Pembaca Yth, Selamat datang di Infinity Online edisi Februari 2014 Pada edisi ini, PT Sysmex Indonesia akan mengulas tentang: Selayang Pandang Panduan Urinalisis Perhimpunan Laboratorium Klinik Eropa, Contoh Kasus Klinik pada Anemia Megaloblastik. Selayang Pandang Panduan Urinalisis Perhimpunan Laboratorium Klinik Eropa Contoh Kasus Klinik pada A nemia Megaloblastik Kami tunggu kritik dan saran Anda di: [email protected] Selamat membaca! Selayang Pandang Panduan Urinalisis Perhimpunan Laboratorium Klinik Eropa Pada umumnya negara di Eropa tidak menerapkan suatu panduan urinalisis spesifik. Perkembangan panduan urinalisis bisa ditelusuri berdasarkan rekomendasi standardisasi analisis partikel dalam urin yang dibuat oleh kelompok kerja Finnish pada tahun 1990. Dalam pernyataan yang dibuat, maka direkomendasikan pewarnaan partikel dalam urin menggunakan Sternheimer-Malbin dan hitung sel menggunakan kamar hitung Fucsh Rosenthal. Kemudian panduan tersebut juga ditemukan dalam dokumen CLSI (Clinical Laboratory Standards Institute )1995 yang kala itu bernama NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standards). Pada tahun yang sama di Jepang juga mengadopsi panduan NCCLS tersebut sehingga muncullah panduan urinalisis di Jepang yang dikenal sebagai JCCLS (Japanese Committee for Clinical Laboratory Standards). Pada tahun 1998 perusahaan Sysmex di Jepang menerjemahkan panduan berbahasa Jepang tersebut ke bahasa Inggris sehingga sejak saat itu akses panduan urinalisis di Jepang semakin luas.1 Persiapan untuk membuat panduan urinalisis di Eropa menghabiskan waktu sekitar 3 tahun. Pada waktu itu Kelompok Urinalisis Eropa (EUG) mengajukan “Panduan Urinalisis Eropa” bekerjasama dengan Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik dan Penyakit Infeksi (ESCMID) di bawah pengawasan Konfederasi Laboratorium Klinik Eropa (ECLM). Panduan urinalisis Eropa kemudian ditampilkan dalam Jurnal Scandinavia (Scandinavian Journal of Clinical and Laboratory Investigation). 1,2 UX-2000 Fully Automated Integrated Urine Analyzer UX-2000 mengintegrasikan pemeriksaan urin kimia dan sedimen sehingga hasil yang diperoleh lebih komprehensif dengan dilengkapi crosscheck function serta 2 level Quality Control. Teknologi Fluorescence Flow Cytometry yang telah teruji digunakan untuk menganalisis sedimen, Dual Wavelength Reflectance untuk analisis kimia, dan metode refraktometri untuk pengukuran specific gravity. Selain itu UX-2000 juga menyediakan informasi Panduan yang dikeluarkan ini menjelaskan adanya 4 level hirarki yang umumnya dilakukan dalam urinalisis. Level 1 merupakan level tidak terstandardisasi yang masih banyak dikerjakan oleh analis di laboratorium sehingga tidak direkomendasikan. Level 2 telah terdapat standarisasi dalam urinalisis dan direkomendasikan terutama untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit ginjal. Pada level ini maka digunakan mikroskop fase kontras namun sentrifugasi urine tetap dilakukan sehingga kecenderungan untuk kehilangan partikel dalam urin lebih besar serta telah dilengkapi dengan kamar hitung dan pewarnaan Gram. Level 3 merupakan prosedur yang mirip dengan level 2, yang membedakan adalah pada level ini sampel urine tidak disentrifugasi serta satuannya terstandarisasi dalam µL. Sedangkan level 4 dipertimbangkan sebagai metoda referensi selain mesti memastikan jumlah sel yang dihitung secara tepat juga memastikan bahwa kemungkinan penyebab hasil yang bias mampu ditiadakan.1 Kelompok kerja ISLH (International Society for Laboratory Hematology) telah mengembangkan metoda rujukan tersebut.1,3 Sejak Sysmex mengeluarkan produk instrumen otomatik urinalisis dengan metoda fluoresensi flowsitometri dalam urine segar tanpa sentrifugasi, maka diperoleh data korelasi yang amat baik antara level 3 panduan urinalisis Eropa dengan metoda otomatik namun memiliki korelasi yang buruk untuk level 1 dan 2.1 Referensi: 1. A standard approach to urinary diagnostics: The European Urinalysis Guidelines. Sysmex Xtra Online. April 2011. 2. European Urinalysis Guidelines. Edited by T. Kouri, G. Fogazzi, V. Gant, H. Hallander, W. Hofman, W.G. Guder. [4] Scand J Clin Lab Invest, Vol 60, Supplement 231, 2000 3. Kouri T, Györy A Rowan RM. ISLH Recommended Reference Procedure for the Enumeration of Particles in Urine. [5] Laboratory Hematology 9:5863; 2003 Contoh Kasus Megaloblastik Klinik pada Anemia Anemia megaloblastik adalah sekelompok gangguan yang dikarakteristikkan dengan morfologi abnormal perkembangan eritrosit di sumsum tulang. Sel megaloblas lebih besar dan memiliki sitoplasma yang lebih banyak dengan pemadatan kromatin inti yang lebih lambat dari biasanya disertai peningkatan kematangan sitoplasma tambahan yang bernilai klinis: Info RBC (dismorfik atau isomorfik) Rasio Albumin/Creatinine dan rasio Protein/ Creatinine UTI, berdasarkan setting bakteri dan WBC Konduktivitas untuk hasil flow cytometry urin yang sesuai Dengan adanya UX2000 Fully Automated Integrated Urine Analyzer, kini urinalisis dapat dibawa ke dalam tingkat yang lebih terstandar demi menunjang diagnosis penyakit yang tepat dan cepat. sehingga sering disebut sebagai asinkronisasi inti dengan sitoplasma.1 Asinkronisasi ini juga ditemukan pada prekursor granulosit serta adanya metamyelosit yang besar (giant metamyelocyte). Umumnya juga ditemukan neutrofil yang hipersegmentasi serta penurunan fungsi dan jumlah trombosit dikaitkan dengan trombopoiesis inefektif.1,2 Etiologi anemia megaloblastik bervariasi namun faktor utama yang menyebabkan adalah karena gangguan sintesis DNA maupun pembentukannya. Penyebab paling umum adalah defisiensi vitamin B12 dan folat. Metabolisme cobalamin dan folat saling berkaitan. Manusia tidak mampu mens intesis kedua substansi ini sehingga memerlukan asupan dari luar sebagai sumeber cobalamin dan folat. Cadangan cobalamin dalam tubuh cukup untuk 2-6 tahun.1,2,3 Diagnosis banding makrositosis bisa dikelompokkan menjadi 2 kategori besar berdasarkan morfologi eritrosit, yaitu: 1. Round macrocytosis disebabkan karena komposisi abnormal lipid di membran eritrosit yang, penyebab umum adalah alkoholisme, penyakit hati, penyakit ginjal dan hipotiroid. 2. Oval macrocytosis menandakan adanya masalah dalam replikasi DNA, penyebab umum adalah: Efek sitotoksik pasca kemoterapi Anemia megaloblastik karnea defisiensi vitamin B12 dan folat serta ditemukan neutrofil dengan hipersegmentasi Myelodysplasia – neutrofil yang hiposegmentasi dan morfologi trombosit yang abnormal Pasien dengan RBC yang cold agglutinins dapat memperlihatkan peningkatan MCV karena eritrosit yang mengalami clumping pada suhu kamar. Selain itu pasien dengan jumlah retikulosit yang meningkat juga dapat menyebabkan nilai MCV yang tinggi karena ukuran retikulosit yang lebih besar dari eritrosit.1 Contoh kasus 1 : Seorang anak usia 2,5 tahun dibawa ke rumah sakit dalam status koma. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya pansitopenia dengan anemia makrositik dengan eritropoiesis inefektif dan trombopoiesis inefektif. Kadar Vitamin B12 kemudian diperiksa dan didapati hasil yang sangat rendah diyakini sebagai gangguan asupan gizi. Ditelusuri lebih lanjut, ternyata ibu bayi merupakan seorang vegetarian. Setelah itu segera diberikan vitamin B12 intra vena. Kemudian hari ketiga setelah pengobatan dilakukan pemeriksaan darah lengkap lagi dengan hasil sebagai berikut: Dengan gambaran darah tepi dan sumsum tulang sebagai berikut: Kesan: Hasil darah lengkap hari ketiga setelah pengobatan peningkatan jumlah retikulosit menandakan keberhasilan pengobatan dengan vitamin B12 dengan dugaan adanya peningkatan sintesis DNA. Namun disangkakan juga bahwa retikulosit baru yang terbentuk memiliki kadar hemoglobin yang rendah, hal ini dapat dilihat dari rendahnya kadar Ret-He dan Delta-He. Adanya kadar RetHe yang rendah ini menandakan kemungkinan defisiensi besi absolut atau suatu defisiensi besi fungsional selain defisiensi vitamin B12. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar ferritin dengan hasil kadar yang rendah (15 ng/mL). Kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil scattergram dengan gambaran scattergram sebagai berikut: mengindikasikan adanya Adanya granulosit imatur (IG) dan sedikit peningkatan fraksi trombosit tidak matang (IPF) mengindikasikan perbaikan sintesis DNA pada myelopoiesis dan thrombopoiesis. Sedangkan atipikal limfosit mengindikasikan adanya limfosit reaktif yang sering ditemukan pada anak usia muda. Adanya eritrosit berinti (NRBC) mengindikasikan gangguan di mikro environtment sumsum tulang namun bisa juga eritropoiesis ekstramedular karena anemia ekstrim.1 Peningkatan IRF juga menunjukkan adanya anemia megaloblastik dibandingkan anemia non megaloblastik.3 Referensi: 1. Megaloblastic Anaemia Under Unsuccessful Vitamin B12 Therapy. www.sysmexeurope.com/academy/knowledge-centre/calendar2014/january.html 2. Herrmann W, Obeid R. Causes and early diagnosis of vitamin B12 deficiency. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2696961/pdf 3. Aslinia F, Mazza JJ, Yale SH. Megaloblastic Anemia and Other Causes of Macrocytosis. 2006.CM&R;3(4):236-41. This email has been sent to [email address suppressed] by PT Sysmex Indonesia. If you would rather not hear from us, you can opt-out here PT Sysmex Indonesia [email protected] Cyber 2 Tower, 5th Floor, Unit E Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 No 13 Jakarta Selatan 12950, Indonesia