Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Ni Gusti Made Rai, Ni Wayan Suarmini UPT PMK Sosial Humaniora, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia [email protected] Abstract This paper describe the bullying phenomenona and its alternative efforts to prevent it. Bullying is a form of negative behavior which is done subconsciously and repeatedly to his/her victim physically or non-physically. Weary and uncomfortable victims’ feelings elevate the domination and superiority of the bully. By an ecology approach, which involving microsystem, ecosystem. and microsystem, it is expected to recognize a prevention action which is more effective and comprehensive. Also, it needs a wider involvement and a thorough control from the community. The training that’s based on technology social is expected to be able to bridge the gap from the challenge given. Technology was not only viewed as a source of the problems, but can beused as a benefitted platform to develop and groom more pro-social behavior. Keywords: Social training, bullying, technology, ecology theory Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang fenomena bullying dengan bentuk upaya alternatif pencegahannya. Bullying yang merupakan suatu bentuk perilaku negatif yang dilakukan secara sadar dan berulang kepada korban secara fisik maupun nonfisik. Adanya perasaan tidak nyaman yang muncul akan dapat meningkatkan rasa dominasi atau superior dari pelaku. Dengan pendekatan ekologi yang melibatkan mikrosistem, eksositem, dan makro sistem untuk melihat persoalan tersebut diharapkan dapat dikenali bentuk upaya pencegahan yang lebih efektif dan komprehensif. Dan tentunya akan melibatkan kontrol dari masyarakat yang lebih luas. Bentuk training sosial berbasis teknologi diharapkan mampu menjembatani tantangan tersebut. Teknologi bukan dipandang sebagai penyebab saja namun justru dimanfaatkan sebagai sarana memberdayakan perkembangan perilaku yang lebih prososial. Kata Kunci: training sosial, bullying, teknologi, teori ekologi yaitu atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Pendahuluan Perkembangan pola kepribadian yang sehat dan kokoh merupakan cermin dari kesehatan mental berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. seseorang. Untuk itu sangat penting bahwa adanya Dewasa ini kita saksikan pada tayangan berita karakteristik, pola, faktor dapat menyumbang di televisi, media massa, dan media sosial yang keberhasilan mencapai menyajkan berita seputar anak dan remaja yang perkembangan kepribadian yang mantap tersebut. merupakan perwakilan generasi muda terlibat Mengamati gejala dan fenomena yang muncul di perselisihan teman hingga perilaku kekerasan. Tidak masyarakat akses jarang hal ini bermula dari adanya bibit perilaku yang teknologi dapat berpengaruh terhadap perkembangan bersifat negatif dengan ciri khusus merugikan orang kepribadian tersebut. Individu menjadi unit terkecil lain mungkin secara fisik dan nonfisik (psikologis). membangun suatu konstruksi masyarakat dalam Bullying menjadi bagian dari kekerasan yang kerap suatu bangsa. Persoalan yang dapat memengaruhi terjadi di tengah kehidupan masyrakat yang dianggap kehidupan dan perkembangan individu terkadang wajar. Istilahnya yang semakin populer, bullying luput dari perhatian yang tidak sesuai dengan hak dari menjadi semakin santer di telinga kita dengan adanya warga negara Indonesia terutama dalam usia anak kasus yang dimuat di media-media tersebut. Semakin seseorang dengan adanya dalam kemudahan 170 171 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying pesatnya kemajuan teknologi menjadi pesat pula dan lebih jauh lagi. Bahkan tidak jarang angka yang semakin mudah banyak pihak melihat informasi ditemukan baru sebagian kecil karena banyaknya tersebut. Melalui penyajian informasi tersebut kasus yang tidak dilaporkan karena dianggap sebagai menujukkan semakin luasnya kasus bullying terjadi aib yang harus disimpan rapat-rapat. Kegiatan dalam di kalangan generasi muda. masa orientasi juga sering kali menjadi kesempatan Banyak hal yang dapat mempengaruhi sampai para pelaku bullying untuk menciptakan perilaku dengan munculnya bentuk perilaku negatif ini, mulai negatif. Padahal berbagai peraturan yang dibuat adanya pola karaksteristik invidu yang dipengarui sudah oleh pengaruh gaya pengasuhan orang tua, adanya perploncoan terjadi. menghapuskan adanya kesempatan peran contoh atau model yang ditemui di lingkungan Menyoroti kasus bullying yang terjadi tidak termasuk sekolah, adanya banyaknya tayangan yang hanya pada level perguruan tinggi. Dimana seorang bisa dilihat dari media yang semakin dekat hingga anak tumbuh menjadi seorang remaja menuju dorongan budaya tertentu yang melekat. Secara dewasa. Seringkali bullying terjadi karena adanya umum dapat dilihat bahwa munculnya perilaku pembiasaan merendahkan orang lain dimulai dari negatif ini menjadi cukup kompleks dan akhirnya pendidikan usia dini. Pada praktiknya mungkin saja dapat berakibat tidak baik bagi perkembangan terjadi meskipun belum mengakibatkan korban yang kesehatan mental individu baik dari pelaku maupun secara statistik dapat dihitung jumlahnya. Biasanya korbannya. Misalnya di sekolah sekalipun yang terkait adanya pola perilaku yang superior pihak dianggap suatu tempat yang aman bagi anak untuk tertentu kepada pihak lain. Jika muncul pertanyaan berkembang namun tidak dipungkiri justru banyak dari manakah munculnya perilaku negatif seperti juga terjadi praktik bullying tersebut. Artinya bullying ini pada anak bermula dapat diperoleh dari bullying ini juga dapat melibatkan interaksi negatif adanya proses modelling yang dilakukan dari orang siswa dengan siswa atau dengan staf pendidik lain. tua. Pengaruh dari pengaruhan juga akan terlibat Bahkan berdasarkan survei yang pernah dilakukan dalam membentuk perilaku yang diharapkan dan 2004 oleh Departemen Pendidikan di Jepang bebas dari unsur kekerasan. menyebutkan 24.898 kasus bullying di sekolah. Dan Peers atau teman sebaya menjadi salah satu kurang lebih 12 ribu lebih diantaranya terjadi di interaksi yang memungkinkan terjadinya praktik Perguruan Tinggi Swasta (dalam Simbolon 2012). Di bullying. Dalam aktivitas yang melibatkan teman Indonesia kasus bullying pada tahun 2006 tercatat sebaya bentu persaingan, konflik, terutama dalam 247 kasus kekerasan fisik (sebanyak 29 kasus terjadi rangka mencapai di sekolah), 426 kekerasan seksual (sebanyak 67 membuat pelaku mencari cara dan upaya melakukan kasus terjadi di sekolah), dan 451 dalam bentuk tindakan penindasan terhadap orang yang dianggap kekerasan psikis (sebanyak 96 kasus terjadi di lebih inferior. Akhirnya posisi yang diakibatkan dari sekolah) (Multiply 2007 dalam Simbolon, 2012). adanya persaingan tersebut menimbulkan kekhasan Dan angka tersebut dapat terus meningkat jika diteliti dalam berelasi. Posisi yang dianggap lebih superior upaya popularitas yang dapat 172 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying membuat mereka menjadi lebih percaya diri tentunya menjadi aksi saling memaki di media sosial. dalam sudut pandang yang salah. Pengambilan keputusan sesaat untuk dapat Teknologi dipandang sebagai sarana yang menuangkan ekspresi diri melalui tampilan di media dapat meningkatkan kualitas hidup manusia yang tersebut menjadi “boomerang” yang akan turut sudah dapat dirasakan sejak manusia dalam mengembangkan kandungan. Penggunaan teknologi pada era saat ini penelitian yang lalu telah banyak dibahas sejak tahun tentunya bukan semata dikambinghitamkan menjadi 1970 tentang bullying yang terjadi di sekolah. penyebab utama terjadinya persoalan perilaku pada Memasuki tahun 2000-an semakin marak adanya anak hingga remaja. Anak-anak yang terpapar bullying yang melibatkan penggunaan teknologi tontonan seperti sinetron yang terkandung pesan terutama media sosial. Dikenal dengan istilah kurang baik dalam pengembangan karakter akan cyberbullying yang juga memiliki karakteristik yang secara sama sistematis mengajarkan adanya upaya merendahkan orang lain, membodohi orang lain, dengan kasus bullying. bullying yang Berdasarkan dikenal secara tradisional. menunjukkan perilaku yang sewenang-wenang, dsb. Dengan demikian perlu diketahui bagaimana Hal ini menjadi salah satu kesempatan yang dimiliki proses anak-anak hingga remaja untuk pada akhirnya dapat pencegahannya menumbuhkan aktivitas dikatakan bahwa perilaku semacam bullying ini pergaulan sehari-harinya. Dan secara tidak sadar dianggap menjadi persoalan biasa bahkan persoalan perilaku negatif demikian dianggap perilaku yang klasik yang pasti melanda dan terjadi di dalam wajar atau bahkan menjadi lelucon yang dapat interaksi manusia. Namun demikian diketahui pula menimbulkan kebahagiaan atau kepuasan bagi pihak dampak bullying bersifat jangka panjang. Bahkan tertentu. dapat merusak karir atau pun kehidupan manusia di sikap negatif dalam bullying dapat dapat terjadi sehingga dilakukan. Meskipun Tidak kalah pentingnya mengenai teknologi masa datang (Smith, 2000 dalam Abdullah 2013). yang meningkatkan keunggulan produk gadget Bullying dapat terjadi dimana saja, bahkan dalam dalam sistem informasinya juga tersisip kesempatan aktivitas di dunia maya tersebut. Dan dapat pula yang meningkatkan munculnya perilaku negatif. terjadi pada baik sebagai pelaku maupun korbannya, Media sosial menjadi sarana yang sangat mudah bagi juga pada golongan mana pun, pada golongan berkembangnya bullying meskipun di sisi lain masyarakat atas, masyarakat menengah, serta memberikan banyak manfaat positif. Kesempatan masyarakat kelas bawah. Jadi bullying tidak melakukan aksi negatif akan sangat dimungkinkan mengenal siapa pun. karena pelaku dapat mengaburkan identitas aslinya Saat ini penggunaan internet di Indonesia terus yang dapat menghindar dari tanggung jawab yang mengalami peningkatkan. Didorong adanya aktivitas harus dipatuhi. Peluang yang mungkin terjadi di pada media sosial atau pun layanan internet niaga. dunia nyata misalnya: terdapat perselisihan pendapat Pada tahun 2010, di kota, peningkatannya sekitar 30- di sekolah yang dapat dengan mudahnya dilanjutkan 35 % sampai dengan 40-45% yang mencapai sekitar 173 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying 55 juta pengguna internet hingga tahun 2011 Upaya dalam menurunkan persoalan perilaku (Markplus 2011, dalam Safaria, 2016). Internet negatif dengan sebutan bullying ini diharapkan selain tampaknya mengubah perilaku manusia dan gaya melibatkan pendekatan sosial namun juga dilengkapi interaksi manusia yang secara 24 jam dapat dengan terkoneksi dalam jangkauan waktu dan wilayah kemajuan teknologi yang awalnya dianggap sebagai dimana pun sesuai keinginan. Artinya persoalan yang suatu sarana yang dapat memicu peningkatan berhubungan semakin perilaku bullying ternyata justru dapat dijadikan obat Untuk itu mengelola pemanfaatannya penawarnya. Dengan adanya rancangan berupa secara tepat justru dapat meningkatkan kualitas hidup program-program yang tepat diharapkan dapat manusia. menjadi solusi praktis yang mudah diterapkan di kompleks. dengan manusia akan Pembahasan bullying dalam tulisan ini tidak sarana kemajuan teknologi. Dengan lingkungan masyarakat. dibatasi apakah bullying secara tradisonal yang terjadi dalam dunia nyata atau pun bullying yang Definisi Bullying terjadi dalam dunia maya. Perkembangan teknologi Menurut American Psychological Association tidak membatasi terjadinya praktik bullying secara (Dalam Fahrudin, 2013) menjelaskan definisi langsung atau pun terjadi dalam dunia maya seperti bullying sebagai: “a form of aggressive behavior in pada media sosial. Dampak dari teknologi ini dapat wich someone intentionally and reapeatedly causees meningkatkan terjadinya praktik bullying dimana another person injury or discomfort. Bullying can pun terutama yang terjadi pada usia anak atau pun take the form of physical contact, words or more remaja. Seharusnya pemanfaatan terhadap teknologi subtle perlu dipikirkan dalam rangka membangun generasi menunjukkan adanya tindakan agresif dari pelaku yang lebih baik. yang dilakukan secara intens dan berulang baik Dengan membangun kesadaran actions”. Dari penjelasan tersebut bahwa secara fisik langsung maupun tidak langsung, perilaku bullying yang kerap terjadi melibatkan melibatkan kata-kata, atau tindakan lain yang banyak pihak, sudah semestinya diperlukan upaya menimbulkan ketidaknyamanan. secara preventif untuk bisa mengurangi terbentuknya perilaku bullying di masa depan. Bullying dikenal sama dengan kekerasan. Dengan Seperti yang dicantumkan pada KBBI bahwa mempersiapakan generasi yang bebas dari unsur bullying sebagai suatu usaha menyakiti yang kekerasan sepanjang fase perkembangan kehidupan dilakukan oleh perseorangan atau pun secara akan dapat menumbuhkan adanya kepribadian yang berkelompok (Sejiwa 2009, dalam Simbolon 2012). lebih mantap. Bagaimanapun dengan dimilikinya Menurut Smith et all, 2013 (dalam Simbolon pola kepribadian yang mantap akan semakin 2012), bahwa bullying merupakan suatu aksi negatif memperkuat SDM Indonesia sebagai tonggak secara berkala yang dilakukan dalam rangka generasi penerus bangsa. memiliki tujuan untuk menyakiti pihak lain. Andrew Mellor salah satu pakar bullying (dalam Levianti, 174 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying 2008), menyebutkan bahwa pelaku bullying secara terjadi dalam konflik keluarga atau perselisihan satu sengaja keluarga yang memiliki kesetaraan. melakukan tindakan negatif yang menyebabkan korban merasa takut dan ketakutan 2. Niat untuk menciderai akan muncul secara berulang dalam bentuk perasaan Bullying menyebabkan “luka” emosional yang khawatir. Perasaan khawatir akan membentuk diciptakan pelakukan secara sadar. Kepedihan akan ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik muncul dari sisi korban yang akan membuat pelaku maupun emosional. merasa puas atas perilaku yang ditampilkan. Tidak Berdasarkan beberapa definisi yang ada katanya maaf atau pun atas suatu disebutkan pakar bullying maka dapat disimpulkan ketidaksengajaan yang dilakukan. Karena munculnya bahwa bullying merupakan perilaku negatif yang perilaku bullying ini merupakan suatu yang disadari. dilakukan 3. secara mengintimidasi, sadar untuk menimbulkan menyakiti, Ancaman agresi lebih lanjut kekhawatiran Pelaku dan korban menyadari bahwa adanya berulang terhadap korban yang dinggap lemah secara bullying akan sangat mungkin muncul di waktu kekuatannya. Dengan adanya perasaan khawatir atau mendatang. Karena kegiatan yang bertujuan untuk cemas dari korban maka akan menimbulkan suatu menimbulkan “luka” tidak sekali saja. Jadi besar dominasi baik secara fisik maupun psikologis antara kemugkinan kegiatan tersebut dilakukan berulang pelaku terhadap korban. Adanya perasaan khawatir kali. dan membuat korban merasa lebih inferior tersebut 4. yang menimbulkan kepuasan dan perasaan bahagia dari pelaku. Teror Bullying dilakukan secara berulang kali direncanakan secara sistematik, meskipun dalam perencanaannya tidak membutuhkan waktu yang panjang. Namun tujuan dari perilaku negatif tersebut Tanda-Tanda Bullying Bullying merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar. Dan selanjutnya perilaku yang mengandung unsur kekerasan yang adalah teror yang diciptakan sebagai suatu bentuk adanya dominasi yang dimiliki. bertujuan menciptakan teror atau ancaman yang sifatnya dapat menganggu kenyamanan pihak lain. Bullying akan Bentuk Bullying Ada beberapa bentuk bullying diantaranya, dipengaruhi oleh beberapa unsur berikut (Abdullah, menurut Sullivan 2000 (dalam Levianti, 2008): 2013): 1. Fisik, 1. biasanya meliputi aktivitas seperti Ketidakseimbangan kekuatan memukul, mencubit, push-up, jalan jongkok, lari, Pelaku bullying dapat merupakan seseorang menampar, meminta dengan paksa, menggigit, yang lebih tua, lebih mahir dalam bidang tertentu, menjambak, mendorong, meludahi, mencakar, lebih populer, hal ini akan menimbulkan jarak yang merusak barang kepemilikan, dsb. lebih jauh antara pelaku dan korban. Bullying tidak 2. Verbal dan non-verbal a. Verbal 175 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Biasanya meliputi aktivitas yang disampaikan secara lisan yang berutujuan untuk menimbulkan 3. di media sosial berujung pada tindakan kriminal. Misalnya, memberikan ejekan, julukan, merendahkan, Komponen-Komponen Bullying mengintimidasi, 1. mengeluarkan b. “luka”. peristiwa yang dimulai dari adanya kekerasan verbal menghasut, kata-kata menggosip, jorok kepada Pelaku Bullying Menurut Stephenson dan Smith (Dalam korban, Levianti, 2008) terdapat tiga tipe pelaku bullying Non-verbal yaitu: (a) Pelaku yang percaya diri, dimana ia Tidak ada perbedaan antara anak laki-laki memiliki sosok mampu tampil di muka umum dan atau perempuan yang menjadi pelaku memiliki kelebihan. Bahkan tidak jarang pelaku bullying. Tapi biasanya laki-laki lebih sering merupakan menggunakan bentuk fisik dibandingkan Biasanya memiliki kekuatan fisik, menyukai agresi perempuan. Sedangkan perempuan lebih dan merasa aman berada dalam kelompoknya. (b) sering menggunakan bentuk verbal dengan Pelaku yang memiliki kelemahan (cemas). Pada relasional. Bentuk non-verbal juga dibagi dasarnya palaku pada tipe ini merasa memilki menjadi bentuk bullying langsung (misalnya, kelemahan, misalnya dalam bidang akademik, adanya gerakkan tangan atau kaki seperti kurang populer, juga kurang merasa aman di menunjukkan dengan tatapan ancaman, kelompoknya. Atau bahkan bisa disebutkan berasal mengentakkan anggota badan, memalingkan dari kelompok minoritas. (c) Pelaku yang dengan muka. Dan bentuk bullying non-verbal secara sengaja mengincar korbannya dengan maksud dan tidak langsung (misalnya, mengasingkan tujuan tertentu. Dan biasanya pelaku pernah menjadi korban, korban bullying dan justru meneruskan perilaku menghasut teman lain untuk sosok populer di lingkungannya. menjauhi korban, mengirim pesan teror/ negatif tersebut. hasutan, bersekongkol, dsb). biasanya laki-laki yang memiliki kecenderungan Cyberbullying Sebagian besar pelaku bullying pandangan positif terhadap kekerasan (Levianti, Bullying yang dilakukan dengan menggunakan 2008). Tidak jarang pula para pelaku memiliki media teknologi. Misalnya melalui pesan singkat asumsi yang keliru bahwa dengan aktivitas mem- (SMS), email, media sosial. Aktivitas cyberbullying bully tersebut akan dapat menjadi pengaruh positif tentu saja sedikit berbeda. Antara pelaku dan terhadap korbannya. Dan biasanya pelaku perempuan korbannya tidak bertemu secara fisik. Tetapi bukan lebih menggunakan pola bullying secara non-verbal berarti dampak dari cyberbullying ini bebas secara tidak langsung. Dengan menggajak banyak rekan fisik. Adanya perselisihan yang berakhir munculnya lainnya untuk ikut mem-bully akan membuat pelaku perilaku bullying dapat berujung pada pertemuan di merasa perilakunya mendapatkan persetujuan dan dunia nyata. Dan munculnya adanya bentuk tidak melanggar ketentuan norma sosial. kekerasan. Di Indonesia sudah tercatat adanya 2. Korban atau Victim 176 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Stephenson dan Smith (dalam Levianti, 2008) menyebutkan terdapat tiga ciri korban antara strategi yang tepat dalam menurunkan munculnya perilaku bullying. lain (a) korban pasif, yaitu memiliki karakteristik Dengan demikian perlunya perhatian dari pribadi pencemas dan memilki harga diri yang berbagai pihak untuk menyoroti kasus bullying cenderung menunjukkan sehingga akan diperoleh langkah-langkah sistematis kelemahan dalam bidang lainnya, seperti akademik, dalam upaya pencegahan terjadinya perilaku bullying atau tidak populer, dsb. Ciri karakteristik pribadi dari tahap perkembangan anak sampai dengan yang cenderung lemah ini dimanfaatkan oleh pelaku dewasa awal. Dan terutama jika terjadi dalam untuk melampiaskan dan merasa puas melihat lingkungan sekolah atau pendidikan termasuk semakin merasa tidak berdaya dan lemahnya si keluarga, tempat umum secara luas. rendah. Biasanya korban. (b) Korban yang proaktif dan cukup aktif dalam lingkungan. Hanya saja biasanya mereka Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bullying memilki masalah konsentrasi yang dimanfaatkan Faktor Individu pelaku. Pelaku berharap si korban akan meneruskan Karakteritik individu tentunya memainkan aktivitas bullying terhadap rekan ataupun kelompok peran sangat penting baik dalam posisi sebagai lainnya yang lebih lemah. (c) Korban yang mudah pelaku maupun korban. Dengan mengetahui bahwa diprovokasi, Pelaku menjumpai tipe korban yang terdapat suatu perilaku yang ditampilkan dapat demikian dengan tujuan meneruskan aktivitas mempengaruhi orang lain atau bahkan sekelompok bullying secara lebih luas. Beragamnya ciri korban orang, kemampuan individu dalam menyerap dan bullying membuat adanya kemungkinan bahwa menganalisis informasi akan menentukan bagaimana bullying dapat terjadi terhadap siapa pun. ia bertindak. Untuk itu bagi individu yang melakukan 3. Partisipan atau Bystander praktik bullying tersebut secara sadar dapat dikatakan Menurut Sullivan (dalam Levianti, 2008) mengabaikan nilai dan norma sosial. Selain itu bullying akan terjadi jika adanya peran dari individu termasuk dalam kategori memiliki kesulitan lingkungan dan termasuk orang-orang di sekitarnya. dalam mengontrol perilaku tersebut. Kemampuan Bahkan orang yang berada di tempat yang sama individu memilih dan menyerap informasi di sebagai observer dapat bersifat mendukung atau lingkungan diharapkan dapat berpengaruh pada bahkan tidak dapat berbuat apa pun yang dapat penanaman nilai prososial. menghentikan bullying. Alasan yang dapat membuat Namun demikian bukan berarti seluruh partisipan menjadi pasif dalam rangka menangkal individu akan masuk dalam kategori gangguan terjadinya bullying dapat disebabkan diantaranya, perilaku. partisipan takut karena dapat membahayakan diri mendukung sendiri, partisipan takut akan menambah situasi negatif menjadi lebih tidak kondusif, partisipan tidak Hiperactivity Disorder). Individu dengan diagnosis memiliki cukup infomasi atau bekal mengenai demikian akan membutuhkan treatment secara Terdapat beberapa kemungkinan seperti ADHD diagnosis yang munculnya perilaku (Attention Deficit 177 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying khusus dalam bentuk terapi farmakologi atau pun kontrol dari pihak sekolah yang lemah dianggap terapi perilaku. Lebih singkat disebutkan bahwa menjadi salah satu alasan memungkinkan terjadinya karakteristik dari pelaku tentunya memiliki adanya persoalan bullying (Pearce & Thompson, 1998 dalam masalah dalam kepribadiannya. Fahrudin 2012). Untuk itu sekolah diharapkan kembali memperhatikan seluruh ekosistem yang ikut membangunnya dalam rangka mencapai keamanan Faktor Teman Sebaya Setiap fase perkembangan memiliki dalam berinteraksi oleh seluruh anggotanya. karakteristik tersendiri dalam menyikapi persoalan teman sebaya. Pada usia anak-anak biasanya Faktor Media kelompok teman sebaya akan memberikan pengaruh Media sosial sebagai salah satu akibat adanya yang cukup kuat untuk menentukan posisi individu di kemajuan teknologi berdasarkan penelitian terdahulu lingkungan. Biasanya pada masa anak-anak relasi turut mempengaruhi perkembangan kasus bullying teman sebaya bersifat homogen. Variasi munculnya yang semakin meningkat. Dikenal dengan sebutan perilaku bullying dipengaruhi bagaimana anak cyberbullying merupakan suatu penyelewengan tersebut memliki relasi dengan teman sebayanya. penggunaan teknologi informasi yang berdampak Pada usia remaja khususnya peran teman sebaya pada tindakan menyakiti, merugikan orang lain yang semakin kuat. Peran teman sebaya dapat mewarnai secara sengaja dan berulang (Hidajat, 2015). sekaligus memberikan kekhasan dalam proses Kecenderungan semakin mudahnya masyarakat berelasi. Bahkan kepemilikan dan ketiadaan teman melakukan tindakan bullying dengan melalui media sebaya dapat berpengaruh terhadap indentitas diri sosial ini karena cenderung rendahnya jejak identitas remaja tersebut. Bahkan pemilihan teman sebaya yang dikehatui keasliannya. Rendahnya punishment tersebut dapat memberikan kesempatan bagi individu yang dapat ditujukan kepada pelaku akan semakin menempatkan dirinya dari suatu struktur sosial. membuatnya merasa bebas dari tanggung jawab. Apakah relasi dengan teman sebaya menempatkan Media sosial yang sering dijadikan tempat terjadinya seorang remaja dari persoalan bullying akan praktik bullying saat ini seperti facebook, twiter, dipengaruhi siapa dan bagaimana teman sebaya yang instagram dsb. dimiliki. Faktor Budaya Faktor Sekolah Sekolah tempat Dalam budaya tertentu muncul kebiasaan dimana proses belajar yang terbangun bahwa dengan mengasuh anak mengajar berlangsung ternyata menjadi salah satu menggunakan kekerasan akan menciptakan generasi tempat yang memungkinkan terjadinya perilaku yang andal dan kuat secara kepribadian. Sehingga bullying. Rasa aman yang diharapkan dari segenap sering kali pendekatan penyelesaian persoalan dari anggota sekolah menjadi berkurang pada saat orang tua bahkan guru di sekolah menggunakan diketahui terjadi praktik bullying. Manajemen dan kekerasan. Dengan model dari pihak tersebut dapat 178 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying menciptakan paradigma bahwa melakukan upaya sistem yang berada pada masayarakat baik dalam penindasan terhadap orang yang nampak inferior atau aspek sosial meliputi peran institusi pendidikan yang lemah akan memiliki tujuan baik dan mendidik. Dan masih lemah dalam mengawasi praktik dan tindakan dengan kemajuan teknologi akan menjadi mudah bullying, baik dari senior, orang yang lebih dewasa untuk disebarkan secara luas hal-hal yang dapat maupun dalam usia yang setara antara pelaku dan mengandung Sangat korban. Kecerdasan emosional perlu dibangun sejak memungkinkan itu terjadi dan pada akhirnya menjadi dini dan mengiringi perkembangan pribadi manusia suatu contoh yang dapat merusak proses dan cara untuk mencapai kualitas manusia Indonesia yang berfikir generasi muda kita. Terutama dengan kokoh melepaskan konteks kekuatan budaya yang pada bermartabat dan berintegritas. unsur bullying tersebut. awalnya memiliki maksud dan tujuan yang baik. dan demi membangun bangsa yang Pendekatan budaya juga perlu dilakukan karena terdapat asumsi di kalangan masayarakat dari budaya tertentu yang menganggap pendidikan dan Dampak Bullying Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah pengasuhan dengan menggunakan kekerasan di lakukan menunjukkan adanya pengaruh yang menjadi cambuk atau upaya pengemblengan mental. cukup signifkan terhadap adanya penurunan kondisi Hal ini akan menjadi lebih sulit di selesaikan. Kasus self akan bullying yang ada pada masyarakat demikian akan mempengaruhi perkembangan self esteem yang tidak pernah disentuh dan berusaha diselesaikan cenderung rendah. Self Esteem atau harga diri dengan cara yang tepat. perlu dibangun wawasan menjadi yang bersifat holistik sehingga upaya pencegahan esteem (Khairiah, salah satu 2013). bagian Dimana penting dalam pembentukan pola kepribadian seseorang. Selain itu juga akan berdampak terhadap munculnya persoalan secara internal atau pun eksternal (Beran, 2007). Problem internal seperti, perasaan sendiri, murung, tidak aman. Sedangkan problem ekternal meliputi, perilaku impulsif, hiperaktif, agresif, dsb. Dalam rangka membangun generasi di kalangan generasi muda kita menjadi suatu tantangan dan hambatan jika persoalan bullying tidak terselesaikan. Terjadi siklus yang terus menerus dan tidak pernah putus jika rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap fenomena bullying. Di samping adanya arogansi, dan rasa percaya diri yang lebih dari pelaku untuk menindas korban yang tentunya memiliki karakteristik self esteem yang lebih rendah. Selama dan kuratif bisa diselesaikan secara mantap. 179 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Gambar 1. Teori Ekologi Perkembangan (Na’imah, 2012) Teknologi Eksosistem Keluarga (Mikrosistem) Individu Makrosistem Teknologi Training Sosial Berbasis Teknologi Melalui anggota di dalam subsistem ini akan meningkatkan Pendekatan Teori Ekologi kualitas hubungan di dalamnya. Berdasarkan Berdasarkan teori ekologi perkembangan kegiatan interaksi demikian, maka dengan kemajuan menunjukkan bahwa adanya interaksi individu teknologi ini harus ditemuikan strategi yang tepat dengan lingkungan fisik dan sosialnya (Na’imah, untuk menjaga kualitas hubungan yang diharapkan 2012). Individu akan melakukan adaptasi untuk dapat tersebut. Kehadiran teknologi jangan dipandangan mencapai perkembangan pola pribadi yang baik. sebagai pemisah atas interaksi yang terbangun. Justru Memanfaatkan adanya interaksi individu dengan akan semakin meningkatkan adanya interaksi yang lingkungan sosial tersebut maka akan dapat dua arah yang lebih mantap dengan melibatkan dirancang suatu program. Program yang dilakukan kehadiran teknologi. Pemanfaatan dari teknologi sebagai suatu upaya bentuk intervensi yang bersifat yang tepat justru akan memungkinkan ditemukan preventif. Desain dari rancangan program tersebut kualitas yang lebih baik diantaranya. Tentunya akan diharapkan sebagai solusi yang efektif dalam dengan ditunjang program yang tepat. Meskipun menurunkan tingkat perilaku bullying yang semakin resiko mungkin dapat terjadi jika kontrol dalam meluas. penggunaan teknologi tersebut bersifat rendah. Mikosistem, dipandang sebagai subsistem Eksosistem, di dalam lingkungan yang lebih terdepan yang menempatkan individu berinteraksi luas. Individu mungkin tidak dapat berinteraksi secara intens. Seperti, interaksi yang melibatkan secara langsung atau aktif. Lingkungan keluarga keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Individu dalam yang lebih besar misalnya, dapat mengubah pola subsistem ini tidak berperan pasif melainkan ikut berfikir hingga perilaku yang diharapkan. Misalnya berperan untuk terlibat langsung dengan interaksi di dengan kebiasaan yang dibangun di dalam keluarga dalamnya. Melalui interaksi yang intensi antar besar. Termasuk memandang kehadiran teknologi 180 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying yang ada. Teknologi dimanfaatkan sebagai jejaring dan akhirnya gagal ditangkis oleh penggunanya. yang Fungsi kontrol dalan lingkungan budaya ini juga dapat membangun pola-pola perilaku. Diperlukan desaian secara sistematis sehingga perlu ditingkatkan. Bentuk sosialisasi dalam keterlibatan dalam penggunaan teknologi yang tepat pendekatan budaya perlu semakin dilibatkan dan dan efektif ini akan diperoleh. ditingkatkan. Karena dalam upaya yang partial Makrosistem, lapisan terluar dari sub sistem memandang penanganan yang seharusnya justru ini melibatkan budaya. Budaya turut menjadi andil akan menjadi sia-sia. Pemanfaatan pendekatan yang besar tentunya dalam memberikan pengaruh budaya ini dengan didukung dan dikemas dengan perubahan perilaku yang mungkin dilakukan. teknologi akan meningkatkan daya magnet untuk Khususnya dalam penggunakan teknologi sebagai percepatan terhadap penurunan bullying yang ada di bentuk masyarakat. Menurut hasil penelitian Ruyadi (2010), sarana intervensi. Dengan semakin mendekatkan teknologi di masyarakat akan menjadi dalam Na’imah 2012, tantangan yang dihadirkan pula. Persoalan yang pendidikan karakter jika dilaksanakan berbasis dihadirkan oleh teknologi bukan dijadikan momok budaya dimana individu tersebut berada. Dan sehingga banyak pihak menjauhinya. Dan dengan teknologi berperan dalam proses sosialisasi tersebut. demikian akan menimbulkan celah-celah oleh pihak Dengan yang berkepentingan. Unsur-unsur negatif dalam teknologi penggunakan teknologi ini justru akan semakin dekat berkelanjutan pula. tentunya fungsi tersebut dapat menyebutkan kontrol penggunaan dilakukan Gambar 2. Kerangka Konseptual Individu Kelurga (pengasuhan) TRAINING SOSIAL BERBASIS TEKNOLOGI Lingkungan: Sekolah Teman sebaya Dsb Budaya Pelaku Korban Perilaku Bullying bahwa Kecenderungan Kepribadian (Meningkatkan Perilaku Prososial) secara 181 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Training Sosial Berbasis Teknologi Sebagai lingkungan untuk memperoleh lingkungan yang Program Pencegahan adaptif. Kedekatan teknologi ini dijadikan kekuatan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya untuk mengajak individu khususnya generasi muda, bahwa disebutkan bentuk training sosial dapat mulai dari anak dan remaja pada khususnya. Training meningkatkan perilaku prososial. Pendekatan yang sosial berbasis teknologi ini diharapkan dapat dirancang khusus di awal dijadikan sebagai suatu digunakan saan pengenalan bentuk perilaku prososial tersebut. subsistem mikro hingga makrosistem. Penggunaan Yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam bentuk teknologi dirancang dengan desain khusus interaksinya di lingkungan dan sekaligus dalam yang akan mengkoneksikan lingkungan dengan tujuan membangun self esteem yang positif (Rai, individu secara tepat. dalam aktivitas menyeluruh dari Berdasarkan model rancangan pencegahan 2015). Training sosial dalam tulisan ini yang ditawarkan oleh Rigby (2002) dalam dimaksudkan sebagai rancangan program yang dapat menangani kasus bullying di sekolah (Fahrudin, susun secara sistematis dengan mengedepankan 2012). Maka dapat disusun program dengan penggunaan teknologi dalam mengembangkan suatu menyertakan panduan: sistem. Tidak bisa dihindari jika kemajuan teknologi yang hadir di tengah masyarakat. Justru teknologi lah yang menjadi alat untuk pemberdayaan individu dan Gambar 3. Rancangan Panduan Training Sosial Berbasis Teknologi - Menguraikan atau mendefinisikan perilaku bullying - Menguraikan bentuk perilaku bullying - Mengenali bentuk perilaku yang muncul dalam setting tertentu - Menyediakan media komunikasi dalam aplikasi yang melibatkan (mikrosistem, eksosistem, dan makro sistem, secara terpisah). - Menyusun kebijakan dan strategi melalui media sebagai fungsi kontrol - Mendorong untuk munculnya perilaku positif. Melalui bentuk cerita, gambar, dsb yang diterjemahkan dalam bentuk aplikasi, games, dsb. - Menyelesaikan kasus (jika masih muncul) - Menyediakan layanan dan bantuan (jika masih muncul) - Menjalin kerjasama dengan pihak lain TEKNOLOGI -Aplikasi -Games 182 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Teknologi yang dianggap telah menjadi penyebab Penyelesaian atas munculnya fenomena munculnya kesempatan dan mendukung perluasan bullying tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua bentuk perilaku bullying ini dapat dijadikan alat dan keluarga melainkan tanggung jawab masyarakat untuk melakukan pencegahan. Dengan kemampuan secara luas. Dengan demikian penyelesaian yang dan pendekatan yang lebih kreatif sebaiknya mulai di lebih komprehensif ini akan mendukung percepatan desain mengurangi tingkat kasus yang ada. kepada generasi muda untuk menyebarluaskan wawasan mengenai bentuk dan dampak dari perilaku bullying. Dengan demikian wawasan masyarakat akan membangun kesadaran Kesimpulan Perilaku negatif dalam bentuk penindasan dari upaya pencegahan lebih besar dibandingkan upaya figur parsial untuk mengatasi persoalan akibat dampak menimbulkan perasaan tidak nyaman bahkan tidak tindakan perilaku bullying ini. Dengan peran nyaman dari korban merupakan bullying. Fenomena teknologi yang menciptakan bentuk strategi baru bullying yang dapat disebutkan sebagai salah satu sebagai pendekatannya dan dapat diteruskan melalui fenomena gunung es cukup sulit ditemukan data aplikasi ataupun games sebagai jembatan yang paling aktualnya. Dalam rangka menurunkan tingkat jumlah mudah dan dekat dengan masyarakat. praktik atau kasus bullying di masyarakat maka Penggunaan teknologi dalam bentuk aplikasi dan diperlukan upaya yang melibatkan masayarakat. games diharapkan dapat menyelesaikan tantangan Melalui pendekatan ekologi dalam melihat interaksi yang dihadapi dalam menurunkan tingkat perilaku individu di lingkungan terdekat hingga melibatkan bullying ini. Tentunya dengan rancangan dan desain budaya dinggap dapat ditemukan solusi yang efektif. khusus dan komprensif. Bentuk aplikasi dan games Dengan kemajuan teknologi maka tidak dipandang ini akan disusun berdasarkan kebutuhan dari sebagai faktor yang dapat meningkatkan jumlah penggunanya. Bentuk kontrol yang dapat diberikan kasus yang ada. Justru dengan teknologi yang orang tua sekalipun menjadi pelajaran berharga bagi dimanfaatkan mampu memberikan suatu bentuk individu ketrampilan alternatif solusi yang diharapkan. Menekankan sosialnnya. Dengan demikian anak dan remaja akan konektivitas antara individu dengan lingkungan belajar mengenali perilaku positif. Training sosial dengan sebuah sistem kontrol melalui bentuk aplikasi berbasis teknologi tersebut akan melibatkan interaksi teknologi. Dengan rancangan desain pencegahan secara langsung, misalnya dalam bentuk aktivitas melalui bentuk kegiatan training sosial dengan berkelompok. Kegiatan yang disusun melalui berbasis teknologi ini diharapkan dapat menjawab program dapat tantangan yang ada. Penggunaan yang bersifat disebarluaskan. Tentunya dengan panduan yang lebih semakin luas diharapkan dapat menjadi salah satu tersusun secara kompleks sesuai dengan target yang alternatif upaya pencegahan terhadap kasus bullying. sudah ditentukan. Dan tentunya melibatkan peranan dari berbagai pihak untuk training mengembangkan terssebut nantinya yang lebih inferior sesuai peranan masing-masing. dari pelaku dan 183 - Training Sosial Berbasis Teknologi dalam Kasus Bullying Daftar Pustaka Abdullah, Nandiyah. (2013). Meminimalisasi Bullying di Sekolah. Jurnal Magistra No. 83. Th. XXV. 50-55. Beran, Tanya. (2007). The Relationship Between Cyberbullying and School Bullying. Journal of Student Wellbeing Vol 1 (2),. 15-33. Fahrudin, Adia.. (2012). Husmiati Yusuf. Perilaku Bullying: Assessment multidimensi dan Intervensi sosial. Jurnal Psikologi Undip Vol 11, No. 2. 1-9. Hidajat, Monika. (2015). Dampak Media Sosial dalam Cyberbullying. Jurnal Comtech Vol. 6. No. 1,72-81. Khairiah, Siti. (2013). Korelasi Antara Perilaku Bullying dan Tingkat Self-Esteem Pada Pelajar Dua Buah SMPN di Surabaya. Jurnal Psikiatri Surabaya Vol. 1, No. 2, 1-11. Levianti. Konformitas dan Bullying pada Siswa. (2008). Jurnal Psikologi Vol. 6. No. 1, 1-9. Na’imah, Tri. (2012). Pendidikan Karakter (Kajian Teori Ekologi Perkembangan). Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami, 159-166. Rai, Ni Gusti Made. (2015). Social Skill Training (SST) sebagai Intervensi Pada Anak dengan Gangguan Sikap Menentang. Jurnal Sosial Humaniora Vol. 8, No. 1, 55-68. Safaria, Triantoro. (2016). Prevalence and Impact of Cyberbullying in Sample of Indonesian Junior High School Students. Journal Tojet (Turkish Online journal of Education Technology). Vol 15, Issue 1. 82-91. Simbolon, Mangandar. (2012). Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama. Jurnal Psikologi Vol. 39. No. 2, 233-243.