BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator penilaian status kesehatan masyarakat adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian ibu telah lama menjadi prioritas kesehatan global dan merupakan target dalam tujuan pembangunan milenium PBB (MDG) (Say et al., 2014). Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura 3 per 100.000 KH, Malaysia 5 per 100.000 KH, Thailand 8-10 per 100.000 KH dan Vetnam 50 per 100.000 KH. Angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 KH (BPS et al., 2012). Penurunan angka kematian ibu menjadikan prioritas utama di bidang kesehatan masyarakat dunia. Akselerasi penurunan kematian ibu merupakan fokus dari strategi global untuk kesehatan perempuan dan anak yang telah diluncurkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Hogan et al., 2010). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2012 jumlah kematian ibu ada 46 kasus (Dinkes Provinsi DIY, 2013). Sumber: Dinkes Provinsi DIY, 2013 Gambar 1. Grafik Angka Kematian Ibu Nasional, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyebab kematian ibu adalah sama di berbagai negara, terbanyak adalah perdarahan 2 27,1%, gangguan tekanan darah/hipertensi 14,0%, sepsis 10%, abortus tidak aman 7,9%, emboli air ketuban 3,2%, dan infeksi lainnya 9,6%. Sebagian besar komplikasi ini bisa dicegah dengan memberikan ANC yang berkualitas (WHO, 1996). Di dunia tahun 2010 ada 287.000 kematian ibu, lebih dari setengahnya berada pada kondisi resiko seumur hidup. Di Sub Sahara kematian ibu karena komplikasi kehamilan lebih tinggi (Say et al., 2014). Penyebab kematian ibu tertinggi di Indonesia tercatat karena perdarahan (BPS et al., 2012). Berbeda dengan penyebab kematian ibu di dunia maupun di Indonesia. Penyebab kematian ibu terbanyak di Kabupaten Kulon Progo disebabkan karena komplikasi atau penyakit yang menyertai ibu hamil. Data penyebab kematian ibu lima tahun terakhir dari tahun 2009 sampai dengan 2013 adalah eklampsia 9 kasus, penyakit jantung 7 kasus, ashma dan broncho pneumonia 5 kasus, gagal ginjal 2 kasus, perdarahan 2 kasus, emboli air ketuban 2 kasus, hepatitis, kanker payudara dan HIV/AIDS masing-masing 1 kasus (Dinkes Kab. Kulon Progo, 2013). Angka kematian bayi di dunia masih cukup tinggi. Pada tahun 2011, sebanyak 6,9 juta anak berusia dibawah lima tahun meninggal dunia. Hampir 75% penyebab kematian bayi tersebut disebabkan 6 kondisi yaitu: Tetanus neonaturum, pneumonia, diare, malaria campak dan HIV/AIDS (WHO, 2013). Angka kematian anak di Indonesia juga masih tinggi. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia sebanyak 40 per 1000 kelahiran hidup (BPS et al., 2012). Sedangkan untuk angka kematian di DIY tahun 2012 sebanyak 450 bayi, sehingga angka kematian bayi dilaporkan sebanyak 9,8 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi DIY, 2013). Di Kabupaten Kulonprogo angka kematian bayi pada tahun 2011 terjadi 73 kasus, tahun 2012 menurun menjadi 69 kasus, pada 2013 meningkat menjadi 97 kasus. Secara umum dari data tersebut angka kematian bayi sangat fluktuatif kadang terjadi penurunan dan kadang kenaikan. Angka kematian bayi perlu diupayakan terus menerus agar terjadi penurunan. Salah satu upaya baru untuk 3 mencegah kematian bayi atau lahir mati bagi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah ialah perawatan Antenatal Care (ANC). Perawatan ANC yang baik dan dilakukan sedini mungkin diperkirakan mengurangi resiko kelahiran beresiko dengan kondisi yang merugikan. Dalam hasil survei kesehatan tahun 1995-2007 dikatakan bahwa masa yang paling rentan dari sepanjang kehidupan bayi adalah periode neonatal (0-28 hari), dimana data review menunjukkan dua pertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama dari kehidupannya (Hill et al., 2000). Dari periode neonatal, masa yang paling rentan adalah ketika bayi berumur 0-6 hari (neonatal dini), di mana kondisi bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh faktor biologis yaitu kondisi janin ketika di dalam kandungan dimana pengaruh faktor ibu cukup dominan (Stoll, 1997). Di Afrika Selatan dari tahun 2008-2009, sebesar 20.000 kehamilan mengakibatkan bayi lahir mati, dan 39% terjadi dalam intra partum. Senada dengan tujuannya pelayanan ANC yang berkualitas dapat membantu untuk mencegah kejadian bayi lahir mati dengan mendiagnosa dan mengobati kondisi ibu yang sering membahayakan kondisi janin maupun kondisi ibu hamil (BouyouAkotet et al., 2013). AKB di Kabupaten Kulon Progo bila dibandingkan dengan empat Kabupaten dan satu Kota yang ada di DIY paling tinggi. Gambaran AKB di Kabupaten Kulon Progo, DIY dan Nasional adalah sebagai berikut. Sumber: Dinkes Provinsi DIY, 2013 Gambar 2. Grafik Angka Kematian Bayi Nasional, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo 4 Penyebab kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh BBLR dan atau asfiksia, kemudian diikuti dengan kelainan konginetal, infeksi dan penyebab penyakit lainnya. Dari tahun ke tahun penyebab kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo cenderung senada atau masih disebabkan oleh penyebab yang sama. Sumber: Dinkes Kabupaten Kulon Progo, 2013 Gambar 3. Grafik Penyebab kematian Bayi di Kabupaten Kulon Progo tahun 2013 Selain dua permasalahan di atas, Kabupaten Kulon Progo juga mempunyai permasalahan meningkatnya kasus BBLR. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, kasus BBLR terus meningkat, hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak, terutama bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Kasus BBLR yang terjadi bisa sebagai akibat dari kondisi prematuritas, kehamilan kembar dan atau pertumbuhan janin yang terhambat. Tingkat kelahiran kembar di Amerika Serikat (Yang Stats) angkanya mencapai 33,1 per 1000 total kelahiran. Pada tahun 1980 – 2009 angkanya meningkat sebesar 76%. Insiden kelahiran prematur (PTB) dengan usia kehamilan di bawah 37 minggu sebesar 11,5%, dan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu ada 3,41%. Kehamilan kembar 10 kali berisiko untuk menjadi BBLR. Neonatal dengan BBLR dan prematur tetap menjadi penyebab kematian bayi sebesar 17,26% (Roman et al., 2015). Pelayanan ANC merupakan ukuran yang diakui untuk mengurangi kematian ibu dan bayi (Moller et al., 1989). Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan kehamilannya dengan sehat, bersalin dengan selamat, serta 5 melahirkan bayi yang sehat, oleh karena itu setiap ibu hamil harus dengan mudah dapat mengakses fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar (Kemenkes, 2012a). Ada beberapa masalah atau penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan, pertumbuhan janin, komplikasi kehamilan dan persalinan yang dapat mengancam kehidupan ibu maupun bayinya, serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin seperti kekurangan energi kronis, anemia gizi besi, kurang yodium, HIV/AIDS, Malaria, TBC dan sebagainya. Alasan penting untuk dilakukan intervensi atau antisipasi adalah anemia, malaria dan masalah kebidanan (Moller et al., 1989). Melihat kenyataan tersebut, maka pelayanan antenatal harus dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkualitas, agar adanya komplikasi atau penyakit dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Penelitian yang dilakukan oleh Persson et al. (2011) mengatakan bahwa Antenatal Care dapat diberikan dalam 2 aspek, yaitu: 1) aspek medis yang bertujuan untuk mendukung kesehatan ibu dan mencegah komplikasi; dan 2) aspek sosial yang bertujuan untuk memberikan persiapan pertolongan kelahiran, persiapan menjadi orang tua, gaya hidup dan seksualitas. Dalam rangka menjawab tantangan tersebut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009 telah menyusun Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, komprehensif dan berkualitas. Melalui pelayanan antenatal terpadu, ibu hamil akan mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi, missed opportunity dapat dihindari serta pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien (Kemenkes, 2012a). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Ibu dan Bina Gizi dan KIA, Kemenkes RI, mengemukakan dari hasil pengamatan lapangan yang dilaksanakan secara intensif beberapa tahun terakhir dikatakan bahwa pelayanan antenatal masih terfokus pada pelayanan 7T (timbang, tensi, tinggi fundus, tetanus toksoid, tablet tambah darah, temu wicara dan tes laboratorium). Fokus pelayanan hanya pada 7T menyebabkan berbagai komplikasi atau penyakit yang diderita ibu 6 hamil tidak bisa terdeteksi secara cepat. Hal tersebut tentu sangat membahayakan keselamatan ibu maupun bayinya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Mengantisipasi tingginya kematian ibu karena komplikasi dan penyakit penyerta, tingginya kematian bayi dan meningkatnya kasus BBLR diantaranya dengan menerbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo No. 53 tanggal 1 Januari 2013, isinya agar semua Puskesmas melaksanakan prosedur tetap pelayanan ANC terpadu berkualitas. Dengan diberlakukannya kebijakan tentang pelayanan ANC terpadu berkualitas, maka pelayanan ANC kepada ibu hamil tidak hanya memperhatikan sesuai standar pelayanan 7 T. Pelayanan ANC harus memperhatikan keterpaduan dengan pelayanan program lainnya, termasuk pemeriksaan oleh dokter umum minimal satu kali selama periode kahamilan, sehingga komplikasi atau penyakit yang menyertai ibu hamil dapat segera diketahui dan ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat. B. Perumusan Masalah Cakupan kunjungan ibu hamil pertama (K1) mencapai target yaitu 100%. Cakupan kunjungan ibu hamil ke-empat atau lebih (K4) cukup tinggi, yaitu 93%. Prosedur tetap ANC terpadu berkualitas telah diberlakukan di seluruh Puskesmas se-Kabupaten Kulon Progo mulai Januari 2013 (dua tahun). Fakta yang ada kematian ibu dan kematian bayi meningkat, yaitu dari 3 kasus pada tahun 2012, menjadi 7 kasus pada tahun 2013, dan 5 kasus tahun 2014. Penyebab kematian ibu masih didominasi adanya komplikasi atau penyakit yang menyertai kehamilan. Kematian bayi meningkat dari 69 kasus padaTahun 2012, menjadi 79 kasus pada tahun 2013. Penyebab kematian bayi masih didominasi oleh kondisi BBLR yang tinggi. Kejadian BBLR juga meningkat yaitu tahun 2011 ada 269 kasus, tahun 2012 ada 273 kasus, dan tahun 2013 ada 324 kasus. Dengan kepatuhan bidan untuk melaksanakan prosedur tetap pelayanan ANC terpadu berkualitas kepada semua ibu hamil yang datang ke Puskesmas, adanya komplikasi atau penyakit kehamilan dapat terdeteksi sedini mungkin, 7 dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat, sehingga kematian ibu, kematian bayi dan kejadian BBLR dapat diturunkan. Dengan melihat kenyataan yang ada, maka rumusan penelitian dapat kita tuliskan sebagai berikut: “Adakah hubungan kepatuhan bidan Puskesmas dalam penerapan ANC terpadu berkualitas, dengan deteksi komplikasi dan penyakit penyerta pada ibu hamil?” dengan membuat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Adakah hubungan antara karakteristik bidan yang memberikan pelayanan ANC terpadu berkualitas dengan kepatuhan bidan dalam penerapan ANC terpadu berkualitas di Puskesmas? 2. Seberapa besar kepatuhan bidan dalam penerapan ANC terpadu berkualitas di Puskesmas? 3. Bagaimanakah hasil akhir pelayanan ANC terpadu berkualitas oleh bidan di Puskesmas? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Untuk mengetahui hubungan kepatuhan bidan Puskesmas dalam penerapan ANC terpadu berkualitas dengan deteksi komplikasi dan penyakit penyerta pada ibu hamil. 2. Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui hubungan karakteristik bidan dengan kepatuhan bidan yang memberikan pelayanan ANC terpadu berkualitas di semua Puskesmas se Kabupaten Kulon Progo. b. Untuk mengetahui seberapa besar bidan melaksanakan protap ANC terpadu berkualitas yg dikeluarkan oleh Dinas kesehatan Kabupaten Kulon Progo dengan lengkap. c. Untuk mengetahui apakah ibu hamil yang diberikan layanan ANC terpadu berkualitas oleh bidan di Puskesmas dapat terdeteksi komplikasi atau ada penyakit yang menyertai kehamilannya. 8 D. Manfaat Penelitian 1. Untuk peneliti Berguna untuk belajar mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, serta untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang ada, terutama tentang ANC terpadu berkualitas. 2. Untuk organisasi (Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan evaluasi bagaimana penerapan protap ANC terpadu berkualitas yang sudah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, dan bagaimana dampaknya terhadap upaya deteksi adanya kelainan dan penyakit penyerta pada ibu hamil. 3. Untuk masyarakat Antenatal Care terpadu berkualitas, bila dilakukan dengan benar dan patuh oleh bidan, bagi masyarakat berguna untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas yaitu pelayanan yang sesuai prosedur tetap yang ada, dilakukan oleh petugas yang profesional dan memuaskan dirinya, serta bisa mendeteksi adanya komplikasi atau penyakit yang dideritanya 4. Untuk ilmu pengetahuan Berguna sebagai titik awal untuk bisa melakukan penelitian pengembangan selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Antenatal Care terpadu berkualitas adalah luncuran baru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pertama kali disosialisasikan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2009. Program ini diuji cobakan di salah satu Puskesmas di Kabupaten Bantul. Tahun 2010 ANC terpadu berkualitas mulai dirintis di Kabupaten Kulon Progo. Menghadapi beberapa permasalahan kesehatan yang ada, beberapa rekomendasi dikeluarkan oleh narasumber ahli kebidanan maupun penyakit anak, yang kemudian dituangkan dalam prosedur tetap ANC terpadu berkualitas yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon 9 Progo pada Januari 2013. Antenatal care terpadu berkualitas adalah progam baru, sehingga penelitian tentang hal tersebut belum ada. Beberapa penelitian senada yang sudah dilakukan dengan tujuan melihat kualitas pemberian pelayanan ANC seperti: 1. Zuhairi (2011) meneliti tentang “Pengetahuan dan ketrampilan bidan Desa dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan ANC di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan bidan desa tentang clinical assment menimbulkan risiko 2 kali terhadap rendahnya ketrampilan praktik clinical assesment bidan desa dalam pelayanan ANC. Perbedaanya pada rancangan dan desain penelitian, populasi dan sampel di mana pada penelitian ini populasinya adalah bidan di Desa, dan pemberian pelayanan ANC diberikan di Desa (polindes) bukan di Puskesmas. 2. Solihin (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Penilaian kinerja pelayanan ANC Puskesmas Pahandut (perkotaan) dan Puskesmas Tengkaling (pedesaan) menggunakan pendekatan balanced scorecard di Kota Palangka Raya”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas kunjungan yang memenuhi standar pada Puskesmas Pahandut sebesar 63% dan Puskesmas Tangkiling sebesar 34,8%. Kualitas kunjungan yang memenuhi standar lebih baik di Puskesmas perkotaan dari pada Puskesmas di pedesaan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada rancangan dan desain penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan pendekatan kuantitatif saja. Perbedaan juga terjadi pada subjek penelitian yang meliputi 4 perspektif yaitu dana operasional, kepuasan pelanggan, proses pelayanan antenatal sesuai standar serta pendidikan dan pelatihan terhadap kualitas kunjungan antenatal. 3. Theresia (2003) melakukan penelitian tentang “Hubungan kompetensi bidan dalam ANC dengan pemilihan penolong persalinan di Kabupaten Bantul”. Hasil penelitiannya ada hubungan yang bermakna antara kompetensi bidan dengan pemilihan penolong persalinan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada rancangan penelitian (case-control study) dan populasi serta sampel penelitian. 10 4. Suwarti (2002) meneliti tentang “Hubungan kualitas perawatan kehamilan dan kualitas pertolongan persalinan dengan kematian maternal di Kabupaten Klaten” Hasil penelitian mengatakan bahwa kualitas pelayanan perawatan kehamilan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kejadian kematian maternal di Kabupaten Klaten. Komplikasi yang terjadi pada masa persalinan dan kualitas pertolongan persalinan secara statistik mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian kematian maternal.