NA RUU ORMAS 2011 _Final

advertisement
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
ORGANISASI MASYARAKAT
BADAN LEGISLASI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2011
0
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap orang/individu memiliki sikap dasar dan kecenderungan untuk
selalu hidup berkelompok, karena pada hakekatnya manusia adalah
makhluk sosial,1 Sebagai makhluk sosial, manusia mustahil dapat hidup
sendiri tanpa melakukan interaksi dengan orang lain. Karakter dasar sebagai
makhluk sosial akan mendorong setiap manusia selalu memilik ikatan atau
terhimpun dalam suatu organisasi atau perkumpulan, baik yang dibentuk
secara teratur ataupun perkumpulan yang yang bersifat terbuka dan longgar.
Melalui ikatan dalam suatu oragnisasi, individu akan dapat mengekpresikan
dirinya dan menjalin hubungan timbal balik ataupun bersama-sama
melakukan upaya melakukan berbagai kegiatan dan mencapai tujuan yang
ingin dicapai dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga masyarakat.
Menyadari kebutuhan dasar manusia untuk berkumpum/berorganisasi,
maka dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
selalu terdapat jaminan konstitusional yang secara
tersurat ada dalam
konstitusi berbagai negara. Negara Indonesia pun menjamin hak dan
kebebasan untuk berkumpul dan berserikat dalam rangka mengeluarkan
pendapat baik lisan maupun tulisan sebagai salah satu hak asasi waga
negara.2 Pengakuan
hak asasi manusia dalam konstitusi tersebut
menegaskan pula bahwa dalam kebebasan berserikat dan berkumpul
terdapat hubungan antara warga negara dan peran negara, yang semestinya
saling memperkuat dan membawa manfaaat bagi peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif historis, sejak sebelum kemerdekaan negara Repubik
Indonesia, pelaksanaan hak kebebasan berserikat dan berkumpul serta
membentuk berbagai organisasi telah menjadi sarana integrasi dan
perjuangan bangsa. Pembentukan organisasi Budi Utomo pada tahun 1905
1
2
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1977.
Lihat Pasal 28 UUD Tahun 1945
1
menjadi tonggak perjuangan bangsa dalam mengusir penjajah. Beberapa
organisasi
masyarakat
dalam
bidang
sosial
keagamaan,
seperti
Persyarikatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam
(Persis)
juga dibentuk pada era sebelum kemerdekaan dan menjadi
instrumen perjuangan kemerdekaan dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, bermunculan organisasi yang berbasis profesi seperti Serikat
Dagang Islam (SDI) yang membuktikan kepedulian kaum usahawan dalam
perjuangan bangsa. Pada era tersebut juga lahir dan bermunculan
organisasi masyarakat, khususnya dari kalangan pemuda, yang pada
awalnya berbasis kedaerahan seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Java,
Jong Ambon, Jong Celebes dan lain-lain. Organisasi-organisasi masyarakat
tersebut tumbuh dan berkembang yang selanjutnya mengintegrasikan diri
dan melahirkan Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak penting dan
menjadi dasar terbentuknya Negara Indonesia.3
Kehadiran organisasi masyarakat dalam perjuangan kemerdekaan
bangsa jelas tidak terbantahkan,4 karena mampu membangun kesadaran
kolektif masyarakat hingga mampu mendorong kemerdekaan bangsa. Tidak
dapat dipungkiri dan masih dapat dilihat secara nyata bahwa organisasi
masyarakat yang tumbuh sejak jaman sebelum kemerdekaan tersebut masih
terus tumbuh seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan
Islam (Persis) yang secara konsisten membaktikan diri dalam bidang sosial,
pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan lain-lain. Hal ini
menunjukkan bahwa organisasi masyarakat dapat memberikan manfaat
yang signifikan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam
berbagai bidang.
Tumbuh dan berkembangnya organisasi masyarakat, sebagaimana
digambarkan di atas mencerminkan betapa penting dan strategis organisasi
masyarakat. Hal itu dapat merefleksikan: pertama, menumbuhkembangkan
kesadaran
bersama
berserikat
dan
berkumpul.
Dengan
demikian,
pengakuan dalam konstitusi menjadi sangat bermakna dan memiliki dasar
historis, filosofis dan sosiologis.
3
4
N. Kania Winayanti, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011.
Ibid.
2
Setelah kemerdekaan, organisasi masyarakat terus bermunculan dan
semakin beragam sejalan dengan dinamika perkembangan bangsa. Pada
masa kemerdekaan, organisasi-organisasi masyarakat memang belum
sepenuhnya berkembang
karena situasi sosial dan politik masih tidak
menentu. Memasuki era Orde Baru, pelembagaan organisasi masyarakat
diperkuat dengan dikelurakannya peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Meskipun sistem
politik saat itu tidak sepenuhnya menjamin kebebasan berserikat dan
berkumpul, namun dengan pengaturan pelembagaan organisasi masyarakat
tetap dapat memunculkan perkembangan dan pertumbuhan ormas.
Permasalahan yang menonjol dari UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Ormas, pengaturan tersebut dimaksudkan pula untuk memperkuat kontrol
negara terhadap organisas kemasyarakatan. Salah satu
ketentuan
mengenai penguatan kontrol negara tersebut adalah pemberlakuan asas
tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas pembentukan organisasi
kemasyarakatan.
Pada era ini pula ditandai dengan kuatnya peran negara
dalam
mendorong tumbuh dan berkembangnya organisasi masyarakat pada sektor
tertentu yang difasilitasi negara, terutama ormas berbasis profesi seperti
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (SPSI) yang pada umumnya mengarah pada organisasi tunggal.
Di sisi lain, organisasi yang berbasis masyarakat juga tetap berkembang
meski
berhadapan dengan keterbatasan karena tidak berafiliasi dengan
kekuasaan negara. Pada organisasi kemahasiswaan, organisasi tersebut
antara lain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
(PMKR), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Paradigma yang malatarbelakangi keberadaan organisasi masyarakat
sebagai perwujudan kebebasan berserikat dan berkumpul serta berpendapat
adalah dalam rangka partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan yang
diwujudkan dalam berbagai program kegiatan sosial kemasyarakatan dan
kepemimpinan serta penyaluran aspirasi masyarakat. Hal itu juga menjadi
3
salah satu dasar pengaturan dalam UU tentang Ormas yang secara sengaja
menempatkan organisasi kemasyarakatan sebagai wadah partisipasi
masyarakat dalam pembangunan. Bahkan, pada saat itu, undang-undang
tersebut merupakan salah satu paket politik, selain undang-undang politik
lainnya yang mencakup Undang-Undang tentang Partai Politik danUndangUndang
tentang Pemilihan Umum. Melalui pengaturan dalam undang-
undang, maka pelembagaan partisipasi masyarakat diharapkan dapat
terlaksana dan memperoleh perhatian pemerintah karena berkaitan dengan
aspirasi sejumlah orang dengan argumentasi yang kuat.
Fenomena perkembangan organisasi masyarakat juga ditandai dengan
munculnya lembaga swadaya masyarakat (LSM), - khususnya pada era
tahun 1980-an- yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan organisasi
masyarakat yang telah umum terbentuk sebelumnya, jika dilihat dari basis
keanggotaan. LSM lebih banyak digagas oleh beberapa
orang yang
memiliki basis isu dan kajian dan seringkali merupakan organisasi yang
bersifat
kritis
terhadap
kebijakan
pembangunan
yang
dilaksanakan
pemerintah. LSM yang juga memiliki padanan istilah non governmental
organization (NGO), yang dalam istilah Indonesia menjadi organisasi non
pemerintah
(Ornop),
menurut
Suharko,
tumbuh
sejalan
dengan
pembangunan, termasuk pembangunan di negara-negara dunia ketiga
(negara berkembang), di mana NGO merupakan salah satu agen
pembangunan yang dianggap penting.5
Keberadaan LSM semakin memperkaya organisasi masyarakat, terlebih
kemudian LSM tumbuh pesat seiring dengan perkembangan demokrasi di
Indonesia. Apalagi, memasuki era tahun 2000-an, peranan LSM yang
banyak menyuarakan aspirasi masyarakat dan melakukan advokasi
kebijakan
yang
berpihak
pada
masyarakat
semakin
meneguhkan
eksitensinya sampai saat ini. Bahkan, dalam perjalananya terjadi relasi yang
kritis antara LSM dan negara, apalagi ketika negara semakin terjebak pada
rejim pemerintahaan otoriter hingga akhirnya terjadi reformasi pada tahun
1998.
5
Suharko, Merajut Demokras: Hubungan NGO, Pemerintah, dan Perkembangan Tata Pemerintahan
Demokratis (1966-20101), Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005.
4
Memasuki
era
Reformasi,
pertumbuhan
organisasi
masyarakat
menemukan musim terbaiknya. Ibaratnya seperti jamur yang tumbuh di
musim hujan. Organisasi masyarakat
berlatar
belakang
profesi,6
etnis
banyak bermunculan, baik yang
(kedaerahan),
kepemudaan,
kemahasiswaan, keagamaan dan lain-lain. Organisasi masyarakat yang
mengambil nama LSM juga bermunculan dari tingkat pusat atau nasional
hingga daerah.
Pesatnya perkembangan organisasi masyarakat tersebut, tidak diiringi
dengan penyesuaian peraturan. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1985
tentang Organisasi Kemayarakatan yang telah berlaku selama 26 tahun dan
memiliki latar belakang serta kerangka pikir era sebelumnya, belum
disesuaikan dan disempurnakan. Padahal, karakter, perilaku dan kegiatan
organisasi masyarakat telah berkembang dan tidak terwadahi lagi dalam
undang-undang tersebut. Akibatnya, ada kesenjangan pengaturan antara
realitas perkembangan materi organisasi masyarakat dengan materi
pengaturan yang ada dalam undang-undang keormasan yang masih
berlaku.
Kesenjangan itu semakin
terasa manakala terjadi berbagai aktivitas
organisasi masyarakat yang oleh sebagian kalangan dinilai mengganggu
stabilitas sosial masyarakat. Fakta-fakta munculnya berbagai
anarkisme,
seperti di Cikeusik, Pandeglang, Banten terkait konflik jemaat Ahmadiyah
dan anarkisme di Temanggung Jawa Tengah, memicu desakan untuk
melakukan
pembubaran organisasi masyarakat yang dianggap terlibat
dalam peristiwa tersebut.7 Namun, perintah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono untuk melakukan pembubaran organisasi masyarakat yang
anarkis mendapat tantangan dari berbagai pihak, termasuk kesulitan dari
Kemnterian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menindak organisasi
masyarakat.
6
Beberapa organisasi profesi yang muncul seperti di bidang pers, jika semula hanya PWI, muncul Aliansi
Jurnalis Independen (AJI), Organisasi Wartawan Media Elektronik dan lain-lain. Juga muncul serikat pekerja
dari berbagai sector, bahkan berwarna keagamaan seperti Perhimpunan Pekerja Muslim Indonesa (PPMI)
dan lain-lain.
7
Surat Kabar Kompas pada medio Februari 2011 memuat berita tentang Presiden Perintahkan Bubarkan
Ormas.
5
Kondisi tersebut memaparkan adanya kebutuhan yang sangat kuat
untuk melakukan perubahan
dan penyempurnaan secara menyeluruh
terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan untuk
mengatur masalah organisasi masyarakat. Selain itu, perubahan situasi
sosial dan kondisi masyarakat yang memerlukan pengaturan yang sesuai
dengan dinamika saat ini dan ke depan. Atas dasar tersebut, maka perlu
penyusunan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Organisasi
Masyarakat untuk menggantikan undang-undang yang mengatur masalah
organisasi masyarakat yang telah ada sebelumnya.
Penyempurnaan undang-undang dan peraturan hukum yang berkaitan
dengan organisasi kemasyarakatan sangat diperlukan demi kepentingan
umum dan memberikan perlindungan bagi organisasi masyarakat sendiri.
Sebagaimana dinyatakan Leon E. Irish, undang-undang perlu ada di dalam
semua masyarakat yang terbuka untuk menjamin dan melindungi kebebasan
berpendapat, berserikat dan berkumpul secara damai bagi seluruh
warganegara. Pada saat yang bersamaan, juga harus ada hukum yang
melindungi publik dari kemungkinan penyalahgunaan organisasi masyarakat.
Pengaturan organisasi masyarakat harus mencerminkan keseimbangan
antara
hak-hak
individual
untuk
melaksanakan
kebebasannya
dan
kebutuhan untuk perlindungan kepentingan umum.8
Rustam F Ibrahim pun senada bahwa alasan hukum dan moral yang
absah dan dapat dibenarkan untuk mengatur organisasi masyarakat adalah
demi melindungi kepentingan umum dan kebaikan organisasi masyarakat itu
sendiri. Suatu regulasi dapat diperlukan demi untuk menciptakan dan
mengembangkan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor
masyarakat
yang
sehat,
sehingga
organisasi
masyarakat
dapat
melaksanakan fungsinya untuk melayani kepentingan publik secara lebih
baik. Di dalam aktivitasnya sehari-hari
harus diakui bahwa organisasi
masyarakat tidak luput dengan hal-hal negatif yang merugikan masyarakat
dan merusak citra organisasi masyarakat itu sendiri.
Misalnya muncul
8
Leon E. Irish, Robert Kushen and Karla W. Simon, Guidelines for Laws Affecting Civic Organization, Open
Society Institute, International Centre for Not-for-Profit Law, New York, 2004, hal. 10
6
organisasi masyarakat dengan motivasi mencari keuntungan ekonomi dan
politik atau yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai
tujuannya.9
B.
PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang sebagaimana
diuraikan di atas maka
terdapat beberapa permasalahan yang perlu diuraikan dalam naskah
akademik (NA) penyusunan RUU yang meliputi:
1. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang
sangat besar antara kebutuhan pengaturan mengenai organisasi
masyarakat dengan undang-undang yang saat ini berlaku?
2. Bagaiana arah
kebutuhan
perubahan undang-undang yang sesuai dengan
materi
pengaturan
mengenai
masalah
organisasi
masyarakat?
3. Apa saja pokok-pokok materi yang perlu ditur dalam RUU yang akan
disusun?
4. Bagaiamana gambaran pengaturan dan perkembangan organisasi
masyarakat pada tataran global?
C.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penyusunan naskah akademik RUU yang akan
mengatur masalah organisasi masyarakat adalah :
1. Memberikan
kesenjangan
gambaran
antara
yang
kebutuhan
komprehensif
terhadap
terjadinya
pengaturan
masalah
organisasi
masyarakat dengan undang-undang yang berlaku saat ini yaitu UndangUndang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
2. Memberikan gambaran berkaitan dengan arah perubahan dan pokokpokok materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang yang
akan disusun.
9
Rustam Ibrahim, Beberapa Pokok Pikiran untuk Penyusunan RUU tentang Perubahan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dalam diskusi di Biro
Polhukam dan Kesra Sekretariat Jenderal DPR-RI, 8 Februari 2011.
7
3. Memberikan gambaran berkaitan dengan perkembangan mengenai
organisasi masyarakat secara global.
D.
METODE DAN KERANGA PENULISAN
Penyusunan naskah akademik RUU yang mengatur masalah organisasi
masyarakat dilakukan dengan mengacu kepada Undang-Undang No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan serta
Pedoman Penyusunan Naskah Akademik, khususnya di Badan Legislasi
DPR RI dan Pemerintah. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Studi literatur/kepustakaan yang terkait masalah pengaturan tentang
organisasi masyarakat.
2. Analisis dan kajian terhadap hukum positif yang sudah ada dan
keterkaitannya dengan undang-undang lain.
3. Melakukan pengumpulan data lapangan dan meminta masukan dari
pada
ahli atau nara sumber
yang berkaitan dengan organisasi
masyarakat.
4. Merumuskan draft awal Naskah Akademik.
5. Melaksanakan perumusan draft RUU.
Adapun kerangka penulisan naskah akademik ini disusun berdasarkan
logika input-proses-output, yang dapat dijelaskan sebagai berikut (kerangka
penulisan disajikan pada gambar berikut:
8
Gambar : Metode dan Kerangka Dasar Penulisan Naskah Akademik
K
Pendahuluan
Evaluasi
Kebijakan
dan
Pengaturan
Organisasi
Masyarakat.
Urgensi, dasar
Filosofis,
Sosiologis, dan
Yuridis RUU
Organisasi
Masyarakat
Kajian Teoritis
dan Kebijakan
Organisasi
Input di
Masyarakat
Indonesia
Evaluasi dan
Analisis Hukum
Positif Organisasi
Masyarakat
Perubahan
Paradigma
Penngatura
Organisasi
Masyarakat
K
Arah Pengaturan
dan Ruang Lingkup
Materi RUU
Organisasi
Masyarakat
Proses/ Analisis
Output
Keterangan:
a. Input: yaitu gambaran teoritis, masalah organisasi masyarakat dan
perubahan paradigma pengaturan masalah organisasi masyarakat.
b. Proses: yaitu review kebijakan dan pengaturan organisasi masyarakat di
Indonesia.
c.
Output: yaitu rumusan urgensi, argumentasi filosofis, sosiologis, yuridis
serta pokok-pokok materi dan ruang lingkup materi RUU tentang
Organisasi Masyarakat.
9
BAB II
KONSEPSI DAN DINAMIKA ORGANISASI MASYARAKAT
A.
KONSEPSI ORGANISASI MASYARAKAT
Kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan hak yang menjadi
bagian dari hak asasi manusia (HAM). Jaminan bagi hak tersebut terdapat
dalam instrumen-instrumen HAM yang berlaku secara universal maupun
dalam instrumen yang berlaku dalam lingkup regional. Instrumen-instrumen
tresebut antara lain Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dan
International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
Dalam Artikel 20 (1) UDHR, ditentukan bahwa “everyone has the right to
freedom of peaceful assembly and association.” Selebihnya dalam sub-titlle
(2) article tersebut ditegaskan bahwa “no one may be compelled to belong to
an association.”
Sedangkan dalam ICCPR, pengaturan mengenai berserikat dan
berkumpul telah diatur lebih lanjut. Hal tersebut dibuktikan dengan
dituangkannya pengakuan mengenai the right of peaceful assembly (hak
kebebasan berkumpul) dalam article 21 “The right of peaceful assembly shall
be recognized. No restrictions may be placed on the exercise of this right
other than those imposed in conformity with the law and which are necessary
in a democratic society in the interests of national security or public safety,
public order (ordre public), the protection of public health or morals or the
protection of the rights and freedoms of others”, dan hak mengenai freedom
of association (hak kebebasan berserikat) dalam article 22 (1) “Everyone
shall have the right to freedom of association with others, including the right
to form and join trade unions for the protection of his interests”.
Selanjutnya terdapat pengaturan yang lebih tegas mengenai hak
berserikat dan berkumpul dalam Article 5(d)(ix) the Convention on the
Elimination of racial Discrimination of 1966. Dalam Article tersebut ketentuan
mengenai “The right to freedom of peaceful assembly and association”
10
dituangkan secara tegas menjadi bagian dari hak istimewa dari setiap
manusia.
Selain dijamin melalui instrumen-instrumen internasional yang berlaku secara
universal, kebebasan berserikat dan berkumpul juga dijamin dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hal
tersebut dituangkan dalam Pasal Pasal 28E ayat (3) bahwa "Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat."
Dengan
dituangkannya
jaminan
kebebasan
berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dalam pasal tersebut berarti
pemerintah indonesia telah membuka dengan selebar-lebarnya ruang
bagi
setiap
warga
negaranya
untuk
berserikat,
berkumpul,
dan
mengeluarkan pendapat, baik secara lisan ataupun tulisan, meskipun ketentuan
pelaksanaannya dapat diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Organisasi masyarakat merupakan perwujudan dari hak yang dijamin
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Warga negara memiliki kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta
mengeluarkan pendapat tersebut dikenal sebagai tiga kebebasan dasar
yang merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi manusia, terutama
dalam rumpun hak sipil dan politik.
Undang-Undang
Nomor
8
Kemasyarakatan memberikan
Tahun
1985
tentang
Organisasi
batasan pengertian tentang organisasi
kemasyarakatan yaitu organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat
Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Organisasi
kemasyarakatan
menjadi
sarana
untuk
menyalurkan
pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik
Indonesia dan dinilai memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam
mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar
11
1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa,
menjamin
keberhasilan
pembangunan
nasional
sebagai
pengamalan
Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional.
Karena hidup dalam sebuah negara, maka dalam menuntut
haknya untuk bebas berserikat dan berkumpul, warga negara
tidak dapat begitu saja menjalankan kebebasannya berserikat
dan berkumpul. Negara merupakan pemangku kewajiban HAM,
kedudukan tersebut berdasarkan berbagai komentar Pasal-Pasal
yang terdapat dalam UDHR. Dapat dilihat bahwa semua penjelasan
dalam komentar umum menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya
adalah kewajiban negara.
Sebagai pemegang kewajiban pemenuhan HAM, negara mengemban
tiga bentuk tugas. Ketiga tugas tersebut adalah:
1. Negara harus menghormati (to respect) HAM
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk melakukan penghormatan
(obligation to respect) merupakan kewajiban negara untuk tidak turut
campur untuk mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hakhaknya. Dalam hal ini, negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan dari seluruh hak
asasi. Misalnya dengan membuat undang-undang jaminan kepada
warganya untuk menyampaikan pendapat dan juga pemenuhan hak atas
informasi.
2. Negara harus melindungi (to protect) HAM
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk memberikan perlindungan
(obligation to protect) merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif
untuk memberi jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya.
Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan
untuk mencegah pelanggaran semua hak asasi manusia oleh pihak ke
tiga.
3. Negara harus memenuhi (to fullfil) HAM.
Kewajiban dan tanggungjawab negara untuk melakukan pemenuhan
(obligation to fulfill) hak merupakan kewajiban dan tanggung jawab
negara untuk bertindak secara aktif agar semua warga negaranya itu bisa
12
terpenuhi hak-haknya. Negara juga berkewajiban untuk meningkatkan
kapasitas aparat hukum (polisi, jaksa, dan hakim) untuk bisa ikut
mewujudkan penghotmatan hak sipil dan politik. Negara berkewajiban
untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan
tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan secara penuh hak asasi
manusia.
Kewajiban ini juga diikuti dengan kewajiban pemerintah yang lain, yaitu
untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian hukum, langkah,
kebijakan dan tindakan yang dilakukan. Termasuk kewajiban pemerintah
Indonesia untuk membuat laporan mengenai pelaksanaan hak-hak sipil dan
politik yang harus disampaikan pada Komite di PBB.
Kewajiban negara sebagai pemangku HAM telah dituangkan dalam
Pasal 28I Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 secara gamblang
mencantumkan jaminan mengenai hal ini dengan kata-kata berikut,
“perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”. Selain itu, kewajiban
negara dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, jaminan ini juga diperkuat dalam Pasal 71 yang menyatakan,
“Pemerintah
wajib
dan
bertanggungjawab
menghormati,
melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam
Undang-Undang ini (UU 39 Tahun 1999), peraturan perundangundangan
lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh
Negara Republik Indonesia”.
Berkaitan dengan kedudukan negara, maka dapat dilihat bahwa negara
dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai pemangku HAM khususnya
hak berserikat dan berkumpul, maka harus menjalankan tugasnya harus
menghormati kebebasan berserikat dan berkumpul yang dimiliki oleh setiap
warganegaranya. Penghormatan tersebut pada dasarnya telah diatur dalam
UUD 1945 namun dalam UU No. 30 tahun 1985 tentang Organisasi
kemasyrakatan hal tersebut belum terlihat.
Penghormatan tersebut harus diwujudkan dengan cara menjalankan
tugasnya yang selanjutnya yaitu melindungi hak yang ada melalui
pengaturan-pengaturan tersendiri. Karena sampai saat ini pengaturan
13
mengenai Ormas dikeluarkan pad tahun 1985 dan dikeluarkan pada kondisi
politik yang berbeda, sehingga UU tersebut telah tidak sesuai lagi dengan
kondisi kekinian. Negara wajib memenuhi tuganya melindungi kebebesan
berserikat dan berkumpul yang dimiliki oleh warga negaranya dengan
melakukan pengaturan bagi keberadaan Ormas yang sesuai dengan era
saat ini yaitu era reformasi.
Tugas terakhir yang harus dilakukan negara adalah memenuhi hak yang
dimiliki warga negara dengan berperan aktif dalam pemenuhan tersebut,
peran aktif yang dilakukan negara dapat diwujudkan dengan Pemberian
fasilitas dan dukungan dalam rangka peningkatan keberdayaan atau
pemberdayaan (empowerment) Ormas yang ada di Indonesia dalam
menyelenggarakan kegiatan pelayanan masyarakat (public ser-vices).
Walaupun kebebasan tersebut dapat diraih sebebas-bebasnya karena
berkaitan dengan HAM orang lain, maka tentu saja akan terdapat pembatasan
untuk menjalankan hak berserikat berkumpul. Pengaturan dan pembatasan
yang dimaksudkan itu haruslah benar-benar didasarkan atas suatu
reasonable ground (alasan rasional yang masuk akal) dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
The Siracusa Principles on The Limitation and Derogation Provisions In
The International Covenant on Civil and Political Rights, E/CN.4/1985/4,
secara tegas menyebut mengenai prinsip-prinsip mengenai ketentuan
pembatasan dan pengurangan hak yang diatur di dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Prinsip-prinsip ini dihasilkan oleh
sekelompok ahli hukum internasional yang bertemu di Siracusa, Italia pada
April dan Mei 1984. Di dalam prinsip ini disebutkan bahwa pembatasan hak
tidak boleh membahayakan esensi hak. Semua klausul pembatasan harus
ditafsirkan secara tegas dan ditujukan untuk mendukung hak-hak. Semua
pembatasan harus ditafsirkan secara jelas dan dalam konteks hak-hak
tertentu yang terkait. Prinsip ini menegaskan bahwa pembatasan hak tidak
boleh diberlakukan secara sewenang-wenang.
14
Berdasarkan Siracusa Principles, pembatasan dan pengurangan hak
asasi manusia hanya bisa dilakukan jika memenuhi kondisi-kondisi berikut:
diatur berdasarkan hukum (prescribed by law/conformity with the law);
diperlukan dalam masyarakat yang demokratis (in a democratic society);
untuk melindungi ketertiban umum (public order/ordre public); untuk
melindungi kesehatan publik (public health); untuk melindungi moral publik
(public moral); Untuk melindungi keamanan nasional (national security);
untuk melindungi keselamatan publik (public safety).
Di dalam konstitusi Indonesia pembatasan HAM diatur dalam Ketentuan
Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi: "Dalam menjalankan
hak
dan
kebebasannya,
setiap
orang
wajib
tunduk
kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan,
dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."
Oleh karena itu, tidak ada pembatasan yang dapat dikenakan pada
pelaksanaan hak untuk berkumpul, kecuali jika pembatasan tersebut
dilakukan berdasarkan hukum, dan diperlukan dalam masyarakat yang
demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik,
ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat,
atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain.
Begitu juga dengan hak untuk berserikat. Pembatasan hanya
dapat
dilakukan jika berdasarkan hukum, dan diperlukan dalam masyarakat yang
demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik,
ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat,
atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain.
Pengertian
mengenai
organisasi
kemasyarakatan
sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 selama ini, menurut Rustam
Ibrahim10 seringkali diasosiasikan dengan organisasi massa atau organisasi
yang mempunyai anggota yang cukup besar (mass-based organizations).
Dengan organisasi massa dimaksudkan misalnya seperti organisasi
10
Ibid, hal. 4.
15
pemuda, perempuan, buruh, organisasi berdasarkan etnis, sayap
partai
politik, organisasi sosial-keagamaan, dan lain-lain. Ada dua tipe organisasi
massa, pertama yang didasarkan atas kepentingan bersama anggotaanggotanya (mutual interest, common interest)
dan kedua karena
persamaan profesi.
Kerancuan
tersebut,
misalnya
terlihat
jelas
dari
definisi
yang
dikemukakan di dalam Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia yang menyebutkan bahwa:
Organisasi massa atau disingkat Ormas adalah suatu istilah yang
digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis massa yang tidak
bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah
partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau
tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial.
Ketika UU Nomor
8 Tahun 1985
diberlakukan banyak
lembaga
swadaya masyarakat (LSM) berupaya menghindari kontrol politik dari Orde
Baru tersebut dengan mengatakan bahwa mereka tidak termasuk kategori
Ormas karena mereka adalah Yayasan. Alasan tersebut dipakai karena
Yayasan adalah organisasi badan hukum yang tidak berdasarkan asas
keanggotaan (non-membership organization).
Salah satu kerancuan pengertian Ormas tersebut akibat ketidakjelasan
dalam norma UU Nomor 8 Tahun 1985. Definisi yang dalam undang-undang
tersebut kelihatan mencakup semua organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat, baik organisasi berdasarkan keanggotaan ataupun organisasi
tanpa anggota. Akan tetapi karena tidak diikuti kejelasan norma, maka
seringkali ditafsirkan hanya mengatur organisasi berdasarkan keanggotaan.
Dengan alasan penafsiran tersebut, sebagian besar LSM akan mengatakan
bahwa mereka tidak termasuk yang diatur oleh undang-undang ini karena
sebagian besar LSM di Indonesia berbentuk Yayasan (organisasi tanpa
anggota) yang didirikan untuk kepentingan publik (public interest).11
Pada kerangka hukum, posisi
Ormas memang tidak jelas. Saat ini,
hanya ada dua bentuk badan hukum untuk organisasi-organisasi yang
11
Ibid, hal. 6.
16
dikategorikan sebagai sektor nirlaba, yaitu perkumpulan (association) dan
yayasan (foundation).
Kegiatan sosial kemasyarakatan sesuai dengan UU No 8 Tahun 1985,
hanya terwadahi pada dua jenis badan hukum (rechtperson), yakni yayasan
(stichting) dan perkumpulan (vereneging). Yayasan diatur dalam UU No. 28
Tahun 2004 tentang Yayasan. Perkumpulan sebagai badan hukum masih
diatur dalam Staatsblaad 1870 No. 64 (Stb 1870-64) tentang Perkumpulanperkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen)
yang merupakan keputusan Raja Belanda pada saat itu.
Perkumpulan sebagai badan hukum mulai diakui dengan dikeluarkannya
Keputusan Raja (Belanda) tanggal 28 Mei 1870 tentang PerkumpulanPerkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen)
yang dikenal dengan
Staatsblaad
1870 Nomor 64 (Stb 1870-64).
Perkumpulan didirikan oleh sejumlah orang dan
hanya dapat bertindak
sebagai badan hukum setelah diakui oleh Pemerintah melalui pejabat yang
ditunjuk yang dalam hal sekarang ini adalah Menteri Hukum dan HAM.
Setelah itu
barulah Perkumpulan dapat melakukan tindakan-tindakan
perdata seperti membuat perjanjian dengan pihak lain. Sedangkan Buku
Ketiga Undang-Undang Hukum Perdata pada Bab IX Buku I Ayat 1653
menyebutkan bahwa Perkumpulan adalah Perkumpulan orang-orang.
Dapat dikatakan Stb 1870-64 memuat aturan mengenai perkumpulan
dengan sangat sederhana. Pemerintah mengakui hak berserikat, memberi
perlindungan hukum dengan memberikan status hukum beserta hak-hak
perdata.
Pemerintah
hanya terlibat dalam pendaftaran dalam bentuk
pemberian status badan hukum, sedangkan pembubaran dilakukan melalui
mekanisme
peradilan.
Untuk
dapat
diakui
sebagai
badan
hukum
perkumpulan harus mempunyai statuta yang memuat tujuan, prinsip-prinsip
dasar eksistensi, ruang-lingkup kegiatan, dan aturan-aturan lain yang dipakai
(Pasal 2).
Pemerintah
didasarkan atas
dapat melakukan penolakan pengakuan hanya
kepentingan umum dan harus disertai
dengan alasan-
alasan tertulis (Pasal 3).
Meskipun Stb 1870-64 hanya mengatur
mengenai perkumpulan-
perkumpulan berbadan hukum, namun demikian Stb 1870-64 ini tetap
17
mengenal dan mengakui perkumpulan yang tidak berbadan hukum. Akan
tetapi bagi perkumpulan yang tidak berbadan hukum segala perbuatan dan
tindakannya terhadap fihak ketiga akan dipandang sebagai perbuatan
pribadi para pengurusnya.
Perkembangan perkumpulan yang begitu pesat di Indonesia dengan
beraneka-ragam kegiatan serta maksud dan tujuannya membuat Stb 187064 tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan. Dalam prakteknya
banyak organisasi masyarakat yang sering disebut Rustam Ibrahim dengan
organisasi masyarakat sipil yang mengajukan permohonan untuk diakui
sebagai badan hukum tidak dapat diproses karena tidak diatur oleh regulasi
tersebut. Antara lain seperti organisasi payung (umbrella organization)
asosiasi-asosiasi atau jaringan Ormas yang tidak beranggotakan orang
perseorangan melainkan organisasi badan hukum. Stb 1870-64 tidak
mencantumkan secara eksplisit bahwa perkumpulan dapat beranggotakan
badan hukum. Demikian pula halnya dengan organisasi-organisasi yang
mempunyai
anggota
yang
relatif
besar
(mass-based
organization).
Organisasi-organisasi seperti ini hanya didaftarkan kepada notaris untuk
memperoleh akte notaris yang dari sudut pandang legal belum dapat
dikatakan sebagai badan hukum.12
Pengaturan badan hukum perkumpulan yang masih dalam bentuk
Staatblads ternyata menyulitkan dalam tataran praktek. Karena jarang
diketahui secara umum, bahkan terkadang seorang notaris juga tidak
mengetahuinya, badan hukum perkumpulan pada masa sekarang ini jarang
digunakan oleh orang-orang yang ingin bergerak di bidang sosial. Sebagian
terbesar Ormas Indonesia menggunakan badan hukum Yayasan (Nugroho,
2007).13
Yayasan yang mulai diakui keberadaannya sebagai badan hukum sejak
zaman kolonial Belanda (1870) merupakan non-membership organizations
yang sebagian besar diantaranya tunduk kepada hukum Eropa
dan
beberapa lain tunduk kepada hukum lain, seperti yayasan wakaf dalam
hukum Islam. Sebelum disyahkannya UU Nomor 16 Tahun 2001
12
13
Ibid, hal. 6- 7.
Ibid, hal. 7
18
sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan seluruh bentuk dan tata-cara pendirian yayasan di
Indonesia hanya berdasarkan kepada praktek-praktek hukum dalam
masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Status hukum yayasan
sebetulnya hanya berdasarkan keinginan atau kesepakatan para pendirinya
yang dibalut dalam hukum perjanjian yang selanjutnya berkembang menjadi
praktek hukum.
Seperti halnya perkumpulan, tujuan pendirian yayasan pada awalnya
adalah sosial, agama, pendidikan, dan kemanusiaan. Tetapi dalam praktek
pada masa itu
tidak ada pembatasan terhadap aktivitas yang bisa
diimplementasikan sebuah yayasan. Banyak yayasan digunakan sebagai
unit penghasil keuntungan oleh para pendirinya.
UU tentang Yayasan menetapkan definisi Yayasan sebagai badan
hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan,
yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat didirikan oleh satu orang
atau lebih dengan memisahkan kekayaannya pendirinya sebagai kekayaan
awal yayasan. Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan
yayasan memperoleh badan hukum setelah akta pendirian tersebut
memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Tujuan
utama
dari
undang-undang
yayasan
adalah
untuk
mempromosikan transparansi dan akuntabilitas di dalam tata-pengurusan
yayasan.
Undang-undang
yayasan
telah
mendorong
yayasan
agar
transparan dan akuntabel. Semua yayasan yang memperoleh bantuan dana
dari negara, bantuan luar negeri dan/atau pihak lain yang mencapai Rp500
juta (sekitar US $ 55,000) atau lebih, laporan keuangannya wajib diaudit
akuntan publik, disusun sesuai dengan standar akkuntansi keuangan yang
berlaku dan wajib mengumumkan ringkasan laporan keuangan tersebut
kepada publik dalam salah satu suratkabar berbahasa Indonesia. Undangundang yayasan ini dipandang telah memberikan jaminan dan kepastian
19
hukum, serta memulihkan fungsi yayasan sebagai institusi nirlaba dengan
tujuan sosial, agama, dan kemanusiaan. 14
Di samping Ormas yang berbadan hukum perkumpulan atau yayasan,
Ormas dapat saja tidak memiliki badan hukum. Pengaturan mengenai
Ormas yang tidak berbadan hukum ini, selama ini hanya dilakukan dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Ormas yang ingin
mendaftar dan memperoleh pengakuan negara, dapat mendaftarkan diri ke
Mendagri untuk memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Sedangkan,
Ormas yang tidak berbadan hukum dan tidak mendaftarkan diri untuk
memperoleh SKT, maka kepada mereka diberikan Surat Tanda Terima
Pemberitahuan Keberadaan Organisasi (STTPKO).
Selama ini, SKT seringkali menjadi syarat dalam fasilitasi dan
pemberdayaan Ormas. Akibatnya, perkumpulan dan yayasan yang ingin
berpartisipasi dan memberdayakan diri dengan fasilitasi pemerintah, tetap
harus memiliki SKT. Meski telah memiliki badan hukum dan telah memenuhi
persyaratan untuk melakukan perjanjian keperdataan, perkumpulan dan
yayasan tetap harus memperoleh SKT yang sebenarnya bukan merupakan
badan hukum yang diatur dalam undang-undang.
Jadi, meskipun ada undang-undang yang mengatur tentang organisasi
kemasyarakatan, badan hukum
dinamika
zaman.
Sebagai
yang tersedia tidak sesuai lagi dengan
contoh,
organisasi
sosial
yang
tidak
beranggotakan orang perseorangan namun beranggotakan organisasi
berbadan hukum yang mengajukan permohonan untuk diakui sebagai badan
hukum tidak dapat diproses karena tidak terdapat pengaturannya dalam Stb
1870-64.
Pada konsep Ormas yang akan diatur dalam rancangan undang-undang
ini, salah satu hal yang dipertimbangkan adalah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 dan Pasal 28E ayat
(3). Pasal 28 menyatakan, ‘’Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.’’ Pasal 28E ayat (3) menyatakan,’’Setiap orang
14
Ibid, hal. 8.
20
berhak
atas
kebebasan
berserikat,
berkumpul,
dan
mengeluarkan
pendapat”.
Dari pertimbangan dalam UUD Tahun 1945 tersebut, maka pengaturan
lebih lanjut mengenai ‘’kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat’’ melahirkan peraturan perundang-undangan politik, yang di
dalamnya termasuk mengenai organisasi-organisasi politik.
organisasi-organisasi
politik,
‘’kebebasan
berserikat,
Di luar
berkumpul,
dan
mengeluarkan pendapat’’ melahirkan organisasi masyarakat (Ormas).
Pengertian Ormas secara umum adalah
organisasi yang didirikan
dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan
kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pengertian Ormas tersebut dimaksudkan untuk mewadahi semua
organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat yang dibentuk dengan
tiga pilar dasar, yaitu kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan sebagai
sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat
Warganegara Republik Indonesia dan meningkatkan keikutsertaan secara
aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dan sekaligus menjamin
tercapainya tujuan nasional.
Dalam kerangka hak asasi manusia dan ’kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, maka Ormas dapat berbadan
hukum atau tidak berbadan hukum. Ormas yang berbadan hukum dapat
memilih bentuk perkumpulan atau yayasan. Kedua bentuk Ormas tersebut
berkaitan
dengan pendirian, bahwa
Perkumpulan
didirikan
dengan
Ormas
persyaratan
yang berbadan
berbasis
hukum
keanggotaan.
Sementara, Ormas yang berbadan hukum yayasan didirikan dengan
persyaratan tidak berbasis keanggotaan.
Pada pendirian, maka persyaratan yang diberlakukan sesuai dan
sinkron dengan pengaturan mengenai yayasan dan perkumpulan. Dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Pasal 9 diatur
bahwa yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih. Karena itu, pada prinsip
umum, maka pendirian Ormas dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih.
21
Mengenai persyaratan pendirian lebih lanjut, maka Ormas yang
berbadan hukum yayasan sesuai dengan persyaratan dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Sementara, Ormas yang
berbadan hukum perkumpulan dapat didirikan dengan persyaratan memiliki:
akta pendirian; AD/ART; program kerja; sumber pendanaan; surat
keterangan domisili; nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan;
pernyataan tidak berafiliasi kepada partai politik; pernyataan tidak sedang
dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan
pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dari menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan tersebut dilakukan setelah
meminta
pertimbangan
dari
instansi
yang
terkait.
Salah
satu
pertimbanganya, instansi terkait lebih memiliki aparatur yang dapat
memberikan pertimbangan terhadap ruang lingkup kegiatan ormas tersebut.
Dalam rangka mengoptimalkan peran dan fungsi Ormas, maka Ormas
yang berbadan hukum perkumpulan atau yayasan diperbolehkan untuk
menggabungkan diri dalam wadah bersama. Untuk tetap memberikan
kebebasan dalam pembentukan Ormas, maka wadah bersama yang
dibentuk tersebut tidak bersifat tunggal dan memonopoli keseluruhan lingkup
kegiatan dan kerja Ormas.
Dalam kerangka pemberitahuan kepada negara, maka Ormas berbadan
hukum secara otomati terdaftar setelah memperoleh pengesahan mengenai
badan hukum yang dimiliki. Sementara, pendaftaran Ormas yang tidak
berbadan hukum dilakukan dengan pemberian surat keterangn terdaftar
(SKT) oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan persyaratan: akta
pendirian; AD dan ART; program kerja; kepengurusan; surat keterangan
domisili; nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas; surat pernyataan tidak
berafiliasi kepada partai politik; pernyataan tidak sedang dalam sengketa
kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan surat pernyataan
kesanggupan melaporkan kegiatan.
Kelembagaan pemerintah yang berwenang memberikan SKT diatur
sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan wilayah kerja Ormas berdasarkan
pada ruang lingkup pemerintahan. SKT dapat diterbitkan oleh Menteri,
22
gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangan. Pengaturan ini dilakukan
sesuai dengan ketentuan pendesentralisasian urusan pemerintahan dan
otonomi daerah.
BAGAN I TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT (ORMAS)
PASAL 28
UUD NRI TAHUN 1945
ORGANISASI POLITIK
[PARPOL]
BADAN HUKUM
PERKUMPULAN
[Staatsblad 1870-64
tentang
Perkumpulan]
CONTOH:
Muhammadiyah
NU
Al-Irsyad
Persatuan Islam
PGI
KWI
PITI
Subud
YAYASAN
(UU No.28/2004
tentang Perubahan
atas
UU No.16 Tahun
2001 tentang
Yayasan)
Contoh:
Yayasan Al-Khairat
Yayasan GMIM Ds.
A.Z.R.
Wenas
Tomohon
Jamaah
Ahmadiyah Indonesia (JAI)
YLBHI
YLKI
Yayasan Jantung
Indonesia (YJI)
Jurnalis
Yayasan
Independen
ORGANISASI MASYARAKAT
[ORMAS]
TIDAK BADAN HUKUM
TERDAFTAR
[Surat Keterangan
Terdaftar/SKT]
[PP No. 18/1985 &
Permendagri No.
5/1986]
Contoh:
• Nahdlatul Wathan
• DPP LIRA (Lumbung
Informasi Rakyat)
• Paguyuban Sumarah
• Wanita Syarikat
Islam
• Gerakan Angkatan
Muda Kristen
Indonesia (GAMKIi)
• Persatuan Wanita
Republik Indonesia
(Perwari)
MEMBERITAHU
[Surat Tanda
Terima Keberadaan
Organisasi/STTPK
O]
[PP No. 18/1985 &
Permendagri No. 5/1986]
•
•
•
•
•
Contoh:
Gerakan Indonesia
Bersatu
(Suko
Sudarso)
Organisasi Kerukunan/ Paguyuban
Komunitas Hobi
Kelompok Tani/
Nelayan
Ormas
Yang
Belum/Sebelum
Mendaftar SKT
23
B.
DINAMIKA ORGANISASI MASYARAKAT
Sejarah
berdirinya
organisasi
kemasyarakatan
diawali
dengan
munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang senang berkumpul. Tujuan
dari kelompok masyarakat ini pada awalnya
untuk pencerahan dan
memerangi keterbelakangan yang dialami bangsanya. Tetapi gerakan
tersebut belum merupakan suatu organisasi dan belum memberikan nama
yang kongkrit menjadi suatu perkumpulan serta belum ada bimbingan
administrasi dan organisasi.Pada perkembanganya, kelompok-kelompok
masyarakat tersebut menjadi perkumpulan dan selanjutnya menjadi
kelompok-kelompok
yang
lebih
terorganisasi
yang
disebut
dengan
”organisasi kemasyarakatan”.
Organisasi masyarakat
tidak terlepas dari masalah kekuatan massa,
sedangkan inti kekuatan adalah keutuhan persatuan di kalangan massa itu
sendiri. Adapun persatuan massa dibangun melalui alat pengikat mereka
yaitu ideologi dan organisasi. Ideologi berfungsi sebagai pengikat aspirasi
dan kepentingan massa melalui gambaran cita-cita kemasyarakatan dan
politik yang tergambar di dalamnya. Dalam pada itu organisasi berguna
sebagai pembimbing dan penggerak massa untuk merealisasikan aspirasi
dan kepentingan seperti yang tergambar di dalam ideologi tersebut. 15
Perkembangan unsur-unsur inti kekuatan massa mengalami fluktuasi di
sepanjang sejarah politik Indonesia. Pada awal kemerdekaan, ideologi dan
organisasi massa dikembangkan sedemikian rupa sehingga pada masa itu
dianggap sebagai periode subur bagi ideologi dan organisasi massa.
Secara selektif penggunaan ideologi dan organisasi di dalam kehidupan
politik ditingkatkan oleh elit politik pada masa demokrasi terpimpin. Seleksi
tersebut misalnya terlihat dari pengucilan
terhadap beberapa bentuk
ideologi dan organisasi seperti, sosialisme dengan Partai Sosialis Indonesia
(PSI) dan organisasi-organisasi massa bawahannya, ideologi Islam modern
yang didukung oleh Masyumi sebagai partai beserta organisasi massa di
bawahnya, demikian juga ideologi dan Partai Murba beserta organisasi
15
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat Telaah tentang Keterkaitan Organisasi Masyarakat, Partisipasi
Politik, Pertumbuhan Hukum dan Hak Asasi, hal 12.
24
masyarakat di bawahnya.16 Pada masa pemerintahan “Orde Baru” peranan
ideologi ditingkatkan kembali setelah mengalami “stagnasi” sejak pergantian
sistem politik atau pemerintahan dari “Orde Lama” ke “Orde Baru”.
Peningkatan ini terlihat dari keserentakkan upaya pemanfaatan Pancasila
sebagai satu-satunya asas (asas tunggal), sehingga ideologi lain tidak boleh
dipergunakan dalam kehidupan masyarakat.
Pemerintah Orde Baru pada waktu itu mengadakan serangkaian
pembaharuan
terkait dengan organisasi massa, antara lain dengan
melarang organisasi massa Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diikuti
dengan pembersihan pengaruh PKI di dalam organisasi massa yang pernah
bekerja sama atau mendukung PKI. Demikian juga melakukan kebijakan
pemutusan
hubungan permanen di antara partai politik dan organisasi
massa melalui kebijakan massa mengambang menjelang pemilihan umum
(Pemilu) tahun 1971.
Kebijakan tersebut di atas ternyata membawa posisi partai politik lemah
dalam menghadapi Golongan Karya (Golkar), sehingga berakibat partai dan
organisasi
kehilangan
massa
yang
kekuatan
mendukung
massanya.
partai
politik
Sebaliknya,
berangsur-angsur
Golkar mengukuhkan
organisasi massa pendukungnya sambil mengembangkan organisasi massa
pemuda, seperti organisasi Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI),
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dan sebagainya. Organisasi
pemuda tersebut secara formal memang terpisah dari Golkar akan tetapi
secara aktual merupakan pendukung setia Golkar.
Dalam
perkembangan
selanjutnya
terjadi
pemutusan
hubungan
permanen organisasi massa dengan partai yang didukungnya yang ditandai
dengan penghimpunan organisasi massa sejenis di bawah satu organisasi
induk. Contohnya, penggabungan serikat-serikat buruh di bawah Federasi
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), organisasi-organisasi petani
bergabung di bawah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI),
organisasi-organisasi pemuda bergabung dibawah Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI).17
16
17
Ibid, hal.13
Ibid, hal. 14
25
Dari gambaran tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keberadaan
organisasi kemasyarakatan bukanlah suatu hal atau gejala yang baru dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Seiring dengan tumbuhnya demokrasi
sejak awal pemerintahan Orde Baru organisasi kemasyarakatan mulai
bermunculan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan masyarakat secara
keseluruhan. Organisasi yang muncul pada saat itu kebanyakan berupa
lembaga-lembaga pembelaan sebagai suatu bentuk dari proses hukum yang
ada di Indonesia, misalnya Persatuan Advokat Indonesia (Peradin),
Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan sebagainya.
Peradin banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kurang mampu untuk
melakukan
pembelaan dalam masalah hukum yang dihadapi oleh
masyarakat.
Demikian
juga
dengan
LBH
dikembangkan
untuk
mengembangkan pembelaan secara terarah kepada masyarakat dalam
menghadapi permasalahan sosial. Organisasi kemasyarakatan ini pada
umumnya dibina oleh universitas-universitas.
Pada jaman Orde Baru banyak kegiatan organisasi yang bertujuan
untuk memberikan bantuan sosial sebagai salah satu upaya pembelaan dan
merupakan salah satu aktivitas sosial untuk menanggulangi ketimpangan
sosial. Organisasi ini bersama dengan kegiatan yang mengaktifkan potensi
masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara swadaya, seperti yang
dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Semuanya ini
merupakan gerakan masyarakat untuk mengaktifkan masyarakat dalam
rangka melaksanakan pembangunan nasional secara menyeluruh.
Pertumbuhan organisasi kemasyarakatan (Ormas) sangat pesat setelah
jatuhnya kekuasaan pemerintahan “Orde Baru”. Pada kurun waktu tahun
2000-2005 paling tidak terdapat 118 (seratus delapan belas) organisasi
profesi, 69 (enam puluh sembilan) organisasi keagamaan dan 873 (delapan
ratus tujuh puluh tiga) lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Namun seiring
dengan pertumbuhan kebebasan berorganisasi dan terjadinya penurunan
kepatuhan kepada pemerintah, maka banyak Ormas yang tidak lagi
mendaftarkan diri ke Depdagri, sehingga jumlah Ormas yang terdaftar tidak
lagi mendekati realitas yang sesungguhnya ada.
26
Walaupun UU No. 8 Tahun 1985 belum dicabut, namun pemerintah tidak
memiliki kekuatan untuk melaksanakannya, sehingga pengaturan tentang
organisasi kemasyarakatan antara ada dan tiada yang menyebabkan Ormas
dapat tumbuh subur dan melakukan aksi-aksinya secara bebas bahkan pada
akhirnya kekuatan massa dapat menjadi kekuatan politik (menjadi kelompok
penekan
dan
bermain
dalam
politik
umum).
Gerakan
organisasi
kemasyarakatan bahkan kadang-kadang dapat menjadi penekan dan
memengaruhi kebijakan politik nasional.
Hal tersebut terjadi karena banyak Ormas yang dibentuk hanya untuk
kepentingan sesaat, tidak jelas asas dan tujuannya. Bahkan, dalam
menghadapi beberapa kasus kekerasan/anarkhis yang dilakukan oleh
Ormas,
aparat penegak hukum kelihatannya mengikuti logika hukum
dialektika, bahwa segala praktek-praktek kekerasan/anarkhis dari kelompok
tertentu akan melahirkan balasan/resistensi dari kelompok lain. Penerapan
logika hukum dialektika dalam praktek-praktek kekerasan tentunya akan
selalu menimbulkan keresahan dalam masyarakat karena akan terjadi konflik
sesama anggota masyarakat/kelompok masyarakat.
27
BAB III
KAJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT ORGANISASI MASYARAKAT
Kajian terhadap organisasi masyarakat (Ormas) dari aspek yuridis bertujuan
untuk mengetahui peraturan perundang-undangan pada undang-undang yang
mengatur subtansi yang berkaitan dengan organisasi kemasyarakatan. Kajian ini
dilakukan untuk mengetahui sinkronisasi pengaturan tentang Ormas dalam
berbagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Dari kajian tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
pemikiran di dalam membentuk undang-undang baru mengenai Ormas. Dengan
demikian, Ormas dapat berkembang dan berpartisipasi seluas-luasnya dalam
perannya
sebagai wadah
aspirasi bagi masyarakat dan penyeimbang
masyarakat dengan pemerintah.
Undang-undang yang berkaitan dengan Ormas, antara lain:
1. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2009
tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup dikenal adanya
organisasi lingkungan hidup. Ketentuan Pasal 1 angka 27 mendefinisikan
Organisasi Lingkungan Hidup, yaitu kelompok orang yang terintegrasi dan
terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan
dengan lingkungan hidup. Selanjutnya, dalam Pasal 92, diatur pula hak
organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan terkait kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dalam undang-undang ini, Ormas di bidang lingkungan hidup mengatur
tentang keterkaitan organisasi tersebut dalam
kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup dan tidak mengatur secara khusus tentang
organisasi lingkungan hidup.
28
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Ormas merupakan salah satu wujud dari partisipasi masyarakat dalam
mengembangkan demokrasi dalam upaya menjunjung tinggi kebebasan,
kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran. Ormas merupakan organisasi yang
dibentuk oleh sekelompok Warganegara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara.
Secara khusus Pasal 24 mengatur hak setiap orang untuk berkumpul,
berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai dan mendirikan partai
politik, lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi lain yang berperan
serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 hanya mengatur prinsip-prinsip
tentang hak dasar bagi setiap orang untuk berserikat dan menyebutkan
nomenklatur “lembaga swadaya masyarakat” walaupun tidak mengaturnya
secara khusus.
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud partai politik adalah organisasi
politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia
secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara
melalui pemilihan umum. Dalam mencapai tujuan politiknya, partai politik
memerlukan dukungan dari beberapa organisasi yang ada di masyarakat.
Maka ,dalam Pasal 12 huruf j diatur ketentuan bahwa partai politik berhak
untuk membentuk dan mendirikan organisasi sayap partai politik. Dalam
penjelasan Pasal 12 huruf j dijelaskan bahwa organisasi sayap partai politik
merupakan organisasi yang dibentuk oleh dan/atau menyatakan diri sebagai
sayap partai politik sesuai dengan AD dan ART masing-masing partai politik.
Organisasi yang mendukung sebuah partai politik pada akhirnya tentu
menjadi “underbouw” sebuah partai politik atau organisasi sayap politik.
Organisasi yang demikian tentunya harus dibedakan dari Ormas yang bukan
sebagai organisasi sayap politik atau underbouw salah satu partai politik.
29
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
Dalam Undang-Undang tentang Advokat, Pasal 1 angka 4 menyebutkan
Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan
undang-undang ini. Selanjutnya dalam Bab X Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal
30 mengatur secara khusus tentang pendirian organisasi profesi advokat.
Adapun pengaturan tentang organisasi profesi advokat yaitu sebagai sebuah
organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warganegara Republik Indonesia
secara sukarela atas dasar persamaan profesi.
Adapun organisasi yang dibentuk oleh para advokat tersebut, misalnya
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), dan
sebagainya. Keberadaan organisasi ini tentu harus mendapat perhatian
dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang
Ormas, karena keberadaan Ormas berdasarkan profesi ini masuk dalam
ruang lingkup organisasi masyarakat.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Keberadaan Undang-Undang yang mengatur otonomi daerah ini sangat
terkait dengan keberadaan Ormas, mengingat keberadaan organisasi
masyarakat tidak hanya ada di tingkat pusat saja, melainkan juga ada yang
didirikan di daerah provinsi dan kabupupaten/kota. Adanya otonomi daerah
akan sangat menentukan keberadaan Ormas yang ada di daerah tersebut
untuk dapat berperan serta dalam pelaksanaan pembangunan di daerah.
Peran serta Ormas tentu harus ditunjang dengan suatu kebijakan yang
diberikan oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupupaten/kota kepada
Ormas dalam bentuk fasilitasi, kemitraan, dan pendanaan.
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Undang-undang tentang Yayasan harus diperhatikan keberadaannya,
karena banyaknya Ormas yang disebut lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan
berbentuk
badan
hukum
yayasan.
Dengan
adanya
organisasi
kemasyarakatan yang berbadan hukum yayasan maka dapat disimpulkan
terjadi tumpang tindih pengaturan Ormas di tingkat undang-undang.
30
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Keberadaan undang-undang ini terkait dengan Ormas berdasarkan profesi,
yaitu profesi kedokteran atau kedokteran gigi. Profesi kedokteran atau
kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi
yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani
masyarakat. Adapun organisasi profesi tersebut adalah Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
untuk dokter gigi.
Namun organisasi yang berkaitan dengan profesi kedokteran tidak diatur
langsung, karena undang-undang ini hanya mengatur tentang konsil
kedokteran yang membina profesi kedokteran dan meningkatkan mutu
layanan medis. Pasal 14 Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran
menyebutkan Konsil Kedokteran terdiri atas anggota-anggotanya termasuk
organisasi profesi kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, dan
asosiasi rumah sakit.
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai Ormas yang dibentuk
berdasarkan kesamaan pekerjaan yang disebut serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 1 angka 17 menyebutkan, serikat pekerja/serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri,
demokratis,
dan
bertanggungjawab
guna
memperjuangkan,
membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
9.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
Pada ketentuan umum Pasal 1 angka 11 mendefinisikan Organisasi
Kepemudaan adalah wadah pengembangan potensi pemuda. Selanjutnya
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan pemberdayaan pemuda difasilitasi melalui
organisasi
kepemudaan.
pembentukan
organsasi
Secara
khusus
kepemudaan,
diatur
namun
pula
tidak
prinsip-prinsip
diatur
langsung
31
ketentuan mengenai status badan hukum dan kementerian yang menjadi
pembina organisasi kepemudaan ini.
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka
Pada saat pembentukannya telah jelas bahwa organisasi ini merupakan
penyatuan 60 Ormas yang bergerak di bidang kepanduan yang fasilitasi
oleh pemerintah melalui Keppres 238 tahun 1960 tentang Gerakan Pramuka.
Undang-undang ini merupakan intrumen hukum yang menetapkan sebuah
Ormas menjadi organisasi yang menjadi bagian dari negara.
11. Undang-Undang Nomor
88 Tahun 1999
tentang Perlindungan
Konsumen
Ketentuan umum Pasal 1 angka 9 menyebutkan Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah yang
terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen. Selanjutnya,
Pasal 36 menyebutkan peran
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sebagai unsur dari
Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang dibentuk untuk membantu
upaya pengembangan perlindungan konsumen.
12. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Pasal 1 angka 5 menyebutkan organisasi notaris adalah organisasi profesi
jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum. Dalam
undang-undang ini organisasi profesi jabatan notaris mempunyai peran
memberikan pertimbangan kepada menteri tentang formasi jabatan notaris
dan menjadi anggota Majelis Pengawas Notaris.
Diatur pula Bab X yang mengatur prinsip-prinsip organisasi notaris, tetapi
organisasi masih tunduk pada peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang perkumpulan.
13. Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1987
tentang Kamar Dagang dan
Industri
Dalam Pasal 1 angka huruf a menyebutkan Kamar Dagang dan Industri
adalah wadah bagi pengusaha indonesia dan bergerak dalam bidang
32
perekonomian yang menghimpun organisasi pengusaha maupun pengusaha
yang tidak tergabung dalam organisasi pengusaha. Organisasi Kadin
merupakan organisasi non-pemerintah dan non-politik, serta tidak mencari
keuntungan. Dalam undang-undang ini tidak diatur syarat pendirian dan
bentuk badan hukumnya.
14. Staatsblad 1870 No. 64 (“Stb. 1870-64”) tentang Perkumpulan
Staatsblad 1870 No. 64 adalah peraturan perundang-undang yang
dibentuk oleh pemerintah Hindia-Belanda yang mengatur pendirian tentang
perkumpulan. Sampai dengan saat ini, Staatsblad 1870 No. 64 masih eksis
dan menjadi dasar pendirian organisasi perkumpulan.
33
BAB IV
DASAR FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A.
DASAR FILOSOFIS
Penyempurnaan dan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan diperlukan untuk penyempurnaan
pengaturan untuk menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
sesuai dengan
Undang-Undang
Tahun
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
1945.
Penggantian dan penyempurnaan pengaturan tentang Ormas merupakan
keniscayaan bagi masyarakat dan Ormas melaksanakan haknya yang
selaras dengan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian
dunia.
Negara
menjamin
setiap
warga
negara
dalam
perbedaan
dan
kemajemukan. Indonesia sebagai bangsa yang berbhinneka yang terdiri dari
pelbagai macam suku dan sub suku bangsa dan etnis, keberagaman agama
dan kepercayaan, dan pelbagai macam profesi dalam masyarakat.
Keberagaman tersebut memerlukan pengaturan yang optimal hingga dapat
menjadi potensi perekat dalam perlindungan negara terhadap warga negara
dan mendorong partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan nasional,
serta
semakin
memantapkan
kesadaran
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Dalam upaya mensukseskan pembangunan manusia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia menuju cita-cita nasional
bangsa Indonesia yaitu menuju masyarakat yang adil dan makmur, maka
setiap hak asasi warga negara khususnya berserikat dan berkumpul, maka
negara menjamin dan memfasilitasi aktivitas
masyarakat, seperti melalui
organisasi masyarakat. Ormas mempunyai peranan yang sangat penting
34
dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat
dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa,
menjamin keberhasilan pembangunan nasional, dan menjamin tercapainya
tujuan nasional.
Peran individu untuk dapat berpartisipasi secara efektif di dalam
demokrasi sangat erat kaitannya dengan pengembangan pribadi yang
berasal dari konsep kewarganegaraan yakni dalam suatu tatanan yang
demokratis sebagai pengembangan moral yang memperoleh perasaan
tanggung jawab yang lebih matang setiap tindakan individu tersebut.
Kesadaran yang lebih mendalam terhadap orang lain yang akan terkena
dampak dari tindakan tersebut, dan kemauan yang lebih besar untuk
merenungkan dan memperhatikan akibat dari tindakan tersebut bagi
lingkungan sekitar. Setiap individu harus menikmati suatu tingkat otonomi
pribadi yang tinggi di dalam keputusan perseorangan dan bersama, dan
berkaitan erat dengan pengembangan diri agar individu dan masyarakat
secara sekaligus berkembang ke arah kehidupan bersama yang terus
meningkat taraf kehidupannya.
Otonomi pribadi merupakan konsep dimasukkannya orang sebagai
warga negara penuh dalam suatu tatanan yang demokratis untuk
menentukan nasib sendiri.18 Tanpa otonomi pribadi sudah pasti warga
negara tidak bisa hidup di bawah pemerintahan yang dipilihnya sendiri dan
berdampak pada ketidakmampuan warga negara tersebut untuk dapat
menentukan
nasib
sendiri.
Oleh
sebab
itu
otonomi
pribadi
harus
dikembangkan dengan melibatkan setiap individu untuk menafsirkan
kepentingan pribadi dan terlibat di dalam proses pembentukan kebijakan.
Otonomi pribadi tidak dapat dipisahkan dari keberadaan otonomi norma
selaku pengontrol dalam pelaksanaan otonomi pribadi.19 Hal tersebut
dimaksudkan agar pelaksanaan otonomi pribadi seorang individu tidak
merugikan atau membuat pihak lain merasa kepentingannya tidak
diakomodasi baik karena posisi yang tidak menguntungkan di dalam struktur
masyarakat misalnya mayoritas ataupun karena keterbatasan di dalam
18
Robert A. Dahl, Democracy and Its Critics, New Haven & London: Yale University Press, 1989,
hlm. 145.
19
Ibid.
35
kemampuan
menafsirkan
dan
menemukan
cara
untuk
mencapai
kepentingannya.
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada orang dewasa yang lebih baik dalam
menafsirkan kepentingannya sendiri dibandingkan orang lain. Oleh karena
itu pula, klaim yang mengatakan bahwa adanya orang yang lebih bisa
menafsirkan dan memahami kepentingan orang lain karena memiliki
pengetahuan dan kebajikan yang unggul daripada orang lain tidak dapat
dibenarkan secara pasti. Di samping itu, keterlibatan setiap orang dewasa di
dalam menafsirkan kepentingan pribadi masing-masing harus pula memiliki
dasar moral (otonomi moral) di dalam menilai kepentingan pribadi dan
kepentingan orang lain.
Adanya otonomi moral yang menekankan tanggung jawab, kesadaran
kepentingan orang lain, toleransi dan lain sebagainya di dalam kehidupan
memberikan manfaat bagi keharmonisan di dalam kehidupan bersama.
Melalui otonomi pribadi setiap individu dapat memenuhi kepentingan pribadi
dan memuaskan kebutuhan hidupnya, dan melalui otonomi moral akan
terbentuk kehidupan masyarakat yang harmonis, tentram dan damai. Melalui
otonomi pribadi yang diiringi dengan otonomi moral, maka setiap warga
negara dapat
melakukan setiap usaha untuk mewujudkan setiap
kepentingan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui
sebuah kelompok.
Negara yang paling demokratis, menurut Alexis Tocqueville dalam
tulisannya yang berjudul De La Democratie en Amerique (Democracy in
America), adalah negara yang di dalamnya terdapat orang-orang yang
secara berkelompok mengejar tujuan yang diharapkan bersama dan hal
tersebut diterapkan untuk tujuan yang sangat banyak. Melalui kelompok
yang didirikan bersama tersebut, rakyat yang secara individu tidak mampu
atau
sulit
meraih
hal-hal
besar
sendirian
akan
lebih
mudah
mengusahakannya secara berserikat. Kelompok tersebut didirikan secara
swadaya. Pentingnya prinsip keswadayaan adalah menjaga independensi
dari kelompok yang telah didirikan oleh masyarakat tersebut.20
20
Alexis de Tocqueville, Tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat, disunting oleh John Stone dan
Sthepen Mennel, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 2005, hlm. 116.
36
Kelompok tersebut dibentuk tidak hanya berupa perusahaan komersil
ataupun penghasil barang dan tempat. Kelompok ini dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan dari setiap anggotanya. Kegunaan yang paling
penting dari kelompok ini bagi masyarakat adalah untuk melakukan
pendidikan bagaimana menjadi warga negara di masyarakat yang bebas.
Masih menurut Tocqueville, keberadaan organisasi sosial ini merupakan
penyedia kesejahteraan masyarakat karena kemampuan perkembangan
ekonomi yang dapat memuaskan kebutuhan masyarakat dari berbagai strata
sosial bergantung pada sektor nirlaba.
Ketika sebuah negara menyebut demokrasi sebagai prinsip yang dianut
dalam menjalankan kepemerintahan, maka
organisasi masyarakat yang
akan didirikan harus bersifat swadaya (sukarela), independen, nirlaba,
memberikan pemahaman bagi masyarakat atas kewajiban dan haknya
sebagai warga negara yang bebas, ormas tersebut juga harus mampu
menjadi motor penggerak anggotanya untuk mencapai kesejahteraan
bersama.
Kebebasan berserikat dan berkumpul harus diatur dalam UUD 1945 karena
merupakan hak salah satu bentuk natural rights yang bersifat fundamental dan
melekat dalam kehidupan bersama umat manusia. Hal tersebut karena
manusia
merupakan
makhluk
sosial
yang
selalu
mempunyai
kecenderungan untuk bermasyarakat, dan dalam bermasyarakat itu
perilaku setiap orang untuk memilih teman dalam hubungan-hubungan
sosial merupakan sesuatu yang alami sifatnya.
Kebebasan orang untuk berkumpul dan berserikat menyangkut
kebebasan untuk menentukan pilihan berorganisasi dengan atau ke mana.
Artinya, seseorang harus secara sukarela menentukan sendiri kehendak
bebasnya itu, tidak karena dipaksa ataupun digiring orang lain untuk
mengikuti suatu organisasi.
Hak kebebasan berkumpul merupakan salah satu hak yang penting
dalam sistem demokrasi karena dalam demokrasi kebebasan berkumpul
37
merupakan hak yang masuk dalam kategori kebebasan negatif.21 Jaminan
hanya
diberikan
pada
warga
negara
yang
melakukan
kebebasan
berkumpulnya secara damai, oleh karena itu ketika kebebasan berkumpul
dijalankan dengan cara anarkis maka tidak terdapat jaminan baginya, baik
melalui UU maupun tindakan negara.
Sedangkan dalam kebebasan berserikat, merupakan hak yang paling
penting dalam suatu sistem demokrasi karena berserikat merupakan jantung
dari sistem demokrasi, dengan berserikat maka warga negara dapat meraih
hal-hal yang tidak mungkin dicapainya ketika berdiri sebagai individu. Hak
berserikat merupakan hak yang berada dalam ranah kebebasan negatif.
Dalam kebebasan berserikat dijamin juga kebebasan berorganisasi yang
kemudian juga menjamin kebebasan bagi warga negara untuk mendirikan
atau bergabung dalam organisasi manapun.
B.
DASAR SOSIOLOGIS
Masyarakat merupakan kumpulan dari individu-individu yang mendiami
atau menguasai suatu wilayah dan melakukan interaksi antar individu
dengan lingkungannya, sehingga akan menimbulkan saling ketergantungan
karena pada hakekatnya manusia itu tidak dapat hidup sendiri dan tidak
dapat menyelesaikan persoalannya serta memenuhi kebutuhannya sendiri.
Saling interaksi individu-individu inilah mereka akan membentuk kelompokkelompok kecil untuk memenuhi kebutuhan mereka di dalam kelompok
tersebut. Kelompok
tersebut mengadakan pembagian kerja di antara
mereka.
Selanjutnya melalui hubungan antar kelompok akan terbentuk kesatuan
sosial yang lebih besar lagi untuk mencapai kepentingan atau tujuan yang
lebih besar lagi, sehingga dengan adanya kelompok yang lebih besar lagi,
yaitu kelompok masyarakat. Dengan kebersamaan dan kerjasama, maka
semakin memudahkan pencapaian tujuan bersama antara lain kehidupan
yang lebih tertib, aman, damai dan sejahtera.
21
Yang dimaksudkan dengan kebebasan negatif adalah kebebasan tersebut berada dalam ruang lingkup
dimana seseorang harus dihormati untuk menjadi atau melakukan sesuatu seperti yang
dikehendakinya tanpa ada paksaan atau larangan dari pihak lain.
38
Untuk menghindari konflik dan perseteruan di antara kelompok dan
untuk terciptanya keamanan dan ketertiban, maka diperlukan kesepakatan
bersama. Kesepakatan tersebut berupa perangkat peraturan dan hukum
yang menjadi pegangan bersama agar tidak menimbulkan kekacauan dan
ketidakberaturan dalam kehidupan bersama.
Modal sosial dalam masyarakat adalah masyarakat itu sendiri dengan
keberagaman dan potensi sosial yang ada. Di dalam masyarakat terdapat
pelbagai macam kultur, yang didasarkan atas lingkungan di mana
masyarakat itu berada, apakah dilihat dari etnis, asal daerah atau tempat
tinggal, agama dan kepercayaan, serta dari pelbagai profesi atau pekerjaan,
status sosial dan strata sosial, serta peranannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Modal sosial juga adalah bagaimana mengolah sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang menjadi potensi kekuatan pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat. Modal sosial ini akan tercapai maksudnya
jika sistem hukum tentang pengaturan masyarakat khususnya tentang
Ormas mengalami pengaturan kembali berdasarkan kebutuhan jangka
panjang dari sebuah Ormas.
Berdasarkan perkembangan Ormas dan persoalan-persoalan yang
berkembang serta aspirasi dan kritikan dan harapan masyarakat, maka
sebuah
organisasi
harus
memiliki
kepemimpinan
dan
pertanggunganjawaban keuangan yang akuntabel. Kepemimpinan yang
baik akan diikuti dengan bagaimana organisasi itu dapat mengolah
keuangannya dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
anggotanya dan jika dibutuhkan dapat diketahui secara akuntabel sebagai
bentuk keterbukaan dan menguji kepercayaan masyarakat pada organisasi
yang berdiri. Pertanggungjawaban keuangan juga merupakan bagian dari
mempertanggungjawabkan
keuangan
yang
berasal
dari
bantuan
pemerintah dalam memberdayakan organisasi-organisasi yang mendukung
pembangunan nasional ataupun pembangunan di daerah.
Gejolak sosial yang ditimbulkan oleh kepentingan Ormas dapat
berbentuk meningkatnya pertentangan di dalam anggota Ormas itu sendiri,
adanya gesekan antar Ormas yang satu dengan lainnya, adanya tingkatan
konflik
sosial
khususnya
jika
terjadinya
perbenturan
antar
warga
39
masyarakat atas dasar kepentingan organisasi masing-masing. Gejolak
sosial yang lebih perlu disikapi adalah ketika Ormas telah melakukan
pelanggaran dan tidak memedulikan hak asasi manusia, seperti ancaman
terhadap hak kehidupan manusia.
Pada saat ini, seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi
serta berkembangnya organisasi dari organisasi tradisional menjadi
organisasi modern, maka dibutuhkan sistem informasi data tentang Ormas
dengan berbasiskan data dasar. Data dasar tersebut akan menjadi akses
bagi kepentingan dan kebutuhan setiap orang dalam mempelajari Ormas
dalam keikutsertaan untuk meningkatkan partsipasi masyarakat dalam
berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dan pendapat serta
dalam berjejaring.
C.
DASAR YURIDIS
Ormas
memiliki
sejarah
yang
panjang,
bahkan
jauh
sebelum
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Secara
yuridis, keberadaan Ormas juga telah diatur sebelum adanya UndangUndang Dasar 1945. Sebagai dasar hukum, pendirian Ormas seperti
perkumpulan telah diatur dalam Staatsblad 1870 No. 64 (“Stb. 1870-64”)
tentang
Perkumpulan
sebagai
peraturan
perundang-undangan
yang
dibentuk oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Selanjutnya, dasar yuridis pembentukan Ormas telah diberikan landasan
yang kokoh dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada
Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3). Pasal 28 menyatakan,
‘’Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.’’ Pasal
28E ayat (3) menyatakan,’’Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Secara internasional, kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul juga
diakui sebagai salah satu hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan
dalam Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia se Dunia (Universal Declaration of
Human Right) pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi ini merupakan
suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara, yang
40
kemudian
diumumkan
dan
disetujui
oleh
Resolusi
Majelis
Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 217 A (III) 10 Desember 1948
yang seluruhnya terdiri dari 30 Pasal. Adapun Pasal yang terkait dengan
kebebasan berserikat dan berkumpul adalah Pasal 20 yang pada ayat (1)
menyebutkan bahwa ”setiap orang mempunyai hak atas kebebasan
berkumpul dan berserikat”. Sedangkan pada ayat (2) menyebutkan bahwa
”tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki suatu perkumpulan”.22
Keberadaan Ormas di Indonesia selama ini diatur dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Secara
lebih spesifik, Ormas yang berbentuk perkumpulan tetap berdasarkan
Staatsblad 1870 No. 64 (“Stb. 1870-64”) tentang Perkumpulan, dan
berbentuk badan hukum nirlaba berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
Tentang Yayasan.
Pada saat ini, pengaturan Ormas berdasarkan undang-undang tersebut
saudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat. Karena itu, perlu
adanya undang-undang yang mengatur Ormas secara lebih komprehensif
sehingga Ormas dapat berkembang dan berpartisipasi seluas-luasnya dalam
pelaksanaan pembangunan dan mencapai tujuan nasional Indonesia.
22
Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri, hal.8.
41
BAB V
MATERI MUATAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
ORGANISASI MASYARAKAT
Berdasarkan landasan pemikiran dan kajian mengenai Ormas, maka
pokok-pokok
materi
muatan
dalam
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Organisasi Masyarakat adalah sebagai berikut:
Bab I
: KETENTUAN UMUM
Bab ini memuat tentang pengertian atau definisi umum mengenai
istilah yang digunakan dalam Rancangan Undang-Undang ini.
Organisasi masyarakat yang selanjutnya disebut Ormas adalah
organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara
Indonesia
yang
dibentuk
berdasarkan
kesamaan
tujuan,
kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pengertian Ormas tersebut dimaksudkan untuk mewadahi semua
organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat yang dibentuk
dengan tiga pilar dasar, yaitu kesamaan tujuan, kepentingan, dan
kegiatan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran
bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia dan
meningkatkan
keikutsertaan
masyarakat
dalam
berdasarkan
Undang-Undang
secara
mewujudkan
aktif
seluruh
masyarakat
Dasar
1945,
lapisan
Pancasila
dan
sekaligus
menjamin tercapainya tujuan nasional.
Pada ketentuan umum ini, diatur pula mengenai pengertian
Organisasi Masyarakat Asing adalah organisasi yang bersifat
nirlaba yang didirikan oleh warga negara asing, dan melakukan
kegiatan di Indonesia.
42
Pengertian Organisasi Mayarakat Asing tersebut dimaksudkan
untuk memberikan batasan umum mengenai Organisasi Mayarakat
Asing yang melakukan kegiatan di Indonesia. Pada RUU ini,
pengaturan mengenai Organisasi Mayarakat Asing merupakan
norma baru dalam undang-undang karena sebelumnya tidak ada
ketentuan yang mengatur secara spesifik mengenai keberadaan
dan operasionalisasi kegiatannya di Indonesia.
Bab II
: ASAS, CIRI, DAN SIFAT
Bab ini memuat tentang asas yang mendasari pendirian Ormas,
yaitu asas yang tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan
UUD Tahun 1945. Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Ormas memiliki sifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan tidak
berafiliasi pada partai politik. Ketentuan mengenai sifat ini adalah
penguraian lebih lanjut dari pengertian tentang Ormas yang
berbeda dengan organisasi atau lembaga yang pembentukanya
bertujuan mencari keuntungan pribadi maupun anggota dan
memiliki afiliasi secara langsung dengan partai politik.
Bab III
: TUJUAN, FUNGSI DAN RUANG LINGKUP
Bab ini mengatur tentang tujuan, fungsi, dan ruang lingkup
pendirian dan pembentukan Ormas. Ormas bertujuan untuk:
meningkatkan
partisipasi
dan
keberdayaan
masyarakat;
memberikan pelayanan kepada masyarakat; menjaga nilai agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kelestarian
budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; memperkuat
persatuan bangsa; dan/atau ikut mewujudkan tujuan negara.
Ormas memiliki fungsi sebagai: wadah penyalur kegiatan sesuai
kepentingan anggota; wadah pembinaan dan pengembangan
anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi; sarana
penyalur aspirasi masyarakat; wadah pemberdayaan masyarakat;
wadah peranserta dalam memperkuat persatuan; dan/atau sarana
mewujudkan tujuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ruang lingkup Ormas diatur berdasarkan pada ruang lingkup jenis
43
atau bentuk kegiatan dan ruang lingkup wilayah kerja kegiatan.
Berdasarkan kegiatan, Ormas antara dapat melakukan kegiatan
dalam bidang: agama, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa; hukum; sosial; ekonomi; kesehatan; pendidikan; sumber daya
manusia;
penguatan
perempuan;
demokrasi
lingkungan
hidup
Pancasila;
dan
sumber
pemberdayaan
daya
alam;
kepemudaan; olahraga; profesi; hobi; dan/atau seni dan budaya.
Berdasarkan wilayah kerja, Ormas dapat mencakup wilayah kerja:
nasional; provinsi; dan/atau kabupaten/kota. Sebagai penjelasan,
Ormas nasional adalah Ormas yang memiliki kepengurusan
dan/atau kegiatan sekurang-kurangnya di 1/3 (sepertiga) dari
jumlah provinsi di Indonesia. Ormas provinsi adalah Ormas yang
memiliki kepengurusan dan/atau kegiatan sekurang-kurangnya di
1/3 (sepertiga) dari kabupaten/kota di 1 (satu) provinsi.
Ormas
kabupaten/kota adalah Ormas yang memiliki kepengurusan
dan/atau kegiatan sekurang-kurangnya di 1/3 (sepertiga) dari
kecamatan di 1 (satu) kabupaten/kota.
Bab IV
PENDIRIAN ORMAS
Bab ini mengatur tentang tatacara pendirian suatu Ormas. Di
dalamnya
mengatur
siapa
ketentuan, dan tatacara
yang
dapat
mendirikan,
syarat,
pendirian Ormas sesuai dengan
bentuknya.
Ormas diatur dapat didirikan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
warga negara Indonesia. Hal ini sebagai pwerwujudan berkumpul
dan berserikat yang tentunta berjumlah jamak atau lebih dari satu.
Ormas ditentukan dapat berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum.
Ormas
yang
berbadan
hukum
dapat
berbentuk
perkumpulan atau yayasan. Lalu, Ormas yang berbadan hukum
Perkumpulan didirikan dengan persyaratan berbasis keanggotaan.
Sementara, Ormas yang berbadan hukum yayasan didirikan
dengan persyaratan tidak berbasis keanggotaan.
Pada ketentuan ini diatur bahwa Ormas yang berbadan hukum
perkumpulan dapat didirikan dengan persyaratan memiliki: akta
44
pendirian; AD/ART; program kerja; sumber pendanaan; surat
keterangan domisili; nomor pokok wajib pajak atas nama
perkumpulan; pernyataan tidak berafiliasi kepada partai politik;
pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau
dalam perkara di pengadilan; dan pengesahan sebagai badan
hukum perkumpulan dari menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pengesahan
sebagai badan hukum perkumpulan tersebut dilakukan setelah
meminta pertimbangan dari instansi yang terkait. Salah satu
pertimbanganya, instansi terkait lebih memiliki aparatur yang dapat
memberikan pertimbangan terhadap ruang lingkup kegiatan ormas
tersebut.
Sedangkan Ormas yang berbentuk badan hukum yayasan, diatur
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selanjutnya, dalam rangka mengoptimalkan peran dan fungsi
Ormas, maka Ormas yang berbadan hukum perkumpulan atau
yayasan diperbolehkan untuk menggabungkan diri dalam wadah
bersama. Untuk tetap memberikan kebebasan dalam pembentukan
Ormas, maka wadah bersama yang dibentuk tersebut tidak bersifat
tunggal dan memonopoli keseluruhan lingkup kegiatan dan kerja
Ormas.
Persyaratan Ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum
ditentukan berbeda. Bagi yang tidak berbadan hukum, maka
Ormas
yang
keberadaanya
didirikan
secara
mayarakat
tertulis
kepada
tersebut
diberitahukan
Pemerintah
dan/atau
Pemerintahan Daerah sesuai alamat dan domisili.
Bab V
: PENDAFTARAN
Bab
ini
mengatur
tentang
tatacara
pendaftaran
Ormas.
Pendaftaran Ormas yang berbadan hukum dilakukan bersamaan
dengan pemberian status badan hukum. Pendaftaran tersebut
dilakukan sesuai atau berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada mengenai badan hukum perkumpulan atau yayasan.
45
Berbeda dengan Ormas berbadan hukum, maka pendaftaran
Ormas yang tidak berbadan hukum dilakukan dengan pemberian
surat keterangan terdaftar (SKT). Pendaftaran Ormas yang tidak
berbadan
hukum
tersebut,
dilakukan
dengan
kewajiban
menyertakan persyaratan: akta pendirian; AD dan ART; program
kerja; kepengurusan; surat keterangan domisili; nomor pokok wajib
pajak atas nama Ormas; surat pernyataan tidak berafiliasi kepada
partai
politik;
pernyataan
tidak
sedang
dalam
sengketa
kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan; dan surat
pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
Kelembagaan pemerintah yang berwenang memberikan SKT
diatur sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan wilayah kerja
Ormas berdasarkan pada ruang lingkup pemerintahan. SKT dapat
diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
kewenangan. Pengaturan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan
pendesentralisasian urusan pemerintahan dan otonomi daerah.
Dalam rangka menjalankan kewenanganya memberikan SKT,
maka
Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus melakukan
verifikasi terlebih dahulu. Karena itu, diatur bahwa Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota wajib melakukan verifikasi dokumen
pendaftaran paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya
dokumen
permohonan
belum
pendaftaran.
lengkap
Dalam
Menteri,
hal
dokumen
gubernur,
atau
bupati/walikota selanjutnya meminta Ormas pemohon untuk
melengkapi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal
penyampaian ketidaklengkapan dokumen permohonan. Terakhir,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota harus menerbitkan SKT
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Ormas dinyatakan lulus
verifikasi.
Bab VI
: HAK DAN KEWAJIBAN
Bab ini mengatur tentang hak dan kewajiban Ormas. Ormas
memiliki hak untuk: mengatur dan
mengurus organisasi secara
mandiri dan terbuka; memperoleh hak cipta atas nama, lambang,
46
dan tanda gambar Ormas sesuai dengan peraturan perundangundangan; memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
melaksanakan kegiatan Ormas untuk mencapai tujuan organisasi;
mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan kegiatan
organisasi;
dan
melakukan
kerjasama
dengan
Pemerintah,
Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, Organisasi Masyarakat
Asing, dan pihak lain.
Sedangkan, kewajiban yang harus dilakukan Ormas di antaranya:
melakukan kegiatan organisasi sesuai tujuan organisasi; menjaga
keutuhan NKRI: memelihara kearifan lokal dan memberikan
kemanfaatan bagi masyarakat; menjaga ketertiban umum dan
terciptanya
kedamaian
di
dalam
masyarakat;
melakukan
pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel;
dan
mendukung tercapainya tujuan negara.
Bab VII
: ORGANISASI, KEDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN
Bab ini mengatur tentang struktur atau hirarkhi Ormas, tempat
kedudukan organisasi, dan kepengurusan organisasi.
Setiap Ormas memiliki struktur organisasi dan kepengurusan.
Ormas yang berbasis keanggotaan dapat membentuk struktur dari
paling atas hingga ke bawah sesuai dengan skala dan ruang
lingkup wilayah kerjanya.
Ormas yang berbasis keanggotaan yang berskala nasional dapat
membentuk struktur organisasi dan kepengurusan secara hirarki
dari nasional hingga daerah. Ormas berbasis keanggotaan yang
berskala provinsi dapat membentuk struktur organisasi dan
kepengurusan secara hirarki dari provinsi hingga daerah yang
berada di wilayah provinsi. Ormas berbasis keanggotaan yang
berskala kabupaten/kota dapat membentuk struktur organisasi dan
kepengurusan secara hirarki dari kabupaten/kota hingga daerah
yang berada di wilayah kabupaten/kota.
Kedudukan Ormas dapat ditentukan bebas berdasarkan ketetapan
masing-masing
organisasi.
Ormas
hanya
ditentukan
berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia sesuai
47
dengan akta pendirian atau ketentuan dalam Anggaran Dasar.
Pada kepengurusan, ditentukan kepengurusan Ormas di setiap
tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah dan
mufakat. Pergantian kepengurusan Ormas di setiap tingkatan
dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
Selanjutnya,
susunan
kepengurusan
hasil
pergantian
kepengurusan Ormas didaftarkan kepada Kementerian atau
pemerintah daerah berdasarkan wilayah yang bersangkutan paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian
kepengurusan. Dan, bagi Ormas yang berbadan hukum apabila
terjadi perubahan akta terkait dengan pergantian kepengurusan
didaftarkan
kepada
kementrian
atau
pemerintah
daerah
berdasarkan wilayah yang bersangkutan paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan.
Untuk mencegah kepengurusan ganda, maka ditentukan anggota
Ormas yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan
dan/atau
keanggotaan
Ormas
tidak
dapat
membentuk
kepengurusan dan/atau Ormas yang sama. Dalam hal dibentuk
kepengurusan dan/atau Ormas yang sama, maka keberadaannya
tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
Mengenai bentuk, wilayah kegiatan dan ruang lingkup struktur
organisasi, kedudukan, dan kepengurusan tersebut, selanjutnya
diatur dalam AD dan ART masing-masing Ormas.
Bab VIII
: KEANGGOTAAN
Bab ini mengatur tentang siapa saja yang dapat menjadi anggota
Ormas. Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota
Ormas. Setiap anggota juga memiliki hak dan kewajiban yang
sama. Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, dan
hak dan kewajiban Ormas tersebut diatur dalam AD/ART.
Bab IX
: KEPUTUSAN ORGANISASI
Bab ini mengatur agar keputusan Ormas di setiap tingkatan
dilakukan dengan musyawarah mufakat sesuai dengan AD dan
ART. Keputusan tersebut mengikat anggota dan pengurus Ormas.
48
Bab X
: AD/ART ORMAS
Bab ini mengatur tentang kewajiban Ormas memiliki Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dengan pokokpokok persyaratan yang harus tercantum di dalamnya, serta
mengenai tatacara perubahan dan pengesahan AD/ART.
AD setiap Ormas, paling sedikit harus memuat:
asas dan ciri
Ormas; visi dan misi Ormas; nama, lambang, dan gambar Ormas;
tujuan dan fungsi Ormas; organisasi, tempat kedudukan, dan
pengambilan
keputusan;
kepengurusan
rekrutmen dan pemberhentian
Ormas;
mekanisme
anggota Ormas; peraturan dan
keputusan Ormas; program pemberdayaan dan pembinaan;
pengelolaan keuangan Ormas; penyelesaian sengketa; dan
mekanisme pengawasan internal.
Jika suatu Ormas melakukan perubahan AD dan ART, maka hal itu
dilakukan
berdasarkan
keputusan Ormas.
hasil
forum
tertinggi
pengambilan
Selanjutnya, perubahan Perubahan AD dan
ART tersebut harus didaftarkan ke kementerian atau Pemerintah
Daerah berdasarkan wilayah kerja Ormas yang bersangkutan
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya
perubahan.
Bab XI
: KEUANGAN
Bab ini mengatur tentang sumber keuangan Ormas. Sumber
keuangan Ormas dapat berasal dari: iuran anggota; sumbangan
masyarakat; bantuan/sumbangan orang atau lembaga asing; hasil
usaha Ormas; dan kegiatan lain yang sah menurut hukum.
Keuangan organisasi tersebut harus dikelola secara transparan
dan bertanggungjawab. Demi melaksanakan prinsip transparansi
dan tanggungjawab tersebut, maka
Ormas menggunakan
rekening pada bank nasional.
Dalam rangka menjalankan prinsip akuntabilitas, maka Ormas
yang menghimpun dan mengelola dana dari anggota dan
masyarakat
wajib
membuat
laporan
pertanggungjawaban
keuangan sesuai standar akuntansi secara umum atau sesuai
49
AD/ART. Selain itu, Ormas yang mendapat bantuan/sumbangan
dari orang atau lembaga asing, harus diberitahukan dan/atau
dengan persetujuan Pemerintah.
Bab XII
BADAN USAHA ORMAS
Bab ini mengatur bahwa ormas dapat mendirikan badan usaha.
Tata kerja dan tata kelolanya, harus diatur secara secara jelas
dalam AD/ART. Selain itu, diatur pula bahwa pendirian badan
usaha
tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Bab XIII
: PEMBERDAYAAN ORMAS
Bab ini mengatur tentang pemberdayaan Ormas yang difasilitasi
dan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Dalam
rangka pemberdayaan Ormas, Pemerintah
dan/atau
Pemerintah Daerah melakukan: fasilitasi kebijakan; penguatan
kelembagaan; peningkatan kualitas sumberdaya manusia; dan
pemberian penghargaan.
Fasilitasi
kebijakan
dilakukan
dalam
bentuk
pembentukan
peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan
Ormas. Penguatan kelembagaan dapat berupa: pelibatan dalam
proses
pembangunan;
tata
kelola
organisasi
yang
baik;
penyediaan data dan informasi Ormas; pengintensifan dialog dan
kerjasama;
dan
dukungan
keahlian
dan
pendampingan.
Sedangkan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat
berupa: pendidikan dan pelatihan; penguatan kepemimpinan dan
kaderisasi; penguatan wawasan kebangsaan; dan pengembangan
dan pendampingan kewirausahaan. Pemberian penghargaan
dapat berupa: tanda penghargaan; bantuan pendidikan dan
pelatihan; dan insentif pengembangan organisasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi kebijakan, penguatan
kelembagaan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia; dan
pemberian
penghargaan
tersebut
diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah.
Dalam
rangka
pemberdayaan
pula,
maka
Ormas
dapat
50
bekerjasama dengan masyarakat, swasta, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan di
berbagai bidang untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain itu,
Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas dalam rangka
pemberdayaan dan tertib administrasi. Sistem informasi Ormas
dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Bab XIV
: ORGANISASI MASYARAKAT ASING
Bab ini mengatur tentang Ormas Asing yang melakukan kegiatan
di
wilayah
Indonesia.
Pengaturan
di
dalamnya
mengenai
persyaratan yang harus dipenuhi Ormas untuk melakukan kegiatan
di Indonesia, kewajiban Ormas asing, dan pengawasanya.
Ormas asing dalam melakukan kegiatan di wilayah Indonesia
harus memiliki ijin operasional dari menteri yang tugas dan
tanggungjawabnya
memperoleh
ijin
di
bidang
tersebut
urusan
Ormas
luar
asing
negeri.
harus
Untuk
memenuhi
persyaratan: berbadan hukum asing atau tercatat di negara yang
memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia; memiliki asas,
tujuan, dan kegiatan organisasi yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Indonesia;
dan
dalam
pelaksanaan
kegiatannya bekerjasama atau melibatkan Ormas Indonesia.
Ijin operasional bagi Ormas asing diberikan untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun. Selanjutnya, perpanjangan ijin harus diajukan paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum ijin operasional berakhir. Dalam hal
Organisasi Masyarakat Asing tidak memenuhi persyaratan maka
tidak diberikan ijin operasional. Secara lebih detail dan teknis,
ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian dan perpanjangan ijin
operasional tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah
Sedangkan kewajiban yang harus dipenuhi Ormas asing adalah:
memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia;
menyampaikan ijin operasional dari menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang urusan luar negeri kepada Menteri
dan kementerian terkait; mengumumkan sumber, jumlah, dan
51
penggunaan dana; dan membuat laporan kegiatan secara berkala
dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa
nasional maupun daerah.
Mengenai larangan, Ormas asing dilarang: melakukan kegiatan
yang
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-undangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; mengganggu stabilitas dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; melakukan
kegiatan spionase; melakukan kegiatan politik praktis; melakukan
kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik; melakukan
kegiatan tidak sesuai dengan tujuan organisasi; menggalang dana
dari masyarakat Indonesia; dan
berkantor dan menggunakan
fasilitas di lembaga Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan
melakukan kegiatan tanpa ijin operasional dari menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang urusan luar negeri.
Ormas asing yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang
ini, diberikan sanksi teguran tertulis; penghentian kegiatan;
pembekuan ijin operasional; pencabutan ijin operasional;dan/atau
tindakan diplomatik. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberian sanksi administratif tersebut diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Selanjutnya, pengawasan terhadap keberadaan dan aktivitas
Ormas asing dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan tersebut diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bab XV
: PENGAWASAN
Bab ini mengatur tentang pengawasan terhadap Ormas. Dalam
bab ini diatur bahwa untuk menjamin terlaksananya fungsi dan
tujuan Ormas, setiap Ormas memiliki lembaga pengawas internal.
Lembaga pengawas internal tersebut diharapkan berfungsi untuk
menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan pemberian
sanksi dalam internal Ormas. Mengenai tugas dan kewenangan
lembaga pengawas tersebut diatur dalam AD dan ART atau
peraturan
organisasi.
Selanjutnya,
untuk
meningkatkan
52
akuntabilitas organisasi, Ormas wajib membuat laporan kegiatan
dan keuangan yang terbuka untuk publik.
Dalam hal pengawasan terhadap Ormas, masyarakat berhak
menyampaikan dukungan atau keberatan terhadap keberadaan
atau aktifitas Ormas. Dukungan antara lain dapat berupa
pemberian penghargaan, program, bantuan dana, dan dukungan
operasional
organisasi.
Sedangkan,
keberatan
diajukan
masyarakat kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
tingkatan. Dalam hal terdapat pengajuan keberatan tersebut, maka
Pemerintah atau Pemerintah Daerah mengupayakan penyelesaian
keberatan melalui mekanisme mediasi dan konsiliasi.
Bab XVI
: PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI
Bab ini mengatur tentang penyelesaian sengketa organisasi.
Dalam
hal
terjadi
sengketa
organisasi,
Ormas
diberikan
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme
yang diatur dalam AD/ART. Apabila penyelesaian sengketa melalui
mekanisme yang diatur dalam AD/ART tidak tercapai, dapat
dilakukan upaya mediasi, konsiliasi, atau arbitrase yang tata
caranya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam hal mediasi, konsiliasi, atau arbitrase tidak tercapai, maka
penyelesaian sengketa Ormas diatur dapat ditempuh melalui
pengadilan.
Sengketa Ormas diatur agar diselesaikan oleh
pengadilan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak gugatan
perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan. Terhadap putusan
pengadilan tersebut hanya dapat diajukan banding dan putusan
Pengadilan Tinggi bersifat final dan mengikat paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak memori banding terdaftar di pengadilan tinggi.
Bab XVII
: LARANGAN
Bab ini mengatur tentang larangan yang harus dihindari oleh
Ormas. Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda
gambar yang sama dengan: bendera atau lambang negara
Republik Indonesia;
lambang lembaga negara atau lambang
Pemerintah;
bendera,
nama,
lambang
negara
lain
atau
53
lembaga/badan internasional; nama, bendera, simbol organisasi
gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama,
lambang, atau tanda gambar Ormas atau Partai Politik lain.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan
dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan peraturan perundang-undangan; melakukan kegiatan
yang
membahayakan
keutuhan
Kesatuan Republik Indonesia;
dan
keselamatan
Negara
menyebarkan permusuhan antar
suku, agama, ras, dan antar golongan; memecah belah persatuan
dan kesatuan bangsa; atau melakukan kekerasan, mengganggu
ketertiban, dan merusak fasilitas umum.
Selain itu, Ormas dilarang: menerima dari atau memberikan
kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa pun yang
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-undangan;
mengumpulkan dana untuk kepentingan partai politik atau
kampanye jabatan politik; atau menerima sumbangan berupa
uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun tanpa
mencantumkan identitas yang jelas.
Terakhir, Ormas dilarang menganut dan mengembangkan serta
menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan
Pancasila.
Bab XVIII : SANKSI
Bab ini mengatur tentang ketentuan mengenai sanksi terhadap
Ormas. Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjatuhkan sanksi
administratif kepada Ormas yang tidak melakukan kewajibanya
atau melakukan pelanggaran mengenai larangan kesamaan
penggunaan nama, lambang, atau tanda gambar berupa teguran
tertulis. Dalam hal teguran tertulis tersebut tidak diindahkan,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup tugas dan
tanggung jawabnya menjatuhkan pemberhentian pemberdayaan
dan/atau denda.
Lalu, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjatuhkan sanksi
54
administratif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan larangan, selain larangan kesamaan penggunaan nama,
lambang, atau tanda gambar. Sanksinya berupa berupa teguran
tertulis. Teguran tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal teguran tidak
diindahkan, Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup
tugas dan tanggung jawabnya menjatuhkan sanksi pembekuan
sementara paling lama 90 (sembilan puluh) hari sampai keluarnya
putusan pembekuan sementara dari pengadilan negeri atau
Mahkamah Agung.
Dalam hal Pemerintah menjatuhkan sanksi pembekuan sementara,
Pemerintah mengajukan permohonan pembekuan sementara
Ormas kepada Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak sanksi pembekuan sementara dijatuhkan. Dalam
hal
Pemerintah
sementara,
Daerah
Pemerintah
menjatuhkan
Daerah
sanksi
mengajukan
pembekuan
permohonan
pembekuan sementara Ormas kepada pengadilan negeri paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak sanksi pembekuan
sementara dijatuhkan.
Terakhir, pengadilan negeri atau Mahkamah Agung wajib memutus
permohonan pembekuan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dan ayat (5) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
permohonan pembekuan sementara diajukan.Dalam hal Ormas
yang telah dibekukan sementara tetap melakukan pelanggaran,
maka
Pemerintah
atau
Pemerintah
Daerah
mengajukan
permohonan pembubaran kepada pengadilan negeri untuk Ormas
kabupaten/kota dan Ormas Provinsi atau kepada Mahkamah
Agung untuk Ormas nasional. Selanjutnya, pengadilan negeri atau
Mahkamah Agung wajib memutus permohonan pembubaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak permohonan pembubaran diajukan.
Jadi, pembekuan dan pembubaran Ormas diatur harus melalui
keputusan pengadilan. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
55
hanya dapat melakukan pembubaran ormas berdasarkan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bab XIX
: KETENTUAN PENUTUP
Bab ini mengatur tentang pencabutan peraturan perundangundangan sebelumnya dan pemberlakuan Undang-undang ini.
Ketentuan penutup ini mengatur tentang pencabutan dan tidak
berlakunya
perundang-undangan
yang
mengatur
tentang
Organisasi Kemasyarakatan sebelum dinyatakannya Undangundang ini, yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 19 Nomor
).
Dalam rangka penataan Ormas ke depan, maka Ormas yang
sudah dibentuk sebelum berlakunya Undang-Undang ini harus
sudah melakukan penyesuaian dengan ketentuan Undang-Undang
ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Selanjutnya, semua peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk
melaksanakan Undang-Undang ini harus telah dibentuk paling
lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Di
dalam
ketentuan
penutup
juga
dinyatakan
tentang
pemberlakuan Undang-undang ini sejak tanggal diundangkan, agar
setiap orang mengetahui dan pengundangan Undang-undang ini
dapat ditempatkan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
56
DAFTAR PUSTAKA
Irish, Leon E, and Robert Kushen and Karla W. Simon, Guidelines for Laws
Affecting Civic Organization, Open Society Institute, International Centre
for Not-for-Profit Law, New York, 2004.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta, 1977.
Suharko, Merajut Demokrasi: Hubungan NGO, Pemerintah, dan Perkembangan
Tata Pemerintahan Demokratis (1966-20101), Tiara Wacana, Yogyakarta,
2005.
Tocqueville, Alexis de, Tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat, disunting
oleh John Stone dan Sthepen Mennel, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
2005.
Winayanti, N. Kania, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2011.
UNDANG-UNDANG:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
57
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 88 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Staatsblad 1870 No. 64 (“Stb. 1870-64”) tentang Perkumpulan
Surat Kabar Kompas, Februari 2011
58
Download