Midwifery Journal Januari - Juni 2015 Volume 4 No.1 DAFTAR ISI Description Communication For Children Aged 3 Years Withlanguage Ability In Paud Azzahra Wedoro Waru Sidoarjo Arina Maghfirotul Fitria, Sri Wilujeng ......................................................................... 1 Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Bayi Tentang ASI Dengan Status Gizi Bayi Nunuk Nurhayati ......................................................................................................... 7 Hubungan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 Minggu) Dengan Pertumbuhan Janin Berdasarkan TFU Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Ari Sita, Maaqfirotin .................................................................................................. 13 Pengaruh Massage Endorphin Terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Pada Persalinan Primigravida Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Ummul Fithriyati ....................................................................................................... 19 Perbedaan Efektivitas Senam DM Dan Modifikasi Tai Chi Terhadap Penurunan Resiko Jatuh Pada Lansia Dengan Pendekatan Teori Self Care Dari Orem Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang Wahyuni Tri Lestari ................................................................................................... 31 i DESCRIPTION COMMUNICATION FOR CHILDREN AGED 3 YEARS WITHLANGUAGE ABILITY in PAUD AZZAHRA Wedoro Waru Sidoarjo Arina Maghfirotul Fitria, Sri Wilujeng ABSTRACT Communication at pre-school children aged 3 years was very important for help increasing vocabulary. Language development was needed to know early if have a delay of delelopment. The purpose of this study was to describe parent communication at pre-school children aged 3 years with language ability in PAUD AZZAHRA Wedoro Waru Sidoarjo. This research uses an observasional cross sectional. The population in this study is 42 students and 42 parents. This study uses the technique of Simple Random Sampling Probability. Total of samples in this study were 38 respondents consisting of 38 children and 38 parents. The dependent variable in this study is parental communication, while the independent variable in this study was a pre-school child language development. The results showed that almost half of the parents communicate to children with sufficient criteria, whereas most of the children have enough language development. The results of the research that has been done, it was found that all children have good language development, so parents to communicate with their children included in good criteria. Language development in pre-school children was essential to the development of cognition and behavior of children. So parents are required to communicate or information to their children. This was an effort to prevent developmental language disorders in pre-school children aged 3 years. Keywords: parental communication, language, children age 3 Years ABSTRAK Komunikasi pada anak usia 3 tahun sangat penting dilakukan untuk membantu anak mengenal perbendaharaan kata. Selanjutnya perkembangan berbahasa perlu dilakukan pemantauan untuk mengetahui sejak dini jika terdapat keterlanbatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi pada anak usia 3 tahun dan kemampuan berbahasa di PAUD AZZAHRA Wedoro Warau Sidoarjo. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian Descriptrive Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 42 siswa dan 42 orang tua siswa dengan Probability Simple Random Sampling. Jumlah sampel sebanyak 38 responden yang terdiri dari 38 anak dan 38 orang tua. Variabel dalam penelitian ini adalah komunikasi orang tua pada anak dan kemampuan berbahasa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah orang tua berkomunikasi pada anak dengan kriteria cukup, dan sebagian besar anak usia 3 tahun mempunyaikemampuan berbahasa yang cukup di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. Seluruh anak usia 3 tahun dengan kemampuan berbahasa baik adalah mendapatkan komunikasi dengan kriteria baik di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. Komunikasi perlu dilakukan pada anak sejak di dalam kandungan untuk menstimulasi kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa pada anak sangat penting untuk ditingkatkan agar anak lebih mudah mengungkapkan maksud kepada orang lain. Sehingga orang tua diharuskan untuk melakukan komunikasimaupun memberikan informasi kepada anaknya. Kata kunci: komunikasi orang tua, perkembangan bahasa, anak usia 3 tahu 1 PENDAHULUAN Perkembangan bahasa adalah bertambahnya perbendaharaan kata atau kalimat untuk berkomunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Gangguan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai tingkat usia anak, demikian bahasa bertambah melalui proses perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di mana bahasa berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak. Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti secara luas. Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa. Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia bawah lima tahun (Judarwanto, 2010). Survey awal tentang komunikasi orang tua dengan perkembangan bahasa anak prasekolah (3 tahun), orang tua yang lebih sering berkomunikasi anaknya (70%) dan orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anaknya sekitar (30%) . Jumlah populasi sebesar 42, dari 42 siswa sekitar 10%-25% mengalami gangguan atau keterlambatan bahasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan bahasa pada anak prasekolah yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal termasuk pola asuh orang tua yang malas mengajak anak berkomunikasi, tingkatan pendidikan orang tua, jumlah anak dalam keluarga yang mempengaruhi intensitas komunikasi, pembelajaran dan komunikasi orang tua, kebiasaan menonton televisi tanpa didampingi orang tua cenderung membuat anak menjadi pendengar pasif. Faktor internal meliputi gangguan kognisi, prematuritas, dan gangguan persepsi pada anak. Dalam 2 perkembangan bahasa pada anak, komunikasi orang tua pada anak juga sesuatu hal yang terpenting. Orang tua berkomunikasi dengan anaknyaminimal menggunakan bahasa pertama (bahasa ibu) justru menjadi persyaratan komunikasi bahasa kedua (bahasa sekolah). Perkembangan bahasa pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah. Anak yang mengalami keterlambatan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Orang dewasa dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psikososial. Pengajardi taman kanak-kanak atau PA U D , t i d a k b o l e h m e n g a b a i k a n perkembangan bahasa rumah. Pihak sekolah harus ikut berperan serta dalam perkembangan bahasa rumah dirasa masih sangat kurang, guru sekolah boleh menggunakan bahasa rumah pada momen-momen tertentu (Judarwanto, 2010). Semua orang tua diharapkan untuk memberikan komunikasi pada anaknya dengan kosa kata yang benar dan bermoral, khususnya pada anak yang masih usia dini, cenderung akan menirukan perkataan yang di ucapkan oleh orang dewasa. Orang tua atau guru di institusi sangat penting memberikan stimulus komunikasi untuk perkembangan bahasa anak usia 3 tahun. Anak usia 3 tahun sudah mampu menguasai 900 kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti apa, mengapa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara. (Behrman, 1996 dikutip dari Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Beberapa cara dalam barkomunikasi dengan anak, anatara lain: melalui pihak ke tiga atau orang lain, bercerita, menfasilitasi, biblioterapi, meminta untuk menyebutkan keinginan, pilihan pro dan kontra, penggunaan skala, menulis, menggambar dan bermain (Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Orang tua harus memberikan stimulus komunikasi verbal yang positif kepada anak. Orang tua juga bisa memberikan dorongan stimulasi bahasa pada anak, tidak hanya guru atau pengajar di sekolah. Terdapat beberapa cara untuk keterampilan stimulasi bahasa pada anak, diantaranya: bermain, cerita dan dongeng, bernyanyi, memberikan dorongan positif terhadap pernyataan anak, memberikan kesempatan anak untuk berkomunikasi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian descriptive karena bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan komunikasi orang tua pada anak dan kemampuan berbahasa pada anak usia 3 tahun di PAUD AZZHRA Wedoro Waru Sidoarjo. Penelitian ini merupakan penelitian observasional, yakni hanya mengamati tanpa melakukan intervensi pada subyek penelitian. Berdasarkan waktu penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional yakni pengamatan hanya dilakukan pada suatu saat saja yaitu pada saat pengumpulan data yang dilakukan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa PAUD AZZAHRA RW 01 RT 03 Wedoro, Waru, Sidoarjo, yang berumur 3 tahun beserta orang tuanya, yang berjumlah 42 orang tua siswa dan 42 siswa.Cara penentuan dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling karena pengambilan sampel dilakukan dengan cara diacak atau diambil dari hasil lotre dari semua besar populasi yang ada kemudian diambil beberapa.Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Simple Random Sampling” yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak, dengan cara dimasukkan semua nama orang yang termasuk dalam populasi diletakkan dikotak, setelah semuanya terkumpul baru kita ambil 38 orang dari sejumlah populasi. Penelitianini terdapat dua variable yaitu komunikasi pada anak usia 3 tahun dan kemampuan berbahasa. Instrument penelitian ini menggunakan kuisioner dan lembar observasi. Kuisioner diberikan kepada responden orang tua anak (ibu) 20 pertanyaan tertutup untuk mengidentifikasi cara atau tehnik komunikasa verbal orang tua dengan perkembangan bahasa anak pra sekolah usia 3 tahun. Sedangkan Instrumen untuk responden anak menggunakan lembar observasi atau pengamatan dan DDST, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto. S,2002). HASIL 1. Komunikasi orang tua pada anak usia 3 tahun Di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1.Distribusi Komunikasi Orang Tua Komunikasi pada anak usia 3 tahun Kemampuan berbahasa Baik Cukup Baik n % 6 100 9 50 Cukup n % 0 0 9 50 Kurang N % 0 0 0 0 Kurang 0 0 11 78,6 3 Jumlah 15 39,5 20 52,6 3 Frekuensi Persentasi (%) 6 18 100 100 21,4 14 100 7,9 38 100 Komunikasi Frekuensi Persentasi (%) Baik Cukup Kurang Total 6 18 14 38 15,8 47,4 36,8 100 Komunikasi orang tua pada anak usia 3 tahun, hampir setengahnya dengan kriteria cukup yaitu berjumlah 18 orang (47,4%). 2. Kemampuan berbahasa anak usia 3 tahun di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo dijelaskan di tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kemampuan berbahasa Perkembangan Frekuensi (%) Baik Cukup Kurang 15 20 3 BHS Persentasi 39,5 52,6 7,9 Total 38 100 Kemampuan berbahasa anak usia 3 tahun sebagian besar siswa mempunyai kemampuanberbahasa yang cukup berjumlah 20 siswa (52,6%). 3. Tabulasi silang komunikasi pada anak usia 3 tahun dan kemampuan berbahasa 3 Tabel 3. Tabulasi silang komunikasi dan kemampuan berbahasa Seluruh anak usia 3 tahun dengan kemampuan berbahasa baik adalah mendapatkan komunikasi dengan kriteria baik di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. DISKUSI Komunikasi orang tua pada anak usia 3 tahun di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo. Komunikasi orang tua pada anak di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjosetengahnya anak dengan kriteria cukup berjumlah 18 orang (47,4%).Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara anggota keluarga dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang baik dan tindakan (Effendi, 2008). Faktor yang mempengaruhi komunikasi orang tua salah satunya adalah pendidikan orang tua. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan semakin bagus pengetahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara efektif akan dapat dilakukan. Dalam komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu diperhatian tingkat pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Perkembangan komunikasi pada anak usia dini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata masih terdapat kata-kata ulangan. Anak usia dini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai 900 kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti apa, mengapa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tingi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap 4 komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan perlu diingat bahwa pada (Behrman, 1996 dikutip dari Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak. Beberapa cara dalam barkomunikasi dengan anak, anatara lain: melalui orang lain atau pihak ketiga, bercerita, menfasilitasi, biblioterapi, meminta untuk menyebutkan keinginan, pilihan pro dan kontra, menulis menggambar, bermain(Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Berdasarkan hasil penelitian terdapat persamaan dengan teori bahwa komunikasi orang tua dengan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dari pendidikan atau pengetahuan orang tua, terkadang orang tua tidak mengetahui cara dalam berkomunikasi dengan anak. komunikasi orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa dan perbendaharaan kata anak. Kemampuan Berbahasa pada anak usia3 tahun di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo. Sebagian besar perkembangan bahasa anak termasuk dalam kriteria cukup yang berjumlah 20 anak (52,6%).Anak belajar memperbaiki komunikasi ketika berinteraksi dengan orang lain. Ketika orang tua mendengarkan anak, berbicara secara interaktif , maka akan merangsang pembentukan bahasa anak. Dorongan stimulasi ketrampilan bahasa pada anak pra sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara: bermain, cerita dan dongeng, bernyanyi, memberikan dorongan positif terhadap pertanyaan anak, menonton televisi dengan cara yang sehat (Zaviera,2008., Hidayat, 2008., Burn, et al., 2009). Perkembangan bahasa diawali mampu m e n y e b u t k a n h i n g g a e m p a t g a m b a r, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengerti beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, meniru berbagai bunyi kata, memahami arti larangan, berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat (Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Sesuai dengan hasil di atas terdapat persamaan dengan teori bahwa perkembangan bahasa sangat berpengaruh dalam perbendaharaan kata, perilaku dan kognisi anak. Dorongan stimulus dalam komunikasi orang tua sangat penting untuk perkembangan bahasa anak. Gambaran Komunikasi pada anak usia 3 tahun dan Kemampuan Berbahasa Sebagian besar orang tua berkomunikasi pada anak dengan kriteria yang baik dan perkembangan bahasa anak yang baik berjumlah 6 orang tua dan anak (100%). Komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting untuk perkembangan bahasa anak. Perkembangan komunikasi pada anak usia dini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata masih terdapat kata-kata ulangan. Anak usia dini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai 900 kata. Anak yang mempunyai keterlambatan dalam perkembangan bahasa akan terjadi gangguan pada kognisi(Behrman, 1996 dikutip dari Hidayat, Aziz Alimul A, 2012). Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami p e n i n g k a t a n k e m a m p u a n b e r p i k i r. Pembelajaran bahasa akanmemengaruhi anak agar dapat belajar dengan optimal. Sehingga anak perlu kegiatan perlu didorong agar sering berkomunikasi. Orang tua yang mendampingi pembelajaran dan mengajak berkomunikasi akan membantu anak menggunakan bahasa dengan lebih tinggi atau meningkatkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. orang tua perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas. Anak dituntut untuk menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan dalam berbahasa. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka anak juga dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas tersebut adalah sebagai berikut: pemahaman, pengembangan perbendaharaan kata, penyusunan kata-kata menjadi kalimat, ucapan (Muhyidin, Muhammad. 2007). Berdasarkan hasil penelitian terdapat persamaan dengan teori yang dikemukakan di atas untuk komunikasi orang tua dengan anak berperan penting dalam perkembangan bahasa anak. Proses perkembangan bahasa dan perbendaharaan kata pada anak usia pra sekolah sangat berpengaruh pada kognisi dan perilakuanak. Orang tua harus sering memberikan dorongan stimulasi dalam berkomunikasi pada anaknya, cara orang tua berkomunikasi harus dengan tepat. SIMPULAN Komunikasi pada anak usia 3 tahun hampir setengah termasuk dalam kriteria cukup di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. Kemampuan berbahasa sebagian besar pada anak usia 3 tahun adalah cukup di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. Seluruhnya (anak usia 3 tahun) yang mendapat komunikasi dengan criteria baik mempunyai kemampuan berbahasa baik di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. DAFTAR PUSTAKA Hurlock E B. (1985). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: EGC. Cangara H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta; Raja Grafindo Persada. Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1, Edisi Kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu 5 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Wibisono S. (2008). Biostatistik Penelitian Kesehatan: Biostatistik dengan Komputer (SPSS 16 For Windows). Surabaya: Percetakan Duatujuh. Singgih G D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan 13. Jakarta: Gunung Mulia. Rahayuni J. (2008). Kamus Keperawatan. Penerbit: Dinamika Press. Fitriani Y L. (2009). Aspek Bahasa Anak 0-5 Tahun. Fakultas Psikolog Universitas Pasundan Bandung. Pustaka Unpad. September 2009. Bambang H. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif (Teori dan Aplikasi). Cetakan ke 2. Edisi Revisi. Surabaya: Perwira Media Nusantara. Judarwanto W. (2010). Faktor Risiko Gangguan Berbahasa Pada Anak. Children Speech Clinic Information Education Jakarta . Word Press. Desember 2010. Suyadi, 2010. Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Cetakan pertama. Yogyakarta: Pedagogia. Tandry N. (2011). Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak dan Masalahnya. Edisi Pertama. Jakarta: Libri. Wahyu, Ratna P. (2011). Perkembangan Bahasa dan kecerdasan Anak. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Perguruan IKIP PGRI Semarang. Ejournal Volume 1. Nomor 2. Desember 2011. Fitriyanti D, Induniasih, Nursanti I, Prayogi A S. (2011). Hubungan Aantara Pola Asuh Ibu Dengan Perkembangan Bahasa Anak Toddle. Program Studi Keperawatan Politeknik Kesehatan K e m e n k e s Yo g y a k a r t a . J u r n a l Penelitian Kesehatan Suara Forikes 6 Volume II nomor 1. Januari 2011. Aziz A H. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jilid 1. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. Hurlock E B. (2012). Perkembangan Anak. Jilid 1,Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga. . Susilaningrum, Rekawati, Nursalam, Utami, Sri. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jilid 1, Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika. Upton P. (2012). Psikologi Perkembangan. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Erlangga. Gunawan, Hendri. (2013). Komunikasi Orang Tua.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. E-journal Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMPUNYAI BAYI TENTANG PENTINGNYA ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI E-mail : [email protected] Nunuk Nurhayati ABSTRACK Breast milk is the main food for the baby, which is much needed by him, there is no other food that is able to match the nutritional content. Breast milk also has substances called antibodies because it contains more than 100 kinds of nutrients including AA, DHA, taurine and spyngomielin that are not contained in cow's milk, which can protect babies from disease during breast-feeding mothers, and some time after that. Knowledge is the result of "know" and this occurs after the hold sensing to a particular object. Sensing the object occurs through the human senses of sight, hearing, smell, taste and touch with his own (Henry, 2010). This type of research is observational, based on the time grouped in cross sectional and an analytical study. There are two variables: mothers who have babies knowledge about the importance of breastfeeding and nutritional status of infants. The population used is all baby and mother who has been in RB Ananda - Jabon - Mojokerto in September - November 2014 Based on statistical test Chi-Square got value X2 = 3.588 with significance value = 0.465> of a 0, 05 so that Ho is accepted, H1 is rejected, it can be concluded that there is no relationship of knowledge mothers with babies on breast milk with infant nutritional status in RB Ananda - Jabon - Mojokerto. Based on these results it can be concluded that there is no relation between knowledge mothers with babies on breast milk with infant nutritional status because of the good nutritional status is not only influenced by good knowledge, but also influenced by infectious diseases that may be suffered by the baby and also supported with food security family, people's purchasing power and attitude toward parenting the baby so the midwife needs to provide counseling every Posyandu activities toddlers. Keywords: Knowledge, baby nutrition status ABSTRAK ASI merupakan makanan utama bagi bayi, yang sangat dibutuhkan olehnya, tidak ada makanan lainnya yang mampu menandingi kandungan gizinya. ASI juga terdapat zat-zat yang disebut antibody karena mengandung lebih 100 jenis zat gizi diantaranya AA, DHA, taurin dan spyngomielin yang tidak terkandung dalam susu sapi, yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu. Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu ” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri (Wawan, 2010). Jenis penelitian ini adalah observasional, berdasarkan waktunya dikelompokan dalamCross Sectional dan merupakan penelitian analitik.Terdapat 2 variabel yaitu pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang pentingnya ASI dan status gizi bayi.Populasi yang digunakan adalah semua Ibu yang mempunyai bayi dan berkunjung di RB Ananda - Jabon – Mojokerto pada bulan September – Nopember 2014 Berdasarkan uji statistik secara Chi-Square didapatkan nilai X2 = 3,588 dengan nilai signifikasinya = 0,465 > dari a 0, 05 sehingga Ho diterima, H1 di tolak maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu 7 yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi karena Status gizi yang baik tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik saja tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang mungkin diderita bayi dan juga didukung dengan ketahanan pangan keluarga, daya beli masyarakat dan sikap terhadap pola asuh bayi sehingga bidan perlu memberikan penyuluhan setiap kegiatan posyandu balita. Kata Kunci : Pengetahuan, Status gizi bayi PENDAHULUAN Pemberian ASI setelah bayi di lahirkan sampai bayi berusia 2 tahun sungguh merupakan fondasi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.ASI merupakan makanan yang terlengkap bagi anak yang memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kesehatan.Karena itu seorang ibu hendaknya menyui anaknya dari air susunya. Para dokter sepakat bahwa cara yang terbaik dalam memberikan makanan pada bayi, pada usia 0 - 2 tahun pertama adalah dengan memberikan ASI secara alami. ASI merupakan makanan utama bagi bayi, yang sangat dibutuhkan olehnya, tidak ada makanan lainnya yang mampu menandingi kandungan gizinya. ASI juga terdapat zat-zat yang disebut antibody karena mengandung lebih 100 jenis zat gizi diantaranya AA, DHA, taurin dan spyngomielin yang tidak terkandung dalam susu sapi, yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu. Bayi yang senantiasa mengkonsumsi ASI jarang mengalami infeksi saluran pernapasan atas pada tahun pertama kelahiran, jika dibandingkan d e n g a n b a y i y a n g t i d a k mengkonsumsinya.Pertumbuhan dan perkembangan bayipun berlangsung dengan baik berkat ASI.Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu ” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri (Wawan, 2010). Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia pada tahun 2003 diketahui bahwa angka pemberian ASI turun dari 49% menjadi 39% padahal target pemerintah Indonesia tahun 2006 sebesar 80% ibu bisa memberikan ASI.Di Jawa Timur Program Dinas Kesehatan kota 8 Surabaya menargetkan tercapainya pemberian ASI tahun 2010 sebesar 70 % dan untuk tahun 2011 sebesar 90% tetapi ASI di wilayah kabupaten Mojokerto tahun 2006 hanya sebesar pencapaian ibu dalam pemberian ASI pada tahun 2003 hanya sebesar 47,42%, tahun 2004 sebesar 58,9%, tahun 2006 sebesar 64,1%. Cakupan 37,71% dari jumlah bayi 12.731, tahun 2007-2009 sebesar 45,17% dan tahun 2010-2011 mencapai 46,19% bayi yang mendapat ASI.Penelitian yang sudah dilakukan oleh Aries Dian Pertiwi di Puskesmas Bugangan – Semarang dengan judul penelitian “ hubungan karakteristik ibu dan lama pemberian ASI dengan penyakit infeksi dan status gizi bayi usia 0-6 bulan “ didapatkan lebih dari separuh ibu berpengetahuan cukup tentang separuh ibu berpengetahuan cukup tentang pemberian ASI serta tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi bayi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RB Ananda – Jabon – Mojokerto yang dilakukan pada 10 ibu didapatkan 3 ibu mempunyai pengetahuan baik tentang ASI dimana bayinya mempunyai status gizi baik, 3 orang ibu mempunyai pengetahuan cukup tentang ASI dan bayinya berstatus gizi baik serta 4 orang ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang ASI,bayinya juga berstatus gizi baik. Menyusui anak bisa menciptakan ikatan psikologi dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindung dalam dekapan ibunya, mendengar degup langsung jantung ibu serta merasakan sentuhan ibu disaat disusui olehnya(Dwi Sunar, 2009). Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian ASI dengan status gizi bayi berdampak makro yaitu pada bayi yaitu menurunkan resiko terjadinya infeksi misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan, dan infeksi telinga dan resiko penyakit non infeksi seperti alergi, kurang gizi serta dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga IQ dan EQ bayi menurun dan berdampak mikro yaitu ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi kurang terjalin dengan baik. Untuk itu Petugas Kesehatan Khususnya bidan harus banyak berperan aktif dalam memberikan penyuluhan kepada ibu untuk selalu memberikan ASI pada bayinya agar bayinya kebal terhadap penyakit dan tidak terganggu pertumbuhan dan perkembangannya.Dari kenyataan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon - Mojokerto” METEDOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional, yakni hanya mengamati tanpa melakukan intervensi pada objek penelitian. Berdasarkan waktunya penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional yakni dengan melakukan pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu. Berdasarkan analisa data, penelitian ini merupakan penelitian analitik. Penelitian analitik adalah penelitian kebidanan yang membandingkan antara variabel satu dengan variabel lainya. Penelitian ini memastikan adakah hubungan dengan variabel independent dan variabel dependent. Populasi dalam penelitian ini adalah Semua Ibu yang mempunyai bayi dan berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto pada bulan September s/d Nopember 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Ibu yang mempunyai bayi dan berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto pada bulan September s/d Nopember 2014. Dalam penelitian ini menggunakan simple Random Sampling Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah Pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah status gizi bayi Penelitian ini dilakukan di RB Ananda – Jabon – Mojokerto tahun 2014 dan waktu penelitian September – Nopember 2014. Data yang sudah dikumpulkan dilakukan skoring kemudian data dihitung presentasinya dan dilakukan tabulasi silang.Untuk mengetahui hubungan variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan uji statistik Chi-square (X2). Dari hasil uji chi-square X2 hitung ≥X2 tabel maka Ho ditolak berarti tidak ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI Eklusife dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto tahun 2 2 2014. Sedangkan apabila X hitung < X tabel maka Ho diterima berarti ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto tahun 2014. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI di RB Ananda – Jabon –Mojokerto . Pengetahuan Pengetahuan Baik Pengetahuan Cukup Pengetahuan Kurang Total Frekuensi 10 13 7 30 Persentase (%) 33 43 24 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai bayi dan yang berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto hampir setengahnya berpengetahuan cukup yaitu 43% dan sebagian kecil berpengetahuan kurang yaitu 24%. Tabel 2 Distribusi frekuensi Status Gizi Bayidi RB Ananda-Jabon- Mojokerto Status Gizi Bayi Status Gizi Baik Status Gizi Kurang Status Gizi buruk Total Frekuensi 19 10 1 30 Persentase 64 33 3 100 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berstatus gizi baik yaitu 64% dan sebagian kecil bayi berstatus gizi buruk yaitu 3%. 9 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Ibu yang mempynyai bayi tentang ASI dengan Status Gizi Bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto Pengetahuan Status Gizi Bayi Gizi Gizi Kurang Buruk % N % N % 70,0 3 30,0 0 0 manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya terutama tentang pentingnya pemberian ASI . Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal misalkan dari pengalaman orang tua, pengalaman orang lain, buku, majalah. ASI merupakan makanan utama bagi bayi, yang sangat dibutuhkan olehnya tidak ada makanan lainnya yang mampu menandingi kandungan gizinya. ASI juga terdapat zatzat yang disebut antibody karena mengandung lebih 100 jenis zat gizi diantaranya AA, DHA, taurin dan spyngomielin yang tidak terkandung dalam susu sapi, yang dapat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu. Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan menentukan kesejahteraan dan kejayaan suatu bangsa dan negara. Dalam implementasinya , anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa. Diperlukan perhatian khusus terhadap pemberian gizi sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Gizi pada masa anak sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang bahkan sejak masih dalam kandungan sekalipun, gizi memegang peranan penting. Jumlah Gizi Baik N Pengetahuan 7 Baik Pengetahuan 8 61,5 Cukup 5 Pengetahuan 4 57,1 Kurang 2 Total 19 63,3 10 Hasil Uji statistik Chi Square (χ2) 0,465 n 10 % 100 38,5 0 0 13 100 28,6 1 14,3 7 100 33,3 1 : 3, 588 3,3 30 100 dengan nilai Sig Dari tabel di atas menunjukkan dari 13 ibu yang berpengetahuan cukup sebagain besar bayinya berstatus gizi baik yaitu 61,5% dan dari 7 ibu yang berpengetahuan kurang sebagian besar bayinya berstatus gizi baik yaitu 57,1%. Berdasarkan hasil pengujian Chi-Square 2 didapatkan nilai X = 3,588 dengan nilai signifikasinya = 0,465 > dari α 0, 05 sehingga Ho diterima, H1 di tolak maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon –Mojokerto . PEMBAHASAN 1. Pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI Berdasarkan dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai bayi dan yang berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto hampir setengahnya berpengetahuan cukup yaitu 43% dan sebagian kecil berpengetahuan kurang yaitu 24%. Menurut Wawan dan dewi, 2010 Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu ” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan 10 2 Status Gizi Bayi Berdasarkan dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berstatus gizi baik yaitu 64% dan sebagian kecil bayi berstatus gizi buruk yaitu 3%. Waryana, 2010 Zat gizi adalah unsur yang terdapat dalam makanan dan dapat mempengaruhi kesehatan. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi Menurut Supariyanto, 2012 Status gizi bayi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Ibu dengan asupan makanan sehari-hari yang kurang terutama sejak masa kehamilan dapat menyebabkan produksi ASI akan berkurang atau bahkan tidak keluar sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi bayinya . Agar ASI yang diproduksi mencukupi kebutuhan gizi bayi perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas makanan ibu. Sikap ibu dalam memberikan ASI kepada bayi akan dapat mempengaruhi dalam status gizi bayi yang baik karena ASI adalah makanan pokok dari bayi. Nutrisi Terpenting yang diperoleh pertama kali saat bayi lahir adalah ASI. ASI merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis maupun biologis yang harus diberikan kepada bayi di awal kehidupannya. Hal ini dikarenakan selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang akan melindungi dari berbagai jenis penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan bayi tersebut. 3 Hubungan Pengetahuan Ibu yang mempunyai bayi Tentang ASI dengan Status Gizi Bayi di RB Ananda – Jabon– Mojokerto . Berdasarkan dari tabel 3 di atas menunjukkan dari 13 ibu yang berpengetahuan cukup sebagain besar bayinya berstatus gizi baik yaitu 61,5% dan dari 7 ibu yang berpengetahuan kurang sebagian besar bayinya berstatus gizi baik yaitu 57,1%.dari tabel 4.6 di atas menunjukkan dari 13 ibu yang berpengetahuan cukup sebagain besar bayinya berstatus gizi baik yaitu 61,5% . Menurut Waryana, 2010 Faktor penyebab yang mempengaruhi gizi bayi ada dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yaitu makanan bayi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita bayi dan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pengetahuan, pola pengasuhan bayi, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. ASI mempunyai nilai nutrisi yang secara kuantitas seimbang serta secara kualitas sangat unggul. Komposisi nutrien (zat gizi) yang terdapat di dalam ASI sangat tepat dan ideal untuk tumbuh kembang anak. Disamping itu komposisi ASI juga menyebabkan bayi dan anak yang mengkonsumsi terjaga kesehatannya Berdasarkan hasil pengujian Chi-Square didapatkan nilai X2 = 3,588 dengan nilai signifikasinya = 0,465 > dari α 0, 05 sehingga Ho diterima, H1 di tolak maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI Eksklusif dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto bulan September Nopember 2014. Status gizi yang baik tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik saja tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang mungkin diderita bayi dan juga didukung dengan ketahanan pangan keluarga, daya beli masyarakat dan sikap terhadap pola asuh bayi. Menurut Soetjiningsih, 2014 Bayi adalah usia 0-12 bulan. Pada saat pada bayi berusia 6 bulan perlu diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi yang berusia 6 bulan-24 bulan. Peranan makanan pendamping ASI ini bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk melengkapi ASI. Jadi makan pendaping ASI harus tetap diberikan kepada bayi selain ASI. Hal ini ditunjang dengan penelitian Riqkia Nuranita, bahwa bayi yang mendapat MP-ASI tepat waktu cenderung 11 memiliki status gizi normal sebesar 88,4%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa status gizi bayi tidak hanya ditentukan dari ASI saja melainkan ditunjang dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) terutama bagi bayi yang berusia 6 bulan keatas. Bayi yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada bayi yang makanannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama – sama merupakan penyebab kurang gizi. Gangguan proses pemberian ASI pada prinsipnya berakar dari kurangnya dukungan keluarga serta kualitas dan kuantitas gizi dari ibu yang menyusui dan faktor kejiwaan, Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional dapat mempengaruhi kegagalan ibu dalam menyusui. Ibu dengan asupan makanan sehari-hari yang kurang bergizi terutama sejak masa kehamilan dapat menyebabkan produksi ASI akan berkurang atau bahkan tidak keluar sehingga akan berpengaruh terhadap bayinya. Komposisi ASI sudah dianggap cukup untuk kebutuhan gizi bayi dan supaya ASI yang diproduksi mencukupi kebutuhan bayi perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas makanan ibu. KESIMPULAN 1. Ibu yang yang mempunyai bayi dan yang berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto hampir setengahnya berpengetahuan cukup tentang ASI yaitu 43% dan sebagian kecil berpengetahuan kurang tentang pemberian ASI yaitu 24%. 2. Sebagian besar bayi berstatus gizi baik yaitu 64% dan sebagian kecil bayi berstatus gizi buruk yaitu 3%. 3. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto 12 DAFTAR PUSTAKA Aslis wirda, 2009Buku saku gizi bayi. Jakarta :EGC Alimul A. 2012 . Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta : SalembaMedika. ___________,-2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Satu. Jakarta : Salemba Medika Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC Bahiyatun, 2009. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakarta : EGC Dwi Sunar, 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Surabaya : Sekarini Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011, Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Hariyani Sulistyoningsih, 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan anak.Jakarta: Graha Kemenkes RI, 2011. Buku Kesehatan Ibu dan Anak . Jakarta : Kemenkes RI Setyo Retno, 2011.Asuhan Kebidanan ibu nifas. Jakarta : Graha Supariasa I Dewa Nyoman, 2012. Penilaian status gizi.Jakarta : EGC Notoadmojo Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika. Nurheti, 2010.Keajaiban ASI. Jakarta:Nuha Medika Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Jakarta : Salemba Medika Wawan dan Dewi, 2010.Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia . Yogyakarta:Nuha Medika Wibisono, 2009. Biostatistik penelitian kesehatan. Surabaya : percetakan dua tujuh. Yetti Anggraeni, 2010. Asuhan Kebidanan masa Nifas.Jakarta : Graha HUBUNGAN PENINGKATAN BERAT BADAN IBU HAMIL (> 24 MINGGU) DENGAN PERTUMBUHAN JANIN BERDASARKAN TFU DI RSIA PRIMA HUSADA SIDOARJO E-mail : [email protected] Ari Sita W, Maaqfirotin ABSTRACT Increase in maternal weight during pregnancy is a sign of maternal adaptation to fetal growth. Analysis of various studies indicate that increased body weight associated with physiological changes that occur in pregnancy. Based on initial survey of 11 people found that there are 2 people pregnant pregnant women whose weight did not rise high and 5 people uteri fundus abnormalities. The purpose of this study to determine the correlation of weight gain of pregnant women (> 24 weeks) with fetal growth by high fundus uteri on RSIA Prima Husada Sidoarjo. In this study using the analytic methods of observational research with cross sectional study design. The population in this study were all pregnant women aged more than 24 weeks of pregnancy are pregnancy checked at Prima Husada RSIA with large samples of 73 pregnant women with Saturated Samples taken with the technique. Based on the results of 73 studies found that pregnant women who are aged more than 24 weeks of pregnancy most of the weight gained by the number of 56 people (76.71%), whereas the high fundus uteri in pregnant women is largely normal with the number 43 people (58, 91%). From the results of data analysis using chi square test showed the results of calculating (3.85) > table (3.84) = Ho rejected H1 accepted. So that there is a correlation between weight gain of pregnant women with fetal growth based on high-fundus uteri. Midwives are expected to improve midwifery services to provide counseling on the importance of balanced nutrition in pregnant women that gained weight with age of pregnancy that affect the growth of the fetus in the womb. Keywords: Maternal Weight, Fetal Growth High Fundus Uteri ABSTRAK Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adanya adaptasi ibu terhadap pertumbuhan janin. Analisis dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang bertambah berhubungan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan. Berdasarkan survey awal didapatkan bahwa dari 11 ibu hamil ada 2 ibu hamil yang berat badannya tidak naik dan 5 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya abnormal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan peningkatan berat badan ibu hamil (>24 minggu) dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri di RSIA Prima Husada Sidoarjo. Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang usia kehamilannya lebih dari 24 minggu yang memeriksakan kehamilannya di di RSIA Prima Husada Sidoarjo dengan besar sampel 73 ibu hamil yang diambil dengan teknik Sampel Jenuh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 73 ibu hamil yang usia kehamilannya lebih dari 24 minggu sebagian besar berat badannya naik dengan jumlah 56 ibu hamil (76,71%), sedangkan tinggi fundus uteri pada ibu hamil sebagian besar tidak normal dengan jumlah 43 ibu hamil (58,91%). Dari hasil analisis data menggunakan uji chi square menunjukkan hasil X2 hitung (3,85) >X2 tabel (3,84) = Ho ditolak H1 diterima. Sehingga ada hubungan antara peningkatan berat badan ibu hamil dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri. Bidan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan dengan memberikan konseling tentang pentingnya gizi seimbang pada ibu hamil agar berat badannya naik seiring dengan pertambahan usia kehamilan yang berpengaruh pada pertumbuhan janin di dalam rahim ibu. Kata kunci : Berat Badan Ibu Hamil, Pertumbuhan Janin berdasarkan TFU 13 PENDAHULUAN Kehamilan adalah suatu hal dalam kehidupan yang dapat membuat keluarga bahagia. Pada kehamilan terjadi perubahan fisik dan mental yang bersifat alami. Para calon ibu harus sehat dan mempunyai gizi cukup (berat badan normal) sebelum hamil dan setelah hamil. Harus mempunyai kebiasaan makan yang teratur dan tidak merokok. Jika ibu tidak mendapat gizi yang cukup selama kehamilan, maka bayi yang dikandungnya akan menderita kekurangan gizi (Paath, 2004 : 51). Status diet dan nutrisi ibu hamil mempunyai dampak langsung pada perjalanan kehamilan dan bayi yang akan dilahirkannya. Malnutrisi yang terjadi pada bulan awal kehamilan memengaruhi perkembangan dan kapasitas embrio untuk bertahan hidup, nutrisi yang buruk pada masa lanjut kehamilan memengaruhi pertumbuhan janin (Paath, 2004 : 6). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke lima yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai 75% resiko jumlah kematian ibu (www. AKI dan AKB MDGs. html diakses 25 Februari 2012). Angka kematian ibu (AKI) menurut MDGs tahun 2015 sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2009 dicapai angka 226 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2010 masih tinggi yaitu 207 per 100.000 kelahiran hidup. Bappenas (2008) mencatat angka kematian ibu (AKI) pada negara-negara besar di ASEAN. Beberapa negara diantaranya adalah Brunai Darussalam 37 ibu meninggal per 100.000 penduduk, Kamboja 450 kematian ibu per 100.000 penduduk, Laos mencapai 650 kematian ibu per 100.000 penduduk, Myanmar sebanyak 360 kematian ibu per 100.000 penduduk, Malaysia 41 kematian ibu per 100.000 penduduk. Sedangkan pada negara Vietnam 130 kematian per 100.000 penduduk (http//bappenas.go.id. 14 diakses 20 Februari 2012). Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adanya adaptasi ibu terhadap pertumbuhan janin. Analisis dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang bertambah berhubungan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dan lebih dirasakan pada ibu primigravida untuk menambah berat badan pada masa kehamilan (Asrinah, 2010 : 69). Ibu yang sedang hamil mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg. Pada trimester 1 kenaikan berat badan seorang ibu tidak mencapai 1 kg, namun setelah mencapai trimester ke-2 pertambahan berat badan semakin banyak yaitu 3 kg dan trimester 3 sebanyak 6 kg. Kenaikan tersebut disebabkan karena adanya pertumbuhan janin, plasenta dan air ketuban. Kenaikan berat badan yang ideal untuk seorang ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak gemuk. Jika berat badan ibu tidak normal maka akan memungkinkan terjadinya keguguran, lahir prematur, BBLR, gangguan kekuatan rahim saat kelahiran (kontraksi), dan perdarahan setelah persalinan (Atikah, 2009 : 53). Disarankan juga kepada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya lebih dari 1 kg. Perkiraan peningkatan berat badan: 4 kg dalam kehamilan 20 mnggu, 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir), totalnya sekitar 12,5 kg (Salmah, 2006 : 61). Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis, pubis, umbilikus, atau prosesus xifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan ukuran tubuh ibu. Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi fundus uteri, para peneliti saat ini menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas simfisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Teknik ini sangat berguna di negara berkembang sebagai alat tapis awal dan dapat dilakukan oleh para dokter dan bidan dengan efisiensi yang setara (Kusmiyati, 2009 : 51). Berdasarkan survei awal pada tanggal 28 Februari 2012 di RSIA Prima Husada Sidoarjo ada 11 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya. Dari 11 ibu hamil tersebut berat badan yang naik ada 9 ibu hamil (81,82%), berat badan yang tidak naik ada 2 ibu hamil (18,18%). Pada pengkajian pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri ada 6 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya normal (54,54%) dan 5 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya abnormal (45,45%). Maka masalah dalam penelitian ini adalah peningkatan berat badan ibu hamil berhubungan dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri, sehingga akan menimbulkan masalah pada pertumbuhan dan perkembangan janin. Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian di RSIA Prima Husada Sidoarjo, guna mengetahui apakah ada hubungan berat badan ibu hamil dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi ibu hamil selama masa kehamilan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional. Berdasarkan waktunya penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional. Bedasarkan analisa data, penelitian ini merupakan penelitian analitik. Peneliti ini memastikan adakah hubungan dengan variabel independent dan variabel dependent. Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu di RSIA Prima Husada Sidoarjo. Sampelnya adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu di RSIA Prima Husada Sidoarjo sebanyak 73 ibu hamil dan teknik pengambilan sampel menggunakan purpusive sampling Variabel bebas (independent)adalah peningkatan berat badan ibu hamil lebih dari 24 minggu dan variabel terikat (dependent) adalah pertumbuhan janin berdasarkan TFU Penelitian dilakukan di RSIA Prima Husada Sidoarjo Jl. Letjen Suprapto No. 3 Waru-Sidoarjo. Waktu penelitiandilakukan pada bulan Februari - Agustus 2012. Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang. Untuk mengetahui hubungan variabel independent terhadap variabel dependent maka dilakukan uji statistic Chisquare (X2) HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Umur Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Umur < 20 tahun 20 - 30 tahun > 30 tahun Jumlah Frekuensi 4 50 19 73 Persentase (%) 5,48 68,49 28,02 100 Dari tabel I didapat bahwa sebagian besar ibu hamil berumur 20-30 tahun sebanyak 50 ibu hamil (68,49%). Tabel 2. Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Paritas Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Paritas Primigravid Multigravida Grande multigravid Jumlah frekuensi 35 37 1 73 presentasi 47,94 50,68 1,37 100 Dari tabel I.2 dapat disimpulkan bahwa paritas ibu hamil sebagian besar adalah multigravida sebanyak 37 ibu hamil (50,68%). Tabel 3 Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 minggu) Beratbadan Naik Tidaknaik Jumlah Jumlah 56 17 73 Persentase(%) 76,71 23,29 100 Dari tabel I.3 dapat disimpulkan bahwa peningkatan berat badan ibu hamil (>24 minggu) sebagian besar adalah naik sebanyak 56 ibu hamil (76,71%). Tabel 4 Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan Pertumbuhan Janin Berdasarkan Tinggi Fundus Uteri (TFU) Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Kriteria Normal Abnormal Jumlah Frekuensi 30 43 73 Persentase (%) 41,09 58,91 100 15 Dari tabel 4 didapat disimpulkan bahwa pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU) adalah abnormal sebanyak 43 ibu hamil (58,91%). primigravida untuk menambah berat badan pada masa kehamilan. Selama trimester I, kisaran pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg (350-400 gr/minggu), sementara trimester II & III sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu (Arisman, 2009 : 11). Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa, sebagian besar ibu hamil berat badannya sudah naik, meskipun kenaikannya tidak sesuai dengan kriteria normal. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi dari ibu sehingga berat badan ibu naik tetapi tidak maksimal. Oleh karena itu bidan diharapkan dapat memberikan konseling tentang pentingnya gizi seimbang untuk ibu hamil sehingga berat badan ibu hamil mengalami kenaikan sesuai pertambahan usia kehamilan. Tabel 5. Hubungan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 minggu) Dengan Pertumbuhan Janin Berdasarkan TFU Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Peningkatan Berat Badan Naik Tidak naik Jumlah TFU Normal n (%) 27 (48,21) 3 (17,65) 30 (41,09) Abnormal n (%) 29 (51,79) 14 (82,35) 43 (58,91) Jumlah n (%) 56 (100) 17 (100) 73 (100) Dari tabel.5 menunjukkan, dari 73 ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu, dapat disimpulkan bahwa 56 ibu hamil yang berat badannya naik dan sebagian besar tinggi fundus uterinya abnormal sebanyak 29 ibu hamil (51,79%), sedangkan dari 17 ibu hamil yang berat badannya tidak naik dan tinggi fundus uterinya abnormal sebanyak 14 ibu hamil (82,35%). Dari hasil analisis data menggunakan uji Chi Square menunjukkan hasil X2 hitung (3,85) > X2 tabel (3,84) = Ho ditolak H1 diterima. Sehingga ada hubungan antara peningkatan berat badan ibu hamil dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU). PEMBAHASAN 1. 16 Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 Minggu) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 73 ibu hamil yang berat badannya naik yaitu sebesar 56 ibu hamil (76,71%). Sedangkan ibu hamil yang berat badannya tidak naik yaitu sebesar 17 ibu hamil (23,29%). Menurut (Asrinah, 2010) peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adanya adaptasi ibu terhadap pertumbuhan janin. Analisis dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang bertambah berhubungan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dan lebih dirasakan pada ibu 2. Pertumbuhan Janin Berdasarkan Tinggi Fundus Uteri (TFU) Dari hasil penelitian menunjukkan, dari 73 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya normal sebesar 30 ibu hamil (41,09%), sedangkan yang tinggi fundus uterinya abnormal sebesar 43 ibu hamil (58,91%). Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta sebagai akar yang akan memberikan nutrisi. Umur janin yang sebenarnya dihitung dari saat fertilisasi atau sekurang-kurangnya dari saat ovulasi. Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi tiga tahap penting yaitu tingkat ovum (telur) umur 0-2 minggu, dimana hasil konsepsi belum tampak berbentuk dalam pertumbuhan, embrio (mudigah) antara umur 3-5 minggu dan sudah terdapat rancangan bentuk alat-alat tubuh, janin (fetus) sudah berbentuk manusia dan berumur di atas 5 minggu (Kusmiyati, 2009 : 38). Kenyataan hasil di lapangan didapatkan sebagian besar tinggi fundus uteri ibu hamil abnormal. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya kelainan pada ibu, janin maupun plasenta. Selain itu asupan nutrisi juga berperan penting dalam proses pertumbuhan janin selama masa kehamilan. Sehingga pada saat dilakukan pengukuran tinggi fundus uteri bisa terjadi kenaikan ataupun tinggi fundus uteri ibu tetap. Oleh karena itu diharapkan untuk ibu hamil dapat mengatur asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh guna memenuhi kebutuhan nutrisi janin dan teratur melakukan pemeriksaan kehamilan agar mengetahui kondisi ibu dan janin dalam keadaan normal sampai pada waktu proses persalinan. 3. Hubungan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 Minggu) dengan Pertumbuhan Janin Berdasarkan TFU Di RSIA Prima Husada Sidoarjo Dari hasil penelitian menunjukkan, dari 73 ibu hamil yang berat badannya naik dan tinggi fundus uterinya abnormal adalah 29 ibu hamil (51,79%), sedangkan ibu hamil yang berat badannya tidak naik dan tinggi fundus uterinya abnormal adalah 17 ibu hamil (82,35%). Peningkatan berat badan sangat menentukan kelangsungan hasil akhir kehamilan. Bila ibu hamil kurus atau gemuk sebelum hamil akan menimbulkan risiko pada janin terutama apabila peningkatan atau penurunan sangat menonjol. Bila sangat kurus maka akan melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR), namun berat badan bayi dari ibu hamil dengan berat badan normal atau kurus, lebih dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan berat badan selama hamil. Sebab-sebab terjadinya penurunan atau peningkatan berat badan yang mencolok, yaitu multipara, edema, hipertensi kehamilan, makan berlebihan/banyak. Pada obesitas, cenderung terjadi makrosomia dan disproporsi sefalo pelviks (Salmah, 2006 : 111). Kenyataan hasil di lapangan didapatkan sebagian besar ibu hamil yang berat badannya naik dan tinggi fundus uterinya abnormal adalah 51,79%. Hal ini bisa disebabkan karena adanya berbagai faktor diantaranya kelainan pada uterus, kehamilan tunggal, ganda atau triplet dan infeksi intra uterin. Sehingga berat badan ibu hamil naik tetapi tinggi fundus uterinya abnormal. Oleh karena itu, ibu hamil diharapkan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk mengetahui secara dini adanya komplikasi selama masa kehamilan. KESIMPULAN 1. Peningkatan berat badan ibu hamil (>24 minggu) di RSIA 1. Prima Husada Sidoarjo sebagian besar adalah naik sebanyak 56 ibu hamil (76,71%). 2. Pertumbuhan janin yang diukur berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU) di RSIA Prima Husada Sidoarjo sebagian besar adalah tidak normal sebanyak 43 ibu hamil (58,91%). 3. Ada hubungan peningkatan berat badan ibu hamil (>24 minggu) dengan pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU) di RSIA Prima Husada Sidoarjo. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Tinggi Fundus Uteri. http://ml.scribd.com/doc/43963095/Penguk uran-Tinggi-Fundus-Uteri. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. Asrinah dan Shinta Siswoyo Putri. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Bobak, Laudermilk dan Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Cunningham, Gary F. 2005. Obstetri William. Jakarta : EGC. Hidayat, Alimul Aziz. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa. Jakarta : Salemba Medika. . 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Http : www. AKI dan AKB MDGs. html (situasi 25 Februari 2012). Http//bappenas. go.id (situasi 20 Februari 2012). Kusmiyati, Yuni., dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya. Mamik. 2011. Metode Penelitian Kesehatan dan Kebidanan. Surabaya : Prius Media Publishing. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka Cipta. 17 Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Paath, Erna Francin., Yuyum Rumdasih., dan Heryati. 2004. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YPBSP. Proverawati, Atikah dan Siti Asfuah. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Salmah dan Rusmiati. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC. Saminem. 2008. Kehamilan Normal. Jakarta : EGC. Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC. Soesanto, Wibisono. 2011. Biostatistik Penelitian Kesehatan : Biostatistik Dengan Komputer (SPSS 16 for Windows). Surabaya : Perc. Dua Tujuh. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Supariasa, I Dewa Nyoman, Ibnu Fajar, dan Bachyar Bakri. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Walsh, Linda V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC. 18 PENGARUH MASSAGE ENDORPHIN TERHADAP NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF PADA PERSALINAN PRIMIGRAVIDA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI AISYAH SURABAYA E-mail : [email protected] Ummul Fithriyati ABSTRACT Confinement is a continous event of childbirth, started with uterus contraction to the delivery of conceptionn product. Physiologycal stress responses often resulted by the pain of the uterin contraction. Endorphin massage could be used as the alternative way of reducing pain without resulting any negative effect. It is a light massage which give some confortable feeling when the confinement. The study was aimed to explain the quality of confinement pain of the first stage in an active phase of prime gravida who have gotten endorphine massage. Design used in this study was pre-experimental in static group comparison post test only design. The population was pregnant prime gravida who checked their pregnancy at Mother and child hospital Siti Aisyah Surabaya. Ammount of samples are 28 who delivered their first babies, who choosen used consecutive techniques of sampling. They were divided into controle group and treatment group, each contains 14 respondents. Independent variabel is endorphine massage and the dependent variabel are beta endorphin level and pain respons behavior of active stage I. Data were analyzed by using independent t – test and chi square with level of significance of 0.05. Result showed that endorphine massage is an effective way to raise endorphine level and proven by p = 0.010 (p < 0.05) means statistically there is significant different level of endorphin to the control and treatment group. The endorphine massage is effective to decrease response behavior of confinement proven by statistic test p = 0.000 (p < 0,05), means statistically there is significant difference of pain respons behaviors of confinement between treatment and control group. It can be concluded that endorphin massage has effect to raise endorphin serum and decrease pain responses behavior of first stage confinement woman in prime gravida. Keywords: endorphin massage, Endorphin level, pain respons behavior of confinement. PENDAHULUAN Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari kontraksi uterus sampai dengan pengeluaran produk konsepsi (janin, plasenta dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar, dengan usaha dan kekuatan ibu sendiri (Batbual, 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi persalinan adalah nyeri persalinan. Nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme fungsional yang menyebabkan respon stres fisiologis, nyeri persalinan yang lama menyebabkan hiperventilasi sehingga menurunkan kadar PaCO2 ibu dan peningkatan pH (Bobak, 2004). Nyeri menyebabkan aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan persalinan lama, dan dapat mengancam kehidupan janin dan ibu (Mander 2003). Massage endorphin dapat sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat nyeri tanpa menimbulkan efek yang merugikan seperti pada pemberian obat farmakologi. Massage endorphin adalah teknik sentuhan dan pemijatan ringan yang dapat memberikan rasa tenang dan nyaman pada ibu baik menjelang proses persalinan maupun saat persalinan berlangsung (Kuswandi, 2010). Massage endorphin secara fisiologis dapat mengendalikan nyeri persalinan dengan merangsang produksi endorphin dan menutup gerbang kendali nyeri melalui pelepasan serabut besar (Batbual, 2010). Namun, Sampai saat ini kualitas nyeri persalinan yang terjadi pada persalinan yang mendapatkan massage endorphin belum dapat dijelaskan. Berdasarkan survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyebab langsung kematian ibu antara lain perdarahan (28%), 19 eklampsia (24%), infeksi (11%), persalinan lama (5%), dan abortus (5%). Saat ini 20% hingga 50% persalinan di rumah sakit swasta dilakukan dengan sectio caesaria, operasi sectio caesaria yang tinggi disebabkan para ibu yang hendak bersalin lebih memilih operasi yang relatif tidak nyeri, kegagalan kemajuan persalinan adalah indikasi paling sering untuk sectio caesarea (Abidin, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan pada masyarakat primitif lebih lama dan nyeri, sedangkan masyarakat yang lebih maju hanya 7 – 14% bersalin tanpa rasa nyeri dan sebagian besar (90%) persalinan disertai rasa nyeri (Wiknjosastro, 2006). Gifford dkk (2000) melaporkan bahwa persalinan yang tidak maju merupakan alasan bagi 68% non elektif pada presentasi kepala (Bobak, 2004). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryding (1993) dalam Hutajulu (2003) bahwa dari 33 wanita yang ingin bersalin dengan sectio caesaria didapatkan 95% (28 orang) wanita memberikan alasan karena pengalaman nyeri persalinan. Data survey Demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003 menunjukkan kejadian persalinan tidak normal sebesar 30%. Massage endorphin dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menurunkan nyeri persalinan, sehingga diharapkan akan meningkatkan prosentase kelahiran normal. Metode untuk menurunkan nyeri pada persalinan dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Perawat mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap metode penurunan nyeri non farmakologi (Batbual, 2010). Metode penurunan nyeri persalinan non farmakologi yang dapat dilakukan adalah mempersilahkan keluarga mendampingi saat persalinan, pemberian informasi, pijatan, sentuhan terapeutik, guide imagery, relaksasi, hypnosis, hydrotherapy, accupressure, akupuntur, aromatherapy, TENS (Yerbi, 2000). Salah satu bentuk metode penurunan nyeri persalinan non farmakologi adalah Massage. Massage menggunakan teori gate control dengan stimulus kutaneus (Batbual, 2010) Massage mempunyai tingkat efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan nyeri persalinan. Penelitian terkait tentang massage (Chambelain, 1999 dalam Lestari, 2010) didapatkan bahwa 90% wanita 20 yang menerima metode relaksasi dan massase sangat baik dalam penurunan nyeri persalinan. Hal tersebut didukung Review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding (2004) yang menunjukkan 87% wanita yang mendapat perlakuan berupa massage oleh suami selama persalinan melaporkan adanya penurunan intensitas nyeri dan mendapatkan dukungan psikologis sehingga menurunkan tingkat kecemasan. Penelitian lain yang dilakukan oleh constance palinsky dari Michigan, teknik massage endorphin dapat menyebabkan peningkatan pelepasan hormon endorphin sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman selama persalinan berlangsung (Kuswandi, 2010). Stimulasi kulit berupa massage endorphin yang dilakukan pada ibu yang akan bersalin menggunakan dasar teori pengendalian gerbang pada transmisi nyeri. Teori ini berkembang dari segi mekanisme neurofisiologi yang menyangkut pengontrolan nyeri dari perifer maupun sentral. Menurut teori ini, afferen terdiri dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang berdiameter besar (Abeta) dan serabut berdiameter kecil (A-delta dan C). Kedua kelompok afferen ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa dan berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap A-beta, A-delta dan C. Apabila substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. aktivitas SG tergantung pada kelompok afferen yang terangsang. βendorphin menghambat produksi PGE2 melalui jalur siklooksigenase. Peningkatan jumlah βendorphin dan penurunan PGE2 memberikan rangsang terhadap non-nociceptive dan hambat nociceptive, sehinga SG aktif dan gerbang kendali menutup. Beberapa penelitian tentang nyeri sudah pernah dilakukan, namun penting juga meneliti tentang mekanisme metode massage endorphin dalam menurunakan nyeri persalinan sebagai salah satu metode yang dapat ditawarkan pada ibu untuk menjalani proses persalinan yang nyaman. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental dengan rancangan Post test Only Control Group Design yaitu kelompok eksperimen menerima perlakuan (X) yang diikuti dengan pengukuran dan observasi (O1), hasil pengukuran dan observasi kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran dan observasi pada kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil primigravida yang datang berkunjung untuk pemeriksaan kehamilan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Aisyah Surabaya yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi: Primigravida, Usia kehamilan 36 – 40 minggu, Umur 20 tahun – 30 tahun, Presentasi belakang kepala, Ukuran panggul dalam batas normal, Suku Jawa, Janin tunggal, hidup, Rawat inap di kelas III, Pendidikan SMP – SMA. Kriteria Eksklusi: Kehamilan Serotinus, Prematuritas, Infeksi, Ketuban Pecah dini, Pre eklamsia dan eklamsia, Perdarahan antepartum, IUFD, Keluarga tidak harmonis Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu hamil primigravida yang yang datang berkunjung untuk pemeriksaan kehamilan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Aisyah Surabaya yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (mendapat perlakuan massage endorphin mulai usia kehamilan 36 minggu) dan kelompok kontrol (tidak mendapat perlakuan) dengan menggunakan teknik Allocation Random Sampling Pemilihan sampel dilakukan secara non random dengan consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan menjadi sampel penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Setiadi, 2007). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemberian massage endorphin dan Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: Kadar β- endorphin yang merupakan parameter laboratoris tingkat nyeri dan respons perilaku nyeri persalinan (skala nyeri VAS) yang merupakan parameter klinis tingkat intensitas nyeri. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Aisyah Surabaya. Waktu penelitian ini secara keseluruhan mulai dari pengamatan pendahuluan adalah bulan Januari – Mei 2011. Hasil penelitian yang diperoleh dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dianalisis dengan perangkat uji statistik SPSS versi 16.0. 1. Uji Normalitas dan homogenitas adalah suatu uji statistik untuk menyatakan normalitas distribusi data variabel penelitian, bila data variabel penelitian berdistribusi normal maka analisis statistik yang digunakan adalah statistik parametrik sebaliknya bila berdistribusi tidak normal maka analisis statistik yang digunakan adalah analisis statistik non parametrik. 2. Uji beda (t – test) adalah untuk menguji perbedaan dua rerata variabel hasil pengukuran kadar endorphin serum. 3. Uji Chi Square untuk menguji perbedaan dua rerata variabel hasil pengukuran respons perlaku nyeri yang diobservasi dengan Visual Analog Scale (VAS) dari Bourbonis pada subjek penelitian pada subyek penelitian yang menjadi kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Uji korelasi untuk mencari hubungan antara penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif dengan peningkatan kadar endorphin serum pada persalinan primigravida yang mendapatkan massage endorphin HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Data tingkat pendidikan ibu bersalin primigravida dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 80% 60% 40% 20% 0% 14.3% 14.3% SMP SMA 21 Gambar 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011 Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah SMA yaitu sebesar 85.7% pada kelompok perlakuan dan 85.7% pada kelompok kontrol 1. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan Data pekerjaan Ibu bersalin primigravida dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 64.30% 35.7% 0% 14.3% 7.1% Gambar 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011 Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah ibu rumah tangga yaitu sebesar 64.3% pada kelompok perlakuan dan 78.6% pada kelompok kontrol. Selain data karakteristik responden tersebut diatas, juga terdapat data agama responden dan didapatkan bahwa semua responden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (100%) beragama islam. Data Khusus Data ini merupakan hasil observasi variabel yang diteliti, yaitu respons perilaku nyeri persalinan dengan menggunakan skala 22 VAS (Visual Analog Scale) dan pemeriksaan kadar endorphin serum responden penelitian pada saat persalinan kala I fase aktif (Pembukaan 4 – 7 cm). Sebelum dilakukan analisis data variabel penelitian, data penelitian terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas. 1. Uji normalitas Uji Normalitas adalah suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah data yang diambil adalah data yang terdistribusi normal. Maksud dari data terdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dan data memusat pada nilai mean dan median. Uji normalitas pada data kadar endorphin serum dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Kadar Endorphin Serum Responden Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011. KolmogorovSmirnov Z Asymp. Sig. (2 tailed) Endorphin Serum 1,012 0,257 Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar endorphin serum responden berada dalam distribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan P = 0,257 > 0,05 2. Uji homogenitas Uji homogenitas pada uji perbedaan dimaksudkan untuk menguji bahwa setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variansi yang sama. Perbedaan yang terjadi dalam hipotesis berasal dari perbedaan antara kelompok, bukan akibat dari perbedaan yang terjadi di dalam kelompok. Homogenitas data hasil pemeriksaan endorphin serum diketahui dengan melakukan uji homogenitas menggunakan analisis Levene's test for equality of variance seperti dalam tabel berikut: Tabel 2 Levene's Test For Equality of Variance Kadar Endorphin Sampel Penelitian di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011 Endorphin Equal Variances assumed Equal Variances not assumed Levene’s test F Sig. 3.201 0.085 berarti terjadi ada pengaruh massage endorphin terhadap kadar endorphin secara signifikan pada kelompok perlakuan yang mendapat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan massage endorphin. 4. Nilai respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif (Skala VAS) Nilai respons perilaku Nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil Levene's test for equality of variance dari kadar endorphin serum adalah p (0,085) > 0.05 yang berarti variabel ini homogen. 3. Hasil pemeriksaan endorphin Hasil pemeriksaan kadar endorphin serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Kadar Endorphin Serum Responden di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011 Kelompok N Minimum Maximum Mean Standart Deviasi Perlakuan 14 72 350 144.43 79.507 Kontrol 14 49 165 79.93 34.215 Jumlah 28 Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata kadar endorphin serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dimana rerata kelompok perlakuan adalah 144.5 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol adalah 79.93. Pengaruh massage endorphin terhadap peningkatan kadar endorphin serum diketahui dengan melakukan analisis data, berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas maka data kadar endorphin serum dapat dianalisis dengan statistik parametrik yaitu menggunakan independent sample t test dan kemudian diketahui bahwa ada perbedaan kadar endorphin serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi p < 0,05 (p = 0.010) yang Tabel 4 Distribusi Frekuensi Respons Perilaku Nyeri Sampel Penelitian di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April – Mei 2011 Kelompok perlakuan Porsentase (%) Kelompok Kontrol Porsentase (%) Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri hebat 1 10 3 0 7.1 71.4 21.4 0 0 3 11 0 0 21.4 78.6 0 Jumlah 14 100 14 100 Mean 2.14 Tingkat Nyeri 2.79 Tabel di atas menunjukkan bahwa bahwa rerata respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok perlakuan adalah 2.14 dan rerata respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok kontrol adalah 2.79, artinya ada perbedaan rerata respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana respons perilaku nyeri pada kelompok yang mendapat perlakuan berupa massage endorphin lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Untuk mengetahui pengaruh massage endorphin terhadap penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif diketahui dengan melakukan analisis data menggunakan analisis chi square dan diketahui bahwa nilai signifikansi respons perilaku nyeri (VAS) yang kemudian dikoreksi dengan Fisher's Exact menjadi 0.007 atau p < 0.05 yang berarti ada perbedaan respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol artinya terjadi ada pengaruh massage endorphin terhadap respons perilaku nyeri yang diukur dengan menggunakan visual analog scale 23 (VAS) secara signifikan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan massage endorphin. 5. Hubungan peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons nyeri persalinan Pembuktian hubungan peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin primigravida maka dilakukan uji korelasi antara kedua variabel dependen dengan menggunakan uji Pearson Product Moment dengan taraf signifikansi 0.05. hasil uji korelasi tersebut dapat dilhat pada tabel di bawah ini: Tabel 5 Uji Hubungan Kadar Endorphin Serum dengan Respons Perilaku Nyeri (skala VAS) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah Surabaya, April - Mei 2011 Kadar endorphin Kadar endorphin Pearson Correlation 1 -.640** Sig. (2-tailed) N Skala VAS Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Skala VAS .000 28 28 -.640** 1 .000 28 28 Tabel di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan (skala VAS) dan ini dibuktikan dengan nilai signifikansi p = 0.000 (P < 0.05) yang artinya pada kenaikan kadar beta endorphin serum akan diikuti dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif (Skala VAS) pada ibu bersalin primigravida yang mendapat perlakuan massage endorphin PEMBAHASAN 1. Membuktikan Peningkatan Endorphin pada Persalinan Primigravida Kala I Fase Aktif yang Mendapatkan Massage Endorphin Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata kadar endorphin serum pada kelompok perlakuan (144.43) lebih tinggi dibandingkan pada 24 kelompok kontrol (79.93). Hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample t test didapatkan hasil bahwa ada perbedaan kadar endorphin serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikansi p < 0,05 (p = 0.010) yang berarti H0 ditolak dan terjadi peningkatan kadar endorphin serum secara signifikan pada kelompok perlakuan yang mendapat massage endorphin dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan massage endorphin. Hasil penelitian diatas didukung dengan homogenitas variabel karakteristik responden meliputi usia ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku dan agama sehingga hasilnya dapat dikatakan valid. Menurut pendapat Polit dan Hungler (2001), bahwa hasil penelitian dikatakan valid jika karakteristik responden tidak ada perbedaan yang bermakna (homogen). Demikian juga pendapat yang dikemukakan Notoatmojo (2003), pada penelitian eksperimen jika pada awal kedua kelompok mempunyai sifat yang sama, maka perbedaan hasil penelitian setelah diberikan intervensi dapat disebut sebagai pengaruh dari intervensi. Massage endorphin yang dilakukan yaitu teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat, dan panjang atau tidak putus dapat menimbulkan efek relaksasi (Batbual, 2010). Rangsang akan diterima sebagai stimulus oleh akhiran saraf yang berada pada kulit yang menerima rangsangan nyeri, tekanan dan gatal yang disebut corpus pacini (Potter & Perry, 2004). Impuls kemudian diteruskan ke thalamus dan kemudian di kirim ke korteks sensorik primer. Di dalam korteks serebri ini terjadi proses persepsi yang meliputi seleksi, organisasi dan interpretasi Sebagian kecil rangsangan ini ditransmisikan dari thalamus ke amigdala, hipokampus dan sekitarnya (sistem limbik). Hipokampus adalah tempat bagi ingatan dan penyimpanan berbagai pesan, pada tahap ini terjadi perubahan persepsi terhadap massage endorphin. Hipokampus sesuai fungsinya memberikan makna yang positif. Persepsi yang terbentuk ini mempengaruhi hipotalamus untuk membentuk stress response dengan mengeluarkan CRF yang akan mengaktifkan hipofise anterior untuk mengubah POMC menjadi endorphin. Pemberian effleurage efektif terhadap penurunan respon nyeri, karena effleurage lembut dapat menghambat transmisi nyeri dengan menutup blokade nyeri atau dengan mengaktifkan jalur opioid endogen sehingga menurunkan respon nyeri (Jain, 2006). Meek dalam Potter (2007), mengatakan bahwa sentuhan dan massage merupakan tehnik intergrasi sensori yang mempengaruhi aktifitas sistem syaraf otonom. Apabila individu memberikan persepsi sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi. Perubahan persepsi yang terjadi karena pemberian massage endorphin pada ibu yang akan memasuki masa persalinan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: (1) faktor ciri khas dari objek stimuli, (2) faktor pribadi, (3) Faktor pengaruh kelompok dan (4) faktor perbedaan latar belakang. Termasuk didalam faktor pribadi yaitu ciri khas individu seperti taraf kecerdasan dan pendidikan, minat, emosional, pengalaman masa lalu (Atkison & Hilgar, 2009). Seseorang dengan pendidikan tinggi dan berusia dewasa yang secara umum memiliki kemampuan dalam merespon stimulus lingkungan dengan cepat dalam pembentukan persepsi yang positif Proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan ada stimulus yang diberikan berupa massage endorphin. Setelah mendapat stimulus, kemudian terjadi seleksi yang berinteraksi dengan “interpretation', begitu juga berinteraksi dengan “closure”. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, kemudian berlangsung proses seleksi pesan tentang pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna dan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Rahmat, 2001). Stimulus yang menyebabkan terjadi perubahan persepsi pada ibu tentang stressor yang dihadapi berupa intervensi yang diberikan ini akan memblok sinyal stres dan digantikan dengan sinyal positif. Impuls positif tersebut akan berjalan menuju thalamus kemudian berespon melepaskan CRF yang akan mengaktifkan hipofise anterior untuk mengubah POMC menjadi endorphin, sehingga apabila seorang diberikan massage endorphin secara rutin dapat meningkatkan kadar endorphin serum karena meningkatkan pemecahan POMC oleh pengaruh dari CRF yang dikeluarkan karena sinyal (persepsi positif) yang dihasilkan karena pemberian stimulus berupa massage. Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa persepsi tidak tergantung pada jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Massage ini dilakukan oleh pasangan (suami) menyebabkan ibu mendapatkan dukungan yang dapat meningkatkan kepercayaan ibu dalam menghadapi persalinan terutama karena responden dalam penelitian ini adalah ibu dengan kehamilan pertama. Menurut Zanden (2007) bahwa menghadapi masa persalinan merupakan suatu kondisi konkrit yang mengancam diri ibu hamil yang menyebabkan perasaan tegang, kuatir, dan takut. Merujuk pada teori buffering hypothesis yang berpandangan bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stres. Perlindungan ini akan efektif hanya ketika individu menghadapi stressor yang berat. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami saat memberikan massage akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri istri (Dagun, 1991). Ketenangan batin dan perasaan senang akan meningkatkan persepsi positif dalam diri ibu sehingga juga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik Kesimpulan dari uraian diatas adalah massage endorphin yang dilakukan dapat menyebabkan peningkatan kadar endorphin serum melalui proses perubahan persepsi yang positif dan memberikan makna yang positif serta mempengaruhi hipotalamus untuk membentuk stress respons berupa peningkatan pengeluaran CRF yang akan mempengaruhi pemecahan POMC dan salah satu hasil pemecahan tersebut adalah peningkatan kadar endorphin serum. 1. Membuktikan Penurunan Respons Perilaku Nyeri Persalinan Kala I Fase 25 Aktif pada Persalinan Primigravida yang Mendapatkan Massage Endorphin Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata respons perilaku Nyeri (VAS) pada kelompok perlakuan adalah 2.14 dan rerata respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok kontrol adalah 2.79. Ada perbedaan rerata respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana respons perilaku nyeri pada kelompok yang mendapat perlakuan berupa massage endorphin lebih rendah dari pada kelompok kontrol. Dari hasil analisis data dengan chi square diketahui bahwa respons perilaku nyeri (VAS) yang kemudian dikoreksi dengan Fisher's Exact menjadi 0.007 atau p < 0.05 yang berarti ada perbedaan respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus telah diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan kemudian mekanisme distensi. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan obstruksi yang terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin, asam laktat, dan substansi P (Batbual, 2010). Nyeri persalinan disebabkan oleh dua hal, antara lain karena kontraksi uterus, adanya dilatasi serviks, pendataran dan peregangan mulut rahim. Ciri dan nyeri persalinan kala I adalah semakin sering bertambah kuat serta lebih lama sakitnya. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan dalam persalinan ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri antara lain, metode Effluerage, Deep Back Massage, Firm Counter Pressure dan Abdominal Lifting (Mander, 2004) Stimulasi kulit berupa massage endorphin yang dilakukan pada ibu yang akan bersalin menggunakan dasar teori pengendalian 26 gerbang pada transmisi (Mander, 2004). Teori ini berkembang dari segi mekanisme neurofisiologi yang menyangkut pengontrolan nyeri dari perifer maupun sentral. Menurut teori ini, afferen terdiri dari dua kelompok serabut, yaitu kelompok yang berdiameter besar (Abeta) dan serabut berdiameter kecil (A-delta dan C). Kedua kelompok afferen ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa dan berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap A-beta, A-delta dan C. Apabila substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. aktivitas SG tergantung pada kelompok afferen yang terangsang (Potter & Perry, 2005). Setelah gerbang kendali menutup maka rangsang yang melalui transitting cell akan terhenti atau menurun sehingga nyeri menurun. Selain teori gerbang kendali nyeri massage endorphin juga bekerja dengan menggunakan dasar teori endorphin enkaphalin dimana endorphin akan mempengaruhi transmisi impuls nyeri. Massage endorphin adalah teknik sentuhan dan pemijatan ringan yang dapat memberikan rasa tenang dan nyaman pada ibu baik menjelang proses persalinan maupun saat persalinan berlangsung (Kuswandi, 2010). Massage endorphin secara fisiologis dapat mengendalikan nyeri persalinan dengan merangsang produksi endorphin dan menutup gerbang kendali nyeri melalui pelepasan serabut besar (Batbual, 2010). Massage mempunyai tingkat efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan nyeri persalinan. Penelitian terkait tentang massage (Chambelain, 1999 dalam Lestari, 2010) didapatkan bahwa 90% wanita yang menerima metode relaksasi dan massage sangat baik dalam penurunan nyeri persalinan. Hal tersebut didukung Review yang dilakukan oleh Simkin & Bolding (2004) yang menunjukkan 87% wanita yang mendapat perlakuan berupa massage oleh suami selama persalinan melaporkan adanya penurunan intensitas nyeri dan mendapatkan dukungan psikologis sehingga menurunkan tingkat kecemasan. Penelitian lain yang dilakukan oleh constance palinsky dari Michigan, teknik massage endorphin dapat menyebabkan peningkatan pelepasan hormon endorphin sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman selama persalinan berlangsung (Kuswandi, 2010). Pijatan dapat menenangkan dan merilekskan ketegangan yang muncul saat hamil dan melahirkan. Pijatan pada leher, bahu, punggung, kaki, dan tangan dapat membuat nyaman. Usapan pelan pada perut juga akan terasa nyaman saat kontraksi. Rencana untuk menggunakan pijatan atau sentuhan yang disukai dalam persalinan dapat dipilih sebagai berikut: sentuhan pelan dengan ketukan yang berirama, usapan keras, pijatan untuk melemaskan otot-otot yang kaku, dan pijatan keras atau gosokan di punggung (Simkin, Walley,dan Keppler, 2008). Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda. Toleransi nyeri individu yaitu kondisi untuk menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang diyakini seseorang (Potter Perry, 2005) Teori yang mendukung tentang hal tersebut menjelaskan bahwa gerakan-gerakan yang lakukan pada terapi massage dapat mereduksi nyeri melalui beberapa mekanisme. Teknik effleurage merupakan salah satu teknik pada terapi massage Effleurage merupakan gerakan mengusap yang dapat dilakukan dengan tekanan ringan maupun dengan tekanan yang lebih besar. Light effleurage dapat memberikan efek penurunan nyeri melalui mekanisme gate control dengan cara menghambat rasa nyeri melalui mekanisme menghambat stimulus nyeri sehingga tidak dipersepsikan sebagai rasa nyeri. Sedangkan efek dari deep effleurage adalah meningkatkan sirkulasi kapiler, meningkatkan pertukaran gas dan nutrien pada kulit dan jaringan superfisial. Selain itu, efek mekanik dari deep effleurage, dapat meningkatkan sirkulasi pada vena dan cairan limfatik, sehingga memungkinkan peningkatan nutrien dan pengeluaran produk sampah. Efek pada sistem saraf adalah menstimulasi reseptor parasimpatik yang dapat berefek pada peningkatan relaksasi (Tappan, 2004). Dengan demikian, dapat peneliti simpulkan bahwa nyeri dapat diatasi dengan tindakan-tindakan seperti, distraksi, relaksasi dan massage. Yang merupakan pendekatan non farmakologi dalam menurunkan dan mengatasi rasa nyeri, akan tetapi metode massage tersebut dapat juga membawa pada kegagalan karena disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah, usia, kelelahan dan pengalaman masa lalu. Oleh sebab itu, pemberian massage endorphin dapat diberikan pada ibu sejak usia kehamilan 36 minggu sampai memasuki persalinan kala I fase laten (Pembukaan 1 – 3 cm) untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan dengan memperhatikan keadaan dan kondisi ibu. 2. Analisis hubungan peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I Fase aktif pada persalinan primigravida yang mendapat massage endorphin Berdasarkan tabel .6 yang menggambarkan hasil analisis data hubungan peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons nyeri persalinan menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan (skala VAS) dan ini dibuktikan dengan taraf signifikan p = 0.000 (< 0.05) yang artinya kenaikan kadar beta endorphin serum akan diikuti dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif (Skala VAS) pada ibu bersalin primigravida yang mendapat perlakuan massage endorphin Hasil penelitian tersebut didukung oleh Synder (1975) dalam lestari (2010) yang mengemukakan bahwa telah ditemukan suatu zat dalam tubuh manusia yang hampir sama fungsinya dengan opiate atau morphin yaitu substansi endorphin. Endorphin mempengaruhi transmisi impuls nyeri. Endorphin akan bekerja sebagai neurotransmitter dan neuromodulator yang akan menghambat transmisi implus nyeri yang menuju ke otak. Pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak tempat seharusnya substansi P akan menghantarkan impuls (sebagai neurotransmitter). Pada saat itu endorphin akan memblokir pelepasan substansi P dari neuron sensorik dan endorphin akan berikatan dengan reseptor opiat yang berada di 27 sinaps (µ) sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak (Tamsuri, 2007). Endorphin terdapat pada sinaps yang berfungsi menghambat atau menurunkan sensasi nyeri. Kegagalan dalam melepaskan endorphin akan meningkatkan sensasi nyeri (Lestari, 2010). Endorphin pada setiap individu mempunyai tingkatan dan jumlah yang berbeda, misalnya beberapa individu tidak merasakan nyeri dan beberapa individu lain merasakan nyeri yang hebat dengan stressor yang sama. Beta endorphin terdiri dari asam amino dan memiliki efek analgesik dua kali lebih besar dibandingkan morfin (Suryohudoyo, 2000; Tjahyati, 2001 dalam tamtomo, 2009). Potensi analgesia beta endorphin 4 kali lebih besar dari opiat antagonis naloxon (Hammonds et al, 1984 dalam tamtomo, 2009). Beta endorphin mempunyai dua aksi pertama sebagai hormon perifer dan kedua sebagai neurotransmitter. Beta endorphin di dalam sirkulasi mempunyai efek utama pada sistem saraf pusat karena dapat menembus sawar darah otak (Bastruk et al, 2000). Peningkatan endorphin dapat dipacu dengan melakukan stimulasi atau merangsang kulit, misalnya dengan massage atau pijatan (Lestari, 2010) Beta endorphin yang meningkat dengan adanya rangsangan pada kulit yang berupa massage endorphin dapat menyebabkan penurunan respon nyeri berdasarkan pada teori gerbang kendali nyeri dan juga teori endorphin enkaphalin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar beta endorphin dalam serum seseorang maka akan menurunkan respons perilaku nyeri seseorang. KESIMPULAN 1. Massage endorphin berpengaruh terhadap kadar endorphin pada ibu bersalin primigravida kala I fase Aktif, dengan rerata kadar endorphin serum 144.43 pg/ml, lebih tinggi dibandingkan dengan ibu bersalin primigravida yang tidak mendapatkan massage endorphin 79.93 pg/ml 2. Massage endorphin berpengaruh terhadap respons perilaku nyeri persalinan Kala I fase aktif dimana ibu bersalin primigravida yang mendapatkan massage 28 endorphin lebih rendah dibandingkan dengan ibu bersalin primigravida yang tidak mendapatkan massage endorphin dengan rerata respons nyeri pada kelompok perlakuan 2.14 dan kelompok kontrol 2.79. 3. A d a h u b u n g a n y a n g s i g n i f i k a n peningkatan kadar endorphin serum dengan penurunan respons perilaku nyeri persalinan kala I fase aktif (skala VAS) 4. Massage endorphin sebagai stress perception yang dilakukan dengan rutin dapat meningkatkan kadar endorphin serum melalui proses perubahan persepsi yang positif serta mempengaruhi hipotalamus untuk membentuk stress respons berupa peningkatan pengeluaran CRF yang akan mempengaruhi pemecahan POMC, salah satu hasil pemecahan tersebut adalah peningkatan kadar endorphin serum. Endorphin akan berikatan dengan reseptor opiat yang berada di sinaps (µ) sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dipersepsikan. DAFTAR PUSTAKA Albe-Fassard, D. Levenate, and Lamour, Y. (1974) Origins of Spinothalamic and Spinoreticular pathways in cats and monkeys. In ; Advances in Neurology 4 (ed.J.Bonica) 157-68. Raven Press ; New York. Abidin. (2007). Melahirkan Tanpa Rasa Sakit. Seminar tidak dipublikasikan. Maret 2008. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka cipta. Bonica, J.J., Cadwick, H.S. (1994). Labour of Pain : In Text book of Pain. New York : Churcill Livingstone. Bonica, J.J. (1990). The Management of Pain. Philadelphia : Lea & Febiger. Brown, A.G., Fyffe, R.E.W (1981) Form and function of dorsal horn neurons axons ascending, the dorsal column and cat, Journal of Physiology, 31-47. Brownridge, P. (1995). The nature and consequences of childbirth. European Journal of Obstetrics and Gynecology, 59 (suppl). S 9-15. Batbual, Bringiwatty. (2010). Hypnosis Hypnobirthing: Nyeri Persalinan dan Berbagai Metode Penanganannya. Gosyen Publishing. Jogjakarta. Caldeyro-Barcia, R.S., Poseiro, J.J (1960), Physiology of the uterine contraction. Clinical Obstetrics and Gynaecology, 386-408. Bobak, Lowdermill. Jensen, (2004). Buku Ajar Keperawatan, Maternitas, Jakarta: EGC Becker, Jordy. (2007). Terapi Pijat: Memijat diri sendiri guna memperoleh Kesehatan Fisik dan Psikis . Pustaka Raya. Jakarta Cunningham, Mac Donald, Gant. (2006), William Obstetrics, Edisi 22. Jakarta: EGC. DeCherney, A.H., Pernol M.L. (1991). Current Obstetric and Gynecologyc Diagnosis th and Treatment, 8 ed. Lange Medical Book, USA. Dickersin, K. (1989). Pharmacological pain control during labour. In : Effective Care In Pregnancy and Chilbirth. Oxford : Oxford University Press. Gregor, M., Zimmerman, M. (1973) Dorsal root potentials produced by afferent vollys in cutaneous group three fibres. Journal of Physiology 232 (3). 413-25. Hanser, S., Larson, S.C., O'Connel A.S. (1994). The Effects of music and relaxation of expectant mothers during labour. Journal of Music therapy 20, 50-58. Hutajulu, Pinda (2003). Pemberian Valetamat Bromida Dibandingkan Hyoscinen Butil Bromida Untuk Mengurangi Nyeri P e r s a l i n a n . http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234 56789/6482/1/obstetri-pinda.pdf. Diakses tanggal 26 Desember 2010 Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (2008). Buku Acuan Asuhan persalinan Normal, Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir, Jakarta. Kuswandy, Lanny (2010). Keajaiban Hypnobirthing. Pustaka Bunda. Jakarta Lee, M.H.M.Itoh. M., Yang.G.F.W., Eason,A. (1990). Physicial therapy and rehabilitations medicine. In: The nd Management of pain. 2 end. Philadephia: Lea & Febiger. Lestari, Indah. (2010). Pengaruh deep Back Massage terhadap penurunan Nyeri Persalinan Kala I dan Kecepatan Pembukaan. Thesis Sarjana Strata II. Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya. Malkin, K. (1994). Use of massage in clinical practice. British journal of Nursing 13 (6), 292-4. Mander, Rosemary (2004). Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC. Manuaba, I.B.G., Chandranita I.A., Fajar I.B.G. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta : EGC. Mochtar Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC. Mongan, M.F. (2007). HypnoBirthing : The th Mongan Method. 4 . Health Communications, Inc., Deerfield Beach, Florida, US. Melszack, R., Wall, P.D., 1965. Pain mechanism a new theory, Science 150 (3699) 971-9. Mongan, M.F. (2007). Hypno Birthing; The th Mongan Method. 4 Health Communications. Inc., Deerfield Beach, Florida, USA. Potter. (2005), Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Shaala, S., Kamis, Y., Damaraway, H., Romia, A., Toppozada, M. (1983). Effect of Heat on Uterine Contractions During Normal Labor, Journal Gynecology and Obstetrics, 21, 491-3. Simkin, P. (1995). Reducing Pain and Embancing Progress in Labor. Journal Chilbirth th XI no 22 Simkin. P., & Anchetta. R. (2005). The Labor Progress Handbook: Early Interventions to Prevent and Treat Dystocia, Blackwell, Oxford, United Kingdom. Simkin, P. Bolding, A. (2004). Update on Nonpharmacologic Approachses to Relieve Labor pain and Prevent suffering. Journal Midwifery Women Health Vol 49: 489 - 504 Smeltzer. S.C., & Bare. B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: 29 EGC Saladin, Ken, (2005) Anatomy and Physiology : The Unity of Form and Function, Third edition, USA : Mc. Graw Hill. Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Steer, P. (1993). The Methods of Pain Relief Used. In Pain in its Relief in Childburth. Edinbuirgh : Churcill Livingstone. Sugiono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung. Alphabeta Supangat, Andi. (2007). Statistika dalam Kajian Deskriptif, inferensial dan Non Parametrik. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Ta m s u r i , A . ( 2 0 0 7 ) . K o n s e p d a n Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Varney H. Jan M. Kriebs., Coral L. Gregor. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC. nd Varney, H. (1997). Varney's Midwifery, 3 ed. Jones and Barlett Publishers, New York, USA. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B. Rachimhadi, T. (2006). Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Williams, H.A., Lefevre, Jr., Hector, M., Jr. (1989). Association Between Life Stress and Serious Perinatal Complications : Journal of Family Practice, 29, 489-494. Way, W.L., E.L. (1992). Opioid Analgesics and antagonists. In : Basic and Clinical Pharmacology, 5 th edn. Norwalk : Prentice Hall. Yerbi, M. (2000). Managing Pain in Labor. Journal Modern Midwife Th. X Vol 16 30 PERBEDAAN EFEKTIVITAS SENAM DM DAN MODIFIKASI TAI CHI TERHADAP PENURUNAN RISIKO JATUH PADA LANSIA DENGAN PENDEKATAN TEORI SELF CARE DARI OREM DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA JOMBANG The Difference of Effectiveness Between DM Exercise and Modified Tai Chi on the Decreasing in Falling Risk in Elderly with Self Care Theoritical Approach from Orem Wahyuni Tri Lestari STIKES Artha Bodhi Iswara Surabaya Jl. Pumpungan III/ 29 Surabaya 60118. Email: [email protected] ABSTRACT The decreasing in musculoskeletal function in elderly could disturb body balance so this increases falling risk and disturbs self care. Physical exercise could decrease falling risk. DM exercise was a routine exercise program for elderly in UPT PSLU Jombang. Modified Tai Chi can increase muscle strength and postural balance so that it decreases the falling risk. The aim of this study was to analyze the difference of effectiveness between DM exercise and Modified Tai Chi on falling risk decrease in elderly with self care theoretical approach from Orem. Design used was quasy experimental with the type of pre-post test control group design. Population were elderly who stay in UPT PSLU Jombang. Sample used were all elderly who fulfilled inclusion and exclusion criteria with the number of 40 elderly divided into 2 groups, DM exercise and Modified Tai Chi. Independent variable was kind of exercise and dependent variable were falling risk and self care. Falling risk was measured by TUGT and self care was measured by Barthel index. Data was analyzed by dependent t test and and independent t test for falling risk, meanwhile Mc Nemar and Fisher's exact were used to analyze self care with level of reliability of 95%. Results showed that there were differences of falling risk before and after giving DM exercise and Modified Tai Chi (p=0,00), there were differences of effectiveness in falling risk decrease between DM exercise and Modified Tai Chi (p=0,00), there was no difference of self care before and after DM exercise and Modified Tai Chi (p=0,250), and there was no difference of effectiveness between DM exercise and Tai Chi in self care increase (p=1,00). It can be concluded that Modified Tai Chi is more effective than DM exercise in falling risk reduction. Further study with more sample and longer time is needed. Keywords: DM exercise, Modified Tai Chi, falling risk, self care, elderly PENDAHULUAN Lansia mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi (Pudjiastuti & Utomo, 2003). Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek, penurunan irama. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung mudah goyah sehingga mudah jatuh (Andayani & Murti, 2010). gangguan keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering mengakibatkan seorang lansia mudah jatuh (Salzman, 2010). Risiko jatuh pada lansia menyebabkan self care deficit atau ketidak mampuan lansia dalam memenuhi perawatan dirinya sendiri. Kejadian jatuh pada lansia menyebabkan fraktur panggul, memar, laserasi, masalah psikologis, dan ketidakmandirian. Lansia yang mengalami jatuh dan perlu untuk ditangani di rumah sakit memiliki kemungkinan meninggal sebanyak 17% sampai 50% pada tahun berikutnya. Kematian ini tidak diakibatkan secara langsung dari jatuh itu sendiri, tetapi lebih diakibatkan oleh konsekuensi yang berhubungan dengan jatuh, seperti imobilitas, infeksi atau emboli (Stanley & Beare, 2002). 31 Berdasarkan studi pendahuluan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jombang diketahui bahwa senam DM merupakan program latihan fisik yang rutin dilakukan para lansia. Senam DM akan meningkatkan kontraksi dan kekuatan otot. Berdasarkan data dari unit perawatan di panti, selama 3 bulan terakhir didapatkan sekitar 23 orang lansia (33%) mengalami kelemahan ekstremitas otot bawah yang mengganggu keseimbangan tubuh dan dari jumlah tersebut diketahui sebanyak 12 orang lansia (17%) pernah mengalami kejadian jatuh. Dari penuturan perawat panti, terdapat 4 orang lansia (7%) yang mengalami jatuh dalam 2 bulan terakhir, 1 orang lansia yang jatuh mengalami lecet kepala dan seorang lansia dijahit di bagian kaki akibat terjatuh. Dari studi pendahuluan dengan mengukur risiko jatuh dari 20 lansia di panti, didapatkan bahwa 19 orang lansia tersebut (95%) memiliki risiko jatuh rendah menuju ke sedang (low to moderate risk), dan 5% memiliki risiko jatuh sedang menuju ke tinggi (moderate to high risk). Data tersebut menunjukkan bahwa lansia di UPT PSLU Jombang masih mengalami gangguan keseimbangan sehingga berisiko jatuh walaupun sudah mendapat senam DM secara rutin. Perawat gerontik dapat memberikan intervensi untuk meminimalkan risiko jatuh pada lansia. Rencana keperawatan untuk pencegahan jatuh ditujukan untuk faktor-faktor yang meningkatkan risiko jatuh di antaranya yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal (Jaime, 2003). Salah satu intervensi yang dapat diberikan oleh perawat untuk menurunkan risiko jatuh pada lansia adalah latihan fisik yaitu modifikasi Tai Chi dan senam DM dengan pendekatan teori keperawatan Orem tentang self care. Senam Tai Chi meningkatkan kontraksi, kekuatan dan ketahanan otot yang dapat meningkatkan keseimbangan ekstremitas bawah (Mao & Hong, 2006). Penelitian yang dilakukan Yu and Yang (2012) diketahui bahwa wanita lansia yang mendapat senam Tai Chi mengalami peningkatan fleksibilitas saat duduk. Thornton, et. al. (2004) menyatakan bahwa senam Tai Chi merupakan latihan yang mengkombinasikan gerakan tubuh yang pelan, halus, dan memiliki intensitas yang rendah yang 32 meningkatkan koordinasi dan kekuatan otot. Menurut Sumosardjuno (1998), gerakan modifikasi Tai Chi yang lambat bisa membantu relaksasi, mengurangi stress, memperbaiki postur tubuh (Darmayanti, 2007) sehingga risiko jatuh menurun. Senam DM menyebabkan adanya kontraksi otot pada sendi yang digerakkan. Proses kontraksi otot memerlukan energi yang diperoleh dari pemecahan glukosa yang berasal dari karbohidrat dan glikogen (Sherwood, 2001). Peningkatan penggunaan glukosa akan meningkatkan ATP. Peningkatan jumlah ATP akan meningkatkan kekuatan otot. Keseimbangan tubuh akan meningkat bila kekuatan otot meningkat. Keseimbangan tubuh yang baik merupakan faktor yang dapat mencegah jatuh pada lansia (Bird, et. al., 2009). Latihan fisik yang efektif dalam menurunkan risiko jatuh diharapkan dapat memenuhi self care therapeutic demand dan lansia dapat berperan sebagai self care agency dalam memenuhi perawatan diri dalam upaya menurunkan risiko jatuh dan meningkatkan kemampuan self care pada lansia. BAHAN DAN METODE Desain atau rancangan penelitian ini menggunakan desain quasy experimental jenis pre-post test non equivalent control group design. Sampel diambil dari populasi lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Jombang yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dibagi dalam kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi. Sebelum diberi perlakuan, semua sampel dilakukan pengukuran risiko jatuh dan self care. Intervensi senam DM dan modifikasi Tai Chi diberikan sebanyak 3 kali/minggu selama 5 minggu dengan durasi 50 menit. Setelah intervensi selesai diberikan, semua sampel diukur kembali risiko jatuh dan self care. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah: 1. Lansia laki-laki dan perempuan dengan usia 60-75 tahun 2. Lansia yang mampu berjalan sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain 3. Lansia mampu berkomunikasi dengan baik 4. Lansia yang mampu melihat minimal pada jarak 5 meter 5. Lansia yang memiliki pendengaran yang masih baik Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Lansia yang mempunyai penyakit jantung 2. Lansia yang memiliki gangguan jiwa 3. Lansia yang mengalami sakit dan menjalani perawatan 4. L a n s i a y a n g m e m i l i k i g a n g g u a n keseimbangan tubuh 5. Lansia yang menolak menjadi responden penelitian Kriteria drop out: 1. Lansia yang 3 kali tidak mengikuti kegiatan senam 2. Lansia yang melakukan gerakan senam kelompok lain Variabel independen dalam penelitian ini adalah jenis senam, dan variabel dependen adalah risiko jatuh dan self care.Instrumen yang digunakan dalam memberikan modifikasi Tai Chi dan senam DM adalah sound system, VCD senam modifikasi Tai Chi dan senam DM, dan SAK yang berisi pedoman gerakan senam. Instrumen yang digunakan untuk mengukur risiko jatuh pada lansia adalah pemeriksaan Timed Up and Go Test (TUGT). Semakin sedikit waktu yang dibutuhkan atau semakin cepat tes dilakukan berarti risiko jatuh semakin rendah, dan semakin lama waktu tes menandakan risiko jatuh semakin tinggi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur self care pada lansia adalah dengan indeks Barthel yang mencerminkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri sehari-hari dan dinilai dalam 10 item. Data risiko jatuh sebelum (pre test) dan setelah (post test) dilakukan senam pada kelompok senam modifikasi Tai Chi maupun senam DM dianalisis dengan uji dependent ttest. Analisis perbedaan risiko jatuh dan efektivitas terhadap risiko jatuh antara kelompok modifikasi Tai Chi dan senam DM diuji independent t-test. Data self care sebelum dan setelah dilakukan senam pada kelompok modifikasi Tai Chi maupun senam DM diuji Mc Nemar. Analisis perbedaan self care dan efektivitas terhadap self care antara kelompok modifikasi Tai Chi dan senam DM diuji dengan Fisher's exac. Semua uji menggunakan tingkat kepercayaan 95%. HASIL Tabel 1 Perubahan risiko jatuh pada kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi sebelum dan sesudah perlakuan di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013 Kelompok Senam DM Modifikasi Tai Chi Penurunan (∆) risiko jatuh Mean Standar deviasi 1,54 0,80 2,31 0,66 Uji t independen Harga p 0,002 Tabel 2 Perbedaan penurunan risiko jatuh antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013 Kelompok Efektivitas (%) Mean Senam DM Modifikasi Tai Chi 9,46 standar deviasi 4,58 16,22 5,72 Uji t independen Harga p 0,000 Tabel 3 Perbedaan efektivitas antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi terhadap penurunan risiko jatuh di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 201 Kelompok Senam DM Modifikasi Tai Chi Risiko jatuh Pre test Mean Standar deviasi 16,31 2,91 14,90 3,16 Risiko jatuh Post test Mean Standar deviasi 14,76 2,70 12,62 3,25 Uji t berpasangan Harga p 0,00 0,00 33 Tabel 4 Perubahan self care pada kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi sebelum dan sesudah perlakuan di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013 Perawatan diri Kelompok senam DM: Mandiri Ketergantungan ringan Kelompok Modifikasi Tai Chi: Mandiri Ketergantungan ringan Sebelum Sesudah Uji Mc Nemar F % f % Harga p 17 3 85 15 20 0 100 0 0,250 16 4 80 20 19 1 95 5 0,250 1,00 Nilai p Uji fisher’s exact 1,00 Tabel 5 Perbedaan efektivitas antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi terhadap peningkatan self care di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013 Kelompok Senam DM Modifikasi Tai Chi Efektivitas Meningkat 3 3 PEMBAHASAN Tabel 1 memperlihatkan hasil dari uji t sampel berpasangan, didapatkan harga p = 0,00 sehingga p < 0,05 yang berarti bahwa terdapat perbedaan risiko jatuh yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan senam DM. nilai rerata risiko jatuh pada kelompok senam DM menurun setelah diberikan senam DM. Senam DM menggunakan otot-otot besar, dengan gerakan ritmis (berirama) dan berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu yang lama. Senam DM menyebabkan adanya kontraksi otot pada sendi yang digerakkan. Proses kontraksi otot memerlukan energi yang diperoleh dari pemecahan glukosa yang berasal dari karbohidrat dan glikogen (Sherwood, 2001). Peningkatan penggunaan glukosa akan meningkatkan ATP. Peningkatan jumlah ATP akan meningkatkan kekuatan otot (Guyton, 2007). Ketika otot sedang berkontraksi, sintesa protein kontraktil otot berlangsung jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurannya. Miofibril akan memecah di dalam setiap serabut otot untuk membentuk miofibril yang baru yang menyebabkan serabut otot menjadi hipertropi. Serabut otot yang hipertropi akan terjadi peningkatan sistem metabolism fosfagen, 34 Uji Fisher’s exact Tetap 17 17 Harga p 1,00 termasuk ATP dan fosfokreatin. Hal ini meningkatkan kemampuan sistem metabolik aerob dan anaerob sehingga meningkatkan energi dan kekuatan otot (Koopman, 2011). Keseimbangan tubuh akan meningkat bila kekuatan otot meningkat. Keseimbangan tubuh yang baik merupakan faktor yang dapat mencegah jatuh pada lansia (Bird, et. al., 2009). Tabel 1 memperlihatkan hasil dari uji t sampel berpasangan, didapatkan harga p = 0,00 sehingga p < 0,05 yang berarti bahwa terdapat perbedaan risiko jatuh yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan modifikasi Tai Chi. nilai rata-rata risiko jatuh pada kelompok modifikasi Tai Chi menurun setelah diberikan senam modifikasi Tai Chi. Sutanto (1997) menjelaskan bahwa gerakan senam Tai Chi Chuan ditujukan untuk melatih seluruh bagian tubuh mulai dari tangan, bahu, siku, pergelangan tangan, telapak jari, perut, pinggang pantat, kaki, lutut, jari, tumit. Semua sendi dan otot digerakkan dalam kadar yang moderat sambil menarik nafas yang dalam dan teratur. Senam Tai Chi Chuan akan meningkatkan kontraksi otot-otot kaki bawah (Wu & Ren, 2009). Dengan adanya kontraksi otot, maka akan meningkatkan sintesa protein otot yaitu miofibril. Peningkatan jumlah miofibril inilah yang menyebabkan serat otot mejadi hipertropi. Serat otot yang hipertropi akan terjadi peningkatan komponen keratin fosfat yang merupakan sumber energi untuk kontraksi otot. Keratin fosfat akan diubah menjadi ATP sehingga meningkatkan kekuatan otot (Guyton & Hall, 2007; Koopman & Loon, 2009). Peningkatan kekuatan otot akan meningkatkan keseimbangan postural dinamis sehingga resiko jatuh menurun (Wayne et. al., 2004). Tabel 2 memperlihatkan ada perbedaan penurunan risiko jatuh yang signifikan antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi (p=0,002). Kelompok modifikasi Tai Chi mengalami penurunan risiko jatuh yang lebih besar daripada kelompok senam DM dimana modifikasi Tai Chi memiliki rerata penurunan risiko jatuh yang lebih besar dibanding senam DM. Tabel 3 juga memperlihatkan terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi dalam menurunkan risiko jatuh (p=0,00). M o d i f i k a s i Ta i C h i l e b i h efektif menurunkankan risiko jatuh dibanding senam DM. Latihan fisik merupakan intervensi yang efektif untuk meningkatkan kekuatan, keseimbangan, kelenturan dan ketahanan pada lansia (Salzman, 2010). Faktor yang mungkin menyebabkan modifikasi Tai Chi lebih efektif dalam menurunkan risiko jatuh dibanding senam DM adalah gerakan senam DM yang lebih cepat sehingga menyebabkan lansia lebih cepat lelah dan terlambat dalam mengikuti gerakan. Efek senam yang didapat lansia tidak maksimal karena banyak gerakan yang tidak dilakukan dengan baik karena banyak lansia yang tertinggal gerakannya. Gerakan Tai Chi yang lambat sesuai untuk lansia sehingga lansia mudah mengikuti gerakan tersebut. Thornton, et. al. (2004) menyatakan bahwa senam Tai Chi merupakan latihan yang mengkombinasikan gerakan tubuh yang pelan, halus, dan memiliki intensitas yang rendah yang meningkatkan koordinasi dan kekuatan otot. Modifikasi Tai Chi lebih banyak memiliki gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan disbanding senam DM. Banyak gerakan modifikasi Tai Chi yang ditujukan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh seperti gerakan mengangkat satu kaki, mengangkat lutut, putaran mata kaki. Gerakan senam DM yang bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan terdapat pada latihan inti 3a dan 3b. Hal tersebut yang menyebabkan modifikasi Tai Chi lebih efektif dalam menurunkan risiko jatuh dibanding senam DM. Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perawatan diri yang signifikan pada kelompok senam DM sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,250). Kemampuan lansia dalam melakukan self care dapat dilihat dari kemampuan lansia melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau ADL (Activity of Daily Living). Activity of Daily Living terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi dan aspek proprioseptif sebagai umpan balim dari gerakan yang dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi ADL adalah keseimbangan (Seze, et. al., 2001 ) yang mencermikan risiko jatuh pada lansia. Gangguan keseimbangan yang dialami lansia akan menyulitkan lansia dalam melakukan ADL sehingga self care activities pada lansia akan terganggu. Lansia yang mendapatkan latihan fisik untuk meningkatkan keseimbangan tubuh akan menurunkan risiko jatuh dan mempengaruhi lansia dalam melakukan perawatan diri yang tercermin dari ADL. Responden kelompok senam DM sebanyak 3 orang memiliki tingkat ketergantungan minimal dengan nilai 19 sebelum diberikan perlakuan dimana ketiga lansia tersebut membutuhkan bantuan untuk naik dan turun tangga. Setelah diberikan senam DM, kekuatan otot dan keseimbangan tubuh lansia meningkat sehingga berefek pada penurunan risiko jatuh. Keseimbangan tubuh dan kekuatan otot yang meningkat mampu meningkatkan kekuatan dan keseimbangan kaki lansia untuk naik turun tangga sehingga ketiga lansia tersebut dapat melakukan semua aspek perawatan diri secara mandiri yang ditunjukkan dengan peningkatan skor dari 19 menjadi 20. Tabel 4 memperlihatkan hasil uji statistik dengan Fisher's exact terhadap perbedaan self care didapatkan harga p = 1,00 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan self care sebelum dan sesudah perlakuan antara 35 kelompok yang mendapat senam DM dan yang mendapat modifikasi Tai Chi.Tabel 5 menunukkan bahwa tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi dalam meningkatkan self care (p=1,00). Senam DM dan modifikasi Tai Chi terbukti dapat menurunkan risiko jatuh pada lansia tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan self care pada lansia. Hal ini menyebabkan kedua senam tersebut tidak berbeda dalam meningkatkan self care pada lansia. Walaupun kedua latihan fisik tersebut tidak meningkatkan self care secara signifikan, tetapi beberapa responden mengalami peningkatan kemampuan perawatan diri yang semula berada pada tingkat ketergantungan ringan berubah menjadi mandiri setelah diberikan senam DM maupun modifikasi Tai Chi. Faktor lain yang menyebabkan senam DM maupun modifikasi Tai Chi tidak berbeda terhadap kemampuan self care lansia dalam hal ini tidak ada perubahan self care sebelum dan sesduah perlakuan adalah mayoritas responden sudah memiliki kemampuan perawatan diri yang mandiri. Minoritas responden yang belum mandiri tingkat perawatan dirinya sehingga ketika meningkat perawatan dirinya setelah diberi perlakuan, maka hanya memberikan perubahan yang sedikit saja di dalam perhitungan analisis kelompok. Sistem keperawatan dibentuk ketika para perawat menggunakan kemampuan mereka untuk menetapkan, merancang, dan memberikan perawatan kepada pasien (sebagai individu atau kelompok) mengatur nilai kemampuan atau latihan kemampuan individu dihubungkan dengan self care lansia dengan cara terapi yang tepat. Perawat memberikan bantuan berupa supportive educative dengan cara memberi motivasi, mendukung, dan memberikan semangat pada lansia untuk melakukan latihan fisik yang akan meningkatkan kemapuan self care pada lansia. Berg, K, Wood Dauphine, Williams. (1992). Measuring Balance in the Elderly: Validation of an Instrument. J Pub Health, 2, p: 57-60 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1. Senam DM yang dilakukan 3 kali / minggu selama 5 minggu efektif dalam menurunkan risiko jatuh pada lansia. 2. Modifikasi Tai Chi yang dilakukan 3 kali / Bird, Marie, Keith Hill, Madeleine Ball, Andrew Williams. (2009). Effect of Resistance and Flexibility Exercise Interventions on Balance and Related Measures in Older Adults. Journal of Aging and Physical Activity, 17, 444-454 36 minggu selama 5 minggu efektif dalam menurunkan risiko jatuh pada lansia. 3. Modifikasi Tai Chi lebih efektif dibanding senam DM dalam menurunkan risiko jatuh pada lansia. 4. Senam DM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan self care pada lansia. 5. Modifikasi Tai Chi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan self care pada lansia. 6. Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara senam DM dan modifikasi Tai Chi dalam meningkatkan self care pada lansia. Saran dalam penelitian ini adalah: 1. Modifikasi Tai Chi hendaknya dijadikan sebagai salah satu program senam yang rutin untuk lansia selain senam DM di UPT PSLU Jombang. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbedaan senam Tai Chi dan senam DM terhadap self care pada lansia dengan waktu yang lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Almeida, Helena Morgani, Aracy Spinola, Paula Iwamizu, Roberta Okura. (2008). Reliability of the Instrument for Classifying Elderly People's Capacity for Self Care. Rev Saude Publica, 42(2), 1-6. Andayani, Rejeki & Yudo Murti. (2010). Jatuh. Dalam Boedhi Darmojo (Eds.), Buku Ajar Boedhi-Darmojo: Geriatri (hal. 174-189). Jakarta: Balai Penerbit FKUI Arifin, M. Zainul. (2011). Senam Tai Chi dan Senam Jantung Sehat pada Profil Lipida dan Kebugaran Pra Lansia. Universitas Negeri Surabaya. Disertasi tidak dipublikasikan. Bird, Tiffany. (2011). Tai Chi Research Review. Complementary Therapies in Clinical Practice, 17, 141-146. Caraka, Mikhael. (2009). Berg Balance Test dan Time Up and Go Test sebagai Indikator Prediksi Jatuh pada Lnasia. Universitas Airlangga. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Ceranski, Sandy. (2006). Fall Prevention and Modifiable Risk Factor. Diakses 15 Maret 2 0 1 3 , d a r i www.rfw.org/AgingConf/2006/Handouts/12 _FallPrevention_Ceranski. Chen, Kuei Min. (2006). Complementary th Therapies in Nursing. (5 Edition). New York: Springer Publishing Company Dale, Bjorg, Ulrika Soderhamn, Olle Soderhamn. (2011). Self Care Ability Among Home Dwelling Older People in Rural Areas in Southern Norway. Scandinavian Journal of Caring Science, 1-5. Darma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakrta: Trans Info Media. Darmojo, Boedhi,. (2010). Buku Ajar BoedhiDarmojo: Geriatri. (Edisi Ke-4). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Guyton, Arthur & John. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Edisi 11). Jakarta: EGC. Kartinah & Agus Sudaryanto. (2008). Masalah Psikososial pada Lanjut Usia. Berita Ilmu Keperawatan, 1 (1), 93-96. Kit, Wong Kiew. (2002). The Complete Book of Tai Chi Chuan modifikasi. Jakarta: Elex Media Komputindo Koopman, Rene, & Luc Van Loon. (2009). Aging, Exercise, and Muscle Protein Metabolism. Journal of Applied Physiology, 106, 2040-2048. Lan, Woo, Athena Hong, Edith Lau. (2004). A Randomised Controlled Trial of Tai Chi and Resitance Exercises on Bone Health, Muscle Strength and Balance in Elderly People. Age and Ageing, 36, 262-268 Low, Serena, Li Wei Ang, Kiat Sern Goh, Souk Kai Chew. (2009). A Systematic Review of the Effectiveness of Tai Chi on Fall Reduction Among the Elderly. Archives of Gerontology and Geriatrics, 48, 325-331. Mao, D. W., J. X. LI, Y. Hong. (2006). The Duration and Plantar Pressure Distribution During One-leg Stance in Tai Chi Exercise. Cilinical Biomechanics, 21, 640-645. Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Morgenthal. (2001). The Aging Body. New York: McGraw-Hill Mufidah, Nisfil. (2007). Peningkatan Leseimbangan Postural Manula dengan Latihan Balance Exercise di UPSTW Bangkalan. Universitas Airlangga. Skripsi tidak dipublikasikan. Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC. Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: Salemba Medika. Praet, Stephan & Luc Van Loon. ( 2007). Optimizing the Therapeutic Benefit of Exercise in Type 2 Diabetes. Journal of Applied Physiology, 103, 1113-1120. Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Nafas pada Lansia. Jakarta: EGC. Rayn. (2005). Timed Up and Go test. Diakses 10 M a r e t 2 0 1 3 , d a r i www.saskatoonhealthregion.ca/pdf. 37 Salzman, Brooke. (2010). Gait and Balance Disorder in Older Adults. American Family Physician, 82(1), 61-67. Tomey A. M. & Alligood M. . (2006). Nursing Theorists. And Their Work. (6th Edition.). USA: Mosby Elsevier. Santoso, Mardi. (2008). Senam Diabetes Indonesia Seri 4 Persatuan Diabetes Indonesia. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia. Wade DT, Collin C. (1988). The Barthel ADL Index: a standard measure of physical disability? Int Disabil Stud. 10(2):64-67. Setiahardja, Andi. (2005). Penilaian Keseimbangan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari pada Lansia di Panti Werdha Pelkris Elim Semarang dengan menggunakan Berg Balance Scale dan Indeks Barthel. Universitas Diponegoro. Tesis Tidak Dipublikasikan Wang, Hsiu-Hung, Carol Shieh, Ruey-Hsia Wang. (2004). Self Care and Well Being Model for Elderly Women: A Comparison of Rural and Urban Areas. Kaohsiung J Med Sci, 20(2), 6368. Seze, Wiart L, Bon Saint Dome. (2001). Rehabilitation of Postural Disturbances of Hemiplegic Patients by Using Trunk Control Retraining during Exploratory Exrecises. Arch Phys Med Rehabil, 82 (6), P. 75 Sherwood. (2001). Human Physiology from Cells to System. USA: International Thomson Publishing Soegondo dan Sukardji. (2008). Hidup Secara Mandiri dengan Diatebes Mellitus. Jakarta: FKUI Stanley, Mickey, & Patricia Beare. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC Stockslager, Jaime L. (2003). Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. (Edisi 2). Jakarta: EGC. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Taylor, Susan & Katherine Renpenning. (2011). Self Care Science, Nursing Theory, and Evidence Based Practice. New York: Springer Publishing Company Thornton, Everard, Kevin Sykes, Wai K.T. (2004). Health Benefits of Tai Chi Exercise: Improved Balance and Blood Pressure in Middle Aged Women. Health Promotion International, 19(1), 33-38. 38 Wayne, Peter, David Krebs, Steven L, Wolf, Kathleen M., Donna M., Chris A. M., Ted. J. K. (2004). Can Tai Chi Improve Vestibulopathic Postural Control. Arch Phys Med Rehabil, 85, 142-52. Biomechanics, 21, 640-645 Widianti, Anggriyana & Atikah Proverawati. (2010). Senam Kesehatan: Aplikasi Senam untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Wu, Ge, & Xiaolin Ren. (2009). Speed Effect of Selected Tai Chi Chuan modifikasi Movement on Leg Muscle Activity in Young and Old Practitioner. Clinical Biomechanics, 24, 415421. Yu, Ding-Hai, Hui-Xin Yang. (2012). The Effect of Tai Chi Intervention on Balance in Older Males. Journal of Sport and Health Science, 1, 57-60. Zhang, Jian Guo, Kazuko Ishikawa, Hideo Yamazaki, Takae Morita, Toshiki Ohta. ( 2006). The Effects of Tai Chi Chuan modifikasi on Physiological Function and Fear of Falling in the Less Robust Elderly: An Intervention Study for Preventing Falls. Archives of Gerontology and Geriatrics, 42, 107-116.