sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Latar belakang penelitian ini dilakukan, yaitu (a) munculnya tren perilaku etis bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dengan memperhatikan faktor lingkungan dan faktor sosial, (b) banyaknya bukti empiris yang menunjukkan hasil beragam mengenai pengaruh corporate social responsibility dan good corporate governance terhadap nilai perusahaan, (c) investor mengapresiasi corporate social responsibility dan good corporate governance sebagai rujukan dalam menilai keberlanjutan suatu perusahaan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan investasi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh corporate social responsibility dan good corporate governance pada nilai perusahaan dengan variabel moderasi karakteristik perusahaan yang terdiri dari profitabilitas, firm size dan growth opportunity. Hasilnya diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran baik secara teoritis maupun secara praktis. Sejalan dengan latar 21 belakang dan tujuan penelitian, maka disertasi ini mengambil judul Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance pada Nilai Perusahaan: Karakteristik Perusahaan sebagai Variabel Pemoderasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Pengaruh langsung CSR, KM, KI, KIN, KA pada NP a. Apakah CSR berpengaruh pada nilai perusahaan? b. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh pada nilai perusahaan? c. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh pada nilai perusahaan? d. Apakah komisaris independen berpengaruh pada nilai perusahaan? e. Apakah komite audit berpengaruh pada nilai perusahaan? 2. Pengaruh CSR pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Apakah profitabilitas memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan? b. Apakah firm size memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan? c. Apakah growth opportunity memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan? 3. Pengaruh KM pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Apakah profitabilitas memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan? b. Apakah firm size memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan? 22 c. Apakah growth opportunity memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan? 4. Pengaruh KI pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Apakah profitabilitas memoderasi pengaruh kepemilikan institusional pada nilai perusahaan? b. Apakah firm size memoderasi pengaruh kepemilikan institusional pada nilai perusahaan? c. Apakah growth opportunity memoderasi pengaruh kepemilikan institusional pada nilai perusahaan? 5. Pengaruh KIN pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Apakah profitabilitas memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan? b. Apakah firm size memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan? c. Apakah growth opportunity memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan? 6. Pengaruh KA pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Apakah profitabilitas memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan? b. Apakah firm size memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan? c. Apakah growth opportunity memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan? 1.3 Tujuan Penelitian 23 Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh langsung CSR, KM, KI, KIN, KA pada NP a. Menganalisis pengaruh CSR pada nilai perusahaan b. Menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan. c. Menganalisis pengaruh kepemilikan institusi pada nilai perusahaan. d. Menganalisis pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan. e. Menganalisis pengaruh komite audit pada nilai perusahaan. 2. Pengaruh CSR pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Menganalisis profitabilitas memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan. b. Menganalisis firm size memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan. c. Menganalisis growth opportunity memoderasi pengaruh CSR pada nilai perusahaan. 3. Pengaruh KM pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Menganalisis profitabilitas memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan. b. Menganalisis firm size memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan. c. Menganalisis growth opportunity memoderasi pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan. 4. Pengaruh KI pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Menganalisis profitabilitas memoderasi institusional pada nilai perusahaan. pengaruh kepemilikan 24 b. Menganalisis firm size memoderasi pengaruh kepemilikan institusional pada nilai perusahaan. c. Menganalisis growth opportunity memoderasi pengaruh kepemilikan institusional pada nilai perusahaan. 5. Pengaruh KIN pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Menganalisis profitabilitas memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan. b. Menganalisis firm size memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan. c. Menganalisis growth opportunity memoderasi pengaruh komisaris independen pada nilai perusahaan. 6. Pengaruh KA pada NP dengan pemoderasi Pr, FS, GO a. Menganalisis profitabilitas memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan. b. Menganalisis firm size memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan. c. Menganalisis growth opportunity memoderasi pengaruh komite audit pada nilai perusahaan. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pada: 1. Manfaat Teoritis 25 Untuk pengembangan teori, terutama kajian manajemen keuangan mengenai nilai perusahaan dikaitkan dengan karakteristik perusahaan dan etika perusahaan terkait dengan corporate social responsibility dan good corporate governance, dapat dijadikan sebagai bukti empirik dan bahan informasi bagi para peneliti berikutnya. 2. Manfaat Praktis Pengungkapan CSR dan penerapan GCG dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk pengambilan keputusan bagi para investor dan calon investor guna melakukan penilaian terhadap perusahaan, agar dapat menentukan pilihan investasi pada perusahaan di pasar modal Indonesia.