BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pinang (Areca catechu L.) Pinang dikenal dengan beragam nama, seperti pineung (Aceh), pining (Batak Toba), jambe (jawa), dan bua (Maluku). Sementara dalam bahasa Inggris, pinang biasa dikenal sebagai Betel palm atau Betel nut tree. Nama ilmiah pinang adalah Areca catechu L. Dalam bahasa Hindi, buah ini disebut supari, tetapi bahasa Malaya menyebutnya, adakka atau adekka, lalu Sri Lanka menyebutnya puvak. Sementara Thailand dan China masing-masing menyebutnya dengan mak dan pin-lang (Satria, 2010). Klasifikasi Pinang dapat diuraikan seperti berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Arecidae Ordo : Arecales Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan) Genus : Areca Spesies : Areca catechu L. Pinang mempunyai akar yang tumbuh dari samping, tumbuh dari pangkal batang, berbentuk silinder, kurang bercabang tetapi biasanya tumbuh banyak dan masif (padat). Akar biasanya menghujam ke dalam tanah, sehingga mampu menopang batang yang tumbuh menjulang tinggi (hingga 20 m atau bahkan lebih) (Satria, 2010). Pinang merupakan tanaman monokotil yang dapat mencapai tinggi 15 - 20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm, tidak bercabang dan tidak memiliki kambium, dengan bekas daun yang lepas. Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Pelepah daun berbentuk tabung dengan panjang 80 cm. Daun pinang memiliki panjang ± 85 cm dan lebar ± 5 cm, daunnya tunggal menyirip bertoreh sangat dalam tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang, dengan ujung sobek dan bergerigi (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Tongkol bunga dengan seludang (spatha) yang panjang dan mudah rontok, keluar dari bawah roset daun memiliki panjang 75 cm dengan tangkai pendek bercabang rangkap (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Bunga terdiri dari empat organ floral yaitu sepal (kelopak), petal (mahkota), stamen (benang sari), dan pistil (putik). Petal dan sepal tidak penting untuk reproduksi. Hanya stamen dan pistil yang berfungsi dalam produksi biji. Stamen biasanya berisi filamen (tangkai sari) dan anther (kepala sari) pada ujungnya. Pada anther inilah serbuk sari nantinya akan tumbuh dan berkembang. Pistil biasanya terdiri dari ovary yaitu tempat dimana biji dibentuk dan stilus (tangkai putik), serta stigma (kepala putik) pada ujungnya dimana serbuk sari akan berkecambah, sedangkan di dalam ovary ditemukan ovule atau bakal biji yang sesudah proses pembuahan berlangsung akan membentuk zigot (Nasution, 2009). Pinang merupakan tumbuhan berumah satu (monoceous) dengan perbungaan uniseksual dimana, bunga jantan dan bunga betinanya berada dalam satu perbungaan. Tongkol bunga (spatha) mempunyai panjang ± 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap, sumbu ujung panjang ± 35 cm, ada satu bunga betina pada pangkal, di atasnya ada banyak bunga jantan tersusun dalam dua baris yang tertancap dalam alur (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Bunga pinang yang seludangnya telah rontok Bunga betina lebih besar dari pada bunga jantan. (Sumber : Staples & Bevaqua, 2006) Gambar 1. Perbungaan Pada Bunga Pinang Bunga jantan ukurannya kecil dengan panjang ± 4 mm, berwarna putih dan kuning serta mudah rontok sedangkan bunga betina yang terletak dibagian pangkal memiliki ukuran yang lebih besar dengan panjang ± 1.2 cm - 2 cm. Bunga jantan dan bunga betina memiliki enam petal, berwarna putih, kuning, dan beraroma. Bunga jantan memiliki enam benang sari dengan kotak serbuk sari membentuk ujung panah. Bunga betina memiliki enam benang sari kecil yang steril dan bakal buah beruang satu (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Adapun faktor yang memperngaruhi pembungaan yaitu suhu, curah hujan, intensitas cahaya (Darjanto dan Satifa, 1989). Buah berbentuk bulat telur memanjang, buah muda berwarna hijau, bila masak warnanya merah oranye. Memiliki panjang ± 3.5 cm - 7 cm, dengan dinding buah yang berserabut. Buahnya berkecambah 1,5 – 4 bulan. Pinang mulai berbuah pada umur 5 - 8 tahun tergantung dari kaedaan tanah, tanah dengan kelembaban yang baik dan memiliki pH 5 – 8 sangat mendukung untuk pertumbuhan pinang (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). Biji bentuknya seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal panjang ± 15 – 30 mm, permukaan luar berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm dengan warna agak keputihan (Cronquist, 1981 dalam Anonim, 2010). 2.2 Pinang Aksesi Galang Suka Pinang galang suka ditemukan pertama kali di Desa Galang Suka, kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara. Pinang aksesi Galang Suka dikoleksi dan diperbanyak di Kebun Percobaan Kayuwatu, Sulawesi Utara. Pinang Galang Suka merupakan koleksi pinang aksesi ke - 13 dari 16 aksesi koleksi pinang yang ada di Kebun Percobaan Kayuwatu dengan jumlah koleksi 68 pohon. Pinang ini mulai dikoleksi dan dikonservasi pada tanggal 3 November 2003. Pinang Galang Suka termasuk dalam pinang tipe dalam dengan tinggi mencapai 6 - 8 meter, dengan lingkar batang pada 25 cm dari permukaan tanah adalah 53,84 cm dan pada 1,5 m dari permukaan tanah adalah 42,92 cm. Pinang Galang Suka mempunyai panjang daun 306 cm dan lebar 5 cm, memiliki jumlah tandan 6 dengan panjang petiole 113 cm berwarna hijau kekuningan. Pinang Galang Suka mempunyai warna buah muda hijau dan buah matang berwarna oranye. (Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, 2008). 1.4 Viabilitas Pollen Viabilitas pollen merupakan persentasi pollen yang akan menyelesaikan perkecambahan dan membentuk pollen tube (tabung pollen). Viabilitas pollen di hitung dengan cara, jumlah pollen berkecambah dibagi dengan total pollen yang diamati dikalikan 100 %. Pollen (serbuk sari) merupakan sumber plasma nutfah yang berharga bagi kegiatan perbaikan tanaman (Card, 2007 dalam Warid, 2009). Pollen memiliki peranan yang sangat penting untuk tujuan pemuliaan, dalam kegiatan konservasi keanekaragaman tanaman terutama untuk genotipe yang unik (Walt dan Littlejohn, 1996 dalam Warid, 2009). Pollen merupakan bentuk materi genetik yang baik untuk pengiriman atau pertukaran keragaman genetik antar negara karena hanya sedikit sumber penyakit yang terbawa bersama pollen. Selain itu, tidak ada invertebrata, bakteri, fitoplasma, yang terbawa bersama pollen (Warid, 2009). Viabilitas pollen merupakan parameter penting, karena pollen harus hidup dan mampu berkecambah setelah penyerbukan agar terjadi pembuahan (Darjanto dan Satifah, 1982). Ketersediaan pollen dengan viabilitas yang tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan persilangan tanaman (Widiastuti dan Palupi, 2008). Bot dan Mariani (2005) menyatakan bahwa pollen merupakan tahap kritis dalam siklus hidup tanaman, viabilitas pollen sangat penting untuk reproduksi seksual tumbuhan. Pollen sendiri bukanlah gamet jantan, tetapi sebutir pollen berisi sel vegetatif dan sel generatif. Sel vegetatif terdiri dari satu sel pada tanaman berbunga pada umumnya, tetapi beberapa pada tanaman berbiji lainnya. Sel generatif (reproduksi) mengandung dua inti sel, yakni inti tabung yang memproduksi pollen dan inti generatif yang terbagi membentuk dua sel sperma (Pandin dan Tenda, 2010). Sebutir pollen (pollen grain) adalah sebuah sel yang hidup dan mempunyai inti (nucleus) serta protoplasma, yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel itu terdiri atas dua lapis, yaitu lapisan dalam (intine) yang tipis serta lunak seperti selaput dan lapisan luar (exine) yang tebal dan keras untuk melindungi seluruh isi butir pollen (Darjanto dan Satifah, 1982). Jika pollen sesuai (compatible), pollen akan berkecambah pada kepala putik dan membentuk sebuah tabung pollen yang akan membawa gamet jantan pada gametofit betina. Senyawa protein yang terdapat pada awal pembentukan pollen disebut Lectin, berada di dalam lapisan luar (exine) dan lapisan dalam (intine). Lectin berperan penting dalam mekanisme mengenali antara putik - pollen. Namun bila pollen tidak sesuai (incompatible), perkecambahan pollen akan terhambat atau pertumbuhan tabung pollen akan tertahan (Anjelina, 2009 dalam Ridha 2010). Pollen dinyatakan viabel apabila mampu menunjukkan kemampuan atau fungsinya menghantarkan sperma ke kandung lembaga (kantong embrio), setelah terjadinya penyerbukan. Pollen dapat kehilangan viabilitasnya pada suatu periode waktu tertentu. Hilangnya viabilitas sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama suhu (Shivanna, 1991). Suhu yang digunakan untuk perkecambahan pollen pada umumnya berkisar antara 15oC – 35oC, sedangkan suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tabung pollen (pollen tube) berkisar pada 25oC (Darjanto dan Satifah, 1982). Perkecambahn pollen dimulai dari jatuhnya serbuk sari di atas kepala putik, terjadi penyerapan air dan zat-zat lain yang terdapat pada permukaan kepala putik, sehingga dapat mengembang. Dengan jalan menuju salah satu pori dari dinding luar (exine) yang telah pecah, maka lapisan dalam (intine) bersama protoplasma dapat tumbuh memajang keluar menjadi tabung serbuk sari (pollen tube) yang mengandung 1 inti vegetatif (tube nucleus) dan 2 inti generatif (sperm nucleus) (Darjanto dan Satifa, 1989). 2.5 Viabilitas Pollen dan Hubungannya dengan Pembentukan Buah dan Biji Penyerbukan hanya dapat terjadi apabila pollen yang viabel jatuh ke kepala putik yang dapat mengeluarkan senyawa biokimia (reseptif). Viabilitas pollen menyatakan keadaan pollen yang sudah masak dan siap untuk menyerbuk kepala putik. Pollen akan berkecambah membentuk tabung pollen dan menghantarkan sperma untuk membuahi sel telur sehingga pembuahan dapat berhasil. Terhambatnya pembentukan tabung pollen akan berakibat pembuahan tidak terjadi karena sperma tidak bisa sampai ke bakal buah. Dengan demikian buah tidak bisa terbentuk (Wahyuningsih et al, 2009). Gambar 2. Tahapan Proses Pembuahan. (Sumber : Ridha, 2011) Setelah terjadi pembentukan pollen tube yang membawa sel vegetatif dan generatif, maka pollen tube akan terus memanjang dan masuk ke dalam bakal buah. Setelah masuk ke ruang bakal buah, maka bagian ujung dari pollen bergerak menuju ke arah salah satu bakal biji. Melalui mikropile, pollen tube menyentuh nuclleus dan masuk ke dalam jaringan tersebut sampai pada ujung kandung embrio. Setelah menyelesaikan tugasnya, maka inti vegetatif kemudian mati bersama protoplasma yang berada di dalam pollen tube. Sementara itu kedua inti sperma masuk ke dalam embrio untuk melakukan pembuahan. Salah satu dari kedua inti sperma meleburkan diri dengan satu inti telur dan menjadi sebuah zygot, sedang inti sperma yang kedua bergabung dengan dua inti polar untuk membentuk jaringan endosperm. Oleh karena itu, pembuahan disebut pembuahan ganda (Darjanto dan Satifa, 1989). Setelah terbentuk zigot, maka akan berkembang menjadi embrio atau lembaga di dalam biji. Biji terdapat di dalam buah. Buah yang telah matang akan menyebarkan biji. Bila biji berada pada lingkungan yang sesuai, maka biji akan berkecambah. Saat terjadi perkecambahan biji, embrio di dalamnya juga akan ikut berkecambah. Selanjutnya kecambah akan tumbuh menjadi tumbuhan dewasa. Tumbuhan dewasa akan menghasilkan bunga dan siklus tumbuhan akan terus berlanjut. 2.6 Metode Pengecambahan Metode pengecambahan pollen secara in vitro merupakan metode yang paling akurat untuk menduga viabilitas pollen (Galletta, 1983). Media perkecambahan pollen pertama kali diformulasikan oleh Brewbaker dan Kwack pada tahun 1963. Menurut Schreiber dan Dresselhaus (2003) dalam Warid, (2009) dalam percobaannya menggunakan media pengecambahan pollen yang berbeda, yaitu PGM (Pollen Germinaton Medium). Media ini konon telah mendapatkan jaminan efisiensi pengecambahan pollen lebih dari 90% untuk pollen jagung. Media ini juga dikabarkan cocok bagi perkecambahan banyak pollen tanaman monokotil dan dikotil lainnya. PGM terdiri atas 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl, 0.05% mM KH2PO4, 6% PEG 4000 (Schreiber dan Dresselhaus, 2003 dalam Warid, 2009). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk evaluasi viabilitas pollen yaitu sebagai berikut (Anonim, 2008) : 1. Staining; pengujian penentuan viabilitas pollen dengan metode pewarnaan. 2. Pollen tube germination; Metode kedua untuk pengujian viabilitas, tes perkecambahan untuk mengukur viabilitas pollen. Yang terbagi atas : In vitro germination for pollen viability; pollen segar ditumbuhkan pada medium yang mengandung sukrosa, asam borat dan kalsium nitrat. Senyawa ini telah terbukti sangat penting untuk perkecambahan pollen spesies yang berbeda. Pollen ini tumbuh di lingkungan yang lembab. Pollen ini dianggap dewasa apabila panjang tabung pollen lebih panjang dari diameter butiran pollen (Wang, 2004). In vivo germinaton for pollen viability; pollen diambil dari bunga dan tumbuh pada permukaan stigma. Permukaan stigma ditempatkan pada slide mikroskop setelah diserbuki dan kemudian diinkubasi pada suhu kamar dengan kelembaban tinggi untuk waktu yang singkat (40 menit), dengan waktu yang berbeda periode untuk spesies yang berbeda. Kemudian diwarnai dengan anilin 0,05% warna biru disebuah kalium fosfat (K2PO4) buffer selama 2 - 3 menit. Lalu kemudian diperiksa di bawah UV eksitasi filter (330 - 380 nm) dan filter penghalang transmisi di atas 420 nm (Kedar & Clyton, 1998 dalam Anonim, 2008).