BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggung jawab sosial

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanggung jawab sosial dan lingkungan atau yang biasa di kenal dengan CSR
(Corporate Social Responsibility) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis
untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan
hidup. Dari sisi urgensinya, formalisasi CSR memang mendesak karena kian
meluasnya eskalasi kemiskinan dan degradasi lingkungan yang terjadi sebagai
dampak eksploitasi kekayaan sumber daya alam yang terus berlangsung.1
Meski sebagian besar perusahaan membukukan dan mempublikasikan kenaikan
laba dan setoran pajak yang signifikan, namun kemiskinan dan kerusakan lingkungan
justru semakin parah. Akibat nyata peletakan pembangunan ekonomi sebagai
indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah kurang diperhatikannya
masalah-masalah yang berkenaan dengan lingkungan ataupun masalah-masalah
sosial. Eksploitasi yang luar biasa pada sumber daya alam menjadikan pelaku-pelaku
utama pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan
pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.2
1
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,
2009) hal.1
2
Ibid, hal.70
1
Universitas Sumatera Utara
2
Dalam bukunya Capitalism and Freedom (1962) Milton Friedman menyatakan
bahwa ada satu dan hanya ada satu saja tanggung jawab korporasi, yaitu
menggunakan sumber daya dan energi yang dimiliki dalam berbagai aktivitas yang
dirancang untuk meningkatkan provits-nya.3
Menurut Friedman, tugas utama bisnis adalah menghasilkan barang atau jasa
secara efisien yang dibutuhkan masyarakat dengan harga terjangkau dan berkualitas
baik. Jika produk atau jasa yang dijual laku dipasar, maka kenaikan laba adalah yang
paling penting karena akan menaikkan akumulasi modal. Bila akumulasi modal
meningkat perusahaan dapat menggunakannya untuk membuka atau memperluas
usaha baru sehingga dapat memberi lapangan kerja baru kepada masyarakat.
Pandangan ini dilatar belakangi oleh doktrin ekonomi liberalis klasik Adam Smith
yang terkenal dengan konsep maximization profit (1776) yang menyatakan bahwa
segala kegiatan pengelolaan korporasi atau perusahaan ditujukan bagi penciptaan laba
yang sebesar besarnya bagi pemegang saham, dimana kepentingan pemegang saham
merupakan prioritas utama.4
Namun dilain pihak perkembangan bisnis di era modern menuntut perusahaan
untuk lebih memerhatikan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan tidak terbatas
hanya pada pemegang saham (shareholders), hal ini selain merupakan tuntutan etis,
juga
diharapkan
akan
mendatangkan
manfaat
ekonomis
dan
menjaga
keberlangsungan bisnis perusahaan. Dari perspektif hubungan antara perusahaan
3
K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1999) hal. 293
Andreas Lako, Dekonstruksi CSR & Reformasi Paradigma Bisnis & Akuntansi, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2010) hal. 41
4
Universitas Sumatera Utara
3
dengan seluruh pemangku kepentingan inilah kemudian teori stakeholder
dikembangkan.5
Teori stakeholder merupakan sebuah konsep yang relatif modern. Pertama kali
di populerkan oleh R. Edward Freeman pada tahun 1984 dalam buku manajemen
strategisnya: Pendekatan Stakeholder (1984). Freeman mendefenisikan pemangku
kepentingan sebagai “kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi”.6 Tujuan dari teori stakeholder
adalah untuk membantu perusahaan memperkuat hubungan dengan kelompokkelompok eksternal dalam mengembangkan keunggulan kompetitif. Mengenai hal
ini, Friedman dan Miles (2006) mengemukakan beragam kepentingan yang
menekankan pentingnya kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Stakeholders itu sendiri terdiri atas stakeholders internal yang terdiri dari pemegang
saham serta karyawan dan stakeholders eksternal yaitu pihak-pihak yang tidak
terlibat secara langsung dalam pengurusan perusahaan, seperti para konsumen,
masyarakat, pemerintah, dan lingkungan hidup.7
Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya
terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak
bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan
kewajiban yang dimiliki bersama antar stakeholders. Konsep CSR melibatkan
5
Freeman, (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach,, Boston:Pitman
Publishing,http://Yustinusbsolakira.blogspot.com/2012/12/shareholders-vs-stakeholders.html diakses
pada hari Kamis, 04 Desember 2014
6
Budi Untung, CSR dalam Dunia Bisnis, ( Yogyakarta: Penerbit CV Andi Offset, 2014)
hal.39
7
Ibid, hal.45
Universitas Sumatera Utara
4
tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga
masyarakat setempat (lokal). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama
secara sosial antara stakeholders.8
Seiring perjalanannya, pelaksanaan CSR berkembang tanpa pedoman yang
jelas, karena memang tidak ada standar yang jelas. Banyak korporat kemudian
melaksanakan CSR sesuai dengan fokus dan sumber daya yang ada. Kemudian
berkembanglah kerancuan tentang CSR, misalnya pelaksanaan konsep CSR dengan
cara charity atau dengan kata lain “bagi-bagi uang” yang terpenting dana tersalurkan.
Sementara, berbagai masalah besar masih membelit masyarakat, seperti kerusakan
lingkungan, pelajar putus sekolah, tingkat pengangguran yang tinggi dan angka
masyarakat miskin yang terus bertambah.9
Salah satu contoh kerusakan alam yang masih terjadi hingga saat ini adalah
peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT.Lapindo Brantas di
dusun Balongnongo Desa Renokenongo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo Jawa
Timur yang telah terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 lalu, luapan lumpur ini
menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman masyarakat, pertanian dan
perindustrian serta akses lalu lintas di tiga Kecamatan sekitarnya. Namun hingga saat
ini belum semua korban luapan lumpur mendapatkan ganti rugi atas bencana yang
dirasakannya. Contoh kasus lainnya yaitu PT. Kelian Equator Mining (KEM) di
8
Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup Homo Ethic-Ecoethic, (Bekasi: Penerbit Gramata
Publishing, 2014) hal.61
9
Bambang Rudito & Mella Famiola, CSR (Corporate Social Responsibility), (Bandung:
Penerbit Rekayasa Sains, 2013) hal.14
Universitas Sumatera Utara
5
Kalimantan Timur yang merupakan perusahaan tambang besar dengan kantor pusat di
London. PT. KEM menggunakan lebih dari 6 juta meter kubik air bersih dari sungai
kelian untuk operasi tambang mereka. Hanya 4 juta meter kubik yang didaur ulang
dalam tambang tersebut. Limbah air yang mengandung ion logam tingkat tinggi
seperti mangan, sianida dan lumpur dibuang begitu saja kedalam sungai kelian.
Dampak yang ditimbulkan berupa perubahan bentangan alam dan ratusan danau
buatan. Implikasinya, puluhan perkampungan kehilangan akses atas tanah adat
mereka yang kemudian menimbulkan banjir. Serta masyarakat sekitar berhubungan
langsung dengan limbah racun yang setiap saat menjadi ancaman bagi kehidupan
flora dan fauna di sekitarnya.10
Orientasi
perusahaan
yang
hanya
mengejar
laba
(profit)
dengan
mengeksploitasi masyarakat (people) dan lingkungan atau (planet) dituding sebagai
salah satu penyebabnya. Untuk mengatasinya, regulasi yang memaksa dunia usaha
menjaga keseimbangan antara profit, people dan planet (triple bottom-line) dalam
aktivitas ekonomi menjadi sangat mendesak.11 Dalam hal ini pemerintah berusaha
untuk mengatasi masalah tersebut dengan membawa CSR ke ranah hukum positif,
transformasi nilai (transform of value) adalah kebijakan yang diambil oleh pembuat
peraturan per undang undangan yang di dasarkan atas kewajiban yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat menjadi suatu kewajiban hukum (legal obligation).12
10
https://achmadsaerozi.wordpress.com/2011/11/11/kerusakan-lingkungan-hidup-akibat-etikabisnis-yang-buruk / diakses pada hari Jumat, 05 Desember 2014
11
Tom Cannon, Corporate Responsibility,Tanggung Jawab Perusahaan ,(Jakarta, Penerbit
PT.Elex Media Komputindo, 1995) hal.144
12
Irawan, Basu Swastha, Lingkungan Perusahaan, (Yogyakarta: Penerbit BPFE, 1992) hal.19
Universitas Sumatera Utara
6
Namun demikian pengaturan CSR di dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan hingga saat ini.
Kalangan korporasi beranggapan bahwa CSR sebagai suatu kegiatan sukarela
sehingga tidak diperlukan pengaturan khusus di dalam peraturan
perundang-
undangan. CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah
ditetapkan dalam perundang-undangan formal sehingga jika diatur akan bertentangan
dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha. 13
Bahkan beberapa organisasi induk pengusaha yaitu Kamar Dagang dan Industri
(KADIN), Ikatan Wanita Pengusaha (IWAPI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(HIPMI) bersama dengan 3 (tiga) perusahaan lainnya yaitu PT Lili Panma, PT Apac
Centra Centertex Tbk, dan PT Kreasi Tiga Pilar pernah mengajukan gugatan
constitutional review terhadap Pasal 74 tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada tahun
2008 yang lalu. Tetapi melalui Putusan No. 53/PUU-VI/2008, Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia menolak gugatan tersebut dengan salah satu alasan bahwa Pasal
74 UU No.40/2007 tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2)
dan Pasal 33 ayat (4) UUD Tahun 1945.14
Dengan terbit nya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) tersebut menandakan bahwa
pelaksanaa CSR bukan lagi bersifat kedermawanan atau sukarela yang bergantung
13
Ibid, hal.112
Konsultan
Pemberdayaan
Konsultan
Manajemen
http://konsultanpemberdayaan.blogspot.com/2012/05/wajib-csr-peraturan-pemerintah-no-47.html diakses pada hari
Jumat, 05 Desember 2014
14
Universitas Sumatera Utara
7
pada moral individunya, melainkan suatu kewajiban yang harus dijalankan mengingat
kewajiban tersebut merupakan kebijakan yang bersifat mandatory yang dituangkan
dalam sumber hukum di Indonesia yaitu undang-undang dan peraturan pemerintah
sebagai petunjuk pelaksanaannya. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 3 PP Nomor 47
Tahun 2012 bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi kewajiban bagi
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan
sumber daya alam berdasarkan undang-undang. Kemudian dalam Pasal 4 dinyatakan
Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan
rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan dewan komisaris atau
RUPS sesuai dengan anggaran dasar perseroan, dan rencana kerja tahunan perseroan
memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung
jawab sosial dan lingkungan.15
Secara garis besar peraturan pemerintah ini terkesan memberikan dukungan
terhadap kegelisahan pelaku usaha maupun pelaku pembangunan dalam tatanan
hukum dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun beberapa hal yang perlu
dan sangat perlu diperjelas adalah dalam alur dan tanggung jawab sosial tidak
memperlihatkan upaya pelibatan stakeholder yang sesungguhnya menjadi pondasi
dari maksimalisasi pembangunan yang diharapkan oleh pemerintah. Perencanaan
tanggung jawab sosial terkesan diserahkan sepenuhnya pada otoritas perseroan yang
secara prinsip menutup proses kerjasama partisipatif dan melibatkan para pelaku
15
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas
Universitas Sumatera Utara
8
pembangunan sampai pada level akar rumput. Selain itu, belum adanya batasanbatasan penjelas bagaimana tanggung jawab sosial itu di pertanggung jawabkan pada
penerima manfa'at maupun pemerintah.16
Peraturan pemerintah nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan Perseroan Terbatas juga tidak mengatur secara jelas berapa besaran
nominal dari suatu perseroan yang di donasikan untuk penyelengaraan tanggung
jawab sosial dan lingkungan yang diwajibkan tersebut, dalam Pasal 5 ayat (1) PP
Nomor 47 Tahun 2012 menyatakan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, dalam menyusun dan
menetapkan rencana kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) harus memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Realisasi anggaran untuk
peleksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dihitung sebagai biaya perseroan,
seperti yang termuat dalam pasal 5 ayat (2).17
Pemberian sanksi terhadap perseroan yang tidak menjalankan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan masih menjadi permasalahan yang belum diatur baik
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maupun
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas. Jauh sebelum Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 2007 ini diterbitkan, telah ada Peraturan hukum yang
16
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, dari voluntry menjadi mandatory, (Jakarta:
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hal.9
17
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas
Universitas Sumatera Utara
9
mengatur serta mewajibkan pelaksanaan CSR yang termuat dalam beberapa peraturan
per Undang-Undang an di indonesia, khususnya yang mengatur tentang tanggung
jawab sosial perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kemiskinan dan pengangguran sampai saat ini masih membelenggu
masyarakat Indonesia. Tahun 2010, pemerintah mengklaim angka pengangguran dan
kemiskinan mencapai 7,14% atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 9,1%.
Adapun angka yang tergolong miskin pada tahun 2010 versi Badan Pusat Statistik
mencapai 13,5%, turun dari 16,6% pada tahun 2009. Tahun 2009 jumlah penduduk
miskin mencapai 32 juta dan turun menjadi 31,2 juta orang. Artinya, sebanyak 1,5
juta penduduk miskin telah di entaskan selama tahun 2010. Menurunkan angka
kemiskinan memang menjadi tugas pemerintah. Namun, pemerintah tidak bisa
sendirian untuk mewujudkannya. Pemerintah juga menugaskan kepada Bada Usaha
Milik Negara (BUMN) unutk ikut serta meningkatkan perekonomian masyarakat.
Bentuk keikut sertaan BUMN dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui
PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan). Program ini terdiri dari dua jenis
program, yaitu program penguatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana
bergulir dan pendampingan yang disebut program kemitraan (PK) serta program
pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar yang disebut program bina
lingkungan (BL).18
Pasal 2 jo Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengatur penerapan CSR. Bahkan untuk
peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik
18
Agus S. Riyanto, PKBL Ragam Derma Sosial BUMN, (Jakarta: Penerbit Banana Publiser,
2011) hal.3
Universitas Sumatera Utara
10
Negara nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.
Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN seperti yang
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut adalah dalam
bentuk program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) bersumber dari penyisihan
laba setelah pajak maksimal sebesar 2 % (dua persen). Besaran dana tersebut
ditetapkan oleh Menteri untuk Perum dan RUPS untuk Persero dan dalam kondisi
tertentu dapat di tetapkan lain dengan persetujuan Menteri/RUPS. 19
Sebagai organisasi, misi BUMN sangat ideal. Selaku stabilisator ekonomi
BUMN harus mengendalikan pasok dan kewajaran harga beberapa komoditas untuk
mencegah gejolak distorsi ekonomi nasional sekaligus juga meningkatkan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Disisi lain, BUMN sebagai unit
usaha tetap harus mampu mendapatkan laba, memperluas kesempatan dan
memanfaatkan seoptimal mungkin sumber dana dan sumber daya yang ada.20
PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero), disingkat PTPN IV, dibentuk
berdasarkan PP No.9 Tahun 1996 pada tanggal 14 Februari 1996. Perusahaan yang
berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan
kebun-kebun di wilayah sumatera utara dari eks PTP VI, PTP VII dan PTP VIII.
PTPN IV mengusahakan komodity kelapa sawit, kakao dan teh dengan areal konsensi
seluas 153.872 hektar. BUMN merupakan salah satu element penting dalam
kebijakan ekonomi strategis negara-negara berkembang, keberadaan BUMN
19
Pasal 9 ayat (1), (3), Peraturan Menteri BUMN No. PER-08/MBU/2013 tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan
20
Dibyo Soemantri Priambodo, Perjalanan Panjang dan Berliku, Refleksi BUMN 1993-1994,
(Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo, 2004) hal.23
Universitas Sumatera Utara
11
ditengah-tengah masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
pembangunan negara-negara dunia ketiga. Kehadiran perkebunan PTPN IV di
tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta taraf
ekonomi masyarakat.21
Peningkatan pendapatan nasional dari sektor perkebunan kelapa sawit serta
privatisasi yang dilakukan BUMN mempermudah masuknya infestasi asing untuk
membuka perkebunan kelapa sawit di indonesia,
ada dua dampak akibat dari
ekspansi perkebunan dan pabrik kelapa sawit yaitu dampak positif dan dampak
negatif. Dampak positif yang di rasakan oleh masyarakat sekitar dikarenakan
pembukaan lahan perkebunan dan pabrik kelapa sawit itu adalah terbukanya lapangan
pekerjaan dan perbaikan arus transportasi sebagai akses untuk meningkatkan
pendidikan, ekonomi, dan perkembangan masyarakat lokal. Dampak negatif dari
perkebunan kelapa sawit skala besar mampu merubah ekologi, ekonomi, sosial
budaya, konflik lahan dan sumber daya agraria, pencemaran lingkungan, pemanasan
global, pencemaran air, tanah dan udara.22
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas pada PTPN IV Unit Pasir
Mandoge, mengingat Unit Pasir Mandoge terdiri dari perkebunan dan pabrik kelapa
sawit yang merupakan salah satu Unit usaha terbesar PTPN IV.
21
Ibid, hal 77
Raka Talenta http://layarnurani.blogspot.com/2013/02/dampak-ekologi-dan-lingkunganakibat.html diakses pada hari Jumat, 05 Desember 2014
22
Universitas Sumatera Utara
12
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan pokok yang akan diteliti dalam tesis ini adalah :
1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada PP
No.47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas?
2. Bagaimanakah bentuk pelaksanaan CSR di PTPN IV Unit Pasir Mandoge?
3. Bagaimanakah dampak pelaksanaan CSR terhadap masyarakat di PTPN IV
Unit Pasir Mandoge?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah di uraikan diatas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada PP
No.47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban CSR di PTPN IV Unit Pasir
Mandoge.
3. Untuk mengetahui dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar,
terkait pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan Terbatas
di PTPN IV Unit Pasir Mandoge.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai
bersama, dengan demikian dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat
memberi manfaat, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
13
1.
Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para mahasiswa
fakultas hukum maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi
manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum di Indonesia.
2.
Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi PTPN IV Unit
Pasir Mandoge dalam menyelenggarakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL) terhadap masyarakat sekitar perusahaan guna meningkatkan
kemandirian perekonomian masyarakat seiring dengan peningkatan produktivitas
perusahaan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang
ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Magister
Kenotariatan dan Magister Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada
peneitian sebelumnya yang berjudul “ Analisis Juridis Penerapan PP Nomor 47
Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkugan Perseroan Terbatas Pada
PTPN IV Unit Pasir Mandoge” belum pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya
hingga tesis ini ditulis. Adapun penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini
yang pernah dilakukan adalah tentang :
1.
Analisis hukum terhadap pengaturan Corporate Social Responsibility pada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, oleh Ika
Universitas Sumatera Utara
14
Safitri (NIM : 06700033), Mahasiswi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Adapun permasalahan yang di bahas dalam penelitian tersebut adalah :
1. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis
dan perusahaan?
2. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai
kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)
berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
3. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU
No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
2.
Impementasi Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap masyarakat
lingkungan PTPN IV (Studi pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun)
oleh Edi Syahputra (NIM : 0670050880), Mahasiswa Magister Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adapun permasalahan yang di bahas dalam penelitian tersebut adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility dilingkungan
BUMN?
2. Bagaimanakah
implementasi
Corporate
Social
Responsibility
yang
dilaksanakan PTPN IVUnit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
3. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility
terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten
Simalungun?
Universitas Sumatera Utara
15
Perbedaannya dengan penelitian sebelumnya terletak pada dasar hukum yang
digunakan untuk menganalisis pelaksanaan CSR yaitu UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan dasar hukum PP
No.47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas. Oleh karena itu, dapat dipertanggung jawabkan penulis bahwa tesis ini
memiliki keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi
yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk suatu
proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.Fungsi teori dalam
penelitian ini adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan hasil penelitian,
membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang
dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan penjelasan
rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus di dukung oleh
fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.23
Adapun teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam
penelitian ini adalah teori utilitarisme (utilitas) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham
(1748-1832) dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill (1806-1873).
23
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Penerbit Mandar Madju, 1994)
hal. 80
Universitas Sumatera Utara
16
Teori Utilitarisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan
utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happines). Jadi,
baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu
memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kebahagian ini selayaknya dapat
dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak
mungkin), diupayakan agar kebahagian itu dinikmati oleh sebanyak mungkin
individu dalam masyarakat atau bangsa tersebut (the greatest happines for the
greatest number of people).24
Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan
manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya. Artinya, bahwa hal yang
benar di definisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau
meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada
semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Ukuran baik buruknya suatu
perbuatan manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mendatangkan
kebahagian atau tidak.25
Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala
kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi
kebahagian kelompok itu, atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan
kebahagian itu. Dalam bukunya “Introduction to the moral and legislation” Bentham
berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang
24
Darji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, (Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995) hal. 117
25
Ibid, hal.143
Universitas Sumatera Utara
17
berfaedah bagi orang. Oleh karena apa yang berfaedah bagi orang yang satu, mungkin
merugikan orang yang lain. Maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah
menjamin adanya kebahagian sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya.
Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama daripada
hukum. Dalam hal ini, pendapat Bentham dititik beratkan pada hal-hal yang
berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan.26
Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif banyak
digunakan. Utilitarianism ( dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut dengan
aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan. Utilitrisme
sangat menekankan pentingnya konsekwensi perbuatan dalam menilai baik buruknya.
Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekwensi atau
akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkatkan manfaat
paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahtertaan dan kebahagian
masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika suatu perbuatan
membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat perbuatan itu harus dinilai buruk.
Konsekwensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.27
Teori Bentham merupakan teori hukum yang bersifat imperatif, yang
didalamnya terdapat konsep-konsep kunci, yaitu : Sovereignty, Power, dan sanction
dalam sebuah masyarakat politik. Bentham mendefinisikan hukum :
26
C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002) hal. 44
27
Ibid, hal 70
Universitas Sumatera Utara
18
“Hukum dapat di definisikan sebagai kumpulan dari tanda-tanda yang
bersifat deklaratif dari keinginan yang diterima dan di adopsi oleh yang
berdaulat dalam negara, menyangkut pedoman sikap tindak yang harus
dilakukan dalam beberapa kasus oleh orang-orang tertentu atau kelas
tertentu, yang dalam hal ini ia menjadi subjek bagi kekuasaanya: keinginan
tersebut memercayakan untuk pencapaiannya itu pada harapan dari
peristiwa-peristiwa tertentu yang hal ini dimaksudkan pernyataan tersebut
seharusnya atas kesempatan menjadi alat untuk melewati, dan prospek dari
yang dimaksudkan tersebut seharusnya bertindak menjadi motif atas mereka
yang bersikap tindak”.28
Dalam hal ini Bentham memilah antara kebutuhan sosial dan keharusan logis.
Bagi Bentham penerapan/pelaksanaan hukum merupakan “ekstra legal” walaupun ia
tidak menyampingkan penggunaan sanksi hukum. Bentham juga melihat bahwa
“command” dan “sovereign” merupakan hukum walaupun “command” itu hanya di
dukung
oleh sanksi-sanksi moral dan agama. Selanjutnya pandangan Bentham
membolehkan “motif yang memikat” konsep penghargaan. Menurutnya penghargaan
lebih efektif daripada penghukuman.29
Jhon Stuart Mill memiliki pendapat yang sejalan dengan Jeremy Bentham.
Kesamaan pendapat itu terletak bahwa suatu perbuatan itu hendaknya bertujuan untuk
mencapai sebanyak mungkin kebahagian. Kemudian
John Stuart Mill melakuan
revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini, menurut Mill sumber dari kesadaran
28
Antonius Cahyadi, E. Fernando M. Manullang, Pengantar Filsafat Hukum, (Jakarta:
Penerbit Prenada Media Group, 2011) hal. 64
29
Ibid, hal.65
Universitas Sumatera Utara
19
keadilan itu bukan hanya terletak pada kegunaan, melainkan pada rangsangan untuk
mempertahankan diri dan perasaan simpati:
“Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan
membalas kerusakan yang di derita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa
saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan
memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar
kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orangorang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan,
dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki
bagi kesejahteraan umat manusia”.30
Jhon Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah
sasaran aktivitas moral individual. Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi,
kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogen dalam berbagai bidang
kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat di evaluasi dengan mereduksi
kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan
individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme
eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan
sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang di inginkan, yaitu
kebahagiaan.31
Gagasannya tentang simpati, setengah menutupi pengakuan bahwa dalam
kehidupan sosial ada nilai-nilai yang lebih tinggi dan nilai-nilai yang lebih rendah,
30
H. Lili Rasjidi, Ira Tania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Penerbit Mandar
Maju, 2002 ) hal. 61
31
Ibid, hal 47
Universitas Sumatera Utara
20
dan yang lebih rendah harus tumbuh menjadi yang lebih tinggi. Ia memahami dengan
tepat bahwa secara tradisional gagasan yang abadi tentang keadilan dan ketidak
adilan bertentangan dengan gagasan-gagasan yang berubah dan kurang berharga
mengenai kegunaan dan kepentingan. Ia dengan tepat mengamati bahwa sebenarnya
tidak ada yang lebih tidak tetap dan kontroversial daripada arti keadilan. Yang
diusahakan oleh Mill adalah sintesa antara keadilan dan kegunaan. Hubungannya,
agak mengejutkan, yakni rasa adil.32
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu
bukan saja menyangkut satu atau dua orang melainkan masyarakat secara
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tida boleh dipahami dengan cara egoistis. Dalam
rangka pemikiran utilitarisme kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan ini
mengakibatkan semakin banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan
yang terbaik. Mengapa melaksanakan CSR misalnya, merupakan tanggung jawab
moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa
manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau
perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam
melalui teknologi dan industri, sehingga sumber daya alam rusak atau habis sama
sekali. Oleh karena itu, menurut utilitarisme upaya pelaksanaan CSR dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) harus menjadi tanggung
jawab moral individu atau perusahaan.
32
W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum, Idealisme Filosofis & Problema Keadilan,
(Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1994) hal. 120
Universitas Sumatera Utara
21
CSR dari kata generiknya, tanggung jawab sosial perusahaan yaitu tanggung
jawab perusahaan dari aspek sosial. Tanggung jawab moral ini melebihi tanggung
jawab ekonomi dari perusahaan yang umumnya ditandai dengan upaya meningkatkan
ukuran kerja ekonomi perusahaan, yakni meningkatkan keuntungan atau provit
perusahaan. Etika bisnis mengingatkan setiap perusahaan perlu memperhatikan
keseimbangan pasar. Dengan demikian, setiap pengusaha yang beretika dan bermoral
akan selalu berpedoman pada upaya menjaga keseimbangan, harmonisasi,
peningkatan provit, keuntungan usaha yang seimbang dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dengan cara
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Adanya konsep CSR
merupakan suatu bentuk utilitas yang mampu memberikan kesenangan atau
kebahagaian bagi masyarakat (society) dan juga merupakan perbuatan etis karena
konsekwensi perbuatannya memberi manfaat kepada masyarakat luas. Dengan
menggunakan teori utilitas, CSR merupakan suatu kewajiban moral sebagai mahluk
sosial yang harus dilaksanakan korporasi, mengingat kegiatan eksploitasi suatu
perusahaan terhadap alam dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat
lokal atau pemangku kepentingan secara keseluruhan. Dengan melaksanakan CSR
maka perusahaan telah memberikan manfaat terhadap
stakeholders untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan perusahaan.33
Selanjutnya teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pemangku
kepentingan (Stakeholders theory). Teori stakeholder merupakan kependekan dari
33
Budi Untung, Op. Cit., hal. 216
Universitas Sumatera Utara
22
teori stakeholder korporasi, sebuah konsep yang relatif modern. Yang dimaksud
dengan stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan suatu
bisnis atau perusahaan. R. Edward Freeman menjelaskan stakeholders sebagai
“individu-individu dan kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya
tujuan-tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat mempengaruhi tercapainya tujuantujuan tersebut”. Stakeholders terbagi lagi menjadi stakeholders internal dan
stakeholders eksternal. Stakeholders internal ialah “orang dalam” dari suatu
perusahaan, orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan
perusahaan seperti pemegang saham, manager, dan karyawan. Stakeholders eksternal
ialah “orang luar” dari suatu perusahaan, orang atau instansi yang tidak secara
langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para konsumen, masyarakat,
pemerintah, lingkungan hidup.34
Keberadaan suatu perusahaan akan selalu berinteraksi dengan masyarakat
sekitar perusahaan yang kemudian menimbulkan kepentingan-kepentingan dan
terkadang saling bertentangan. Dalam konteks petentangan kepentingan masyarakat
dengan perusahaan dapat menimbulkan persoalan wajar tidak wajar, patut tidak patut,
yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak-hak anggota
masyarakat setempat. Masyarakat yang berada disekitar perusahaan adalah salah satu
pemangku kepentingan utama dari sistem perusahaan. Dikemukakan demikian adalah
karena pada hakekatnya dukungan dari masyarakat setempat sangat diperlukan dalam
rangka perwujudan, kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan. Sebagai suatu
pemangku kepentingan (stakeholder) utama, maka masyarakat setempat harus
34
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Jakarta: Penerbit Kanisius, 1999) hal.163
Universitas Sumatera Utara
23
dipandang sebagai bagian dari pada perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus
memiliki komitmen dan tekad untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya atas
kehidupan masyarakat setempat. Selain daripada itu, aktivitas ekonomi atau
operasional perusahaan berpeluang memberikan dampak negatif terhadap kehidupan
masyarakat setempat. Dampak negatif ini seharusnya dapat dipandang sebagai biaya,
kerugian atau resiko bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, dalam upaya
menciptakan suatu keadaan yang seimbang, maka perusahaan dituntut untuk
melakukan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial yang menyentuh kepentingan
masyarakat setempat. Intinya ialah, jika perusahaan ingin berkesinambungan dalam
menjalankan kegiatan produksinya dan diterima masyarakat setempat, maka
perusahaan itu harus pula menyertakan program tanggung jawab dengan dengan
melibatkan
dan
menerapkannya
dalam
perspektif
pemangku
kepentingan
(stakeholder).35
Menurut Tennyson kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana
individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerja sama untuk memenuhi sebuah
kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama sama menanggung resiko
maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama. Tiga
prinsip penting dalam membentuk kemitraan adalah:
1. Kesetaraan atau keseimbangan : Pendekatan tidak top-down atau bottom-up,
tidak juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling
menghormati, saling menghargai dan saling percaya.
35
Matias Siagian, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerjaan Sosial,
(Medan : Penerbit Fisip USU Press, 2010) hal.51
Universitas Sumatera Utara
24
2. Transparansi : Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa salaing curiga
antar mitra kerja.
3. Saling menguntungkan : Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi
semua pihak yang terlibat.36
CSR adalah tanggung jawab korporat terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
korporat, baik yang bersifat sosial maupun lingkungan serta usaha bagi korporat
untuk beradaptasi dan bekerja sama dengan pemangku kepentingan. Hubungan
stakeholder dilihat dan diumpamakan sebagai suatu aliran darah dalam organisasi.
Hubungan stakeholder menyediakan energi, informasi dan sumber daya yang penting
bagi kehidupan dan keseluruhannya adalah untuk upaya pembangunan jangka
panjang yang berkelanjutan disertai pertumbuhan ekonomi nasional. 37
Teori stakeholder yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini
adalah untuk melihat keterkaitan suatu perusahaan dengan pihak-pihak lain yang turut
serta dalam mendukung keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan
produksinya. Pihak-pihak lain yang dimaksud adalah masyarakat dan lingkungan
dimana perusahaan tersebut beridiri. CSR adalah komitmen perusahaan dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan, sikap ini tentu saja dilatar
belakangi oleh dampak negatif yang diakibatkan perusahaan tersebut. Oleh karena itu
dengan menggunakan teori stakeholder maka dalam menjalankan program-program
CSR nya suatu perusahaan harus melibatkan peran aktif masyarakat (stakeholder)
sebagai pihak yang akan di tolong, sehingga efektivitas program CSR tersebut dapat
36
Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, (Medan : Program Megister Ilmu Hukum,
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2004) hal.23
37
Ibid, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
25
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat setempat dalam upaya
meningkatkan
taraf
hidupnya.
Kegiatan
produksi
perusahaan
yang hanya
mengutamakan keuntungan pemegang saham tanpa menghiraukan dampak negatif
yang timbul menyebabkan terjadinya kemiskinan dan kerusakan alam yang akhirnya
menimbulkan konflik sosial antara masyarakat dan perusahaan. Kajian konvensional
Thomas Hobbes tentang manusia antara lain menunjukkan bahwa manusia itu
memang sangat potensial untuk melakukan apa saja, termasuk merugikan orang lain
demi kepentingannya sendiri. Walaupu manusia itu menyadari bahwa dirinya
senantiasa berada ditengah-tengah orang banyak (mahluk sosial). Definisi-definisi
tanggung jawab sosial perusahaan dari berbagai pakar dan praktisi dunia usaha
menunjukkan, bahwa sebagai manusia yang sudah pasti mahluk sosial, para pelaku
usaha harus menyadari ketidak sendiriannya. Kesadaran seperti ini diharapkan
menjadi awal dan motivator bagi pelaku usaha untuk bertindak tidak hanya
berdasarkan perspektif diri sendiri dengan segala kepentingannya, melainkan juga
berdasarkan perspektif keterkaitannya dengan pihak lain (stakeholders).38
2.
Konsepsi
Kerangka konsepsi adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang
merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti
dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.39
Adapun kerangka konsepsi yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
a. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah komitmen perusahaan atau
dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang
38
39
Matias Siagian, Op. Cit, hal.78
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009) hal.96
Universitas Sumatera Utara
26
berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan
menitik beratkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek
ekonomis, sosial, dan lingkungan.
b. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah kegiatan mewujudkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat dan masyarakat
pada umunnya maupun perseroan itu sendiri dalam rangka terjalinnya
hubungan perseron yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui pernyetaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.40
d. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang di tetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.41
e. Stakeholders (Pemangku Kepentingan) adalah kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi.
Yang terdiri dari pemegang saham, karyawan, pemerintah, masyarakat dan
lingkungan.
40
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
41
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Universitas Sumatera Utara
27
f. Masyarakat adalah suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk
mencapai dan merealisir tujuan bersama, masyarakat yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah masyarakat lokal yang berada disekitar perusahaan PTPN
IV Unit Pasir mandoge.
g. Pemerintah
adalah
penyelenggara
negara
yang
memiliki
kekuasaan
menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara, pemerintah tersebut
memiliki kedaulatan baik ke dalam maupun keluar. Kedaulatan kedalam
berarti negara memiliki kekuasaan untuk di taati oleh rakyatnya, kedaulatan
keluar artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain.
G. Metode Penelitian
1.
Jenis dan Sifat Penelitian
Memperhatikan rumusan masalah penelitian yang tidak saja ditujukan untuk
menganalisis norma hukum dalam arti peraturan perundang-undangan yang mengatur
CSR, tetapi juga ditujukan untuk menganalisis pelaksanaan norma-norma hukum
tersebut oleh PTPN IV Unit Pasir Mandoge, maka jenis penelitian ini meliputi juga
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif
dilakukan untuk menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder
dan tertier yang secara langsung mengatur tentang kewajiban CSR. Sedangkan
penelitian hukum empiris dilakukan untuk menganalisis guna mendapatkan gambaran
tentang pelaksanaan kewajiban CSR oleh PTPN IV Unit Pasir Mandoge. Sifat
penulisan ini adalah deskriptif analisis, karena melalui penelitian ini akan
Universitas Sumatera Utara
28
digambarkan (dideskripsikan) aspek-aspek hukum dari CSR dan gambaran
pelaksanaannya secara utuh, menyeluruh dan sistematis, oleh PTPN IV Unit Pasir
Mandoge.
2.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di PTPN IV Unit Pasir Mandoge, yang terletak di
Desa Bandar Pasir Mandoge, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan,
Sumatera Utara. Hal ini didasarkan pada pertimbangan dan alasan bahwa PTPN IV
Unit Pasir Mandoge adalah unit usaha perkebunan kelapa sawit terbesar di PTPN IV.
3.
Sumber Data
Untuk menyelesaikan dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa
yang seyogianya, penulis memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan
hukum primer bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.42
a. Bahan Hukum Primer terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003,
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2012, Kepmen BUMN Nomor 236 Tahun 2003, Surat Edaran Menteri
BUMN Nomor 433 Tahun 2003.
b. Bahan Hukum Sekunder terdiri dari buku-buku, hasil-hasil penelitian, jurnal,
sumber bacaan dari internet, dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan penerapan CSR.
c. Bahan Hukum Tersier yakni bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia dan lain-lain. 43
42
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung, (Bandung: Penerbit PT Raja
Grafindo Persada, 2007) hal.151
Universitas Sumatera Utara
29
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya dipilih guna
memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian kaidah-kaidah
hukum yang mengatur tentang CSR sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras
dengan permasalahan yang diteliti dalam tesis ini.
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian
lapangan untuk mendapatkan data guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yang
dapat berupa pendapat dari narasumber, laporan-laporan perusahaan dan lain-lain
yang relevan dengan objek telaah penelitian ini. Selain itu peneliti juga melakukan
observasi langsung ke lokasi pelaksanaan CSR di PTPN IV Unit Pasir Mandoge.
4.
Tehnik Pengumpulan Data
Memperhatikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan
teknik wawancara dan data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi pustaka
(library research) dan studi dokumen (documentary research) dilokasi penelitian.
Wawancara
yang
digunakan
adalah
wawancara
langsung
dengan
menggunakan instrumen pedoman wawancara (interview) yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu oleh peneliti, pertimbangannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan menjadi lebih terarah. Informan atau nara sumber dalam wawancara
ditetapkan
oleh
peneliti
dengan
mempertimbangkan
ketepatan
kompetensi/jabatan/kedudukan dari nara sumber. Dengan pertimbangan tersebut
maka informan yang diwawancarai terdiri dari :
43
Soejono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Penerbit PT.Raja
Grafindo Persada, 2001) hal.13
Universitas Sumatera Utara
30
1. Ir. Iman Suadinoto, Manager PTPN IV Unit Pasir mandoge
2. Idris Sardi Manurung, Asisten SDM&Umum, unit Kebun Pasir Mandoge
3. Mukhtar Manurung, Kepala Desa Bandar pasir Mandoge
4. Tokoh masyarakat Desa Bandar Pasir Mandoge
Mengingat banyaknya tokoh masyarakat, maka pemilihan tokoh masyarakat
sebagai informan dilakukan dengan metode bergilir (snow ball) dan menghentikan
wawancara apabila pola jawaban informan sudah sama.
5.
Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, baik dari dokumen resmi dan wawancara. Setelah pengumpulan
data dilakukan baik dengan studi kepustakaan dan studi lapangan yang diperoleh
dengan pedoman wawancara, selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif,
yaitu dengan mencatat yang menghasilkan informasi yang dibutuhkan dari lapangan
dan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
Selanjutnya dengan metode induktif, data yang diperoleh dalam penelitian
baik data lapangan maupun data studi kepustakaan dihubungkan dengan ketentuanketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait menyangkut permasalahan yang
diteliti sehingga dihasilkan suatu kesimpulan umum. Dengan metode deduktif,
ketentuan-ketentuan yang menyangkut permasalahan yang diteliti dihubungkan
dengan hasil penelitian yang diperoleh (data pustaka dan data lapangan). Dengan
demikian diharapkan dari pembahasan dan analisis yang dilakukan diperoleh suatu
kesimpulan yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
Download