BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.1.1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan oleh perusahaan dalam usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik untuk berkembang maupun untuk memdapatkan laba. Pemasaran merupakan suatu yang amat mendasar, sehingga tidak dapat dianggap sebagai fungsi tersendiri. Pemasaran meliputi seluruh kegiatan perusahaan dalam beradaptasi terhadap lingkungan secara kreatif dan menguntungkan. Menurut Kotler & Keller diterjemahkan oleh Benyamin Molan (2007:6) adalah pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Dalam menjalankan aktivitas pemasaran salah satu hal yang memegang peranpenting adalah personal selling. Personal selling merupakan salah satu metode promosi untuk mencapai tujuan tersebut, dan usaha ini memerlukan lebih banyak tenaga kerja atau tenaga penjualan. Semua usaha pemasaran adalah menambah penjualan dan memberikan kepuasan kepada konsumen dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penjualan personal terdiri dari komunikasi massal, contohnya : periklanan, promosi penjualan, dan cara-cara komunikasi lainnya. Oleh karenanya, dibandingkan dengan cara-cara lain ini, penjulan personal mempunyai keuntungan lebih luwes, dimana tenaga penjual dapat menyesuaikan penawaran penjualan mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan dan perilaku pelanggan masing-masing. Keuntungan lainnya dari penjualan persona bahwa dengan cara ini memungkinkan tenaga yang terbuang menjadi paling minim. 2.2. Personal Selling 2.2.1. Pengertian Personal Selling Personal selling merupakan suatu alat promosi. Berbeda dengan periklanan atau kegiatan promosi lain yang komunikasiny bersifat massal, penjualan pribadi merupakan komunikasi secara individu. Dimana dalam operasinya tenaga-tenaga penjual dapata langsung menghubungi konsumen yang menyebabkan penjual dan konsumen dapat langsung berkomunikasi secara langsung sehingga penjual tersebut mengetahui keinginan, motif, prilaku konsumen, dan sekaligus dapat melihat reaksi konsumen, kemudian penjual dapat langsung mengadakan penyesuaian seperlunya. Personal selling menurut Kotler & Amstrong (2003:623) yang dibahas oleh Alexander Sindoro : penjualan pribadi adalah alat yang paling efektif pada tahap-tahap tertentu dari proses membeli, khususnya dalam membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan para pembeli . Sedangkan menurut Sutisna (2002:311) sebagai berikut: personal selling merupakan aktifitas komunikasi antar produsen yang diwakili oleh tenaga penjual dengan konsumen potensial yang melibatkan pikiran dan emosi, serta tentu saja berhadapan langsung (face-to-face) . Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan personal selling terjadi hubungan langsung yang bersifat timbal balik antara pihak pembeli dengan pihak penjual dengan saling bertukar informasi, barang dan jasa yang saling menguntungkan kedua belah pihak jadi, penjualan pribadi merupakan suatu kegiatan promosi secara langsung antara kedua belah pihak (penjual dan pembeli) yang pada akhirnya terjadi pertukaran produk ataupun jasa. 2.2.2. Karakteristik Personal Selling Personal selling merupakan alat yang paling efektif dalam usaha melakukan promosi suatu produk, sebab dalam sifat dan penyajiannya memilki perbedaan. Ada beberapa karakteristik atau ciri khas dari personal selling seperti yang dikemukakan oleh Philip Kotler yang diterjemahkan oleh Benjamin Molan sebagai berikut : 1. Konfrontasi Personal Penjualan personal mencangkup hubungan yang hidup, langsung dan interaktif antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak dapat mengobservsi reaksi dari pjhak lain dengan lebih dekat. 2. Memperat Penjualan personal memungkinkan timbulnya berbagai jenis hubungan, mulai dari hubungan penjualan sampai hubungan persahabatan. 3. Tanggapan Penjualan personal membuat pembeli merasa berkewajiban untuk mendengarkan pembicaraan wiraniaga. Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sifat atau karaktristik personal selling dapat digunakan perusahaan selain dapat meningkatkan penjualan tetapi perusahaan juga dapat mengetahui dan memahami setiap perilakunya, yaitu misalnya dengan cara melihat respon yang diberikan calon konsumennya. Sehingga hubungan yang baik pun diharapkan dapat terjadi antara perusahaan dan pelanggan. 2.2.3. Kriteria-kriteria Personal Selling Dalam melaksanakan personal selling, tenaga penjual merupakan orang penting sebab merekalah yang secara langsung mengadakan kontak dengan pelanggan/konsumen. Tenaga penjual yang ditugaskan untuk melakukan personal selling menurut Fandi Tjiptono (2002:224) harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Salesmanship Penjual harus memiliki kemampuan tentang produk dan menguasai seni menjual, seperti cara mendekati pelanggan, memberikan presentasi dan demonstrasi, mengatasi penolakan pelanggan dan mendorong pembelian. 2. Negotiating Penjual harus mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi tentang syaratsyarat penjualan. 3. Relationship Marketing Penjual harus tahu cara membina dan memelihara hubungan yang baik dengan para pelanggan. Dari uraian yang telah dikemukan diatas, kriteria personal selling dapat disimpulkan bahwa kriteria personal selling harus dimiliki oleh para personal selling, karena mereka yang secara langsung mengadakan kontak dengan konsumen, sehingga hubungan yang baik pun diharapkan dapat terjadi antara perusahaan dan pelanggan. 2.2.4. Proses Personal Selling Menurut Kotler & Amstrong (2003:710) yang dialihbahasakan oleh Alexander Sindoro langkah-langkah dalam proses penjualan adalah: 1. Mencari Calon Pelanggan dan Menilai Kualitasnya (Prospecting) Langkah pertama dalam proses menjual adalah mencari calon pelanggan (prospecting), yaitu mengidentifikasi calon pelanggan yang memenuhi kualifikasi. Mendekati calon pelanggan yang tepat adalah penting sekali bagi keberhasilan menjual. Tenaga penjual harus sering melakukan pendekatan terhadap banyak calon pelanggan hanya untuk mendapatkan sedikit transaksi penjualan. Mereka bisa meminta referensi kepada pelanggan yang ada. Mereka dapat membangun sumber-sumber referensi seperti pemasok, dealer, tenaga penjualan yang bukan pesaing atau para bankir. Mereka bisa bergabung kedalam organisasi-organisasi dimana banyak calon pelanggan menjadi anggota atau terlibat dalam aktifitas yang menarik perhatian. Mereka bisa mencari nama-nama dikoran atau dibuku alamat dan menggunakan telepon serta surat untuk berburu calon pelanggan. Atau mereka bisa singgah di berbagai kantor tanpa memberitahukan terlebih dahulu, praktek yang dikenal dengan nama cold calling atau kunjungan diam-diam. Tenaga penjual juga perlu mengetahui bagaimana cara menilai kualitas calon pelanggan, yaitu dengan cara mengidentifikasi calon pelanggan yang bagus dan menyaring yang jelek. Adapun prospecting yang dilakukan tenaga penjual menurut Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian (2002:213) yaitu bahwa dalam hal ini, tenaga penjual tidak harus mampu membawakan satu macam gaya penjualan saja, akan tetapi juga harus bisa menggambarkan aneka ragam yang diharapkan calon pembeli. Untuk itu tenaga penjual harus menyeleksi calon pembeli, misalnya dengan meneliti kondisi keuangannya, volumenya, syarat-syarat khusunya, lokasinya, dan sebagainya. 2. Pra-Pendekatan (Pre Approach) Sebelum mengunjungi calon pelanggan (prospek), tenaga penjual harus mempelajari sebanyak mungkin mengenai organisasi (apa yang dibutuhkan, siapa yang terlibat dalam pembelian) dan pembeli (karakteristik dan gaya mereka dalam membeli). Tenaga penjual harus menetapkan tujuan kunjungan (call objectives) yang mungkin untuk menilai kualitas calon pelanggan, mengumpulkan informasi, atau melakukan penjualan segera. Salah satu tugas lainnya adalah memutuskan pendekatan yang terbaik, yang mungkin berupa kunjungan personal, kontak telepon, atau melalui surat. Penetapan waktu yang terbaik harus dipertimbangkan dengan seksama karena banyak calon pelanggan akan sibuk-sibuknya pada waktu tertentu. Menurut Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian (2002:213) dalam melakukan pre-apprach, yang harus dilakukan tenaga penjual, yaitu mempelajari dan mengenal calon pembeli dengan menghubungi sumbersumbet yang relevan, menetapkan sasaran kunjungannya, menentukan pendekatan yang terbaik, dan menyusun strategi penjualan. Sedangkan menurut Basu Swastha dalam bukunya Manajemen Penjualan (2001:123) bahwa sebelum melakukan penjualan, tenaga penjual harus mempelajari semua masalah tentang individu atau perusahaan yang dapat diharapkan sebagai pembelinya. Selain itu, perlu juga mengetahui tentang produk atau merek apa yang sedang mereka gunakan dan bagaimana reaksinya. Berbagai informasi dikumpulkan untuk mendukung penawaran produknya kepada pembeli, misalnya tentang kebiasaan membeli, kesukaan dan sebagainya. Semua kegiatan ini dilakukan sebagai pendekatan pendahuluan terhadap pasarnya. 3. Pendekatan (Approach) Selama dalam langkah pendekatan, tenaga penjual tersebut harus mengetahui cara bertemu dan menyapa pembeli dan menjadikan hubungan itu sebagai awal yang baik. Langkah ini melibatkan penampilan, kata-kata pembuka, dan pembicaraan tindak lanjut. Pembukaan bisa diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk mempelajari lebih banyak tentang berbagai kebutuhan pelanggan atau dengan menunjukan paparan atau sampel untuk menarik perhatian dan keingintahuan pembeli. 4. Presentasi dan Demonstrasi (Presentation and Demonstration) Selama langkah presentasi, tenaga penjual mengemukakan kriteria tentang produk kepada pembeli, dengan menjukan bagaimana produk tersebut akan menghasilkan keuntungan atau menghemat biaya. Tenaga penjual menggambarkan fitur-fitur produk tapi memusatkan perhatian pada upaya menampilkan barbagai manfaat bagi pelanggan. Dengan menggunakan pendekatan pemuas kebutuhan (need-satisfaction approach), tenaga penjual mulai mencari keinginan pelanggan dengan mengajak pelanggan tersebut berbicara lebih banyak. Kualitas-kualitas para petugas pembelian paling tidak sukai dalam diri tenaga penjual meliputi bersikap mendesak, tidak siap, atau tidak teratur. Kualiatas yang mereka nilai baik meliputi empati, kejujuran, dapat diandalkan, keutuhan dan kelancaran. Presentasi penjualan dapat ditingkatkan dengan alat bantu demonstrasi seperti buku kecil, papan tulis putar (flipcharts), slide, pita video, disket video, contoh produk, dan alat yang paling canggih dapat menggunakan laptop. Cara yang biasa dilakukan oleh seorang tenaga penjual pada saat melakukan persentasi dan demonstrasi menurut Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengendalian (2002:213) yaitu selain dengan menggunakan cara AIDA (Attention = perhatian, Interest = kepentingan, Desire = keinginan, dan Action = pembelian), juga harus menekan bagaimana manfaat dan keistimewaan produk. Ada tiga gaya yang dipergunakan dalam persentasi dan demonstrasi penjualan, yaitu : a. Pendekatan terselubung (the canned approach), yaitu pembicaraan tentang hal-hal penting dalam penjualan melalui cara stimulus. b. Pendekatan terencana (the formulated approach), yaitu pengenalan kebutuhan pembeli dan pembelian mereka. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan terencana untuk mendekati jenis pembeli. c. Pendekatan pemenuhan kepuasan pembelian (the need-statisfactionapproach), yaitu mengamati dan membiarkan calon pembeli menyampaikan isi hatinya sepuas-puasnya, dan barulah ditanggapi oleh tenaga penjual secara bijak dan mengena. Tentu saja dengan melihat adanya tipe gaya yang bisa dilakukan untuk mempersentasikan ataupun mendemonstrasikan suatu produk, maka seorang tenaga penjual harus mampu menjelaskan setiap detailnya keunggulan serta manfaat produk bagi calon konsumennya, sehingga calon konsumen tidak merasa kurang akan informasi tentang produk yang akan dibelinya. 5. Menangani Penolakan (Handling Objection) Para pelanggan hampir selalu menolak selama persentasi atau ketika diminta untuk memesan. Masalahnya mungkin bersifat logis atau psikologis, dan sikap penolakan sering tidak terucapkan. Dalam menangani penolakan, tenaga penjul hendaknya menggunakan pendekatan positif, menemukan penolakan yang tersembunyi dan meminta pembeli untuk menjelaskan setiap penolakan, menjadikan penolakan tersebut sebagai peluang untuk memberi lebih banyak informasi, dan mengubah penolakan tersebut menjadi alasanalasan untuk membeli. Setiap tenaga penjual perlu pelatihan dalam keterampilan menangani penolakan. Adapun beberapa cara praktis mengatasi penolakan yang diajukan seorang pembeli menurut Buchari Alma dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (2004:120) yaitu : a. Penjual harus mengetahui lebih dulu, berupa apa saja keberatan yang diajukan. Jika sudah jelas, maka penjual mencarikan jalan keluarnya. Penjual tidak boleh menganggap keberatan yang diajukan calon pembeli itu salah, artinya jangan ditentang, tetapi ulaslah pertanyaan pembeli itu secara baik. b. Dengarkan baik-baik segala keberatan yang diajukan, jangan memotong pembicaraan calon pembeli, jauhkan diri dari pertengkaran walaupun calon pembeli tersebut mencela barang dagangan yang sedang ditawarkan. Kita harus ingat semboyan, bahwa pembeli itu adalah raja. Penjual harus memuaskan raja. c. Ulangi keberatan yang dikemukakan calon pembeli tadi, secara pelanpelan, tapi yakin bahwa segala keberatan itu dapat diatasi. Sebenarnya mungkin saja keberatan-keberatan yang dikemukakan itu tidak beralasan, atau alasan yang dicari-cari agar tidak jadi membeli. Dalam hal ini penjual tidak perlu menyesali calon pembeli, tetapi diatasi dengan baik, sehingga calon pembeli merasa puas, dan lain kali konsumen akan datang lagi ketempat pembeli. Maka dari itu, proses penjualan ini merupakan suatu drama. Dimana membutuhkan suatu persiapan, ada permulaan, pertengahan, dan klimaks akhir atau penutupnya. 6. Menutup Transaksi Penjualan (closing) Setelah menangani penolakan, tenaga penjual tersebut kini mulai berusaha menutup penjualan. Tenaga penjual harus mengetahui cara mengenal isyarat-isyarat untuk penutupan transaksi dari pembeli, yang meliputi tindakan fisik komentar dan pertanyaan-pertanyaan. Sebagai contoh, pelanggan mungkin duduk condong kedepan dan mengangguk sebagai tanda setuju dan menanyakan harga dan syarat-syarat kredit. Tenaga penjual dapat menggunakan satu diantara beberapa teknik penutupan. Mereka dapat meminta pesanan, meninjau kembali hal-hal penting dalam perjanjian, menawarkan untuk membantu menuliskan pesanan, bertanya apakah pembeli menginginkan model ini atau model itu, atau memberi tahu bahwa pembeli akan rugi jika tidak memesan sekarang, maka penutupan penjualan dapat dilakukan tanpa ada kekecewaan dari kedua belah pihak (tenaga penjual dan pembeli). Akan tetapi jika pembeli tidak berminat dan melakukan penolakan terhadap semua penawaran yang telah dilakukan, maka sebelum menutup penjualan, tenaga penjual tersebut mungkin dapat menawari pembeli alasanalasan khusus untuk menutup transksi seperti harga yang lebih rendah atau tambahan produk gratis. 7. Menindak-lanjuti (Follow Up) langkah terakhir dalam proses penjualan adalah menindak-lanjuti, diperlukan jika tenaga penjual ingin meyakinkan terciptanya kepuasan pelanggan dan pengulangan bisnis. Menurut Kotler & Amstrong (2003:710) yang dialih bahasakan oleh Alexander Sindoro yaitu, segera setelah penutupan penjualan, tenaga penjualan harus menyelesaikan setiap rincian tentang waktu pengiriman, syarat-syarat pembelian, dan masalah-masalah lainnya. Tenaga penjual kemudian harus menjadwalkan kontak tindak lanjut ketika pesanan pertama diterima untuk meyakinkan bahwa instalasi, instruksi, dan pelayanan sudah memadai. Kunjungan ini akan mengungkapakan setiap masalah, meyakinkan pembeli tentang minat tenaga penjualan, dan menurunkan setiap kekhawatiran pelanggan yang mungkin telah muncul sejak penjualan. Prinsip-prinsip penjualan yang baru saja digambarkan adalah berorientasi pada transaksi (Transaction Oriented), tujuannya adalah membantu tenaga penjual untuk menutup penjualan tertentu dengan seorang pelanggan. Tetapi dalam banyak kasus, perusahaan tidak hanya mengejar penjualan saja, melainkan menunjukan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk melayani pelanggan tersebut dalam masa yang lama melalui hubungan yang saling menguntungkan. Kebanyakan perusahaan saat ini berusaha menjauhi pemasaran transaksi yang hanya menekankan pada penjualan. Sebagai gantinya, mereka mempraktekan pemasaran berbasis hubungan (relationship marketing) yang menekankan pada upaya menjaga hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan para pelanggan dengan menciptakan kepuasan pelanggan yang unggul. 2.2.5. Keuntungan dan Kelemahan Personal Selling Dibandingkan dengan alat promosi lain, personal selling memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, seperti yang dikemukakan oleh Setiadi (2003:206): Kelebihan Personal Selling : a. Personal selling melibatkan komunikasi langsung dengan konsumen potensial. b. Tenaga penjual dapat menyampaikan pesan yang kompleks mengenai karakteristik produk yang tidak mungkin disampaikan dalam iklan di media elektronik dan media cetak. Kekurangan Personal Selling : Komunikasi hanya terjadi pada sekelompok kecil konsumen potensial, akibatnya penjualan tatap muka menjadi mahal jika diukur berdasarkan biaya per kontak dengan konsumen potensial. Dilihat dari uraian diatas, personal selling memang sangat memungkinkan membantu tenaga penjual untuk mendapatkan calon konsumen yang potensial terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini karena sebelumnya tenaga penjual telah mempersiapkan segala sesuatunya, seperti siapa calon konsumen yang akan didatangi. Dalam hal melakukan promosi dengan cara personal selling, tenaga penjual dapat dengan luwes memberikan informasi tentang produk sampai dengan benar-benar rinci dibandingkan dengan melakukan promosi di media cetak dan media elektronik yang terbatas. Calon pembeli pun dapat dengan bebas bertanya dan mengeluarkan pendapat ataupun keluhannya tentang produk tersebut. Perusahaan bisa mendapatkan pelanggan yang loyal dan bahkan dapat memiliki hubungan yang erat dengan pelanggannya dengan menggunakan cara promosi personal selling. Akan tetapi, dengan cara terus menerusnya perusahaan mencari informasi tentang konsumen yang akan menjadi targetnya serta mendatangi calon pembelinya secara individu, maka tidak dapat dipungkiri biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan promosi menjadi mahal. Dalam hal ini, perusahaan harus mempunyai strategi yang baik agar perusahaan tidak mengalami rugi, tetapi pelanggan yang didapat tetap merasa puas. 2.2.6 Mengelola Personal Selling Penjualan pribadi bertindak sebagai penghubung antara perusahaan dan pelanggannya. Perwakilan penjual adalah perusahaan itu sendiri bagi banyak pelanggan dan akan memberi banyak pengetahuan mengenai pelanggan yang dibutuhkan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan beberapa proses untuk mendapatkan tenaga penjual yang berpotensi dimana proses itu menurut Philip Kotler, Swee Hoon Ang, Chin Tion Tan (2000:143) dalam buku Manajemen Pemasaran Perspektif Asia. ada lima langkah cara mengelola tenaga penjualan yaitu : a. Perekrutan dan penyeleksian wakil penjualan Inti dari operasi tenaga penjual yang berhasil adalah setiap wakil penjualan yang efektif. Menyeleksi tenaga penjual akan menjadi sederhana jika orang sudah mengetahui kualitas apa yang diinginkan. Titik awal yang baik adalah dengan menanyai pelanggan kualitas apa yang mereka sukai dan inginkan dari seorang tenaga penjual. Umumnya pelanggan mengatakan mereka menginginkan tenaga penjual yang jujur, dapat diandalkan, pandai membantu setelah manajemen melakukan kriteria seleksi, perusahaan melakukan perekrutan, departemen personalia mencari pelamar dengan berbagai cara antara lain mengunakan agen tenaga kerja dan menempatkan iklan pekerjaan. b. Pelatihan wakil penjualan Tujuan utama dari pelatihan adalah mendapatkan seorang tenaga penjual yang handal, karena pelanggan tidak dapat dilayani dengan tenaga penjual yang tidak mampu dan mengharapkan tenaga penjual yang memiliki pengetahuan tentang produk atau jasa yang ditawarkan, memberikan ide untuk meningkatkan operasi pelanggannya agar efisien dan dapat diandalkan. c. Menyerahkan wakil penjualan Supervisi yang diberikn dengan harapan agar tenaga penjual bisa diarahkan dan dimotivasi untuk bekerja sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Ada 3 tujuan dalam mengarahkan tenaga penjual, yaitu : Mengembangkan aturan untuk kunjungan kepelanggan Mengembangkan aturan kunjungan kepelanggan Memanfaatkan waktu secara efisien dengan : - Menyusun jadwal waktu kunjungan - Analisis waktu dan tugas d. Memotivasi perwakilan penjualan Memotivasi tenaga penjual menjadi sangat penting untuk memacu tenaga penjual agar bekerja dengan segenap kemampuannya. Dalam usaha menjual suatu produk atau jasa perusahaan dapat menggunakan kuota penjualan atau motivator tambahan, seperti kontes pemjualan untuk dapat memotivasitenaga penjual dalam pekerjaannya. Semakin tinggi motivasi tenaga penjual semakin besar usahanya, semakin besar usahanya maka semakin tinggi kinerjanya, semakin tinggi kinerja akan menghasilkan imbalan yang semakin besar, semakin besar imbalan akan menghasilkan kepuasan yang besar pula, dan semakin besar kepuasan akan memperkuat motivasi. e. Mengevaluasi wakil penjualan Adalah menilai hasil kinerja tenaga penjual termasuk salah satu cara pengendalian yang cukup relatif, bahkan pertimbangan untuk kebijaksanaan. Selanjutnya akan diambil oleh para pejabat penjualan. Analisa hasil kerja ini sangat membantu tenaga penjual untuk memperbaiki tenaga kerja mereka, juga dapat berguna untuk program latihan dan dapat membantu pengawasan penjualan. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa mengelola personal selling membutuhkan proses, dimana para personal selling yang dibutuhakan perusahaan ialah yang bisa diandalkan perusahaan untuk memberi pengetahuan tentang pelanggan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Oleh karena itu mengelola personal selling dilakukan agar perusahaan mendapatkan personal selling yng handal bagi perusahaan. 2.3. Perilaku Konsumen Rangsangan pemasaran dan lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Menurut Leon Schiffaman dan Leslie Lazar Kanuk (2007:6 ) dalam bukunya yang berjudul Perilaku konsumen perilaku konsumen didefinisikan sebagai berikut : Perilaku konsumen adalah cara individu mengambil keputusan untuk memenfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumen . Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses dimana seseorang atau sekelompok orang menentukan sikapnya terhadap suatu produk, pemikiran, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Seseorang atau sekelompok orang tersebut juga melakukan pertukaran tentang aspek-aspek dalam kehidupan (bertukar pikiran). 2.3.1. Motif Pembelian Adapun tujuan dari pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Bidang perilaku konsumen memilih, memakai, membeli, dan membuang barang dan jasa dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Menurut Leon Schiffaman dan Leslie Lazar Kanuk (2007:6 ) dalam bukunya yang berjudul Perilaku Konsumen , ada 2 (dua) macam perilaku konsumen dalam melakukan pembelian, antara lain sebagai berikut: 1. Pembelian Percobaan Ini merupakan tahap penyelidikan dimana para konsumen berusaha meniali suatu produk melalui pemakaian langsung. 2. Pembelian Ulang Biasanya menandakan bahwa produk tersebut memenuhi persetujuan konsumen dan bahwa konsumen bersedia untuk memakainya lagi. Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2004:222) klasifikasi perilaku pembelian ada 4 (empat) jenis, antara lain sebagai berikut : 1. Perilaku pembelian yang kompleks Konsumen mengakui keterikatan yang tinggi dalam proses pembeliannya, harga produk tinggi, jarang dibeli, dan memilki resiko yang tinggi. Perilaku konsumen yang dilakukan akan melalui proses tiga langkah yaitu pertama, mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. kedua, membangun sikap, dan ketiga melakukan pilihan (dibeli atau tidak) adanya perubahan nyata. 2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakefisienan Konsumen mengalami keterlibatan tinggi akan tetapi melihat sedikit perbedaan antar merek-merek. Disini konsumen akan mengunjungi beberapa tempat atau toko untuk mencari produk yang lebih cocok dengan kebutuhan. 3. Perilaku pembelian karena kebiasaan Keterlibatan konsumen rendah sekali dalam proses pembelian karena tidak ada perbedan nyata dintara berbagai merek dan harga barang relatif rendah. 4. Perilaku pembelian yang mencari keragaman Keterlibatan konsumen rendah dan akan dihadapkan pada berbagai pilihan merek. Berdasarkan keempat tipe tersebut, dapatlah disimpilkan bahwa keterlibatan konsumen akan tinggi dan menilai tinggi terhadap suatu merek apabila barang tersebut harganya mahal, beresiko tinggi, dan jarang dibeli, demikian sebaliknya. Adanya perbedaan keterlibatan konsumen mengakibatkan pula terjadinya perbedaan dalam tahap pembentukan sikap dalam diri konsumen. 2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Sebagian besar faktor-faktor itu dapat dikendalikan oleh pemasar, namun mereka harus mempertimbangkannya. Menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran, MM (2009;166), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Faktor Budaya Faktor Budaya ini terdiri dari: a) Budaya Seseorang menciptakan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarganya serta lembaga-lembaga penting lainnya. b) Sub-budaya Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. c) Kelas Sosial Stratafikasi kadang-kadang terbentuk system kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dalam peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. 2. Faktor Sosial Merupakan pembagian masyarakat yang relative homogeny dan permanen yang tersusun secara hirarkis yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Dan faktor sosial ini kemudian diuraikan lagi menjadi: a) Kelompok acuan Seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. b) Keluarga Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan ia telah menjadi objek penelitian yang luas. c) Peran dan status Seseorang berpartisipasi ked ala banyak kelompok sepanjang hidup keluarga klub, organisasi. 3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: a) Usia dan Tahap Siklus Hidup Setiap orang membeli barang-barang yang berbeda pada tingkat usia tertentu dan tingkat manusia terhadap pakaian, perabot rekreasi juga berhubungan dengan usia. b) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Seorang direktur perusahaan akan mempunyai pola konsumsi yang berbeda dengan seorang dokter dan lain sebagainya. c) Gaya hidup Merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekpresikan dalam aktivitas, minat dan opini. d) Kepribadian dan konsep diri Kepribadian diartikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. 4. Faktor psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: a) Motivasi Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. b) Persepsi Merupakan proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasikan dan menginterprestasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. c) Pembelajaran Meliputi perubahan prilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. d) Keyakinan dan sikap Keyakinan merupakan gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan dapat berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan. Dari kesimpulan diatas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen yaitu: budaya, sosial, pribadi, psikologis. Dimana faktorfaktor tersebut membuat konsumen mengevaluasi pilihanya dan barulah menentukan pilihannya, hal tersebut dapat dikendalikan oleh para pemasar. 2.3.3. Proses Keputusan Pembelian Ada lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evalusi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki dampak yang lama setelah itu. Namun, para konsumen tidak selalu melewati seluruh lima urutan tahap ketika membeli produk. Mereka bisa melewati atau membalik beberapa tahap. Menurut Kotler & Keller (2007:235) adanya model urutan tahap proses keputusan pembelian dimana para konsumen akan melewati lima tahap tersebut: Gambar 1.3 Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsumen Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Tingkah Laku Pasca Pembelian Berikut ini penjelasan tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan dalam pembelian: 1. Pengenalan Masalah Suatu proses keputusan pembelian dimana konsumen mengenali permasalahan atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal dan eksternal. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Perhatian utama pasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. 3. Evaluasi Alternatif Merupakan satu tahapan keputusan pembeli dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi berbagai merk alternatif didalam serangkaian pilihan. 4. Keputusan Pembelian Tahap proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pemebelian produk. 5. Perilaku Pasca Pembelian Merupakan suatu tahap proses keputusan pembeli konsumen melakukan tindakan lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Perilaku seperti ini biasanya timbul pada saat konsumen yang tidak puas dengan suatu produk akan selalu memberikan tanggapan yang berbeda, semakin besar beda antara harapan dan kinerja, maka semakin besar pula ketidakpuasan mereka. Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima tingkat pencarian informasi yang sama. Jika semua keputusan pembelian membutuhkan usaha yang besar, maka pengambilan keputusan konsumen merupakan proses melelahkan yang menyita waktu. Sebaliknya, jika semua pembelian sudah merupakan hal yang rutin maka akan cenderung membosankan. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:487) dalam beberapa rangkaian usaha yang memiliki kisaran paling tinggi sampai paling rendah, kita dapat membedakan tiga tingkat pembelian keputusan konsumen secara spesifik: 1. Pemecahan Masalah Yang Luas Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merk-merk tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai informasi setiap merk yang dipertimbangkan. 2. Pemacahan Masalah Yang Terbatas Pencarian informasi tambahan yang dilakukan lebih merupakan suatu penyesuaian terus berlanjut. Mereka harus mengumpulkan informasi tambahan untuk melihat perbedaan diantara berbagai merk. 3. Perilaku Sebagai Respon Yang Rutin Pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merk yang sedang dipertimbangkan. 2.3.4. Keputusan Pembelian Tahap keputusan membeli menurut Phillip Kotler yang dialih bahasakan oleh Benyamin Molan (2007:240). Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada didalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun ada dua faktor berikut dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu: 1. Sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan tergantung pada dua hal yaitu: a. Intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen. b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. 2. Faktor situasi yang tidak terantisipasi. Bila konsumen hampir tiba untuk keputusan membeli, maka faktor-faktor situasi yang tidak terantisipasi dapat muncul dan mengubah niat pembelian, misalnya pendapatan, harga, dan keuntungan yang diharapkan dari produk itu. Berdasarkan kedua faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli ialah pemilihan berbagai alterntif yang tersedia dalam usaha memperoleh barang dan jasa. 2.4 Pengaruh Personal Selling Terhadap Keputusan Pembelian Promosi melalui personal selling merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam dunia saat ini. Sebagian orang berpendapat bahwa penjualan perorangan (personal selling) merupakan unsur yang dinamis yang dapat menggerakan sendi perekonomian. Dengan personal selling konsumen dapat mengetahui suatu produk, contohnya kegunaan produk tersebut, apa keistimewaanya, bagaimana cara pemakaiannya, dan lain sebagainya. Dengan semakin baiknya pelaksanaan personal selling, maka akan sangat dimungkinkan meningkatnya hasil penjualan suatu produk. Hal ini bisa terlihat dari apa yang diungkapkan Swastha (2001:28) yang mengatakan bahwa : Pentingnya penjualan personal selling terhadap program pemasaran dan mendominasi program-program pemasaran lainnya . Di dalam mengenalkan suatu produk, tenaga penjual berhadapan langsung dengan konsumen, tenaga penjual berbicara langsung dengan pembeli. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi konsumen sehingga bersedia untuk mengadakan transaksi dengan pihak perusahaan. Seorang tenaga penjual yang baik tidak hanya berusaha mengenali konsumen, akan tetapi diharapkan dapat membantu pelanggan dengan cara memberikan solusi terbaik atas permasalahan yang dihadapi oleh konsumen. Hal seperti inilah yang dapat menciptakan kepuasan bagi konsumen dan akhirnya akan menjalin hubungan jangka panjang. Tenaga penjual juga merupakan penghubung antara produsen dengan konsumen, terutama jika konsumen jauh dari produk dalam arti konsumen belum mengenal produk. Tenaga penjual dapat menyediakan informasi mengenai produk tersebut, menjelaskan dan bahkan merundingkan harga dengan konsumen, sehingga tenaga penjual dapat dianggap sebagai wakil perusahaan. Jika produk tersebut sudah diperkenalkan dengan baik oleh tenaga penjual, maka konsumen akan mengenal dengan baik produk tersebut dan akhirnya tercipta keputusan pembelian. Menurut B.N Marben (2005:129), keputusan memiliki arti : pilihan diantara berbagai alternatif yang tersedia untuk mencapai sasaran . Sedangkan pembelian menurut B.N Marben (2005:129), memiliki arti : semua kegiatan dan usaha memperoleh barang dan jasa, seperti : pemesanan, perundingan, dan pendesakan penerimaan barang . Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh personal selling terhadap keputusan tidak dapat dipisahkan, dengan kata lain personal selling sangat berpengaruh terhadap keputusan membeli sebuah produk. Penjualan suatu produk dapat meningkat jika kegiatan personal selling dilakukan dengan baik dan profesional, sebaliknya jika personal selling tidak berperan dengan baik maka besar kemungkinan penjualan suatu produk akan menurun.