Buku Jurnal STIKES ABI Vol.4 No.1.cdr - e-journal stikes

advertisement
Midwifery Journal
Januari - Juni 2015
Volume 4 No.1
DAFTAR ISI
Description Communication For Children Aged 3 Years Withlanguage Ability
In Paud Azzahra Wedoro Waru Sidoarjo
Arina Maghfirotul Fitria, Sri Wilujeng ......................................................................... 1
Hubungan Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Bayi Tentang ASI Dengan Status Gizi
Bayi
Nunuk Nurhayati ......................................................................................................... 7
Hubungan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil (>24 Minggu) Dengan Pertumbuhan
Janin Berdasarkan TFU
Di RSIA Prima Husada Sidoarjo
Ari Sita, Maaqfirotin .................................................................................................. 13
Pengaruh Massage Endorphin Terhadap Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Pada
Persalinan Primigravida
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Ummul Fithriyati ....................................................................................................... 19
Perbedaan Efektivitas Senam DM Dan Modifikasi Tai Chi Terhadap Penurunan Resiko
Jatuh Pada Lansia Dengan Pendekatan Teori Self Care Dari Orem
Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang
Wahyuni Tri Lestari ................................................................................................... 31
i
DESCRIPTION COMMUNICATION FOR CHILDREN AGED 3 YEARS
WITHLANGUAGE ABILITY in PAUD AZZAHRA Wedoro Waru Sidoarjo
Arina Maghfirotul Fitria, Sri Wilujeng
ABSTRACT
Communication at pre-school children aged 3 years was very important for help increasing
vocabulary. Language development was needed to know early if have a delay of delelopment. The
purpose of this study was to describe parent communication at pre-school children aged 3 years with
language ability in PAUD AZZAHRA Wedoro Waru Sidoarjo.
This research uses an observasional cross sectional. The population in this study is 42 students
and 42 parents. This study uses the technique of Simple Random Sampling Probability. Total of
samples in this study were 38 respondents consisting of 38 children and 38 parents. The dependent
variable in this study is parental communication, while the independent variable in this study was a
pre-school child language development.
The results showed that almost half of the parents communicate to children with sufficient
criteria, whereas most of the children have enough language development. The results of the research
that has been done, it was found that all children have good language development, so parents to
communicate with their children included in good criteria.
Language development in pre-school children was essential to the development of cognition
and behavior of children. So parents are required to communicate or information to their children. This
was an effort to prevent developmental language disorders in pre-school children aged 3 years.
Keywords: parental communication, language, children age 3 Years
ABSTRAK
Komunikasi pada anak usia 3 tahun sangat penting dilakukan untuk membantu anak mengenal
perbendaharaan kata. Selanjutnya perkembangan berbahasa perlu dilakukan pemantauan untuk
mengetahui sejak dini jika terdapat keterlanbatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
komunikasi pada anak usia 3 tahun dan kemampuan berbahasa di PAUD AZZAHRA Wedoro Warau
Sidoarjo.
Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian Descriptrive Cross Sectional. Populasi
dalam penelitian ini berjumlah 42 siswa dan 42 orang tua siswa dengan Probability Simple Random
Sampling. Jumlah sampel sebanyak 38 responden yang terdiri dari 38 anak dan 38 orang tua. Variabel
dalam penelitian ini adalah komunikasi orang tua pada anak dan kemampuan berbahasa.
Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah orang tua berkomunikasi pada anak
dengan kriteria cukup, dan sebagian besar anak usia 3 tahun mempunyaikemampuan berbahasa yang
cukup di PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo. Seluruh anak usia 3 tahun dengan kemampuan
berbahasa baik adalah mendapatkan komunikasi dengan kriteria baik di PAUD AZZAHRA Wedoro,
Waru, Sidoarjo.
Komunikasi perlu dilakukan pada anak sejak di dalam kandungan untuk menstimulasi
kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa pada anak sangat penting untuk ditingkatkan agar
anak lebih mudah mengungkapkan maksud kepada orang lain. Sehingga orang tua diharuskan untuk
melakukan komunikasimaupun memberikan informasi kepada anaknya.
Kata kunci: komunikasi orang tua, perkembangan bahasa, anak usia 3 tahu
1
PENDAHULUAN
Perkembangan bahasa adalah
bertambahnya perbendaharaan kata atau
kalimat untuk berkomunikasi dengan
menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk
menyampaikan makna kepada orang lain.
Gangguan bahasa adalah salah satu penyebab
gangguan perkembangan yang paling sering
ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara
adalah keluhan utama yang sering dicemaskan
dan dikeluhkan orang tua kepada dokter.
Kemampuan motorik dan kognisi berkembang
sesuai tingkat usia anak, demikian bahasa
bertambah melalui proses perkembangan mulai
dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia
sekolah di mana bahasa berperan sangat penting
dalam pencapaian akademik anak.
Prevalensi keterlambatan perkembangan
berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti
secara luas. Kendalanya dalam menentukan
kriteria keterlambatan perkembangan
berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi
Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah
kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak
terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.
Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu
kelurahan di Jakarta Pusat menemukan
prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3%
dari 214 anak yang berusia bawah lima tahun
(Judarwanto, 2010). Survey awal tentang
komunikasi orang tua dengan perkembangan
bahasa anak prasekolah (3 tahun), orang tua
yang lebih sering berkomunikasi anaknya
(70%) dan orang tua yang jarang berkomunikasi
dengan anaknya sekitar (30%) . Jumlah populasi
sebesar 42, dari 42 siswa sekitar 10%-25%
mengalami gangguan atau keterlambatan
bahasa.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
keterlambatan bahasa pada anak prasekolah
yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor
eksternal termasuk pola asuh orang tua yang
malas mengajak anak berkomunikasi, tingkatan
pendidikan orang tua, jumlah anak dalam
keluarga yang mempengaruhi intensitas
komunikasi, pembelajaran dan komunikasi
orang tua, kebiasaan menonton televisi tanpa
didampingi orang tua cenderung membuat anak
menjadi pendengar pasif. Faktor internal
meliputi gangguan kognisi, prematuritas, dan
gangguan persepsi pada anak. Dalam
2
perkembangan bahasa pada anak, komunikasi
orang tua pada anak juga sesuatu hal yang
terpenting. Orang tua berkomunikasi dengan
anaknyaminimal
menggunakan bahasa
pertama (bahasa ibu) justru menjadi persyaratan
komunikasi bahasa kedua (bahasa sekolah).
Perkembangan bahasa pada usia bawah lima
tahun (balita) akan berkembang sangat aktif dan
pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini,
dapat menimbulkan berbagai masalah dalam
proses belajar di usia sekolah. Anak yang
mengalami keterlambatan bahasa beresiko
mengalami kesulitan belajar, kesulitan
membaca dan menulis dan akan menyebabkan
pencapaian akademik yang kurang secara
menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia
dewasa muda. Orang dewasa dengan
pencapaian akademik yang rendah akibat
keterlambatan bicara dan bahasa, akan
mengalami masalah perilaku dan penyesuaian
psikososial. Pengajardi taman kanak-kanak atau
PA U D , t i d a k b o l e h m e n g a b a i k a n
perkembangan bahasa rumah. Pihak sekolah
harus ikut berperan serta dalam perkembangan
bahasa rumah dirasa masih sangat kurang, guru
sekolah boleh menggunakan bahasa rumah pada
momen-momen tertentu (Judarwanto, 2010).
Semua orang tua diharapkan untuk
memberikan komunikasi pada anaknya dengan
kosa kata yang benar dan bermoral, khususnya
pada anak yang masih usia dini, cenderung akan
menirukan perkataan yang di ucapkan oleh
orang dewasa. Orang tua atau guru di institusi
sangat penting memberikan stimulus
komunikasi untuk perkembangan bahasa anak
usia 3 tahun. Anak usia 3 tahun sudah mampu
menguasai 900 kata dan banyak kata-kata yang
digunakan seperti apa, mengapa, kapan dan
sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut
sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya
sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan
bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa
dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan perlu diingat bahwa
pada usia ini anak masih belum fasih dalam
berbicara. (Behrman, 1996 dikutip dari Hidayat,
Aziz Alimul A, 2012). Beberapa cara dalam
barkomunikasi dengan anak, anatara lain:
melalui pihak ke tiga atau orang lain, bercerita,
menfasilitasi, biblioterapi, meminta untuk
menyebutkan keinginan, pilihan pro dan kontra,
penggunaan skala, menulis, menggambar dan
bermain (Hidayat, Aziz Alimul A, 2012).
Orang tua harus memberikan stimulus
komunikasi verbal yang positif kepada anak.
Orang tua juga bisa memberikan dorongan
stimulasi bahasa pada anak, tidak hanya guru
atau pengajar di sekolah. Terdapat beberapa cara
untuk keterampilan stimulasi bahasa pada anak,
diantaranya: bermain, cerita dan dongeng,
bernyanyi, memberikan dorongan positif
terhadap pernyataan anak, memberikan
kesempatan anak untuk berkomunikasi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
descriptive karena bertujuan untuk
mendiskripsikan atau menggambarkan
komunikasi
orang tua pada anak dan
kemampuan berbahasa pada anak usia 3 tahun di
PAUD AZZHRA Wedoro Waru Sidoarjo.
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional, yakni hanya mengamati tanpa
melakukan intervensi pada subyek penelitian.
Berdasarkan waktu penelitian ini
dikelompokkan dalam penelitian cross
sectional yakni pengamatan hanya dilakukan
pada suatu saat saja yaitu pada saat
pengumpulan data yang dilakukan. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa PAUD
AZZAHRA RW 01 RT 03 Wedoro, Waru,
Sidoarjo, yang berumur 3 tahun beserta orang
tuanya, yang berjumlah 42 orang tua siswa dan
42 siswa.Cara penentuan dan pengambilan
sampel dilakukan dengan metode random
sampling karena pengambilan sampel
dilakukan dengan cara diacak atau diambil dari
hasil lotre dari semua besar populasi yang ada
kemudian diambil beberapa.Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah “Simple
Random Sampling” yaitu pengambilan sampel
dilakukan secara acak, dengan cara dimasukkan
semua nama orang yang termasuk dalam
populasi diletakkan dikotak, setelah semuanya
terkumpul baru kita ambil 38 orang dari
sejumlah populasi.
Penelitianini terdapat dua variable yaitu
komunikasi pada anak usia 3 tahun dan
kemampuan berbahasa. Instrument penelitian
ini menggunakan kuisioner dan lembar
observasi. Kuisioner diberikan kepada
responden orang tua anak (ibu) 20 pertanyaan
tertutup untuk mengidentifikasi cara atau tehnik
komunikasa verbal orang tua dengan
perkembangan bahasa anak pra sekolah usia 3
tahun. Sedangkan Instrumen untuk responden
anak menggunakan lembar observasi atau
pengamatan dan DDST, meliputi
kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra
(Arikunto. S,2002).
HASIL
1. Komunikasi orang tua pada anak usia 3
tahun Di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo
dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.Distribusi Komunikasi Orang Tua
Komunikasi
pada anak usia
3 tahun
Kemampuan berbahasa
Baik
Cukup
Baik
n %
6 100
9 50
Cukup
n
%
0
0
9
50
Kurang
N %
0 0
0 0
Kurang
0
0
11
78,6 3
Jumlah
15
39,5
20
52,6 3
Frekuensi Persentasi (%)
6
18
100
100
21,4
14
100
7,9
38
100
Komunikasi Frekuensi Persentasi (%)
Baik
Cukup
Kurang
Total
6
18
14
38
15,8
47,4
36,8
100
Komunikasi orang tua pada anak usia 3
tahun, hampir setengahnya dengan kriteria
cukup yaitu berjumlah 18 orang (47,4%).
2. Kemampuan berbahasa anak usia 3 tahun
di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo
dijelaskan di tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kemampuan berbahasa
Perkembangan Frekuensi (%)
Baik
Cukup
Kurang
15
20
3
BHS Persentasi
39,5
52,6
7,9
Total
38
100
Kemampuan berbahasa anak usia 3 tahun
sebagian besar siswa mempunyai
kemampuanberbahasa yang cukup berjumlah
20 siswa (52,6%).
3. Tabulasi silang komunikasi pada anak usia
3 tahun dan kemampuan berbahasa
3
Tabel 3. Tabulasi silang komunikasi dan
kemampuan berbahasa
Seluruh anak usia 3 tahun dengan kemampuan
berbahasa baik adalah mendapatkan
komunikasi dengan kriteria baik di PAUD
AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo.
DISKUSI
Komunikasi orang tua pada anak usia 3 tahun di
PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo.
Komunikasi orang tua pada anak di PAUD
AZZAHRA Waru Sidoarjosetengahnya anak
dengan kriteria cukup berjumlah 18 orang
(47,4%).Komunikasi interpersonal dalam
keluarga yang terjalin antara anggota keluarga
dan anak merupakan salah satu faktor penting
dalam menentukan perkembangan individu
komunikasi yang diharapkan adalah
komunikasi yang efektif, komunikasi yang
efektif dapat menimbulkan pengertian,
kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan
yang baik dan tindakan (Effendi, 2008).
Faktor yang mempengaruhi komunikasi orang
tua salah satunya adalah pendidikan orang tua.
Sebagaimana umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah
menerima informasi dan semakin bagus
pengetahuan yang dimiliki sehingga
penggunaan komunikasi dapat secara efektif
akan dapat dilakukan. Dalam komunikasi
dengan anak atau orang tua juga perlu
diperhatian tingkat pendidikan khususnya orang
tua karena berbagai informasi akan mudah
diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Perkembangan komunikasi pada anak usia dini
dapat ditunjukkan dengan perkembangan
bahasa anak dengan kemampuan anak sudah
mampu memahami kurang lebih sepuluh kata,
pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata
masih terdapat kata-kata ulangan. Anak usia
dini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu
menguasai 900 kata dan banyak kata-kata yang
digunakan seperti apa, mengapa, kapan dan
sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut
sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya
sangat tinggi, inisiatifnya tingi, kemampuan
bahasa mulai meningkat, mudah merasa kecewa
dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
4
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan perlu diingat bahwa
pada (Behrman, 1996 dikutip dari Hidayat, Aziz
Alimul A, 2012).
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu
yang penting dalam menjaga hubungan dengan
anak. Beberapa cara dalam barkomunikasi
dengan anak, anatara lain: melalui orang lain
atau pihak ketiga, bercerita, menfasilitasi,
biblioterapi, meminta untuk menyebutkan
keinginan, pilihan pro dan kontra, menulis
menggambar, bermain(Hidayat, Aziz Alimul A,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
persamaan dengan teori bahwa komunikasi
orang tua dengan anak dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya faktor dari
pendidikan atau pengetahuan orang tua,
terkadang orang tua tidak mengetahui cara
dalam berkomunikasi dengan anak. komunikasi
orang tua sangat berpengaruh pada
perkembangan bahasa dan perbendaharaan kata
anak.
Kemampuan Berbahasa pada anak usia3 tahun
di PAUD AZZAHRA Waru Sidoarjo.
Sebagian besar perkembangan bahasa anak
termasuk dalam kriteria cukup yang berjumlah
20 anak (52,6%).Anak belajar memperbaiki
komunikasi ketika berinteraksi dengan orang
lain. Ketika orang tua mendengarkan anak,
berbicara secara interaktif , maka akan
merangsang pembentukan bahasa anak.
Dorongan stimulasi ketrampilan bahasa pada
anak pra sekolah dapat dilakukan dengan
beberapa cara: bermain, cerita dan dongeng,
bernyanyi, memberikan dorongan positif
terhadap pertanyaan anak, menonton televisi
dengan cara yang sehat (Zaviera,2008.,
Hidayat, 2008., Burn, et al., 2009).
Perkembangan bahasa diawali mampu
m e n y e b u t k a n h i n g g a e m p a t g a m b a r,
menyebutkan satu hingga dua warna,
menyebutkan kegunaan benda, menghitung,
mengartikan dua kata, mengerti empat kata
depan, mengerti beberapa kata sifat dan
sebagainya, menggunakan bunyi untuk
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas,
meniru berbagai bunyi kata, memahami arti
larangan, berespons terhadap panggilan dan
orang-orang anggota keluarga dekat (Hidayat,
Aziz Alimul A, 2012).
Sesuai dengan hasil di atas terdapat persamaan
dengan teori bahwa perkembangan bahasa
sangat berpengaruh dalam perbendaharaan kata,
perilaku dan kognisi anak. Dorongan stimulus
dalam komunikasi orang tua sangat penting
untuk perkembangan bahasa anak.
Gambaran Komunikasi pada anak usia 3 tahun
dan Kemampuan Berbahasa
Sebagian besar orang tua berkomunikasi pada
anak dengan kriteria yang baik dan
perkembangan bahasa anak yang baik
berjumlah 6 orang tua dan anak (100%).
Komunikasi dan interaksi dengan orang tua
tanpa disadari memiliki peran yang penting
untuk perkembangan bahasa anak.
Perkembangan komunikasi pada anak usia dini
dapat ditunjukkan dengan perkembangan
bahasa anak dengan kemampuan anak sudah
mampu memahami kurang lebih sepuluh kata,
pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata
masih terdapat kata-kata ulangan. Anak usia
dini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu
menguasai 900 kata. Anak yang mempunyai
keterlambatan dalam perkembangan bahasa
akan terjadi gangguan pada kognisi(Behrman,
1996 dikutip dari Hidayat, Aziz Alimul A,
2012).
Anak memiliki perkembangan kognisi yang
terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui
interaksi sosial anak akan mengalami
p e n i n g k a t a n k e m a m p u a n b e r p i k i r.
Pembelajaran bahasa akanmemengaruhi anak
agar dapat belajar dengan optimal. Sehingga
anak perlu kegiatan perlu didorong agar sering
berkomunikasi. Orang tua yang mendampingi
pembelajaran dan mengajak berkomunikasi
akan membantu anak menggunakan bahasa
dengan lebih tinggi atau meningkatkan potensi
kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak.
orang tua perlu menggunakan metode yang
interaktif, menantang anak untuk meningkatkan
pembelajaran dan menggunakan bahasa yang
berkualitas. Anak dituntut untuk menguasai
empat tugas pokok yang satu sama lainnya
saling berkaitan dalam berbahasa. Apabila anak
berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka
anak juga dapat menuntaskan tugas-tugas yang
lainnya. Keempat tugas tersebut adalah sebagai
berikut: pemahaman, pengembangan
perbendaharaan kata, penyusunan kata-kata
menjadi kalimat, ucapan (Muhyidin,
Muhammad. 2007).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
persamaan dengan teori yang dikemukakan di
atas untuk komunikasi orang tua dengan anak
berperan penting dalam perkembangan bahasa
anak. Proses perkembangan bahasa dan
perbendaharaan kata pada anak usia pra sekolah
sangat berpengaruh pada kognisi dan
perilakuanak. Orang tua harus sering
memberikan dorongan stimulasi dalam
berkomunikasi pada anaknya, cara orang tua
berkomunikasi harus dengan tepat.
SIMPULAN
Komunikasi pada anak usia 3 tahun hampir
setengah termasuk dalam kriteria cukup di
PAUD AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo.
Kemampuan berbahasa sebagian besar pada
anak usia 3 tahun adalah cukup di PAUD
AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo.
Seluruhnya (anak usia 3 tahun) yang mendapat
komunikasi dengan criteria baik mempunyai
kemampuan berbahasa baik di PAUD
AZZAHRA Wedoro, Waru, Sidoarjo.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock E B. (1985). Psikologi Perkembangan.
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak.
Surabaya: EGC.
Cangara H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak.
Jilid 1, Edisi Kesebelas. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
5
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Wibisono S. (2008). Biostatistik Penelitian
Kesehatan: Biostatistik dengan
Komputer (SPSS 16 For Windows).
Surabaya: Percetakan Duatujuh.
Singgih G D. (2008). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Cetakan 13. Jakarta:
Gunung Mulia.
Rahayuni J. (2008). Kamus Keperawatan.
Penerbit: Dinamika Press.
Fitriani Y L. (2009). Aspek Bahasa Anak 0-5
Tahun. Fakultas Psikolog Universitas
Pasundan Bandung. Pustaka Unpad.
September 2009.
Bambang H. (2010). Metode Penelitian
Kuantitatif (Teori dan Aplikasi).
Cetakan ke 2. Edisi Revisi. Surabaya:
Perwira Media Nusantara.
Judarwanto W. (2010). Faktor Risiko Gangguan
Berbahasa Pada Anak. Children Speech
Clinic Information Education Jakarta .
Word Press. Desember 2010.
Suyadi, 2010. Psikologi Belajar Pendidikan
Anak Usia Dini. Cetakan pertama.
Yogyakarta: Pedagogia.
Tandry N. (2011). Mengenal Tahap Tumbuh
Kembang Anak dan Masalahnya. Edisi
Pertama. Jakarta: Libri.
Wahyu, Ratna P. (2011). Perkembangan Bahasa
dan kecerdasan Anak. Program Studi
Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas
Perguruan IKIP PGRI Semarang. Ejournal Volume 1. Nomor 2. Desember
2011.
Fitriyanti D, Induniasih, Nursanti I, Prayogi A S.
(2011). Hubungan Aantara Pola Asuh
Ibu Dengan Perkembangan Bahasa
Anak Toddle.
Program Studi
Keperawatan Politeknik Kesehatan
K e m e n k e s Yo g y a k a r t a . J u r n a l
Penelitian Kesehatan Suara Forikes
6
Volume II nomor 1. Januari 2011.
Aziz A H. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak. Jilid 1. Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba Medika.
Hurlock E B. (2012). Perkembangan Anak. Jilid
1,Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
.
Susilaningrum, Rekawati, Nursalam, Utami,
Sri. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak. Jilid 1, Edisi Kedua. Jakarta:
Salemba Medika.
Upton P. (2012). Psikologi Perkembangan.
Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Gunawan, Hendri. (2013). Komunikasi Orang
Tua.Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado. E-journal
Keperawatan (E-Kp) Volume 1. Nomor
1. Agustus 2013
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU YANG MEMPUNYAI BAYI TENTANG
PENTINGNYA ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI
E-mail : [email protected]
Nunuk Nurhayati
ABSTRACK
Breast milk is the main food for the baby, which is much needed by him, there is no other food
that is able to match the nutritional content. Breast milk also has substances called antibodies because
it contains more than 100 kinds of nutrients including AA, DHA, taurine and spyngomielin that are not
contained in cow's milk, which can protect babies from disease during breast-feeding mothers, and
some time after that. Knowledge is the result of "know" and this occurs after the hold sensing to a
particular object. Sensing the object occurs through the human senses of sight, hearing, smell, taste and
touch with his own (Henry, 2010).
This type of research is observational, based on the time grouped in cross sectional and an
analytical study. There are two variables: mothers who have babies knowledge about the importance
of breastfeeding and nutritional status of infants. The population used is all baby and mother who has
been in RB Ananda - Jabon - Mojokerto in September - November 2014
Based on statistical test Chi-Square got value X2 = 3.588 with significance value = 0.465> of a 0, 05 so
that Ho is accepted, H1 is rejected, it can be concluded that there is no relationship of knowledge
mothers with babies on breast milk with infant nutritional status in RB Ananda - Jabon - Mojokerto.
Based on these results it can be concluded that there is no relation between knowledge mothers with
babies on breast milk with infant nutritional status because of the good nutritional status is not only
influenced by good knowledge, but also influenced by infectious diseases that may be suffered by the
baby and also supported with food security family, people's purchasing power and attitude toward
parenting the baby so the midwife needs to provide counseling every Posyandu activities toddlers.
Keywords: Knowledge, baby nutrition status
ABSTRAK
ASI merupakan makanan utama bagi bayi, yang sangat dibutuhkan olehnya, tidak ada
makanan lainnya yang mampu menandingi kandungan gizinya. ASI juga terdapat zat-zat yang
disebut antibody karena mengandung lebih 100 jenis zat gizi diantaranya AA, DHA, taurin dan
spyngomielin yang tidak terkandung dalam susu sapi, yang dapat melindungi bayi dari serangan
penyakit selama ibu menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu. Pengetahuan adalah merupakan
hasil “ tahu ” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba dengan sendiri (Wawan, 2010).
Jenis penelitian ini adalah observasional, berdasarkan waktunya dikelompokan dalamCross
Sectional dan merupakan penelitian analitik.Terdapat 2 variabel yaitu pengetahuan ibu yang
mempunyai bayi tentang pentingnya ASI dan status gizi bayi.Populasi yang digunakan adalah semua
Ibu yang mempunyai bayi dan berkunjung di RB Ananda - Jabon – Mojokerto pada bulan September –
Nopember 2014
Berdasarkan uji statistik secara Chi-Square didapatkan nilai X2 = 3,588 dengan nilai
signifikasinya = 0,465 > dari a 0, 05 sehingga Ho diterima, H1 di tolak maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi
di RB Ananda – Jabon – Mojokerto.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan ibu
7
yang mempunyai bayi tentang ASI dengan status gizi bayi karena Status gizi yang baik tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik saja tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang
mungkin diderita bayi dan juga didukung dengan ketahanan pangan keluarga, daya beli masyarakat
dan sikap terhadap pola asuh bayi sehingga bidan perlu memberikan penyuluhan setiap kegiatan
posyandu balita.
Kata Kunci : Pengetahuan, Status gizi bayi
PENDAHULUAN
Pemberian ASI setelah bayi di lahirkan
sampai bayi berusia 2 tahun sungguh
merupakan fondasi pembentukan sumber daya
manusia yang berkualitas.ASI merupakan
makanan yang terlengkap bagi anak yang
memenuhi syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan.Karena itu seorang ibu hendaknya
menyui anaknya dari air susunya. Para dokter
sepakat bahwa cara yang terbaik dalam
memberikan makanan pada bayi, pada usia 0 - 2
tahun pertama adalah dengan memberikan ASI
secara alami.
ASI merupakan makanan utama bagi bayi,
yang sangat dibutuhkan olehnya, tidak ada
makanan lainnya yang mampu menandingi
kandungan gizinya. ASI juga terdapat zat-zat
yang disebut antibody karena mengandung
lebih 100 jenis zat gizi diantaranya AA, DHA,
taurin dan spyngomielin yang tidak terkandung
dalam susu sapi, yang dapat melindungi bayi
dari serangan penyakit selama ibu
menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah itu.
Bayi yang senantiasa mengkonsumsi ASI jarang
mengalami infeksi saluran pernapasan atas pada
tahun pertama kelahiran, jika dibandingkan
d e n g a n b a y i y a n g t i d a k
mengkonsumsinya.Pertumbuhan dan
perkembangan bayipun berlangsung dengan
baik berkat ASI.Pengetahuan adalah merupakan
hasil
“ tahu ” dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi
melalui panca indra manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan
sendiri (Wawan, 2010).
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan
Indonesia pada tahun 2003 diketahui bahwa
angka pemberian ASI turun dari 49% menjadi
39% padahal target pemerintah Indonesia tahun
2006 sebesar 80% ibu bisa memberikan ASI.Di
Jawa Timur Program Dinas Kesehatan kota
8
Surabaya menargetkan tercapainya pemberian
ASI tahun 2010 sebesar 70 % dan untuk tahun
2011 sebesar 90% tetapi ASI di wilayah
kabupaten Mojokerto tahun 2006 hanya sebesar
pencapaian ibu dalam pemberian ASI pada
tahun 2003 hanya sebesar 47,42%, tahun 2004
sebesar 58,9%, tahun 2006 sebesar 64,1%.
Cakupan 37,71% dari jumlah bayi 12.731,
tahun 2007-2009 sebesar 45,17% dan tahun
2010-2011 mencapai 46,19% bayi yang
mendapat ASI.Penelitian yang sudah dilakukan
oleh Aries Dian Pertiwi di Puskesmas Bugangan
– Semarang dengan judul penelitian “ hubungan
karakteristik ibu dan lama pemberian ASI
dengan penyakit infeksi dan status gizi bayi usia
0-6 bulan “ didapatkan lebih dari separuh ibu
berpengetahuan cukup tentang separuh ibu
berpengetahuan cukup tentang pemberian ASI
serta tidak ada hubungan antara pengetahuan
ibu dengan status gizi bayi. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto yang dilakukan pada 10 ibu
didapatkan 3 ibu mempunyai pengetahuan baik
tentang ASI dimana bayinya mempunyai status
gizi baik, 3 orang ibu mempunyai pengetahuan
cukup tentang ASI dan bayinya berstatus gizi
baik serta 4 orang ibu yang mempunyai
pengetahuan kurang tentang ASI,bayinya juga
berstatus gizi baik.
Menyusui anak bisa menciptakan ikatan
psikologi dan kasih sayang yang kuat antara ibu
dan bayi. Bayi merasa terlindung dalam
dekapan ibunya, mendengar degup langsung
jantung ibu serta merasakan sentuhan ibu disaat
disusui olehnya(Dwi Sunar, 2009).
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya
pemberian ASI dengan status gizi bayi
berdampak makro yaitu pada bayi yaitu
menurunkan resiko terjadinya infeksi misalnya
infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi
saluran pernafasan, dan infeksi telinga dan
resiko penyakit non infeksi seperti alergi,
kurang gizi serta dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga
IQ dan EQ bayi menurun dan berdampak mikro
yaitu ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi
kurang terjalin dengan baik. Untuk itu Petugas
Kesehatan Khususnya bidan harus banyak
berperan aktif dalam memberikan penyuluhan
kepada ibu untuk selalu memberikan ASI pada
bayinya agar bayinya kebal terhadap penyakit
dan tidak terganggu pertumbuhan dan
perkembangannya.Dari kenyataan tersebut
maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan
pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang
ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda –
Jabon - Mojokerto”
METEDOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional, yakni
hanya mengamati tanpa melakukan intervensi
pada objek penelitian. Berdasarkan waktunya
penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian
cross sectional yakni dengan melakukan
pengamatan pada saat bersamaan atau sekali
waktu. Berdasarkan analisa data, penelitian ini
merupakan penelitian analitik. Penelitian
analitik adalah penelitian kebidanan yang
membandingkan antara variabel satu dengan
variabel lainya. Penelitian ini memastikan
adakah hubungan dengan variabel independent
dan variabel dependent.
Populasi dalam penelitian ini adalah
Semua Ibu yang mempunyai bayi dan
berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto
pada bulan September s/d Nopember 2014.
Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian Ibu yang mempunyai bayi dan
berkunjung di RB Ananda – Jabon – Mojokerto
pada bulan September s/d Nopember 2014.
Dalam penelitian ini menggunakan
simple Random Sampling
Dalam penelitian ini yang menjadi
variable bebas adalah Pengetahuan ibu yang
mempunyai bayi tentang ASI
Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah status gizi bayi
Penelitian ini dilakukan di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto tahun 2014 dan waktu
penelitian September – Nopember 2014.
Data yang sudah dikumpulkan
dilakukan skoring kemudian data dihitung
presentasinya dan dilakukan tabulasi
silang.Untuk mengetahui hubungan variabel
independen terhadap variabel dependen maka
dilakukan uji statistik Chi-square (X2).
Dari hasil uji chi-square X2 hitung ≥X2
tabel maka Ho ditolak berarti tidak ada
hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai
bayi tentang ASI Eklusife dengan status gizi
bayi di RB Ananda – Jabon – Mojokerto tahun
2
2
2014. Sedangkan apabila X hitung < X tabel
maka Ho diterima berarti ada hubungan
pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang
ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto tahun 2014.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu
yang mempunyai bayi tentang ASI di
RB Ananda – Jabon –Mojokerto .
Pengetahuan
Pengetahuan Baik
Pengetahuan Cukup
Pengetahuan Kurang
Total
Frekuensi
10
13
7
30
Persentase (%)
33
43
24
100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa
ibu yang mempunyai bayi dan yang berkunjung
di RB Ananda – Jabon – Mojokerto hampir
setengahnya berpengetahuan cukup yaitu 43%
dan sebagian kecil berpengetahuan kurang
yaitu 24%.
Tabel 2 Distribusi frekuensi Status Gizi Bayidi
RB Ananda-Jabon- Mojokerto
Status Gizi Bayi
Status Gizi Baik
Status Gizi Kurang
Status Gizi buruk
Total
Frekuensi
19
10
1
30
Persentase
64
33
3
100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar bayi berstatus gizi baik yaitu 64%
dan sebagian kecil bayi berstatus gizi
buruk yaitu 3%.
9
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tabulasi Silang
Hubungan Pengetahuan Ibu
yang
mempynyai bayi tentang ASI dengan
Status Gizi Bayi di RB Ananda – Jabon –
Mojokerto
Pengetahuan
Status Gizi Bayi
Gizi
Gizi
Kurang
Buruk
%
N
%
N
%
70,0
3
30,0
0
0
manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
Pengetahuan sangat erat hubungannya
dengan pendidikan, diharapkan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya terutama tentang
pentingnya pemberian ASI . Akan tetapi
perlu ditekankan, bukan berarti seseorang
yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini
mengingat bahwa peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal saja, akan tetapi dapat
diperoleh melalui pendidikan non formal
misalkan dari pengalaman orang tua,
pengalaman orang lain, buku, majalah. ASI
merupakan makanan utama bagi bayi, yang
sangat dibutuhkan olehnya tidak ada
makanan lainnya yang mampu menandingi
kandungan gizinya. ASI juga terdapat zatzat yang disebut antibody karena
mengandung lebih 100 jenis zat gizi
diantaranya AA, DHA, taurin dan
spyngomielin yang tidak terkandung dalam
susu sapi, yang dapat melindungi bayi dari
serangan penyakit selama ibu
menyusuinya, dan beberapa waktu sesudah
itu. Anak adalah generasi penerus bangsa
yang akan menentukan kesejahteraan dan
kejayaan suatu bangsa dan negara. Dalam
implementasinya , anak merupakan sumber
daya manusia bagi pembangunan suatu
bangsa. Diperlukan perhatian khusus
terhadap pemberian gizi sehingga dapat
menunjang pertumbuhan dan
perkembangan yang lebih baik. Gizi pada
masa anak sangat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang bahkan sejak masih
dalam kandungan sekalipun, gizi
memegang peranan penting.
Jumlah
Gizi Baik
N
Pengetahuan
7
Baik
Pengetahuan
8
61,5
Cukup
5
Pengetahuan
4
57,1
Kurang
2
Total
19 63,3
10
Hasil Uji statistik Chi Square (χ2)
0,465
n
10
%
100
38,5
0
0
13
100
28,6
1
14,3
7
100
33,3
1
: 3, 588
3,3 30
100
dengan nilai Sig
Dari tabel di atas menunjukkan dari 13 ibu yang
berpengetahuan cukup sebagain besar bayinya
berstatus gizi baik yaitu 61,5% dan dari 7 ibu
yang berpengetahuan kurang sebagian besar
bayinya berstatus gizi baik yaitu 57,1%.
Berdasarkan hasil pengujian Chi-Square
2
didapatkan nilai X = 3,588 dengan nilai
signifikasinya = 0,465 > dari α 0, 05 sehingga
Ho diterima, H1 di tolak maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan ibu yang mempunyai bayi tentang
ASI dengan status gizi bayi di RB Ananda –
Jabon –Mojokerto .
PEMBAHASAN
1. Pengetahuan ibu yang mempunyai bayi
tentang ASI
Berdasarkan dari tabel 1 di atas
menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai
bayi dan yang berkunjung di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto hampir setengahnya
berpengetahuan cukup yaitu 43% dan
sebagian kecil berpengetahuan kurang
yaitu 24%.
Menurut
Wawan dan dewi, 2010
Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu
” dan ini terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terhadap objek
terjadi melalui panca indra manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan
10
2
Status Gizi Bayi
Berdasarkan
dari tabel 2 di atas
menunjukkan bahwa sebagian besar bayi
berstatus gizi baik yaitu 64% dan sebagian
kecil bayi berstatus gizi buruk yaitu 3%.
Waryana, 2010 Zat gizi adalah unsur yang
terdapat dalam makanan dan dapat
mempengaruhi kesehatan. Gizi adalah
suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolism
dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ serta
menghasilkan energi
Menurut Supariyanto, 2012 Status gizi bayi
adalah keadaan tubuh yang merupakan
hasil akhir dari keseimbangan antara zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh dan
utilisasinya.
Ibu dengan asupan makanan sehari-hari
yang kurang terutama sejak masa
kehamilan dapat menyebabkan produksi
ASI akan berkurang atau bahkan tidak
keluar sehingga akan berpengaruh terhadap
status gizi bayinya . Agar ASI yang
diproduksi mencukupi kebutuhan gizi bayi
perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas
makanan ibu. Sikap ibu dalam memberikan
ASI
kepada bayi akan dapat
mempengaruhi dalam status gizi bayi yang
baik karena ASI adalah makanan pokok
dari bayi. Nutrisi Terpenting yang
diperoleh pertama kali saat bayi lahir
adalah ASI. ASI merupakan makanan
paling ideal baik secara fisiologis maupun
biologis yang harus diberikan kepada bayi
di awal kehidupannya. Hal ini dikarenakan
selain mengandung nilai gizi yang cukup
tinggi, ASI juga mengandung zat
kekebalan tubuh yang akan melindungi
dari berbagai jenis penyakit yang dapat
menghambat pertumbuhan bayi tersebut.
3
Hubungan Pengetahuan Ibu yang
mempunyai bayi Tentang ASI dengan
Status Gizi Bayi di RB Ananda – Jabon–
Mojokerto .
Berdasarkan dari tabel 3 di atas
menunjukkan dari 13 ibu yang
berpengetahuan cukup sebagain besar
bayinya berstatus gizi baik yaitu 61,5% dan
dari 7 ibu yang berpengetahuan kurang
sebagian besar bayinya berstatus gizi baik
yaitu 57,1%.dari tabel 4.6 di atas
menunjukkan dari 13 ibu yang
berpengetahuan cukup sebagain besar
bayinya berstatus gizi baik yaitu 61,5% .
Menurut Waryana, 2010 Faktor
penyebab yang mempengaruhi gizi bayi
ada dua yaitu penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Penyebab
langsung yaitu makanan bayi dan penyakit
infeksi yang mungkin diderita bayi dan
penyebab tidak langsung yaitu ketahanan
pangan di keluarga, pengetahuan, pola
pengasuhan bayi, serta pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan.
ASI mempunyai nilai nutrisi yang secara
kuantitas seimbang serta secara kualitas
sangat unggul. Komposisi nutrien (zat gizi)
yang terdapat di dalam ASI sangat tepat dan
ideal untuk tumbuh kembang anak.
Disamping itu komposisi ASI juga
menyebabkan bayi dan anak yang
mengkonsumsi terjaga kesehatannya
Berdasarkan hasil pengujian Chi-Square
didapatkan nilai X2 = 3,588 dengan nilai
signifikasinya = 0,465 > dari α 0, 05
sehingga Ho diterima, H1 di tolak maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan ibu yang
mempunyai bayi tentang ASI Eksklusif
dengan status gizi bayi di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto bulan September Nopember 2014.
Status gizi yang baik tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan yang baik
saja tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit
infeksi yang mungkin diderita bayi dan juga
didukung dengan ketahanan pangan
keluarga, daya beli masyarakat dan sikap
terhadap pola asuh bayi. Menurut
Soetjiningsih, 2014 Bayi adalah usia 0-12
bulan. Pada saat pada bayi berusia 6 bulan
perlu diberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI). MP-ASI adalah makanan yang
diberikan kepada bayi yang berusia 6
bulan-24 bulan. Peranan makanan
pendamping ASI ini bukan untuk
menggantikan ASI melainkan untuk
melengkapi ASI. Jadi makan pendaping
ASI harus tetap diberikan kepada bayi
selain ASI.
Hal ini ditunjang dengan penelitian
Riqkia Nuranita, bahwa bayi yang
mendapat MP-ASI tepat waktu cenderung
11
memiliki status gizi normal sebesar 88,4%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa status gizi
bayi tidak hanya ditentukan dari ASI saja
melainkan ditunjang dengan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) terutama bagi
bayi yang berusia 6 bulan keatas.
Bayi yang mendapat makanan yang baik
tetapi karena sering sakit diare atau demam
dapat menderita kurang gizi. Demikian
pada bayi yang makanannya tidak cukup
baik maka daya tahan tubuh akan melemah
dan mudah terserang penyakit.
Kenyataannya baik makanan maupun
penyakit secara bersama – sama merupakan
penyebab kurang gizi.
Gangguan proses pemberian ASI pada
prinsipnya berakar dari
kurangnya
dukungan keluarga serta kualitas dan
kuantitas gizi dari ibu yang menyusui dan
faktor kejiwaan, Ibu yang selalu dalam
keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa
tertekan dan berbagai bentuk ketegangan
emosional dapat mempengaruhi kegagalan
ibu dalam menyusui. Ibu dengan asupan
makanan sehari-hari yang kurang bergizi
terutama sejak masa kehamilan dapat
menyebabkan produksi ASI akan
berkurang atau bahkan tidak keluar
sehingga akan berpengaruh terhadap
bayinya. Komposisi ASI sudah dianggap
cukup untuk kebutuhan gizi bayi dan
supaya ASI yang diproduksi mencukupi
kebutuhan bayi perlu diperhatikan kualitas
dan kuantitas makanan ibu.
KESIMPULAN
1. Ibu yang yang mempunyai bayi dan
yang berkunjung di RB Ananda
–
Jabon – Mojokerto hampir setengahnya
berpengetahuan cukup tentang ASI
yaitu 43%
dan sebagian kecil
berpengetahuan kurang
tentang
pemberian ASI yaitu 24%.
2. Sebagian besar bayi berstatus gizi baik
yaitu 64% dan sebagian kecil bayi
berstatus gizi buruk yaitu 3%.
3. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu
yang mempunyai bayi tentang ASI
dengan status gizi bayi di RB Ananda –
Jabon – Mojokerto
12
DAFTAR PUSTAKA
Aslis wirda, 2009Buku saku gizi bayi. Jakarta
:EGC
Alimul A. 2012 . Metode Penelitian Kebidanan
Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
SalembaMedika.
___________,-2009.
Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak
Satu. Jakarta :
Salemba Medika
Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Jakarta : EGC
Bahiyatun, 2009. Buku ajar asuhan kebidanan
nifas normal. Jakarta : EGC
Dwi Sunar, 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif.
Surabaya : Sekarini
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan
Ibu dan Anak, 2011, Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak, Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI
Hariyani Sulistyoningsih, 2011. Gizi untuk
Kesehatan Ibu dan anak.Jakarta:
Graha
Kemenkes RI, 2011. Buku Kesehatan Ibu dan
Anak . Jakarta : Kemenkes RI
Setyo Retno, 2011.Asuhan Kebidanan ibu
nifas. Jakarta : Graha
Supariasa I Dewa Nyoman, 2012. Penilaian
status gizi.Jakarta : EGC
Notoadmojo Soekidjo, 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan
Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan.Jakarta : Salemba
Medika.
Nurheti, 2010.Keajaiban ASI. Jakarta:Nuha
Medika
Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan
Balita.Jakarta : Salemba Medika
Wawan dan Dewi, 2010.Teori Pengukuran
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia . Yogyakarta:Nuha Medika
Wibisono, 2009. Biostatistik penelitian
kesehatan. Surabaya : percetakan
dua tujuh.
Yetti Anggraeni, 2010. Asuhan Kebidanan masa
Nifas.Jakarta : Graha
HUBUNGAN PENINGKATAN BERAT BADAN IBU HAMIL (> 24 MINGGU) DENGAN
PERTUMBUHAN JANIN BERDASARKAN TFU
DI RSIA PRIMA HUSADA SIDOARJO
E-mail : [email protected]
Ari Sita W, Maaqfirotin
ABSTRACT
Increase in maternal weight during pregnancy is a sign of maternal adaptation to fetal growth.
Analysis of various studies indicate that increased body weight associated with physiological changes
that occur in pregnancy. Based on initial survey of 11 people found that there are 2 people pregnant
pregnant women whose weight did not rise high and 5 people uteri fundus abnormalities. The purpose
of this study to determine the correlation of weight gain of pregnant women (> 24 weeks) with fetal
growth by high fundus uteri on RSIA Prima Husada Sidoarjo.
In this study using the analytic methods of observational research with cross sectional study
design. The population in this study were all pregnant women aged more than 24 weeks of pregnancy
are pregnancy checked at Prima Husada RSIA with large samples of 73 pregnant women with
Saturated Samples taken with the technique.
Based on the results of 73 studies found that pregnant women who are aged more than 24 weeks
of pregnancy most of the weight gained by the number of 56 people (76.71%), whereas the high fundus
uteri in pregnant women is largely normal with the number 43 people (58, 91%). From the results of
data analysis using chi square test showed the results of calculating (3.85) > table (3.84) = Ho rejected
H1 accepted. So that there is a correlation between weight gain of pregnant women with fetal growth
based on high-fundus uteri.
Midwives are expected to improve midwifery services to provide counseling on the importance
of balanced nutrition in pregnant women that gained weight with age of pregnancy that affect the
growth of the fetus in the womb.
Keywords: Maternal Weight, Fetal Growth High Fundus Uteri
ABSTRAK
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adanya adaptasi ibu terhadap
pertumbuhan janin. Analisis dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang
bertambah berhubungan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan. Berdasarkan
survey awal didapatkan bahwa dari 11 ibu hamil ada 2 ibu hamil yang berat badannya tidak naik dan 5
ibu hamil yang tinggi fundus uterinya abnormal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
hubungan peningkatan berat badan ibu hamil (>24 minggu) dengan pertumbuhan janin berdasarkan
tinggi fundus uteri di RSIA Prima Husada Sidoarjo.
Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain penelitian
cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang usia kehamilannya
lebih dari 24 minggu yang memeriksakan kehamilannya di di RSIA Prima Husada Sidoarjo dengan
besar sampel 73 ibu hamil yang diambil dengan teknik Sampel Jenuh.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 73 ibu hamil yang usia kehamilannya lebih dari 24
minggu sebagian besar berat badannya naik dengan jumlah 56 ibu hamil (76,71%), sedangkan tinggi
fundus uteri pada ibu hamil sebagian besar tidak normal dengan jumlah 43 ibu hamil (58,91%). Dari
hasil analisis data menggunakan uji chi square menunjukkan hasil X2 hitung (3,85) >X2 tabel (3,84) =
Ho ditolak H1 diterima. Sehingga ada hubungan antara peningkatan berat badan ibu hamil dengan
pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus uteri.
Bidan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan dengan memberikan konseling
tentang pentingnya gizi seimbang pada ibu hamil agar berat badannya naik seiring dengan
pertambahan usia kehamilan yang berpengaruh pada pertumbuhan janin di dalam rahim ibu.
Kata kunci : Berat Badan Ibu Hamil, Pertumbuhan Janin berdasarkan TFU
13
PENDAHULUAN
Kehamilan adalah suatu hal dalam
kehidupan yang dapat membuat keluarga
bahagia. Pada kehamilan terjadi perubahan fisik
dan mental yang bersifat alami. Para calon ibu
harus sehat dan mempunyai gizi cukup (berat
badan normal) sebelum hamil dan setelah hamil.
Harus mempunyai kebiasaan makan yang
teratur dan tidak merokok. Jika ibu tidak
mendapat gizi yang cukup selama kehamilan,
maka bayi yang dikandungnya akan menderita
kekurangan gizi (Paath, 2004 : 51).
Status diet dan nutrisi ibu hamil
mempunyai dampak langsung pada perjalanan
kehamilan dan bayi yang akan dilahirkannya.
Malnutrisi yang terjadi pada bulan awal
kehamilan memengaruhi perkembangan dan
kapasitas embrio untuk bertahan hidup, nutrisi
yang buruk pada masa lanjut kehamilan
memengaruhi pertumbuhan janin (Paath, 2004 :
6).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga
merupakan salah satu target yang telah
ditentukan dalam tujuan pembangunan
millenium pada tujuan ke lima yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang
akan dicapai sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai 75% resiko jumlah
kematian ibu (www. AKI dan AKB MDGs. html
diakses 25 Februari 2012).
Angka kematian ibu (AKI) menurut
MDGs tahun 2015 sebesar 262 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2007 mencapai 228 per
100.000 kelahiran hidup, tahun 2009 dicapai
angka 226 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan pada tahun 2010 masih tinggi yaitu
207 per 100.000 kelahiran hidup. Bappenas
(2008) mencatat angka kematian ibu (AKI) pada
negara-negara besar di ASEAN. Beberapa
negara diantaranya adalah Brunai Darussalam
37 ibu meninggal per 100.000 penduduk,
Kamboja 450 kematian ibu per 100.000
penduduk, Laos mencapai 650 kematian ibu per
100.000 penduduk, Myanmar sebanyak 360
kematian ibu per 100.000 penduduk, Malaysia
41 kematian ibu per 100.000 penduduk.
Sedangkan pada negara Vietnam 130 kematian
per 100.000 penduduk (http//bappenas.go.id.
14
diakses 20 Februari 2012).
Peningkatan berat badan ibu selama
kehamilan menandakan adanya adaptasi ibu
terhadap pertumbuhan janin. Analisis dari
berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat
badan yang bertambah berhubungan dengan
perubahan fisiologis yang terjadi pada
kehamilan dan lebih dirasakan pada ibu
primigravida untuk menambah berat badan
pada masa kehamilan (Asrinah, 2010 : 69).
Ibu yang sedang hamil mengalami
kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg. Pada
trimester 1 kenaikan berat badan seorang ibu
tidak mencapai 1 kg, namun setelah mencapai
trimester ke-2 pertambahan berat badan
semakin banyak yaitu 3 kg dan trimester 3
sebanyak 6 kg. Kenaikan tersebut disebabkan
karena adanya pertumbuhan janin, plasenta dan
air ketuban. Kenaikan berat badan yang ideal
untuk seorang ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan
12,5 kg untuk ibu yang tidak gemuk. Jika berat
badan ibu tidak normal maka akan
memungkinkan terjadinya keguguran, lahir
prematur, BBLR, gangguan kekuatan rahim saat
kelahiran (kontraksi), dan perdarahan setelah
persalinan (Atikah, 2009 : 53). Disarankan juga
kepada ibu primigravida untuk tidak menaikkan
berat badannya lebih dari 1 kg. Perkiraan
peningkatan berat badan: 4 kg dalam kehamilan
20 mnggu, 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4
kg/minggu dalam trimester akhir), totalnya
sekitar 12,5 kg (Salmah, 2006 : 61).
Secara tradisional perkiraan tinggi fundus
dilakukan dengan palpasi fundus dan
membandingkannya dengan beberapa patokan
antara lain simfisis, pubis, umbilikus, atau
prosesus xifoideus. Cara tersebut dilakukan
dengan tanpa mempertimbangkan ukuran tubuh
ibu. Dalam upaya standarisasi perkiraan tinggi
fundus uteri, para peneliti saat ini menyarankan
penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi
fundus dari tepi atas simfisis pubis karena
memberikan hasil yang lebih akurat dan dapat
diandalkan. Teknik ini sangat berguna di negara
berkembang sebagai alat tapis awal dan dapat
dilakukan oleh para dokter dan bidan dengan
efisiensi yang setara (Kusmiyati, 2009 : 51).
Berdasarkan survei awal pada tanggal 28
Februari 2012 di RSIA Prima Husada Sidoarjo
ada 11 ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya. Dari 11 ibu hamil tersebut berat
badan yang naik ada 9 ibu hamil (81,82%), berat
badan yang tidak naik ada 2 ibu hamil (18,18%).
Pada pengkajian pertumbuhan janin
berdasarkan tinggi fundus uteri ada 6 ibu hamil
yang tinggi fundus uterinya normal (54,54%)
dan 5 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya
abnormal (45,45%). Maka masalah dalam
penelitian ini adalah peningkatan berat badan
ibu hamil berhubungan dengan pertumbuhan
janin berdasarkan tinggi fundus uteri, sehingga
akan menimbulkan masalah pada pertumbuhan
dan perkembangan janin.
Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan
penelitian di RSIA Prima Husada Sidoarjo, guna
mengetahui apakah ada hubungan berat badan
ibu hamil dengan pertumbuhan janin
berdasarkan tinggi fundus uteri, sehingga hasil
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
ibu hamil selama masa kehamilan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional.
Berdasarkan waktunya penelitian ini
dikelompokkan dalam penelitian cross
sectional. Bedasarkan analisa data, penelitian
ini merupakan penelitian analitik. Peneliti ini
memastikan adakah hubungan dengan variabel
independent dan variabel dependent.
Pada penelitian ini populasinya adalah
semua ibu
hamil yang memeriksakan
kehamilannya dengan usia kehamilan lebih dari
24 minggu di RSIA Prima Husada Sidoarjo.
Sampelnya adalah ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya dengan usia
kehamilan lebih dari 24 minggu di RSIA Prima
Husada Sidoarjo sebanyak 73 ibu hamil dan
teknik pengambilan sampel menggunakan
purpusive sampling
Variabel bebas (independent)adalah
peningkatan berat badan ibu hamil lebih dari 24
minggu dan variabel terikat (dependent) adalah
pertumbuhan janin berdasarkan TFU
Penelitian dilakukan di RSIA Prima
Husada Sidoarjo Jl. Letjen Suprapto No. 3
Waru-Sidoarjo. Waktu penelitiandilakukan
pada bulan Februari - Agustus 2012.
Data yang sudah dikumpulkan dilakukan
scoring kemudian data dihitung presentasi dan
tabulasi silang. Untuk mengetahui hubungan
variabel independent terhadap variabel
dependent maka dilakukan uji statistic Chisquare (X2)
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan
Umur Di RSIA Prima Husada Sidoarjo
Umur
< 20 tahun
20 - 30 tahun
> 30 tahun
Jumlah
Frekuensi
4
50
19
73
Persentase (%)
5,48
68,49
28,02
100
Dari tabel I didapat bahwa sebagian besar
ibu hamil berumur 20-30 tahun sebanyak 50 ibu
hamil (68,49%).
Tabel 2. Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan
Paritas Di RSIA Prima Husada
Sidoarjo
Paritas
Primigravid
Multigravida
Grande multigravid
Jumlah
frekuensi
35
37
1
73
presentasi
47,94
50,68
1,37
100
Dari tabel I.2 dapat disimpulkan bahwa paritas
ibu hamil sebagian besar adalah
multigravida sebanyak 37 ibu hamil
(50,68%).
Tabel 3 Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan
Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil
(>24 minggu)
Beratbadan
Naik
Tidaknaik
Jumlah
Jumlah
56
17
73
Persentase(%)
76,71
23,29
100
Dari tabel I.3 dapat disimpulkan bahwa
peningkatan berat badan ibu hamil (>24
minggu) sebagian besar adalah naik sebanyak
56 ibu hamil (76,71%).
Tabel 4 Karakteristik Ibu Hamil Berdasarkan
Pertumbuhan Janin Berdasarkan
Tinggi Fundus Uteri (TFU) Di RSIA
Prima Husada Sidoarjo
Kriteria
Normal
Abnormal
Jumlah
Frekuensi
30
43
73
Persentase (%)
41,09
58,91
100
15
Dari tabel 4 didapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan janin berdasarkan tinggi fundus
uteri (TFU) adalah abnormal sebanyak 43 ibu
hamil (58,91%).
primigravida untuk menambah berat badan
pada masa kehamilan. Selama trimester I,
kisaran pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg
(350-400 gr/minggu), sementara trimester II
& III sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu
(Arisman, 2009 : 11).
Dari hasil penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa, sebagian besar ibu
hamil berat badannya sudah naik, meskipun
kenaikannya tidak sesuai dengan kriteria
normal. Hal ini bisa disebabkan oleh
kurangnya asupan nutrisi dari ibu sehingga
berat badan ibu naik tetapi tidak maksimal.
Oleh karena itu bidan diharapkan dapat
memberikan konseling tentang pentingnya
gizi seimbang untuk ibu hamil sehingga berat
badan ibu hamil mengalami kenaikan sesuai
pertambahan usia kehamilan.
Tabel 5. Hubungan Peningkatan Berat Badan
Ibu Hamil (>24 minggu) Dengan
Pertumbuhan Janin Berdasarkan TFU
Di RSIA Prima Husada Sidoarjo
Peningkatan
Berat Badan
Naik
Tidak naik
Jumlah
TFU
Normal
n (%)
27 (48,21)
3 (17,65)
30 (41,09)
Abnormal
n (%)
29 (51,79)
14 (82,35)
43 (58,91)
Jumlah
n (%)
56 (100)
17 (100)
73 (100)
Dari tabel.5 menunjukkan, dari 73 ibu hamil
dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu,
dapat disimpulkan bahwa 56 ibu hamil yang
berat badannya naik dan sebagian besar tinggi
fundus uterinya abnormal sebanyak 29 ibu
hamil (51,79%), sedangkan dari 17 ibu hamil
yang berat badannya tidak naik dan tinggi
fundus uterinya abnormal sebanyak 14 ibu
hamil (82,35%).
Dari hasil analisis data menggunakan uji
Chi Square menunjukkan hasil X2 hitung (3,85)
> X2 tabel (3,84) = Ho ditolak H1 diterima.
Sehingga ada hubungan antara peningkatan
berat badan ibu hamil dengan pertumbuhan
janin berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU).
PEMBAHASAN
1.
16
Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil
(>24 Minggu)
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 73 ibu hamil yang
berat badannya naik yaitu sebesar 56 ibu
hamil (76,71%). Sedangkan ibu hamil yang
berat badannya tidak naik yaitu sebesar 17
ibu hamil (23,29%).
Menurut (Asrinah, 2010) peningkatan
berat badan ibu selama kehamilan
menandakan adanya adaptasi ibu terhadap
pertumbuhan janin. Analisis dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa berat badan
yang bertambah berhubungan dengan
perubahan fisiologis yang terjadi pada
kehamilan dan lebih dirasakan pada ibu
2.
Pertumbuhan Janin Berdasarkan Tinggi
Fundus Uteri (TFU)
Dari hasil penelitian menunjukkan, dari
73 ibu hamil yang tinggi fundus uterinya
normal sebesar 30 ibu hamil (41,09%),
sedangkan yang tinggi fundus uterinya
abnormal sebesar 43 ibu hamil (58,91%).
Pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim sangat dipengaruhi oleh
kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan
plasenta sebagai akar yang akan
memberikan nutrisi. Umur janin yang
sebenarnya dihitung dari saat fertilisasi atau
sekurang-kurangnya dari saat ovulasi.
Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan
menjadi tiga tahap penting yaitu tingkat
ovum (telur) umur 0-2 minggu, dimana
hasil konsepsi belum tampak berbentuk
dalam pertumbuhan, embrio (mudigah)
antara umur 3-5 minggu dan sudah terdapat
rancangan bentuk alat-alat tubuh, janin
(fetus) sudah berbentuk manusia dan
berumur di atas 5 minggu (Kusmiyati, 2009
: 38).
Kenyataan hasil di lapangan didapatkan
sebagian besar tinggi fundus uteri ibu hamil
abnormal. Hal ini bisa disebabkan oleh
adanya kelainan pada ibu, janin maupun
plasenta. Selain itu asupan nutrisi juga
berperan penting dalam proses pertumbuhan
janin selama masa kehamilan. Sehingga pada
saat dilakukan pengukuran tinggi fundus
uteri bisa terjadi kenaikan ataupun tinggi
fundus uteri ibu tetap. Oleh karena itu
diharapkan untuk ibu hamil dapat mengatur
asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh
guna memenuhi kebutuhan nutrisi janin dan
teratur melakukan pemeriksaan kehamilan
agar mengetahui kondisi ibu dan janin dalam
keadaan normal sampai pada waktu proses
persalinan.
3.
Hubungan Peningkatan Berat Badan Ibu
Hamil (>24 Minggu) dengan Pertumbuhan
Janin Berdasarkan TFU Di RSIA Prima
Husada Sidoarjo
Dari hasil penelitian menunjukkan, dari
73 ibu hamil yang berat badannya naik dan
tinggi fundus uterinya abnormal adalah 29
ibu hamil (51,79%), sedangkan ibu hamil
yang berat badannya tidak naik dan tinggi
fundus uterinya abnormal adalah 17 ibu
hamil (82,35%).
Peningkatan berat badan sangat
menentukan kelangsungan hasil akhir
kehamilan. Bila ibu hamil kurus atau gemuk
sebelum hamil akan menimbulkan risiko
pada janin terutama apabila peningkatan atau
penurunan sangat menonjol. Bila sangat
kurus maka akan melahirkan bayi berat
badan rendah (BBLR), namun berat badan
bayi dari ibu hamil dengan berat badan
normal atau kurus, lebih dipengaruhi oleh
peningkatan atau penurunan berat badan
selama hamil. Sebab-sebab terjadinya
penurunan atau peningkatan berat badan
yang mencolok, yaitu multipara, edema,
hipertensi kehamilan, makan
berlebihan/banyak. Pada obesitas,
cenderung terjadi makrosomia dan
disproporsi sefalo pelviks (Salmah, 2006 :
111).
Kenyataan hasil di lapangan didapatkan
sebagian besar ibu hamil yang berat
badannya naik dan tinggi fundus uterinya
abnormal adalah 51,79%. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya berbagai faktor
diantaranya kelainan pada uterus, kehamilan
tunggal, ganda atau triplet dan infeksi intra
uterin. Sehingga berat badan ibu hamil naik
tetapi tinggi fundus uterinya abnormal. Oleh
karena itu, ibu hamil diharapkan melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk
mengetahui secara dini adanya komplikasi
selama masa kehamilan.
KESIMPULAN
1. Peningkatan berat badan ibu hamil (>24
minggu) di RSIA 1.
Prima Husada
Sidoarjo sebagian besar adalah naik
sebanyak 56 ibu hamil (76,71%).
2. Pertumbuhan janin yang diukur berdasarkan
tinggi fundus uteri (TFU) di RSIA Prima
Husada Sidoarjo sebagian besar adalah tidak
normal sebanyak 43 ibu hamil (58,91%).
3. Ada hubungan peningkatan berat badan ibu
hamil (>24 minggu) dengan pertumbuhan
janin berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU)
di RSIA Prima Husada Sidoarjo.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Tinggi Fundus Uteri.
http://ml.scribd.com/doc/43963095/Penguk
uran-Tinggi-Fundus-Uteri.
Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Jakarta : EGC.
Asrinah dan Shinta Siswoyo Putri. 2010.
Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Bobak, Laudermilk dan Jansen. 2004. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta :
EGC.
Cunningham, Gary F. 2005. Obstetri William.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2010. Metodologi
Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa.
Jakarta : Salemba Medika.
. 2008. Ilmu
Kesehatan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika.
Http : www. AKI dan AKB MDGs. html (situasi
25 Februari 2012).
Http//bappenas. go.id (situasi 20 Februari
2012).
Kusmiyati, Yuni., dkk. 2009. Perawatan Ibu
Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.
Mamik. 2011. Metode Penelitian Kesehatan
dan Kebidanan. Surabaya : Prius Media
Publishing.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Sukidjo. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rhineka
Cipta.
17
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan
Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Paath, Erna Francin., Yuyum Rumdasih., dan
Heryati. 2004. Gizi Dalam Kesehatan
Reproduksi. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : YPBSP.
Proverawati, Atikah dan Siti Asfuah. Gizi Untuk
Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Salmah dan Rusmiati. 2006. Asuhan Kebidanan
Antenatal. Jakarta : EGC.
Saminem. 2008. Kehamilan Normal. Jakarta :
EGC.
Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku
Kebidanan. Jakarta : EGC.
Soesanto, Wibisono. 2011. Biostatistik
Penelitian Kesehatan : Biostatistik Dengan
Komputer (SPSS 16 for Windows). Surabaya
: Perc. Dua Tujuh.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Supariasa, I Dewa Nyoman, Ibnu Fajar, dan
Bachyar Bakri. 2001. Penilaian Status Gizi.
Jakarta : EGC.
Walsh, Linda V. 2007. Buku Ajar Kebidanan
Komunitas. Jakarta : EGC.
18
PENGARUH MASSAGE ENDORPHIN TERHADAP NYERI PERSALINAN KALA I FASE
AKTIF PADA PERSALINAN PRIMIGRAVIDA
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI AISYAH
SURABAYA
E-mail : [email protected]
Ummul Fithriyati
ABSTRACT
Confinement is a continous event of childbirth, started with uterus contraction to the delivery
of conceptionn product. Physiologycal stress responses often resulted by the pain of the uterin
contraction. Endorphin massage could be used as the alternative way of reducing pain without
resulting any negative effect. It is a light massage which give some confortable feeling when the
confinement. The study was aimed to explain the quality of confinement pain of the first stage in an
active phase of prime gravida who have gotten endorphine massage.
Design used in this study was pre-experimental in static group comparison post test only
design. The population was pregnant prime gravida who checked their pregnancy at Mother and child
hospital Siti Aisyah Surabaya. Ammount of samples are 28 who delivered their first babies, who
choosen used consecutive techniques of sampling. They were divided into controle group and
treatment group, each contains 14 respondents. Independent variabel is endorphine massage and the
dependent variabel are beta endorphin level and pain respons behavior of active stage I. Data were
analyzed by using independent t – test and chi square with level of significance of 0.05.
Result showed that endorphine massage is an effective way to raise endorphine level and
proven by p = 0.010 (p < 0.05) means statistically there is significant different level of endorphin to the
control and treatment group. The endorphine massage is effective to decrease response behavior of
confinement proven by statistic test p = 0.000 (p < 0,05), means statistically there is significant
difference of pain respons behaviors of confinement between treatment and control group.
It can be concluded that endorphin massage has effect to raise endorphin serum and decrease
pain responses behavior of first stage confinement woman in prime gravida.
Keywords: endorphin massage, Endorphin level, pain respons behavior of confinement.
PENDAHULUAN
Persalinan adalah rangkaian peristiwa
mulai dari kontraksi uterus sampai dengan
pengeluaran produk konsepsi (janin, plasenta
dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar,
dengan usaha dan kekuatan ibu sendiri (Batbual,
2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi
persalinan adalah nyeri persalinan. Nyeri yang
menyertai kontraksi uterus mempengaruhi
mekanisme fungsional yang menyebabkan
respon stres fisiologis, nyeri persalinan yang
lama menyebabkan hiperventilasi sehingga
menurunkan kadar PaCO2 ibu dan peningkatan
pH (Bobak, 2004). Nyeri menyebabkan
aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi yang
mengakibatkan persalinan lama, dan dapat
mengancam kehidupan janin dan ibu (Mander
2003). Massage endorphin dapat sebagai
alternatif untuk menurunkan tingkat nyeri tanpa
menimbulkan efek yang merugikan seperti pada
pemberian obat farmakologi. Massage
endorphin adalah teknik sentuhan dan
pemijatan ringan yang dapat memberikan rasa
tenang dan nyaman pada ibu baik menjelang
proses persalinan maupun saat persalinan
berlangsung (Kuswandi, 2010). Massage
endorphin secara fisiologis dapat
mengendalikan nyeri persalinan dengan
merangsang produksi endorphin dan menutup
gerbang kendali nyeri melalui pelepasan serabut
besar (Batbual, 2010). Namun, Sampai saat ini
kualitas nyeri persalinan yang terjadi pada
persalinan yang mendapatkan massage
endorphin belum dapat dijelaskan.
Berdasarkan survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2001, penyebab langsung
kematian ibu antara lain perdarahan (28%),
19
eklampsia (24%), infeksi (11%), persalinan
lama (5%), dan abortus (5%). Saat ini 20%
hingga 50% persalinan di rumah sakit swasta
dilakukan dengan sectio caesaria, operasi sectio
caesaria yang tinggi disebabkan para ibu yang
hendak bersalin lebih memilih operasi yang
relatif tidak nyeri, kegagalan kemajuan
persalinan adalah indikasi paling sering untuk
sectio caesarea (Abidin, 2007). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa persalinan pada
masyarakat primitif lebih lama dan nyeri,
sedangkan masyarakat yang lebih maju hanya 7
– 14% bersalin tanpa rasa nyeri dan sebagian
besar (90%) persalinan disertai rasa nyeri
(Wiknjosastro, 2006). Gifford dkk (2000)
melaporkan bahwa persalinan yang tidak maju
merupakan alasan bagi 68% non elektif pada
presentasi kepala (Bobak, 2004). Hal tersebut
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Ryding (1993) dalam Hutajulu (2003) bahwa
dari 33 wanita yang ingin bersalin dengan sectio
caesaria didapatkan 95% (28 orang) wanita
memberikan alasan karena pengalaman nyeri
persalinan. Data survey Demografi dan
kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003
menunjukkan kejadian persalinan tidak normal
sebesar 30%. Massage endorphin dilakukan
sebagai salah satu upaya untuk menurunkan
nyeri persalinan, sehingga diharapkan akan
meningkatkan prosentase kelahiran normal.
Metode untuk menurunkan nyeri pada
persalinan dapat dilakukan dengan cara
farmakologi dan non farmakologi. Perawat
mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
metode penurunan nyeri non farmakologi
(Batbual, 2010). Metode penurunan nyeri
persalinan non farmakologi yang dapat
dilakukan adalah mempersilahkan keluarga
mendampingi saat persalinan, pemberian
informasi, pijatan, sentuhan terapeutik, guide
imagery, relaksasi, hypnosis, hydrotherapy,
accupressure, akupuntur, aromatherapy, TENS
(Yerbi, 2000). Salah satu bentuk metode
penurunan nyeri persalinan non farmakologi
adalah Massage. Massage menggunakan teori
gate control dengan stimulus kutaneus
(Batbual, 2010) Massage mempunyai tingkat
efektifitas yang cukup tinggi dalam
menurunkan nyeri persalinan. Penelitian terkait
tentang massage (Chambelain, 1999 dalam
Lestari, 2010) didapatkan bahwa 90% wanita
20
yang menerima metode relaksasi dan massase
sangat baik dalam penurunan nyeri persalinan.
Hal tersebut didukung Review yang dilakukan
oleh Simkin & Bolding (2004) yang
menunjukkan 87% wanita yang mendapat
perlakuan berupa massage oleh suami selama
persalinan melaporkan adanya penurunan
intensitas nyeri dan mendapatkan dukungan
psikologis sehingga menurunkan tingkat
kecemasan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
constance palinsky dari Michigan, teknik
massage endorphin dapat menyebabkan
peningkatan pelepasan hormon endorphin
sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman
selama persalinan berlangsung (Kuswandi,
2010).
Stimulasi kulit berupa massage
endorphin yang dilakukan pada ibu yang akan
bersalin menggunakan dasar teori pengendalian
gerbang pada transmisi nyeri. Teori ini
berkembang dari segi mekanisme
neurofisiologi yang menyangkut pengontrolan
nyeri dari perifer maupun sentral. Menurut teori
ini, afferen terdiri dari dua kelompok serabut,
yaitu kelompok yang berdiameter besar (Abeta) dan serabut berdiameter kecil (A-delta dan
C). Kedua kelompok afferen ini berinteraksi
dengan substansia gelatinosa dan berfungsi
sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap
A-beta, A-delta dan C. Apabila substansia
gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.
Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya,
gerbang membuka. aktivitas SG tergantung
pada kelompok afferen yang terangsang. βendorphin menghambat produksi PGE2 melalui
jalur siklooksigenase. Peningkatan jumlah βendorphin dan penurunan PGE2 memberikan
rangsang terhadap non-nociceptive dan hambat
nociceptive, sehinga SG aktif dan gerbang
kendali menutup. Beberapa penelitian tentang
nyeri sudah pernah dilakukan, namun penting
juga meneliti tentang mekanisme metode
massage endorphin dalam menurunakan nyeri
persalinan sebagai salah satu metode yang dapat
ditawarkan pada ibu untuk menjalani proses
persalinan yang nyaman.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah experimental dengan
rancangan Post test Only Control Group Design
yaitu kelompok eksperimen menerima
perlakuan (X) yang diikuti dengan pengukuran
dan observasi (O1), hasil pengukuran dan
observasi kemudian dibandingkan dengan hasil
pengukuran dan observasi pada kelompok
kontrol yang tidak menerima perlakuan.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu hamil primigravida yang datang
berkunjung untuk pemeriksaan kehamilan di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Aisyah Surabaya
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kriteria Inklusi: Primigravida, Usia kehamilan
36 – 40 minggu, Umur 20 tahun – 30 tahun,
Presentasi belakang kepala, Ukuran panggul
dalam batas normal, Suku Jawa, Janin tunggal,
hidup, Rawat inap di kelas III, Pendidikan
SMP – SMA.
Kriteria Eksklusi: Kehamilan Serotinus,
Prematuritas, Infeksi, Ketuban Pecah dini, Pre
eklamsia dan eklamsia, Perdarahan antepartum,
IUFD, Keluarga tidak harmonis
Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian ibu hamil primigravida yang yang
datang berkunjung untuk pemeriksaan
kehamilan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti
Aisyah Surabaya yang memenuhi kriteria
inklusi. Sampel dibagi menjadi dua kelompok
yaitu kelompok perlakuan (mendapat perlakuan
massage endorphin mulai usia kehamilan 36
minggu) dan kelompok kontrol (tidak mendapat
perlakuan) dengan menggunakan teknik
Allocation Random Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara non
random dengan consecutive sampling yaitu
pemilihan sampel dengan menetapkan subjek
yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
menjadi sampel penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi (Setiadi, 2007).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah
pemberian massage endorphin dan Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah: Kadar
β- endorphin yang merupakan parameter
laboratoris tingkat nyeri dan respons perilaku
nyeri persalinan (skala nyeri VAS) yang
merupakan parameter klinis tingkat intensitas
nyeri.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Siti Aisyah Surabaya. Waktu
penelitian ini secara keseluruhan mulai dari
pengamatan pendahuluan adalah bulan
Januari – Mei 2011.
Hasil penelitian yang diperoleh dari
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dianalisis dengan perangkat uji statistik SPSS
versi 16.0.
1.
Uji Normalitas dan homogenitas adalah
suatu uji statistik untuk menyatakan
normalitas distribusi data variabel penelitian,
bila data variabel penelitian berdistribusi
normal maka analisis statistik yang
digunakan adalah statistik parametrik
sebaliknya bila berdistribusi tidak normal
maka analisis statistik yang digunakan
adalah analisis statistik non parametrik.
2.
Uji beda (t – test) adalah untuk menguji
perbedaan dua rerata variabel hasil
pengukuran kadar endorphin serum.
3.
Uji Chi Square untuk menguji
perbedaan dua rerata variabel hasil
pengukuran respons perlaku nyeri yang
diobservasi dengan Visual Analog Scale
(VAS) dari Bourbonis pada subjek penelitian
pada subyek penelitian yang menjadi
kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol
Uji korelasi untuk mencari hubungan antara
penurunan respons perilaku nyeri persalinan
kala I fase aktif dengan peningkatan kadar
endorphin serum pada persalinan primigravida
yang mendapatkan massage endorphin
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik responden
berdasarkan tingkat pendidikan
Data tingkat pendidikan ibu bersalin
primigravida dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
80%
60%
40%
20%
0%
14.3%
14.3%
SMP
SMA
21
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Sitti Aisyah Surabaya,
April – Mei 2011
Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar tingkat pendidikan pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
adalah SMA yaitu sebesar 85.7% pada
kelompok perlakuan dan 85.7% pada kelompok
kontrol
1.
Karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan
Data pekerjaan Ibu bersalin primigravida
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
64.30%
35.7%
0%
14.3%
7.1%
Gambar 2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Surabaya, April – Mei 2011
Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar pekerjaan responden pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
adalah ibu rumah tangga yaitu sebesar 64.3%
pada kelompok perlakuan dan 78.6% pada
kelompok kontrol. Selain data karakteristik
responden tersebut diatas, juga terdapat data
agama responden dan didapatkan bahwa semua
responden pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (100%) beragama islam.
Data Khusus
Data ini merupakan hasil observasi
variabel yang diteliti, yaitu respons perilaku
nyeri persalinan dengan menggunakan skala
22
VAS (Visual Analog Scale) dan pemeriksaan
kadar endorphin serum responden penelitian
pada saat persalinan kala I fase aktif
(Pembukaan 4 – 7 cm). Sebelum dilakukan
analisis data variabel penelitian, data penelitian
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
homogenitas.
1. Uji normalitas
Uji Normalitas adalah suatu bentuk
pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui
apakah data yang diambil adalah data yang
terdistribusi normal. Maksud dari data
terdistribusi normal adalah bahwa data akan
mengikuti bentuk distribusi normal dan data
memusat pada nilai mean dan median. Uji
normalitas pada data kadar endorphin serum
dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov seperti dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 1
Hasil Uji Normalitas Kadar
Endorphin Serum Responden Di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Surabaya, April – Mei 2011.
KolmogorovSmirnov Z
Asymp. Sig. (2 tailed)
Endorphin Serum
1,012
0,257
Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar
endorphin serum responden berada dalam
distribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan P
= 0,257 > 0,05
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas pada uji perbedaan
dimaksudkan untuk menguji bahwa setiap
kelompok yang akan dibandingkan memiliki
variansi yang sama. Perbedaan yang terjadi
dalam hipotesis berasal dari perbedaan antara
kelompok, bukan akibat dari perbedaan yang
terjadi di dalam kelompok. Homogenitas data
hasil pemeriksaan endorphin serum diketahui
dengan melakukan uji homogenitas
menggunakan analisis Levene's test for equality
of variance seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2 Levene's Test For Equality of Variance
Kadar Endorphin Sampel Penelitian di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Surabaya, April – Mei 2011
Endorphin Equal
Variances
assumed
Equal
Variances not
assumed
Levene’s test
F
Sig.
3.201
0.085
berarti terjadi ada pengaruh massage endorphin
terhadap kadar endorphin secara signifikan
pada kelompok perlakuan yang mendapat
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
tidak mendapatkan perlakuan massage
endorphin.
4. Nilai respons perilaku nyeri persalinan
kala I fase aktif (Skala VAS)
Nilai respons perilaku Nyeri pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil
Levene's test for equality of variance dari kadar
endorphin serum adalah p (0,085) > 0.05 yang
berarti variabel ini homogen.
3. Hasil pemeriksaan endorphin
Hasil pemeriksaan kadar endorphin serum pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3
Hasil Pemeriksaan Kadar
Endorphin Serum Responden di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Surabaya, April – Mei 2011
Kelompok N Minimum Maximum Mean
Standart
Deviasi
Perlakuan
14
72
350
144.43
79.507
Kontrol
14
49
165
79.93
34.215
Jumlah
28
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa ada
perbedaan rerata kadar endorphin serum pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dimana rerata kelompok perlakuan adalah 144.5
lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
kontrol adalah 79.93.
Pengaruh massage endorphin terhadap
peningkatan kadar endorphin serum diketahui
dengan melakukan analisis data, berdasarkan
hasil uji normalitas dan homogenitas maka data
kadar endorphin serum dapat dianalisis dengan
statistik parametrik yaitu menggunakan
independent sample t test dan kemudian
diketahui bahwa ada perbedaan kadar
endorphin serum pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan
taraf signifikansi p < 0,05 (p = 0.010) yang
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Respons
Perilaku Nyeri Sampel Penelitian di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Aisyah
Surabaya, April – Mei 2011
Kelompok
perlakuan
Porsentase
(%)
Kelompok
Kontrol
Porsentase
(%)
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
Nyeri hebat
1
10
3
0
7.1
71.4
21.4
0
0
3
11
0
0
21.4
78.6
0
Jumlah
14
100
14
100
Mean
2.14
Tingkat Nyeri
2.79
Tabel di atas menunjukkan bahwa
bahwa rerata respons perilaku nyeri (VAS) pada
kelompok perlakuan adalah 2.14 dan rerata
respons perilaku nyeri (VAS) pada kelompok
kontrol adalah 2.79, artinya ada perbedaan
rerata respons perilaku nyeri persalinan kala I
fase aktif pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol, dimana respons perilaku
nyeri pada kelompok yang mendapat perlakuan
berupa massage endorphin lebih rendah
dibandingkan kelompok kontrol.
Untuk mengetahui pengaruh massage
endorphin terhadap penurunan respons perilaku
nyeri persalinan kala I fase aktif diketahui
dengan melakukan analisis data menggunakan
analisis chi square dan diketahui bahwa nilai
signifikansi respons perilaku nyeri (VAS) yang
kemudian dikoreksi dengan Fisher's Exact
menjadi 0.007 atau p < 0.05 yang berarti ada
perbedaan respons perilaku nyeri (VAS) pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
artinya terjadi ada pengaruh massage endorphin
terhadap respons perilaku nyeri yang diukur
dengan menggunakan visual analog scale
23
(VAS) secara signifikan pada kelompok
perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan
massage endorphin.
5. Hubungan peningkatan kadar endorphin
serum dengan penurunan respons nyeri
persalinan
Pembuktian hubungan peningkatan
kadar endorphin serum dengan penurunan
respons perilaku nyeri persalinan kala I fase
aktif pada ibu bersalin primigravida maka
dilakukan uji korelasi antara kedua variabel
dependen dengan menggunakan uji Pearson
Product Moment dengan taraf signifikansi 0.05.
hasil uji korelasi tersebut dapat dilhat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 5 Uji Hubungan Kadar Endorphin Serum
dengan Respons Perilaku Nyeri
(skala VAS) di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Sitti Aisyah Surabaya,
April - Mei 2011
Kadar
endorphin
Kadar endorphin
Pearson Correlation
1 -.640**
Sig. (2-tailed)
N
Skala VAS
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Skala
VAS
.000
28
28
-.640**
1
.000
28
28
Tabel di atas menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara peningkatan
kadar endorphin serum dengan penurunan
respons perilaku nyeri persalinan (skala VAS)
dan ini dibuktikan dengan nilai signifikansi p =
0.000 (P < 0.05) yang artinya pada kenaikan
kadar beta endorphin serum akan diikuti dengan
penurunan respons perilaku nyeri persalinan
kala I fase aktif (Skala VAS) pada ibu bersalin
primigravida yang mendapat perlakuan
massage endorphin
PEMBAHASAN
1. Membuktikan Peningkatan Endorphin
pada Persalinan Primigravida Kala I
Fase Aktif yang Mendapatkan Massage
Endorphin
Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata kadar
endorphin serum pada kelompok perlakuan
(144.43) lebih tinggi dibandingkan pada
24
kelompok kontrol (79.93). Hasil uji statistik
dengan menggunakan independent sample t
test didapatkan hasil bahwa ada perbedaan
kadar endorphin serum pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Hal ini
ditunjukkan dengan taraf signifikansi p < 0,05
(p = 0.010) yang berarti H0 ditolak dan terjadi
peningkatan kadar endorphin serum secara
signifikan pada kelompok perlakuan yang
mendapat massage endorphin dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak
mendapatkan perlakuan massage endorphin.
Hasil penelitian diatas didukung
dengan homogenitas variabel karakteristik
responden meliputi usia ibu, tingkat pendidikan,
pekerjaan, suku dan agama sehingga hasilnya
dapat dikatakan valid. Menurut pendapat Polit
dan Hungler (2001), bahwa hasil penelitian
dikatakan valid jika karakteristik responden
tidak ada perbedaan yang bermakna (homogen).
Demikian juga pendapat yang dikemukakan
Notoatmojo (2003), pada penelitian eksperimen
jika pada awal kedua kelompok mempunyai
sifat yang sama, maka perbedaan hasil
penelitian setelah diberikan intervensi dapat
disebut sebagai pengaruh dari intervensi.
Massage endorphin yang dilakukan
yaitu teknik pemijatan berupa usapan lembut,
lambat, dan panjang atau tidak putus dapat
menimbulkan efek relaksasi (Batbual, 2010).
Rangsang akan diterima sebagai stimulus oleh
akhiran saraf yang berada pada kulit yang
menerima rangsangan nyeri, tekanan dan gatal
yang disebut corpus pacini (Potter & Perry,
2004). Impuls kemudian diteruskan ke thalamus
dan kemudian di kirim ke korteks sensorik
primer. Di dalam korteks serebri ini terjadi
proses persepsi yang meliputi seleksi,
organisasi dan interpretasi Sebagian kecil
rangsangan ini ditransmisikan dari thalamus ke
amigdala, hipokampus dan sekitarnya (sistem
limbik). Hipokampus adalah tempat bagi
ingatan dan penyimpanan berbagai pesan, pada
tahap ini terjadi perubahan persepsi terhadap
massage endorphin. Hipokampus sesuai
fungsinya memberikan makna yang positif.
Persepsi yang terbentuk ini mempengaruhi
hipotalamus untuk membentuk stress response
dengan mengeluarkan CRF yang akan
mengaktifkan hipofise anterior untuk
mengubah POMC menjadi endorphin.
Pemberian effleurage efektif terhadap
penurunan respon nyeri, karena effleurage
lembut dapat menghambat transmisi nyeri
dengan menutup blokade nyeri atau dengan
mengaktifkan jalur opioid endogen sehingga
menurunkan respon nyeri (Jain, 2006). Meek
dalam Potter (2007), mengatakan bahwa
sentuhan dan massage merupakan tehnik
intergrasi sensori yang mempengaruhi aktifitas
sistem syaraf otonom. Apabila individu
memberikan persepsi sentuhan sebagai stimulus
untuk rileks, kemudian akan muncul respon
relaksasi.
Perubahan persepsi yang terjadi karena
pemberian massage endorphin pada ibu yang
akan memasuki masa persalinan dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain: (1) faktor ciri
khas dari objek stimuli, (2) faktor pribadi, (3)
Faktor pengaruh kelompok dan (4) faktor
perbedaan latar belakang. Termasuk didalam
faktor pribadi yaitu ciri khas individu seperti
taraf kecerdasan dan pendidikan, minat,
emosional, pengalaman masa lalu (Atkison &
Hilgar, 2009). Seseorang dengan pendidikan
tinggi dan berusia dewasa yang secara umum
memiliki kemampuan dalam merespon stimulus
lingkungan dengan cepat dalam pembentukan
persepsi yang positif
Proses pembentukan persepsi sebagai
pemaknaan hasil pengamatan yang diawali
dengan ada stimulus yang diberikan berupa
massage endorphin. Setelah mendapat
stimulus, kemudian terjadi seleksi yang
berinteraksi dengan “interpretation', begitu juga
berinteraksi dengan “closure”. Proses seleksi
terjadi pada saat seseorang memperoleh
informasi, kemudian berlangsung proses seleksi
pesan tentang pesan yang dianggap penting dan
tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil
seleksi tersebut akan disusun menjadi satu
kesatuan yang berurutan dan bermakna dan
interpretasi berlangsung ketika yang
bersangkutan memberi tafsiran atau makna
terhadap informasi tersebut secara menyeluruh
(Rahmat, 2001). Stimulus yang menyebabkan
terjadi perubahan persepsi pada ibu tentang
stressor yang dihadapi berupa intervensi yang
diberikan ini akan memblok sinyal stres dan
digantikan dengan sinyal positif. Impuls positif
tersebut akan berjalan menuju thalamus
kemudian berespon melepaskan CRF yang akan
mengaktifkan hipofise anterior untuk
mengubah POMC menjadi endorphin, sehingga
apabila seorang diberikan massage endorphin
secara rutin dapat meningkatkan kadar
endorphin serum karena meningkatkan
pemecahan POMC oleh pengaruh dari CRF
yang dikeluarkan karena sinyal (persepsi
positif) yang dihasilkan karena pemberian
stimulus berupa massage. Rakhmat (2001)
menjelaskan bahwa persepsi tidak tergantung
pada jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakteristik orang yang memberi respon
terhadap stimuli. Massage ini dilakukan oleh
pasangan (suami) menyebabkan ibu
mendapatkan dukungan yang dapat
meningkatkan kepercayaan ibu dalam
menghadapi persalinan terutama karena
responden dalam penelitian ini adalah ibu
dengan kehamilan pertama. Menurut Zanden
(2007) bahwa menghadapi masa persalinan
merupakan suatu kondisi konkrit yang
mengancam diri ibu hamil yang menyebabkan
perasaan tegang, kuatir, dan takut. Merujuk
pada teori buffering hypothesis yang
berpandangan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dengan cara
melindungi individu dari efek negatif stres.
Perlindungan ini akan efektif hanya ketika
individu menghadapi stressor yang berat.
Dukungan keluarga terutama dukungan yang
didapatkan dari suami saat memberikan
massage akan menimbulkan ketenangan batin
dan perasaan senang dalam diri istri (Dagun,
1991). Ketenangan batin dan perasaan senang
akan meningkatkan persepsi positif dalam diri
ibu sehingga juga akan berpengaruh terhadap
kondisi fisik
Kesimpulan dari uraian diatas adalah
massage endorphin yang dilakukan dapat
menyebabkan peningkatan kadar endorphin
serum melalui proses perubahan persepsi yang
positif dan memberikan makna yang positif
serta mempengaruhi hipotalamus untuk
membentuk stress respons berupa peningkatan
pengeluaran CRF yang akan mempengaruhi
pemecahan POMC dan salah satu hasil
pemecahan tersebut adalah peningkatan kadar
endorphin serum.
1. Membuktikan Penurunan Respons
Perilaku Nyeri Persalinan Kala I Fase
25
Aktif pada Persalinan Primigravida yang
Mendapatkan Massage Endorphin
Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata respons
perilaku Nyeri (VAS) pada kelompok perlakuan
adalah 2.14 dan rerata respons perilaku nyeri
(VAS) pada kelompok kontrol adalah 2.79. Ada
perbedaan rerata respons perilaku nyeri
persalinan kala I fase aktif pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol, dimana
respons perilaku nyeri pada kelompok yang
mendapat perlakuan
berupa massage
endorphin lebih rendah dari pada kelompok
kontrol. Dari hasil analisis data dengan chi
square diketahui bahwa respons perilaku nyeri
(VAS) yang kemudian dikoreksi dengan
Fisher's Exact menjadi 0.007 atau p < 0.05 yang
berarti ada perbedaan respons perilaku nyeri
(VAS) pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol.
Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari
uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu
adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa
kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal
ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus
telah diajukan namun pengamatan saat ini
bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan akibat
dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan
kemudian mekanisme distensi. Intensitas nyeri
berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang dihasilkan uterus yang akan
melawan obstruksi yang terjadi, serviks dan
perineum mungkin juga berperan terhadap
terjadinya nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian
berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu
bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin,
asam laktat, dan substansi P (Batbual, 2010).
Nyeri persalinan disebabkan oleh dua
hal, antara lain karena kontraksi uterus, adanya
dilatasi serviks, pendataran dan peregangan
mulut rahim. Ciri dan nyeri persalinan kala I
adalah semakin sering bertambah kuat serta
lebih lama sakitnya. Untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan dalam persalinan ada beberapa
cara yang dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri antara lain, metode Effluerage, Deep Back
Massage, Firm Counter Pressure dan
Abdominal Lifting (Mander, 2004)
Stimulasi kulit berupa massage
endorphin yang dilakukan pada ibu yang akan
bersalin menggunakan dasar teori pengendalian
26
gerbang pada transmisi (Mander, 2004). Teori
ini berkembang dari segi mekanisme
neurofisiologi yang menyangkut pengontrolan
nyeri dari perifer maupun sentral. Menurut teori
ini, afferen terdiri dari dua kelompok serabut,
yaitu kelompok yang berdiameter besar (Abeta) dan serabut berdiameter kecil (A-delta dan
C). Kedua kelompok afferen ini berinteraksi
dengan substansia gelatinosa dan berfungsi
sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap
A-beta, A-delta dan C. Apabila substansia
gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.
Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya,
gerbang membuka. aktivitas SG tergantung
pada kelompok afferen yang terangsang (Potter
& Perry, 2005). Setelah gerbang kendali
menutup maka rangsang yang melalui
transitting cell akan terhenti atau menurun
sehingga nyeri menurun. Selain teori gerbang
kendali nyeri massage endorphin juga bekerja
dengan menggunakan dasar teori endorphin
enkaphalin dimana endorphin akan
mempengaruhi transmisi impuls nyeri.
Massage endorphin adalah teknik
sentuhan dan pemijatan ringan yang dapat
memberikan rasa tenang dan nyaman pada ibu
baik menjelang proses persalinan maupun saat
persalinan berlangsung (Kuswandi, 2010).
Massage endorphin secara fisiologis dapat
mengendalikan nyeri persalinan dengan
merangsang produksi endorphin dan menutup
gerbang kendali nyeri melalui pelepasan serabut
besar (Batbual, 2010). Massage mempunyai
tingkat efektifitas yang cukup tinggi dalam
menurunkan nyeri persalinan. Penelitian terkait
tentang massage (Chambelain, 1999 dalam
Lestari, 2010) didapatkan bahwa 90% wanita
yang menerima metode relaksasi dan massage
sangat baik dalam penurunan nyeri persalinan.
Hal tersebut didukung Review yang dilakukan
oleh Simkin & Bolding (2004) yang
menunjukkan 87% wanita yang mendapat
perlakuan berupa massage oleh suami selama
persalinan melaporkan adanya penurunan
intensitas nyeri dan mendapatkan dukungan
psikologis sehingga menurunkan tingkat
kecemasan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
constance palinsky dari Michigan, teknik
massage endorphin dapat menyebabkan
peningkatan pelepasan hormon endorphin
sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman
selama persalinan berlangsung (Kuswandi,
2010).
Pijatan dapat menenangkan dan
merilekskan ketegangan yang muncul saat
hamil dan melahirkan. Pijatan pada leher, bahu,
punggung, kaki, dan tangan dapat membuat
nyaman. Usapan pelan pada perut juga akan
terasa nyaman saat kontraksi. Rencana untuk
menggunakan pijatan atau sentuhan yang
disukai dalam persalinan dapat dipilih sebagai
berikut: sentuhan pelan dengan ketukan yang
berirama, usapan keras, pijatan untuk
melemaskan otot-otot yang kaku, dan pijatan
keras atau gosokan di punggung (Simkin,
Walley,dan Keppler, 2008).
Individu bereaksi terhadap nyeri dengan
cara yang berbeda. Toleransi nyeri individu
yaitu kondisi untuk menerima nyeri dengan
tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi
yang lebih lama. Toleransi bergantung pada
sikap, motivasi dan nilai yang diyakini
seseorang (Potter Perry, 2005)
Teori yang mendukung tentang hal
tersebut menjelaskan bahwa gerakan-gerakan
yang lakukan pada terapi massage dapat
mereduksi nyeri melalui beberapa mekanisme.
Teknik effleurage merupakan salah satu teknik
pada terapi massage Effleurage merupakan
gerakan mengusap yang dapat dilakukan
dengan tekanan ringan maupun dengan tekanan
yang lebih besar. Light effleurage dapat
memberikan efek penurunan nyeri melalui
mekanisme gate control dengan cara
menghambat rasa nyeri melalui mekanisme
menghambat stimulus nyeri sehingga tidak
dipersepsikan sebagai rasa nyeri. Sedangkan
efek dari deep effleurage adalah meningkatkan
sirkulasi kapiler, meningkatkan pertukaran gas
dan nutrien pada kulit dan jaringan superfisial.
Selain itu, efek mekanik dari deep effleurage,
dapat meningkatkan sirkulasi pada vena dan
cairan limfatik, sehingga memungkinkan
peningkatan nutrien dan pengeluaran produk
sampah. Efek pada sistem saraf adalah
menstimulasi reseptor parasimpatik yang dapat
berefek pada peningkatan relaksasi (Tappan,
2004).
Dengan demikian, dapat peneliti
simpulkan bahwa nyeri dapat diatasi dengan
tindakan-tindakan seperti, distraksi, relaksasi
dan massage. Yang merupakan pendekatan non
farmakologi dalam menurunkan dan mengatasi
rasa nyeri, akan tetapi metode massage tersebut
dapat juga membawa pada kegagalan karena
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
adalah, usia, kelelahan dan pengalaman masa
lalu. Oleh sebab itu, pemberian massage
endorphin dapat diberikan pada ibu sejak usia
kehamilan 36 minggu sampai memasuki
persalinan kala I fase laten (Pembukaan 1 – 3
cm) untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan dengan memperhatikan keadaan dan
kondisi ibu.
2. Analisis hubungan peningkatan kadar
endorphin serum dengan penurunan
respons perilaku nyeri persalinan kala I
Fase aktif pada persalinan primigravida
yang mendapat massage endorphin
Berdasarkan tabel .6 yang
menggambarkan hasil analisis data hubungan
peningkatan kadar endorphin serum dengan
penurunan respons nyeri persalinan
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara peningkatan kadar endorphin
serum dengan penurunan respons perilaku nyeri
persalinan (skala VAS) dan ini dibuktikan
dengan taraf signifikan p = 0.000 (< 0.05) yang
artinya kenaikan kadar beta endorphin serum
akan diikuti dengan penurunan respons perilaku
nyeri persalinan kala I fase aktif (Skala VAS)
pada ibu bersalin primigravida yang mendapat
perlakuan massage endorphin
Hasil penelitian tersebut didukung oleh
Synder (1975) dalam lestari (2010) yang
mengemukakan bahwa telah ditemukan suatu
zat dalam tubuh manusia yang hampir sama
fungsinya dengan opiate atau morphin yaitu
substansi endorphin. Endorphin mempengaruhi
transmisi impuls nyeri. Endorphin akan bekerja
sebagai neurotransmitter dan neuromodulator
yang akan menghambat transmisi implus nyeri
yang menuju ke otak. Pada saat neuron nyeri
perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi
sinapsis antara neuron nyeri perifer dan neuron
yang menuju ke otak tempat seharusnya
substansi P akan menghantarkan impuls
(sebagai neurotransmitter). Pada saat itu
endorphin akan memblokir pelepasan substansi
P dari neuron sensorik dan endorphin akan
berikatan dengan reseptor opiat yang berada di
27
sinaps (µ) sehingga impuls nyeri
tidak
diteruskan ke otak (Tamsuri, 2007). Endorphin
terdapat pada sinaps yang berfungsi
menghambat atau menurunkan sensasi nyeri.
Kegagalan dalam melepaskan endorphin akan
meningkatkan sensasi nyeri (Lestari, 2010).
Endorphin pada setiap individu mempunyai
tingkatan dan jumlah yang berbeda, misalnya
beberapa individu tidak merasakan nyeri dan
beberapa individu lain merasakan nyeri yang
hebat dengan stressor yang sama.
Beta endorphin terdiri dari asam amino
dan memiliki efek analgesik dua kali lebih besar
dibandingkan morfin (Suryohudoyo, 2000;
Tjahyati, 2001 dalam tamtomo, 2009). Potensi
analgesia beta endorphin 4 kali lebih besar dari
opiat antagonis naloxon (Hammonds et al, 1984
dalam tamtomo, 2009). Beta endorphin
mempunyai dua aksi pertama sebagai hormon
perifer dan kedua sebagai neurotransmitter.
Beta endorphin di dalam sirkulasi mempunyai
efek utama pada sistem saraf pusat karena dapat
menembus sawar darah otak (Bastruk et al,
2000). Peningkatan endorphin dapat dipacu
dengan melakukan stimulasi atau merangsang
kulit, misalnya dengan massage atau pijatan
(Lestari, 2010)
Beta endorphin yang meningkat dengan
adanya rangsangan pada kulit yang berupa
massage endorphin dapat menyebabkan
penurunan respon nyeri berdasarkan pada teori
gerbang kendali nyeri dan juga teori endorphin
enkaphalin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi kadar beta endorphin dalam
serum seseorang maka akan menurunkan
respons perilaku nyeri seseorang.
KESIMPULAN
1. Massage endorphin berpengaruh
terhadap
kadar endorphin pada ibu
bersalin primigravida kala I fase Aktif,
dengan rerata kadar endorphin serum
144.43 pg/ml, lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu bersalin primigravida yang
tidak mendapatkan massage endorphin
79.93 pg/ml
2. Massage endorphin berpengaruh
terhadap respons perilaku nyeri persalinan
Kala I fase aktif dimana ibu bersalin
primigravida yang mendapatkan massage
28
endorphin lebih rendah dibandingkan
dengan ibu bersalin primigravida yang
tidak mendapatkan massage endorphin
dengan rerata respons nyeri pada
kelompok perlakuan 2.14 dan kelompok
kontrol 2.79.
3. A d a h u b u n g a n y a n g s i g n i f i k a n
peningkatan kadar endorphin serum
dengan penurunan respons perilaku nyeri
persalinan kala I fase aktif (skala VAS)
4. Massage endorphin sebagai stress
perception yang dilakukan dengan rutin
dapat meningkatkan kadar endorphin
serum melalui proses perubahan persepsi
yang positif serta mempengaruhi
hipotalamus untuk membentuk stress
respons berupa peningkatan pengeluaran
CRF yang akan mempengaruhi
pemecahan POMC, salah satu hasil
pemecahan tersebut adalah peningkatan
kadar endorphin serum. Endorphin akan
berikatan dengan reseptor opiat yang
berada di sinaps (µ) sehingga impuls nyeri
tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak
dipersepsikan.
DAFTAR PUSTAKA
Albe-Fassard, D. Levenate, and Lamour, Y.
(1974) Origins of Spinothalamic and
Spinoreticular pathways in cats and
monkeys. In ; Advances in Neurology 4
(ed.J.Bonica) 157-68. Raven Press ; New
York.
Abidin. (2007). Melahirkan Tanpa Rasa Sakit.
Seminar tidak dipublikasikan. Maret
2008.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian.
Jakarta. Rineka cipta.
Bonica, J.J., Cadwick, H.S. (1994). Labour of
Pain : In Text book of Pain. New York :
Churcill Livingstone.
Bonica, J.J. (1990). The Management of Pain.
Philadelphia : Lea & Febiger.
Brown, A.G., Fyffe, R.E.W (1981) Form and
function of dorsal horn neurons axons
ascending, the dorsal column and cat,
Journal of Physiology, 31-47.
Brownridge, P. (1995). The nature and
consequences of childbirth. European
Journal of Obstetrics and Gynecology, 59
(suppl). S 9-15.
Batbual, Bringiwatty. (2010). Hypnosis
Hypnobirthing: Nyeri Persalinan dan
Berbagai Metode Penanganannya.
Gosyen Publishing. Jogjakarta.
Caldeyro-Barcia, R.S., Poseiro, J.J (1960),
Physiology of the uterine contraction.
Clinical Obstetrics and Gynaecology,
386-408.
Bobak, Lowdermill. Jensen, (2004). Buku Ajar
Keperawatan, Maternitas, Jakarta: EGC
Becker, Jordy. (2007). Terapi Pijat: Memijat
diri sendiri guna memperoleh Kesehatan
Fisik dan Psikis . Pustaka Raya. Jakarta
Cunningham, Mac Donald, Gant. (2006),
William Obstetrics, Edisi 22. Jakarta:
EGC.
DeCherney, A.H., Pernol M.L. (1991). Current
Obstetric and Gynecologyc Diagnosis
th
and Treatment, 8 ed. Lange Medical
Book, USA.
Dickersin, K. (1989). Pharmacological pain
control during labour. In : Effective Care
In Pregnancy and Chilbirth. Oxford :
Oxford University Press.
Gregor, M., Zimmerman, M. (1973) Dorsal root
potentials produced by afferent vollys in
cutaneous group three fibres. Journal of
Physiology 232 (3). 413-25.
Hanser, S., Larson, S.C., O'Connel A.S. (1994).
The Effects of music and relaxation of
expectant mothers during labour. Journal
of Music therapy 20, 50-58.
Hutajulu, Pinda (2003). Pemberian Valetamat
Bromida Dibandingkan Hyoscinen Butil
Bromida Untuk Mengurangi Nyeri
P e r s a l i n a n .
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/6482/1/obstetri-pinda.pdf.
Diakses tanggal 26 Desember 2010
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi (2008). Buku Acuan Asuhan
persalinan Normal, Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan
Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi
Baru Lahir, Jakarta.
Kuswandy, Lanny (2010). Keajaiban
Hypnobirthing. Pustaka Bunda. Jakarta
Lee, M.H.M.Itoh. M., Yang.G.F.W., Eason,A.
(1990). Physicial therapy and
rehabilitations medicine. In: The
nd
Management of pain. 2
end.
Philadephia: Lea & Febiger.
Lestari, Indah. (2010). Pengaruh deep Back
Massage terhadap penurunan Nyeri
Persalinan Kala I dan Kecepatan
Pembukaan. Thesis Sarjana Strata II.
Program Studi Magister Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga
Surabaya.
Malkin, K. (1994). Use of massage in clinical
practice. British journal of Nursing 13 (6),
292-4.
Mander, Rosemary (2004). Nyeri Persalinan.
Jakarta : EGC.
Manuaba, I.B.G., Chandranita I.A., Fajar
I.B.G. (2007). Pengantar Kuliah
Obstetri, Jakarta : EGC.
Mochtar Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri,
Jakarta : EGC.
Mongan, M.F. (2007). HypnoBirthing : The
th
Mongan Method. 4 . Health
Communications, Inc., Deerfield Beach,
Florida, US.
Melszack, R., Wall, P.D., 1965. Pain mechanism
a new theory, Science 150 (3699) 971-9.
Mongan, M.F. (2007). Hypno Birthing; The
th
Mongan Method. 4
Health
Communications. Inc., Deerfield Beach,
Florida, USA.
Potter. (2005), Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Shaala, S., Kamis, Y., Damaraway, H., Romia,
A., Toppozada, M. (1983). Effect of
Heat on Uterine Contractions During
Normal Labor, Journal Gynecology and
Obstetrics, 21, 491-3.
Simkin, P. (1995). Reducing Pain and
Embancing Progress in Labor. Journal
Chilbirth th XI no 22
Simkin. P., & Anchetta. R. (2005). The Labor
Progress Handbook: Early Interventions
to Prevent and Treat Dystocia,
Blackwell, Oxford, United Kingdom.
Simkin, P. Bolding, A. (2004). Update on
Nonpharmacologic Approachses to
Relieve Labor pain and Prevent
suffering. Journal Midwifery Women
Health Vol 49: 489 - 504
Smeltzer. S.C., & Bare. B.G. (2002).
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
29
EGC
Saladin, Ken, (2005) Anatomy and Physiology :
The Unity of Form and Function, Third
edition, USA : Mc. Graw Hill.
Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri.
Jakarta : Arcan.
Steer, P. (1993). The Methods of Pain Relief
Used. In Pain in its Relief in Childburth.
Edinbuirgh : Churcill Livingstone.
Sugiono. (2007). Statistika untuk Penelitian.
Bandung. Alphabeta
Supangat, Andi. (2007). Statistika dalam Kajian
Deskriptif, inferensial dan Non
Parametrik. Jakarta. Kencana Prenada
Media Group.
Ta m s u r i , A . ( 2 0 0 7 ) . K o n s e p d a n
Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.
Varney H. Jan M. Kriebs., Coral L. Gregor.
(2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan,
Edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.
nd
Varney, H. (1997). Varney's Midwifery, 3 ed.
Jones and Barlett Publishers, New York,
USA.
Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B. Rachimhadi,
T. (2006). Ilmu Kebidanan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.
Williams, H.A., Lefevre, Jr., Hector, M., Jr.
(1989). Association Between Life Stress
and Serious Perinatal Complications :
Journal of Family Practice, 29, 489-494.
Way, W.L., E.L. (1992). Opioid Analgesics and
antagonists. In : Basic and Clinical
Pharmacology, 5 th edn. Norwalk :
Prentice Hall.
Yerbi, M. (2000). Managing Pain in Labor.
Journal Modern Midwife Th. X Vol 16
30
PERBEDAAN EFEKTIVITAS SENAM DM DAN MODIFIKASI TAI CHI TERHADAP
PENURUNAN RISIKO JATUH PADA LANSIA DENGAN PENDEKATAN TEORI SELF
CARE DARI OREM DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA JOMBANG
The Difference of Effectiveness Between DM Exercise and Modified Tai Chi on the
Decreasing in Falling Risk in Elderly with Self Care Theoritical Approach from Orem
Wahyuni Tri Lestari
STIKES Artha Bodhi Iswara Surabaya
Jl. Pumpungan III/ 29 Surabaya 60118. Email: [email protected]
ABSTRACT
The decreasing in musculoskeletal function in elderly could disturb body balance so this
increases falling risk and disturbs self care. Physical exercise could decrease falling risk. DM exercise
was a routine exercise program for elderly in UPT PSLU Jombang. Modified Tai Chi can increase
muscle strength and postural balance so that it decreases the falling risk. The aim of this study was to
analyze the difference of effectiveness between DM exercise and Modified Tai Chi on falling risk
decrease in elderly with self care theoretical approach from Orem.
Design used was quasy experimental with the type of pre-post test control group design.
Population were elderly who stay in UPT PSLU Jombang. Sample used were all elderly who fulfilled
inclusion and exclusion criteria with the number of 40 elderly divided into 2 groups, DM exercise and
Modified Tai Chi. Independent variable was kind of exercise and dependent variable were falling risk
and self care. Falling risk was measured by TUGT and self care was measured by Barthel index. Data
was analyzed by dependent t test and and independent t test for falling risk, meanwhile Mc Nemar and
Fisher's exact were used to analyze self care with level of reliability of 95%.
Results showed that there were differences of falling risk before and after giving DM exercise
and Modified Tai Chi (p=0,00), there were differences of effectiveness in falling risk decrease between
DM exercise and Modified Tai Chi (p=0,00), there was no difference of self care before and after DM
exercise and Modified Tai Chi (p=0,250), and there was no difference of effectiveness between DM
exercise and Tai Chi in self care increase (p=1,00).
It can be concluded that Modified Tai Chi is more effective than DM exercise in falling risk
reduction. Further study with more sample and longer time is needed.
Keywords: DM exercise, Modified Tai Chi, falling risk, self care, elderly
PENDAHULUAN
Lansia mengalami kemunduran atau
perubahan morfologis pada otot yang
menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu
terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot,
elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan
dan waktu reaksi (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia
mengakibatkan kelambanan gerak, langkah
pendek, penurunan irama. Kaki tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung
mudah goyah sehingga mudah jatuh (Andayani
& Murti, 2010). gangguan keseimbangan
merupakan penyebab utama yang sering
mengakibatkan seorang lansia mudah jatuh
(Salzman, 2010). Risiko jatuh pada lansia
menyebabkan self care deficit atau ketidak
mampuan lansia dalam memenuhi perawatan
dirinya sendiri.
Kejadian jatuh pada lansia
menyebabkan fraktur panggul, memar, laserasi,
masalah psikologis, dan ketidakmandirian.
Lansia yang mengalami jatuh dan perlu untuk
ditangani di rumah sakit memiliki kemungkinan
meninggal sebanyak 17% sampai 50% pada
tahun berikutnya. Kematian ini tidak
diakibatkan secara langsung dari jatuh itu
sendiri, tetapi lebih diakibatkan oleh
konsekuensi yang berhubungan dengan jatuh,
seperti imobilitas, infeksi atau emboli (Stanley
& Beare, 2002).
31
Berdasarkan studi pendahuluan di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jombang
diketahui bahwa senam DM merupakan
program latihan fisik yang rutin dilakukan para
lansia. Senam DM akan meningkatkan
kontraksi dan kekuatan otot. Berdasarkan data
dari unit perawatan di panti, selama 3 bulan
terakhir didapatkan sekitar 23 orang lansia
(33%) mengalami kelemahan ekstremitas otot
bawah yang mengganggu keseimbangan tubuh
dan dari jumlah tersebut diketahui sebanyak 12
orang lansia (17%) pernah mengalami kejadian
jatuh. Dari penuturan perawat panti, terdapat 4
orang lansia (7%) yang mengalami jatuh dalam
2 bulan terakhir, 1 orang lansia yang jatuh
mengalami lecet kepala dan seorang lansia
dijahit di bagian kaki akibat terjatuh. Dari studi
pendahuluan dengan mengukur risiko jatuh dari
20 lansia di panti, didapatkan bahwa 19 orang
lansia tersebut (95%) memiliki risiko jatuh
rendah menuju ke sedang (low to moderate
risk), dan 5% memiliki risiko jatuh sedang
menuju ke tinggi (moderate to high risk). Data
tersebut menunjukkan bahwa lansia di UPT
PSLU Jombang masih mengalami gangguan
keseimbangan sehingga berisiko jatuh
walaupun sudah mendapat senam DM secara
rutin.
Perawat gerontik dapat memberikan
intervensi untuk meminimalkan risiko jatuh
pada lansia. Rencana keperawatan untuk
pencegahan jatuh ditujukan untuk faktor-faktor
yang meningkatkan risiko jatuh di antaranya
yang berkaitan dengan sistem muskuloskeletal
(Jaime, 2003). Salah satu intervensi yang dapat
diberikan oleh perawat untuk menurunkan
risiko jatuh pada lansia adalah latihan fisik yaitu
modifikasi Tai Chi dan senam DM dengan
pendekatan teori keperawatan Orem tentang self
care.
Senam Tai Chi meningkatkan kontraksi,
kekuatan dan ketahanan otot yang dapat
meningkatkan keseimbangan ekstremitas
bawah (Mao & Hong, 2006). Penelitian yang
dilakukan Yu and Yang (2012) diketahui bahwa
wanita lansia yang mendapat senam Tai Chi
mengalami peningkatan fleksibilitas saat
duduk. Thornton, et. al. (2004) menyatakan
bahwa senam Tai Chi merupakan latihan yang
mengkombinasikan gerakan tubuh yang pelan,
halus, dan memiliki intensitas yang rendah yang
32
meningkatkan koordinasi dan kekuatan otot.
Menurut Sumosardjuno (1998), gerakan
modifikasi Tai Chi yang lambat bisa membantu
relaksasi, mengurangi stress, memperbaiki
postur tubuh (Darmayanti, 2007) sehingga
risiko jatuh menurun.
Senam DM menyebabkan adanya
kontraksi otot pada sendi yang digerakkan.
Proses kontraksi otot memerlukan energi yang
diperoleh dari pemecahan glukosa yang berasal
dari karbohidrat dan glikogen (Sherwood,
2001). Peningkatan penggunaan glukosa akan
meningkatkan ATP. Peningkatan jumlah ATP
akan meningkatkan kekuatan otot.
Keseimbangan tubuh akan meningkat bila
kekuatan otot meningkat. Keseimbangan tubuh
yang baik merupakan faktor yang dapat
mencegah jatuh pada lansia (Bird, et. al., 2009).
Latihan fisik yang efektif dalam
menurunkan risiko jatuh diharapkan dapat
memenuhi self care therapeutic demand dan
lansia dapat berperan sebagai self care agency
dalam memenuhi perawatan diri dalam upaya
menurunkan risiko jatuh dan meningkatkan
kemampuan self care pada lansia.
BAHAN DAN METODE
Desain atau rancangan penelitian ini
menggunakan desain quasy experimental jenis
pre-post test non equivalent control group
design. Sampel diambil dari populasi lansia di
UPT Pelayanan Lanjut Usia Jombang yang
memenuhi kriteria inklusi, kemudian dibagi
dalam kelompok senam DM dan modifikasi Tai
Chi. Sebelum diberi perlakuan, semua sampel
dilakukan pengukuran risiko jatuh dan self
care. Intervensi senam DM dan modifikasi Tai
Chi diberikan sebanyak 3 kali/minggu selama 5
minggu dengan durasi 50 menit. Setelah
intervensi selesai diberikan, semua sampel
diukur kembali risiko jatuh dan self care.
Kriteria inklusi dalam penelitian adalah:
1. Lansia laki-laki dan perempuan dengan usia
60-75 tahun
2. Lansia yang mampu berjalan sendiri tanpa
membutuhkan bantuan orang lain
3. Lansia mampu berkomunikasi dengan baik
4. Lansia yang mampu melihat minimal pada
jarak 5 meter
5. Lansia yang memiliki pendengaran yang
masih baik
Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah:
1. Lansia yang mempunyai penyakit jantung
2. Lansia yang memiliki gangguan jiwa
3. Lansia yang mengalami sakit dan menjalani
perawatan
4. L a n s i a y a n g m e m i l i k i g a n g g u a n
keseimbangan tubuh
5. Lansia yang menolak menjadi responden
penelitian
Kriteria drop out:
1. Lansia yang 3 kali tidak mengikuti kegiatan
senam
2. Lansia yang melakukan gerakan senam
kelompok lain
Variabel independen dalam penelitian ini
adalah jenis senam, dan variabel dependen
adalah risiko jatuh dan self care.Instrumen yang
digunakan dalam memberikan modifikasi Tai
Chi dan senam DM adalah sound system, VCD
senam modifikasi Tai Chi dan senam DM, dan
SAK yang berisi pedoman gerakan senam.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur
risiko jatuh pada lansia adalah pemeriksaan
Timed Up and Go Test (TUGT). Semakin sedikit
waktu yang dibutuhkan atau semakin cepat tes
dilakukan berarti risiko jatuh semakin rendah,
dan semakin lama waktu tes menandakan risiko
jatuh semakin tinggi. Instrumen yang digunakan
untuk mengukur self care pada lansia adalah
dengan indeks Barthel yang mencerminkan
kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
sehari-hari dan dinilai dalam 10 item.
Data risiko jatuh sebelum (pre test) dan
setelah (post test) dilakukan senam pada
kelompok senam modifikasi Tai Chi maupun
senam DM dianalisis dengan uji dependent ttest. Analisis perbedaan risiko jatuh dan
efektivitas terhadap risiko jatuh antara
kelompok modifikasi Tai Chi dan senam DM
diuji independent t-test. Data self care sebelum
dan setelah dilakukan senam pada kelompok
modifikasi Tai Chi maupun senam DM diuji Mc
Nemar. Analisis perbedaan self care dan
efektivitas terhadap self care antara kelompok
modifikasi Tai Chi dan senam DM diuji dengan
Fisher's exac. Semua uji menggunakan tingkat
kepercayaan 95%.
HASIL
Tabel 1 Perubahan risiko jatuh pada kelompok
senam DM dan modifikasi Tai Chi
sebelum dan sesudah perlakuan di UPT
PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09
Juni 2013
Kelompok
Senam DM
Modifikasi
Tai Chi
Penurunan (∆)
risiko jatuh
Mean Standar
deviasi
1,54
0,80
2,31
0,66
Uji t
independen
Harga p
0,002
Tabel 2 Perbedaan penurunan risiko jatuh antara
kelompok senam DM dan modifikasi
Tai Chi di UPT PSLU Jombang pada
tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013
Kelompok
Efektivitas (%)
Mean
Senam
DM
Modifikasi
Tai Chi
9,46
standar
deviasi
4,58
16,22
5,72
Uji t
independen
Harga p
0,000
Tabel 3 Perbedaan efektivitas antara kelompok
senam DM dan modifikasi Tai Chi
terhadap penurunan risiko jatuh di UPT
PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09
Juni 201
Kelompok
Senam
DM
Modifikasi
Tai Chi
Risiko jatuh
Pre test
Mean Standar
deviasi
16,31
2,91
14,90
3,16
Risiko jatuh
Post test
Mean Standar
deviasi
14,76
2,70
12,62
3,25
Uji t
berpasangan
Harga p
0,00
0,00
33
Tabel 4 Perubahan self care pada kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi sebelum dan sesudah
perlakuan di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013
Perawatan diri
Kelompok senam DM:
Mandiri
Ketergantungan ringan
Kelompok Modifikasi Tai
Chi:
Mandiri
Ketergantungan ringan
Sebelum
Sesudah
Uji Mc Nemar
F
%
f
%
Harga p
17
3
85
15
20
0
100
0
0,250
16
4
80
20
19
1
95
5
0,250
1,00
Nilai p Uji fisher’s exact
1,00
Tabel 5 Perbedaan efektivitas antara kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi terhadap peningkatan self
care di UPT PSLU Jombang pada tanggal 06 Mei- 09 Juni 2013
Kelompok
Senam DM
Modifikasi Tai Chi
Efektivitas
Meningkat
3
3
PEMBAHASAN
Tabel 1 memperlihatkan hasil dari uji t
sampel berpasangan, didapatkan harga p = 0,00
sehingga p < 0,05 yang berarti bahwa terdapat
perbedaan risiko jatuh yang signifikan sebelum
dan sesudah diberikan senam DM. nilai rerata
risiko jatuh pada kelompok senam DM menurun
setelah diberikan senam DM.
Senam DM menggunakan otot-otot
besar, dengan gerakan ritmis (berirama) dan
berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu
yang lama. Senam DM menyebabkan adanya
kontraksi otot pada sendi yang digerakkan.
Proses kontraksi otot memerlukan energi yang
diperoleh dari pemecahan glukosa yang berasal
dari karbohidrat dan glikogen (Sherwood,
2001). Peningkatan penggunaan glukosa akan
meningkatkan ATP. Peningkatan jumlah ATP
akan meningkatkan kekuatan otot (Guyton,
2007). Ketika otot sedang berkontraksi, sintesa
protein kontraktil otot berlangsung jauh lebih
cepat daripada kecepatan penghancurannya.
Miofibril akan memecah di dalam setiap serabut
otot untuk membentuk miofibril yang baru yang
menyebabkan serabut otot menjadi hipertropi.
Serabut otot yang hipertropi akan terjadi
peningkatan sistem metabolism fosfagen,
34
Uji Fisher’s exact
Tetap
17
17
Harga p
1,00
termasuk ATP dan fosfokreatin. Hal ini
meningkatkan kemampuan sistem metabolik
aerob dan anaerob sehingga meningkatkan
energi dan kekuatan otot (Koopman, 2011).
Keseimbangan tubuh akan meningkat bila
kekuatan otot meningkat. Keseimbangan tubuh
yang baik merupakan faktor yang dapat
mencegah jatuh pada lansia (Bird, et. al., 2009).
Tabel 1 memperlihatkan hasil dari uji t
sampel berpasangan, didapatkan harga p = 0,00
sehingga p < 0,05 yang berarti bahwa terdapat
perbedaan risiko jatuh yang signifikan sebelum
dan sesudah diberikan modifikasi Tai Chi. nilai
rata-rata risiko jatuh pada kelompok modifikasi
Tai Chi menurun setelah diberikan senam
modifikasi Tai Chi.
Sutanto (1997) menjelaskan bahwa
gerakan senam Tai Chi Chuan ditujukan untuk
melatih seluruh bagian tubuh mulai dari tangan,
bahu, siku, pergelangan tangan, telapak jari,
perut, pinggang pantat, kaki, lutut, jari, tumit.
Semua sendi dan otot digerakkan dalam kadar
yang moderat sambil menarik nafas yang dalam
dan teratur. Senam Tai Chi Chuan akan
meningkatkan kontraksi otot-otot kaki bawah
(Wu & Ren, 2009). Dengan adanya kontraksi
otot, maka akan meningkatkan sintesa protein
otot yaitu miofibril. Peningkatan jumlah
miofibril inilah yang menyebabkan serat otot
mejadi hipertropi. Serat otot yang hipertropi
akan terjadi peningkatan komponen keratin
fosfat yang merupakan sumber energi untuk
kontraksi otot. Keratin fosfat akan diubah
menjadi ATP sehingga meningkatkan kekuatan
otot (Guyton & Hall, 2007; Koopman & Loon,
2009). Peningkatan kekuatan otot akan
meningkatkan keseimbangan postural dinamis
sehingga resiko jatuh menurun (Wayne et. al.,
2004).
Tabel 2 memperlihatkan ada perbedaan
penurunan risiko jatuh yang signifikan antara
kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi
(p=0,002). Kelompok modifikasi Tai Chi
mengalami penurunan risiko jatuh yang lebih
besar daripada kelompok senam DM dimana
modifikasi Tai Chi memiliki rerata penurunan
risiko jatuh yang lebih besar dibanding senam
DM. Tabel 3 juga memperlihatkan terdapat
perbedaan efektivitas yang signifikan antara
kelompok senam DM dan modifikasi Tai Chi
dalam menurunkan risiko jatuh (p=0,00).
M o d i f i k a s i Ta i C h i l e b i h
efektif
menurunkankan risiko jatuh dibanding senam
DM.
Latihan fisik merupakan intervensi
yang efektif untuk meningkatkan kekuatan,
keseimbangan, kelenturan dan ketahanan pada
lansia (Salzman, 2010). Faktor yang mungkin
menyebabkan modifikasi Tai Chi lebih efektif
dalam menurunkan risiko jatuh dibanding
senam DM adalah gerakan senam DM yang
lebih cepat sehingga menyebabkan lansia lebih
cepat lelah dan terlambat dalam mengikuti
gerakan. Efek senam yang didapat lansia tidak
maksimal karena banyak gerakan yang tidak
dilakukan dengan baik karena banyak lansia
yang tertinggal gerakannya. Gerakan Tai Chi
yang lambat sesuai untuk lansia sehingga lansia
mudah mengikuti gerakan tersebut. Thornton,
et. al. (2004) menyatakan bahwa senam Tai Chi
merupakan latihan yang mengkombinasikan
gerakan tubuh yang pelan, halus, dan memiliki
intensitas yang rendah yang meningkatkan
koordinasi dan kekuatan otot. Modifikasi Tai
Chi lebih banyak memiliki gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan
disbanding senam DM. Banyak gerakan
modifikasi Tai Chi yang ditujukan untuk
meningkatkan keseimbangan tubuh seperti
gerakan mengangkat satu kaki, mengangkat
lutut, putaran mata kaki. Gerakan senam DM
yang bertujuan untuk meningkatkan
keseimbangan terdapat pada latihan inti 3a dan
3b. Hal tersebut yang menyebabkan modifikasi
Tai Chi lebih efektif dalam menurunkan risiko
jatuh dibanding senam DM.
Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan perawatan diri yang signifikan pada
kelompok senam DM sebelum dan sesudah
perlakuan (p=0,250).
Kemampuan lansia dalam melakukan
self care dapat dilihat dari kemampuan lansia
melakukan aktivitas hidup sehari-hari atau ADL
(Activity of Daily Living). Activity of Daily
Living
terdiri dari aspek motorik yaitu
kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi
dan aspek proprioseptif sebagai umpan balim
dari gerakan yang dilakukan. Salah satu faktor
yang mempengaruhi ADL adalah keseimbangan
(Seze, et. al., 2001 ) yang mencermikan risiko
jatuh pada lansia. Gangguan keseimbangan
yang dialami lansia akan menyulitkan lansia
dalam melakukan ADL sehingga self care
activities pada lansia akan terganggu.
Lansia yang mendapatkan latihan fisik
untuk meningkatkan keseimbangan tubuh akan
menurunkan risiko jatuh dan mempengaruhi
lansia dalam melakukan perawatan diri yang
tercermin dari ADL.
Responden kelompok senam DM
sebanyak
3 orang memiliki tingkat
ketergantungan minimal dengan nilai 19
sebelum diberikan perlakuan dimana ketiga
lansia tersebut membutuhkan bantuan untuk
naik dan turun tangga. Setelah diberikan senam
DM, kekuatan otot dan keseimbangan tubuh
lansia meningkat sehingga berefek pada
penurunan risiko jatuh. Keseimbangan tubuh
dan kekuatan otot yang meningkat mampu
meningkatkan kekuatan dan keseimbangan kaki
lansia untuk naik turun tangga sehingga ketiga
lansia tersebut dapat melakukan semua aspek
perawatan diri secara mandiri yang ditunjukkan
dengan peningkatan skor dari 19 menjadi 20.
Tabel 4 memperlihatkan hasil uji
statistik dengan Fisher's exact terhadap
perbedaan self care didapatkan harga p = 1,00
yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan self
care sebelum dan sesudah perlakuan antara
35
kelompok yang mendapat senam DM dan yang
mendapat modifikasi Tai Chi.Tabel 5
menunukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
efektivitas yang signifikan antara kelompok
senam DM dan modifikasi Tai Chi dalam
meningkatkan self care (p=1,00).
Senam DM dan modifikasi Tai Chi
terbukti dapat menurunkan risiko jatuh pada
lansia tetapi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap peningkatan self care pada lansia. Hal
ini menyebabkan kedua senam tersebut tidak
berbeda dalam meningkatkan self care pada
lansia. Walaupun kedua latihan fisik tersebut
tidak meningkatkan self care secara signifikan,
tetapi beberapa responden mengalami
peningkatan kemampuan perawatan diri yang
semula berada pada tingkat ketergantungan
ringan berubah menjadi mandiri setelah
diberikan senam DM maupun modifikasi Tai
Chi. Faktor lain yang menyebabkan senam DM
maupun modifikasi Tai Chi tidak berbeda
terhadap kemampuan self care lansia dalam hal
ini tidak ada perubahan self care sebelum dan
sesduah perlakuan adalah mayoritas responden
sudah memiliki kemampuan perawatan diri
yang mandiri. Minoritas responden yang belum
mandiri tingkat perawatan dirinya sehingga
ketika meningkat perawatan dirinya setelah
diberi perlakuan, maka hanya memberikan
perubahan yang sedikit saja di dalam
perhitungan analisis kelompok.
Sistem keperawatan dibentuk ketika
para perawat menggunakan kemampuan
mereka untuk menetapkan, merancang, dan
memberikan perawatan kepada pasien (sebagai
individu atau kelompok) mengatur nilai
kemampuan atau latihan kemampuan individu
dihubungkan dengan self care lansia dengan
cara terapi yang tepat. Perawat memberikan
bantuan berupa supportive educative dengan
cara memberi motivasi, mendukung, dan
memberikan semangat pada lansia untuk
melakukan latihan fisik yang akan
meningkatkan kemapuan self care pada lansia.
Berg, K, Wood Dauphine, Williams. (1992).
Measuring Balance in the Elderly: Validation
of an Instrument. J Pub Health, 2, p: 57-60
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Senam DM yang dilakukan 3 kali / minggu
selama 5 minggu efektif dalam menurunkan
risiko jatuh pada lansia.
2. Modifikasi Tai Chi yang dilakukan 3 kali /
Bird, Marie, Keith Hill, Madeleine Ball,
Andrew Williams. (2009). Effect of
Resistance and Flexibility Exercise
Interventions on Balance and Related
Measures in Older Adults. Journal of Aging
and Physical Activity, 17, 444-454
36
minggu selama 5 minggu efektif dalam
menurunkan risiko jatuh pada lansia.
3. Modifikasi Tai Chi lebih efektif dibanding
senam DM dalam menurunkan risiko jatuh
pada lansia.
4. Senam DM tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap peningkatan self care
pada lansia.
5. Modifikasi Tai Chi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap peningkatan self care
pada lansia.
6. Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara
senam DM dan modifikasi Tai Chi dalam
meningkatkan self care pada lansia.
Saran dalam penelitian ini adalah:
1. Modifikasi Tai Chi hendaknya dijadikan
sebagai salah satu program senam yang rutin
untuk lansia selain senam DM di UPT PSLU
Jombang.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang perbedaan senam Tai Chi dan senam
DM terhadap self care pada lansia dengan
waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, Helena Morgani, Aracy Spinola,
Paula Iwamizu, Roberta Okura. (2008).
Reliability of the Instrument for Classifying
Elderly People's Capacity for Self Care. Rev
Saude Publica, 42(2), 1-6.
Andayani, Rejeki & Yudo Murti. (2010). Jatuh.
Dalam Boedhi Darmojo (Eds.), Buku Ajar
Boedhi-Darmojo: Geriatri (hal. 174-189).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Arifin, M. Zainul. (2011). Senam Tai Chi dan
Senam Jantung Sehat pada Profil Lipida dan
Kebugaran Pra Lansia. Universitas Negeri
Surabaya. Disertasi tidak dipublikasikan.
Bird, Tiffany. (2011). Tai Chi Research Review.
Complementary Therapies in Clinical
Practice, 17, 141-146.
Caraka, Mikhael. (2009). Berg Balance Test dan
Time Up and Go Test sebagai Indikator
Prediksi Jatuh pada Lnasia. Universitas
Airlangga. Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Ceranski, Sandy. (2006). Fall Prevention and
Modifiable Risk Factor. Diakses 15 Maret
2 0 1 3 ,
d a r i
www.rfw.org/AgingConf/2006/Handouts/12
_FallPrevention_Ceranski.
Chen, Kuei Min. (2006). Complementary
th
Therapies in Nursing. (5 Edition). New
York: Springer Publishing Company
Dale, Bjorg, Ulrika Soderhamn, Olle
Soderhamn. (2011). Self Care Ability Among
Home Dwelling Older People in Rural Areas
in Southern Norway. Scandinavian Journal
of Caring Science, 1-5.
Darma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Jakrta: Trans Info
Media.
Darmojo, Boedhi,. (2010). Buku Ajar BoedhiDarmojo: Geriatri. (Edisi Ke-4). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur & John. Hall. (2007). Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. (Edisi 11). Jakarta:
EGC.
Kartinah & Agus Sudaryanto. (2008). Masalah
Psikososial pada Lanjut Usia. Berita Ilmu
Keperawatan, 1 (1), 93-96.
Kit, Wong Kiew. (2002). The Complete Book of
Tai Chi Chuan modifikasi. Jakarta: Elex
Media Komputindo
Koopman, Rene, & Luc Van Loon. (2009).
Aging, Exercise, and Muscle Protein
Metabolism. Journal of Applied Physiology,
106, 2040-2048.
Lan, Woo, Athena Hong, Edith Lau. (2004). A
Randomised Controlled Trial of Tai Chi and
Resitance Exercises on Bone Health, Muscle
Strength and Balance in Elderly People. Age
and Ageing, 36, 262-268
Low, Serena, Li Wei Ang, Kiat Sern Goh, Souk
Kai Chew. (2009). A Systematic Review of
the Effectiveness of Tai Chi on Fall
Reduction Among the Elderly. Archives of
Gerontology and Geriatrics, 48, 325-331.
Mao, D. W., J. X. LI, Y. Hong. (2006). The
Duration and Plantar Pressure Distribution
During One-leg Stance in Tai Chi Exercise.
Cilinical Biomechanics, 21, 640-645.
Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba Medika.
Morgenthal. (2001). The Aging Body. New
York: McGraw-Hill
Mufidah, Nisfil. (2007). Peningkatan
Leseimbangan Postural Manula dengan
Latihan Balance Exercise di UPSTW
Bangkalan. Universitas Airlangga. Skripsi
tidak dipublikasikan.
Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan
Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC.
Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan.
(Edisi 3). Jakarta: Salemba Medika.
Praet, Stephan & Luc Van Loon. ( 2007).
Optimizing the Therapeutic Benefit of
Exercise in Type 2 Diabetes. Journal of
Applied Physiology, 103, 1113-1120.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003.
Fisioterapi Nafas pada Lansia. Jakarta:
EGC.
Rayn. (2005). Timed Up and Go test. Diakses 10
M a r e t
2 0 1 3 ,
d a r i
www.saskatoonhealthregion.ca/pdf.
37
Salzman, Brooke. (2010). Gait and Balance
Disorder in Older Adults. American Family
Physician, 82(1), 61-67.
Tomey A. M. & Alligood M. . (2006). Nursing
Theorists. And Their Work. (6th Edition.). USA:
Mosby Elsevier.
Santoso, Mardi. (2008). Senam Diabetes
Indonesia Seri 4 Persatuan Diabetes Indonesia.
Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia.
Wade DT, Collin C. (1988). The Barthel ADL
Index: a standard measure of physical
disability? Int Disabil Stud. 10(2):64-67.
Setiahardja, Andi. (2005). Penilaian
Keseimbangan dengan Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari pada Lansia di Panti Werdha
Pelkris Elim Semarang dengan menggunakan
Berg Balance Scale dan Indeks Barthel.
Universitas Diponegoro. Tesis Tidak
Dipublikasikan
Wang, Hsiu-Hung, Carol Shieh, Ruey-Hsia
Wang. (2004). Self Care and Well Being Model
for Elderly Women: A Comparison of Rural and
Urban Areas. Kaohsiung J Med Sci, 20(2), 6368.
Seze, Wiart L, Bon Saint Dome. (2001).
Rehabilitation of Postural Disturbances of
Hemiplegic Patients by Using Trunk Control
Retraining during Exploratory Exrecises. Arch
Phys Med Rehabil, 82 (6), P. 75
Sherwood. (2001). Human Physiology from
Cells to System. USA: International Thomson
Publishing
Soegondo dan Sukardji. (2008). Hidup Secara
Mandiri dengan Diatebes Mellitus. Jakarta:
FKUI
Stanley, Mickey, & Patricia Beare. Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC
Stockslager, Jaime L. (2003). Buku Saku
Asuhan Keperawatan Geriatrik. (Edisi 2).
Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Taylor, Susan & Katherine Renpenning. (2011).
Self Care Science, Nursing Theory, and
Evidence Based Practice. New York: Springer
Publishing Company
Thornton, Everard, Kevin Sykes, Wai K.T.
(2004). Health Benefits of Tai Chi Exercise:
Improved Balance and Blood Pressure in
Middle Aged Women. Health Promotion
International, 19(1), 33-38.
38
Wayne, Peter, David Krebs, Steven L, Wolf,
Kathleen M., Donna M., Chris A. M., Ted. J. K.
(2004). Can Tai Chi Improve Vestibulopathic
Postural Control. Arch Phys Med Rehabil, 85,
142-52. Biomechanics, 21, 640-645
Widianti, Anggriyana & Atikah Proverawati.
(2010). Senam Kesehatan: Aplikasi Senam
untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wu, Ge, & Xiaolin Ren. (2009). Speed Effect of
Selected Tai Chi Chuan modifikasi Movement
on Leg Muscle Activity in Young and Old
Practitioner. Clinical Biomechanics, 24, 415421.
Yu, Ding-Hai, Hui-Xin Yang. (2012). The Effect
of Tai Chi Intervention on Balance in Older
Males. Journal of Sport and Health Science, 1,
57-60.
Zhang, Jian Guo, Kazuko Ishikawa, Hideo
Yamazaki, Takae Morita, Toshiki Ohta.
( 2006). The Effects of Tai Chi Chuan
modifikasi on Physiological Function and Fear
of Falling in the Less Robust Elderly: An
Intervention Study for Preventing Falls.
Archives of Gerontology and Geriatrics, 42,
107-116.
Download