PR-Ranti Bangkit Ma Ruffi

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
AKTIVITAS FISIK SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATAN
UNTUK MENURUNKAN KADAR GULA DARAH PADA
KELUARGA BAPAK A DENGAN DIABETES MELITUS
DI SUKATANI, DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
RANTI BANGKIT MA`RUFFI
0906511100
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
AKTIVITAS FISIK SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATAN
UNTUK MENURUNKAN KADAR GULA DARAH PADA
KELUARGA BAPAK A DENGAN DIABETES MELITUS
DI SUKATANI, DEPOK
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
RANTI BANGKIT MA`RUFFI
0906511100
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2014
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
ii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
iii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya penulis
mampu menyelesaikan KIAN yang berjudul “Aktivitas Fisik sebagai Intervensi
Keperawatan untuk Menurunkan Kadar Gula Darah pada Keluarga Bapak A
dengan Diabetes Melitus di Sukatani, Depok”. Tugas ini dibuat sebagai salah satu
syarat memenuhi mata ajar karya ilmiah akhir ners. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis sulit untuk
menyelesaikan KIAN ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2. Bapak Ns. Sukihananto S.Kep., M.Kep selaku pembimbing yang telah
mengarahkan sehingga KIAN ini dapat terselesaikan.
3. Ibu Fajar Tri Waluyanti, M.Kep., Sp.Kep.An., IBCLC selaku koordinator
Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir Ners
4. Segenap keluarga tersayang (Bapak Yatimin & Ibu Winarni) yang selalu
memberikan cinta kasih sayang, dukungan moral, materil, dan doa dalam
pengerjaan KIAN ini serta adik adik cantik (Cantika Dinda Chasanah &
Rika Dwi Utami) yang selalu memberikan hiburan dirumah.
5. Teman-teman satu bimbingan Kurnia, Okti, Yuyun, Dewi dan Winda yang
selalu bersemangat melakukan praktek dan menyelesaikan KIAN.
6. Saudara Muhamad Yamin, S.Ik yang tidak akan pernah membiarkan saya
menyerah dalam penulisan KIAN ini
7. Ibu I, Ibu R dan Ibu J sebagai klien kelolaan dalam praktik KKMP
Komunitas serta kader kesehatan dan ketua RW 06 Kelurahan Sukatani.
8. Teman-teman FIK 2009 khususnya peminatan komunitas yang selalu
bersemangat dan memberikan semangat untuk tetap tersenyum dalam
melakukan praktik lapangan hingga mengerjakan KIAN ini. Hidup anak
komunitas!
iv
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
9. Seluruh pihak yang membawa saya pada dinginnya hawa gunung, rimbun
dan teduhnya pohon-pohon, indahnya awan-awan dan merdu nya nadanada yang menjadi sumber energi tersendiri untuk memberi semangat
penulis demi terselesaikannya KIAN ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan KIAN ini. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam KIAN ini sehingga kritik dan saran dapat langsung
disampaikan kepada penulis untuk penyusunan tulisan yang lebih baik lagi
nantinya.
Depok, Juli 2014
Penulis
v
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
vi
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Ranti Bangkit Ma`ruffi, S.Kep
: Program Profesi Ners
: Aktivitas Fisik sebagai Intervensi Keperawatan untuk
Menurunkan Kadar Gula Darah pada Keluarga Bapak A
dengan Diabetes Melitus di Sukatani, Depok
Diabetes merupakan masalah kesehatan yang sedang meningkat di kawasan
perkotaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka diabetes di
perkotaan yaitu diet yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan
kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Karya ilmiah akhir ini bertujuan
untuk memberikan gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga
dengan masalah diabetes melitus di RW 06 Kelurahan Sukatani. Metode karya
ilmiah ini yaitu berdasarkan pendekatan asuhan keperawatan keluarga. Intervensi
utama yang menjadi fokus pembahasan yaitu aktivitas fisik. Latihan aktivitas fisik
terlihat mampu menurunkan kadar gula darah pada ibu I. Hasil pemeriksaan
minggu pertama yaitu 370 mg/dl & 425 mg/dl dan mengalami penurunan menjadi
188 mg/dl & 330 mg/dl di minggu ke tujuh.
Kata kunci: Aktivitas fisik, diabetes melitus, GDS, keperawatan keluarga
vii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Ranti Bangkit Ma`ruffi, S.Kep
: Nurse Program
: Physical Activity as Nursing Intervention to Decrease
Blood Glucose Level in Mr.A`s Family with Diabetes at
Sukatani, Depok
Diabetes is an health problem that increasing in urban area nowadays. Some factor
that influence the increasing number diabetes in urban are unhealthy diet, physical
inactivity, and minimum health service utilization. The aim of this final
assignment was providing descriptive management of family nursing care with
diabetes mellitus at RW 06 Kelurahan Sukatani. Primary nursing intervention for
this case was physical activity. Physical activity has decreased blood glucose level
especially at Mrs. I. The results at the first week were 370 mg/dl & 425 mg/dl and
has decreased become 188 mg/dl & 330 mg/dl at the seventh week.
Keywords: Blood glucose, diabetes mellitus, physical activity, family nursing
viii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. ................ i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS …………................. .................... ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... .......... iii
KATA PENGANTAR............................................................................ ............... iv
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI.............................................. ............ v
ABSTRAK...................................................................................................... ....... vi
DAFTAR ISI....................................................... ................. ...............................viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. x
DAFTAR TABEL................................................................. ................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1. Latara Belakang............................... ....... ..................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................. .... ...................................................6
1.3. Tujuan Penulisan................ .................................................................... 7
1.4. Manfaat Penulisan......................................... .......................................... 8
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. ... 9
2.1. Teori dan Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan................................................................................................. 9
2.2. Diabetes Melitus...................................... ................................................12
2.2.1. Pengertian Diabetes Melitus.......................................................... 12
2.2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus. ........................................................ 13
2.2.3. Faktor Risiko Diabetes Melitus. .................................................... 14
2.2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus. .............................................. 15
2.2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus. ..................................................... 15
2.2.6. Komplikasi Diabetes Melitus. ....................................................... 17
2.2.7. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus..................................... 17
2.2.8. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus. ............................................ 18
2.2.9. Upaya Perawatan Diabetes Melitus. .............................................. 19
2.3. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Melitus................. ..... 24
2.3.1. Pengkajian Keluarga . ................................................................... 25
2.3.2. Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga. .............................. 30
2.3.3. Menentukan Prioritan Masalah Keperawatan Keluarga. ................ 31
2.3.4. Perencanaan Keperawatan Keluarga. ............................................ 32
2.3.5. Implementasi. ............................................................................... 33
2.3.6. Evaluasi. ....................................................................................... 34
2.4. Intervensi Keperawatan Unggulan.......................................... ............... 34
2.5. Kerangka Teori.......................................... ............................................ 40
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN................................................................. 41
3.1. Pengkajian...................................... ....................................................... 41
3.2. Diagnosis Keperawatan...........................................................................44
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan................. ............................................. 44
3.4. Implementasi.......................................... ............................................... 45
3.5. Evaluasi.......................................... ....................................................... 47
3.6. Tingkat Kemandirian.......................................... ................................... 48
4. ANALISIS SITUASI................................................................. ..................... 50
ix
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
4.1. Profil Lahan Praktik............................................................................... 50
4.2. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP .... .....................54
4.3. Analisis Aktivitas Fisik sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kadar
Gula Darah pada Klien dengan Diabetes Melitus .................. .................58
4.4. Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan..........................................62
5. PENUTUP....................................................................................................... 64
5.1. Kesimpulan...................................... ..................................................... 64
5.2. Saran ................................................................................ .....................66
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 67
x
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori............................................................................... 23
xi
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Skala penentuan prioritas masalah kesehatan keluarga.................. 32
xii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 2 Biodata Penulis
xiii
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertambahan penduduk di kota semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut
WHO (2010), pada tahun 2030 sebanyak 6 dari 10 orang akan tinggal di kota dan
meningkat menjadi 7 dari 10 orang akan tinggal di kota pada tahun 2050. Kota
besar di negara yang berkembang mengalami peningkatan total penduduk
sebanyak 20% sedangkan di kota kecil dan sedang sebanyak 45 % pertambahan
dalam kurun waktu 2000 – 2015. Seiring dengan pertumbuhan global,
pertumbuhan jumlah penduduk kota Depok mengalami peningkatan dari tahun
2008-2012, tahun 2008 berjumlah 1.503.677 jiwa menjadi sebesar 1.898.567 jiwa
pada tahun 2012 (Dinkes Depok, 2012). Urbanisasi dan pertambahan penduduk
yang cepat memiliki dampak terhadap dalam bidang kesehatan.
Cepatnya pertumbuhan penduduk di kota terkadang belum sejalan dengan
perkembangan infrastruktur yang ada. Pada beberapa negara berkembang
cepatnya arus urbanisasi belum dibarengi dengan kemampuan pemerintah untuk
membangun infrastruktur. Kegagalan perencanaan untuk mengatasi pertumbuhan
penduduk menyebabkan ketidakadekuatan pelayanan kesehatan, air, sanitasi,
edukasi, dan infrasturktur penting lainnya (WHO, 2012).
Penghasilan masyarakat kota yang cukup tinggi mendorong terjadinya perubahan
gaya hidup di kota. Berdasarkan penelitian Anand (2008) di setting perkotaan
didapatkan bahwa hanya 8,6% responden laki-laki dan 4,4% responden wanita
mengkonsumsi porsi buah dan sayuran yang mencukupi. Masyarakat urban di
negara berkembang memiliki ketergantungan pada makanan jalanan, makanan
cepat saji, makanan instan yang lebih murah. Hal tersebut menyebabkan berbagai
masalah terkait nutrisi seperti kurangnya nutrisi/mineral, masalah gigi, hingga
obesitas yang terkait dengan faktor risiko diabetes dan masalah kardiovaskular
(WHO, 2012).
1
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
2
Ketidakadekuatan pelayanan pemerintah terhadap transportasi publik mendorong
masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Masyarakat lebih banyak
menggunakan mobil atau motor sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan
polusi, risiko injuri kepada pejalan kaki & persepeda dan pengurangan aktivitas
fisik (WHO, 2012). Sesuai dengan penelitian Anand (2008) sejumlah 52,4%
wanita
di
perkotaan
mengalami
ketidakadekuatan
aktivitas
fisik.
Ketidakadekuatan aktivitas fisik, diet yang tidak seimbang dibarengi dengan
ketidakadekuatan pelayanan kesehatan menimbulkan berbagai macam penyakit
degeneratif di kota.
Perkembangan penyakit degenertif pada masyarakat kota menjadi ancaman serius
saat ini. Ancaman kesehatan utama yang dihadapi perkotaan saat ini meliputi
penyakit infeksius yang banyak disebabkan oleh kondisi tinggal yang miskin dan
penyakit degeneratif (penyakit jantung, kanker, diabetes) serta kondisi yang
diakibatkan oleh penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik,
dan penggunaan alkohol (WHO, 2010). Prevalensi penyakit degeneratif cukup
tinggi di area perkotaan dibandingkan area perdesaan yaitu: hipertensi (59,3%),
arthritis (32,0),katarak 28,5%, diabetes (25,2%) dan penyakit jantung (22%)
(Kandpal, Kakkar, Aggarwal, Bansal, 2013). Diabetes merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang harus diwaspadai.
Angka penderita diabetes melitus semakin meningkat seiring dengan waktu.
Sebanyak 382 juta individu di dunia menderita diabetes. Diperkirakan pada tahun
2035, sebanyak 592 juta jiwa di dunia akan menderita diabetes. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah terbesar ketujuh di dunia yaitu sebayak 8,5 juta
jiwa yang menderita diabetes melitus (IDF, 2013). Seiring dengan prediksi
kenaikan prevalensi diabetes di dunia, International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia akan
menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (IDF,2013).
Angka penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Indonesia memiliki prevalensi 1,1% pada tahun 2007 dan mengalami
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
3
peningkatan menjadi 2,1% pada tahun 2013. Hasil Riskesdas 2007 & 2013 juga
menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus di Jawa Barat yaitu dari
1,3% menjadi 2,0%. Prevalensi penderita diabetes di kota Depok yaitu sebanyak
6288 jiwa. Hasil pendataan menempatkan diabetes melitus sebagai penyakit yang
terbanyak di rumah sakit pada individu usia 45-75 tahun di kota Depok (Dinkes
Depok, 2012). Berdasarkan hasil pendataan mahaiswa (2014) didapatkan 14
keluarga dengan aktual diabetes melitus di RW 06 kelurahan Sukatani
Masyarakat urban memiliki risiko menderita diabetes melitus lebih besar
dibanding masyarakat rural. Badan Pusat Statistik dalam Konsensus DM (2011)
melaporkan bahwa prevalensi diabetes sebesar 14,7% pada daerah urban dan
7,2% pada daerah rural. Sesuai dengan penelitian Dong (2005) bahwa masyarakat
urban memiliki prevalensi lebih tinggi (6,9%) dibanding dengan masyarakat rural
(5,6%).
Kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat perkotaan merupakan salah satau
penyebab dari peningkatan prevalensi diabetes di perkotaan. Menurut WHO
(2011), 90% individu menderita diabetes melitus tipe 2 yang memiliki faktor
terbesar yaitu kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Proporsi
aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara nasional adalah 26,1 persen jiwa.
Terdapat 22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif
berada di atas rerata Indonesia. Provinsi Jawa Barat menduduki posisi 5 terbesar
dengan masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik. Lima provinsi diatas
rerata nasional adalah Riau (39,1%), Maluku Utara (34,5%), Jawa Timur (33,9%),
Jawa Barat (33,0%), dan Gorontalo (31,5%).
Penderita diabetes di perkotaan masih menunjukkan kurangnya aktivitas fisik
yang dilakukan. Sebuah penelitian melaporkan bahwa level aktivitas fisik
penderita diabetes signifikan dibawah nilai rata-rata nasional dari dewasa yang
tidak memiliki diabetes (Morrato, Hell, Wyatt, Ghushchyan, Sullivan, 2003).
Berdasarkan survey terhadap faktor risiko diabetes yang dilakukan mahasiswa
(2014) sebanyak 80% responden yang memiliki diabetes di RW 06 kelurahan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
4
Sukatani tidak melakukan aktivitas fisik yang mencukupi. Aktivitas fisik dan
latihan masih belum maksimal dilakukan pada penderita diabetes melitus.
Pengefektifan latihan aktivitas fisik diperlukan untuk menurunkan gula darah pada
penderita diabetes. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan memiliki peran utama dalam
pencegahan dan kontrol resistensi insulin, prediabetes, diabetes gestasional,
diabetes tipe 2 (Corlberg, 2010). Berpartisipasi dalam 150 menit latihan fisik
sedang tiap minggunya diperkirakan dapat menurunkan risiko diabetes sebanyak
27% (WHO, 2011). Aktivitas fisik di masa senggang atau latihan harian seperti
menaiki tangga, pekerjaan rumah tangga, bersepeda, dan berjalan dapat
mengurangi risiko diabetes tipe 2 di populasi beresiko tinggi (Ansari, 2009).
Keluarga merupakan salah satu faktor pendukung terbesar dalam peningkatan
pemeliharaan kesehatan bagi anggota keluarga diabetes melitus. Ketidakmampuan
keluarga memenuhi tugas kesehatan keluarga menimbulkan berbagai masalah
kesehatan. Berbagai masalah kesehatan muncul dimulai dari kurangnya
pengetahuan, kurangnya sikap hingga perilaku yang tidak efektif untuk
menangani masalah diabetes pada keluarga. Berdasarkan survey yang dilakukan
mahasiswa (2014), sebanyak 83,3% responden menunjukkan perilaku yang
kurang terhadap pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus di RW 06,
kelurahan Sukatani. Keluarga sebagai wadah terkecil dalam kesatuan individu
untuk
mengendalikan/mempengaruhi
perilaku
orang
lain
kearah
positif
seharusnya mampu merubah perilaku anggota keluarga yang kurang efektif dalam
perawatan diabetes. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengetahui
peran aktivitas fisik sebagai intervensi dalam keluarga untuk menurunkan kadar
gula darah pada keluarga bapak A khusunya ibu I yang memiliki masalah diabetes
melitus.
Keluarga bapak A (ibu I) sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Nilai GDS
klien 14 Mei 2014 = 370 mg/dl, 21 Mei 2014 = 425mg/dl. Klien mengatakan saat
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
5
ini minum banyak, sering merasa haus dan sering BAK terutama dimalam hari.
Klien mengatakan kadang-kadang mengalami kesemutan pada kedua kakinya,
dan kadang-kadang pandangan kabur. Klien mengatakan makan seadanya saja,
sudah berusaha mengurangi gula namun belum mengetahui prinsip diet diabetes
melitus. Keluarga mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang
berada di lingkungannya dan sehari-hari ibu I lebih senang beristirahat dan
menonton TV dirumah. Selama 2 bulan terakhir ibu I tidak meminum obat dari
dokter karena merasa bosan meminum obat dari dokter dan merasa bahwa gula
nya sudah terkontrol. Klien biasanya melakukan pemeriksaan GDS ke klinik atau
RS namun hal tersebut tidak dilakukan secara rutin, karena tidak ada yang
mengantar ibu I ke pelayanan kesehatan
1.2
Rumusan Masalah
Urbanisasi dan pertambahan penduduk yang cepat memiliki dampak terhadap
dalam bidang kesehatan. Berbagai perubahan gaya hidup mulai dari diet tidak
seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan obesitas meingkatkan risiko terjadinya
penyakit degeneratif di kota. Diabetes sebagai salah satu penyakit degeneratif
mengalami peningkatan prevalensi dalam lingkup global, nasional dan regional.
Seiring dengan prediksi kenaikan prevalensi diabetes di dunia, International
Diabetes Federation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes
melitus di Indonesia akan menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Hasil Riskesdas
2007 & 2013 juga menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus di Jawa
Barat yaitu dari 1,3% menjadi 2,0%
Kurangnya aktivitas fisik masyarakat kota merupakan salah satu penyebab
peningkatan prevalensi diabetes melitus. Berdasarkan survey terhadap faktor
risiko diabetes yang dilakukan mahasiswa (2014) sebanyak 80% responden yang
memiliki diabetes di RW 06 kelurahan Sukatani tidak melakukan aktivitas fisik
yang mencukupi. Pengefektifan latihan aktivitas fisik diperlukan untuk
menurunkan gula darah pada penderita diabetes. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
6
(CDA,2008). Keluarga sebagai wadah terkecil dalam kesatuan individu untuk
mengendalikan/mempengaruhi perilaku orang lain kearah positif seharusnya
mampu merubah perilaku anggota keluarga yang kurang efektif dalam perawatan
diabetes. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengetahui peran
aktivitas fisik sebagai intervensi dalam asuhan keperawatan keluarga untuk
menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A khusunya ibu I
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya ilmiah ners yaitu memberikan gambaran peran
aktivitas fisik sebagai penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga untuk
menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A di RW 06 Kelurahan
Sukatani, Depok.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penulisan karya ilmiah ners ini bertujuan untuk:
-
Menggambarkan masalah kesehatan diabetes melitus khususnya di
masyarakat perkotaan
-
Menggambarkan pengkajian keperawatan pada keluarga bapak A dengan
masalah diabetes melitus
-
Menggambarkan perumusan diagnosis keperawatan pada keluarga bapak
A dengan masalah diabetes melitus
-
Menggambarkan perumusan rencana intervensi keperawatan pada
keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus
-
Menggambarkan implementasi keperawatan pada keluarga bapak A
dengan masalah diabetes melitus
-
Menggambarkan evaluasi keperawatan pada keluarga bapak A dengan
masalah diabetes melitus
-
Menganalisis efektifitas implementasi aktivitas fisik pada keluarga bapak
A untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus
-
Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
7
1.4
Manfaat Penulisan
Hasil laporan karya imliah ners ini diharapkan bermanfaat baik untuk bidang
keilmuan, secara aplikatif, dan juga untuk penelitian selanjutnya.
1.4.1 Manfaat Kelimuan
Karya ilmiah ini sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan
keperawatan komunitas khususnya tentang asuhan keperawatan keluarga dengan
masalah diabetes melitus. Karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran informasi
mengenai praktik yang sesungguhnya terjadi di lahan praktik, informasi mengenai
adanya kesesuaian dan kesenjangan antara teori yang diajarkan di institusi
pendidikan keperawatan dan di lahan praktik.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
1.4.2.1 Bagi Puskesmas Sukatani
Manfaat penulisan karya ilmiah ners ini bagi pelayanan keperawatan khususnya
puskesmas sukatani yaitu informasi dan saran evaluasi bagi instansi kesehatan
guna meningkatkan pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah diabetes
melitus yang terjadi di lingkungan kelurahan Sukatani. Puskesmas Sukatani
diharapkan bisa menjadi wadah untuk menggalakkan dan memfasilitasi adanya
latihan aktivitas fisik yang ditujukan pada masyarakat yang menderita/memiliki
resiko terkena diabetes.
1.4.2.2 Bagi Keluarga dengan DM pada Agregat Dewasa
Manfaat praktik asuhan keperawatan keluarga bagi keluarga dengan diabetes
diharapkan keluarga mampu memenuhi lima tugas kesehatan keluarga terkait
pemeliharaan kesehatan keluarga dengan diabetes melitus. Manfaat praktik asuhan
keperawatan keluarga ini juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat
kemandirian keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan anggota keluarga.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
8
1.4.3 Manfaat Metodologi
Karya ilmiah ini dapat menjadi sumber rujukan dan informasi untuk pembuatan
asuhan keperawatan keluarga dengan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
terkait diabetes. Hal ini sangat perlu dikembangkan selanjutnya demi peningkatan
mutu asuhan keperawatan keluarga.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori dan Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Kota merupakan daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang
merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat dan daerah
pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern yang
sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian dengan dinding (tembok)
yang mengelilingi tempat pertahanan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008). Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluasluasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat
kota yaitu sejumlah manusia yang tinggal di suatu wilayah dengan kepadatan yang
tinggi yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor
perdagangan, industri, dan sektor administrasi pemerintah.
Pertambahan penduduk di kota semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut
WHO (2010), pada tahun 2030 sebanyak 6 dari 10 orang akan tinggal di kota dan
meningkat menjadi 7 dari 10 orang akan tinggal di kota pada tahun 2050. Kota
besar di negara yang berkembang mengalami peningkatan total penduduk
sebanyak 20% sedangkan di kota kecil dan sedang sebanyak 45 % pertambahan
dalam kurun waktu 2000 – 2015. Seiring dengan pertumbuhan global,
pertumbuhan jumlah penduduk kota Depok mengalami peningkatan dari tahun
2008-2012, tahun 2008 berjumlah 1.503.677 jiwa menjadi sebesar 1.898.567 jiwa
pada tahun 2012 (Dinkes Depok, 2012). Urbanisasi dan dampak terhadap
kesehatan bukan hanya masalah yang dihadapi kota besar namun juga kota kecil
dan sedang.
Cepatnya pertumbuhan penduduk di kota terkadang belum sejalan dengan
perkembangan infrastruktur yang ada. Pada beberapa negara berkembang
cepatnya arus urbanisasi belum dibarengi dengan kemampuan pemerintah untuk
membangun infrastruktur. Kegagalan perencanaan untuk mengatasi pertumbuhan
9
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
10
penduduk menyebabkan ketidakadekuatan pelayanan kesehatan, air, sanitasi,
edukasi, dan infrasturktur penting lainnya (WHO, 2010).
Kebanyakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat urban yaitu perumahan yang
kumuh dan terlalu padat. Perumahan padat dan kumuh dapat menimbulkan
masalah baru diantaranya banjir, polusi, dan bahaya industri. Meningkatnya risiko
kesehatan, bahaya lingkungan, kekerasan dan kejahatan dapat dikaitkan dengan
injuri, masalah respiratori, penyakit menular, dan penyakit psikologis yang
dihadapi masyarakat urban (WHO, 2010).
Masyarakat urban di negara berkembang memiliki ketergantungan pada makanan
jalanan, makanan cepat saji, makanan instan yang lebih murah. Hal tersebut
menyebabkan berbagai masalah terkait nutrisi seperti kurangnya nutrisi/mineral,
masalah gigi, hingga obesitas yang terkait dengan faktor risiko diabetes dan
masalah kardiovaskular (WHO, 2010).
Ketidakadekuatan pelayanan pemerintah terhadap transportasi publik mendorong
masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Masyarakat lebih banyak
menggunakan mobil atau motor sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan
polusi, risiko injuri kepada pejalan kaki & persepeda dan pengurangan aktivitas
fisik (WHO, 2010). Sedangkan ketidakadekuatan aktivitas fisik merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit kardiovaskular, diabetes, dan beberapa kanker. Bagi
kalangan miskin yang tinggal di perkotaan, kurangnya pelayanan transportasi
publik menyebabkan susahnya akses menuju pelayanan kesehatan.
Banyak kota memiliki ancaman dan masalah kesehatan yang serupa saat ini.
Ancaman kesehatan utama yang dihadapi perkotaan saat ini meliputi penyakit
infeksius yang banyak disebabkan oleh kondisi tinggal yang miskin dan penyakit
tidak menular (penyakit jantung, kanker, diabetes) serta kondisi yang diakibatkan
oleh penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan
penggunaan alkohol (WHO, 2010). Ancaman ketiga meliputi kecelakaan, injuri,
kekerasan dan kejahatan.
Seiring dengan ancaman kesehatan secara global,
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
11
masalah kesehatan yang tejadi di kota Depok salah satunya yaitu penyakit tidak
menular meliputi hipertensi, rematism & gout, serta diabetes melitus yang
menempati tiga penyakit tidak menular yang utama (Dinkes Depok, 2012).
Kota yang sehat memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat yang
tinggal di dalamnya. Kota sehat didefinisikan WHO (2009) dalam Allender (2013)
sebagai tempat yang secara kontinu menciptakan dan mengimprovisasi
lingkungan fisik dan sosial dan memperluas sumber daya sehingga masyarakat
dapat mendukung satu sama lain dalam menjalankan fungsi kehidupan dan
mengembangkan potensi maksimum masing-masing. Kota sehat yaitu daerah
pemukiman yang selalu berupaya untuk mempertahankan atau meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat didalamnya melalui upaya menangani masalah
kesehatan yang terjadi.
Untuk menangani masalah yang kompleks pada perkotaan dibutuhkan peran dari
berbagai sektor. Pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat dan swasta perlu
bekerja sama untuk menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat. Perawat
sebagai salah satu tenaga kesehatan dengan jumlah yang terbanyak memiliki
peran yang besar dalam meningkatkan upaya kesehatan masyarakat.
Peran perawat dalam upaya peningkatan kesehatan masayarakat tertuang dalam
konsep keperawatan kesehatan masyarakat. Keperawatan kesehatan masyarakat
merupakan spesialisasi dari keperawatan yang digabungkan dengan ilmu
kesehatan masyarakat untuk memformulasikan praktik kesehatan yang berfokus
pada komunitas dan masyarakat (Anderson & McFarlane, 2011). Keperawatan
kesehatan masyarakat adalah suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif,
preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh, terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh melalui proses
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
12
keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal
sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya (Kepmenkes RI, 2006).
Ada 8 karakteristik penting dalam praktek keperawatan kesehatan masyarakat.
Karakteristik praktik keperawatan masyarakat memandang suatu populasi sebagai
klien, kewajiban utama yaitu untuk mencapai tujuan terbaik untuk orang banyak,
berkerjasama dengan masyarakat merupakan kunci utama, pencegahan primer
adalah prioritas, fokus pada strategi yang menciptakan lingkungan fisik, sosial dan
ekonomi yang sehat. Karakteristik lainnya meliputi menjangkau semua yang
memerlukan, menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal, dan
berkolaborasi dengan berbagai profesi, populasi, organisasi dan stakeholder
lainnya untuk mempromosikan serta melindungi kesehatan masyarakat (Allender,
Rector & Warner, 2014).
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang diakibatkan dari
ketidakadekuatan insulin untuk membawa nutrisi ke jaringan tubuh. Menurut
American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Menurut
WHO (2006) diabetes adalah kondisi yang secara utama didefinisikan sebagai
kondisi hiperglikemia yang beresiko menimbulkan kerusakan mikrovaskular
(retinopati, nefropati, dan neuropati). Diabetes adalah ketika glukosa dalam darah
atau gula darah seseorang terlalu tinggi (NIDDK, 2013)
Diabetes melitus adalah penyakit kronis dan progresif dengan karakteristik
ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Black & Hawks, 2009). Secara normal
beberapa jumlah glukosa bersirkulasi di dalam darah. Sumber utama glukosa
adalah dari absorbsi makanan pada saluran pencernaan dan produksi glukosa oleh
hati. Insulin yang merupakan hormon yang diproduksi sel β pankreas memiliki
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
13
fungsi mengkontrol level glukosa dengan cara mengkontrol produksi dan
penyimpanan glukosa. Pada kondisi diabetes, sel tersebut tidak berfungsi dengan
maksimal atau berhenti menghasilkan insulin yang menyebabkan kondisi
hiperglikemia (Smletzer & Bare, 2003).
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Diabetes melitus dikategorikan menjadi 4 kondisi klinis yaitu diabetes tipe 1,
diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes tipe spesifik lainnya. Diabetes
tipe 1 adalah hasil dari destruksi autoimun sel β pankreas,yang menjurus pada
defisiensi insulin yang absolut (Black & Hawks, 2009). Diabetes tipe 1 atau
disebut juga insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau juvenile diabetes
lebih sering terjadi pada orang muda tapi bagaimanapun juga dapat terjadi pada
orang dewasa. Diabetes tipe 1 memiliki presentasi 5 – 10% dari seluruh diagnosa
diabetes melitus.
Diabetes tpe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum terjadi di dunia.
Diabetes tipe 2 terjadi sekitar 90% dari seluruh kasus diabetes. Diabetes tipe 2
atau dulunya disebut non insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) adalah
hasil dari kerusakan sekresi insulin yang progresif bersamaan dengan resistensi
insulin yang biasanya dihubungkan dengan obesitas (Black & Hawks, 2009).
Menurut Perkeni (2011) klasifikasi diabetes tipe 2 dapat bervariasi mulai dari
yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes tipe 2 biasanya
didiagnosis setelah umur 40 tahun dan lebih sering terjadi pada lanjut usia, kasus
obesitas, etnis dan ras tertentu.
Diabetes gestasional adalah diabetes yang didiagnosa dalam masa kehamilan. Ibu
hamil memproduksi hormon yang mendorong terjadinya resistensi insulin. Semua
wanita mengalami resistensi insulin pada akhir kehamilannya, bila pankreas tidak
mampu memproduksi cukup insulin selama kehamilan maka wanita akan
mengalami diabetes gestasional. Overweight, obesitas dan pertambahan berat
badan yang terlalu banyak selama masa kehamilan merupakan faktor risiko
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
14
terjadinya diabetes gestasional. Diabetes gestasional biasanya dapat teratasi
setelah proses persalinan, namun wanita yang mengalami diabetes gestasional
akan berresiko untuk menderita diabetes tipe 2 nantinya (NIDDK, 2013).
Diabetes tipe lain merupakan kondisi diabetes yang tidak dapat diklasifikasi pada
diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional. Tipe lain diabetes melitus
dapat terjadi dari hasil defek genetik dalam fungsi sel beta, penyakit pankreas atau
penyakit yang diakibatkan dari penggunaan obat (Black & Hawks, 2009).
Menurut CDC (2012) tipe spesifik lain dari diabetes dihasilkan dari syndrome
genetik yang spesifik, operasi, obat, malnutrisi, infeksi, dan penyakit lainnya. Tipe
diabetes ini hanya mencakup 1-2% dari seluruh diagnosis kasus diabetes.
2.2.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus
Menurut IDF (2014) beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan diabetes tipe 2
yaitu riwayat keluarga dengan diabetes, kelebihan berat badan, diet tidak sehat,
kurangnya aktivitas fisik, bertambahnya umur, tekanan darah tinggi, etnis tertentu,
toleransi glukosa terganggu, riwayat diabetes gestasional, nutrisi buruk saat
kehamilan. Faktor risiko dari diabetes tipe 1 lebih sedikit dijelaskan, yaitu
meliputi autoimun, genetik dan faktor lingkungan berpengaruh terhadap
perkembangan diabetes tipe ini. Faktor lingkungan seperti virus mendorong
proses autoimun yang menghancurkan sel β pankreas. Faktor risiko terbesar dari
diabetes tipe 2 yaitu obesitas.
Diabetes tipe 2 biasanya didiagnosis setelah umur 40 tahun dan lebih sering
terjadi pada lanjut usia, kasus obesitas, etnis dan ras tertentu. Diabetes gestasional
lebih sering terjadi pada Afrika-Amerika, Latin Amerika, Amerika-India, dan
individu yang memiliki riwayat keluarga. Wanita yang pernah mengalami
diabetes gestasional memiliki 35%-60% mengalami diabetes tipe 2 pada 10-20
tahun setelah persalinan (CDC, 2012).
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
15
2.2.4 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Tanda dan gejala yang dimiliki seseorang dengan diabetes dapat beragam. IDF
(2014) menyebutkan tanda dan gejala yang umum muncul pada individu dengan
diabetes yaitu peningkatan frekuensi berkemih, rasa haus berlebih, peningkatan
rasa lapar, penurunan berat badan, keletihan, kurang minat dan konsenterasi.
Tanda gejala selanjutnya yaitu sensasi kesemutan dan kebas di tangan atau kaki,
penglihatan kabur, meningkatnya frekuensi terkena infeksi, penyembuhan luka
yang lama, mual dan nyeri abdomen.
Perkeni (2011) mengelompokkan tanda dan gejala DM berdasarkan 2 kelompok
yaitu keluhan klasik dan keluhan lain. Keluhan klasik DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Sedangkan keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita
2.2.5 Patofisiologi Diabetes Melitus
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin
merujuk kepada menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel dan menginisiasi
reaksi yang berlangsung pada metabolisme glukosa. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II akan disertai dengan penurunan reaksi intrasel yang menyebabkan
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan (Smletzer & Bare, 2003).
Resistensi sel terhadap insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel
mengalami penurunan sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka
timbul glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yakni
pengeluaran elektrolit dan cairan yang berlebih. Diuresis osmotik akan
menyebabkan peningkatan pengeluaran urin (poliuri) dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
16
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma yang hipertonik (pekat akibat adanya glukosa) sehingga
akan menimbulkan peningkatan rasa haus (polidipsi) (Smletzer & Bare, 2003).
Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif yakni asupan kalori
kurang dari kalori yang dikeluarkan sehingga menimbulkan rasa lapar yang cepat
(polifagi). Akibatnya, adipose (lemak), glikogen, dan otot digunakan untuk
menghasilkan energi. Berat badan dan cadangan lemak pun berkurang. Awalnya,
glukagon akan meningkat untuk mengubah glikogen menjadi glukosa untuk
menghasilkan energi. Apabila glikogen tersebut habis, terjadilah proses
glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Pertama yang mengalami perubahan
yaitu lemak, terjadilah lipolisis yang kemudian mengakibatkan proses
pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton di dalam plasma
akan menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta
pH serum menurun yang menyebabkan asidosis. Jika cadangan lemak habis,
terjadilah peningkatan katabolisme protein (proteinolisis) yang menghasilkan
asam laktat berlebih. Kelebihan asam laktat tersebut dapat menyebabkan
kelelahan. Gangguan aliran darah yang dijumpai pada penderita diabetes juga
berperan menimbulkan kelelahan (Smletzer & Bare, 2003).
Polifagi juga disebabkan oleh adanya starvasi (kelaparan sel) karena sel tidak
mendapatkan glukosa yang dapat diubah menjadi energi. Penggunaan glukosa
oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi
menurun sehingga tubuh menjadi lemah. Peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) juga menimbulkan suatu respons yang menyebabkan perubahan
dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Gangguan pembuluh
darah tersebut menyebabkan aliran darah ke retina menurun sehingga suplai
makanan dan oksigen berkurang, akibatnya klien akan mengalami mata
berkunang-kunang dan pandangannya menjadi kabur (Smletzer & Bare, 2003).
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
17
2.2.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Seseorang dengan diabetes memliki peningkatan risiko untuk mengalami berbagai
masalah kesehatan yang serius. Berdasarkan data IDF (2013) pada hampir semua
negara maju, diabetes merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular,
kebutaan, gagal ginjal dan amputasi ekstrimitas bawah. Smeltzer & Bare (2003)
mengelompokkan komplikasi diabetes menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Akut diabetes dapat mengakibatkan kondisi hipoglikemia,
ketoasidosis diabetikum dan hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome
(HHNS). Efek jangka panjang dari kondisi hiperglikemia dapat mengakibatkan
komplikasi makrovaskular (PJK, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
pembuluh darah perifer), komplikasi mikrovaskular (gagal ginjal, penyakit mata)
dan komplikasi neuropati (Smletzer & Bare, 2003).
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus
Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer (Perkeni, 2011).Diagnosa DM dapat
ditegakkan
jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL, adanya keluhan klasik dan pemeriksaan glukosa plasma
puasa ≥ 126 mg/dl, dan berdasarkan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan
hasil >200 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) yaitu tiga hari sebelum pemeriksaan,
pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup)
dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa, kemudian berpuasa paling
sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa
gula tetap diperbolehkan. Selanjutnya klien akan diperiksa kadar glukosa darah
puasa dan diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
18
Klien berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai dan diperiksa kadar glukosa darah 2
(dua) jam sesudah beban glukosa.Selama proses pemeriksaan, subjek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Perkeni, 2011).
Kriteria diagnostik diabetes oleh WHO (2012) yaitu ketika gula darah puasa ≥
7.0mmol/l (126mg/dl), gula darah sewaktu ≥ 11.1mmol/l (200mg/dl) dan gula
darah TGO ≥ 11.1mmol/l (200mg/dl) . WHO (2006) memasukkan pemeriksaan
Glycated haemoglobin (HbA1c) sebagai salah satu pemeriksaan diagnostik untuk
diabetes. HbA1c merefleksikan gula darah rata-rata dalam 2-3 bulan terakhir
dalam satu kali pemeriksaan sewaktu tanpa puasa. Pemeriksaan ini juga menjadi
standard untuk pengontrolan indeks glukosa pada penderita diabetes dan untuk
pertimbangan untuk pengkajian individu dengan toleransi glukosa terganggu.
Kriteria diabetes berdasarkan Glycated haemoglobin (HbA1c) yaitu ≥ 6.5% /48
mmol/mol.
Pemeriksaan HbA1c tidak sesuai untuk diagnosis dalam kondisi tertentu.
Beberapa kondisi tertentu tersebut meliputi pada semua anak & anak muda, klien
suspek dengan diabetes tipe 1, klien dengan tanda dan gejala klinis kurang dari
dua bulan, klien yang sedang sakit akut,. Kondisi klien yang sedang
mengkonsumsi obat yang dapat meningkatkan gula darah secara cepat (steroids &
antipsikotik), klien dengan kerusakan pankreas, pada kehamilan, adanya gen,
kondisi hematologi dan penyakit yang mempengaruhi HbA1c dan pengukurannya
tidak sesuai untuk dilakukan pemeriksaan HbA1c.
2.2.8 Upaya Pencegahan Diabetes Melitus
Berbagai perubahan gaya hidup dapat dilakukan untuk mencegah diabetes. Terapi
intensif pada pola hidup yang didemonstrasikan pada suatu grup dibuktikan
mampu menurunkan risiko diabetes 58% dibanding dengan grup lainnya. IDF
(2014) menyebutkan perubahan gaya hidup meliputi mempertahankan berat badan
ideal, melakukan aktivitas fisik, diet nutrisi seimbang, pengontrolan terhadap
rokok, stres dan pola tidur. Obesitas dihubungkan dengan faktor risiko diabetes
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
19
tipe 2. Pengurangan berat badan dapat meningkatkan resistensi insulin dan
menurunkan hipertensi, maka dari itu individu dengan obesitas dianjurkan untuk
menurunkan dan mencapai berat badan ideal. Peningkatan aktivitas fisik sangat
erat hubungannya dengan pencapaian berat badan ideal, penurunan tekanan darah,
penurunan nadi istirahat, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan
komposisi tubuh dan meningkatkan rasa kesejahteraan jiwa.
Diet nutrisi yang seimbang merupakan faktor penting dalam kesehatan. Diet sehat
mampu mengurangi faktor risiko dari berbagai penyakit kardiovaskular. Berhenti
merokok merupakan perubahan gaya hidup selanjutnya untuk menghindari
diabetes, tembakau sebagai fakotr risiko dari banyak penyakit kronis merupakan
salah satu faktor risiko dari diabetes. Merokok meningkatkan pengumpulan lemak
bagian abdomen dan meningkatkan resistensi insulin. Pada beberapa kasus ketika
sesorang berhenti merokok, penambahan berat badan terjadi, hal tersebut perlu
diantisipasi dengan saran mengenai pengaturan makanan dan snack serta akivitas
fisik (IDF,2014).
Stress dan depresi memiliki hubungan dengan diabetes dan penyakit
kardiovaskular. Pencegahan dan mengatasi stres dengan efektif mampu
menurunkan risiko diabetes. Ketidakefektifan pola tidur dapat meningkatkan
risiko diabetes. Kurang tidur (<6jam) dapat mengganggu keseimbangan hormon
yang mengatur masukan makanan dan keseimbangan energi, sedangkan kelebihan
tidur (>9jam) dapat mengindikasikan adanya stres atau depresi (IDF,2014).
2.2.9 Upaya Perawatan Diabetes Melitus
NIDDK (2013) merumuskan empat intervensi utama untuk mengontrol level gula
darah dalam range target yaitu mengikuti rencana diet seimbang, aktif secara fisik,
meminum obat sesuai yang diresepkan dan memonitor kadar gula darah. Berikut
akan dibahas satu persatu mengenai upaya perawatan klien dengan diabetes.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
20
a. Diet Seimbang
Pengaturan makanan merupakan tindakan penting dalam manajemen diabetes
melitus. Tujuan utama dari pengaturan diet makanan yaitu memperbaiki nilai gula
darah dan lemak dalam tubuh, mendorong konsistensi masukan makanan (pada
diabetes tipe 1), mendorong pengaturan berat badan menuju ideal, mendorong
tercukupinya nutrisi untuk tubuh (Black & Hawks, 2009). Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis, dan jumlah makanan. Obesitas dikaitkan dengan meningkatnya resitensi
insulin yang juga merupakan faktor utama pada diabetes tipe 2. Beberapa klien
yang mengalami obesitas, diabetes tipe 2 dan membutuhkan insulin atau obat oral
untuk mengontrol gula darah dapat menurunkan kebutuhan kepada obat dengan
menurunkan berat badan. Penurunan berat badan 10% dari total berat badan dapat
secara signifikan memperbaiki kadar gula darah (Bare & Smeltzer, 2003 ).
b.
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan manajemen diabetes yang telah terbukti melalui banyak
penelitian. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh dari pergerakan otot-otot
sehingga tubuh mengeluarkan energi lebih besar dari biasanya (Colberg, 2010).
Manfaat aktivitas fisik bagi penderita diabetes yaitu meliputi meningkatkan
sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar
gula dan kadar lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat
darah (LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko
penyakit jantung. Manfaat lainnya yaitu dapat mengontrol berat badan,
menurunkan risiko komplikasi penyakit DM, menguatkan jantung, otot dan
tulang, dan menurunkan tingkat stress (Diabetes Australia, 2008).
c.
Kontrol rutin diabetes
Untuk pemantauan status diabetes individu dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kadar glukosa darah dan pemeriksaan HbA1c. Tujuan pemeriksaan glukosa darah
yaitu ntuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai, untuk melakukan
penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
21
post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai
dengan kebutuhan (Perkeni, 2011). Sesorang dengan diabetes dianjurkan untuk
melakukan pengontrolan kadar gula darah minimal satu bulan sekali.
Pemeriksaan HbA1c atau tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai
glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi (disingkat
sebagai A1C),
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka
pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali
dalam setahun (Perkeni, 2011).
d.
Terapi medikasi
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur
namun
pengendalian
kadar
glukosa
darahnya
belum
tercapai,
dipertimbangkan pemakaian obat-obat berkhasiat hipoglikemik (oral – insulin).
Kelas umum dari obat hipoglikemik oral ( OHO ) meliputi sulfonylureas,
biguanides, meglitinides, thiazolidinediones, alpha-glucosidase inhibitors, incretin
mimetics, dan amylinomimetics (Black & Hawks, 2009).
Sulfonilurea merupakan golongan obat yang mempunyai efek
utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Keefektifan sulfonylurea
ditujukan kepada klien yang memiliki fungsi pankreas yang masih baik, sehingga
golongan ini tidak dapat digunakan pada klien dengan diabetes tipe 1.
Sulfonilurea menurut durasi atau lama kerja dapat dibagi menjadi agens short-,
intermediate-, dan long-acting. Efek samping obat-obat ini mencakup gejala
gastrointestinal dan reaksi dermatologi. Hipoglikemi dapat terjadi bila obat
diberikan dalam dosis berlebihan atau ketika pasien lupa makan atau asupan
makanannya kurang (Bare & Smeltzer, 2003 )
Biguanid (Metformin) digunakan jika masih terdapat insulin, menimbulkan efek
antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada reseptor perifer dan tidak
memberikan efek pada sel-sel beta pankreas. Biguanid digunakan bersamaan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
22
dengan sulfonilurea untuk meningkatkan efek penurunan gula darah yang lebih
efektif dibanding jika biguanid digunakan secara tunggal. Asidosis laktat
merupakan komplikasi potensial yang serius, pasien harus dipantau dengan ketat.
Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
dan hati pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia (misalnya pasien dengan
penyakit Serebro Cardiovaskular) (Smletzer & Bare, ). Pengecekkan rutin
terhadap fungsi ginjal perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kerusakan
ginjal. Obat Biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah makan.
Inhibitor Glukosidase Alfa (Acarbase) merupakan golongan obat yang
mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makan dengan
memperlambat absorbsi glukosa di sistem pencernaan. Obat ini dapat digunakan
untuk terapi tunggal maupun kombinasi dengan sulfonilurea atau meglitidines
Hipoglikemia dapat
terjadi ketika kombinasi dengan sulfonilurea atau
meglitidines. Obat ini memiliki efek samping diare dan flatulence. Efek samping
ini dapat diminimalisir dengan memulai dengan dosis yang sangat rendah dan
ditmabah secara bertahap. Obat ini berpengaruh ketika proses penyerapan
makanan sehingga harus segera diminum sebelum makan (Bare & Smeltzer, 2003
).
Thiazolidinediones diindikasikan kepadaa klien dengan diabetes tipe 2 yang
reguler menggunakan injeksi insulin dan pengontrolan terhadap gula darh masih
belum adekuat. Thiazolidinediones meningkatkan kerja insulin pada reseptor
tanpa meningkatkan sekresi insulin dari sel b pankreas. Obat golongan ini dapat
berpengaruh terhadap fungsi hati sehingga pengecekkan terhadap fungsi hati harus
dilakukan pada awal dan secara teratur. Pada klien wanita, Thiazolidinediones
dapat menyebabkan memulai kembali proses ovulasi pada masa pre menapous
sehingga memungkinkan terjadinya kehamilan (Bare & Smeltzer, 2003 ).
Maglitidines (repaglinide) menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi
pengeluaran insulin dari sel b pankreas. Keefektifan obat ini bergantung pada
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
23
fungsi dari sel b pankreas. Repaglinide kontraindikasi pada klien dengan diabetes
tipe 1. Repaglinide memiliki aksi cepat dalam durasi yang singkat (1 jam). Obat
ini harus dikonsumsi sebelum makan untuk menstimulasi insulin berspeon pada
makanan tersebut (Smletzer & Bare, ).
Terapi medikasi harus dijelaskan bukan sebagai subtitusi dari diet dan aktivitas
fisik pada klien diabetes. Saat ini obat orah antidiabetik tidak lagi efektif untuk
mengontrol kadar gula darah khusunya pada klien yang menggunakan insulin.
Berbagai mekanisme dari kerja obat antidiabetik menyebabkan multiple dosis dan
obat sering digunakan saat ini (Bare & Smeltzer, 2003 ).
Pada DM tipe I tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin
sehingga insulin eksogenus harus diberikan. Sedangkan pada DM tipe II, insulin
mungkin diperlukan untuk terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar
glukosa darah jika diet, obat hipoglikemia oral tidak mampu mengontrolnya atau
dalam kondisi stress dan sakit. Preparat insulin digolongkan menurut 5
karakteristik berdasarkan perjalanan waktu. Rapid acting (Humalog & Novolog)
memiliki awitan kerja 10-15 menit, mencapai puncak pada 40-60 menit dan
memiliki durasi kerja 3-6 jam. Insulin tipe ini digunakan untuk menurunkan
secara cepat dan mengatasi hiperglikemia post pandrial, dan untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia pada malam hari.
Short-acting insulin atau insulin reguler (Humalog R, Novolin R, Iletin II
Reguler) memiliki awitan kerja ½ hingga 1 jam, puncaknya 2 hingga 3 jam, dan
durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler terlihat jernih dan diberikan 20
hingga 30 menit sebelum makan, dapat diberikan secara tunggal atau
dikombinasikan dengan insulin kerja lama. Intermediate-acting insulin atau NPH
insulin & Lente insulin (“L”) memiliki awitan kerjan 2 hingga 4 jam, puncaknya
6 hingga 12 jam, dan durasi kerjanya 16 hingga 20 jam. Kedua insulin tersebut
sama dalam perjalanan waktu kerja, terlihat putih menyerupai susu. Pasien yang
menggunakan insulin jenis ini harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak
kerja.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
24
Long-acting insulin atau ultralente insulin (“UL”) cenderung memiliki kerja yang
panjang, perlahan, dan bertahan. Awitan kerjanya 6 hingga 8 jam, puncaknya 12
hingga 16 jam, dan durasinya 20 hingga 30 jam. Very long acting (glargine,
lantus) memiliki awitan kerja dalam satu jam, tidak memiliki puncak kerja dan
durasi selama 24 jam. Insulin ini biasanya digunakan sebagai dosis basal (Bare &
Smeltzer, 2003 ).
Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat adalah U100 yang berarti terdapat 100 unit insulin per 1 cm3. Preparat insulin dahulu
diperoleh dari pankreas sapi dan babi, namun sekarang telah tersedia “Human
Insulin” yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan. Pemilihan dan
rotasi tempat penyuntikan preparat insulin meliputi 4 daerah utama yaitu:
abdomen, lengan (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong.
Insulin diabsorpsi paling cepat di abdomen dan menurun secara progresif pada
lengan, paha, serta bokong. Rotasi penyuntikan dilakukan secara sistematis untuk
mencegah perubahan setempat jaringan lemak (lipodistrofi).
2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Melitus
Keluarga merupakan kumpulan dua atau lebih individu yang biasanya tinggal
bersama dan memiliki hubungan perkawinan atau keturunan. Kaakinen, GedalyDuff, Coehlo & Hanson (2010) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih
individu yang bergantung satu sama lain secara emosional, fisik, dan dukungan
ekonomi. Friedman (1998) mendefiniskan keluarga sebagai kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional serta
memiliki masing-masing peran di dalam keluarga. Berbagai definisi mengenai
keluarga berkembang, untuk mengetahui lebih tepatnya anggota dalam suatu
keluarga diperlukan wawancara terhadap keluarga itu sendiri.
Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson (2010) mendefinisikan kesehatan
keluarga sebagai perubahan dinamis yang relatif menuju kesejahteraan yang
meliputi kesejahteraan biopsikososio dan faktor budaya dari sistem keluarga.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
25
Kesehatan dari anggota keluarga mempengaruhi keseluruhan fungsi keluarga dan
sebaliknya kemampuan keluarga mencapai fungsi keluarga mempengaruhi
kesehatan setiap anggota keluarga. Keperawatan kesehatan keluarga tidak hanya
berfokus pada individu anggota keluarga yang sakit tapi juga berfokus pada
keluarga untuk beradaptasi baik dengan lingkungan.
Keperawatan kesehatan keluarga melihat bagaimana fungsi keluarga berjalan
dengan baik bersama-sama dalam sebuah unit. Keperawatan kesehatan keluarga
adalah gabungan antara seni dan science yang berkembang sejak awal 1980
sebagai cara berfikir untuk bekerjasama dengan keluarga ketika anggota keluarga
mengalami masalah kesehatan (Hanson, 2005). Keperawatan keluarga merupakan
proses menyediakan pelayanan kesehatan bagi keluarga dalam lingkup praktik
berbasis keperawatan (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010). Seperti
asuhan keperawatan individu, proses keperawatan dalam keluarga dimulai dengan
pengkajian keluarga, skoring diagnosis, diagnosis, rencana tindakan keperawatan
hingga evaluasi.
2.3.1 Pengkajian Keluarga
Pengkajian merupakan proses pertama yang harus dilakukan dalam tercapainya
proses keperawatan yang efektif. Inti untuk memberikan pelayanan keperawatan
keluarga yang aman dan efektif adalah kemampuan perawat untuk melakukan
pengkajian secara akurat, mengidentifikasi masalah keperawatan, dan menyusun
rencana perawatan (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010). Pengkajian
keluarga memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dibanding asuhan
keperawatan individu. Pengkajian keluarga secara umum mencakup beberapa poin
besar yaitu data umum, riwayat dan tahap perkembangan keluarga, lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga, stresor dan koping keluarga, harapan keluarga,
dan pemeriksaan fisik.
Pada data umum, pengkajian yang dilakukan mencakup nama keluarga, alamat &
telepon, komposisi keluarga, tipe keluarga, suku, agama, status sosioekonomi, dan
aktivitas rekreasi. Cara efektif untuk melihat komposisi keluarga yaitu dengan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
26
menggunakan genogram keluarga. Genogram keluarga adalah gambaran visual
pohon keluarga yang menggambarkan tentang anggota keluarga dan hubungan
dalam keluarga
minimal dalam tiga generasi kehidupan (McGoldrick,
Schellenberger, & Petry, 2008 dalam Kaakinen, 2010). Secara tradisional, tipe
keluarga diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu keluarga inti (nuclear family) dan
keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri
dari ayah, ibu, dan anak ang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduanya. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih memiliki hubungan darah (kakek-nenek, cucu, paman-bibi). Pengkajian
terhadap genogram keluarga dapat memberikan gambaran faktor keturunan yang
meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus pada keluarga.
Pengkajian
riwayat
dan
tahap
perkembangan
keluarga
meliputi tahap
perkembangan saat ini, tahap perkembangan yang belum tercapai, riwayat
keluarga inti, dan riwayat keluarga sebelumnya. Menurut Friedman (1998), tahap
perkembangan keluarga terbagi menjadi 8 kategori. Keluarga baru (beginning
family), yaitu perkawinan dari sepasang individu yang menandakan bermulanya
keluarga baru. Keluarga pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan, yaitu
membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan bersama, membina
hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial dan merencanakan anak
atau KB. Yang kedua yaitu keluarga sedang mengasuh anak (child bearing
family), yaitu dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30
bulan. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu mempersiapkan kehadiran bayi,
membagi peran dan tanggung jawab, adaptasi pola hubungan seksual,
meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.
Tahap perkembangan keluarga yang ketiga yaitu keluarga dengan usia anak pra
sekolah, yaitu keluarga dengan anak pertama yang berumur 30 bulan sampai
dengan 6 tahun. Dalam tahp ini keluarga mempunyai tugas perkembangan, yaitu
membagi waktu, pengaturan keuangan, merencanakan kelahiran yang berikutnya
dan membagi tanggung jawab dengan anggota keluarga yang lain. Selanjutnya
keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13 tahun.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
27
Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan aktivitas untuk
anak,
pengaturan
keuangan,
kerjasama
dalam
menyelesaikan
masalah,
memperhatikan kepuasan anggota keluarga dan sistem komunikasi keluarga
(Friedman 1998).
Tahap perkembangan keluarga yang kelima yaitu keluarga dengan anak remaja,
yaitu dengan usia anak pertama 13 tahun sampai dengan 20 tahun. Tugas
perkembangan keluarga ini adalah menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga yang
berbeda, menyertakan keluarga dalam bertanggungjawab dan mempertahankan
filosofi hidup. Selanjutnya yaitu keluarga dengan anak dewasa, yaitu keluarga
dengan anak pertama, meninggalkan rumah. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini yaitu menata kembali sumber dan fasilitas, penataan tagung jawab antar
anak, mempertahankan komunikasi terbuka, melepaskan anak dan mendapatkan
menantu (Friedman, 1998).
Tahap perkembangan keluarga usia pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan
perkembangan,
yaitu
berakhir
pada saat
mempertahankan
suasana
pensiun.
yang
Adapun tugas
menyenangkan,
bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina keakraban dengan
pasangan, mempertahankan kontak dengan anak, mempertahankan kesehatan dan
berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Tahap perkembangan yang terakhir yaitu
keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari salah
satu pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu
pasangan meninggal dunia. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu
menghadapi pensiun, saling rawat, memberi arti hidup, mempertahankan kontak
dengan anak, cucu dan masyarakat (Friedman, 1998). Ketidakmampuan keluarga
dalam memenuhi tahap perkembangan keluarga dapat menimbulkan stres dan
konflik dalam keluarga yang merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes
melitus.
Riwayat keluarga inti didapat dari menanyakan proses terbentuknya keluarga,
riwayat kesehatan anggota keluarga dan upaya penanganan masalah kesehatan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
28
tersebut. Riwayat keluarga sebelumya mengidentifikasi riwayat kesehatan yang
terdapat pada generasi sebelumnya dan upaya penanggulangan masalah kesehatan
tersebut (Friedman, 1998). Riwayat keluarga sebelumnya penting untuk
mengidentifikasi berbagai faktor risiko penyakit yang disebabkan oleh keturunan
sebagai contohnya yaitu penyakit diabetes melitus.
Pengkajian terkait lingkungan meliputi karakteristik rumah, karakteristik tetangga
& RW, mobilitas geografis, perkumpulan keluarga, dan sistem pendukung.
Beberapa hal yang dapat dikaji dari karakteristik rumah yaitu kondisi rumah,
ventilasi, pencahayaan, saluran pembuangan limbah, sumber air bersih, syarat
jamban sehat, adanya tempat sampah dan rasio luas bangunan dengan jumlah
anggota keluarga. Karakteristik rumah biasanya juga diambarkan secara visual
melalui denah ruangan dalam rumah. Karakteristik tetangga dapat dikaji dengan
kondisi sosio ekonomi, lingkungan fisik, dan kebiasaan mengenai kesehatan
(Friedman, 1998). Karakteristik tetangga dapat menggambarkan dukungan
tetangga dalam mengatasi diabetes melitus pada keluarga.
Mobilitas keluarga menggambarkan pergerakan anggota keluarga sehari-harinya
dan alat yang biasanya digunakan untuk melakukan mobilitas. Perkumpulan
keluarga menggambarkan dukungan masyarakat atau lingkungan kepada keluarga
dalam beberapa aktivitas/rutinitas yang ada di masyarakat dan sejauh mana
keluarga ikut serta dalam kegiatan di lingkungan sekitar. Sistem pendukung
keluarga menggambarkan fasilitas keluarga untuk menunjang kesehatan, seperti
jaminan kesehatan, dukungan psikologis, dan fasilitas fisik lainnya yang
menunjang upaya pemeliharaan kesehatan keluarga terutama terkait dengan
diabetes melitus.
Pengkajian struktur keluarga meliputi pola komunikasi, struktur kekuatan, struktur
peran dan niilai & norma budaya. Pola komunikasi terbuka menjelaskan mengenai
cara keluarga berkomunikasi, pengambil keputusan dalam keluarga, dan peran
anggota
keluarga
dalam
menciptakan
komunikasi.
Struktur
kekuatan
menggambarkan anggota dalam keluarga yang memiliki kemampuan dalam
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
29
mempengaruhi perilaku dan sikap terutama dalam upaya pemeliharaan kesehatan
terkait diabetes melitus. Struktur peran dalam keluarga menggambarkan masingmasing peran anggota keluarga . Nilai dan norma budaya yang berada dalam
keluarga dikaji dan dihubungkan dengan masalah kesehatan dan upaya
penanganan diabetes melitus.
Pengkajian fungsi keluarga meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisai dan fungsi
perawatan keluarga. Fungsi afektif digambarkan melalui fungsi keluarga dalam
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan
psikososial keluarga. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial dilihat dari
kemampuan keluarga mencapai fungsi pengembangan dan melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan
diidentifikasi dari kemampuan keluarga mencapai lima tugas kesehatan keluarga
yaitu mengenal masalah, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, menciptakan suasana
rumah yang sehat (modifikasi lingkungan) dan menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat. Fungsi perawatan keluarga merupakan hal penting untuk
mengetahui pengetahuan, perilaku dan sikap keluarga terhadap anggota keluarga
yang memiliki diabetes melitus. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan
dalam membuat perencanaaan keperawatan.
Pengkajian stressor dan koping keluarga meliputi stressor jangka pendek dan
stressor jangka panjang, respon terhadap masalah, strategi koping, adaptasi
disfungsional. Stressor jangka pendek diidentifikasi dengan masalah atau keluhan
keluarga yang dapat diatasi dalam waktu kurang dari 6 bulan, sedangkan stressor
jangka panjang diidentifikasi dengan keluhan atau masalh yang muncul dan
membutuhkan waktu penanganan lebih dari 6 bulan. Respon terhadap masalah
diidentifikasi dari kemampuan keluarga menghadapi masalah yang muncul.
Strategi koping meliputi cara dan alat yang digunakan keluarga untuk mengatasi
masalah. Strategi koping dapat ditanyakan dengan bagaimana keluarga mengatasi
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
30
masalah diabetes melitus pada waktu yang lalu. Adaptasi disfungsional
menjelaskan ketidakmampuan keluarg untuk mengatasi suatu masalah. Harapan
keluarga menjelaskan mengenai keinginan keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatannya. Pengkajian terhadap status emosional dapat dilihat melalui
observasi (mimik, bahasa tubuh dan kontak mata). Keluarga ditanya mengenai hal
yang sangat dipedulikan dan ditakutkan mengenai diabetes, hal ini dapat menggali
terhadap informasi yang kurang tepat yang dimiliki oleh keluarga mengenai
diabetes melitus.
Pemeriksaan fisik dalam asuhan keperawatan keluarga diakukan pada setiap
anggota keluarga. Pemeriksaan fisik selanjutnya dapat dilakukan terfokus pada
individu yang mengalami keluhan/sakit. Pemeriksaan fisik dapat menggunakan
format pengkajian individu berdasarkan sistem fungsi tubuh atau berdasarkan
pengkajian head to toe. Pengkajian terhadap keluhan klien dapat difokuskan pada
tanda dan gejala diabetes melitus (poliuri, polidipsi, polifagi, kulit kering,
penglihatan kabur, penurunan berat badan, kegatalan pada vagina, penyembuhan
luka yang lama) (Bare & Smeltzer, 2003 ). Klien dengan diabetes tipe 1
dihubungkan dengan tanda dan gejala diabetes tipe 1 ( ketonuria, pernafasan
kusmaul, hipotensi orthostic, dan letargi) dan gejala DKA (mual, muntah, dan
nyeri abdomen).
Data penunjang seperti pemeriksaan lab, radiologi, EKG, USG dapat dimasukkan
dalam pemeriksaan individu.
Pemeriksaan lab dilakukan untuk mengetahui
adanya kenaikan level gula darah, adanya keton, status asidosis metabolis,
hiperosmolaritas dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada klien dengan diabetes
tipe 2 perlu juga dikaji mengenai tanda HHNS yaitu hipotensi, perubahan sensori,
dan penurunan turgor kulit.
2.3.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dilakukan mengacu pada definisi dan
klasifikasi diagnosa keperawatan NANDA Internasional. Menegakkan diagnosa
dilakukan dua hal, yaitu analisis data yang mengelompokkan data subjektif dan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
31
objektif, kemudian dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan
masalah keperawatan Diagnosis keperawatan NANDA yang berhubungan dengan
keperawatan keluarga beberapa diantaranya yaitu konflik peran orangtua,
ketidakefektifan koping keluarga, risiko ketidakefektifan koping keluarga,
kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga, kesiapan untut meningkatkan
proses keluarga, ketidakmampuan menjadi orang tua, kesiapan menjadi orang tua,
ketidakefektifan performa peran dan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
(Doenges, Moorhouse & Murr, 2008). Penggunaan diagnosis diluar diagnosis
keluarga dapat dilakukan karena Nursing Intervention Classification (NIC)
(McCloskey & Bulechek, 2004) and Nursing Outcomes Classification (NOC)
(Moorhead, Johnson, & Maas, 2004) telah menambahkan mengenai data
mengenai keluarga (Allender, 2013).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan diabetes melitus yaitu:
-
Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliurea dan dehidrasi
-
Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin,
makanan, dan aktivtas jasmani.
-
Kadar glukosa darah tidak stabil
-
Resiko infeksi (sepsis) berhubungan dengan : Tingginya kadar glukosa darah,
Menurunnya fungsi leukosit, Gangguan sirkulasi
-
Resiko gangguan presepsi sensori
-
Keletihan berhubungan dengan: Kurangnya produksi energi metabolik, Kadar
insulin yang insufficient
-
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
-
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga terkait diabetes melitus
2.3.3 Menentukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga
Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang muncul, menentukan
prioritas masalah merupakan langkah untuk intervensi keperawatan yang efektif.
Prioritas masalah keperawatan keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sifat masalah, kemungkinan masalah untuk dirubah, potensi masalh untuk
dicegah, dan masalah yang menonjol. Skoring dilakukan pada setiap diagnosa
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
32
keperawatan yang muncul. Skoring dilakukan dengan menentukan skor untuk
setiap kriteria, kemudian skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan
bobot, jumlahkan skor untuk semua kriteria dan bandingkan pada masing-masing
diagnosa keperawatan yang muncul.
Tabel 2.1 Skala penentuan prioritas masalah kesehatan keluarga
No.
1
2
3
4
Kriteria
Skor
Bobot
Sifat masalah:
-aktual
3
-ancaman
2
-potensial
1
1
Kemungkinan masalah dapat diubah:
-mudah
2
-sebagian
1
-tidak dapat diubah
0
2
Potensi masalah untuk dicegah:
-tinggi
3
-sedang
2
-rendah
1
1
Menonjolnya masalah:
-masalah berat harus ditangani
2
-adanya masalah tidak perlu ditangani
1
-masalah tidak bisa dirasakan
0
1
Total
2.3.4 Perencanaan Keperawatan Keluarga
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, rencana evaluasi,
dan intervensi. Tujuan ditetapkan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan khusus dalam perencanaan keperawatan keluarga ditetapkan untuk
mencapai lima tugas kesehatan keluarga. Lima tugas kesehatan keluarga yaitu
mengenal masalah, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, menciptakan suasana rumah yang
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
33
sehat (modifikasi lingkungan) dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat.
Rencana evaluasi dalam perencanaan meliputi kriteria evaluasi dan standar
evaluasi. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang
diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang
ditetapkan (Friedman, 1998). Kriteria evaluasi dapat berupa verbal, psikomotor,
dan afektif sedangkan standar evaluasi dapat diukur dengan memberi penilaian
mengenai jumlah jawaban yang mampu dijawab, jumlah gerakan yang mampu di
demonstrasikan, dan respon verbal.
Bila klien menujukkan tanda dan gejalan DKA atau HHNS maka perencanaan
tindakan perawatan yang dilakukan pertama yaitu fokus terhadap komplikasi akut
yang terjadi. Ketika komplikasi sudah terselesaikan maka fokus intervensi
menjadi manajemen jangka panjang diabetes melitus (Bare & Smeltzer, 2003 ). Isi
dari edukasi kesehatan kepada klien dengan diabetes melitus dapat meliputi:
fungsi dan struktur pankreas, definisi diabetes dan hubungannya terhadap fungsi
abnormal pankreas, manifestasi hiperglikemia, metode untuk mengontrol
hiperglikemia (diet, aktivitas fisik, medikasi, insulin), pengecekkan gula darah
secara mandiri, pemeriksaan keton di urin, dan komplikasi dari diabetes (Black &
Hawks, 2009).
2.3.5 Implementasi
Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup lima tugas kesehatan
keluarga menurut Friedman (1998), yaitu menstimulasi kesadaran atau
penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara
memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang
kesehatan dan mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah diabetes
melitus. Implementasi berdasarkan tugas kedua yaitu menstimulasi keluarga untuk
memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan cara mengidentifikasi
akbiat dan komplikasi jika tidak melakukan tindakan perawatan diabetes melitus.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
34
Selanjutnya memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit dengan cara menginformasikan dan mendemonstrasikan cara perawatan
diabetes melitus. Implementasi untuk mencapai tugas keempat yaitu membantu
keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara
menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga, melakukan
modifikasi lingkungan dengan seoptimal mungkin untuk mengatasi masalah
diabetes melitus. Implementasi terakhir yaitu memotivasi keluarga untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara memperkenalkan fasilitas
kesehatan yang ada di lingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada untuk mengatasi diabetes melitus (Friedman, 1998).
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur implementasi yang telah dilakukan dengan
melakukan pembandingan terhadap standar evaluasi yang telah dibuat. Evaluasi
dalam asuhan keperawatan keluarga dilakukan dalam dua cara yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama proses asuhan
keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir (Friedman, 1998).
Evaluasi formatif dilakukan dengan metode SOAP pada setiap kunjungan
keluarga. Evaluasi sumatif dilakukan berdasarkan standar evaluasi yang telah
dibuat di perencanaan.
2.4 Intervensi keperawatan unggulan
Intervensi keperawatan untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes
dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
a. Diet Seimbang
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Keteraturan dalam jenis dan jumlah
makanan dapat dicapai melalui pengaturan komposisi makanan. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, serat, dan
vitamin. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
35
mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Semua sumber
karbohidrat dibatasi sebagai contoh yaitu nasi, bubur, roti, mie, kentang,
singkong, ubi, sagu, gandum, pasta, jagung, talas, havermout, sereal, ketan,
makaroni (Kemenkes RI, 2011).
Komposisi asupan lemak dianjurkan yaitu sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Klien
tidak diperkenankan mengkonsumsi lemak melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %,
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi
adalah yang banyak mengandung lemak jenuh antara lain: kornet, sosis, sarden,
otak, jeroan dan kuning telur. Bahan makanan yang harus dihindari meliputi
dendeng, keju, abon, susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200
mg/hari (Perkeni, 2011).
Komposisi protein yang dibutuhkan bagi penderita diabetes yaitu sebesar 10 –
20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,
cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, putih telur, kacang-kacangan,
tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi (Perkeni, 2011).
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
sendok teh) garam dapur. Seseorang yang memiliki hipertensi, pembatasan
natrium dilakukan sampai 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam
dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit
(Perkeni, 2011).
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang
baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. Ada beberapa
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
36
buah yang perlu dihindari seperti durian, nangka, alpukat, kurma dan buah-buah
yang diawetkan. Beberapa buah yang dianjurkan yaitu jeruk, apel, jambu air,
salak, belimbing sedangkan beberapa buah yang dibatasi meliputi nanas, anggur,
mangga, sirsak, pisang, alpukat, sawo, semangka, nangka masak (Kemenkes RI,
2011). Beberapa sayuran dikelompokkan menjadi sayuran yang dianjurkan dan
dibatasi. Beberap sayuran yang dianjurkan meliputi sayur yang memiliki tinggi
serat (kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, tomat, lau air, kembang kol,
lobak, sawi,selada, seledri, dan terong). Beberapa sayuran yang dibatasi meliputi
baya, buncis, daun melinjo, labu siam, daun singkong, daun ketela, jagung muda,
kapri, kacang panjang, pare, wortel, dan daun katuk (Kemenkes RI, 2011).
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol
antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam
penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan
pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak
berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI) (Perkeni, 2011).
Keteraturan terhadap jumlah makanan dapat dicapai dengan menentukan jumlah
kalori yang dibutuhkan oleh tiap individu. Ada beberapa cara untuk menentukan
jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal,
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin,
umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan
rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal =(TB dalam cm - 100) x 1kg.
BB Normal
: BB ideal ± 10 %
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
37
Kurus
: < BBI - 10 %
Gemuk
: > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0 (dengan risiko 23,0-24,9 ; Obes I 25,0-29, ; Obes II > 30)
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur,
aktivitas fisik atau pekerjaan dan berat badan. Kebutuhan kalori pada wanita lebih
kecil daripada pria yaitu sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg
BB. Klien dengan usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69
tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun (Perkeni, 2011).
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat. Klien dengan kelebihan berat badan/kegemukan
dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan Bila kurus
ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria
(Perkeni, 2011).
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta
2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Makan tiga kali sehari untuk
mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat
diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain,
pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (Perkeni, 2011).
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
38
b. Aktivitas fisik
Manfaat aktivitas fisik bagi penderita diabetes yaitu meliputi meningkatkan
sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar
gula dan kadar lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat
darah (LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko
penyakit jantung. Manfaat lainnya yaitu dapat mengontrol berat badan,
menurunkan risiko komplikasi penyakit DM, menguatkan jantung, otot dan
tulang, dan menurunkan tingkat stress (Diabetes Australia, 2008).
Aktivitas fisik untuk pengendalian dan pencegahan diabetes melitus yang
direkomendasikan adalah latihan aerobik & latihan berbeban. Latihan aerobik
dilakukan secara teratur, dimulai dari
pemanasan, peregangan, inti, dan
pendinginan masing-masing selama 5/10 menit. Frekwensi latihan aerobik yang
dianjurkan yaitu 3-4 perminggu secara berselang seling antara hari latihanistirahat dengan durasi 150 mnt per minggu atau per hari 40-50 menit. Beberapa
jenis latihan aerobik yaitu jalan cepat , joging ,bersepeda, senam dan renang
(CDA,2008).
Latihan yang dianjurkan selanjutnya yaitu latihan berbeban. Latihan ini bertujuan
untuk mempertahankan kecepatan, kekuatan otot agar tetap baik. Frekwensi yang
dianjurkan yaitu 3 kali per minggu dengan intensitas mencapai 3 set. Set pertama
(10-15 pengulangan) dalam 8 gerakan yang berbeda, set kedua (10-15
pengulangan), set ketiga (8 pengulangan) dengan beban yang lebih berat.
Beberapa contoh latihan berbeban yaitu menggunakan beban lepas (angkat barbel)
dan gerakan tubuh (sit-up ) (CDA, 2008).
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan (Perkeni,2011). Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
39
mendapat komplikasi diabetes dapat dikurangi. Klien dengan diabetes dianjurkan
untuk menghindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
Klien dengan diabetes dinyatakan aman untuk melakukan aktivitas fisik namun
tetap perlu untuk memperhatikan beberapa hal. Sebelum memulai latihan, klien
diabetes sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter atau tenaga kesehatan, untuk
memastikan bahwa kegiatan latihan yang dipilihnya cukup aman dan sesuai
dengan keadaan fisiknya, misalnya jika pasien sudah memiliki masalah pada saraf
kaki atau pembuluh darah matanya. Selain itu, dokter dapat menyesuaikan kadar
obat atau insulin serta porsi makanan yang diberikan sehingga mencegah
terjadinya keadaan hipoglikemik.
Klien dianjurkan untuk melakukan latihan dengan seseorang yang mengetahui
bahwa klien adalah seorang penderita diabetes dan mengetahui apa yang harus ia
lakukan jika mendadak klien mengalami hipoglikemik. Klien dianjurkan
membawa makanan kecil saat berolah raga, misalnya sekotak kismis atau permen,
untuk digunakan jika mengalami hipoglikemik. Jika klien tidak didampingi,
dianjurkan untuk menggunakan gelang atau atribut yang menunjukkan bahwa
klien adalah penderita diabetes.
Keamanan dan kenyamanan pada kaki perlu diperhatikan penderita diabetes saat
akan melakukan latihan. Menggunakan sepatu dan kaos kaki katun yang nyaman
dan mengganti kaos kaki yang sudah basah merupakan salah satu tindakan yang
perlu diperhatikan. Setelah berolah raga klien dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan pada kaki untuk mencari adanya kemerahan, lecet, luka atau kulit
melepuh. Kondisi hidrasi perlu diperhatikan dengan meminum cukup air putih
sebelum, selama dan setelah latihan untuk mencegah dehidrasi. Klien disarankan
untuk tidak mengabaikan nyeri dan segera hentikan latihan jika tiba-tiba
merasakan nyeri.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
40
2.5 Kerangka teori
Teori dan konsep
kesehatan masalah
perkotaan :
- Urbanisasi dan
pertumbuhan
penduduk serta
dampaknya
terhadap masalah
kesehatan
perkotaan
- Peran perawat
komunitas dalam
menangani
masalah kesehatan
perkotaan
(WHO, 2010),
(Allender, 2013),
(Anderson &
McFarlane, 2011)
Diabetes melitus
1. Pengertian
2. Faktor risiko
3. Tanda dan gejala
4. Akibat/
Komplikasi
5. Pencegahan
6. Perawatan
(Smeltzer & Bare,
2003),
(Black & Hawks,
2009),
(Perkeni,2011),
(IDF, 2014)
Proses asuhan
keperawatan keluarga:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengkajian
Diagnosis
Skoring
Renpra
Implementasi
Evaluasi
(Friedman, 1998)
Intervensi untuk
menurunkan kadar
gula darah pada klien
dengan diabetes
melitus:
1. Diet
2. Aktivitas fisik
3. Terapi medikasi
(Smeltzer & Bare,
2003),
(Perkeni,2011),
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai proses keperawatan yang telah dilakukan
dengan diagnosis keperawatan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait
diabetes melitus pada keluarga Bp. A terutama ibu I. Proses keperawatan yang
dilakukan terdiri dari pengkajian, diagnosis, rencana asuhan keperawatan,
implementasi, evaluasi hingga penentuan tingkat kemandirian keluarga.
3.1 Pengkajian
Keluarga bapak A tinggal di RT 02 RW 06 kelurahan Sukatani, kecamatan Tapos,
Depok. Keluarga bapak A memiliki tipe keluarga extended, bapak A (55 th)
tinggal bersama ibu I (53 th), anak M (31th), cucu R (7 th) dan cucu J (5 th).
Bapak A dan ibu I berasal dari suku Sunda dan beragama Islam. Bapak A bekerja
sebagai teknisi dibidang elektronik di sebuah peruasahaan di Jakarta, ibu I sebagai
ibu rumah tangga sedangkan anak M bekerja sebagai pembuat makanan di salah
satu rumah sakit di Cibubur. Ibu I mengatakan jarang melakukan rekreasi, dan
lebih sering menonton TV dan tidur ketika ada waktu senggang.
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga dengan usia pertengahan.
Keluarga sudah mampu mempertahankan suasana yang menyenangkan,
bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina keakraban dengan
pasangan, mempertahankan kontak dengan anak, berpartisipasi dalam aktivitas
sosial dan sedang memenuhi tugas perkembangan mempertahankan kesehatan
anggota keluarga saat ini. Bapak A menikah dengan ibu I pada tahun 1982. Bapak
A dan ibu I tinggal di Senayan sejak menikah kemudian pada tahun 1991 pindah
ke sukatani (rumah saat ini). Bapak dari ibu I meninggal karena penyakit paruparu sedangkan ibu dari ibu I meninggal karena penyakit gula (DM).
Keluarga bapak A tinggal dirumah milik sendiri dengan luas rumah yang ideal,
pencahayaan cukup, ventilasi cukup, menggunakan air bersih sebagai sumber
kehidupan dan menggunakan jamban sehat. Rumah terlihat bersih namun
41
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
42
beberapa mainan anak anak terlihat berceceran di lantai. Penduduk RW 06 RT 02
cukup padat, mayoritas suku sunda, dan beragama islam. Terdapat kegiatan
posbindu dan senam yang rutin dilakukan di lingkungan RW 06 yaitu di
lingkungan RT 04. Ibu I sehari-hari hanya dirumah saja. Ibu I sudah jarang ke
pasar dan lebih senang berbelanja di warung dekat rumahnya saja. Setiap awal
bulan biasanya ibu I pergi ke supermarket diantar oleh bapak A. Biasanya ibu I
pergi menggunakan mobil diantar oleh bapak A. Untuk menuju pelayanan
kesehatan ibu I juga biasanya diantar oleh bapak A. Bapak A, Ibu I, anak M dan
cucu R & J berkumpul setiap sore atau malam hari sepulang bapak A dan anak M
dari pekerjaannya. Keluarga mengatakan tidak memiliki masalah dengan anak dan
tetangga dan sesama anggota keluarga selalu saling memberikan dukungan.
Keluarga bapak A menerapkan pola komunikasi terbuka. Apabila ada masalah,
Bapak A, dan Ibu I saling bermusyawarah, namun keputusan tetap berada pada
Bapak A. Kepala keluarga ialah bapak A, ibu I bertindak sebagai ibu rumah
tangga. Ibu I juga memiliki peran sebagai pengasuh cucu-cucu nya
karena
ditinggal oleh ibunya bekerja. Bapak A dan ibu I berasal dari suku Sunda, Bapak
A meyakini bahwa hidup harus disyukuri, penyakit datang tidak perlu dibuat
stress, berserah pada yang kuasa sambil berusaha menjaga kesehatan. Ibu I
dulunya sering/ hampir setiap hari mengkonsumsi rujakan, asinan yang
mengandung gula yang banyak.
Keluarga tampak saling mendukung, terlihat dari interaksi istri pada suami, anak
pada ibu dan bapak, serta ibu dan bapak pada anak-anaknya. Keluarga juga
memiliki interaksi sosial yang baik pada tetangga. Hal ini terlihat saat melakukan
pengkajian, keluarga selalu ramah jika tetangga melewati depan rumah mereka.
Klien (ibu I) sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Klien memiliki ibu
yang sudah meninggal karena DM. Nilai GDS klien 14 Mei 2014 = 370 mg/dl, 21
Mei 2014 = 425mg/dl. Nilai TD (14/5/2014): 150/80 mmHg dan TD (18/5/2014):
140/80 mmHg. Klien sebelumnya pernah melakukan kontrol beberapa kali di RS
namun tidak menjalani rawat inap hanya rawat jalan dengan konsumsi obat tiap
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
43
harinya. Klien mengatakan saat ini minum banyak dan sering merasa haus dan
sering BAK terutama dimalam hari. Klien mengatakan sering pusing, mata
berkunang- kunang, dan kadang emosi tidak stabil. Klien mengatakan kadangkadang mengalami kesemutan pada kedua kakinya, klien mengatakan kadangkadang pandangan kabur, klien mengatakan hanya kontrol ke RS dan
memeriksakan GDS jika badan sudah merasa drop.
Ibu I memiliki aktivitas yang kurang setiap harinya. Pada pagi hari ibu I
berbelanja ke warung dekat rumah, memasak, mencuci dengan mesin cuci, dan
mengantar cucu ke sekolah. Pada pukul 10.00 biasanya ibu I sudah santai,
menonton televisi dirumah, sambil memantau cucu nya yang bermain dirumah.
Ibu I baru memulai kegiatan lagi disore hari untuk membersihkan rumah,
terkadang di malam hari ibu I memasak hanya jika ada pesanan kue. Ibu I jarang
berjalan ketempat yang berada jauh dari rumah, jika pergi ke supermarket, rumah
sakit dan tempat lainnya yang jauh ibu I biasanya menunggu diantar bapak A atau
anak M dengan motor atau mobil. Ibu I sudah tidak mengikuti senam sejak 4
bulan yang lalu karena ibu I merasa malas untuk keluar rumah.
Kelurga sudah mengetahui masalah kesehatan DM yang diderita ibu I. Keluarga
belum mengetahui pengertian, penyebab, tanda & gejala diabetes melitus.
Keluarga belum mampu mengidentifikasi tanda & gejala yang terjadi pada ibu I.
Keluarga mengetahui bahwa klien dengan DM tidak boleh makan makanan yang
manis. Keluarga ibu I belum mengetahui dan melakukan perawatan sederhana
bagi klien DM. Klien mengatakan makan seadanya saja, sudah berusaha
mengurangi gula namun belum mengetahui prinsip diet DM. Selama 2 bulan
terakhir ibu I tidak meminum obat dari dokter karena merasa bosan meminum
obat dari dokter dan merasa bahwa gula nya sudah terkontrol. Keluarga
mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang berada di
lingkungannya. Klien biasanya melakukan pemeriksaan GDS ke klinik atau RS
namun hal tersebut tidak dilakukan secara rutin, karena tidak ada yang mengantar
ibu I ke pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
44
Ibu I kadang merasa pusing jika cucu-cucu nya berantem dengan temannya di
dalam rumah. Ibu I juga merasa khawatir jika cucu nya main diluar rumah terlalu
lama. Ibu A memiliki pemikiran yang cenderung khawatir terhadap kesehatannya.
Ibu A mengkhawatirkan gula darah nya yang selalu tinggi akhir-akhir ini, ibu A
memikirkan nasibnya tidak mau seperti ibu nya yang setiap hari harus disuntik
oleh insulin dan akhirnya meninggal karena menderita DM. Bapak A dan Ibu I
langsung pergi ke RS. SM jika merasakan dirinya tidak enak badan. Ibu I biasanya
pergi ke rumah sakit diantar oleh suaminya atau
anaknya. Ibu I jarang
memeriksakan kesehatannya karena merasa malas ke rumah sakit, takut terhadap
jarum, dan takut terhadap diagnosis dokter. Bapak A dan Ibu I lebih berserah diri
dan berdoa kepada Tuhan jika keluarga memiliki masalah. Ibu I lebih sering
bercerita kepada bapak A terkait masalah yang sedang dipikirkannya. Bapak A
dan Ibu I berharap untuk tetap sehat dengan diabetes yang dimiliki ibu I. Bapak A
dan ibu I berharap bisa melihat cucu-cucu nya sukses hingga menempuh
perguruan tinggi.
3.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, data dikelompokkan menjadi data subjektif dan
data objektif yang kemudian dirumuskan dalam satu diagnosis keperawatan. Data
subjektif yang ditemukan yaitu klien mengatakan sering merasa, banyak minum,
sering BAK terutama di malam hari. Klien mengatakan sering mengalami
kesemutan. Keluarga mengatakan 2 bulan ini sudah tidak mengkonsumsi obat
penurun gula lagi dikarenakan bosan minum obat. Keluarga mengatakan belum
melakukan diet apapun dan mengatakan sudah tidak pernah olahraga lagi. Data
objektif yang ditemukan yaitu riwayat DM ibu I sejak 2tahun yang lalu (GDS
2bulan yang lalu mencapai >400mg/dl, GDS: 14/5/2014: 370 mg/dl). Klien
memiliki ibu yg juga menderita DM. Ibu I mengalami obesitas dengan BB : 77 kg,
TB : 156 cm, IMT : 31,6.
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan memiliki batasan karakteristik meliputi
kurangnya minat dalam meningkatkan perilaku sehat, menunjukkan perilaku
kurang adaptif terhadap perubahan lingkungan, menunjukkan kurang pengetahuan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
45
tentang praktik kesehatan, riwayat kurang perilaku sehat, gangguan sistem
pendukung, dan gangguan untuk memenuhi praktik kesehatan dasar (Wilkinson &
Ahern, 2011). Faktor yang berhubungan dengan ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan dapat dikarenakan ketidakefektifan koping individu maupun keluarga,
kurang mampu membuat pertimbangan, kurang sumber materi, gangguan
komunikasi, gangguan persepsi konitif, penurunan motorik, dan tidak tercapainya
tugas perkembangan. Beradasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan untuk
merumuskan diagnosis ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes
melitus pada keluarga bapak A terutama ibu I.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang diangkat yaitu ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga bapak A terutama ibu I. Tujuan
umum yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam
waktu 6 minggu dengan minimal kunjungan 2 kali dalam seminggu, pemeliharaan
kesehatan ibu I terkait diabetes melitus efektif. Tujuan khusus yang diharapkan
keluarga mampu mencapai lima tugas kesehatan keluarga terkait masalah
diabetes.
Pada TUK 1 diharapkan setelah pertemuan selama 1 x 60 menit keluarga mampu
mengenal masalah diabetes melitus. Standar evaluasi yang diharapkan yaitu
keluarga mampu menyebutkan pengertian diabetes melitus, menyebutkan 3 dari 5
faktor risiko diabetes melitus, menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala diabetes
melitus dan mmapu mengidentifikasi anggota keluarga yang menderita DM. Pada
TUK 2 diharapkan keluarga mampu memutuskan untuk merawat Ibu I dengan
diabetes melitus. Standar evaluasi yang diharapkan yaitu keluarga mampu
menyebutkan 3 dari 7akibat, komplikasi diabetes melitus bila tidak ditangani
dengan baik dan keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengatasi Ibu
yang kurang mampu memelihara kesehatannya.
Pada TUK 3 diharapkan setelah pertemuan selama 4 x 60 menit keluarga mampu
melakukan perawatan kesehatan terkait DM pada ibu I. Standar evaluasi yang
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
46
diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 3 perawatan DM untuk Ibu I,
menyebutkan waktu minimal aktivitas fisik, 2 manfaat aktivitas fisik,
jenis
aktivitas fisik yang dianjurkan, 2 hal yang perlu diperhatikan dan aktivitas fisik.
Standar evaluasi berikutnya yaitu diharapkan keluarga mampu keluarga mampu
mendemonstrasikan senam diabetes.
Pada TUK 4 diharapkan setelah pertemuan selama 1 x 60 menit keluarga mampu
menyebutkan 2 cara modifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah diabetes
melitus. Pada TUK 5 diharapkan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan
kesehatan fasilitas kesehatan yang ada untuk mengatasi diabetes. Standar evaluasi
yang diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 2 manfaat fasilitas
pelayanan kesehatan dan respon verbal keluarga untuk membawa Ibu I
ke
fasilitas kesehatan jika mengalami masalah pada penyakitnya.
3.4 Implementasi Keperawatan
Mahasiswa melakukan implementasi berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.
Pada kunjungan pertama implementasi kunjungan dilakukan selama 50 menit
sesuai kontrak yang telah dilakukan. Pada kunjungan 1 implementasi yang
dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mendiskusikan bersama
keluarga pengertian, faktor risiko, tanda & gejala diabetes melitus, memotivasi
keluarga untuk mengidentifikasi anggota keluarga yang menderita DM dengan
menyebutkan faktor risiko serta tanda & gejala yang dimiliki anggota keluarga.
Dilanjutkan dengan mendiskusikan bersama keluarga akibat, komplikasi diabetes
melitus bila tidak ditangani dengan baik, memotivasi keluarga untuk mengambil
keputusan mengatasi Ibu I yang kurang mampu memelihara kesehatannya terkait
DM dan mendiskusikan bersama keluarga perawatan DM. Mahasiswa juga
memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement positif
atas usaha keluarga menjelaskan kembali.
Kunjungan 2 dilakukan selama 50 menit sesuai kontrak yang telah disepakati
bersama keluarga. Pada kunjungan 2 implementasi tinakan yang dilakukan yaitu
pemeriksaan TTV, mengkaji keluhan klien hari ini, mengevaluasi cara perawatan
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
47
DM, mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan DM. Selanjutnya dilakukan
motivasi keluarga untuk melakukan pengelompokkan makanan yang dihindari,
dibatasi, dan dianjurkan menggunakan kartu makanan bergambar. Mahasiswa
juga memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement
positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali.
Kunjungan ketiga dilakukan selama 45 menit lebih cepat dari kontrak yang telah
disepakati bersama keluarga. Pada kunjungan ketiga implementasi dilakukan
tindakan pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mendiskusikan bersama keluarga
cara perawatan DM, memberi kesempatan keluarga untuk bertanya, memberi
reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali.
Kunjungan keempat dilakukan 55 menit lebih lama dari kontrak yang telah
disepakati. Pada kunjungan keempat telah dilakukan pemeriksaan TTV, mengkaji
keluhan klien hari ini, mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan DM
(aktivitas fisik: waktu minimal aktivitas fisik, manfaat aktivitas fisik,
jenis
aktivitas fisik yang dianjurkan, dan hal yang perlu diperhatikan saat akan
melakukan aktivitas fisik). Keluarga memilih untuk melakukan senam atau jalan
pagi. Mahasiswa juga mendorong keluarga untuk mengikuti senam diabetes yang
diadakan setiap rabu sore oleh mahasiswa keperawatan UI, mendiskusikan
bersama keluarga mengenai modifikasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Diakhir kunjungan mahasiswa memberi kesempatan keluarga untuk
bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan
kembali.
Kunjungan kelima dilakukan 55 menit, lebih lama dari kontrak yang telah
disepakati. Pada kunjungan kelima dilakukan pemeriksaan TTV, pemeriksaan
GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini, mengevaluasi aktivitas fisik yang telah
dilakukan keluarga terutama ibu I, menyusun jadwal latihan dalam kalender
olahraga. Diakhir kunjungan mahasiswa memberi kesempatan keluarga untuk
bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan
kembali.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
48
Kunjungan keenam dan ketujuh dilakukan dalam rata-rata 50 menit, sesuai dari
waktu yang telah dilakukan. Tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV,
pemeriksaan GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini dan mengevaluasi
aktivitas fisik yang dilakukan ibu I. Pada kunjungan kedelapan dilakukan dalam
waktu 50 menit. Tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, pemeriksaan
GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini dan mengevaluasi aktivitas fisik yang
dilakukan ibu I, dan evaluasi sumatif terhadap diagnosa ketidakefektifan
pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus.
3.5 Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi subjektif dan objektif setiap kunjungan
dan evaluasi formatif di akhir kunjungan. Evaluasi formatif dilakukan selama
proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir
(Friedman, 1998). Evaluasi subjektif yang didapatkan yaitu keluarga mengatakan
diabetes adalah penyakit kencing manis jika gula darah lebih dari 200 mg/dl,
keluarga akan merawat ibu I dengan diabetes dan membawa ibu I ke RS untuk
melakukan kontrol diabetes. Klien mengatakan sudah jarang mengantuk di pagi
hari, pusing masih timbul kadang-kadang, kesemutan sudah jarang terjadi. Ibu I
mengatakan melakukan olahraga dalam seminggu ini sejumlah 60 menit.
Evaluasi objektif yang didapatkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 4 tanda &
gejala, 3 faktor risiko, 2 akibat DM, menyebutkan tanda& gejala dan faktor risiko
ibu I punya. keluarga mampu menyebutkan 3 cara perawatan DM, keluarga
mampu menyebutkan waktu minimal aktivitas fisik, 2 manfaat aktivitas fisik,
jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan 2 hal yang perlu diperhatikan saat akan
melakukan aktivitas fisik. Ibu I telah mengikuti dua kali senam diabetes dan 1 kali
senam jantung sehat dan diabetes. Keluarga mampu menyebutkan 2 cara
modifikasi lingkungan, keluarga mampu menyebutkan 2 manfaat pelayanan
kesehatan.
Hasil pemerikasaan GDS ibu I menunjukkan trend penurunan. Hasil GDS (29 Mei
2014): 372 mg/dl, (5 Juni 2014) : 370 mg/dl, (12 Juni 2014) : 329 mg/dl, (17 Juni
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
49
2014) : 188 mg/dl, (20 Juni 2014) : 330 mg/dl. Pada pemeriksaan tanggal 17 Juni
2014 memperlihatkan hasil yang turun signifikan, hal tersebut dikarenakan ibu I
sedang tidak nafsu makan, makan terakhir 6 jam sebelum pemeriksaan dan hanya
memakan snack. Maka dari itu pembacaan pada tanggal 17 Juni tidak dapat
dibandingkan dengan pembacaan GDS yang lain.
Hasil sumatif dari evaluasi akhir keluarga sudah mampu memenuhi TUK 1-TUK
5. Keluarga telah dapat mengenal masalah kesehatan pada anggota keluarga, telah
menyatakan kesediaan untuk merawat dan telah dapat melakukan perawatan
sederhana bagi penderita diabetes. Keluarga telah mengerti cara melakukan
modifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah diabetes, dan telah bersedia
membawa ibu I ke pelayanan kesehatan.
3.6 Tingkat Kemandirian
Pada awal pengkajian keluarga memiliki tingkat kemandirian I yaitu keluarga
menerima kunjungan, mneyepakati kontrak dan menceritakan masalah kesehatan
yang terjadi, namun keluarga belum memanfaatkan yankes dan melakukan
perawatan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin di keluarga,
mahasiswa diterima dengan baik oleh keluarga dan menerima kunjungan sesuai
kontrak yang telah disepakati. Mahasiswa banyak memperoleh informasi dari
keluarga mengenai masalah kesehatan yang dialami keluarga. Keluarga sudah
mampu memanfaatkan yankes sesuai anjuran, melaksanakan perawatan sederhana
sesuai anjuran, melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif dan melaksanakan
tindakan promotif secara aktif.
Maka dapat disimpulkan keluarga bapak A memiliki tingkat kemandirian IV pada
diagnosis ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus
terutama pada ibu I. Planning yang disampaikan kepada keluarga bapak A
terutama ibu I yaitu untuk melakukan melakukan aktivitas fisik minimal 150
menit/minggu & dicatat di kalender olahraga dan rutin melakukan kontrol
pemeriksaan gula darah minimal 1 bulan sekali.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini menggambarkan analisis situasi yang terdiri dari profil lahan praktek,
analisis masalah keperawatan dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP) dan konsep kasus terkait, analisis aktivitas fisik dengan
penurunan kadar gula darah pada keluarga bapak A dan alternatif pemecahan yang
dapat dilakukan.
4.1 Profil Lahan Praktik
Wilayah RW 06 terdiri dari 6 Rukun Tetangga (RT), yaitu RT 01, 02, 03, 04, 05,
dan 06. Jumlah kepala keluarga di RW 06 adalah sebanyak 800 KK, dengan
pesebaran KK yang bervariasi tiap rukun tetangganya. Pada RT 01 dan 02
masing-masing terdapat 150 KK, 147 KK,kemudian pada RT 03 terdapat 200 KK.
RT 04 ada 175 KK, RT 05 terdiri dari 75 KK, sedangkan RT 06 terdiri dari 50
KK. Sedangkan jumlah individu agregat dewasa yang berada di RW 06 adalah
sebanyak 1360 jiwa, dengan pesebaran laki-laki 625 jiwa dan perempuan 735
jiwa.
Status kewarganegaraan, suku, agama, dan keadaan politik di masyarakat cukup
beragam. Seluruh penduduk berstatus kewarganegaraan Indonesia. Dari data
sekunder, pengumpulan data sebanyak 83 sampel, sebanyak 75,9% penduduk
berasal dari betawi dan lainnya terdapat suku jawa, sunda, batak. Mayoritas
penduduk beragama islam (95%), sebanyak 4 % beragama kristen dan 1%
beragama selain islam dan kristen.
Sebagian besar wilayah RW 06 Kelurahan Sukatani terletak sepanjang jalan
Masjid Jami Nurul Fallah. Batasan wilayah RW 06 kelurahan Sukatani yaitu
sebelah utara berbatasan dengan RW 07 kelurahan Sukatani, sebelah selatan
berbatasan dengan jalan pekapuran dan RW 06 kelurahan Sukamaju Baru.
Batasan wilayah sebelah Timur yaitu berbatasan dengan RW 13 kelurahan
Sukatani, dan sebelah Barat berbatasan dengan RW 23 kelurahan Sukatani.
50
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
51
Sebagian besar rumah hunian warga merupakan rumah milik sendiri, sebagian
lainnya tinggal pada rumah dengan status kepemilikan yaitu rumah sewaan. Pada
lingkungan RW 06, terutama di sekitar RT 01 dan RT 05 terdapat kavling dengan
rumah-rumah besar yang tersusun rapi dan memiliki halaman di setiap rumahnya.
Rata-rata perumahan penduduk permanen terbuat dari batu dan semen yang sudah
memiliki ventilasi dan biasanya terdiri dari 1-2 pintu dan 2 atau lebih jendela.
Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan bahwa terdapat beberapa selokan
kecil dan selokan yang besar sebagai saluran pembuangan air pada lingkungan
RW 06.
Fasilitas umum yang terdapat di lingkungan RW 06 yaitu sekolah dan GOR yang
ada pada lingkungan RT 03. Selain itu terdapat juga tempat ibadah seperti
mushola dan masjid di RW 06. Akses untuk mencapai lingkungan RW 06
termasuk cukup mudah karena terdapat beberapa angkutan umum yang melewati
jalan utama.
Pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah RW 06 diantaranya adalah praktik
bidan di lingkungan RT 01, Puskesmas Kelurahan Sukatani, dan RS. Sentra
Medika. Jarak dari lingkungan RW 06 ke puskesmas yaitu 500 – 700 meter,
sedangkan jarak ke RS. Sentra Medika kurang lebih 3 km. Mayoritas masyarakat
menggunakan alat transportasi motor dan mobil untuk mencapai puskesmas dan
rumah sakit. Terdapat satu posbindu yang dilakukan setiap bulannya di wilayah
RW 06.
Terdapat kelompok senam di wilayah lingkungan RW 06 yaitu di RT 04, namun
pelaksanaan senam belum terasa efektif untuk mengatasi masalah diabetes
melitus. Senam yang dilakukan di RT 04 biasanya hanya diikuti oleh masyarakat
RT 04 saja dan dalam pelaksanaanya hanya 10 – 15 orang yang mengikuti senam.
Beberapa warga di RT lainnya mengatakan tidak tahu mengenai kegiatan tersebut
dan beberapa lagi mengatakan malas untuk menuju RT 04 karena letak nya yang
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
52
jauh. Senam yang dilaksanakan RT 04 hanya senam jantung sehat dan belum
melaksanakan senam diabetes.
Mayoritas penduduk memiliki pekerjaan dibidang industri, pemerintahan, dan
wiraswasta. Berdasarkan kuesioner mahasiswa dengan jumlah responden
sebanyak 36, yang di sebar di masing-masing RT di RW 06 didapatkan kategori
penghasilan
menunjukkan
sebagian
besar
(52,8%)
responden
memiliki
penghasilan diatas UMR yaitu Rp 2,042.000. Penghasilan merupakan salah satu
faktor yang berkontribusi pada daya beli seseorang.
Keamanan di lingkungan RW 06 cukup kondusif. Angka kriminalitas rendah
meskipun pencurian pernah terjadi. Mayoritas penduduk RW 06 memiliki dan
menggunakan motor pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari. Jenis kendaraan
yang digunakan lainnya yaitu mobil dan angkutan umum. Tidak terdapat jalur
khusus untuk pejalan kaki maupun untuk persepeda.
Sistem pemerintahan dan politik di RW 06 dapat dilihat dari kegiatan di RW 06
seperti adanya RW Siaga. Selain itu terdapat kelompok masyarakat yang
membentuk sebuah kegiatan bermanfaat, seperti kelompok ibu majelis ta’lim yang
mengadakan pengajian. Tidak terdapat poster ataupun iklan dari parpol di
linkungan RW 06.
Media komunikasi yang sering dijumpai di RW 06 Kelurahan Sukatani
Kecamatan Tapos Kota Depok adalah koran, radio/TV yang dimiliki oleh hampir
semua warga. Mayoritas warga di RW 06 menggunakan fasilitas komunikasi
telepon seluler dan juga telepon rumah. Warga di RW 06 tidak memiliki tempat
pertemuan khusus seperti aula, balai atau posko khusus untuk melakukan
pertemuan
atau
kegiatan
bersama.
Biasanya
kegiatan
bersama
seperti
perkumpulan kader atau pengajian dilakukan di salah satu rumah warga ataupun
di mushola atau di masjid atau lebih sering di rumah bu RW.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
53
Data untuk kategori tingkat pendidikan menunjukkan sebesar 38,9% responden
(14 orang) tamat SD, 27,8% responden (10 orang) tamat SMP, 22,2% responden
(8 orang) tamat SMA, 8,3% responden (3 orang) tidak bersekolah, dan 2,8%
responden tamat perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan di suatu
populasi dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam mencari sumber
informasi mengenai kesehatan.
Sarana rekreasi warga RW 06 tidaklah banyak. Tidak tampak sarana tempat
bermain anak-anak, dan hanya sedikit lahan untuk anak bermain karena padatnya
bangunan serta penduduk yang tinggal di RW 06. Sarana olahraga seperti
lapangan dapat ditemukan di kawasan RT 02, RT 04, RT 03, dan RT 05.
Berdasarkan hasil kunjungan mahasiswa, terdapat 12 keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan aktual diabetes. Terdapat 9 keluarga yang terdeteksi
memiliki anggota keluarga dengan risiko diabetes. Selanjutnya, data mengenai
kondisi keluarga terkait tanda dan gejala diabetes, menunjukkan bahwa 38,9%
responden (14 orang) sering haus tanpa sebab yang jelas, 41,7% responden (15
orang) sering buang air kecil terutama di malam hari, 30,6% responden (11 orang)
sering lapar dan banyak makan, 55,4% (20 orang) responden memiliki anggota
keluarga yang gemuk.
Survey mengenai faktor yang berhubungan dengan pemeliharaan terkait diabetes
melitus terbagi dalam tiga kategori yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku
tentang diabetes melitus. Sebanyak 61,1% responden (22 orang) memiliki
pengetahuan yang baik terhadap diabetes melitus, dan sebanyak 86,1% responden
(31 orang) memiliki sikap yang baik terhadap diabetes melitus. Baik nya tingkat
pengetahuan dan sikap responden tidak berbarengan dengan baiknya perilaku
responden terhadap diabetes melitus. Sebanyak 83,3%
responden (30 orang)
memiliki perilaku kurang baik terhadap masalah diabetes melitus.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
54
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP
Terdapat beberapa faktor penyebab masalah diabetes melitus di masyarakat urban.
Faktor dominan yang berhubungan dengan ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan pada klien diabetes yaitu kurangnya pengetahuan, kompleksitas sistem
pelayanan kesehatan, dan kurangnya dukungan sosial (Freitas, Araujo, Marinho,
Damasceno,Caetano, Galvao, 2011). Faktor penyebab masalah diabetes pada RW
06 dapat dilihat berdasarkan pengkajian inti komunitas, delapan subsistem dari
hasil whinshield survey, dan persepsi masyarakat yang telah dilakukan.
Sebanyak 83,3% responden (30 orang) memiliki perilaku kurang baik terhadap
masalah diabetes melitus. Perilaku kurang baik tersebut menggambarkan
kurangnya pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada warga RW 06
kelurahan Sukatani meskipun warga sudah memiliki pengetahuan dan sikap yang
baik terkait diabetes melitus. Hal tersebut meningkatkan angka penderita diabetes
baru dan komplikasi dari diabetes di kawasan RW 06.
Lingkungan fisik dan alat transportasi yang sering digunakan masyarakat
mempengaruhi timbulnya masalah diabetes di perkotaan. Faktor lingkungan fisik
yang mempengaruhi yaitu jauhnya fasilitas sehingga masyarakat menggunakan
kendaraan, terbatasnya lahan hijau, perhatian rendah untuk transportasi aktif (jalan
dan sepeda), serta tingginya angka kecelakaan pejalan kaki (Edward, Tsuaros,
2006). Beberapa RT terletak jauh dari jalan utama sehingga untuk melakukan
mobilisasi warga cenderung menggunakan motor. Kondisi mayoritas penduduk
RW 06 yang lebih memilih menggunakan motor pribadi sebagai alat transportasi
sehari-hari dibanding berjalan kaki atau bersepeda menimbulkan kurangnya
aktivitas fisik di masyarakat. Kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat perkotaan
merupakan salah satu faktor risiko diabetes di perkotaan.
Lahan hijau di kawasan RW 06 masih cukup banyak, namun hal ini tidak
dibarengi dengan penataan yang baik untuk manfaat fasilitas olahraga dan tempat
rekreasi keluarga. Tidak terdapatnya jalur jogging dan fasilitas olahraga lainnya
menurunkan minat masyarakat untuk melakukan olahraga. Tidak adanya tempat
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
55
rekreasi di wilayah RW 06 mengurangi sumber koping yang dapat di manfaatkan
oleh masyarakat. Peningkatan angka stress merupakan salah satu faktor risiko
diabetes di perkotaan.
Suhu lingkungan yang meningkat di kawasan perkotaan juga berpengaruh
terhadap keengganan aktivitas fisik di masyarakat kota. Warga RW 06 menjadi
enggan untuk beraktivitas diluar rumah (berjalan, bersepeda, bermain di taman)
dan lebih memilih naik motor untuk mempercepat perjalanan. Beberapa
diantaranya memilih untuk hanya berdiam diri dirumah dan menonton televisi.
Kompleksitas sistem pelayanan kesehatan menjadi faktor penyebab selanjutnya
dalam ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus. Sistem
pelayanan primer puskesmas Sukatani yang terdapat di wilayah RW 06 tidak
menyediakan pelayanan pengecekkan kadar gula darah dan HbA1c. Berdasarkan
wawancara kepada perawat puskesmas, hal tersebut dikarenakan keputusan dinas
kesehatan untuk mengalihkan seluruh pemeriksaan laboratorium ke puskesmas
UPT. Letak puskesmas UPT yang lebih jauh dari wilayah RW 06 dan padatnya
pengunjung di puskesmas UPT menyebabkan keengganan masyarakat untuk
memeriksakan kadar gula darah secara rutin ke pelayanan kesehatan. Minimnya
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat kota yang miskin dikarenakan
ketidakmampuan ekonomi menjangkau pelayanan, lokasi dan jam pelayanan yang
tidak sesuai dan kualitas pelayanan yang kurang bagus (WHO, 2010).
Tingkat ekonomi masyarakat perkotaan dapat berpengaruh terhadap munculnya
diabetes di perkotaan. Masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi memiliki
daya beli yang tinggi terhadap sumber makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan
kuesioner mahasiswa dengan jumlah responden sebanyak 36, yang di sebar di
masing-masing RT di RW 06 didapatkan kategori penghasilan menunjukkan
sebagian besar (52,8%) responden memiliki penghasilan diatas UMR yaitu Rp
2,042.000. Hal tersebut berpengaruh tehadap daya beli makanan yang cukup
tinggi pada masyarakat RW 06. Masyarakat urban di negara berkembang memiliki
ketergantungan pada makanan jalanan, makanan cepat saji, makanan instan yang
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
56
lebih murah. Hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait nutrisi seperti
kurangnya nutrisi/mineral, masalah gigi, hingga obesitas yang terkait dengan
faktor risiko diabetes dan masalah kardiovaskular (WHO, 2012). Berdasarkan
hasil survey di RW 06 sebanyak 20 dari 36 responden (54%) memiliki anggota
keluarga yang berpostur tubuh gemuk. Obesitas merupakan salah satu faktor
risiko munculnya masalah diabetes di perkotaan.
Belum adanya program, kebijakan ataupun penyuluhan kesehatan untuk
menangani masalah diabetes melitus meningkatkan risiko peningkatan kasus baru
maupun peningkatan angka komplikasi dari diabetes. Berdasarkan wawancara
ketua RW 06 dan kader RW 06 dinyatakan bahwa belum ada kebijakan, program,
atau penyuluhan kesehatan untuk mengatasi diabetes di RW 06. Perawat
puskesmas Sukatani sebagai pelayanan kesehatan primer juga mengatakan belum
memiliki program atau kebijakan untuk mengatasi penyakit diabetes melitus di
wilayah binaan nya.
Menurut Edwards dan Tsuoros (2006) terdapat beberapa faktor individu yang
mempengaruhi kurangnya aktivitas fisik di masyarakat urban yaitu kurangnya
waktu, kurangnya motivasi diri dan kekhawatiran terhadap keamanan saat
melakukan aktivitas fisik. Warga RW 06 yang mayoritas bekerja di bidang
industri kurang memiliki waktu untuk berolahraga, warga cenderung bekerja dari
pagi hingga sore-malam dan kemudian beristirahat di malam hari. Motivasi diri
bagi ibu rumah tangga untuk melakukan olahraga juga kurang terlihat dari
rendahnya partisipasi pada senam yang diadakan di lingkungan RW 06. Beberapa
ibu mengatakan malas untuk berolahraga dikarenakan kesibukannya mengurus
rumah tangga.
Lingkungan sosial mampu mempengaruhi sesorang dalam melakukan aktivitas
fisik. Hasil wawancara pada beberapa ibu rumah tangga di RW 06 didapatkan
bahwa dirinya malas melakukan olahraga sendiri dan lebih menyukai jika
keluarga, ibu RW atau teman mengajaknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
57
survey Edward dan Tsuoros (2006) bahwa seseorang akan lebih aktif ketika
mereka mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial, keluarga dan teman.
Kurangnya dukungan sosial pada masyarakat perkotaan merupakan karakteristik
berikutnya dalam ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes
melitus. Karakteristik masalah pada kelompok sosial di masyarakat perkotaan
meliputi tekanan sosial untuk perilaku tidak sehat dan tingginya tingkat stressor
sosial (WHO, 2010).
Berdasarkan hasil kunjungan mahasiswa, terdapat 12 keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan aktual diabetes dan 9 keluarga dengan risiko diabetes.
Penatalaksanaan diabetes pada keluarga di RW 06 belum efektif. Hal tersebut
terlihat dari perilaku yang masih kurang terkait perawatan diabetes di keluarga.
Sebanyak 72,2% responden (26 orang) menyukai makan makanan manis,
sebanyak 69,4% responden (25 orang) berolahraga kurang dari aktivitas fisik yang
dianjurkan, dan sebanyak 77,8% responden (28 orang) tidak rutin memeriksakan
kadar gula darah.
Masyarakat RW 06 memiliki prognosis yang buruk bila masalah diabetes saat ini
tidak tertangani. Pada awal pengkajian, rata-rata nilai GDS keluarga kelolaan di
RW 06 yaitu 290 mg/dl. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader didapatkan
data bahwa sudah dua orang yang meninggal dikarenakan diabetes di RW 06. Saat
ini terdapat satu orang anggota keluarga yang memiliki luka kaki yang disebabkan
oleh gula darah yang tidak terkontrol. Terdapat 8 dari 18 keluarga mengeluhkan
adanya kesemutan dan kebas yang terjadi pada kedua kaki.
Berdasarkan pengkajian mahasiswa disimpulkan bahwa masalah diabetes di RW
06 merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian segera. Kurangnya
aktivitas fisik pada masyarakat RW 06 menjadi faktor risiko yang besar
munculnya kasus diabetes baru dan meningkatnya angka komplikasi dari diabetes.
Aktivitas fisik sebagai intervensi dalam komunitas juga diangkat mahasiswa
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
58
untuk menjadi intervensi utama yang diterapkan untuk menurunkan kadar gula
darah pada keluarga bapak A dengan diabetes melitus.
4.3 Analisis Aktivitas Fisik sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kadar
Gula Darah pada Klien dengan Diabetes Melitus
Hasil intervensi keperawatan terkait pemeliharaan kesehatan menurut NOC yaitu
mencakup kriteria pengetahuan, perilaku, sikap dan status kesehatan anggota
keluarga. Kriteria pengetahuan mencakup meningkatnya pengetahuan tehadap
perilaku sehat, promosi kesehatan sumber kesehatan dan program terapi. Kriteria
perilaku mencakup perilaku sehat, deteksi risiko, perawatan diri dan promosi
kesehatan. Kriteria sikap meliputi kepercayaan terhadap kemampuan diri dalam
kesehatan, partisipasi dalam keputusan tentang perawatan kessehatan, dan
dukungan sosial (Wilkinson & Ahern, 2011). Kriteria status kesehatan anggota
keluarga dapat terlihat dari menurunnya tanda dan gejala diabetes, tidak terjadinya
komplikasi diabetes serta nilai gula darah yang terkontrol.
Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar gula darah
pada klien dengan diabetes melitus. Hal tersebut sudah dinyatakan oleh WHO,
PERKENI, IDF, dan berbagai jurnal keperawatan yang mendukung aktivitas fisik
sebagai salah satu perawatan utama pada klien dengan diabetes melitus. Manfaat
aktivitas fisik bagi penderita diabetes meliputi meningkatkan sensitivitas sel-sel
tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar
lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat darah (LDL),
meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko penyakit
jantung (Diabetes Australia, 2008).
Mahasiswa menerapkan aktivitas fisik sebagai intervensi utama kepada keluarga
bapak A terutama ibu I berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan. Pada saat
pengkajian mahasiswa menanyakan mengenai aktivitas fisik ibu I sehari-hari nya.
Ibu I sehari-hari betugas sebagai ibu rumah tangga. Pada pagi hari ibu I berbelanja
ke warung dekat rumah, memasak, mencuci dengan mesin cuci, dan mengantar
cucu ke sekolah. Pada pukul 10.00 biasanya ibu I sudah santai, menonton televisi
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
59
dirumah, sambil memantau cucu nya yang bermain dirumah. Ibu I baru memulai
kegiatan lagi disore hari untuk membersihkan rumah, terkadang di malam hari ibu
I memasak hanya jika ada pesanan kue. Ibu I jarang berjalan ketempat yang
berada jauh dari rumah, jika pergi ke supermarket, rumah sakit dan tempat lainnya
yang jauh ibu I biasanya menunggu diantar bapak A atau anak M dengan motor
atau mobil. Ibu I sudah tidak mengikuti senam sejak 4 bulan yang lalu karena ibu
I merasa malas untuk keluar rumah.
Saat pengkajian klien mengalami tanda dan gejala diabetes yang aktual. Klien
mengatakan sering merasa haus dan banyak minum, sering BAK terutama di
malam hari, sering mengalami kesemutan. GDS 2 bulan yang lalu mencapai
>400mg/dl, GDS(14/5/2014): 370 mg/dl dan GDS(21/5/2014): 425 mg/dl.
Berdasarkan data tersebut mahasiswa menyimpulkan bahwa ibu I memiliki gaya
hidup kurang gerak dengan aktivitas fisik yang kurang dari rekomendasi yang
telah dianjurkan. IDF (2014) menganjurkan pada penderita diabetes untuk
meningkatkan durasi dan frekuensi aktivitas fisik (dimanapun berada), hingga 3045 menit dalam 3-5 hari per minggu atau diakumulasikan 150 menit per minggu
aktivitas aerobik berintensitas sedang (50-70% dari denyut nadi maksimum. Hal
tersebut menjadi landasan mahasiswa untuk menerapkan intevensi pada keluarga
bapak A khususnya ibu I untuk menurunkan kadar gula darah.
Kirk dan Leese (2009) menyebutkan bahwa konsultasi mengenai aktivitas fisik
merupakan tindakan yang berguna dalam mempromosikan aktivitas fisik pada
penderita diabetes tipe 2. Edukasi kesehatan kepada klien mengenai rencana
program, diskusi, pembahasan masalah, dan dengan media visual secara
signifikan mampu meningkatkan perilaku sehat contohnya olahraga pada
penderita diabetes (Hunt, 2013). Berdasarkan teori tersebut, mahasiswa
melakukan intervensi pertama yaitu melalui terapi kognitif pada keluarga bapak A
terkait aktivitas fisik untuk mengatasi diabetes melitus
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
60
Mahasiswa mendiskusikan bersama keluarga mengenai pengertian aktivitas fisik,
waktu minimal aktivitas fisik, manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang
dianjurkan, dan hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik
pada penderita diabetes. Selanjutnya mahasiswa memberi kesempatan keluarga
untuk bertanya, memberi kesempatan keluarga menyampaikan masalah dalam
aktivitas fisik dan memotivasi keluarga untuk memilih aktivitas fisik yang akan
dilakukan. Mahasiswa juga mendiskusikan alternatif cara untuk mengatasi
masalah yang dirasakan ibu I untuk memulai aktivitas fisik.
Evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan diukur melalui evaluasi formatif.
Keluarga mampu menyebutkan pengertian aktivitas fisik, waktu minimal aktivitas
fisik, 2 manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan 2 hal
yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik. Ibu I memilih senam
sebagai aktivitas fisik yang akan dilakukan.
Meta-analysis yang dilakukan Ruppar & Conn (2010) menunjukkan bahwa
intervensi yang paling efektif dalam mempromosikan aktivitas fisik pada klien
dewasa yang memiliki penyakit kronis yaitu target aktivitas fisik yang dibuat
langsung per individu, penggunaan terapi perilaku, dan penggunaan selfmonitoring. Berdasarkan penelitian tersebut, mahasiswa melakukan intervensi
aktivitas fisik berdasarkan terapi perilaku. Intervensi berdasarkan terapi perilaku
meliputi sistem reward, kontrak pasien, umpan balik terhadap aktivitas fisik yang
telah dilakukan klien, pengaturan tujuan, dan self monitoring.
Setelah memotivasi klien untuk memilih aktivitas fisik yang akan dilakukan,
mahasiswa melakukan kontrak kepada keluarga terutama ibu I untuk melakukan
aktivitas fisik tersebut. Mahasiswa bersama keluarga menyusun jadwal latihan
yaitu senam yang akan dilakukan ibu I sebanyak tiga kali dalam seminggu.
Mahasiswa menerapkan sistem self monitoring dengan meyediakan kalender
aktivitas fisik yang diberikan kepada ibu I untuk dicatat ketika ibu I telah
melakukan aktivitas fisik. Hal yang perlu dicatat pada kalender tersebut yaitu jenis
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
61
aktivitas fisik dan jumlah waktu yang dilakukan untuk kemudian dievaluasi dalam
waktu per minggu.
Evaluasi yang dilakukan mahasiswa setelah intervensi yaitu berupa evaluasi
subjektif dan objektif. Pada minggu pertama dan kedua ibu A melakukan senam
selama 40 menit per minggunya. Pada minggu ketiga ibu A melakukan senam
selama 40 menit dan jalan pagi selama 20 menit. Pada minggu keempat ibu A
melakukan jalan pagi selama 15 menit, 15 menit, dan 30 menit dengan total 60
menit dalam satu minggu. Evaluasi subjektif terhadap keluhan dilakukan, keluarga
mengatakan masih sering minum banyak dan BAK banyak di siang hari namun
frekuensi BAK terutama di malam hari berkurang, kesemutan saat ini sudah
jarang terjadi, mengantuk di pagi hari sudah berkurang.
Pelaksanaan aktivitas fisik yang direncanakan belum sesuai dengan rekomendasi
aktivitas fisik yang ideal. Rekomendasi aktivitas fisik yang belum mampu dicapai
oleh keluarga bapak A terutama ibu I yaitu untuk tidak absen dalam melakukan
aktivitas fisik lebih dari 2 hari berurutan, jumlah waktu akumulasi 150 menit per
minggu aktivitas aerobik berintensitas sedang, dan rekomendasi latihan aerobik
yang ditambah dengan latihan resistance. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan pelaksanaan aktivitas fisik pada keluarga bapak A belum sesuai
dengan rekomendasi.
Ibu I mengeluhkan beberapa masalah yang menyebabkan dirinya tidak dapat
memenuhi target ideal aktivitas fisik. Ibu A merasa terkadang sulit untuk
melakukan senam atau jalan pagi karena dirinya harus berjalan sendiri menuju
tempat senam. Suami bapak A dan anak M setiap harinya bekerja dari pagi hingga
sore sehingga tidak dapat menemani ibu A melakukan aktivitas fisik. Anggota
keluarga yang selalu menemani ibu A senam yaitu cucu J. Hal tersebut sesuai
dengan survey Kirk dan Leese (2009) bahwa wanita yang menderita diabetes tipe
2 lebih menganggap pentingnya dukungan emosional dan lingkungan sekitar
ketika melakukan perubahan terhadap perilaku aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
62
Ibu A mengatakan terkadang senam gagal untuk dilakukan karena faktor alam
yaitu hujan yang sering turun di sore hari. Mahasiswa dan keluarga berdiskusi
untuk mencari alternatif aktivitas fisik yaitu jalan pagi yang akan dilakukan untuk
mengganti senam yang gagal. Sesuai dengan hasil survey Edward & Tsuoros
(2006) bahwa faktor alam merupakan salah satu yang mempengaruhi aktivitas
fisik di lingkungan perkotaan.
Evaluasi objektif dilakukan dengan pemeriksaan GDS, hasil GDS ibu I
(17/6/2014) = 188 mg/dl dan (20/6/2014) = 330 mg/dl. Hasil GDS menunjukkan
penurunan dari pengukuran di awal meskipun belum dibawah rentang normal.
Oleh karena itu peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan
salah satu perawatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah
pada keluarga dengan diabetes melitus.
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan
Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar
gula darah pada penderita diabetes melitus dapat dilakukan melalui improvisasi
latihan fisik dan intervensi selain aktivitas fisik. Improvisasi terhadap aktivitas
fisik dapat melalui perubahan beberapa strategi dalam pelaksanaannya.
Penambahan alat pendukung dalam aktivitas fisik dapat dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas fisik.
Salah satu alat pendukung dalam aktivitas fisik yaitu pedometer. Pedometer alat
untuk mengukur jumlah langkah yang dilakukan seseorang. Pedometer merupakan
alat yang murah dan efektif untuk menginisiasi perubahan perilaku terkait
aktivitas fisik. Risiko dari diebetes dinyatakan berkurang dengan menambahkan
langkah yang terhitung setiap 2000 langkah terhitung (Yates, 2009).
Menggunakan pedometer berguna untuk meningkatkan aktivitas fisik pada jangka
pendek (Kirk & Leese, 2009).
Improvisasi terhadap strategi yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan
menciptakan target yang tidak terlalu ekstrim. Menciptakan target latihan fisik
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
63
yang bertahap mampu meningkatkan perilaku seseorang untuk melakukan latihan
fisik (Tudor-Locke dan Bassett dalam Yates, 2009). Target yang sesuai dengan
kemampuan klien mampu mencegah klien dalam keputusasaan untuk mencapai
target.
Target bertahap dalam aktivitas fisik dengan latihan aerobik yaitu dilakukannya
latihan aerobik dan latihan resisten secara sejalan. Kombinasi dari latihan aerobik
dan latihan resisten telah terbukti meningkatkan sensitivitas insulin dan
menurunkan level A1c (Jimenez et all, 2011). Latihan resisten dapat dilakukan
dengan target yang bertahap dalam pelaksanaannya.
Melakukan diet seimbang merupakan salah satu alternatif cara perawatan untuk
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Rekomendasi
perawatan diabetes mengenai diet yaitu dengan menyediakan akses keluarga
kepada ahli gizi atau tenaga kesehatan profesional, diet sesuai kebutuhan individu,
dan pengurangan jumlah makanan dan kontrol makanan yang memiliki
kandungan tinggi gula, lemak, dan alkohol (IDF, 2010).
Manajemen stress pada penderita diabetes juga dapat berpengaruh terhadap kadar
gula darah. Menurut Surwitt et all. (2002), latihan manajemen stress berhubungan
dengan penurunan kadar HbA1c. Beberapa cara dalam manajemen stress dapat
meliputi latihan pernafasan (tarik nafas dalam), relaksasi progresif dan latihan
berfikir positif.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Mahasiswa telah melakukan praktik Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP) di RW 06 Kelurahan Sukatani selama 7 minggu. Praktik
dilaksanakan sejak 5 Mei 2014 hingga 21 Juni 2014. Praktik yang dilakukan
mahasiswa khususnya memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk
menurunkan kadar gula darah pada anggota keluarga yang memiliki diabetes
melitus. Berdasarkan hasil praktik yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
- Diabetes merupakan masalah kesehatan yang sedang meningkat di kawasan
perkotaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka diabetes
di perkotaan yaitu diet yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan
kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Perawat komunitas mempunyai
peranan penting dalam mengatasi masalah diabetes di daerah perkotaan.
- Keluarga bapak A memiliki masalah kesehatan diabetes melitus. Klien (ibu I)
sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Nilai GDS klien 14 Mei 2014 =
370 mg/dl, 21 Mei 2014 = 425mg/dl. Klien memiliki keluhan polidipsi, poliuri,
dan kadang kadang merasa kesemutan serta pandangan kabur. Keluarga belum
mampu memenuhi TUK 1 – TUK 5 pemeliharaan kesehatan terkait diabetes.
Keluarga mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang berada
di lingkungannya dan lebih menyukai bersantai dan beraktivitas didalam
rumah.
- Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga bapak A.
- Perencanaan keperawatan yang dilakukan pada keluarga bapak A mengacu
pada lima tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah diabetes,
memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan diabetes, melakukan
perawatan sederhana diabetes dengan cara aktivitas fisik dan diet,
memodifikasi lingkungan sehat bagi penderita diabetes, dan memanfaatkan
pelayanan kesehatan
64
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
65
- Tindakan keperawatan terkait masalah diabetes dilakukan selama 8 kunjungan
yang berdurasi 45-60 menit. Isi edukasi kesehatan yang dilakukan meliputi
pengertian, faktor risiko, tanda & gejala, akibat, perawatan diabetes
(rekomendasi aktivitas fisik, manfaat, jenis, hal yang perlu diperhatikan saat
aktivitas fisik serta diet diabetes),
modifikasi lingkungan, dan manfaat
pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah diabetes.
- Evaluasi yang didapatkan yaitu keluarga telah dapat mengenal masalah
diabetes pada anggota keluarga, telah menyatakan kesediaan untuk merawat,
telah dapat melakukan perawatan sederhana bagi penderita diabetes, telah
mengerti bagaimana melakukan modifikasi lingkungan, dan telah bersedia
membawa ibu I ke pelayanan kesehatan.
- Latihan aktivitas fisik mampu menurunkan kadar gula darah pada ibu I dengan
diabetes melitus. Pemeriksaan minggu pertama yaitu 370 mg/dl & 425 mg/dl
mengalami penurunan menjadi 188 mg/dl & 330 mg/dl di minggu ke tujuh.
- Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar
gula darah pada penderita diabetes melitus dapat dilakukan melalui improvisasi
latihan fisik, diet diabetes, dan manajemen stress.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Keluarga dengan Diabetes
Dukungan emosional dari keluarga diharapkan dapat diberikan kepada anggota
keluarga yang menderita diabetes untuk melakukan perubahan perilaku terkait
pemeliharaan kesehatan khususnya dalam melakukan aktivitas fisik. Dukungan
emosional keluarga dapat berupa pemberian kata-kata penyemangat setiap
anggota ingin melakukan latihan aktivitas fisik ataupun saat menemukan masalah
terkait latihan aktivitas fisik, mendampingi anggota keluarga dalam melakukan
aktivitas fisik, serta memberikan pujian kepada anggota keluarga ketika mencapai
target latihan.
5.2.2 Bagi Bidang Keperawatan Komunitas
Karya ilmiah ini juga diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk menyusun
promosi kesehatan dengan intervensi aktivitas fisik untuk mengatasi masalah
diabetes pada masyarakat perkotaan. Pentingnya peran perawat komunitas dalam
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
66
upaya penanganan diabetes melitus di masyarakat perkotaan diharapkan mampu
didukung oleh kebijakan dan regulasi perkesmas yang baik dari pemerintah.
5.2.3 Bagi Puskesmas Sukatani
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Sukatani
dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes tidak hanya di
puskesmas saja, tetapi bisa dilakukan kunjungan rumah bagi penderita diabetes.
Pemantauan penderita diabetes di wilayah sukatani dapat dilakukan melalui
pengefektifan posbindu dan kader kesehatan di tiap RW. Karya ilmiah ini juga
diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk menyusun kebijakan program
pemeliharaan kesehatan masyarakat dengan intervensi aktivitas fisik untuk
mengatasi masalah diabetes pada masyarakat perkotaan khususnya di kelurahan
Sukatani.
5.2.4 Bagi Penelitian
Karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan ide
untuk penelitian yang berkaitan dengan intervensi aktivitas fisik untuk
menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes melitus. Karya ilmiah
ini dapat dilanjutkan kembali untuk mengetahui tindakan efektif untuk
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus.
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., Rector, C., Warner, K.D. (2014). Community health nursing.
China: Lippincott Williams & Wilkins.
American Diabetes Association (ADA). (2004). Diagnosis and classification of
diabetes mellitus. Diabetes Care. January 2004 vol. 27 no. suppl 1 s5-s10
doi: 10.2337/diacare.27.2007.S5
American Diabetes Association (ADA). (2010). Diagnosis and classification of
diabetes melitus. Diabetes Care. January 2010 vol. 33 no. Supplement 1
S62-S69 doi: 10.2337/dc10-S062
Anderson, E.T. & McFarlane, J. (2011). Community as partner: Theory and
Practice in Nursing. 6th ed. China: Lippincott William & Wilkins.
Ansari, R. M. (2009). Effect of physical activity and obesity on type 2 diabetes in
a middle-aged population. Journal of Environmental and Public Health.
10.1155/2009/195285.
Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medical-surgical nursing: clinical
management for positive
outcomes. (8th Ed). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunders.
Canadian Diabetes Association. (2008). Physical activity and exercise. Diakses
pada 29 Mei 2014 dari
http://www.diabetes.ca/CDA/media/documents/clinical-practice-andeducation/professional-resources/2008-physical-activity-exercise.pdf
CDC. (2012). National center for chronic disease prevention and health
promotion: Basics About Diabetes 2012. Diakses pada 20 Juni 2014 dari
http://www.cdc.gov/diabetes/consumer/learn.htm.
Corlberg, S. R., et all. (2010). Exercise and type 2 diabetes. Diabetes Care volume
33, number 12, December 2010.
Diabetes UK. (2011). Diagnosis & prevention: New diagnostic criteria for
diabetes (Jan 2011). Diakses pada 20 Juni 2014 dari
http://www.diabetes.org.uk/About_us/What-we-say/Diagnosisprevention/New_diagnostic_criteria_for_diabetes/ .
Dinkes Depok. (2012). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok.
Doenges, M. E., Moorchouse, M. F., & Murr, A. C. (2008). Nursing diagnosis
manual: Planning, individualizing, and documenting client care (2nd
ed.). Philadelphia: F.A. Davis.
Doenges, M.E., Moorhouse,M.F., and Murr, A.C. 2010. Nursing Care Plans:
Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Dong Y, et all. (2005). Prevalence of Type 2 diabetes in urban and rural Chinese
populations in Qingdao, China. Diabet Med. 2005 Oct;22(10):1427-33.
Edwards, P. & Tsouros. (2006). Promoting physical activity and active living in
urban environments: The Role of Local Governments. World Health
Organization Regional Office for Europe. Diakses pada 8 Juli 2014 dari
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0009/98424/E89498.pdf
67
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
68
Freitas, R.W.J., Araujo, M.F.M., Marinho, N.B.P., Damasceno, M.M.C.,
Caetano, J.A., & Galvao, G. (2011). Factors related to nursing diagnosis,
ineffective self-health management among diabetics. Acta Paul Enferm
24(3):365-72.
Diakses
pada
28
Juni
2014
dari
http://www.scielo.br/pdf/ape/v24n3/en_10.pdf
Friedman, M. M. 1998. Family Nursing: Research, Theory & Practice. 4th Ed.
USA: Appleton and Lange.
Hunt, C.W. (2013). Self-care management strategies among individuals living
with type 2 diabetes mellitus: nursing interventions. Dove Press Journal
Research and Reviews 2013:3 99–105. Diakses pada 8 Juli 2014 dari
http://www.dovepress.com/getfile.php?fileID=16915
International Diabetes Federation (IDF). (2013). IDF diabetes atlas. Diakses pada
4 Juni 2014 dari
http://www.idf.org/sites/default/files/DA6_Regional_factsheets.pdf
International Diabetes Federation (IDF). (2014). Complications of diabetes.
Diakses pada: 20 Juni 2014 dari http://www.idf.org/complicationsdiabetes.
International Diabetes Federation (IDF). (2014). Complications of diabetes.
Diakses pada: 20 Juni 2014 dari http://www.idf.org/prevention.
Jimenez, F.L et all. (2011). Recommendations for managing patients with diabetes
mellitus in cardiopulmonary rehabilitation: An American Association of
Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation Statement. Journal of
Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2011;32:101-112 DOI:
10.1097/ HCR.0b013e31823be0bc. Diakses pada 8 Juli 2014 dari
http://www.diabeteseducator.org/export/sites/aade/_resources/pdf/researc
h/recommendations_for_managing_patients_with_6.pdf
Kaakinen, J. R. Gedaly-Duff, V., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H.(2010) Family
health care nursing: Theory, Practice and Research. 4th ed. Philadelphia:
F.A Davis Company
Kemenkes RI. (2011). Diet diabetes melitus. Diakses pada 20 Juni 2014 dari
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/09/Brosur-DietDiabetes-Melitus.pdf
Kepmenkes RI. (2006). Pedoman penyelenggaraan upaya keperawatan kesehatan
masyarakat di puskesmas.
Kirk, A. & Leese, G. (2009). Encouraging physical activity interventions among
people with type 2 diabetes. Journal of Diabetes Nursing Vol 13 No 1.
Diakses
pada
8
Juli
2014
dari
http://www.thejournalofdiabetesnursing.co.uk/media/content/_master/14
65/files/pdf/jdn13-1pg26-31.pdf
Litbang Kemenkes RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses pada 5 Juni
2014 dari
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_risk
esdas2007/Indonesia.zip
Litbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses pada 5 Juni
2014 dari
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013
.pdf
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
69
Morrato, E. H., Hill, J. O., Wyatt, H. R., Ghushchyan, V., Sullivan, P. W. (2003).
Physical activity in U.S. adults with diabetes and at risk for developing
diabetes. Diabetes Care; Feb 2007; 30, 2; ProQuest.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK).
(2013) Your guide to diabetes: Type 1 and Type 2. Diakses pada 28 Juni
2014
dari
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/type1and2/YourGuide2Diabetes_5
08.pdf .
PERKENI. (2011). Konsensus DM 2011. Diakses pada 28 Mei 2014 dari
http://www.perkeni.org/download/Konsensus%20DM%202011.zip
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus besar bahas
indonesia: Kota. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses
pada 20 Juni 2014.
Ruppar, T.M. & Conn, V.S. (2010). Interventions to Promote Physical Activity in
Chronically Ill Adults: Practice implications of clinical studies.American
Journal Nursing. Vol 110 No. 7. DIakses pada 8 Juli 2014 dari
http://www.nursingcenter.com/lnc/ovidws/_PDF _.aspx?an=00000446201007000-00021&Journal_ID=&Issue_ID
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2003). Brunner dan Suddarth`s textbook of
medical-surgical nursing. 10th ed. English: Lippincott William &
Wilkins.
Surwitt et all. (2002). Stress management improves long-term glycemic control in
type 2 diabetes. Diabetes Care 25:30-34. Diakses pada 7 Juli 2014 dari
http://www.mindfultechnology.com/wp-content/uploads/2011/04/StressManagement-Glycemic-Control_Surwitt.pdf
Wilkinson, J.M., & Ahern, N. R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan :
diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa,
Esty Wahyudiningsih. Edisi 9. Jakarta: EGC
World Health Organization (WHO). (2006). Definition and diagnosis of diabetes
mellitus and intermediate hyperglycemia : report of a WHO/IDF
consultation.
Diakses
pada
28
Juni
2014
dari
http://www.who.int/diabetes/publications/Definition%20and%20diagnosi
s %20of%20diabetes_new.pdf
World Health Organization (WHO). (2013). Diabetes fact sheet. Diakses pada 28
Mei 2014 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
Yates, T., Jarvis, J., Troughton, J. & Davies, M.J. (2009). Preventing type 2
diabetes: applying the evidence in nursing practice. Nursing Times. Vol
105 No. 41. Diakses pada 8 Juli 2014 dari
http://www.nursingtimes.net/Journals/2013/02/08/d/j/y/091020Preventingtype-2-diabetes-applying-the-evidence-in-nursing-practice.pdf
World Helath Organization (WHO). (2010). Why urban health matters. Diakses
pada 28 Juni 2014 dari http://www.who.int/world-healthday/2010/media/whd2010background.pdf
Universitas Indonesia
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
Lampiran 2
BIODATA PENULIS
1. Nama Lengkap
2. Tempat/ Tanggal Lahir
3. Alamat
4.
5.
6.
7.
8.
Agama
Suku
HP
Email
Riwayat Pendidikan
: Ranti Bangkit Ma`ruffi
: Jakarta/ 20 Mei 1992
: Jl. Lewa 003/10 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta
Timur
: Islam
: Jawa
: 08988069224
: [email protected]
:
Nama Sekolah
Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Program Sarjana, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
SMAN 39 Jakarta
SMPN 184 Jakarta
SDN Pekayon 17 Pagi
Tahun
2013 - 2014
2009 - 2013
2006 - 2009
2003 - 2006
1997 - 2003
Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014
Download