BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK

advertisement
BAB III
AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI
RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG
A. Tinjauan Umum Akta Otentik dan Akta dibawah tangan
Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo adalah surat sebagai alat
bukti yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak
atau
perikatan,
yang
dibuat
sejak
semula
dengan
sengaja
untuk
pembuktian.133Menurut R. Subekti, akta adalah suatu tulisan yang memang dengan
sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani. 134
Menurut ketentuan Pasal 1867 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan
tulisan-tulisan di bawah tangan“. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa akta terdiri atas 2 (dua) macam akta yaitu akta otentik dan akta di bawah
tangan.
Akta Otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata adalah akta yang dibuat
oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh pemerintah menurut peraturan
perundang-undangan.Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua
belah pihak, ahli warisnya atau atau orang-orang yang mendapatkan hak daripadanya.
Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak
hal 149.
133
Sudikno mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Lyberti,, 1981),
134
R.Subekti,Hukum Pembuktian, (Jakarta :PT. Pradya Paramita, 1991), hal. 89.
A.Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, (Bandung : Alumni, 1993), hal 3.
135
Universitas Sumatera Utara
dapat dibuktikan. Menurut R. Subekti bawa akta otentik merupakan suatu bukti yang
mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dapat
dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak
dapat dibuktikan.135Apabila ada akta yang batal sebagai akta otentik, maka akta
tersebut masih berfungsi sebagai akta di bawah tangan, apabila akta tersebut akta
tersebut ditandatangani oleh para pihak, sepanjang berubahnya status dari akta otentik
menjadi akta dibawah tangan tersebut tidak mendatangkan kerugian, maka Notaris
tersebut tidak bisa dituntut, sekalipun Notaris tersebut akan kehilangan nama baiknya.
Akta otentik yang dibuat oleh Notaris terbagi menjadi 2 bentuk yaitu pertama
akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta
pejabat (ambtelijke akten). Akta pejabat/akta relaas merupakan akta yang dibuat oleh
pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang
dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/para pihak
yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah
tidak adanya komparisi dan Notaris bertanggung jawabpenuh atas pembuatan akta. 136
Kedua, akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang
dinamakan akta partij (partij akten).Partij akta adalah akta yang dibuat dihadapan
para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari
pihak-pihak yang berkepentingan.Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi
136
137
R. Subekti, Op.Cit, hal. 48.
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap Notaris untuk membuat
akta.137
Perbedaan antara kedua jenis akta tersebut adalah dalam akta relaas
penandatanganan akta bukanlah suatu keharusan, akta tersebut masih dikatakan sah
apabila salah satu pihak atau lebih tidak menandatangani akta tersebut selama Notaris
menyebutkan alasan pihak tersebut tidak menandatangani akta.Sedangkan dalam akta
partij penandatangan oleh para pihak merupakan suatu keharusan yang menyatakan
bahwa memang benar yang bersangkutan memberi keterangan dihadapan Notaris.
Apabila salah satu pihak/penghadap tidak menandatanganiakta tersebut maka hal ini
berarti pihak tersebut tidak menyetujui isi perjanjian tersebut, kecuali tidak
menandatangani akta tersebut dikarenakan oleh keterbatasan fisik, misalnya
dikarenakan tidak bisa baca tulis, cacat, maupun sakit maka pihak tersebut akan
membubuhkan cap jempolnya dan Notaris menerangkan alasan pembubuhan cap
jempol tersebut dalam akhir akta.
Selain itu perbedaan kedua akta tersebut terletak pada pemberian pembuktian
sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta. Kebenaran isi akta pejabat (ambtelijk akte)
tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu adalah palsu, sedangkan
pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh bahwa akta tersebut akta palsu
akan tetapi dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang
138
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 110.
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan yang diuraikan dalam akta itu adalah tidak benar, artinya terhadap
keterangan yang diberikan itu diperkenalkan pembuktian sebaliknya. 138
Menurut Irawan Soerodjo, mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur
essensialia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu di dalam bentuk
yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum dan
akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan di
tempat dimana akta itu dibuat. 139Pendapat di atas sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk
yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapanpegawai-pegawai
umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.
Pengertian dari akta di bawah tangan ini dapat diketahui dari beberapa
perundang-undangan sebagai berikut :
1. Pasal 101 ayat b Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, menyatakan bahwa akta di bawah tangan, yaitu surat yang
dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan
maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau
peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
2. Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap sebagai tulisan di
bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar,
139
140
,hal. 56.
GHS Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 53.
Irawan Soerodjo,Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2003)
Universitas Sumatera Utara
surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa
perantaraan seorang pejabat umum.
Ciri-ciri akta dibawah tangan yaitu bentuknya yang bebas, pembuatannya
tidak harus di hadapan pejabat umum, tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama
tidak disangkal oleh pembuatnya dan dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian
tersebut harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi dan bukti lainnya.Oleh karena itu,
biasanya dalam akta di bawah tangan, sebaiknya dimasukkan dua orang saksi yang
sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian.
B. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik
Pembuatan akta otentik yang menjadi dasar dalam pembuatannya yaitu harus
adanya keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak.Untuk
memenuhi keinginan dan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan saran atau
nasehat dengan tetap berpijak pada aturan hukum.Ketikasaran atau nasehat Notaris
diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta otentik, maka tetap isi akta
merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.
Pengertian seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari
akta otentik, dalam hal ini tidak berarti pejabat umum dalam hal ini Notaris sebagai
pelaku dari akta tersebut, Notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak
dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta
otentik dipermasalahkan, maka tetap kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau
Universitas Sumatera Utara
yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum
Pidana atau sebagai tergugat atau turut tergugat dalam perkara perdata
Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris,
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang. Akta Notaris
dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan guna memastikan atau
menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum para pihak. Akta Notaris pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai
dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Notaris berkewajiban
untuk memasukkan dalam akta tentang apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti
sesuai dengan kehendak para pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi
dari akta tersebut. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris
dituangkan dalam akta Notaris.140Akta otentik terikat pada syarat-syarat dan
ketentuan dalam undang-undang, sehingga hal itu cukup merupakan jaminan dapat
dipercayanya pejabattersebut, maka isi dari akta otentik itu cukup dibuktikan oleh
akta itu sendiri. Dengan kata lain dapatlah dianggap bahwa akta otentik itu dibuat
sesuai dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan
sebaliknya.
Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku
bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan
dari pembuktian ini adalah untuk memberi kepastian kepada hakim tentang adanya
suatu peristiwa-peristiwa tertentu. Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak
140
Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
dan siapa yang harus membuktikan atau yang disebut juga sebagai beban pembuktian
berdasarkan Pasal 163 HIR ditentukan bahwa barang siapa yang menyatakan ia
mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu
atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya
hak itu atau adanya kejadian itu. Ini berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa siapa
yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus membuktikan. 141
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat para pihak yang
membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi.
Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat
subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat
perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian
itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para
pihak yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.
Notaris dalam membuat akta harus memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam perundang-undangan.Pasal 1869 KUHPerdata menyatakan bahwa
suatu akta yang dibuat di hadapan pejabat yang tidak berwenang itu, bukanlah suatu
akta otentik melainkan hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan apabila para
pihak telah menandatangani.Akta di bawah tangan dibuat oleh para pihak yang
berkepentingan tanpa bantuan dari seorang pejabat umum.
141
Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keempat, (Yogyakarta:
Liberty, 1993) , hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat
menurut bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang
yaitu KUHPerdata, UUJN dan UU perubahan atas UUJN, jika ada prosedur yang
tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat dibuktikan , maka akta
tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti
itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
Akta Notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian,
dalam hal ini ada 3 (tiga) nilai pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah
(uitwendige bewijskracht), kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht),
kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskrcht).142
Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) adalah kemampuan
lahiriah akta Notaris yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk
membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant seseipsa).Jika
dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum
yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku
sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang
membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.Dalam hal ini
beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris.
Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tandatangan dari
Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta akta dan salinan dan adanya
142
Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
awal akta(mulai dari judul) sampai dengan akhir akta. Menurut R. Soegondo
kemampuan lahiriah akta ialah syarat-syarat yang diperlukan agar supaya sesuatu
akta Notaris dapat berlaku sebagai akta otentik.143
Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht) adalah akta Notaris
harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta
betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang
menghadap.144Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus
dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran
hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran
mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan
dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan
atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran
tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang
dilakukan.Dengan kata lain pihakyang mempermasalahkan akta tersebut harus
melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris.
Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus
diterima oleh siapapun. 145
Kekuatan pembuktian materiil (materiele bewijskracht) menurut R. Soegondo
adalah kepastian bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian
yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak
143
R. Soegondo, Op. Cit, hal. 55.
R. Soegondo, Loc.Cit.
145
Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 27.
144
Universitas Sumatera Utara
dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).146Akta
otentik itu tidak hanya membuktikan bahwa para pihak sudah menerangkan bahwa
apa yang ditulis pada akta tersebut, tetapi juga menerangkan bahwa para pihak sudah
menerangkan apa yang ditulis adalah benar-benar terjadi.
Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai
akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut.Jika dapat dibuktikan dalam suatu
persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta
yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan atau akta tersebut didegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Akta otentik yang dibuat oleh Notaris dalam hal ini dapat dikatakan memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna selama dibuat menurut bentuk dan tata cara
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang yaitu KUHPerdata dan UUJN, jika
ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi dapat dibuktikan,
maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Jika sudah
berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan sepenuhnya kepada
hakim.
Mengacu pada penjelasan diatas artinya bahwa syarat akta Notaris sebagai
akta otentik adalah harus dibuat dengan tata cara maupun prosedur sebagaimana yang
ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh dan di hadapan pejabat
146
R. Soegondo, Op.Cit, hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
yangberwenang untuk di wilayah kedudukannya. Adapun Irawan Soerodjo
mengemukakan bahwa ada tiga unsur syarat formal suatu akta otentik :147
1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum
3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk
itu dan di tempat di mana akta itu dibuat.
Mengenai pembuatan akta Notaris oleh atau di hadapan Notaris diatur dalam
Pasal 1 angka 7 UU perubahan atas UUJN, hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris
ikut ambil bagian dalam perbuatan hukum yang mana dibuatkan akta olehnya,
Notaris tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak, Notaris tetap berada di luar
para pihak. Suatu saat apabila akta tersebut dipermasalahkan, maka Notaris dapat
menempatkan posisinya dengan tidak ikut sebagai pembantu tergugat dalam lingkup
Hukum Perdata maupun membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana.
Dari uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akta
Notaris adalah memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, dibuat oleh atau di
hadapan Notaris, mempunyai kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil, dan
dibuat berdasarkan ketentuan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia serta
memenuhi syarat otentisitas sebagaimana dipersyaratkan dalam UUJN sehingga akta
yang telah memenuhi semua persyaratan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna dan harus dinilai benar, sebelum dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
147
Irawan Soerodjo, Op.Cit, hal. 148.
Universitas Sumatera Utara
C. Akibat hukum terhadap Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang lahir
akibat wanprestasi hutang piutang
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan
negara di bidang Hukum Perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta
Notaris). Dalam pembuatan akta Notaris baik dalam bentuk partij akta maupun relaas
akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai sifat
otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Kewajiban
Notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia
juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang
datang kepada Notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar supaya
akta yang dibuat oleh Notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik
karena sebagai alat bukti yang sempurna.
Adapun kedudukan akta Notaris dapat dibagi menjadi 5 macam yaitu dapat
dibatalkan, batal demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
dibawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri dan dibatalkan oleh putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas
praduga sah.
Kelima kedudukan akta Notaris tersebut tidak dapat dilakukan secara
bersama-sama, tetapi hanya berlaku satu saja. Jika akta Notaris diajukan pembatalan
oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (Negeri) dan telah ada
putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta
Notaris mempunyai kududukan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta
Universitas Sumatera Utara
Notaris batal demi hukum, atau akta Notaris dibatalkan oleh para pihak sendiri
dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang lainnya tidak berlaku.
Hukum perjanjian memuat adanya akibat hukum tertentu jika syarat subjektif
dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orangorang tertentu atau yang berkepentingan. Pembatalan karena ada permintaan dari
pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut
pembatalan yang relatif atau tidak mutlak. Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua) yaitu
pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan
mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig
verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif (Pasal
1446 KUHPerdata) dan pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu
perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 KUHPerdata.
Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para
pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti
itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan,
bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat
suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu
atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335
KUHPerdata). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak
dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka
persetujuan tetap sah (Pasal 1336KUHPerdata), objektif tidak dipenuhi, maka
Universitas Sumatera Utara
perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak,
dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.
Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang
dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan
hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian sudah dianggap tidak ada,
maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau
menggugat dengan cara dan bentuk apapun.
Kausa yang halal merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
sahnya suatu perjanjian, artinya perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan baik. 148 Akta pelepasan hak dengan ganti
rugi yang merupakan objek dalam penelitian ini lahir dari perjanjian hutang piutang
yang mengandung unsur kuasa mutlak, yaitu pada poin keenam perjanjian hutang
piutang tersebut yang menyatakan:
“Apabila Pihak Pertama/Penerima Pinjaman tidak dapat melunasi hutangnya
tersebut kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman sampai dengan jangka waktu
yang telah disepakati bersama, maka kedua belah pihak sepakat jaminan yang
berupa tanah kebun yang luasnya kurang lebih 200.000 M 2 (dua ratus ribu
meter persegi) diserahkan kepada Pihak Kedua/Pemberi Pinjaman. Dengan
demikian, Pihak Pertama/Penerima Pinjaman tidak berhak lagi atas kebun
tersebut beserta pengelolaannya.”
Perjanjian yang terlarang dapat ditinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu:
1) Substansi perjanjian yang terlarang.
148
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik
,(Bandung: PT. Refika Aditama, 2008),hal.170.
Universitas Sumatera Utara
2) Pelaksanaan perjanjian yang terlarang.
3) Motivasi atau maksud dan tujuan perjanjian yang terlarang.149
Perjanjian hutang piutang yang menjadi objek penelitian tesis ini merupakan
perjanjian yang dilarang oleh undang-undang ditinjau dari substansi perjanjiannya.
Dalam kaitannya dengan aspek substansi, karena mengandung pembuatan kuasa
mutlak yang objeknya adalah hak atas sebidang tanah sebagai jaminan hutang.
Pengalihan barang jaminan kepada kreditur dalam hal debitur wanprestasi atau lalai,
dilarang oleh undang-undang yang diatur pada Pasal 1154 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata. Apabila si berutang tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka
tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang yang dijaminkan dalam perjanjian
hutang piutang tersebut. Segala perjanjian yang bertentangan dengan hal tersebut
adalah batal.150
Perjanjian yang dibuat mengandung pengalihan hak untuk menjamin hutang
piutang merupakan bentuk pelanggaran ketertiban umum. Perbuatan hukum ini tidak
dapat dianggap sebagai suatu pemberian kuasa secara sukarela dari pemberi jaminan
atau debitur, dan perjanjian tersebut menjadi tidak sah dan melanggar ketertiban
umum, karena merupakan penyelundupan hukum terhadap larangan yang bersifat
memaksa dimana jaminan harus dilakukan melalui pelelangan umum. 151
Ketentuan mengenai eksekusi hak tanggungan diatur pada Pasal 20 ayat (1)
sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
149
Ibid, hal.171
Ibid, hal.172
151
Irawan Soerodjo, Op.Cit, hal. 148.
150
Universitas Sumatera Utara
Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pasal 20
ayat (1) menyebutkan :
Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan : (a). Hak pemegang hak
Tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 atau (b) titel eksekutorial yang terdapat dalam
sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada krediturkreditur lainnya.
Pelelangan secara umum dapat dihindarkan dengan pelunasan hutang yang
dijamin dengan hak tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah
dikeluarkan sampai saat pengumuman untuk lelang belum dikeluarkan. Ketentuan
mengenai hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah.
Selain melalui pelelangan umum, obyek hak tanggungan dapat dilaksankan
dibawah tangan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang menyebutkan:
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek
hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di
bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan semua pihak.
Pelaksanaan penjualan melalui penjualan di bawah tangan, dilakukan setelah
waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan
Universitas Sumatera Utara
sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan
dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan dengan cara yang
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) batal demi hukum.
Tan Thong Kie dalam bukunya Studi Notariat menyatakan mengenai
penjualan barang jaminan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) dengan memakai hak pemegang jaminan yang disebut pelaksanaannya
segera (Pasal 1155 KUH Perdata).
2) dengan meminta hakim agar penjualan barang yang dijaminkan dilakukan
dengan cara dan perantara hakim (Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata).
3) dengan izin hakim barang yang dijaminkan tetap berada dan menjadi milik
pemegang jaminan dengan jumlah yang ditetapkan olehnya, atau
4) dengan memperhitungkan bunga yang dihasilkan barang yang dijaminkan
dengan bunga yang terutang.152
Segala penyelesaian yang dilaksanakan dengan “pelaksanaan segera” atau
yang diputuskan oleh hakim, berlaku ketentuan bahwa jika harga yang ditentukan
oleh hakim lebih tinggi daripada hutang ditambah dengan bunga dan ongkos, maka
kelebihannya harus segera diserahkan kepada debitur; sedangkan apabila harga yang
152
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris ,(Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 2007),hal.190.
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan hakim lebih rendah daripada hutang, bunga, dan ongkos, maka pemegang
jaminan tetap ada tagihan sampai sejumlah kekurangannya, tetapi sebagai kreditur
biasa ia tidak memiliki hak utama.
Pasal 1156 ayat (2) KUH Perdata menyatakan bahwa: “setelah penjualan
barang yang digadaikan terjadi, kreditur berkewajiban memberitahukan hal penjualan
itu kepada debitur selambat-lambatnya esok harinya.”
Lebih lanjut Pasal 1154 KUH Perdata menegaskan bahwa:
“Walaupun kreditur memiliki hak untuk membayar diri sendiri dari hasil
penjualan sebagaimana diuraikan di atas, kreditur sekali-kali tidak boleh
mengalihkan barang yang menjadi jaminan sebagai barang miliknya sendiri,
dengan ketentuan bahwa tiap ketentuan yang bertentangan dengan larangan
ini adalah batal demi undang-undang ”
Kasus hutang piutang dengan jaminan sebidang tanah yang diteliti dalam tesis
ini tidak dilaporkan para pihak sehingga, penulis hanya dapat menganalisis perbuatan
yang dilakukan Notaris X ini berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan jabatan Notaris, undang-undang
yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini, serta menurut pandangan pihakpihak yang berkompeten dalam hal ini yaitu Pengurus Majelis Pengawas Daerah
Notaris Kota Medan.
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan pengurus Majelis
Pengawas Daerah Kota Medan (MPD KM) menyatakan bahwa apabila ada akta
Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau yang berkepentingan, maka untuk
menyelesaikannya harus didasarkan pada kebatalan dan pembatalan akta Notaris
sebagai suatu alat bukti yang sempurna. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada akta-
Universitas Sumatera Utara
akta yang dibuat oleh Notaris akan dikoreksi oleh hakim pada saat akta Notaris
tersebut diajukan ke pengadilan sebagai alat bukti. 153
Alat bukti sah atau yang diterima dalam suatu perkara (perdata), pada
dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan,
sumpah, dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai pembuktian.
Dalam perkembangan alat bukti sekarang ini (untuk perkara pidana dan perdata) telah
diterima juga alat bukti elektronik atau yang terekam atau yang disimpan secara
elektronis sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan. Dalam kaitan
ini perlu diberi penekanan dan penjelasan terdap alat bukti tertulis dapat berupa
tulisan yang mempunyai nilai pembuktian. Secara tertulis tersebut dapat berupa surat
(secara umum) dan surat dalam bentuk tertentu serta tata cara pembuatan dengan
pejabat yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan.
Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta Notaris tersebut batal
demi hukum, dapat dibatalkan atau akta Notaris tersebut dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum. Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap
ketentuan-ketentuan pasal-pasal dalam UU perubahan atas UUJN, yang menyebabkan
suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau
akta menjadi batal demi hukum, maka pihak yang merugikan dapat menuntut
penggantian biaya, ganti rugi dan bunga pada Notaris. 154
153
Wawancara dengan Bapak Jonas Marolop Simarmata, Notaris/PPAT Kota Medan, pada
tanggal 7 Juni 2016.
154
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal suatu akta Notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan,
maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, Notaris dapat
dituntut untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh
karena kesalahan Notaris. Namun dalam hal pembatalan akta Notaris oleh pengadilan
dengan alasan bukan merupakan kesalahan Notaris, maka para pihak yang
berkepentingan tidak dapat menuntut Notaris untuk memberikan ganti rugi. 155
Seorang Notaris baru dapat dikatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum
apabila akta otentik yang dibuatnya dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi
syarat formil. Akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik pada dasarnya terjadinya suatu perkara
dimana pejabat umum telah mencari-cari keuntungan serta menyalahgunakan
kewenangan yang telah diatur dalam UUJN dan UU perubahan atas UUJN dan
seorang klien atau penghadap lainnya merasa dirugikan atas terbuatnya suatu akta
yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris,
sehingga berakibat akta otentik yang dibuat oleh Notaris dapat menjadi batal atau
dapat dibatalkan.156
Mengenai pembatalan akta adalah menjadi kewenangan hakim perdata, yakni
dengan mengajukan gugatan secara perdata kepengadilan. Apabila dalam persidangan
dimintakan pembatalan akta oleh pihak yang dirugikan (pihak korban) maka akta
Notaris tersebut dapat dibatalkan oleh hakim perdata jika ada bukti lawan.
155
Ibid,
Wawancara dengan Bapak Cipto Sunaryo, Ketua Dewan Kehormatan Daerah Ikatan
Notaris Indonesia Kota Medan, pada tanggal 23 Mei 2016.
156
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana diketahui bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat
bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna.
Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni
diajukannya gugatan untuk menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta
tersebut dibatalkan.
Pembatalan menimbulkan keadaan tidak pasti, oleh karena itu undangundang memberikan waktu terbatas dalam hal menuntut dimana oleh undang-undang
dapat dilakukan pembatalan apabila hendak melindungi seseorang terhadap dirinya
sendiri. Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak
dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum/perjanjian yang tercantum dalam akta
tersebut akan tetap berlaku atau sah. Setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap atas gugatan penuntutan pembatalan akta tersebut maka akta itu tidak
lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang otentik karena mengandung
cacat secara yuridis/cacat hukum, maka dalam amar putusan hakim perdata akan
menyatakan bahwa akta tersebut batal demi hukum. Dan berlakunya pembatalan akta
tersebut adalah berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat. 157
Pembatalan terhadap suatu akta otentik dapat juga dilakukan oleh Notaris
apabila para pihak/penghadap menyadari adanya kekeliruan atau kesalahan yang telah
dituangkan dalam akta tersebut. Sehingga dapat membuat keraguan terhadap
kesepakatan/perjanjian dari para pihak/penghadap, maka akta tersebut dapat
157
Wawancara dengan Bapak Jonas Marolop Simarmata, Notaris/PPAT Kota Medan, pada
tanggal 7 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
dibatalkan oleh Notaris. Bilamana Notaris terseret dalam perkara pemalsuan akta
yang menjadi aktor intelektualnya atau Notaris turut serta ikut melakukan pemalsuan
surat yang bisa dikategorikan dalam perbuatan tindak pidana tersebut maka secara
yuridis tidak dapat ditolelir bukan hanya berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi
juga oleh peraturan dalam KUHPerdata serta UUJN dan undang-undang
perubahannya.158
Akibat hukum ini juga telah sejalan dengan konsep perlindungan hukum yang
dikemukan Satijipto Raharjo yang menjelaskan bahwa perlindungan hukum
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang
lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum. Serta bahwa perlindungan hukum dibutuhkan
untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk
memperoleh keadilan sosial. Sesuai dengan pengertian konsep perlindungan hukum
yang dikemukan oleh para sarjana maka akibat hukum berupa pembatalan akta
otentik dapat melindungi para pihak yang merasa dirugikan oleh perbuatan melawan
hukum seorang Notaris dalam proses pembuatan akta otentik.
Akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh Notaris secara melawan
hukum sehingga menyebabkan akta otentik menjadi akta dibawah tangan serta akta
tersebut dapat dibatalkan telah sejalan dengan teori kewenangan dan konsep
perlindungan hukum. Seperti dikemukakan dalam teori kewenangan, Notaris dalam
membuat akta otentik termasuk dalam kewenangan secara atribusi, berdasarkan
158
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU perubahan atas UUJN. Terjadinya suatu akibat hukum
yaitu berupa akta otentik menjadi akta dibawah tangan dan akta tersebut dibatalkan
diakibatkan oleh penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Notaris, dimana
Notaris dalam menjalakan wewenangnya telah melanggar ketentuan perundangundangan yang mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan mengakibatkan
berubahnya kekuatan pembuktian akta dan adanya pembatalan akta otentik tersebut
oleh pengadilan.
Akibat hukum terhadap terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang
Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya keotentikkan
akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan sesuai dengan ketentuan Pasal 41 UU
perubahan atas UUJN serta akta otentik tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang
mendalilkan dapat membuktikannya dalam persidangan di pengadilan, karena
pembuatan suatu akta otentik harus memuat ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah,
formil dan materiil) atau salah satu unsur tersebut tidak benar dan menimbulkan
perkara pidana atau perdata yang kemudian dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
Sehingga dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris harus tunduk pada
ketentuan undang-undang dan akta tersebut dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai
dengan prosedur dan tata cara pembuatan akta otentik agar keotentikannya tidak
menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak sampai dibatalkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA PELEPASAN
HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI
HUTANG PIUTANG
A. Hubungan Hukum antara Para Penghadap dengan Notaris dalam Akta yang
dibuatnya
Hubungan hukum antara para penghadap dengan Notaris terjadi ketika para
penghadap datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke
dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian notaris
membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka
dalam hal ini memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi
hubungan hukum. Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah
sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang
bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut. 159
Notaris dalam menjamin pembuatan akta otentik, yang harus sesuai dengan
aturan hukum yang sudah ditentukan, maka notaris mengklasifikasikan 3 (tiga)
subyek hukum, yaitu: para penghadap, para saksi, dan Notaris.
Subjek hukum ini juga harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam
Pasal 39 UUJN yaitu:
159
Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), hal.57.
Universitas Sumatera Utara
1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. cakap melakukan perbuatan hukum.
2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2
(dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas)
tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas
dalam akta.
Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat
dibedakan dalam 3 (tiga) hal :
1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Apabila pihak
yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau
kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh
notaris dalam suatu akta notaris dihadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian
dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta
kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para
penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum
dan diharapkan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum
dan diharapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan
hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun
pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain
berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Hal ini
dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri
dihadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat
bahwa penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang
menjadi dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.
3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau
kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Pihak yang hadir dan
menandatangani akta dihadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam
jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar
keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak
lain.
Mengenai ketentuan para saksi diatur dalam Pasal 40 UUJN, yaitu:
1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain;
2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
b. cakap melakukan perbuatan hukum;
c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;
d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
Universitas Sumatera Utara
e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke
samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada notaris oleh penghadap.
4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi
dinyatakan secara tegas dalam akta.
Kedudukan saksi dalam pembuatan akta adalah sebagai saksi yang
bertanggungjawab sebatas pada formalitas-formalitas peresmian akta/ proses suatu
akta, akan tetapi saksi akta tersebut tetap dimintakan kesaksiannya. Dengan kondisi
tersebut, saksi dalam akta notaris merasa tertekan harus memberikan keterangan
tentang isi/materi akta yang memang bukan tanggung jawabnya. Tanggung jawab
saksi yaitu melihat kehadiran penghadap, kebenaran penghadap membubuhkan tanda
tangan serta melihat dan mendengar akta tersebut dibacakan oleh notaris. Jika akta
tersebut tersandung dalam masalah hukum, maka saksi dapat memberikan kesaksian
dalam pengadilan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya.
Saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian sebatas
tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajibannya yakni dalam melaksanakan
perintah atau tugas yang diberikan oleh notaris. Dari sifat kedudukannya sebagai
saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut
menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan
Universitas Sumatera Utara
dalam akta itu. Dalam pada itu, para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang
dibacakan itu, dan bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu
dalam ingatannya. Saksi tidak bertanggungjawab terhadap isi akta itu.
Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa kedudukan saksi sangatlah penting
dalam proses penyelesaian sebuah akta. Selain itu juga, saksi dapat membantu
Notaris, apabila akta tersebut tersandung dalam permasalahan hukum. Saksi akan
diminta pertanggungjawabannya berkaitan dengan melihat bahwa para penghadap
hadir pada saat proses peresmian akta, melihat bahwa akta tersebut benar dibacakan
dihadapan penghadap oleh Notaris serta bahwa para pihak membubuhkan tanda
tangan disertai oleh saksi-saksi.160
B. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta yang dibuatnya
Kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris hanya sebatas formalitasformalitas akta tersebut. Namun, untuk isi dari akta tersebut merupakan tanggung
jawab notaris. Notaris seharusnya mengerti isi atau klausul dalam akta tersebut dan
telah diketahui oleh para pihak, sehingga terjadi sengketa, saksi hanya menjelaskan
apa yang diketahuinya tentang formalitas tersebut. Isi akta tetap menjadi tanggung
jawab notaris.161
Ketentuan mengenai notaris diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UUJN, yaitu notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan dijabarkan dalam Pasal
160
161
G.H.S. Lumban Tobing., Op.,Cit.,hal.170
Habib Adjie., Op.,Cit.,hal 11-12.
Universitas Sumatera Utara
15 ayat 1 UUJN yaitu notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Setiap akta yang dibuat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh penghadap,
juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali
undang-undang menentukan lain. Sejak kehadiran penghadap dihadapan notaris untuk
menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta otentik, kemudian notaris
membuat akta notaris tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan
memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN, maka sejak
penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, disinilah telah
terjadi hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap. 162
Kedudukan notaris dalam pembuatan akta adalah notaris harus menjamin
bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah
ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta
tersebut. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan
hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggung jawab Notaris. 163
162
163
Agustining., Op.,Cit.,hal 65
Habib Adjie., Op.,Cit.,hal 55.
Universitas Sumatera Utara
Landasan terhadap hubungan hukum seperti tersebut diatas, perlu ditentukan
tanggung gugat notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa
(zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan
pekerjaan ataupun persetujuan perburuhan. Hingga sampai saat ini di Indonesia,
khususnya di kalangan notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggungjawaban
notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap, disamping
berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
1. Perbuatan Melawan Hukum Notaris
Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelumnya diartikan
secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang
timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran
yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti kerugian
karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan
dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan halhal yang diwajibkan oleh moral atau hal-hal yang diwajibkan dalam pergaulan
masyarakat.
Perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup salah
satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut:
1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam
pergaulan masyarakat yang baik. 164
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain adalah melanggar hakhak seseorang yang diakui oleh hukum, tetapi tidak terbatas pada hak-hak yaitu hakhak pribadi (persoonlijkheidsrechten), hak kekayaan (vermosgensrecht), hak atas
kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.165
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri adalah
suatu kewajiban hukum yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum
tertulis maupunhukum tidak tertulis. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan
adalah tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui
sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,
manakala tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak
lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian
berdasarkan atas perbutan melawan hukum seperti yang terkadung dalam Pasal 1365
Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Perbuatan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan
dalam pergaulan masyarakat yang baik atau yang disebut dengan istilah
zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum.Jadi, jika
seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar
pasal-pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan
melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati164
165
Munir Fuady I, Op.Cit, Hal. 6.
Munir Fuady I, Op.Cit, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat.Keharusan dalam pergaulan
masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang
bersangkutan.166
Rosa Agustina menjelaskan bahwa perbuatan melawan hukum dapat dijumpai
baik dalam ranah Hukum Pidana (publik) maupun dalam ranah Hukum Perdata
(privat).Sehingga dapat ditemui istilah melawan Hukum Pidana begitupun melawan
Hukum Perdata.Dalam konteks itu jika dibandingkan maka kedua konsep melawan
hukum tersebut memperlihatkan adanya persamaan danperbedaan. 167
Persamaan pokok kedua konsep melawan hukum itu adalah untuk dikatakan
melawan
hukum
keduanya
mensyaratkan
adanya
ketentuan
hukum
yang
dilanggar.Persamaan berikutnya adalah kedua melawan hukum tersebut pada
prinsipnya sama-sama melindungi kepentingan (interest) hukum.Perbedaan pokok
antara kedua melawan hukum tersebut, apabila melawan Hukum Pidana lebih
memberikan perlindungan kepada kepentingan umum (public interest), hak obyektif
dan sanksinya adalah pemidanaan.Sementara melawan Hukum Perdata lebih
memberikan perlindungan kepada private interest, hak subyektif dan sanksi yang
diberikan adalah ganti kerugian (remedies).
Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan
hukum adalah sebagai berikut :
166
167
Munir Fuady I, Loc.Cit.
Rosa Agustina, Op.Cit, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
1. Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban
kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk
meminta ganti rugi.
2. Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya
kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum yang
mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan
biasa maupun bisa juga perbuatan yang merupakan suatu kecelakaan.
3. Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban
mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak
memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.
4. Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian
dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak atau
wanprestasi terhadap kewajiban trust ataupun wanprestasi terhadap kewajiban
equity lainnya.
5. Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak atau
lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang
lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual.
6. Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan
hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum dan karenanya
suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan.
7. Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak seperti juga kimia bukan
suatu fisika atau matematika.168
Perbuatan melawan hukum lebih diartikan sebagai sebuah perbuatan melukai
(injury) daripada pelanggaran terhadap kontrak (breach of contract).Apalagi
perbuatan melawan hukum umumnya tidak didasari dengan adanya hubungan hukum
kontraktual. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan
perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan
oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ada 4 unsur Perbuatan
Melawan Hukum (PMH) yaitu :
168
Munir Fuady,Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat,Notaris,
Kurator, dan Pengurus, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum
Dikatakan perbuatan melawan hukum, tidak hanya hal yang
bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga jika berbuat atau tidak
berbuat
sesuatu
yang
memenuhi
salah
satu
unsur
berikut
yaitu
berbertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban
hukumnya sendiri, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan
keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang harus diindahkan
dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
2. Adanya unsur kesalahan
Unsur kesalahan dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan dan
akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku.
3. Adanya kerugian
Yaitu kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum tidak
hanya dapat mengakibatkan kerugian uang saja, tetapi juga dapat
menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup.
4.
Adanya hubungan sebab akibat
Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan
kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan
sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat
mencakup ranah bidang perdata, administrasi, kode etik profesi Notaris dan ranah
Universitas Sumatera Utara
bidang pidana. Adapun perbuatan melawan hukum dalam ranah bidang perdata diatur
dalam buku III Pasal 1352 KUHPerdata. Perbuatan melawan hukum berasal dari
undang-undang, bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan
melawan hukum murni merupakan akibat pelanggaran perbuatan manusia yang sudah
ditentukan sendiri oleh undang-undang. Sedangkan ranah bidang pidana yaitu
seorang Notaris dapat dikenakan tindakan pidana atas perbuatan yang melanggar
ketentuan dari kaedah peraturan larangan yang diterbitkan oleh negara. Hukum
Pidana adalah suatu kumpulan uturan yang berkaitan langsung dengan ketertiban
umum. Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undangundang sehingga sifatnya terbatas Ranah bidang administrasi dan kode etik yaitu
diberikan batasan seorang Notaris diketegorikan melanggar ketentuan UUJN, UU
perubahan atas UUJN dan kode etik Notaris secara formil atau perdata (law of tort)
atas apa yang mereka lakukan terkait dengan tindakan-tindakan Notaris. Seperti
penambahan, pengurangan, pencoretan, pengubahan akta tidak sesuai prosedur
dengan tidak dilakukan tidak dihadapan dua saksi, Notaris/saksi yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, Notaris mempunyai hubungan darah dengan salah satu
atau para penghadap.
Notaris melakukan perbuatan melawan hukum juga dapat didasarkan pada
Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu. Kesalahan Notaris dalam membuat
Universitas Sumatera Utara
akta sehingga menyebabkan pihak lain mengalami kerugian dapat termasuk perbuatan
melawan hukum karena kelalaian.
Adapun syarat perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum yaitu adanya
perbuatan, yang melawan hukum, harus ada kesalahan dan harus ada hubungan sebab
akibat antara perbuatan dan kerugian.
Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh subjek hukum yang melanggar ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan.
Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban sekaligus sebagai
anggota dari perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia memiliki kewajiban yang harus
dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugas jabatannya.
Kewajiban dan larangan Notaris diatur dalam UU perubahan atas UUJN (Pasal 16
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan Pasal 17) serta Kode Etik Notaris (Pasal 3 dan Pasal 4)
yaitu Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).
Notaris sebagai anggota organisasi profesi Notaris memiliki kewajiban dan
larangan yang diatur dalam suatu kode etik jabatan Notaris, serta kode etik tersebut
memiliki sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan
dalam kode etik jabatan Notaris tersebut. Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 3
Kode Etik Notaris. Selain kewajiban Notaris yang diatur dalam Kode Etik Notaris,
ada hal lain mengenai beberapa larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya
yang disebutkan dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris.
Apabila Notaris melanggar ketentuan dalam pasal-pasal tersebut diatas
Notaris telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dalam ranah Hukum
Universitas Sumatera Utara
Administrasi dan melanggar ketentuan kode etik jabatan Notaris yang berlaku.
Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat juga terjerat dalam kasus atau perkara
yang diakibatkan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan seorang Notaris
dalam proses pembuatan akta otentik, dalam ranah Hukum Pidana diantaranya dapat
berupa pemalsuan dokumen atau surat yang diatur dalam ketentuan Pasal 263 dan
Pasal 264 KUHP. Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP.
Notaris juga dapat dikatakan melakukan penggelapan apabila melanggar
ketentuan Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP. Pasal 372 yang menyatakan bahwa :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.
Sedangkan penjelasan dari Pasal 374 KUHP yang menyatakan bahwa
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang
disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Selain itu
perbuatan Notaris dapat dikategorikan dalam ranah pidana apabila seorang Notaris
memberikan keterangan palsu di bawah sumpah yang diatur dalam ketentuan Pasal
242 KUHP .
Adapun contoh pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Notaris misalnya
Notaris
memalsukan
surat
setoran
bea
perolehan
hak
atas
tanah
dan
bangunan(BPHTB) dan surat setoran pajak (SSP). Sedangkan contoh penggelapan
yang dilakukan oleh Notaris yaitu penggelapan BPHTB yang dibayarkan klien.
Universitas Sumatera Utara
2. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta yang melanggar Perbuatan
Melawan Hukum
Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan
atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum
secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa. Hubungan hukum dalam
bentuk perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya hubungan kontraktual antara
satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan hukum dapat terjadi satu pihak
merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tetapi dapat menimbulkan
kerugian pada salah satu pihak.169
Notaris sepanjang melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam peraturan yang berlaku dan telah memenuhi semua tata cara dan
persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para
pihak yang menghadap, maka berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata, yaitu: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan.
Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan
kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 1365
Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Bentuk tanggung gugat yang dianut oleh
Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ini adalah tanggung gugat
169
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kesalahan (liability based fault). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
pasal tersebut yang mensyaratkan adanya kesalahan pada pelaku untuk sampai pada
keputusan apakah perbuatan seseorang itu merupakan perbuatan melanggar hukum.
Selain itu perlu dipahami bahwa unsur kesalahan itu harus dibuktikan oleh pihak
yang menderita kerugian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1865 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata dan 163 HIR. 170
Perbuatan melanggar hukum, yang dimaksud dalam perbuatan melanggar
hukum oleh notaris, tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum,
melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain, yang
dimaksud dengan peraturan lain adalah peraturan yang berada dalam lapangan
kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun dalam masyarakat yang dilanggar,171 Dalam
kasus ini, maka terhadap Notaris yang aktanya cacat hukum, maka Notaris yang
bersangkutan telah menyalahi ketentuan Pasal 15 UUJN, yang dikaitkan dengan Pasal
1865 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Jo Pasal 1870 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata. Selain pengertian tentang perbuatan melanggar hukum seperti
tersebut di atas, maka sejak dijatuhkannya putusan dalam perkara Max Lindenbaum
vs Samuel Cohen pada tahun 1919, terdapat empat kriteria perbuatan melanggar
hukum, dan keempat kriteria tersebut adalah:
1. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
170
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
Akta, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm.179.
171
R. Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari sudut hukum
perdata, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal 6-7.
167
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan
Akta, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm.180.
Universitas Sumatera Utara
2. melanggar hak subjektif orang lain;
3. melanggar kaidah tata susila; dan
4. bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga
masyarakat atau terhadap harta benda orang lain. 172
Untuk adanya suatu perbuatan melanggar hukum tidak disyaratkan adanya
keempat kriteria itu secara kumulatif, namun terpenuhinya salah satu kriteria secara
alternatif, sudah cukup terpenuhi pula syarat untuk suatu perbuatan melanggar
hukum.
Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam
bentuk penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga berdasarkan adanya:
1) Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan
bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.
2) Ketidakcermatan, ketidaktelitian dan ketidaktepatan dalam:
a) Teknik administratif membuat akta berdasarkan UUJN
b) Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang
bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada
kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum
pada umumnya.173
Notaris sebelum diminta pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:
a. adanya diderita kerugian;
b. kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari notaris terdapat
hubungan kausal; dan
c. pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan. 174
173
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
(Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm.103-104.
174
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan
hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan
dengan karakter:
1) tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk
pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaanpekerjaan tertentu;
2) mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa Notaris
mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para
pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;
3) hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal
dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan
4) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan. 175
C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Akta PHGR yang Lahir Akibat
Wanprestasi Hutang Piutang
Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukannya, hukum sendiri memberikan batas-batas atau rambu-rambu tanggung
jawab notaris, sehingga tidak semua kerugian ditanggung oleh notaris akan tetapi
harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu pihak manakah yang melakukan
pelanggaran.
Atmadja berpendapat pertanggungjawaban adalah suatu kebebasan bertindak
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, tetapi pada akhirnya tidak dapat
melepaskan diri dari kebebasan bertindak, berupa penuntutan untuk melaksanakan
secara layak apa yang diwajibkan kepadanya. Pandangan tersebut bersesuaian dengan
batasan Ensiklopedia Administrasi yang mendefenisikan responsibility sebagai
175
Ibid.,hal.102.
Universitas Sumatera Utara
keharusan seseorang untuk melaksanakan secara layak apa yang telah diwajibkan
kepadanya.176
Notaris yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam
menjalankan
profesinya
wajib
mempertanggungjawabkan
perbuatan
yang
dilakukannya tersebut.Besarnya tanggung jawab Notaris dalam menjalankan
profesinya mengharuskan Notaris untuk selalu cermat dan hati-hati dalam setiap
tindakannya. Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang Notaris
dalam menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik
karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan pihak
lain.
Tugas seorang Notaris adalah membuat suatu akta otentik yang diinginkan
oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu. Tanpa adanya suatu
permintaan dari para pihak maka Notaris tidak akan membuatkan suatu akta apapun.
Notaris dalam membuat suatu akta harus berdasarkan keterangan atau pernyataan dari
para pihak yang hadir dihadapan Notaris, kemudian Notaris menuangkan keteranganketerangan/penyataan-pernyataan tersebut kedalam suatu akta, dimana akta tersebut
telah memenuhi ketentuan secara ilmiah, formil dan materiil dalam pembuatan akta
otentik. Serta Notaris dalam membuat akta tersebut harus berpijak pada peraturan
hukum atau tata cara prosedur pembuatan akta. Selain itu Notaris juga berperan
dalam hal memberikan nasehat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi oleh para pihak yang membutuhkan jasa seorang Notaris.Seandainya
176
Sutarto, Encylopedia Administrasi, MCMLXXVII, Jakarta, hal.291.
Universitas Sumatera Utara
nasehat hukum yang diberikan oleh Notaris kepada para pihak kemudian dituangkan
ke dalam bentuk akta maka hal tersebut tetap sebagai keinginan atau keterangan para
pihak yang bersangkutan, tidak sebagai keterangan atau pernyataan Notaris.
Seorang Notaris dapat secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama
dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu atau
menyuruh penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya
sebagai tindakan yang melanggar hukum. Jika hal ini dilakukan, selain merugikan
Notaris, para pihak, dan pada akhirnya orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, diberi sambutan sebagai orang yang senantiasa melanggar hukum.177
Aspek yang dijadikan batasan dalam hal pelanggaran oleh Notaris harus
diukur berdasarkan UUJN, artinya apakah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris
melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN, karena ada kemungkinan menurut
UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan UUJN, tetapi menurut
pihak penyidik perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Dengan demikian
sebelum melakukan penyidikan lebih lanjut, lebih baik memintapendapat mereka
yang mengetahui dengan pasti mengenai hal tersebut, yaitu dari organisasi jabatan
Notaris.Ancaman sanksi yang demikian itu dimaksudkan agar dalam menjalankan
tugas dan jabatannya, seorang Notaris dituntut untuk dapat bertanggungjawab
terhadap diri, klien, dan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun tanggung jawab hukum seorang Notaris dalam menjalankan
profesinya menurut Lanny Kusumawati digolongkan dalam 2 (dua) bentuk yaitu :
177
Habib Adjie I, Op.Cit. hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
1. Tanggung jawab Hukum Perdata yaitu apabila Notaris melakukan kesalahan
karena ingkar janji sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal
1234 KUHPerdata atau perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang
ditentukan dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Terhadap kesalahan
tersebut telah menimbulkan kerugian pihak klien atau pihak lain.
2. Tanggung jawab Hukum Pidana bilamana Notaris telah melakukan perbuatan
hukum
yang
dilarang
oleh
undang-undang
atau
melakukan
kesalahan/perbuatan melawan hukum baik karena sengaja atau lalai yang
menimbulkan kerugian pihak lain.178
Selain adanya tanggung jawab Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Notaris
yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan tugas dan
jabatannya, juga dikenakan tanggung jawab administrasi dan tanggungjawab terhadap
kode etik jabatan Notaris.Tanggung jawab administrasi, perdata dan kode etik Notaris
dengan dikenai sanksi yang mengarah pada perbuatan yang dilakukan oleh yang
bersangkutan, sedangkan pertanggungjawaban pidana yang dikenai sanksi pidana
menyasar pada pelaku (orang) yang melakukan tindakan hukum tersebut. Sanksi
administratif dan sanksi perdata bersifat reparatoir atau korektif artinya untuk
memperbaiki suatu keadaan agar tidak dilakukan lagi oleh yang bersangkutan
ataupun oleh Notaris lain. Regresif berarti segala sesuatunyadikembalikan kepada
suatu keadaan ketika sebelum terjadinya pelanggaran.Dalam aturan hukum tertentu,
disamping dijatuhi sanksi adminstratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana (secara
komulatif) yang bersifat comdemnatoir (punitif) atau menghukum, dalam kaitan ini
UUJN tidak mengatur sanksi pidana untuk Notaris yang melanggar UUJN.Jika terjadi
hal seperti itu maka terhadap Notaris tunduk kepada tindak pidana umum. 179
hal .49.
178
Lanny Kusumawati,Tanggung jawab Jabatan Notaris, (Bandung,:Refika Aditama, 2006),
179
Ibid, hal.123‐124.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hermin Hediati Koeswadji, suatu delik atau pebuatan yang dilarang
oleh undang-undang dan diancam dengan pidana mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut mempunyai unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar manusia
yang dapat berupa suatu tindakan atau tindak tanduk yang dilarang dan diancam
dengan sanksi pidana, seperti memalsukan surat, sumpah palsu, pencurian. Suatu
akibat tertentu yang dilarang dan diancam sanksi pidana oleh undang-undang, seperti
pembunuhan, penganiayaan.Keadaan atau hal-hal yang khusus dilarang dan diancam
sanksi pidana oleh undang-undang, seperti menghasut, melanggar kesusilaan umum.
Kedua mempunyai unsur subjektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri
manusia. Unsur subjektif dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvatbaarheid)
dan kesalahan (schuld).180
Batasan-batasan pemidanaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Notaris
adalah berupa ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang
sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat
dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar
untuk melakukan suatu tindak pidana. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam
membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak
sesuai dengan UUJN.Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang
180
Liliana Tedjosapatro, Mal Praktek Notaris dan Hukum Pidana, (Semarang: CV Agung,
1991) hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas
Notaris.181
Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasanbatasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya di samping memenuhi rumusan
pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris juga harus
memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUHP.Apabila tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tetapi jika ternyata
berdasarkan UUJN dan menurut penilaian dari Majelis Pengawas Daerah bukan suatu
pelanggaran.Maka Notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana,
karena ukuran untuk menilai sebuah akta harus didasarkan pada UUJN dan kode etik
jabatan Notaris.
Bentuk pertanggungjawaban seorang Notaris yang melakukan perbuatan
melawan hukum dalam pembuatan akta otentik harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan penuh tanggung jawab serta memuat rasa keadilan bagi pihak-pihak yang
dirugikan akibat perbuatan Notaris serta keadilan bagi Notaris itu sendiri.Hal ini
sejalan dengan konsep tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yang mengarahkan
pertanggungjwaban yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan perbuatan
melawan hukum dalam pembuatan akta otentik sesuai dengan tujuan hukum yaitu
yang lebih diutamakan memberikan keadilan bagi pihak yang dirugikan selajutnya
memberikan manfaat dan selanjutnya menjamin adanya kepastian hukum.
181
Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 124‐125.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam teori keadilan menurut Hans Kelsen yang menyatakan
bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat
mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat
menemukan kebahagian didalamnya. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa
tujuan dari pertanggungjawaban seorang Notaris yaitu untuk memberikan rasa adil
bagi para pihak maupun bagi Notaris sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum
seorang Notaris dalam pembuatan akta otentik.
Demikian pula dengan bentuk pertanggungjawaban Notaris yang melakukan
perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta otentik telah sesuai dengan teori
pertanggujawaban yang dikemukan oleh Kranenburg dan Vegtig dalam teori fautes
personalles yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan
kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.Dalam teori
ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi. Sehingga disini
Notaris berdasarkan teori pertanggungjawaban tersebut Notaris bertanggungjawab
secara pribadi atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya dalam pembuatan
akta otentik.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa bentuk pertangggungjawaban
terhadap Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta
otentik adalah seorang Notaris dapat dikenakan pertanggungjawaban secara perdata
berupa sanksi untuk melakukan penggantian biaya atau ganti rugi kepada pihak yang
dirugikan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris.,
Pertanggungjawaban secara administrasi berupa pemberian sanksi teguran lisan,
Universitas Sumatera Utara
teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan
pemberhentian dengan tidak hormat sebagai seorang Notaris.Pertanggungjawaban
terhadap kode etik profesi Notaris berupa pemberian sanksi teguran, peringatan,
pemecatan sementara (schorsing), pemecatan (Onzetting) dan pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.Sedangkan pertanggungjawaban secara
pidana seorang dapat berupa pemberian sanksi pidana penjara atau kurungan atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.Hal-hal tersebut berdasarkan temuantemuan dalam yurisprudensi mengenai pertanggungjawaban terhadap Notaris yang
melakukan perbuatan melawan hukum.
Terkait dengan perbuatan yang dilakukan Notaris X, sampai saat ini MPD
KM belum mengetahuinya sehingga sangat sulit untuk menindaklanjuti lebih jauh
mengenai kasus ini.182
Disamping itu, yang menjadi kendala dalam proses penyelesaian Notaris X
adalah MPD KM belum mendapat pengaduan dari para pihak dalam perjanjian
hutang piutang yang diikuti dengan Akta pelepasan hak dengan ganti rugi tersebut,
sehingga MPD KM tidak dapat menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan
terhadap Notaris X tersebut. Dalam hal ini, MPD KM memiliki kewenangan yang
terbatas untuk memberikan sanksi yang tegas kepada Notaris X yang apabila nantinya
diperiksa terbukti melakukan perbuatan yang melanggar UUJN dan Kode Etik
Jabatan Notaris. MPD KM mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi lisan
182
Wawancara dengan Bapak Cipto Sunaryo, Ketua Dewan Kehormatan Daerah Ikatan
Notaris Indonesia Kota Medan, 23 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
dan tertulis. Sanksi lisan dan tertulis tidak dapat memberikan efek jera bagi notaris
yang melakukan pelanggaran yang merugikan pihak secara materil dan immaterial.
Bahkan banyak terjadi kasus yang serupa dengan kasus Notaris X, akan tetapi
undang-undang belum mampu memberikan sanksi yang berat terhadap Notaris.
Seharusnya UUJN dapat melakukan perubahan-perubahan dengan memberatkan
sanksi terhadap notaris dan mengatur secara tegas mengenai sanksi pidana terhadap
notaris. Dalam UUJN tidak memberikan kepada MPD untuk menjatuhkan sanksi
apapun terhadap notaris, hanya MPW dan MPP yang berwenang memberikan sanksi
teguran lisan dan tertulis serta putusan tersebut bersifat final.
MPD tidak mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi apapun.
Meskipun MPD mempunyai wewenang untuk menerima laporan dari masyarakat dan
dari notaris lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris, tapi
tidak diberikan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi apapun. MPD dalam hal
ini hanya berwenang untuk melaporkan hasil sidang dan pemeriksaannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, notaris
yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris.
MPW dapat menjatuhkan sanksi berupa sanksi teguran lisan atau tertulis, dan
sanksi seperti ini bersifat final. Disamping itu, mengusulkan pemberian sanksi
terhadap notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara
dari jabatan notaris selama 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan atau pemberhentian
dengan tidak hormat dari jabatan notaris. Menurut Pasal 77 huruf c UUJN, Majelis
Universitas Sumatera Utara
Pengawas Pusat berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara. Sanksi
seperti ini merupakan masa menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum
dijatuhkan sanksi lain, seperti sanksi pemberhentian tidak hormat dari jabatan notaris
atau pemberhentian dengan hormat dari jabatan notaris.
MPP hanya berwenang untuk mengusulkan pemberian sanksi berupa
pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya dan pemberhentian tidak hormat
dari jabatannya dengan alasan tertentu berdasarkan ketentuan Pasal 12 UUJN kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sanksi teguran lisan sampai pemberhentian tidak hormat adalah kewenangan
dari MPW dan MPP. Lemahnya pengaturan hukum dan terbatasnya pemberian
kewenangan terhadap MPD menjadi salah satu yang menyulitkan proses penyelesaian
terhadap kasus Notaris X dan kasus yang sama lainnya yang belum dilaporkan oleh
masyarakat. MPD KM menyarankan:
1. Adanya pengaturan hukum yang kuat sebagai dasar hukum terhadap
kewenangan terhadap MPD yang dapat memberikan sanksi yang tegas
terhadap notaris yang melakukan pelanggaran.
2. Perlunya pemberlakuan BPN online secara efektif sehingga dapat membantu
MPD maupun para pihak untuk memonitor pekerjaan dari seorang notaris.
Tidak adanya laporan dari pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian
hutang piutang yang diikuti Akta pelepasan hak dengan ganti rugi ini mengakibatkan
lambatnya proses penyelesaian kasus Notaris X. Akan tetapi, MPD KM akan
berupaya untuk menyelesaikan kasus ini dengan melakukan pemeriksaan lebih teliti
Universitas Sumatera Utara
lagi terhadap para notaris di wilayah Kota Medan sehingga kewajiban-kewajiban
notaris X selaku pejabat publik dapat dipenuhi dan siap mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini hanya membahas
pertanggungjawaban notaris X terkait pembuatan perjanjian hutang piutang yang
diikuti dengan perjanjian pelepasan hak dengan ganti rugi dengan melakukan
analisisterhadap UUJN, UU perubahan atas UUJN, dan dengan Kode Etik Notaris.
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya tunduk dan patuh pada
UUJN.Oleh karena itu apabila Notaris melakukan pelanggaran dalam melaksanakan
tugas dan jabatannya, Notaris diancam sanksi sebagaimana tertuang dalam UUJN.
Sanksi terhadap Notaris dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu sanksi perdata berupa
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima
Notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau aktamenjadi batal demi
hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 UU perubahan atas UUJN. Selain
sanksi perdata, juga ditentukan sanksi adminstrasi yaitu berupa teguran lisan, teguran
tertulis,
pemberhentian
sementara,
pemberhentian
dengan
hormat,
sampai
pemberhentian dengan tidak hormat, sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal
dalam UU perubahan atas UUJN.183
Selain itu, Notaris juga masih harus menghadapi ancaman sanksi berupa
sanksi etika jika Notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik jabatan Notaris,
dan bahkan dapat dijatuhi sanksi pidana. Namun demikian, sanksi pidana terhadap
183
Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 91‐92.
Universitas Sumatera Utara
Notaris harus dilihat dalam rangka menjalankan tugas jabatannya, dan tunduk pada
ketentuan pidana umum yaitu KUHP, UUJN dan UU perubahan atas UUJN tidak
mengatur mengenai tindak pidana khusus untuk Notaris.
Dalam penjatuhan sanksi terhadap Notaris, ada beberapa syarat yang harus
terpenuhi yaitu perbuatan Notaris harus memenuhi rumusan perbuatan itu dilarang
oleh undang-undang, adanya kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan Notaris
tersebut serta perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum, baik formil maupun
materiil. Secara formal disini sudah dipenuhi karena sudah memenuhi rumusan dalam
undang-undang, tetapi secara materiil harus diuji kembali dengan kode etik, UUJN
dan UU perubahan atas UUJN.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Legalitas Akta PHGR yang lahir akibat wanprestasi hutang piutang tidak sah
dan batal demi hukum karena melanggar sumber hukum formal yakni:
undang-undang yang berlaku dan beberapa yurisprudensi hukum. Akta PHGR
yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris X lahir akibat ketidaksanggupan si
berutang (debitur) membayar hutangnya kepada si berpiutang (kreditur) sesuai
dengan jangka waktu yang telah disepakati dalam Perjanjian hutang piutang
yang disahkan penandatanganannya dihadapan Notaris X.Perjanjian Hutang
Piutang tersebut berdasarkan Ketentuan Hukum Perdata telah memenuhi
syarat sahnya suatu perjanjian. Akan tetapi, tidak serta merta menjadikan
perjanjian itu memiliki legalitas yang kuat. Isi dari perjanjian hutang piutang
yang disahkan penandatanganannya dihadapan Notaris X tersebut telah
melanggar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tanggal 6
Maret 1982 Tentang larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai dasar
pemindahan hak atas tanah,melanggar dalil (adagium) yang termaktub dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1440
K/Pdt/1996 tanggal 30 Juni 1998 yang menyatakan suatu perjanjian hanya
boleh berisi satu perbuatan hukum, melanggar Yurisprudensi Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3438 K/Pdt/1985 Tanggal 9
Universitas Sumatera Utara
Desember 1987 yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hutang piutang
dengan jaminan sebidang tanah tidak dapat begitu saja menjadi perbuatan
hukum jual beli tanah manakala si debitur tidak melunasi hutangnya,
melanggar
Yurisprudensi
Putusan
Mahkamah
Agung
Nomor
2817
K/Pdt/1994 tentang jual beli yang dilakukan dengan dasar kuasa mutlak maka
tidak sah dan batal demi hukum, serta Yurisprudensi Mahkamah Agung
Nomor 17 K/Sip/1959 yang menyatakan bahwa jual beli yang ditinjau dalam
keseluruhan mengandung ketidakberesan, seperti orang-orangnya, tidak
meyakinkan secara materil dan tidak adanya persetujuan kehendak yang
bebas.
2. Akibat hukum terhadap akta PHGR yang lahir akibat wanprestasi hutang
piutang
yang penulis
teliti
adalah masih
belum
dapat
dipastikan
penyelesaiannya karenaMajelis Pengawas Daerah Kota Medan tidak
mendapat laporan dari para pihak terkait kasus tersebut sehingga penulis
hanya dapat menganalisis perbuatan yang dilakukan Notaris X ini berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jabatan Notaris,
undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam
penulisan ini, serta menurut pandangan pihak-pihak yang berkompeten dalam
hal ini yaitu Pengurus Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Medan.
Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta Notaris tersebut batal
demi hukum, dapat dibatalkan atau akta Notaris tersebut dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Universitas Sumatera Utara
3. Pertanggungjawaban Notaris X dalam pembuatan Akta PHGR yang lahir
akibat wanprestasi hutang piutang yang diteliti dalam tesis ini belum dapat
dimintai pertanggungjawabannya karena, temuan kasus yang diteliti penulis
dalam tesis ini belum dilaporkan kepada Majelis Pengawas Daerah Kota
Medan sehingga sulit untuk menindaklanjuti lebih jauh kasus ini. Akan tetapi,
berdasarkan kajian yuridis terkait pelanggaran hukum atas pembuatan akta
yang dilakukan oleh Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban berupa
sanksi perdata, pidana, dan sanksi administratif.
B. Saran
1. Hendaknya para pengemban profesi Notaris dan para pihak terhindarkan dari
segala resiko baik berupa sanksi maupunbatalnyasuatuakta, maka Notaris dan
para pihak harus memiliki sifat kehati-hatian, lebih teliti dan memiliki itikad
baik dalam pembuatan akta otentik serta mematuhi ketentuan hukum yang
berlaku dan berlandaskan pada moral dan etika.
2. Hendaknya Majelis Pengawas Daerah Khususnya MPD Kota Medan lebih
teliti dan cermat dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap
akta-akta yang dibuat dan dilaporkan Notaris setiap bulannya. Hal ini untuk
mengetahui dan mencegah adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang
Notaris dalam menjalankan profesinya.
3. Hendaknya Pemerintah selaku lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) selaku lembaga legislatif merekonstruksi kembali pengaturan
Universitas Sumatera Utara
dalam UUJN mengenai penggabungan penerapan sanksi sebagai bentuk
pertanggungjawaban seorang Notaris, karena pengaturan penggabungan
penerapan sanksi ini tentunya akan lebih memberikan perlindungan dan
kepastian hukum bagi para pihak dalam hal perbuatan melawan hukum yang
dilakukan para pengemban profesi Notaris.
Universitas Sumatera Utara
Download