BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori/ Metode Adapun teori dan metode yang digunakan penulis dalam pembuatan film pendek animasi Pesta Para Tikus, dijabarkan di bawah ini. 4.1.1 Teori Film Mengacu kepada Louis Gianetti dan Maya Deren dalam Understanding Movie (1982), film adalah sebuah media gambar bergerak yang memiliki cara yang sangat beragam dalam menyampaikan ekspresi. Sebuah film dapat mengekspresikan begitu banyak ide dan emosi secara simultan. Film adalah sebuah komposisi visual yang terproyeksikan pada layar datar 2 dimensi. Dengan menambahkan tarian, dapat dihasilkan aransemen gerak; dengan unsur teater, menambahkan intensitas dramatisasi sebuah adegan; dengan musik, memberi irama dan penekanan situasi waktu yang ingin disampaikan; dengan puisi, memberikan penekanan pada gambar, dengan rangkaian kata, merangkum abstraksi musik latar yang hanya terdapat dalam bahasa kata-kata. Dua metode yang paling umum dipakai untuk mengklasifikasikan film adalah berdasarkan style dan tipe. Ada tiga style mayor, yakni Realis, Klasik, dan Ekspresionis. Berdasarkan tipe, film dapat dikategorikan sebagai film Dokumenter, Fiksi, dan Avant-garde. Film realis cenderung memakai tipe dokumenter dalam pembuatannya. Film ekspresionis cenderung dengan avant-garde dan paradigma film klasik cenderung memiliki tipe fiksi. Film Klasik dapat dipandang sebagai style yang menghindari ekstrimnya style realis dan ekspresionis, walau sebagian besar film klasik pasti mengacu pada salah satu style tersebut, entah realis ataukah ekspresionis. 20 21 Gambar 16. The Arrival of a Train, karya Lumière bersaudara. Sebelum akhir dari abad ke-20, film mulai berkembang ke dua arah besar; realis dan ekspresionis. Pada pertengahan tahun 1890, di Perancis, Lumière bersaudara berhasil menarik banyak perhatian terhadap film-film pendek mereka yang menggambarkan kegiatan sehari-hari. Film seperti The Arrival of a Train mengesankan banyak orang karena mereka berhasil menangkap irama dan spontanitas dari kejadian, seolah-olah penonton menontonnya dari dekat. Pada saat yang hampir bersamaan Georges Méliès memproduksi sederetan film fantasi yang menekankan pada kejadian yang murni imajinasi. a Trip to the Moon adalah hasil olahan dari narasi yang berseloroh dan trik fotografi. Dapat dikatakan bahwa Lumière bersaudara adalah Bapak Tradisi Film Realis dan Georges Méliès adalah Bapak Tradisi Film Ekspresionis. Gambar 17. A Trip to the Moon, karya Georges Méliès. 22 4.1.1.1 Film Klasik Pada dasarnya, film klasik berusaha menghindari kecenderungan ekstrim dari realis dan ekspresionis, menjadikan presentasi dengan kesan artistik seminimal mungkin yang memberikan kesan logis. Film dengan gaya ini biasanya dibangun dengan elegan dan indah sekali, namun gayanya sendiri tidak menjadi pusat perhatian. Gambar yang ditampilkan berelevansi dengan cerita dan karakterisasi tokoh, dari pada hanya menunjukkan estetika semata. Fungsi sangat ditekankan di sini. Film klasik sangat bergantung pada cerita, narasinya membuat penonton berkelana dalam pikirannya. Dalam salah satu gunanya sebagai film hiburan, film mengangkat tema populer pada jamannya, karakternya dimainkan oleh tokoh terkenal, di mana di dalam film, penokohan dimaksudkan untuk menunjukkan kharisma pemain. Manusia adalah unsur material paling utama dalam film ini. Karakterisasi tokoh dalam film ini cenderung menarik, dengan sedikit nilai romansa. Penonton diharapkan untuk mengidentifikasi nilai karakter. 4.1.1.2 Film Ekspresionis Dalam film dengan style ekspresionis, detail pada film lebih teliti dan akurat diseleksi, dan terkadang, detail-detail tersebut diisolasikan dari konteks ruang dan waktu. Dengan maksud tertentu, materi mentah, diolah, dipercantik tata artistiknya, didistorsikan, sehingga hanya seorang yang benar-benar lugu dapat mengira bahwa gambar ekspresionis adalah gambar nyata. film ekspresionis cenderung flamboyan. Fokus utama sutradara adalah menampilkan pengalaman subjektif akan kenyataan, bukan pada bagaimana penontonnya akan melihatnya. Style Ekspresionis, menaruh minat pada bagaimana kebenaran spiritual dan psikologi yang dirasakan sutradara dapat dimengerti dengan baik, dengan cara menciptakan berbagai distorsi. Fungsi kamera adalah alat untuk menampilkan ekspresi diri, sebuah metode untuk memberi kesan pada subjek masalah, sebuah cara untuk mengemukakan esensi, dibandingkan objek secara natural. Ada banyak manipulasi dilakukan, mengubah bentuk realita, dalam film ekspresionis. 23 4.1.2 Teori Animasi Animasi, pada dasarnya adalah sebuah metode bagaimana menjadikan kumpulan gambar diam menjadi sebuah gambar bergerak. Untuk menjadikan sebuah gambar terlihat cukup nyata dalam animasi, beberapa ahli animasi merumuskan prinsip-prinsip animasi yang mendukung animasi itu sendiri. Salah satunya adalah 12 prinsip animasi yang cukup terkenal dari Disney. Penulis tidak menjabarkan seluruhnya. Hanya prinsip utama yang akan dipakai oleh penulis dalam konsep tugas akhir ini. 4.1.2.1 Squash dan Stretch Aksi ini memberikan ilusi dari berat dan volume kepada karakter saat ia bergerak. Terutama dalam animasi dialog dan ekspresi wajah. Seberapa ekstrim penggunaan teknik ini tergantung dari kebutuhan animasi. 4.1.2.2 Staging Pose atau sebuah aksi harus bisa mengkomunikasikan secara jelas kepada penonton, sikap, mood, reaksi, ide dari sebuah karakter, karena seorang karakter berelasi erat dengan alur cerita. Dengan efektif menggunakan type of shot juga sangat membantu menceritakan cerita. Animasi dan background seharusnya bekerja sama membuat sebuah kesatuan scene. 4.1.2.3 Follow Through dan Overlapping Action Saat tubuh utama dari karakter berhenti bergerak, bagian-bagian yang lain akan terbawa dalam massa gerak. Misalnya lengan, rambut yang panjang, baju, gaun, telinga yang panjang, dan ekor. Tidak ada satu gerakpun yang berhenti sekaligus. Penentuan timing menjadi sangat penting dalam prinsip animasi ini. 4.1.2.4 Slow In dan Slow Out Beberapa gerak dibuat lebih lambat dan beberapa gerakan dipercepat dengan mengurangi, atau menambah jumlah frame sebelum dan sesudah aksi. 24 4.1.2.5 Secondary Action Aksi ini memberikan dan memperkaya gerakan utama, memberikan lebih banyak dimensi dalam animasi karakter, ataupun menguatkan gerakan utama. Misalnya saat sebuah karakter berjalan dengan marah, selain kaki yang dihentak-hentakkan, tangan juga ikut bergerak dengan cepat dan kuat. Contoh lainnya, sambil seseorang berjalan, kepalanya menengok ke samping dan berbicara dengan lawan bicaranya. 4.1.2.6 Timing Penentuan timing dari sebuah momen menjadi aspek penting yang menekankan dramatisasi sebuah adegan. Timing berguna untuk membangun mood, emosi, dan reaksi karakter terhadap sebuah situasi. 4.1.2.7 Solid Drawing Adalah prinsip dasar dari bentuk, berat, dan volume, solidnya ilusi tiga dimensi. Dengan menjaga konsistensi ini, memberikan visual bentuk berdimensi dalam ruang dan waktu. 4.1.2.8 Appeal Setiap tokoh hiburan dunia nyata memiliki kharisma. Setiap karakter dalam animasi harus memiliki daya pikat. Tidak berarti sebuah karakter harus tampak manis dan lucu, bisa juga heroik, gagah, pelawak, bijak, dan lain sebagainya. Pengembangan sebuah karakter baik dari segi konsumsi pikiran dan mata penonton, haruslah direncanakan dengan matang. 4.1.3 Teori Kamera Jenis shot ditentukan dari jumlah subjek yang ingin ditampilkan di dalam sebuah frame. Dalam praktek sebenarnya, pertimbangan dalam mendesain shot, memiliki persepsi cukup beragam. Sebuah medium shot oleh seorang director, dapat dianggap sebagai sebuah close up menurut persepsi yang lain. Jadi, secara umum shot ditentukan dari berapa banyak figur manusia di dalam satu frame. Jenis shot 25 tidak ditentukan berdasarkan jarak antar kamera dan objek yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah lensa tele dapat menghasilkan gambar close up, padahal kamera berjarak cukup jauh dari objek. 4.1.3.1 Type of Shot Semakin banyak area yang dicover di dalam sebuah shot, semakin tidak detail gambar itu dan semakin abstraklah bentuknya. Semakin sedikit area yang dicover, semakin ber-disorientasi sebuah gambar dalam konteks fisiknya. Sutradara film realis cenderung ingin memberikan spasial/ ruang di dalam scene, di mana setiap detil dapat terakomodasi di dalam sebuah frame. Sutradara jenis ini cenderung memberikan long shot, untuk menampilkan relasi antara manusia dan settingnya. Bagi sutradara ekspresionis, mereka lebih suka memakai shot yang dekat/ close up. Teorinya adalah menjadikan fragment dari ruang dan waktu menjadi detail-detail dari keseluruhan. Dalam praktek nyatanya, bagi sutradara, pilihan shot adalah berdasarkan kebutuhan emphasis, dibandingkan ekslusi. Walau ada begitu banyak jenis shot di dalam film, pada dasarnya semua berdasarkan dari tujuh kategori dasar: ekstrim long shot, long shot, full shot, medium shot, close up, ekstrim close up, dan deep fokus. 26 Gambar 18. (dari atas ke bawah, kiri ke kanan) Ekstrim long shot, long shot, full shot, medium shot, medium close up, close up, ekstrim close up. 4.1.3.2 Angle Kamera Sudut pandang/ angle dari sebuah shot, seringkali adalah bentuk dari komentar seorang sutradara terhadap permasalahan yang dihadapi subjek. Di dalam setiap gambar, pemilihan angle dapat menjadi cara mendeskripsikan sebuah kejadian dengan sangat efektif. Misalnya dalam angle yang standar, dapat berarti bahwa itu dimaksudkan untuk pemberian warna emosional. Pada angle yang cukup ekstrim, dapat menjadi representasi utama, makna dari sebuah gambar. Sebuah gambar di mana seseorang dipotret dari dari sudut yang tinggi, memberikan kesan yang bertolak-belakang dengan objek yang sama, namun dipotret dari low angle. Dalam menentukan angle setiap shot, patokan dasarnya tetap sama, yakni subjek dan permasalahannya. menjadi jelas bahwa bentuk/ form adalah konten/ isi dari pesan yang ingin disampaikan dan sebuah konten adalah form-nya. Sutradara film realis cenderung menghindari gambar-gambar dengan angle yang ekstrim. Hampir setiap scene difotografikan dalam eye level, sekitar 5-6 kaki dari tempat berpijak, perkiraan di mana seorang observer akan melihat kejadian tersebut. Eye level cenderung menjadi gambar yang secara intrinsik kurang dramatis, dan dianggap sebagai angle standar. 27 Bagi sutradara film ekspresionis yang tidak begitu peduli dengan apakah sebuah gambar dengan jelas terlihat, tetapi mengacu pada esensi objek yang berhasil ditangkap oleh gambar, angle ekstrim melibatkan distorsi. banyak sutradara merasa dengan menciptakan distorsi dari sebuah objek, dapat diperoleh sebuah nilai kebenaran secara simbolik. Para realis berusaha membuat penonton merasa mereka melihat gambar tanpa melalui kamera, sedangkan ekspresionis membuat kamera terusmenerus menjadi perhatian penonton. Pada dasarnya ada lima angle di dalam film, yakni: bird eye view, high angle, eye level shot, low angle, dan oblique angle. 4.1.4 Teori Warna Warna dapat dibedakan dalam dua kategori, yakni kromatik; merah, jingga, kuning, dan akromatik; putih, abu, dan hitam. Setiap warna bisa saja bright atau dull, nge-jreng atau kalem. Dengan kata lain, setiap warna memiliki beberapa tone. Tone warna adalah hasil dari interaksi dua faktor, yakni brightness atau value dan saturasi warna atau kroma. Warna tematis, seringkali dipakai di industri fashion, desain interior, desain produk, dan media visual. Setiap warna memiliki karakternya tersendiri. Warna bisa saja memiliki karakter berani atau pemalu, karakter kekanak-kanakan atau dewasa. Pemilihan warna dengan tepat menentukan berhasilnya pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah media audio visual. Cita rasa untuk warna-warna yang halus, tenang, keindahan dalam keseimbangan dan pesona, terdapat dalam komposisi warna elegan. Warna elegan mengarah ke warna keabu-abuan, di mana warna-warna kontras dan vulgar harus dihindari dalam komposisi ini. Kombinasi warna, harus berupa gradasi bisu. 4.2 Strategi Kreatif Berikut adalah strategi kreatif yang akan digunakan oleh penulis dalam rangka pemecahan visual dan animasi. 28 4.2.1 Konsep Penceritaan Konsep penceritaan terbagi dalam tiga hal utama, yakni mengenai penokohan, setting, dan penceritaan. 4.2.1.1 Tokoh Film Pendek Animasi Pesta Para Tikus memiliki 3 tokoh utama dengan penjabaran berikut: • Guru - Pak Ismail Guru pengganti Bu Titiek yang cuti melahirkan. Sudah tua, berumur sekitar 60 tahun dan masih bugar. Tokoh yang bijaksana dan selalu mencari perdamian. Sifatnya murah hati. Namun memiliki kebiasaan buruk mudah tertidur di dalam kendaraan yang berjalan. • Murid 1 - Ismail alias 'Ma'ing Ismail akrab disapa Ma'ing. Usianya 13 tahun, murid sekolah dasar, bersekolah di tempat yang sama dengan Memet. Sifatnya suka mendugaduga dan berprasangka buruk terhadap orang lain. Nakal dan jahil. • Murid 2 - Memet alias 'Met Namanya Memet akrab disapa dengan 'Met. Usia 12 tahun. Murid sekolah dasar. Sifatnya mudah terhasut, namun juga mudah iba dan tersentuh oleh hal-hal kecil seperti makanan dan kebaikan hati. 4.2.1.1 Setting Film pendek animasi Pesta Para Tikus akan memakai setting Jakarta tahun 1960, dengan set utama di dalam delman. Delman mulai berangkat dari Stasiun di Kota mengarah ke sebuah pasar, melewati jalan-jalan luas dengan pepohonan yang tersusun dengan rapi, beberapa ikon kota jakarta, kemudian berakhir di sebuah sekolah. Dalam perjalanan, delman akan berpapasan beberapa kali dengan kendaraan lainnya. Mengenai setting, akan ditata secara gaya ekspresionis. 29 Gambar 19. Gambaran Setting. 4.2.1.1 Cerita Cerita akan diolah sedemikian rupa sehingga mengetengahkan alur cerita seperti layaknya di dalam film-film klasik. Gaya penyutradaraan yang dikejar adalah klasik ekspresionis, yang memberikan penekanan di cerita lewat tata cara pengambilan adegan lewat kamera. Perkiraan durasi : 3 menit. • Ma'ing dan 'Met di duduk di atas delman yang padat dengan komoditi pasar. Delman sedang menunggu penumpang, sebelum berangkat ke tujuan. Pak Kusir sibuk menjejalkan barang-barang lainnya ke dalam delman. Ma'ing dan 'Met merasa risih dengan tempat duduk yg sempit. • Ma'ing memberitahu 'Met bahwa akan ada guru baru, menggantikan Bu Titiek yang cuti melahirkan. Keduanya sangat menyukai Bu Titiek dan mengira guru baru ini akan menggantikan guru kesayangan mereka untuk selamanya. • Pada saat mereka sedang mendiskusikan ketidaksukaan mereka terhadap guru baru, dan rencana mereka untuk membuat guru itu tidak merasa nyaman mengajar mereka, ketika itu naiklah seorang tua berpakaian rapi dengan barang bawaaan yang banyak. • "Turunlah Tuan! Tidak ada tempat untuk Tuan di sini!" kata Ma'ing pada si tua. alasannya tempatnya sempit. Sebenarnya masih ada ruang kosong, namun Ma'ing enggan berbagi. • "Kasihanilah bapak tua ini, kereta lain sudah penuh dan berangkat. Biarlah bapak tua ini duduk saja di lantai dan tidak akan mengusik kalian," pinta orang tua itu dengan ramah. Si tua menggelar tempat duduk di lantai dan 30 menempatkan barang bawaannya bersamanya. Ma'ing merasa tidak senang dan dongkol. • Saat delman berangkat, si tua mulai tertidur. Ma'ing memberi isyarat dengan tatapan jahil pada 'Met. Awalnya tidak, mau, namun pada akhirnya 'Met ikut-ikutan menggeledah barang milik si tua, yang ternyata adalah gulali dalam jumlah banyak. Mereka mencuri dan memakannya. • Tatkala delman berhenti di pasar dengan sentakan kuat yang mengakibatkan si tua terbangun dan anak-anak tertawa lepas. Si tua tampak bingung. • Ma'ing memberitahu si tua bahwa ada tikus di dalam kereta yang lapar sekali dan memakan semua gulali si tua, sambil tertawa jahil. 'Met ikut tertawa. Mereka mengharapkan si tua akan marah. • Namun si tua tidak marah. Dengan senyuman penuh pengertian, si tua berkata, "Kasihan, pasti mereka lapar sekali." • Ma'ing menjawab dengan nada jahil, "Tidak juga, tikus selalu seperti itu. Walau mereka tidak lapar, mereka menganyang apa saja sama saja." Lalu tertawa lagi ia bersama 'Met. • "Ini salahku, kalau saja saya tahu ada tikus di kereta ini, pasti saya bawa lebih banyak," kata si tua itu dengan lembut. • Ma'ing dan 'Met berhenti tertawa, mereka agak kecewa si tua tidak marah. • Tiba-tiba si tua melihat penjaja rambutan di pasar. Maka ia segera pergi keluar. • Si tua kembali dengan banyak rambutan, diberikan semuanya untuk Ma'ing dan 'Met. Mereka segera menerima rambutan tersebut. • "Bapak mau ke mana dan dari mana?" tanya 'Met di tengah perjalanan sambil memasukkan buah rambutan ke dalam mulutnya yang penuh. • "Saya dari kampung, hendak ke kota mencari pekerjaan," jawab si tua itu. • "Apa pekerjaan bapak?" tanya 'Met penasaran. • "Oh. Saya seorang guru. Saya mengajar Bahasa Indonesia," jawab si tua. • Ma'ing dan 'Met bersorak dan bertepuk tangan. "Bila begitu Bapak harus mengajar di sekolah kami," kata Ma'ing. • "Mengapa demikian?" tanya si tua. 31 • "Kami tidak bisa membiarkan guru baru itu mengajar kami!" jawab mereka. • Delman berhenti di sekolah. Seorang guru terburu-buru datang menghampiri delman dan menyambut si tua. "Pak Ismail, selamat datang," kata guru itu. "Ma'ing dan 'Met, sudahkah kalian memberi salam pada guru baru kalian?" 4.2.2 Mood Visual Pengembangan warna dalam Film Pendek Animasi Pesta Para Tikus akan memakai warna elegan sebagai tema. Selain memiliki unsur klasik, warna elegan menyingkapkan pesona Jakarta tahun 1960. Dalam pemakaian warna ini, penulis akan menghindari warna-warna kontras yang sifatnya terlalu mencolok. Gradasi warna yang akan diterapkan memiliki unsur keabu-abuan. Gambar 20. Mood Warna. 4.2.3 Acuan Gambar Visual Dalam pengembangan visual, Film Pendek Animasi Pesta Para Tikus akan mengadaptasi acuan-acuan di bawah ini. Gambar 21. Joseph the Dreamer. 32 Gambar 22. Variasi gambar hitam putih.