Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan

advertisement
Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP Oleh : Jaenudin Jurusan Pendidikan Matematika, UPI Abstrak: Kemampuan komunikasi adalah bagian integral dari kurikulum matematika, salah satu komponennya kemampuan representasi. Kemampuan representasi dapat ditingkatkan melalui proses inquiry menggunakan konsep matematisasi horizontal & vertikal. Proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memungkinkan siswa terlibat aktif karena siswa diberi kesempatan mengkonstruksi & menemukan kembali konsep yang direfleksi di akhir pembelajaran. Peran guru sebagai pusat pemberi informasi berubah menjadi fasilitator, motivator, dan creator pembelajaran untuk membantu mengkonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual ini telah dicobakan di SMPN 1 Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Hasil percobaan dilapangan menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual memberikan pengaruh yang positif terhadap kemampuan representasi matematik beragam. Berdasarkan percobaan tersebut, pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan representasi matematik beragam siswa sekolah menengah pertama. Kata Kunci: Pendekatan kontekstual, representasi matematik beragam. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran matematika selalu diajarkan di setiap jenjang pendidikan dan di setiap tingkatan kelas dengan proporsi waktu yang jauh lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika diharapkan dapat memenuhi penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal. Yakni manusia yang memiliki kemampuan bernalar secara logis, kritis, sistematis, rasional dan cermat; mempunyai kemampuan bersikap jujur, objektif, kreatif dan terbuka; memiliki kemampuan bertindak secara efektif dan efisien, serta memiliki kemampuan bekerja sama. Kemampuan‐kemampuan tersebut hendaknya dipersiapkan secara lebih dini melalui pembelajaran di dalam kelas sebagai bekal siswa pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Salah satu upaya untuk membentuk manusia yang mempunyai kemampuan seperti yang disebutkan sebelumnya adalah melalui pembelajaran matematika. Untuk mewujudkan hal tersebut, dirumuskan empat kemampuan matematik yang diharapkan dapat dicapai siswa mulai tingkat dasar hingga tingkat menengah. Keempat kemampuan matematik tersebut adalah penalaran, pemecahan masalah, koneksi, dan komunikasi (Depdiknas dalam Mudzakkir, 2006: 2). Kemampuan komunikasi perlu dihadirkan secara intensif agar siswa terlibat aktif selama pembelajaran. Kemampuan komunikasi matematik merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki siswa, karena pada dasarnya matematika adalah bahasa yang dipenuhi dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami dan dimanipulasi oleh siswa. Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika, NCTM (Mudzakkir, 2006: 3) mengungkapkan bahwa keterampilan‐keterampilan komunikasi matematik dapat dilakukan di dalam kelas dan dipandang sebagai bagian integral dari kurikulum matematika. Keterampilan‐keterampilan tersebut adalah representasi, berbicara atau berdiskusi, menyimak atau mendengar, menulis, dan membaca. Meskipun keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa, namun kenyataan di lapangan memperlihatlkan bahwa keterampilan tersebut belum dilatihkan secara maksimal (Sa'dijah dalam Mudzakkir, 2006: 4). Siswa sering kali hanya menerima ide‐ide yang diungkapkan guru tanpa mempertimbangkannya lebih lanjut. Akibatnya siswa tidak memahami materi pelajaran secara mendalam. Jika dibiarkan, hal ini akan memberikan peluang siswa tidak menyenangi mata pelajaran matematika. Pendapat tersebut sejalan dengan hasil penelitian Nurafshar (Mudzakkir, 2006: 4) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 50% siswa tidak menyerap dasar materi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sekitar 40% siswa tidak peduli dengan matematik dan menganggap matematik tidak menyenangkan. Menurut McCoy, Baker dan Little (Hutagaol, 2007: 3) mengemukakan bahwa cara terbaik membantu siswa memahami matematika melalui representasi adalah dengan mendorong mereka untuk menemukan atau membuat representasi sebagai alat berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematika. Rusefendi (Hutagaol, 2007: 4) mengemukakan bahwa salah satu peran penting dalam mempelajari matematika adalah memahami objek langsung matematika yang bersifat abstrak seperti: fakta, konsep, prinsip dan skill. Untuk mencapainya diperlukan sajian benda‐benda konkrit untuk membantu memahami ide‐ide matematika yang bersifat abstrak tersebut. Sehingga 2 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP dalam proses pembelajarannya diperlukan kemampuan representasi yang baik. Peran sajian benda konkrit dalam pembelajaran terbatas hanya sebagai alat bantu pemahaman, dan jika ide yang dipelajari telah dipahami, sajian benda konkret tersebut tidak diperlukan lagi. Sabandar dkk (Hutagaol, 2007: 5) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan representasi matematik, bisa dilakukan guru melalui proses penemuan kembali dengan menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal. Konsep matematisasi horizontal berupa pengidentifikasian, pemvisualisasian masalah melalui sketsa atau gambar yang telah dikenal siswa. Sedangkan konsep matematisasi vertikal berupa representasi hubungan‐hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model‐model yang berbeda dan penggeneralisasian. Pembelajaran yang cocok dengan uraian di atas adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi konsep matematika yang sedang dipelajarai melalui proses inquiri. Selama proses inquiri, siswa belajar bersama kelompok yang diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan. Siswa bisa bertanya kepada guru, teman sekelompok, bahkan ke kelompok yang lainnya. Selain itu, siswa bisa melihat model yang tersedia, baik yang diberikan oleh guru ataupun model yang tersedia di alam sekitar. Pengetahuan siswa yang diperoleh melalui learning community tersebut kemudian direfleksi baik oleh guru ataupun siswa lainnya agar tidak terjadi miskonsepsi. Setiap aktivitas siswa diberikan penghargaan sebaik‐baiknya agar siswa semakin termotivasi. 1.2 Perumusan Masalah Masalah utama yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah Bagaimanakah pengaruh pendekatan kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik beragam siswa SMP? Yang kemudian dirinci menjadi: 1) Bagaimanakah peningkatan kemampuan representasi matematik beragam siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual? 2) Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual? 3 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP 2. Kajian Pustaka 2.1 Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran dimana materi disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan kehidupan sehari‐
hari, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat secara luas. Hal ini ditegaskan oleh Howey (Rohayati, 2005: 14) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam konteks yang bervariasi, baik konteks itu di dalam ataupun di luar sekolah. Dalam pembelajaran kontekstual, guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata untuk mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari‐hari. Depdiknas (2006) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu: (1) konstruktivisme, (2) Menemukan, (3) Bertanya, (4) Masyarakat Belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi, dan (7) Penilaian sebenarnya. Komponen pertama dari pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme (Constructivism) yang merupakan landasan filosofi pendekatan ini. Menurut padangan teori konstruktivisme pengetahuan harus dibangun siswa sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam prakteknya, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dikemas menjadi proses mengkonstruksi, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui keterlibatannya dalam proses pembelajaran secara aktif. Komponen kedua adalah menemukan (Inquiry) yang merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta‐fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Guru merancang pembelajaran yang menekankan pada kegiatan menemukan. Sehingga siswa akan melalui siklus inquiri yang terdiri dari observasi, bertanya, pengajuan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. Komponen yang ketiga adalah bertanya (Questioning). Bertanya merupakan ruh dari suatu pembelajaran. Dengan bertanya guru bisa memperoleh informasi dari siswa, misalnya mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi, membangkitkan respon siswa, membimbing dan mengarahkan siswa. Bertanya bisa dilakukan baik antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan siswa. Kegiatan 4 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP bertanya bisa ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Komponen keempat adalah adanya masyarakat belajar (Learning Community). Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak akan terlepas dari bantuan orang lain. Manusia memerlukan kerja sama satu sama lain untuk saling belajar dan saling membantu. Dengan adanya masyarakat belajar, siswa belajar dengan kelompoknya untuk saling berbagi satu sama lain. Antara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa saling mengisi dan melengkapi sehingga bisa menumbuhkan pengetahuan yang akan bermakna. Komponen kelima dari pendekatan kontekstual adalah pemodelan (Modelling). Pemodelan ini bisa dalam pengemasan dan penyampaian materi sehingga siswa lebih memahami konsep yang diajarkan. Menurut Hutagaol (2006: 20) pemodelan disini maksudnya adalah adanya model yang bisa ditiru. Model tersebut bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara memanipulasi benda‐benda konkrit, ataupun guru memberi contoh mengerjakan sesuatu. Komponen yang keenam adalah refleksi (Reflection) yang maksudnya adalah berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa‐apa yang telah dilakukan. Siswa mengendapkan apa yang baru saja dipelajarinya sebagai struktur pegetahuan baru. Kegiatan refleksi bisa berupa kegiatan me‐review materi‐materi yang baru saja dipelajari di akhir proses pembelajaran untuk menekankan konsep‐konsep yang fundamental. Selain itu, kegiatan refleksi ini bisa berupa kegiatan mempertimbangkan kembali suatu kesimpulan yang diperoleh. Komponen yang terakhir adalah adanya penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Maksudnya adalah penilaian selama pembelajaran tidak hanya menilai produk yang dihasilkan siswa, akan tetapi guru menilai siswa mulai dari keaktifan siswa selama pembelajaran hingga hasil belajar yang diperolehnya. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi dan menghargai usaha‐usaha yang dilakukan siswa dalam memahami konsep‐konsep yang diajarkan guru. Susan Jones Sears dan Susan B. Hersh (1998) serta Johnson (2002) mengemukakan bahwa karakteristik pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang mencakup: a. Pembelajaran berbasis masalah b. Keberagaman dan saling keterkaitan konteks 5 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP c. Kemandirian dalam belajar, yang mencakup kesadaran berpikir, penggunaan berbagai strategi, dan pemberian motivasi secara terus menerus. d. Pembelajaran berdasarkan pada konteks pengalaman siswa yang beragam Dalam praktek pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, Zahorik (Rohayati, 2005: 15) mengemukan bahwa ada lima aspek yang perlu diperhatikan. Kelima aspek tersebut adalah: a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) d. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (applying knowledge) e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap startegi pengembangan pengetahuan. Secara umum, langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4. Ciptakan masyarakat belajar 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara 2.1 Representasi Matematik NCTM (Mudzakkir, 2006:18) menyatakan bahwa representasi merupakan salah satu kunci keterampilan komunikasi matematik. Secara tidak langsung hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang menekankan pada kemampua representasi akan melatih siswa dalam komunikasi matematik. Secara umum representasi selalu digunakan ketika siswa mempelajari matematik. Hal ini terlihat dari 70% ciri khas komunikasi matematik berkaitan dengan representasi. Menurut Goldin (Mudzakkir, 2006:19) representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Sedangkan Downs dan Downs dalam sumber yang sama menyebutkan bahwa representasi merupakan konstruksi matematik yang 6 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP dapat menggambarkan aspek‐aspek konstruksi matematik lainnya. Dalam hal ini, diantara dua buah konstruksi matematik haruslah terdapat suatu keterkaitan sehingga satu sama lain tidak saling bebas, bahkan suatu konstruksi saling memberi peran penting untuk membentuk konstruksi yang lainnya. NCTM (Mudzakkir, 2006: 20) mengungkapkan beberapa hal berikut: (a) proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru, (b) proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol‐
simbol atau kata‐kata, dan (c) proses representasi juga dapat digunakan dalam penerjemahan atau penganalisisan masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi jelas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa representasi matematik merupakan penggambaran, penerjemahan, pengungkapan, penunjukkan kembali, pelambangan, atau bahkan pemodelan ide, gagasan, konsep matematik, dan hubungan diantaranya yang termuat dalam suatu konfigurasi, konstruksi, atau situasi tertentu yang ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya atau mencari solusi yang dari masalah yang dihadapinya. Representasi tidak hanya merujuk pada hasil atau produk yang diwujudkan dalam bentuk konfigurasi atau konstruksi baru, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang dilakukan untuk menangkap dan memahami konsep, operasi, atau hubungan‐
hubungan matematik lainnya dari suatu konfigurasi. Dengan demikian proses representasi matematik dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu secara internal dan eksternal. Representasi internal merupakan proses berpikir tentang ide‐ide matematik yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut (Hiebert dan Charpenter dalam Mudzakkir, 2006: 21). Pada intinya representasi internal sangat berkaitan dengan proses mendapatkan kembali pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan dalam ingatan serta relevan dengan kebutuhan untuk digunakan ketika diperlukan. Proses tersebut sangat terkait erat dengan pengkodean pengalaman masala lalu. Proses representasi internal ini tentu tidak bisa diamati secara kasat mata dan tidak dapat dinilai secara langsung karena merupakan aktivitas mental (minds on) dalam pikiran seseorang. Sedangkan representasi eksternal adalah hasil perwujudan dalam menggambarkan apa‐apa yang dikerjakan siswa secara internal atau representasi internal (Goldin dalam Mudzakkir, 2006: 22). Hasil perwujudan ini dapat diungkapkan 7 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP baik secara lisan, tulisan dalam bentuk kata‐kata, simbol, ekspresi atau notasi matematik, gambar, grafik, diagram, tabel, atau objek fisik berupa alat peraga. Dari uraian di atas, terlihat bahwa interaksi antara representasi internal dan representasi eksternal terjadi secara timbal balik ketika seseorang mempelajari matematik. Dengan demikian jika siswa memiliki kemampuan membuat representasi, siswa telah mempunyai alat‐alat dalam meningkatkan keterampilan komunikasi matematikanya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman matematikanya. 2.2 Representasi Matematik Beragam dalam Pembelajaran Matematika Multiple Representation (Representasi Beragam) merupakan bagian proses representasi matematik yang dibuat secara beragam. Representasi beragam dapat juga dipandang sebagai salah satu keterampilan kunci komunikasi atau aspek proses koneksi. Keterampilan representasi matematik beragam dapat dilatihkan kepada siswa melalui penyajian materi ataupun soal‐soal yang kemas secara kontekstual. Hal ini bertujuan untuk memicu siswa agar menggunakan kembali ataupun mengaitkan masalah‐masalahnya dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Representasi beragam perlu dimunculkan dalam setiap pembelajaran untuk memperkaya pengalaman siswa. Bahkan Coxford (Mudzakkir, 2006: 38) menegaskan bahwa keberagaman representasi dari suatu konsep harus dihadirkan dan dieksplorasi. Selain dalam aljabar, representasi beragam juga sangat penting dilakukan dalam geometri dan analisis data. Swafford dan Langrall (Mudzakkir, 2006: 38) mengungkapkan bahwa dengan menggunakan representasi yang berbeda untuk pemecahan suatu masalah akan memberikan suatu keuntungan bagi siswa. Keuntungan tersebut adalah penerapan representasi beragam dalam bentuk representasi apapun akan menyebabkan siswa perlu membuat kaitan antara representasi dengan konteks masalah serta antara suatu representasi dengan representasi lainnya. Salah satu cara untuk melatihkan kemampuan representasi adalah dengan menyeleksi tugas‐tugas yang meminta siswa berpikir dan bernalar tentang ide‐ide dan konsep‐konsep matematik. Tugas‐tugas yang diberikan lebih jauh lagi harus meminta siswa untuk memberikan alasan (menjustifikasi), membuat konjektur, menginterpretasikan, dan mengkorelasikan ide‐ide matematik yang penting. Dengan 8 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP pemberian tugas seperti itu akan mendorong pemikiran siswa dalam penyelesaian masalah atau penciptaan representasi yang lebih kompleks. Represntasi matematik beragam memberikan peran penting dalam pembelajaran untuk mengarahkan dan membimbing siswa dari situasi konkrit ke situasi abstrak ataupun sebaliknya. Dalam pembelajaran matematika, umumnya guru langsung memberikan rumus‐rumus jadi tanpa memberikan pemahaman lebih lanjut. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan pemamahan akan konsepnya sendiri. Siswa tidak beri kesempatan untuk membuat representasi formal melalui tahapan‐tahapan yang biasanya melibatkan representasi informal terlebih dahulu. Pada tahap inilah representasi beragam akan mengarahkan dan membimbing siswa dari situasi konkret ke situasi abstrak yang berupa rumus‐rumus yang telah terepresentasi secara formal. Dalam tahapan ini siswa akan mengamati pola, melihat dan membuat hubungan dalam pola, membuat generalisasi, dan kemudian membuat ekspresi matematikanya. Seperti telah diuraikan sebelumnya, representasi matematik baik secara internal maupun eksternal perlu dilakukan dalam pembelajaran matematika karena akan membantu siswa dalam mengorganisasikan pikirannya, memudahkan pemahamannya, serta memfokuskannya pada hal‐hal yang esensial dari suatu masalah matematik yang dihadapinya. selain itu, representasi juga dapat membantu siswa dalam membangun konsep atau prinsip matematik yang sedang dipelajarinya. Bahkan NCTM (Mudzakkir, 2006: 24) menegaskan bahwa representasi merupakan pusat pembelajaran dan penggunaan matematika. Beberapa manfaat atau nilai tambah yang diperoleh guru atau siswa sebagai hasil pembelajaran yang melibatkan representasi matematik adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran yang menekankan representasi akan menyediakan suatu konteks yang kaya untuk pembelajaran guru 2) Meningkatkan pemahaman siswa 3) Menjadikan representasi sebagai alat konseptual 4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan representasi matematik dengan koneksi sebagai alat pemecahan masalah 5) Menghindarkan atau meminimalisir terjadinya miskonsepsi Bentuk‐bentuk operasional representasi matematik beragam adalah sebagai berikut: 9 | Jaenudin: Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP No 1 Representasi Visual, berupa: a. Diagram, grafik, atau tabel b. Gambar 2 Persamaan atau ekspresi matematik 3 Kata‐kata atau teks tertulis Bentuk Operasional
- menyajikan kembali data/informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel - menggunakan representasi visual untuk menyeleseaikan masalah - membuat gambar pola geometri - membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya - membuat persamaan, model matematik, atau representasi dari representasi lain yang diberikan - membuat konjektur dari suatu pola hubungan - menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekepresi matematik - membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan - menuliskan interpretasi dari suatu representasi - menuliskan langkah‐langkah penyelesaian masalah matematik dengan kata‐kata - menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan - menjawab soal dengan menggunakan kata‐kata atau teks tertulis 3
Hasil Penelitian Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan kontekstual diterapkan pada siswa kelas VIII‐A dan VIII‐B SMPN 1 Lembang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain pretest‐posttest control group design. Dalam hal ini kelas VIII‐A sebagai kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan konvensional (ceramah) dan kelas VIII‐B sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan kontekstual. Instrumen yang digunakan meliputi tes kemampuan representasi matematik beragam, angket, dan lembar observasi. Instrumen tes berupa 5 (lima) butir soal uraian dilakukan uji coba instrumen terlebih dahulu. Untuk mengukur validitasnya digunakan rumus korelasi produk momen angka kasar dari Pearson, hasilnya semua soal tergolong sedang (0,497; 0,593; 0,637; 0,637; dan 0,657). Sedangkan untuk menghitung reliabilitasnya digunakan rumus Cronbach – Alpha, hasilnya soal tergolong sedang (0,557). Data yang diperoleh dari instrumen tes meliputi data pretes, postes, dan gain ternormalisasi kemudian dilakukan uji kesamaan dua rata‐rata dengan menggunakan uji t. Namun sebelumnya memeriksa syarat‐syarat yang harus dipenuhinya terlebih dahulu dan menetapkan taraf signifikansi (α) sebesar 5%. Dari hasil analisis pretes, diperoleh 10 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP kesimpulan bahwa kemampuan awal representasi matematik beragam siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah sama. Sedangkan dari hasil analisis postes, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan representasi matematik beragam kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Dari hasil analisis gain ternormalisasi diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan representasi matematik beragam kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual lebih berpengaruh positif terhadap kemampuan representasi matematik beragam daripada pendekatan konvensional. Data yang diperoleh dari angket kemudian cari persentasenya dan dihitung skornya untuk setiap aspek yang diamatinya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh bahwa secara umum sikap siswa terhadap matematika dan pembelajarannya adalah sangat posisitf, sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual adalah sangat positif, dan sikap siswa terhadap representasi matematik beragam adalah positif. Sedangkan data dari hasil observasi menunjukkan bahwa setiap aspek yang diamati selama implementasi pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual bisa dimunculkan. Dengan kata lain implementasi pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual sudah sesuai dengan prosedur‐prosedur yang telah ditetapkan atau tidak menyimpang dari kaidah pendekatan kontekstual secara teoritik. 4
Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai suatu alternatif pembelajaran yang perlu dipertimbangkan oleh para guru di lapangan. Meskipun pada penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual menunjukkan hasil positif, namun penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: 1) Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat. Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun jumlahnya sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan ke wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian sejenis lainnya dengan sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. 2) Waktu yang digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya berlangsung sekitar satu bulan. Oleh karena itu, maka bahan atau materi yang diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam percobaan ini telah 11 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena terbatasnya waktu dan bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh variabel lain yang tidak terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian lanjutan yang waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih banyak, sehingga dapat lebih mencerminkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat mempengaruhi kemampuan representasi matematik beragam siswa. 3) Dalam percobaan ini satuan pelajaran yang disusun menurut pendekatan kontekstual, baik untuk pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi siswa disusun oleh penulis. Satuan pelajaran menurut pendekatan kontekstual ini dicobakan dan ternyata hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh penelitian sejenis lainnya di mana satuan pelajaran menurut pendekatan kontekstual disusun oleh guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah memang satuan pelajaran menurut pendekatan kontekstual yang disusun oleh guru dengan berbagai macam keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik. Pustaka Acuan Depdiknas. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif.[Online]. Tersedia: http://www.dikdasmen.org/files/KTSP/SMP/PENGEMMODEL%20PEMBEL%20YG
%20EFEKTIF‐SMP.doc. [30 Desember 2007]. Hake, Richard R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High‐School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h‐Hake.pdf. [10 Maret 2008]. Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Siswa SMP. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Johnson, Elain B. (2002). Contextual Teaching and Learning. MLC: Bandung Maulana. (2003). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media Komik Matematika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Meltzer, David E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. [0nline]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP‐
Dec‐2002‐Vol.70‐1259‐1268.pdf. [10 Maret 2008]. Mudzakkir, Hera S. (2006). Strategi Pembelajaran “Think‐Talk‐Write” untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. 12 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP Puspita, Redda S. (2007). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Matematika terhadap Hasil Belajar Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Rohayati, A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Sears, Susan J. dan Susan B. Hersh. (1998). Contextual Teaching and Learning: Preparing Teachers to Enhance Student Success in and Beyond School. [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detailmin
i.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=ED427263&ERICExtSearch_S
earchType_0=no&accno=ED427263‐54.pdf. [30 Desember 2007] Soegiarti, T. (2006). Pembelajaran Mikrobiologi dengan Mengunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis dan Penguasaan Konsep Mahasiswa UPI Non‐Eksakta. Tesis pada Program Pasca Sarjana UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Somantri, A. dan Sambas AM. (2006). Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Stewart, J. (2007). Correcting the Normalized Gain. [Online]. Tersedia: http://www.uark.edu/depts/physinfo/phystec/research/CorrectGainSummer200
7JCS.pdf. [10 Maret 2008]. Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung. Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA‐FPMIPA UPI Bandung. 13 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP BIOGRAFI
JAENUDIN, lahir di Garut pada tanggal 18 Desember 1985.
Menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Tenjolaut
(1992 – 1998), kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Bungbulang
(1998 – 2001). Lulus dari SMAN 1 Bungbulang pada tahun
2004, mendapat kesempatan belajar ke Universitas Pendidikan
Indonesia
(UPI)
dengan
mengambil
Jurusan
Pendidikan
Matematika. Setelah empat tahun belajar di UPI, lulus tahun 2008 dengan yudisium
Cum Laude. Saat ini aktif mengajar di sebuah lembaga yang melayani pendidikan
bagi anak-anak SD dan SMP. Selain aktif sebagai konsultan pendidikan, juga aktif
dalam bidang webmaster, pemrograman Macromedia Flash, serta database. Saat ini,
sedang menunggu kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Bagi yang berkepentingan, bisa menghubungi e-mail: [email protected]
14 | Jaenudin:Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP 
Download