UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS FISIK SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATAN UNTUK MENURUNKAN KADAR GULA DARAH PADA KELUARGA BAPAK A DENGAN DIABETES MELITUS DI SUKATANI, DEPOK KARYA ILMIAH AKHIR NERS RANTI BANGKIT MA`RUFFI 0906511100 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS FISIK SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATAN UNTUK MENURUNKAN KADAR GULA DARAH PADA KELUARGA BAPAK A DENGAN DIABETES MELITUS DI SUKATANI, DEPOK KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners RANTI BANGKIT MA`RUFFI 0906511100 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JULI 2014 Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 ii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 iii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan KIAN yang berjudul “Aktivitas Fisik sebagai Intervensi Keperawatan untuk Menurunkan Kadar Gula Darah pada Keluarga Bapak A dengan Diabetes Melitus di Sukatani, Depok”. Tugas ini dibuat sebagai salah satu syarat memenuhi mata ajar karya ilmiah akhir ners. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis sulit untuk menyelesaikan KIAN ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2. Bapak Ns. Sukihananto S.Kep., M.Kep selaku pembimbing yang telah mengarahkan sehingga KIAN ini dapat terselesaikan. 3. Ibu Fajar Tri Waluyanti, M.Kep., Sp.Kep.An., IBCLC selaku koordinator Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir Ners 4. Segenap keluarga tersayang (Bapak Yatimin & Ibu Winarni) yang selalu memberikan cinta kasih sayang, dukungan moral, materil, dan doa dalam pengerjaan KIAN ini serta adik adik cantik (Cantika Dinda Chasanah & Rika Dwi Utami) yang selalu memberikan hiburan dirumah. 5. Teman-teman satu bimbingan Kurnia, Okti, Yuyun, Dewi dan Winda yang selalu bersemangat melakukan praktek dan menyelesaikan KIAN. 6. Saudara Muhamad Yamin, S.Ik yang tidak akan pernah membiarkan saya menyerah dalam penulisan KIAN ini 7. Ibu I, Ibu R dan Ibu J sebagai klien kelolaan dalam praktik KKMP Komunitas serta kader kesehatan dan ketua RW 06 Kelurahan Sukatani. 8. Teman-teman FIK 2009 khususnya peminatan komunitas yang selalu bersemangat dan memberikan semangat untuk tetap tersenyum dalam melakukan praktik lapangan hingga mengerjakan KIAN ini. Hidup anak komunitas! iv Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 9. Seluruh pihak yang membawa saya pada dinginnya hawa gunung, rimbun dan teduhnya pohon-pohon, indahnya awan-awan dan merdu nya nadanada yang menjadi sumber energi tersendiri untuk memberi semangat penulis demi terselesaikannya KIAN ini. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan KIAN ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam KIAN ini sehingga kritik dan saran dapat langsung disampaikan kepada penulis untuk penyusunan tulisan yang lebih baik lagi nantinya. Depok, Juli 2014 Penulis v Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 vi Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Ranti Bangkit Ma`ruffi, S.Kep : Program Profesi Ners : Aktivitas Fisik sebagai Intervensi Keperawatan untuk Menurunkan Kadar Gula Darah pada Keluarga Bapak A dengan Diabetes Melitus di Sukatani, Depok Diabetes merupakan masalah kesehatan yang sedang meningkat di kawasan perkotaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka diabetes di perkotaan yaitu diet yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah diabetes melitus di RW 06 Kelurahan Sukatani. Metode karya ilmiah ini yaitu berdasarkan pendekatan asuhan keperawatan keluarga. Intervensi utama yang menjadi fokus pembahasan yaitu aktivitas fisik. Latihan aktivitas fisik terlihat mampu menurunkan kadar gula darah pada ibu I. Hasil pemeriksaan minggu pertama yaitu 370 mg/dl & 425 mg/dl dan mengalami penurunan menjadi 188 mg/dl & 330 mg/dl di minggu ke tujuh. Kata kunci: Aktivitas fisik, diabetes melitus, GDS, keperawatan keluarga vii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 ABSTRACT Name Study Program Title : Ranti Bangkit Ma`ruffi, S.Kep : Nurse Program : Physical Activity as Nursing Intervention to Decrease Blood Glucose Level in Mr.A`s Family with Diabetes at Sukatani, Depok Diabetes is an health problem that increasing in urban area nowadays. Some factor that influence the increasing number diabetes in urban are unhealthy diet, physical inactivity, and minimum health service utilization. The aim of this final assignment was providing descriptive management of family nursing care with diabetes mellitus at RW 06 Kelurahan Sukatani. Primary nursing intervention for this case was physical activity. Physical activity has decreased blood glucose level especially at Mrs. I. The results at the first week were 370 mg/dl & 425 mg/dl and has decreased become 188 mg/dl & 330 mg/dl at the seventh week. Keywords: Blood glucose, diabetes mellitus, physical activity, family nursing viii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. ................ i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS …………................. .................... ii LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... .......... iii KATA PENGANTAR............................................................................ ............... iv HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI.............................................. ............ v ABSTRAK...................................................................................................... ....... vi DAFTAR ISI....................................................... ................. ...............................viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. x DAFTAR TABEL................................................................. ................................ xi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1. Latara Belakang............................... ....... ..................................................1 1.2. Rumusan Masalah.............................. .... ...................................................6 1.3. Tujuan Penulisan................ .................................................................... 7 1.4. Manfaat Penulisan......................................... .......................................... 8 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. ... 9 2.1. Teori dan Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan................................................................................................. 9 2.2. Diabetes Melitus...................................... ................................................12 2.2.1. Pengertian Diabetes Melitus.......................................................... 12 2.2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus. ........................................................ 13 2.2.3. Faktor Risiko Diabetes Melitus. .................................................... 14 2.2.4. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus. .............................................. 15 2.2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus. ..................................................... 15 2.2.6. Komplikasi Diabetes Melitus. ....................................................... 17 2.2.7. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus..................................... 17 2.2.8. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus. ............................................ 18 2.2.9. Upaya Perawatan Diabetes Melitus. .............................................. 19 2.3. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Melitus................. ..... 24 2.3.1. Pengkajian Keluarga . ................................................................... 25 2.3.2. Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga. .............................. 30 2.3.3. Menentukan Prioritan Masalah Keperawatan Keluarga. ................ 31 2.3.4. Perencanaan Keperawatan Keluarga. ............................................ 32 2.3.5. Implementasi. ............................................................................... 33 2.3.6. Evaluasi. ....................................................................................... 34 2.4. Intervensi Keperawatan Unggulan.......................................... ............... 34 2.5. Kerangka Teori.......................................... ............................................ 40 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN................................................................. 41 3.1. Pengkajian...................................... ....................................................... 41 3.2. Diagnosis Keperawatan...........................................................................44 3.3. Rencana Asuhan Keperawatan................. ............................................. 44 3.4. Implementasi.......................................... ............................................... 45 3.5. Evaluasi.......................................... ....................................................... 47 3.6. Tingkat Kemandirian.......................................... ................................... 48 4. ANALISIS SITUASI................................................................. ..................... 50 ix Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 4.1. Profil Lahan Praktik............................................................................... 50 4.2. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP .... .....................54 4.3. Analisis Aktivitas Fisik sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kadar Gula Darah pada Klien dengan Diabetes Melitus .................. .................58 4.4. Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan..........................................62 5. PENUTUP....................................................................................................... 64 5.1. Kesimpulan...................................... ..................................................... 64 5.2. Saran ................................................................................ .....................66 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 67 x Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Teori............................................................................... 23 xi Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Skala penentuan prioritas masalah kesehatan keluarga.................. 32 xii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 2 Biodata Penulis xiii Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk di kota semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut WHO (2010), pada tahun 2030 sebanyak 6 dari 10 orang akan tinggal di kota dan meningkat menjadi 7 dari 10 orang akan tinggal di kota pada tahun 2050. Kota besar di negara yang berkembang mengalami peningkatan total penduduk sebanyak 20% sedangkan di kota kecil dan sedang sebanyak 45 % pertambahan dalam kurun waktu 2000 – 2015. Seiring dengan pertumbuhan global, pertumbuhan jumlah penduduk kota Depok mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012, tahun 2008 berjumlah 1.503.677 jiwa menjadi sebesar 1.898.567 jiwa pada tahun 2012 (Dinkes Depok, 2012). Urbanisasi dan pertambahan penduduk yang cepat memiliki dampak terhadap dalam bidang kesehatan. Cepatnya pertumbuhan penduduk di kota terkadang belum sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang ada. Pada beberapa negara berkembang cepatnya arus urbanisasi belum dibarengi dengan kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur. Kegagalan perencanaan untuk mengatasi pertumbuhan penduduk menyebabkan ketidakadekuatan pelayanan kesehatan, air, sanitasi, edukasi, dan infrasturktur penting lainnya (WHO, 2012). Penghasilan masyarakat kota yang cukup tinggi mendorong terjadinya perubahan gaya hidup di kota. Berdasarkan penelitian Anand (2008) di setting perkotaan didapatkan bahwa hanya 8,6% responden laki-laki dan 4,4% responden wanita mengkonsumsi porsi buah dan sayuran yang mencukupi. Masyarakat urban di negara berkembang memiliki ketergantungan pada makanan jalanan, makanan cepat saji, makanan instan yang lebih murah. Hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait nutrisi seperti kurangnya nutrisi/mineral, masalah gigi, hingga obesitas yang terkait dengan faktor risiko diabetes dan masalah kardiovaskular (WHO, 2012). 1 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 2 Ketidakadekuatan pelayanan pemerintah terhadap transportasi publik mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Masyarakat lebih banyak menggunakan mobil atau motor sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan polusi, risiko injuri kepada pejalan kaki & persepeda dan pengurangan aktivitas fisik (WHO, 2012). Sesuai dengan penelitian Anand (2008) sejumlah 52,4% wanita di perkotaan mengalami ketidakadekuatan aktivitas fisik. Ketidakadekuatan aktivitas fisik, diet yang tidak seimbang dibarengi dengan ketidakadekuatan pelayanan kesehatan menimbulkan berbagai macam penyakit degeneratif di kota. Perkembangan penyakit degenertif pada masyarakat kota menjadi ancaman serius saat ini. Ancaman kesehatan utama yang dihadapi perkotaan saat ini meliputi penyakit infeksius yang banyak disebabkan oleh kondisi tinggal yang miskin dan penyakit degeneratif (penyakit jantung, kanker, diabetes) serta kondisi yang diakibatkan oleh penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan penggunaan alkohol (WHO, 2010). Prevalensi penyakit degeneratif cukup tinggi di area perkotaan dibandingkan area perdesaan yaitu: hipertensi (59,3%), arthritis (32,0),katarak 28,5%, diabetes (25,2%) dan penyakit jantung (22%) (Kandpal, Kakkar, Aggarwal, Bansal, 2013). Diabetes merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Angka penderita diabetes melitus semakin meningkat seiring dengan waktu. Sebanyak 382 juta individu di dunia menderita diabetes. Diperkirakan pada tahun 2035, sebanyak 592 juta jiwa di dunia akan menderita diabetes. Indonesia merupakan negara dengan jumlah terbesar ketujuh di dunia yaitu sebayak 8,5 juta jiwa yang menderita diabetes melitus (IDF, 2013). Seiring dengan prediksi kenaikan prevalensi diabetes di dunia, International Diabetes Federation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia akan menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (IDF,2013). Angka penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indonesia memiliki prevalensi 1,1% pada tahun 2007 dan mengalami Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 3 peningkatan menjadi 2,1% pada tahun 2013. Hasil Riskesdas 2007 & 2013 juga menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus di Jawa Barat yaitu dari 1,3% menjadi 2,0%. Prevalensi penderita diabetes di kota Depok yaitu sebanyak 6288 jiwa. Hasil pendataan menempatkan diabetes melitus sebagai penyakit yang terbanyak di rumah sakit pada individu usia 45-75 tahun di kota Depok (Dinkes Depok, 2012). Berdasarkan hasil pendataan mahaiswa (2014) didapatkan 14 keluarga dengan aktual diabetes melitus di RW 06 kelurahan Sukatani Masyarakat urban memiliki risiko menderita diabetes melitus lebih besar dibanding masyarakat rural. Badan Pusat Statistik dalam Konsensus DM (2011) melaporkan bahwa prevalensi diabetes sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural. Sesuai dengan penelitian Dong (2005) bahwa masyarakat urban memiliki prevalensi lebih tinggi (6,9%) dibanding dengan masyarakat rural (5,6%). Kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat perkotaan merupakan salah satau penyebab dari peningkatan prevalensi diabetes di perkotaan. Menurut WHO (2011), 90% individu menderita diabetes melitus tipe 2 yang memiliki faktor terbesar yaitu kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik. Proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara nasional adalah 26,1 persen jiwa. Terdapat 22 provinsi dengan penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rerata Indonesia. Provinsi Jawa Barat menduduki posisi 5 terbesar dengan masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik. Lima provinsi diatas rerata nasional adalah Riau (39,1%), Maluku Utara (34,5%), Jawa Timur (33,9%), Jawa Barat (33,0%), dan Gorontalo (31,5%). Penderita diabetes di perkotaan masih menunjukkan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Sebuah penelitian melaporkan bahwa level aktivitas fisik penderita diabetes signifikan dibawah nilai rata-rata nasional dari dewasa yang tidak memiliki diabetes (Morrato, Hell, Wyatt, Ghushchyan, Sullivan, 2003). Berdasarkan survey terhadap faktor risiko diabetes yang dilakukan mahasiswa (2014) sebanyak 80% responden yang memiliki diabetes di RW 06 kelurahan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 4 Sukatani tidak melakukan aktivitas fisik yang mencukupi. Aktivitas fisik dan latihan masih belum maksimal dilakukan pada penderita diabetes melitus. Pengefektifan latihan aktivitas fisik diperlukan untuk menurunkan gula darah pada penderita diabetes. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan memiliki peran utama dalam pencegahan dan kontrol resistensi insulin, prediabetes, diabetes gestasional, diabetes tipe 2 (Corlberg, 2010). Berpartisipasi dalam 150 menit latihan fisik sedang tiap minggunya diperkirakan dapat menurunkan risiko diabetes sebanyak 27% (WHO, 2011). Aktivitas fisik di masa senggang atau latihan harian seperti menaiki tangga, pekerjaan rumah tangga, bersepeda, dan berjalan dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2 di populasi beresiko tinggi (Ansari, 2009). Keluarga merupakan salah satu faktor pendukung terbesar dalam peningkatan pemeliharaan kesehatan bagi anggota keluarga diabetes melitus. Ketidakmampuan keluarga memenuhi tugas kesehatan keluarga menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berbagai masalah kesehatan muncul dimulai dari kurangnya pengetahuan, kurangnya sikap hingga perilaku yang tidak efektif untuk menangani masalah diabetes pada keluarga. Berdasarkan survey yang dilakukan mahasiswa (2014), sebanyak 83,3% responden menunjukkan perilaku yang kurang terhadap pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus di RW 06, kelurahan Sukatani. Keluarga sebagai wadah terkecil dalam kesatuan individu untuk mengendalikan/mempengaruhi perilaku orang lain kearah positif seharusnya mampu merubah perilaku anggota keluarga yang kurang efektif dalam perawatan diabetes. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengetahui peran aktivitas fisik sebagai intervensi dalam keluarga untuk menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A khusunya ibu I yang memiliki masalah diabetes melitus. Keluarga bapak A (ibu I) sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Nilai GDS klien 14 Mei 2014 = 370 mg/dl, 21 Mei 2014 = 425mg/dl. Klien mengatakan saat Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 5 ini minum banyak, sering merasa haus dan sering BAK terutama dimalam hari. Klien mengatakan kadang-kadang mengalami kesemutan pada kedua kakinya, dan kadang-kadang pandangan kabur. Klien mengatakan makan seadanya saja, sudah berusaha mengurangi gula namun belum mengetahui prinsip diet diabetes melitus. Keluarga mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang berada di lingkungannya dan sehari-hari ibu I lebih senang beristirahat dan menonton TV dirumah. Selama 2 bulan terakhir ibu I tidak meminum obat dari dokter karena merasa bosan meminum obat dari dokter dan merasa bahwa gula nya sudah terkontrol. Klien biasanya melakukan pemeriksaan GDS ke klinik atau RS namun hal tersebut tidak dilakukan secara rutin, karena tidak ada yang mengantar ibu I ke pelayanan kesehatan 1.2 Rumusan Masalah Urbanisasi dan pertambahan penduduk yang cepat memiliki dampak terhadap dalam bidang kesehatan. Berbagai perubahan gaya hidup mulai dari diet tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan obesitas meingkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif di kota. Diabetes sebagai salah satu penyakit degeneratif mengalami peningkatan prevalensi dalam lingkup global, nasional dan regional. Seiring dengan prediksi kenaikan prevalensi diabetes di dunia, International Diabetes Federation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia akan menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Hasil Riskesdas 2007 & 2013 juga menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus di Jawa Barat yaitu dari 1,3% menjadi 2,0% Kurangnya aktivitas fisik masyarakat kota merupakan salah satu penyebab peningkatan prevalensi diabetes melitus. Berdasarkan survey terhadap faktor risiko diabetes yang dilakukan mahasiswa (2014) sebanyak 80% responden yang memiliki diabetes di RW 06 kelurahan Sukatani tidak melakukan aktivitas fisik yang mencukupi. Pengefektifan latihan aktivitas fisik diperlukan untuk menurunkan gula darah pada penderita diabetes. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 6 (CDA,2008). Keluarga sebagai wadah terkecil dalam kesatuan individu untuk mengendalikan/mempengaruhi perilaku orang lain kearah positif seharusnya mampu merubah perilaku anggota keluarga yang kurang efektif dalam perawatan diabetes. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mengetahui peran aktivitas fisik sebagai intervensi dalam asuhan keperawatan keluarga untuk menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A khusunya ibu I 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penulisan karya ilmiah ners yaitu memberikan gambaran peran aktivitas fisik sebagai penatalaksanaan asuhan keperawatan keluarga untuk menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A di RW 06 Kelurahan Sukatani, Depok. 1.3.2 Tujuan Khusus Penulisan karya ilmiah ners ini bertujuan untuk: - Menggambarkan masalah kesehatan diabetes melitus khususnya di masyarakat perkotaan - Menggambarkan pengkajian keperawatan pada keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus - Menggambarkan perumusan diagnosis keperawatan pada keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus - Menggambarkan perumusan rencana intervensi keperawatan pada keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus - Menggambarkan implementasi keperawatan pada keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus - Menggambarkan evaluasi keperawatan pada keluarga bapak A dengan masalah diabetes melitus - Menganalisis efektifitas implementasi aktivitas fisik pada keluarga bapak A untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus - Mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 7 1.4 Manfaat Penulisan Hasil laporan karya imliah ners ini diharapkan bermanfaat baik untuk bidang keilmuan, secara aplikatif, dan juga untuk penelitian selanjutnya. 1.4.1 Manfaat Kelimuan Karya ilmiah ini sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan komunitas khususnya tentang asuhan keperawatan keluarga dengan masalah diabetes melitus. Karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran informasi mengenai praktik yang sesungguhnya terjadi di lahan praktik, informasi mengenai adanya kesesuaian dan kesenjangan antara teori yang diajarkan di institusi pendidikan keperawatan dan di lahan praktik. 1.4.2 Manfaat Aplikatif 1.4.2.1 Bagi Puskesmas Sukatani Manfaat penulisan karya ilmiah ners ini bagi pelayanan keperawatan khususnya puskesmas sukatani yaitu informasi dan saran evaluasi bagi instansi kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah diabetes melitus yang terjadi di lingkungan kelurahan Sukatani. Puskesmas Sukatani diharapkan bisa menjadi wadah untuk menggalakkan dan memfasilitasi adanya latihan aktivitas fisik yang ditujukan pada masyarakat yang menderita/memiliki resiko terkena diabetes. 1.4.2.2 Bagi Keluarga dengan DM pada Agregat Dewasa Manfaat praktik asuhan keperawatan keluarga bagi keluarga dengan diabetes diharapkan keluarga mampu memenuhi lima tugas kesehatan keluarga terkait pemeliharaan kesehatan keluarga dengan diabetes melitus. Manfaat praktik asuhan keperawatan keluarga ini juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat kemandirian keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan anggota keluarga. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 8 1.4.3 Manfaat Metodologi Karya ilmiah ini dapat menjadi sumber rujukan dan informasi untuk pembuatan asuhan keperawatan keluarga dengan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes. Hal ini sangat perlu dikembangkan selanjutnya demi peningkatan mutu asuhan keperawatan keluarga. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori dan Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Kota merupakan daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat dan daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern yang sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian dengan dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluasluasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat kota yaitu sejumlah manusia yang tinggal di suatu wilayah dengan kepadatan yang tinggi yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor perdagangan, industri, dan sektor administrasi pemerintah. Pertambahan penduduk di kota semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut WHO (2010), pada tahun 2030 sebanyak 6 dari 10 orang akan tinggal di kota dan meningkat menjadi 7 dari 10 orang akan tinggal di kota pada tahun 2050. Kota besar di negara yang berkembang mengalami peningkatan total penduduk sebanyak 20% sedangkan di kota kecil dan sedang sebanyak 45 % pertambahan dalam kurun waktu 2000 – 2015. Seiring dengan pertumbuhan global, pertumbuhan jumlah penduduk kota Depok mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012, tahun 2008 berjumlah 1.503.677 jiwa menjadi sebesar 1.898.567 jiwa pada tahun 2012 (Dinkes Depok, 2012). Urbanisasi dan dampak terhadap kesehatan bukan hanya masalah yang dihadapi kota besar namun juga kota kecil dan sedang. Cepatnya pertumbuhan penduduk di kota terkadang belum sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang ada. Pada beberapa negara berkembang cepatnya arus urbanisasi belum dibarengi dengan kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur. Kegagalan perencanaan untuk mengatasi pertumbuhan 9 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 10 penduduk menyebabkan ketidakadekuatan pelayanan kesehatan, air, sanitasi, edukasi, dan infrasturktur penting lainnya (WHO, 2010). Kebanyakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat urban yaitu perumahan yang kumuh dan terlalu padat. Perumahan padat dan kumuh dapat menimbulkan masalah baru diantaranya banjir, polusi, dan bahaya industri. Meningkatnya risiko kesehatan, bahaya lingkungan, kekerasan dan kejahatan dapat dikaitkan dengan injuri, masalah respiratori, penyakit menular, dan penyakit psikologis yang dihadapi masyarakat urban (WHO, 2010). Masyarakat urban di negara berkembang memiliki ketergantungan pada makanan jalanan, makanan cepat saji, makanan instan yang lebih murah. Hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait nutrisi seperti kurangnya nutrisi/mineral, masalah gigi, hingga obesitas yang terkait dengan faktor risiko diabetes dan masalah kardiovaskular (WHO, 2010). Ketidakadekuatan pelayanan pemerintah terhadap transportasi publik mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Masyarakat lebih banyak menggunakan mobil atau motor sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan polusi, risiko injuri kepada pejalan kaki & persepeda dan pengurangan aktivitas fisik (WHO, 2010). Sedangkan ketidakadekuatan aktivitas fisik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular, diabetes, dan beberapa kanker. Bagi kalangan miskin yang tinggal di perkotaan, kurangnya pelayanan transportasi publik menyebabkan susahnya akses menuju pelayanan kesehatan. Banyak kota memiliki ancaman dan masalah kesehatan yang serupa saat ini. Ancaman kesehatan utama yang dihadapi perkotaan saat ini meliputi penyakit infeksius yang banyak disebabkan oleh kondisi tinggal yang miskin dan penyakit tidak menular (penyakit jantung, kanker, diabetes) serta kondisi yang diakibatkan oleh penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan penggunaan alkohol (WHO, 2010). Ancaman ketiga meliputi kecelakaan, injuri, kekerasan dan kejahatan. Seiring dengan ancaman kesehatan secara global, Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 11 masalah kesehatan yang tejadi di kota Depok salah satunya yaitu penyakit tidak menular meliputi hipertensi, rematism & gout, serta diabetes melitus yang menempati tiga penyakit tidak menular yang utama (Dinkes Depok, 2012). Kota yang sehat memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Kota sehat didefinisikan WHO (2009) dalam Allender (2013) sebagai tempat yang secara kontinu menciptakan dan mengimprovisasi lingkungan fisik dan sosial dan memperluas sumber daya sehingga masyarakat dapat mendukung satu sama lain dalam menjalankan fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi maksimum masing-masing. Kota sehat yaitu daerah pemukiman yang selalu berupaya untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat didalamnya melalui upaya menangani masalah kesehatan yang terjadi. Untuk menangani masalah yang kompleks pada perkotaan dibutuhkan peran dari berbagai sektor. Pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat dan swasta perlu bekerja sama untuk menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dengan jumlah yang terbanyak memiliki peran yang besar dalam meningkatkan upaya kesehatan masyarakat. Peran perawat dalam upaya peningkatan kesehatan masayarakat tertuang dalam konsep keperawatan kesehatan masyarakat. Keperawatan kesehatan masyarakat merupakan spesialisasi dari keperawatan yang digabungkan dengan ilmu kesehatan masyarakat untuk memformulasikan praktik kesehatan yang berfokus pada komunitas dan masyarakat (Anderson & McFarlane, 2011). Keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh, terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh melalui proses Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 12 keperawatan untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya (Kepmenkes RI, 2006). Ada 8 karakteristik penting dalam praktek keperawatan kesehatan masyarakat. Karakteristik praktik keperawatan masyarakat memandang suatu populasi sebagai klien, kewajiban utama yaitu untuk mencapai tujuan terbaik untuk orang banyak, berkerjasama dengan masyarakat merupakan kunci utama, pencegahan primer adalah prioritas, fokus pada strategi yang menciptakan lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang sehat. Karakteristik lainnya meliputi menjangkau semua yang memerlukan, menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal, dan berkolaborasi dengan berbagai profesi, populasi, organisasi dan stakeholder lainnya untuk mempromosikan serta melindungi kesehatan masyarakat (Allender, Rector & Warner, 2014). 2.2 Diabetes Melitus 2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang diakibatkan dari ketidakadekuatan insulin untuk membawa nutrisi ke jaringan tubuh. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Menurut WHO (2006) diabetes adalah kondisi yang secara utama didefinisikan sebagai kondisi hiperglikemia yang beresiko menimbulkan kerusakan mikrovaskular (retinopati, nefropati, dan neuropati). Diabetes adalah ketika glukosa dalam darah atau gula darah seseorang terlalu tinggi (NIDDK, 2013) Diabetes melitus adalah penyakit kronis dan progresif dengan karakteristik ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Black & Hawks, 2009). Secara normal beberapa jumlah glukosa bersirkulasi di dalam darah. Sumber utama glukosa adalah dari absorbsi makanan pada saluran pencernaan dan produksi glukosa oleh hati. Insulin yang merupakan hormon yang diproduksi sel β pankreas memiliki Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 13 fungsi mengkontrol level glukosa dengan cara mengkontrol produksi dan penyimpanan glukosa. Pada kondisi diabetes, sel tersebut tidak berfungsi dengan maksimal atau berhenti menghasilkan insulin yang menyebabkan kondisi hiperglikemia (Smletzer & Bare, 2003). 2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Diabetes melitus dikategorikan menjadi 4 kondisi klinis yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes tipe spesifik lainnya. Diabetes tipe 1 adalah hasil dari destruksi autoimun sel β pankreas,yang menjurus pada defisiensi insulin yang absolut (Black & Hawks, 2009). Diabetes tipe 1 atau disebut juga insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau juvenile diabetes lebih sering terjadi pada orang muda tapi bagaimanapun juga dapat terjadi pada orang dewasa. Diabetes tipe 1 memiliki presentasi 5 – 10% dari seluruh diagnosa diabetes melitus. Diabetes tpe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum terjadi di dunia. Diabetes tipe 2 terjadi sekitar 90% dari seluruh kasus diabetes. Diabetes tipe 2 atau dulunya disebut non insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) adalah hasil dari kerusakan sekresi insulin yang progresif bersamaan dengan resistensi insulin yang biasanya dihubungkan dengan obesitas (Black & Hawks, 2009). Menurut Perkeni (2011) klasifikasi diabetes tipe 2 dapat bervariasi mulai dari yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes tipe 2 biasanya didiagnosis setelah umur 40 tahun dan lebih sering terjadi pada lanjut usia, kasus obesitas, etnis dan ras tertentu. Diabetes gestasional adalah diabetes yang didiagnosa dalam masa kehamilan. Ibu hamil memproduksi hormon yang mendorong terjadinya resistensi insulin. Semua wanita mengalami resistensi insulin pada akhir kehamilannya, bila pankreas tidak mampu memproduksi cukup insulin selama kehamilan maka wanita akan mengalami diabetes gestasional. Overweight, obesitas dan pertambahan berat badan yang terlalu banyak selama masa kehamilan merupakan faktor risiko Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 14 terjadinya diabetes gestasional. Diabetes gestasional biasanya dapat teratasi setelah proses persalinan, namun wanita yang mengalami diabetes gestasional akan berresiko untuk menderita diabetes tipe 2 nantinya (NIDDK, 2013). Diabetes tipe lain merupakan kondisi diabetes yang tidak dapat diklasifikasi pada diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional. Tipe lain diabetes melitus dapat terjadi dari hasil defek genetik dalam fungsi sel beta, penyakit pankreas atau penyakit yang diakibatkan dari penggunaan obat (Black & Hawks, 2009). Menurut CDC (2012) tipe spesifik lain dari diabetes dihasilkan dari syndrome genetik yang spesifik, operasi, obat, malnutrisi, infeksi, dan penyakit lainnya. Tipe diabetes ini hanya mencakup 1-2% dari seluruh diagnosis kasus diabetes. 2.2.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus Menurut IDF (2014) beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan diabetes tipe 2 yaitu riwayat keluarga dengan diabetes, kelebihan berat badan, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, bertambahnya umur, tekanan darah tinggi, etnis tertentu, toleransi glukosa terganggu, riwayat diabetes gestasional, nutrisi buruk saat kehamilan. Faktor risiko dari diabetes tipe 1 lebih sedikit dijelaskan, yaitu meliputi autoimun, genetik dan faktor lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan diabetes tipe ini. Faktor lingkungan seperti virus mendorong proses autoimun yang menghancurkan sel β pankreas. Faktor risiko terbesar dari diabetes tipe 2 yaitu obesitas. Diabetes tipe 2 biasanya didiagnosis setelah umur 40 tahun dan lebih sering terjadi pada lanjut usia, kasus obesitas, etnis dan ras tertentu. Diabetes gestasional lebih sering terjadi pada Afrika-Amerika, Latin Amerika, Amerika-India, dan individu yang memiliki riwayat keluarga. Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional memiliki 35%-60% mengalami diabetes tipe 2 pada 10-20 tahun setelah persalinan (CDC, 2012). Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 15 2.2.4 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tanda dan gejala yang dimiliki seseorang dengan diabetes dapat beragam. IDF (2014) menyebutkan tanda dan gejala yang umum muncul pada individu dengan diabetes yaitu peningkatan frekuensi berkemih, rasa haus berlebih, peningkatan rasa lapar, penurunan berat badan, keletihan, kurang minat dan konsenterasi. Tanda gejala selanjutnya yaitu sensasi kesemutan dan kebas di tangan atau kaki, penglihatan kabur, meningkatnya frekuensi terkena infeksi, penyembuhan luka yang lama, mual dan nyeri abdomen. Perkeni (2011) mengelompokkan tanda dan gejala DM berdasarkan 2 kelompok yaitu keluhan klasik dan keluhan lain. Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Sedangkan keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita 2.2.5 Patofisiologi Diabetes Melitus Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin merujuk kepada menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel dan menginisiasi reaksi yang berlangsung pada metabolisme glukosa. Resistensi insulin pada diabetes tipe II akan disertai dengan penurunan reaksi intrasel yang menyebabkan insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smletzer & Bare, 2003). Resistensi sel terhadap insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel mengalami penurunan sehingga kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yakni pengeluaran elektrolit dan cairan yang berlebih. Diuresis osmotik akan menyebabkan peningkatan pengeluaran urin (poliuri) dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 16 karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (pekat akibat adanya glukosa) sehingga akan menimbulkan peningkatan rasa haus (polidipsi) (Smletzer & Bare, 2003). Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif yakni asupan kalori kurang dari kalori yang dikeluarkan sehingga menimbulkan rasa lapar yang cepat (polifagi). Akibatnya, adipose (lemak), glikogen, dan otot digunakan untuk menghasilkan energi. Berat badan dan cadangan lemak pun berkurang. Awalnya, glukagon akan meningkat untuk mengubah glikogen menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Apabila glikogen tersebut habis, terjadilah proses glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Pertama yang mengalami perubahan yaitu lemak, terjadilah lipolisis yang kemudian mengakibatkan proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton di dalam plasma akan menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis. Jika cadangan lemak habis, terjadilah peningkatan katabolisme protein (proteinolisis) yang menghasilkan asam laktat berlebih. Kelebihan asam laktat tersebut dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan aliran darah yang dijumpai pada penderita diabetes juga berperan menimbulkan kelelahan (Smletzer & Bare, 2003). Polifagi juga disebabkan oleh adanya starvasi (kelaparan sel) karena sel tidak mendapatkan glukosa yang dapat diubah menjadi energi. Penggunaan glukosa oleh sel yang menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah. Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) juga menimbulkan suatu respons yang menyebabkan perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Gangguan pembuluh darah tersebut menyebabkan aliran darah ke retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen berkurang, akibatnya klien akan mengalami mata berkunang-kunang dan pandangannya menjadi kabur (Smletzer & Bare, 2003). Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 17 2.2.6 Komplikasi Diabetes Melitus Seseorang dengan diabetes memliki peningkatan risiko untuk mengalami berbagai masalah kesehatan yang serius. Berdasarkan data IDF (2013) pada hampir semua negara maju, diabetes merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi ekstrimitas bawah. Smeltzer & Bare (2003) mengelompokkan komplikasi diabetes menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Akut diabetes dapat mengakibatkan kondisi hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum dan hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS). Efek jangka panjang dari kondisi hiperglikemia dapat mengakibatkan komplikasi makrovaskular (PJK, penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer), komplikasi mikrovaskular (gagal ginjal, penyakit mata) dan komplikasi neuropati (Smletzer & Bare, 2003). 2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer (Perkeni, 2011).Diagnosa DM dapat ditegakkan jika keluhan klasik ditemukan dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL, adanya keluhan klasik dan pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl, dan berdasarkan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan hasil >200 mg/dL. Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) yaitu tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa, kemudian berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. Selanjutnya klien akan diperiksa kadar glukosa darah puasa dan diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 18 Klien berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai dan diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Perkeni, 2011). Kriteria diagnostik diabetes oleh WHO (2012) yaitu ketika gula darah puasa ≥ 7.0mmol/l (126mg/dl), gula darah sewaktu ≥ 11.1mmol/l (200mg/dl) dan gula darah TGO ≥ 11.1mmol/l (200mg/dl) . WHO (2006) memasukkan pemeriksaan Glycated haemoglobin (HbA1c) sebagai salah satu pemeriksaan diagnostik untuk diabetes. HbA1c merefleksikan gula darah rata-rata dalam 2-3 bulan terakhir dalam satu kali pemeriksaan sewaktu tanpa puasa. Pemeriksaan ini juga menjadi standard untuk pengontrolan indeks glukosa pada penderita diabetes dan untuk pertimbangan untuk pengkajian individu dengan toleransi glukosa terganggu. Kriteria diabetes berdasarkan Glycated haemoglobin (HbA1c) yaitu ≥ 6.5% /48 mmol/mol. Pemeriksaan HbA1c tidak sesuai untuk diagnosis dalam kondisi tertentu. Beberapa kondisi tertentu tersebut meliputi pada semua anak & anak muda, klien suspek dengan diabetes tipe 1, klien dengan tanda dan gejala klinis kurang dari dua bulan, klien yang sedang sakit akut,. Kondisi klien yang sedang mengkonsumsi obat yang dapat meningkatkan gula darah secara cepat (steroids & antipsikotik), klien dengan kerusakan pankreas, pada kehamilan, adanya gen, kondisi hematologi dan penyakit yang mempengaruhi HbA1c dan pengukurannya tidak sesuai untuk dilakukan pemeriksaan HbA1c. 2.2.8 Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Berbagai perubahan gaya hidup dapat dilakukan untuk mencegah diabetes. Terapi intensif pada pola hidup yang didemonstrasikan pada suatu grup dibuktikan mampu menurunkan risiko diabetes 58% dibanding dengan grup lainnya. IDF (2014) menyebutkan perubahan gaya hidup meliputi mempertahankan berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik, diet nutrisi seimbang, pengontrolan terhadap rokok, stres dan pola tidur. Obesitas dihubungkan dengan faktor risiko diabetes Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 19 tipe 2. Pengurangan berat badan dapat meningkatkan resistensi insulin dan menurunkan hipertensi, maka dari itu individu dengan obesitas dianjurkan untuk menurunkan dan mencapai berat badan ideal. Peningkatan aktivitas fisik sangat erat hubungannya dengan pencapaian berat badan ideal, penurunan tekanan darah, penurunan nadi istirahat, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan komposisi tubuh dan meningkatkan rasa kesejahteraan jiwa. Diet nutrisi yang seimbang merupakan faktor penting dalam kesehatan. Diet sehat mampu mengurangi faktor risiko dari berbagai penyakit kardiovaskular. Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup selanjutnya untuk menghindari diabetes, tembakau sebagai fakotr risiko dari banyak penyakit kronis merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes. Merokok meningkatkan pengumpulan lemak bagian abdomen dan meningkatkan resistensi insulin. Pada beberapa kasus ketika sesorang berhenti merokok, penambahan berat badan terjadi, hal tersebut perlu diantisipasi dengan saran mengenai pengaturan makanan dan snack serta akivitas fisik (IDF,2014). Stress dan depresi memiliki hubungan dengan diabetes dan penyakit kardiovaskular. Pencegahan dan mengatasi stres dengan efektif mampu menurunkan risiko diabetes. Ketidakefektifan pola tidur dapat meningkatkan risiko diabetes. Kurang tidur (<6jam) dapat mengganggu keseimbangan hormon yang mengatur masukan makanan dan keseimbangan energi, sedangkan kelebihan tidur (>9jam) dapat mengindikasikan adanya stres atau depresi (IDF,2014). 2.2.9 Upaya Perawatan Diabetes Melitus NIDDK (2013) merumuskan empat intervensi utama untuk mengontrol level gula darah dalam range target yaitu mengikuti rencana diet seimbang, aktif secara fisik, meminum obat sesuai yang diresepkan dan memonitor kadar gula darah. Berikut akan dibahas satu persatu mengenai upaya perawatan klien dengan diabetes. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 20 a. Diet Seimbang Pengaturan makanan merupakan tindakan penting dalam manajemen diabetes melitus. Tujuan utama dari pengaturan diet makanan yaitu memperbaiki nilai gula darah dan lemak dalam tubuh, mendorong konsistensi masukan makanan (pada diabetes tipe 1), mendorong pengaturan berat badan menuju ideal, mendorong tercukupinya nutrisi untuk tubuh (Black & Hawks, 2009). Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Obesitas dikaitkan dengan meningkatnya resitensi insulin yang juga merupakan faktor utama pada diabetes tipe 2. Beberapa klien yang mengalami obesitas, diabetes tipe 2 dan membutuhkan insulin atau obat oral untuk mengontrol gula darah dapat menurunkan kebutuhan kepada obat dengan menurunkan berat badan. Penurunan berat badan 10% dari total berat badan dapat secara signifikan memperbaiki kadar gula darah (Bare & Smeltzer, 2003 ). b. Aktivitas fisik Aktivitas fisik merupakan manajemen diabetes yang telah terbukti melalui banyak penelitian. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh dari pergerakan otot-otot sehingga tubuh mengeluarkan energi lebih besar dari biasanya (Colberg, 2010). Manfaat aktivitas fisik bagi penderita diabetes yaitu meliputi meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat darah (LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko penyakit jantung. Manfaat lainnya yaitu dapat mengontrol berat badan, menurunkan risiko komplikasi penyakit DM, menguatkan jantung, otot dan tulang, dan menurunkan tingkat stress (Diabetes Australia, 2008). c. Kontrol rutin diabetes Untuk pemantauan status diabetes individu dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemeriksaan HbA1c. Tujuan pemeriksaan glukosa darah yaitu ntuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai, untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 21 post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011). Sesorang dengan diabetes dianjurkan untuk melakukan pengontrolan kadar gula darah minimal satu bulan sekali. Pemeriksaan HbA1c atau tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun (Perkeni, 2011). d. Terapi medikasi Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai, dipertimbangkan pemakaian obat-obat berkhasiat hipoglikemik (oral – insulin). Kelas umum dari obat hipoglikemik oral ( OHO ) meliputi sulfonylureas, biguanides, meglitinides, thiazolidinediones, alpha-glucosidase inhibitors, incretin mimetics, dan amylinomimetics (Black & Hawks, 2009). Sulfonilurea merupakan golongan obat yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Keefektifan sulfonylurea ditujukan kepada klien yang memiliki fungsi pankreas yang masih baik, sehingga golongan ini tidak dapat digunakan pada klien dengan diabetes tipe 1. Sulfonilurea menurut durasi atau lama kerja dapat dibagi menjadi agens short-, intermediate-, dan long-acting. Efek samping obat-obat ini mencakup gejala gastrointestinal dan reaksi dermatologi. Hipoglikemi dapat terjadi bila obat diberikan dalam dosis berlebihan atau ketika pasien lupa makan atau asupan makanannya kurang (Bare & Smeltzer, 2003 ) Biguanid (Metformin) digunakan jika masih terdapat insulin, menimbulkan efek antidiabetik dengan memfasilitasi kerja insulin pada reseptor perifer dan tidak memberikan efek pada sel-sel beta pankreas. Biguanid digunakan bersamaan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 22 dengan sulfonilurea untuk meningkatkan efek penurunan gula darah yang lebih efektif dibanding jika biguanid digunakan secara tunggal. Asidosis laktat merupakan komplikasi potensial yang serius, pasien harus dipantau dengan ketat. Biguanid merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit Serebro Cardiovaskular) (Smletzer & Bare, ). Pengecekkan rutin terhadap fungsi ginjal perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kerusakan ginjal. Obat Biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan atau sesudah makan. Inhibitor Glukosidase Alfa (Acarbase) merupakan golongan obat yang mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik sesudah makan dengan memperlambat absorbsi glukosa di sistem pencernaan. Obat ini dapat digunakan untuk terapi tunggal maupun kombinasi dengan sulfonilurea atau meglitidines Hipoglikemia dapat terjadi ketika kombinasi dengan sulfonilurea atau meglitidines. Obat ini memiliki efek samping diare dan flatulence. Efek samping ini dapat diminimalisir dengan memulai dengan dosis yang sangat rendah dan ditmabah secara bertahap. Obat ini berpengaruh ketika proses penyerapan makanan sehingga harus segera diminum sebelum makan (Bare & Smeltzer, 2003 ). Thiazolidinediones diindikasikan kepadaa klien dengan diabetes tipe 2 yang reguler menggunakan injeksi insulin dan pengontrolan terhadap gula darh masih belum adekuat. Thiazolidinediones meningkatkan kerja insulin pada reseptor tanpa meningkatkan sekresi insulin dari sel b pankreas. Obat golongan ini dapat berpengaruh terhadap fungsi hati sehingga pengecekkan terhadap fungsi hati harus dilakukan pada awal dan secara teratur. Pada klien wanita, Thiazolidinediones dapat menyebabkan memulai kembali proses ovulasi pada masa pre menapous sehingga memungkinkan terjadinya kehamilan (Bare & Smeltzer, 2003 ). Maglitidines (repaglinide) menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengeluaran insulin dari sel b pankreas. Keefektifan obat ini bergantung pada Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 23 fungsi dari sel b pankreas. Repaglinide kontraindikasi pada klien dengan diabetes tipe 1. Repaglinide memiliki aksi cepat dalam durasi yang singkat (1 jam). Obat ini harus dikonsumsi sebelum makan untuk menstimulasi insulin berspeon pada makanan tersebut (Smletzer & Bare, ). Terapi medikasi harus dijelaskan bukan sebagai subtitusi dari diet dan aktivitas fisik pada klien diabetes. Saat ini obat orah antidiabetik tidak lagi efektif untuk mengontrol kadar gula darah khusunya pada klien yang menggunakan insulin. Berbagai mekanisme dari kerja obat antidiabetik menyebabkan multiple dosis dan obat sering digunakan saat ini (Bare & Smeltzer, 2003 ). Pada DM tipe I tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin sehingga insulin eksogenus harus diberikan. Sedangkan pada DM tipe II, insulin mungkin diperlukan untuk terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet, obat hipoglikemia oral tidak mampu mengontrolnya atau dalam kondisi stress dan sakit. Preparat insulin digolongkan menurut 5 karakteristik berdasarkan perjalanan waktu. Rapid acting (Humalog & Novolog) memiliki awitan kerja 10-15 menit, mencapai puncak pada 40-60 menit dan memiliki durasi kerja 3-6 jam. Insulin tipe ini digunakan untuk menurunkan secara cepat dan mengatasi hiperglikemia post pandrial, dan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pada malam hari. Short-acting insulin atau insulin reguler (Humalog R, Novolin R, Iletin II Reguler) memiliki awitan kerja ½ hingga 1 jam, puncaknya 2 hingga 3 jam, dan durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler terlihat jernih dan diberikan 20 hingga 30 menit sebelum makan, dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin kerja lama. Intermediate-acting insulin atau NPH insulin & Lente insulin (“L”) memiliki awitan kerjan 2 hingga 4 jam, puncaknya 6 hingga 12 jam, dan durasi kerjanya 16 hingga 20 jam. Kedua insulin tersebut sama dalam perjalanan waktu kerja, terlihat putih menyerupai susu. Pasien yang menggunakan insulin jenis ini harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak kerja. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 24 Long-acting insulin atau ultralente insulin (“UL”) cenderung memiliki kerja yang panjang, perlahan, dan bertahan. Awitan kerjanya 6 hingga 8 jam, puncaknya 12 hingga 16 jam, dan durasinya 20 hingga 30 jam. Very long acting (glargine, lantus) memiliki awitan kerja dalam satu jam, tidak memiliki puncak kerja dan durasi selama 24 jam. Insulin ini biasanya digunakan sebagai dosis basal (Bare & Smeltzer, 2003 ). Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat adalah U100 yang berarti terdapat 100 unit insulin per 1 cm3. Preparat insulin dahulu diperoleh dari pankreas sapi dan babi, namun sekarang telah tersedia “Human Insulin” yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan. Pemilihan dan rotasi tempat penyuntikan preparat insulin meliputi 4 daerah utama yaitu: abdomen, lengan (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong. Insulin diabsorpsi paling cepat di abdomen dan menurun secara progresif pada lengan, paha, serta bokong. Rotasi penyuntikan dilakukan secara sistematis untuk mencegah perubahan setempat jaringan lemak (lipodistrofi). 2.3 Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Melitus Keluarga merupakan kumpulan dua atau lebih individu yang biasanya tinggal bersama dan memiliki hubungan perkawinan atau keturunan. Kaakinen, GedalyDuff, Coehlo & Hanson (2010) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bergantung satu sama lain secara emosional, fisik, dan dukungan ekonomi. Friedman (1998) mendefiniskan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional serta memiliki masing-masing peran di dalam keluarga. Berbagai definisi mengenai keluarga berkembang, untuk mengetahui lebih tepatnya anggota dalam suatu keluarga diperlukan wawancara terhadap keluarga itu sendiri. Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson (2010) mendefinisikan kesehatan keluarga sebagai perubahan dinamis yang relatif menuju kesejahteraan yang meliputi kesejahteraan biopsikososio dan faktor budaya dari sistem keluarga. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 25 Kesehatan dari anggota keluarga mempengaruhi keseluruhan fungsi keluarga dan sebaliknya kemampuan keluarga mencapai fungsi keluarga mempengaruhi kesehatan setiap anggota keluarga. Keperawatan kesehatan keluarga tidak hanya berfokus pada individu anggota keluarga yang sakit tapi juga berfokus pada keluarga untuk beradaptasi baik dengan lingkungan. Keperawatan kesehatan keluarga melihat bagaimana fungsi keluarga berjalan dengan baik bersama-sama dalam sebuah unit. Keperawatan kesehatan keluarga adalah gabungan antara seni dan science yang berkembang sejak awal 1980 sebagai cara berfikir untuk bekerjasama dengan keluarga ketika anggota keluarga mengalami masalah kesehatan (Hanson, 2005). Keperawatan keluarga merupakan proses menyediakan pelayanan kesehatan bagi keluarga dalam lingkup praktik berbasis keperawatan (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010). Seperti asuhan keperawatan individu, proses keperawatan dalam keluarga dimulai dengan pengkajian keluarga, skoring diagnosis, diagnosis, rencana tindakan keperawatan hingga evaluasi. 2.3.1 Pengkajian Keluarga Pengkajian merupakan proses pertama yang harus dilakukan dalam tercapainya proses keperawatan yang efektif. Inti untuk memberikan pelayanan keperawatan keluarga yang aman dan efektif adalah kemampuan perawat untuk melakukan pengkajian secara akurat, mengidentifikasi masalah keperawatan, dan menyusun rencana perawatan (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010). Pengkajian keluarga memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dibanding asuhan keperawatan individu. Pengkajian keluarga secara umum mencakup beberapa poin besar yaitu data umum, riwayat dan tahap perkembangan keluarga, lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, stresor dan koping keluarga, harapan keluarga, dan pemeriksaan fisik. Pada data umum, pengkajian yang dilakukan mencakup nama keluarga, alamat & telepon, komposisi keluarga, tipe keluarga, suku, agama, status sosioekonomi, dan aktivitas rekreasi. Cara efektif untuk melihat komposisi keluarga yaitu dengan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 26 menggunakan genogram keluarga. Genogram keluarga adalah gambaran visual pohon keluarga yang menggambarkan tentang anggota keluarga dan hubungan dalam keluarga minimal dalam tiga generasi kehidupan (McGoldrick, Schellenberger, & Petry, 2008 dalam Kaakinen, 2010). Secara tradisional, tipe keluarga diklasifikasikan dalam 2 tipe yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak ang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah (kakek-nenek, cucu, paman-bibi). Pengkajian terhadap genogram keluarga dapat memberikan gambaran faktor keturunan yang meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus pada keluarga. Pengkajian riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi tahap perkembangan saat ini, tahap perkembangan yang belum tercapai, riwayat keluarga inti, dan riwayat keluarga sebelumnya. Menurut Friedman (1998), tahap perkembangan keluarga terbagi menjadi 8 kategori. Keluarga baru (beginning family), yaitu perkawinan dari sepasang individu yang menandakan bermulanya keluarga baru. Keluarga pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan, yaitu membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial dan merencanakan anak atau KB. Yang kedua yaitu keluarga sedang mengasuh anak (child bearing family), yaitu dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu mempersiapkan kehadiran bayi, membagi peran dan tanggung jawab, adaptasi pola hubungan seksual, meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua. Tahap perkembangan keluarga yang ketiga yaitu keluarga dengan usia anak pra sekolah, yaitu keluarga dengan anak pertama yang berumur 30 bulan sampai dengan 6 tahun. Dalam tahp ini keluarga mempunyai tugas perkembangan, yaitu membagi waktu, pengaturan keuangan, merencanakan kelahiran yang berikutnya dan membagi tanggung jawab dengan anggota keluarga yang lain. Selanjutnya keluarga dengan anak usia sekolah, yaitu dengan anak pertama berusia 13 tahun. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 27 Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menyediakan aktivitas untuk anak, pengaturan keuangan, kerjasama dalam menyelesaikan masalah, memperhatikan kepuasan anggota keluarga dan sistem komunikasi keluarga (Friedman 1998). Tahap perkembangan keluarga yang kelima yaitu keluarga dengan anak remaja, yaitu dengan usia anak pertama 13 tahun sampai dengan 20 tahun. Tugas perkembangan keluarga ini adalah menyediakan fasilitas kebutuhan keluarga yang berbeda, menyertakan keluarga dalam bertanggungjawab dan mempertahankan filosofi hidup. Selanjutnya yaitu keluarga dengan anak dewasa, yaitu keluarga dengan anak pertama, meninggalkan rumah. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu menata kembali sumber dan fasilitas, penataan tagung jawab antar anak, mempertahankan komunikasi terbuka, melepaskan anak dan mendapatkan menantu (Friedman, 1998). Tahap perkembangan keluarga usia pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan perkembangan, yaitu berakhir pada saat mempertahankan suasana pensiun. yang Adapun tugas menyenangkan, bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina keakraban dengan pasangan, mempertahankan kontak dengan anak, mempertahankan kesehatan dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Tahap perkembangan yang terakhir yaitu keluarga usia lanjut, tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dari salah satu pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dunia. Adapun tugas perkembangan keluarga ini, yaitu menghadapi pensiun, saling rawat, memberi arti hidup, mempertahankan kontak dengan anak, cucu dan masyarakat (Friedman, 1998). Ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi tahap perkembangan keluarga dapat menimbulkan stres dan konflik dalam keluarga yang merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes melitus. Riwayat keluarga inti didapat dari menanyakan proses terbentuknya keluarga, riwayat kesehatan anggota keluarga dan upaya penanganan masalah kesehatan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 28 tersebut. Riwayat keluarga sebelumya mengidentifikasi riwayat kesehatan yang terdapat pada generasi sebelumnya dan upaya penanggulangan masalah kesehatan tersebut (Friedman, 1998). Riwayat keluarga sebelumnya penting untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko penyakit yang disebabkan oleh keturunan sebagai contohnya yaitu penyakit diabetes melitus. Pengkajian terkait lingkungan meliputi karakteristik rumah, karakteristik tetangga & RW, mobilitas geografis, perkumpulan keluarga, dan sistem pendukung. Beberapa hal yang dapat dikaji dari karakteristik rumah yaitu kondisi rumah, ventilasi, pencahayaan, saluran pembuangan limbah, sumber air bersih, syarat jamban sehat, adanya tempat sampah dan rasio luas bangunan dengan jumlah anggota keluarga. Karakteristik rumah biasanya juga diambarkan secara visual melalui denah ruangan dalam rumah. Karakteristik tetangga dapat dikaji dengan kondisi sosio ekonomi, lingkungan fisik, dan kebiasaan mengenai kesehatan (Friedman, 1998). Karakteristik tetangga dapat menggambarkan dukungan tetangga dalam mengatasi diabetes melitus pada keluarga. Mobilitas keluarga menggambarkan pergerakan anggota keluarga sehari-harinya dan alat yang biasanya digunakan untuk melakukan mobilitas. Perkumpulan keluarga menggambarkan dukungan masyarakat atau lingkungan kepada keluarga dalam beberapa aktivitas/rutinitas yang ada di masyarakat dan sejauh mana keluarga ikut serta dalam kegiatan di lingkungan sekitar. Sistem pendukung keluarga menggambarkan fasilitas keluarga untuk menunjang kesehatan, seperti jaminan kesehatan, dukungan psikologis, dan fasilitas fisik lainnya yang menunjang upaya pemeliharaan kesehatan keluarga terutama terkait dengan diabetes melitus. Pengkajian struktur keluarga meliputi pola komunikasi, struktur kekuatan, struktur peran dan niilai & norma budaya. Pola komunikasi terbuka menjelaskan mengenai cara keluarga berkomunikasi, pengambil keputusan dalam keluarga, dan peran anggota keluarga dalam menciptakan komunikasi. Struktur kekuatan menggambarkan anggota dalam keluarga yang memiliki kemampuan dalam Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 29 mempengaruhi perilaku dan sikap terutama dalam upaya pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus. Struktur peran dalam keluarga menggambarkan masingmasing peran anggota keluarga . Nilai dan norma budaya yang berada dalam keluarga dikaji dan dihubungkan dengan masalah kesehatan dan upaya penanganan diabetes melitus. Pengkajian fungsi keluarga meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisai dan fungsi perawatan keluarga. Fungsi afektif digambarkan melalui fungsi keluarga dalam mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial keluarga. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial dilihat dari kemampuan keluarga mencapai fungsi pengembangan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan diidentifikasi dari kemampuan keluarga mencapai lima tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, menciptakan suasana rumah yang sehat (modifikasi lingkungan) dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Fungsi perawatan keluarga merupakan hal penting untuk mengetahui pengetahuan, perilaku dan sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang memiliki diabetes melitus. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam membuat perencanaaan keperawatan. Pengkajian stressor dan koping keluarga meliputi stressor jangka pendek dan stressor jangka panjang, respon terhadap masalah, strategi koping, adaptasi disfungsional. Stressor jangka pendek diidentifikasi dengan masalah atau keluhan keluarga yang dapat diatasi dalam waktu kurang dari 6 bulan, sedangkan stressor jangka panjang diidentifikasi dengan keluhan atau masalh yang muncul dan membutuhkan waktu penanganan lebih dari 6 bulan. Respon terhadap masalah diidentifikasi dari kemampuan keluarga menghadapi masalah yang muncul. Strategi koping meliputi cara dan alat yang digunakan keluarga untuk mengatasi masalah. Strategi koping dapat ditanyakan dengan bagaimana keluarga mengatasi Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 30 masalah diabetes melitus pada waktu yang lalu. Adaptasi disfungsional menjelaskan ketidakmampuan keluarg untuk mengatasi suatu masalah. Harapan keluarga menjelaskan mengenai keinginan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatannya. Pengkajian terhadap status emosional dapat dilihat melalui observasi (mimik, bahasa tubuh dan kontak mata). Keluarga ditanya mengenai hal yang sangat dipedulikan dan ditakutkan mengenai diabetes, hal ini dapat menggali terhadap informasi yang kurang tepat yang dimiliki oleh keluarga mengenai diabetes melitus. Pemeriksaan fisik dalam asuhan keperawatan keluarga diakukan pada setiap anggota keluarga. Pemeriksaan fisik selanjutnya dapat dilakukan terfokus pada individu yang mengalami keluhan/sakit. Pemeriksaan fisik dapat menggunakan format pengkajian individu berdasarkan sistem fungsi tubuh atau berdasarkan pengkajian head to toe. Pengkajian terhadap keluhan klien dapat difokuskan pada tanda dan gejala diabetes melitus (poliuri, polidipsi, polifagi, kulit kering, penglihatan kabur, penurunan berat badan, kegatalan pada vagina, penyembuhan luka yang lama) (Bare & Smeltzer, 2003 ). Klien dengan diabetes tipe 1 dihubungkan dengan tanda dan gejala diabetes tipe 1 ( ketonuria, pernafasan kusmaul, hipotensi orthostic, dan letargi) dan gejala DKA (mual, muntah, dan nyeri abdomen). Data penunjang seperti pemeriksaan lab, radiologi, EKG, USG dapat dimasukkan dalam pemeriksaan individu. Pemeriksaan lab dilakukan untuk mengetahui adanya kenaikan level gula darah, adanya keton, status asidosis metabolis, hiperosmolaritas dan ketidakseimbangan elektrolit. Pada klien dengan diabetes tipe 2 perlu juga dikaji mengenai tanda HHNS yaitu hipotensi, perubahan sensori, dan penurunan turgor kulit. 2.3.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dilakukan mengacu pada definisi dan klasifikasi diagnosa keperawatan NANDA Internasional. Menegakkan diagnosa dilakukan dua hal, yaitu analisis data yang mengelompokkan data subjektif dan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 31 objektif, kemudian dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah keperawatan Diagnosis keperawatan NANDA yang berhubungan dengan keperawatan keluarga beberapa diantaranya yaitu konflik peran orangtua, ketidakefektifan koping keluarga, risiko ketidakefektifan koping keluarga, kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga, kesiapan untut meningkatkan proses keluarga, ketidakmampuan menjadi orang tua, kesiapan menjadi orang tua, ketidakefektifan performa peran dan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (Doenges, Moorhouse & Murr, 2008). Penggunaan diagnosis diluar diagnosis keluarga dapat dilakukan karena Nursing Intervention Classification (NIC) (McCloskey & Bulechek, 2004) and Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead, Johnson, & Maas, 2004) telah menambahkan mengenai data mengenai keluarga (Allender, 2013). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan diabetes melitus yaitu: - Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliurea dan dehidrasi - Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktivtas jasmani. - Kadar glukosa darah tidak stabil - Resiko infeksi (sepsis) berhubungan dengan : Tingginya kadar glukosa darah, Menurunnya fungsi leukosit, Gangguan sirkulasi - Resiko gangguan presepsi sensori - Keletihan berhubungan dengan: Kurangnya produksi energi metabolik, Kadar insulin yang insufficient - Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer - Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga terkait diabetes melitus 2.3.3 Menentukan Prioritas Masalah Keperawatan Keluarga Setelah mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang muncul, menentukan prioritas masalah merupakan langkah untuk intervensi keperawatan yang efektif. Prioritas masalah keperawatan keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat masalah, kemungkinan masalah untuk dirubah, potensi masalh untuk dicegah, dan masalah yang menonjol. Skoring dilakukan pada setiap diagnosa Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 32 keperawatan yang muncul. Skoring dilakukan dengan menentukan skor untuk setiap kriteria, kemudian skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot, jumlahkan skor untuk semua kriteria dan bandingkan pada masing-masing diagnosa keperawatan yang muncul. Tabel 2.1 Skala penentuan prioritas masalah kesehatan keluarga No. 1 2 3 4 Kriteria Skor Bobot Sifat masalah: -aktual 3 -ancaman 2 -potensial 1 1 Kemungkinan masalah dapat diubah: -mudah 2 -sebagian 1 -tidak dapat diubah 0 2 Potensi masalah untuk dicegah: -tinggi 3 -sedang 2 -rendah 1 1 Menonjolnya masalah: -masalah berat harus ditangani 2 -adanya masalah tidak perlu ditangani 1 -masalah tidak bisa dirasakan 0 1 Total 2.3.4 Perencanaan Keperawatan Keluarga Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, rencana evaluasi, dan intervensi. Tujuan ditetapkan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus dalam perencanaan keperawatan keluarga ditetapkan untuk mencapai lima tugas kesehatan keluarga. Lima tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, menciptakan suasana rumah yang Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 33 sehat (modifikasi lingkungan) dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Rencana evaluasi dalam perencanaan meliputi kriteria evaluasi dan standar evaluasi. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan (Friedman, 1998). Kriteria evaluasi dapat berupa verbal, psikomotor, dan afektif sedangkan standar evaluasi dapat diukur dengan memberi penilaian mengenai jumlah jawaban yang mampu dijawab, jumlah gerakan yang mampu di demonstrasikan, dan respon verbal. Bila klien menujukkan tanda dan gejalan DKA atau HHNS maka perencanaan tindakan perawatan yang dilakukan pertama yaitu fokus terhadap komplikasi akut yang terjadi. Ketika komplikasi sudah terselesaikan maka fokus intervensi menjadi manajemen jangka panjang diabetes melitus (Bare & Smeltzer, 2003 ). Isi dari edukasi kesehatan kepada klien dengan diabetes melitus dapat meliputi: fungsi dan struktur pankreas, definisi diabetes dan hubungannya terhadap fungsi abnormal pankreas, manifestasi hiperglikemia, metode untuk mengontrol hiperglikemia (diet, aktivitas fisik, medikasi, insulin), pengecekkan gula darah secara mandiri, pemeriksaan keton di urin, dan komplikasi dari diabetes (Black & Hawks, 2009). 2.3.5 Implementasi Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup lima tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (1998), yaitu menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan dan mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah diabetes melitus. Implementasi berdasarkan tugas kedua yaitu menstimulasi keluarga untuk memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan cara mengidentifikasi akbiat dan komplikasi jika tidak melakukan tindakan perawatan diabetes melitus. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 34 Selanjutnya memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara menginformasikan dan mendemonstrasikan cara perawatan diabetes melitus. Implementasi untuk mencapai tugas keempat yaitu membantu keluarga untuk menemukan cara membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga, melakukan modifikasi lingkungan dengan seoptimal mungkin untuk mengatasi masalah diabetes melitus. Implementasi terakhir yaitu memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk mengatasi diabetes melitus (Friedman, 1998). 2.3.6 Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengukur implementasi yang telah dilakukan dengan melakukan pembandingan terhadap standar evaluasi yang telah dibuat. Evaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga dilakukan dalam dua cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir (Friedman, 1998). Evaluasi formatif dilakukan dengan metode SOAP pada setiap kunjungan keluarga. Evaluasi sumatif dilakukan berdasarkan standar evaluasi yang telah dibuat di perencanaan. 2.4 Intervensi keperawatan unggulan Intervensi keperawatan untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya: a. Diet Seimbang Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan. Keteraturan dalam jenis dan jumlah makanan dapat dicapai melalui pengaturan komposisi makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, serat, dan vitamin. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 35 mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Semua sumber karbohidrat dibatasi sebagai contoh yaitu nasi, bubur, roti, mie, kentang, singkong, ubi, sagu, gandum, pasta, jagung, talas, havermout, sereal, ketan, makaroni (Kemenkes RI, 2011). Komposisi asupan lemak dianjurkan yaitu sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Klien tidak diperkenankan mengkonsumsi lemak melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh antara lain: kornet, sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur. Bahan makanan yang harus dihindari meliputi dendeng, keju, abon, susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari (Perkeni, 2011). Komposisi protein yang dibutuhkan bagi penderita diabetes yaitu sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, putih telur, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi (Perkeni, 2011). Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Seseorang yang memiliki hipertensi, pembatasan natrium dilakukan sampai 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit (Perkeni, 2011). Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. Ada beberapa Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 36 buah yang perlu dihindari seperti durian, nangka, alpukat, kurma dan buah-buah yang diawetkan. Beberapa buah yang dianjurkan yaitu jeruk, apel, jambu air, salak, belimbing sedangkan beberapa buah yang dibatasi meliputi nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, sawo, semangka, nangka masak (Kemenkes RI, 2011). Beberapa sayuran dikelompokkan menjadi sayuran yang dianjurkan dan dibatasi. Beberap sayuran yang dianjurkan meliputi sayur yang memiliki tinggi serat (kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, tomat, lau air, kembang kol, lobak, sawi,selada, seledri, dan terong). Beberapa sayuran yang dibatasi meliputi baya, buncis, daun melinjo, labu siam, daun singkong, daun ketela, jagung muda, kapri, kacang panjang, pare, wortel, dan daun katuk (Kemenkes RI, 2011). Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI) (Perkeni, 2011). Keteraturan terhadap jumlah makanan dapat dicapai dengan menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tiap individu. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal =(TB dalam cm - 100) x 1kg. BB Normal : BB ideal ± 10 % Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 37 Kurus : < BBI - 10 % Gemuk : > BBI + 10 % Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2) Klasifikasi IMT BB Kurang < 18,5 BB Normal 18,5-22,9 BB Lebih ≥ 23,0 (dengan risiko 23,0-24,9 ; Obes I 25,0-29, ; Obes II > 30) Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau pekerjaan dan berat badan. Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria yaitu sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB. Klien dengan usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun (Perkeni, 2011). Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. Klien dengan kelebihan berat badan/kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria (Perkeni, 2011). Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (Perkeni, 2011). Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 38 b. Aktivitas fisik Manfaat aktivitas fisik bagi penderita diabetes yaitu meliputi meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat darah (LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko penyakit jantung. Manfaat lainnya yaitu dapat mengontrol berat badan, menurunkan risiko komplikasi penyakit DM, menguatkan jantung, otot dan tulang, dan menurunkan tingkat stress (Diabetes Australia, 2008). Aktivitas fisik untuk pengendalian dan pencegahan diabetes melitus yang direkomendasikan adalah latihan aerobik & latihan berbeban. Latihan aerobik dilakukan secara teratur, dimulai dari pemanasan, peregangan, inti, dan pendinginan masing-masing selama 5/10 menit. Frekwensi latihan aerobik yang dianjurkan yaitu 3-4 perminggu secara berselang seling antara hari latihanistirahat dengan durasi 150 mnt per minggu atau per hari 40-50 menit. Beberapa jenis latihan aerobik yaitu jalan cepat , joging ,bersepeda, senam dan renang (CDA,2008). Latihan yang dianjurkan selanjutnya yaitu latihan berbeban. Latihan ini bertujuan untuk mempertahankan kecepatan, kekuatan otot agar tetap baik. Frekwensi yang dianjurkan yaitu 3 kali per minggu dengan intensitas mencapai 3 set. Set pertama (10-15 pengulangan) dalam 8 gerakan yang berbeda, set kedua (10-15 pengulangan), set ketiga (8 pengulangan) dengan beban yang lebih berat. Beberapa contoh latihan berbeban yaitu menggunakan beban lepas (angkat barbel) dan gerakan tubuh (sit-up ) (CDA, 2008). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (Perkeni,2011). Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 39 mendapat komplikasi diabetes dapat dikurangi. Klien dengan diabetes dianjurkan untuk menghindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Klien dengan diabetes dinyatakan aman untuk melakukan aktivitas fisik namun tetap perlu untuk memperhatikan beberapa hal. Sebelum memulai latihan, klien diabetes sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter atau tenaga kesehatan, untuk memastikan bahwa kegiatan latihan yang dipilihnya cukup aman dan sesuai dengan keadaan fisiknya, misalnya jika pasien sudah memiliki masalah pada saraf kaki atau pembuluh darah matanya. Selain itu, dokter dapat menyesuaikan kadar obat atau insulin serta porsi makanan yang diberikan sehingga mencegah terjadinya keadaan hipoglikemik. Klien dianjurkan untuk melakukan latihan dengan seseorang yang mengetahui bahwa klien adalah seorang penderita diabetes dan mengetahui apa yang harus ia lakukan jika mendadak klien mengalami hipoglikemik. Klien dianjurkan membawa makanan kecil saat berolah raga, misalnya sekotak kismis atau permen, untuk digunakan jika mengalami hipoglikemik. Jika klien tidak didampingi, dianjurkan untuk menggunakan gelang atau atribut yang menunjukkan bahwa klien adalah penderita diabetes. Keamanan dan kenyamanan pada kaki perlu diperhatikan penderita diabetes saat akan melakukan latihan. Menggunakan sepatu dan kaos kaki katun yang nyaman dan mengganti kaos kaki yang sudah basah merupakan salah satu tindakan yang perlu diperhatikan. Setelah berolah raga klien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan pada kaki untuk mencari adanya kemerahan, lecet, luka atau kulit melepuh. Kondisi hidrasi perlu diperhatikan dengan meminum cukup air putih sebelum, selama dan setelah latihan untuk mencegah dehidrasi. Klien disarankan untuk tidak mengabaikan nyeri dan segera hentikan latihan jika tiba-tiba merasakan nyeri. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 40 2.5 Kerangka teori Teori dan konsep kesehatan masalah perkotaan : - Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk serta dampaknya terhadap masalah kesehatan perkotaan - Peran perawat komunitas dalam menangani masalah kesehatan perkotaan (WHO, 2010), (Allender, 2013), (Anderson & McFarlane, 2011) Diabetes melitus 1. Pengertian 2. Faktor risiko 3. Tanda dan gejala 4. Akibat/ Komplikasi 5. Pencegahan 6. Perawatan (Smeltzer & Bare, 2003), (Black & Hawks, 2009), (Perkeni,2011), (IDF, 2014) Proses asuhan keperawatan keluarga: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengkajian Diagnosis Skoring Renpra Implementasi Evaluasi (Friedman, 1998) Intervensi untuk menurunkan kadar gula darah pada klien dengan diabetes melitus: 1. Diet 2. Aktivitas fisik 3. Terapi medikasi (Smeltzer & Bare, 2003), (Perkeni,2011), Gambar 2.1 Kerangka Teori Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN Bab ini akan menjelaskan mengenai proses keperawatan yang telah dilakukan dengan diagnosis keperawatan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga Bp. A terutama ibu I. Proses keperawatan yang dilakukan terdiri dari pengkajian, diagnosis, rencana asuhan keperawatan, implementasi, evaluasi hingga penentuan tingkat kemandirian keluarga. 3.1 Pengkajian Keluarga bapak A tinggal di RT 02 RW 06 kelurahan Sukatani, kecamatan Tapos, Depok. Keluarga bapak A memiliki tipe keluarga extended, bapak A (55 th) tinggal bersama ibu I (53 th), anak M (31th), cucu R (7 th) dan cucu J (5 th). Bapak A dan ibu I berasal dari suku Sunda dan beragama Islam. Bapak A bekerja sebagai teknisi dibidang elektronik di sebuah peruasahaan di Jakarta, ibu I sebagai ibu rumah tangga sedangkan anak M bekerja sebagai pembuat makanan di salah satu rumah sakit di Cibubur. Ibu I mengatakan jarang melakukan rekreasi, dan lebih sering menonton TV dan tidur ketika ada waktu senggang. Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga dengan usia pertengahan. Keluarga sudah mampu mempertahankan suasana yang menyenangkan, bertanggungjawab pada semua tugas rumah tangga, membina keakraban dengan pasangan, mempertahankan kontak dengan anak, berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan sedang memenuhi tugas perkembangan mempertahankan kesehatan anggota keluarga saat ini. Bapak A menikah dengan ibu I pada tahun 1982. Bapak A dan ibu I tinggal di Senayan sejak menikah kemudian pada tahun 1991 pindah ke sukatani (rumah saat ini). Bapak dari ibu I meninggal karena penyakit paruparu sedangkan ibu dari ibu I meninggal karena penyakit gula (DM). Keluarga bapak A tinggal dirumah milik sendiri dengan luas rumah yang ideal, pencahayaan cukup, ventilasi cukup, menggunakan air bersih sebagai sumber kehidupan dan menggunakan jamban sehat. Rumah terlihat bersih namun 41 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 42 beberapa mainan anak anak terlihat berceceran di lantai. Penduduk RW 06 RT 02 cukup padat, mayoritas suku sunda, dan beragama islam. Terdapat kegiatan posbindu dan senam yang rutin dilakukan di lingkungan RW 06 yaitu di lingkungan RT 04. Ibu I sehari-hari hanya dirumah saja. Ibu I sudah jarang ke pasar dan lebih senang berbelanja di warung dekat rumahnya saja. Setiap awal bulan biasanya ibu I pergi ke supermarket diantar oleh bapak A. Biasanya ibu I pergi menggunakan mobil diantar oleh bapak A. Untuk menuju pelayanan kesehatan ibu I juga biasanya diantar oleh bapak A. Bapak A, Ibu I, anak M dan cucu R & J berkumpul setiap sore atau malam hari sepulang bapak A dan anak M dari pekerjaannya. Keluarga mengatakan tidak memiliki masalah dengan anak dan tetangga dan sesama anggota keluarga selalu saling memberikan dukungan. Keluarga bapak A menerapkan pola komunikasi terbuka. Apabila ada masalah, Bapak A, dan Ibu I saling bermusyawarah, namun keputusan tetap berada pada Bapak A. Kepala keluarga ialah bapak A, ibu I bertindak sebagai ibu rumah tangga. Ibu I juga memiliki peran sebagai pengasuh cucu-cucu nya karena ditinggal oleh ibunya bekerja. Bapak A dan ibu I berasal dari suku Sunda, Bapak A meyakini bahwa hidup harus disyukuri, penyakit datang tidak perlu dibuat stress, berserah pada yang kuasa sambil berusaha menjaga kesehatan. Ibu I dulunya sering/ hampir setiap hari mengkonsumsi rujakan, asinan yang mengandung gula yang banyak. Keluarga tampak saling mendukung, terlihat dari interaksi istri pada suami, anak pada ibu dan bapak, serta ibu dan bapak pada anak-anaknya. Keluarga juga memiliki interaksi sosial yang baik pada tetangga. Hal ini terlihat saat melakukan pengkajian, keluarga selalu ramah jika tetangga melewati depan rumah mereka. Klien (ibu I) sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Klien memiliki ibu yang sudah meninggal karena DM. Nilai GDS klien 14 Mei 2014 = 370 mg/dl, 21 Mei 2014 = 425mg/dl. Nilai TD (14/5/2014): 150/80 mmHg dan TD (18/5/2014): 140/80 mmHg. Klien sebelumnya pernah melakukan kontrol beberapa kali di RS namun tidak menjalani rawat inap hanya rawat jalan dengan konsumsi obat tiap Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 43 harinya. Klien mengatakan saat ini minum banyak dan sering merasa haus dan sering BAK terutama dimalam hari. Klien mengatakan sering pusing, mata berkunang- kunang, dan kadang emosi tidak stabil. Klien mengatakan kadangkadang mengalami kesemutan pada kedua kakinya, klien mengatakan kadangkadang pandangan kabur, klien mengatakan hanya kontrol ke RS dan memeriksakan GDS jika badan sudah merasa drop. Ibu I memiliki aktivitas yang kurang setiap harinya. Pada pagi hari ibu I berbelanja ke warung dekat rumah, memasak, mencuci dengan mesin cuci, dan mengantar cucu ke sekolah. Pada pukul 10.00 biasanya ibu I sudah santai, menonton televisi dirumah, sambil memantau cucu nya yang bermain dirumah. Ibu I baru memulai kegiatan lagi disore hari untuk membersihkan rumah, terkadang di malam hari ibu I memasak hanya jika ada pesanan kue. Ibu I jarang berjalan ketempat yang berada jauh dari rumah, jika pergi ke supermarket, rumah sakit dan tempat lainnya yang jauh ibu I biasanya menunggu diantar bapak A atau anak M dengan motor atau mobil. Ibu I sudah tidak mengikuti senam sejak 4 bulan yang lalu karena ibu I merasa malas untuk keluar rumah. Kelurga sudah mengetahui masalah kesehatan DM yang diderita ibu I. Keluarga belum mengetahui pengertian, penyebab, tanda & gejala diabetes melitus. Keluarga belum mampu mengidentifikasi tanda & gejala yang terjadi pada ibu I. Keluarga mengetahui bahwa klien dengan DM tidak boleh makan makanan yang manis. Keluarga ibu I belum mengetahui dan melakukan perawatan sederhana bagi klien DM. Klien mengatakan makan seadanya saja, sudah berusaha mengurangi gula namun belum mengetahui prinsip diet DM. Selama 2 bulan terakhir ibu I tidak meminum obat dari dokter karena merasa bosan meminum obat dari dokter dan merasa bahwa gula nya sudah terkontrol. Keluarga mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang berada di lingkungannya. Klien biasanya melakukan pemeriksaan GDS ke klinik atau RS namun hal tersebut tidak dilakukan secara rutin, karena tidak ada yang mengantar ibu I ke pelayanan kesehatan. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 44 Ibu I kadang merasa pusing jika cucu-cucu nya berantem dengan temannya di dalam rumah. Ibu I juga merasa khawatir jika cucu nya main diluar rumah terlalu lama. Ibu A memiliki pemikiran yang cenderung khawatir terhadap kesehatannya. Ibu A mengkhawatirkan gula darah nya yang selalu tinggi akhir-akhir ini, ibu A memikirkan nasibnya tidak mau seperti ibu nya yang setiap hari harus disuntik oleh insulin dan akhirnya meninggal karena menderita DM. Bapak A dan Ibu I langsung pergi ke RS. SM jika merasakan dirinya tidak enak badan. Ibu I biasanya pergi ke rumah sakit diantar oleh suaminya atau anaknya. Ibu I jarang memeriksakan kesehatannya karena merasa malas ke rumah sakit, takut terhadap jarum, dan takut terhadap diagnosis dokter. Bapak A dan Ibu I lebih berserah diri dan berdoa kepada Tuhan jika keluarga memiliki masalah. Ibu I lebih sering bercerita kepada bapak A terkait masalah yang sedang dipikirkannya. Bapak A dan Ibu I berharap untuk tetap sehat dengan diabetes yang dimiliki ibu I. Bapak A dan ibu I berharap bisa melihat cucu-cucu nya sukses hingga menempuh perguruan tinggi. 3.2 Diagnosis Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, data dikelompokkan menjadi data subjektif dan data objektif yang kemudian dirumuskan dalam satu diagnosis keperawatan. Data subjektif yang ditemukan yaitu klien mengatakan sering merasa, banyak minum, sering BAK terutama di malam hari. Klien mengatakan sering mengalami kesemutan. Keluarga mengatakan 2 bulan ini sudah tidak mengkonsumsi obat penurun gula lagi dikarenakan bosan minum obat. Keluarga mengatakan belum melakukan diet apapun dan mengatakan sudah tidak pernah olahraga lagi. Data objektif yang ditemukan yaitu riwayat DM ibu I sejak 2tahun yang lalu (GDS 2bulan yang lalu mencapai >400mg/dl, GDS: 14/5/2014: 370 mg/dl). Klien memiliki ibu yg juga menderita DM. Ibu I mengalami obesitas dengan BB : 77 kg, TB : 156 cm, IMT : 31,6. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan memiliki batasan karakteristik meliputi kurangnya minat dalam meningkatkan perilaku sehat, menunjukkan perilaku kurang adaptif terhadap perubahan lingkungan, menunjukkan kurang pengetahuan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 45 tentang praktik kesehatan, riwayat kurang perilaku sehat, gangguan sistem pendukung, dan gangguan untuk memenuhi praktik kesehatan dasar (Wilkinson & Ahern, 2011). Faktor yang berhubungan dengan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dapat dikarenakan ketidakefektifan koping individu maupun keluarga, kurang mampu membuat pertimbangan, kurang sumber materi, gangguan komunikasi, gangguan persepsi konitif, penurunan motorik, dan tidak tercapainya tugas perkembangan. Beradasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan untuk merumuskan diagnosis ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga bapak A terutama ibu I. 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosis keperawatan yang diangkat yaitu ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga bapak A terutama ibu I. Tujuan umum yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 6 minggu dengan minimal kunjungan 2 kali dalam seminggu, pemeliharaan kesehatan ibu I terkait diabetes melitus efektif. Tujuan khusus yang diharapkan keluarga mampu mencapai lima tugas kesehatan keluarga terkait masalah diabetes. Pada TUK 1 diharapkan setelah pertemuan selama 1 x 60 menit keluarga mampu mengenal masalah diabetes melitus. Standar evaluasi yang diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan pengertian diabetes melitus, menyebutkan 3 dari 5 faktor risiko diabetes melitus, menyebutkan 5 dari 10 tanda dan gejala diabetes melitus dan mmapu mengidentifikasi anggota keluarga yang menderita DM. Pada TUK 2 diharapkan keluarga mampu memutuskan untuk merawat Ibu I dengan diabetes melitus. Standar evaluasi yang diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 3 dari 7akibat, komplikasi diabetes melitus bila tidak ditangani dengan baik dan keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengatasi Ibu yang kurang mampu memelihara kesehatannya. Pada TUK 3 diharapkan setelah pertemuan selama 4 x 60 menit keluarga mampu melakukan perawatan kesehatan terkait DM pada ibu I. Standar evaluasi yang Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 46 diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 3 perawatan DM untuk Ibu I, menyebutkan waktu minimal aktivitas fisik, 2 manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, 2 hal yang perlu diperhatikan dan aktivitas fisik. Standar evaluasi berikutnya yaitu diharapkan keluarga mampu keluarga mampu mendemonstrasikan senam diabetes. Pada TUK 4 diharapkan setelah pertemuan selama 1 x 60 menit keluarga mampu menyebutkan 2 cara modifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah diabetes melitus. Pada TUK 5 diharapkan keluarga mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan yang ada untuk mengatasi diabetes. Standar evaluasi yang diharapkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 2 manfaat fasilitas pelayanan kesehatan dan respon verbal keluarga untuk membawa Ibu I ke fasilitas kesehatan jika mengalami masalah pada penyakitnya. 3.4 Implementasi Keperawatan Mahasiswa melakukan implementasi berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Pada kunjungan pertama implementasi kunjungan dilakukan selama 50 menit sesuai kontrak yang telah dilakukan. Pada kunjungan 1 implementasi yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mendiskusikan bersama keluarga pengertian, faktor risiko, tanda & gejala diabetes melitus, memotivasi keluarga untuk mengidentifikasi anggota keluarga yang menderita DM dengan menyebutkan faktor risiko serta tanda & gejala yang dimiliki anggota keluarga. Dilanjutkan dengan mendiskusikan bersama keluarga akibat, komplikasi diabetes melitus bila tidak ditangani dengan baik, memotivasi keluarga untuk mengambil keputusan mengatasi Ibu I yang kurang mampu memelihara kesehatannya terkait DM dan mendiskusikan bersama keluarga perawatan DM. Mahasiswa juga memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali. Kunjungan 2 dilakukan selama 50 menit sesuai kontrak yang telah disepakati bersama keluarga. Pada kunjungan 2 implementasi tinakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, mengkaji keluhan klien hari ini, mengevaluasi cara perawatan Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 47 DM, mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan DM. Selanjutnya dilakukan motivasi keluarga untuk melakukan pengelompokkan makanan yang dihindari, dibatasi, dan dianjurkan menggunakan kartu makanan bergambar. Mahasiswa juga memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali. Kunjungan ketiga dilakukan selama 45 menit lebih cepat dari kontrak yang telah disepakati bersama keluarga. Pada kunjungan ketiga implementasi dilakukan tindakan pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan DM, memberi kesempatan keluarga untuk bertanya, memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali. Kunjungan keempat dilakukan 55 menit lebih lama dari kontrak yang telah disepakati. Pada kunjungan keempat telah dilakukan pemeriksaan TTV, mengkaji keluhan klien hari ini, mendiskusikan bersama keluarga cara perawatan DM (aktivitas fisik: waktu minimal aktivitas fisik, manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik). Keluarga memilih untuk melakukan senam atau jalan pagi. Mahasiswa juga mendorong keluarga untuk mengikuti senam diabetes yang diadakan setiap rabu sore oleh mahasiswa keperawatan UI, mendiskusikan bersama keluarga mengenai modifikasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Diakhir kunjungan mahasiswa memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali. Kunjungan kelima dilakukan 55 menit, lebih lama dari kontrak yang telah disepakati. Pada kunjungan kelima dilakukan pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini, mengevaluasi aktivitas fisik yang telah dilakukan keluarga terutama ibu I, menyusun jadwal latihan dalam kalender olahraga. Diakhir kunjungan mahasiswa memberi kesempatan keluarga untuk bertanya dan memberi reinforcement positif atas usaha keluarga menjelaskan kembali. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 48 Kunjungan keenam dan ketujuh dilakukan dalam rata-rata 50 menit, sesuai dari waktu yang telah dilakukan. Tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini dan mengevaluasi aktivitas fisik yang dilakukan ibu I. Pada kunjungan kedelapan dilakukan dalam waktu 50 menit. Tindakan yang dilakukan yaitu pemeriksaan TTV, pemeriksaan GDS, mengevaluasi keluhan klien hari ini dan mengevaluasi aktivitas fisik yang dilakukan ibu I, dan evaluasi sumatif terhadap diagnosa ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus. 3.5 Evaluasi Evaluasi yang dilakukan yaitu evaluasi subjektif dan objektif setiap kunjungan dan evaluasi formatif di akhir kunjungan. Evaluasi formatif dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir (Friedman, 1998). Evaluasi subjektif yang didapatkan yaitu keluarga mengatakan diabetes adalah penyakit kencing manis jika gula darah lebih dari 200 mg/dl, keluarga akan merawat ibu I dengan diabetes dan membawa ibu I ke RS untuk melakukan kontrol diabetes. Klien mengatakan sudah jarang mengantuk di pagi hari, pusing masih timbul kadang-kadang, kesemutan sudah jarang terjadi. Ibu I mengatakan melakukan olahraga dalam seminggu ini sejumlah 60 menit. Evaluasi objektif yang didapatkan yaitu keluarga mampu menyebutkan 4 tanda & gejala, 3 faktor risiko, 2 akibat DM, menyebutkan tanda& gejala dan faktor risiko ibu I punya. keluarga mampu menyebutkan 3 cara perawatan DM, keluarga mampu menyebutkan waktu minimal aktivitas fisik, 2 manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan 2 hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik. Ibu I telah mengikuti dua kali senam diabetes dan 1 kali senam jantung sehat dan diabetes. Keluarga mampu menyebutkan 2 cara modifikasi lingkungan, keluarga mampu menyebutkan 2 manfaat pelayanan kesehatan. Hasil pemerikasaan GDS ibu I menunjukkan trend penurunan. Hasil GDS (29 Mei 2014): 372 mg/dl, (5 Juni 2014) : 370 mg/dl, (12 Juni 2014) : 329 mg/dl, (17 Juni Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 49 2014) : 188 mg/dl, (20 Juni 2014) : 330 mg/dl. Pada pemeriksaan tanggal 17 Juni 2014 memperlihatkan hasil yang turun signifikan, hal tersebut dikarenakan ibu I sedang tidak nafsu makan, makan terakhir 6 jam sebelum pemeriksaan dan hanya memakan snack. Maka dari itu pembacaan pada tanggal 17 Juni tidak dapat dibandingkan dengan pembacaan GDS yang lain. Hasil sumatif dari evaluasi akhir keluarga sudah mampu memenuhi TUK 1-TUK 5. Keluarga telah dapat mengenal masalah kesehatan pada anggota keluarga, telah menyatakan kesediaan untuk merawat dan telah dapat melakukan perawatan sederhana bagi penderita diabetes. Keluarga telah mengerti cara melakukan modifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah diabetes, dan telah bersedia membawa ibu I ke pelayanan kesehatan. 3.6 Tingkat Kemandirian Pada awal pengkajian keluarga memiliki tingkat kemandirian I yaitu keluarga menerima kunjungan, mneyepakati kontrak dan menceritakan masalah kesehatan yang terjadi, namun keluarga belum memanfaatkan yankes dan melakukan perawatan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin di keluarga, mahasiswa diterima dengan baik oleh keluarga dan menerima kunjungan sesuai kontrak yang telah disepakati. Mahasiswa banyak memperoleh informasi dari keluarga mengenai masalah kesehatan yang dialami keluarga. Keluarga sudah mampu memanfaatkan yankes sesuai anjuran, melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran, melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif dan melaksanakan tindakan promotif secara aktif. Maka dapat disimpulkan keluarga bapak A memiliki tingkat kemandirian IV pada diagnosis ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus terutama pada ibu I. Planning yang disampaikan kepada keluarga bapak A terutama ibu I yaitu untuk melakukan melakukan aktivitas fisik minimal 150 menit/minggu & dicatat di kalender olahraga dan rutin melakukan kontrol pemeriksaan gula darah minimal 1 bulan sekali. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 BAB 4 ANALISIS SITUASI Bab ini menggambarkan analisis situasi yang terdiri dari profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan dengan konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) dan konsep kasus terkait, analisis aktivitas fisik dengan penurunan kadar gula darah pada keluarga bapak A dan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan. 4.1 Profil Lahan Praktik Wilayah RW 06 terdiri dari 6 Rukun Tetangga (RT), yaitu RT 01, 02, 03, 04, 05, dan 06. Jumlah kepala keluarga di RW 06 adalah sebanyak 800 KK, dengan pesebaran KK yang bervariasi tiap rukun tetangganya. Pada RT 01 dan 02 masing-masing terdapat 150 KK, 147 KK,kemudian pada RT 03 terdapat 200 KK. RT 04 ada 175 KK, RT 05 terdiri dari 75 KK, sedangkan RT 06 terdiri dari 50 KK. Sedangkan jumlah individu agregat dewasa yang berada di RW 06 adalah sebanyak 1360 jiwa, dengan pesebaran laki-laki 625 jiwa dan perempuan 735 jiwa. Status kewarganegaraan, suku, agama, dan keadaan politik di masyarakat cukup beragam. Seluruh penduduk berstatus kewarganegaraan Indonesia. Dari data sekunder, pengumpulan data sebanyak 83 sampel, sebanyak 75,9% penduduk berasal dari betawi dan lainnya terdapat suku jawa, sunda, batak. Mayoritas penduduk beragama islam (95%), sebanyak 4 % beragama kristen dan 1% beragama selain islam dan kristen. Sebagian besar wilayah RW 06 Kelurahan Sukatani terletak sepanjang jalan Masjid Jami Nurul Fallah. Batasan wilayah RW 06 kelurahan Sukatani yaitu sebelah utara berbatasan dengan RW 07 kelurahan Sukatani, sebelah selatan berbatasan dengan jalan pekapuran dan RW 06 kelurahan Sukamaju Baru. Batasan wilayah sebelah Timur yaitu berbatasan dengan RW 13 kelurahan Sukatani, dan sebelah Barat berbatasan dengan RW 23 kelurahan Sukatani. 50 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 51 Sebagian besar rumah hunian warga merupakan rumah milik sendiri, sebagian lainnya tinggal pada rumah dengan status kepemilikan yaitu rumah sewaan. Pada lingkungan RW 06, terutama di sekitar RT 01 dan RT 05 terdapat kavling dengan rumah-rumah besar yang tersusun rapi dan memiliki halaman di setiap rumahnya. Rata-rata perumahan penduduk permanen terbuat dari batu dan semen yang sudah memiliki ventilasi dan biasanya terdiri dari 1-2 pintu dan 2 atau lebih jendela. Berdasarkan hasil observasi juga didapatkan bahwa terdapat beberapa selokan kecil dan selokan yang besar sebagai saluran pembuangan air pada lingkungan RW 06. Fasilitas umum yang terdapat di lingkungan RW 06 yaitu sekolah dan GOR yang ada pada lingkungan RT 03. Selain itu terdapat juga tempat ibadah seperti mushola dan masjid di RW 06. Akses untuk mencapai lingkungan RW 06 termasuk cukup mudah karena terdapat beberapa angkutan umum yang melewati jalan utama. Pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah RW 06 diantaranya adalah praktik bidan di lingkungan RT 01, Puskesmas Kelurahan Sukatani, dan RS. Sentra Medika. Jarak dari lingkungan RW 06 ke puskesmas yaitu 500 – 700 meter, sedangkan jarak ke RS. Sentra Medika kurang lebih 3 km. Mayoritas masyarakat menggunakan alat transportasi motor dan mobil untuk mencapai puskesmas dan rumah sakit. Terdapat satu posbindu yang dilakukan setiap bulannya di wilayah RW 06. Terdapat kelompok senam di wilayah lingkungan RW 06 yaitu di RT 04, namun pelaksanaan senam belum terasa efektif untuk mengatasi masalah diabetes melitus. Senam yang dilakukan di RT 04 biasanya hanya diikuti oleh masyarakat RT 04 saja dan dalam pelaksanaanya hanya 10 – 15 orang yang mengikuti senam. Beberapa warga di RT lainnya mengatakan tidak tahu mengenai kegiatan tersebut dan beberapa lagi mengatakan malas untuk menuju RT 04 karena letak nya yang Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 52 jauh. Senam yang dilaksanakan RT 04 hanya senam jantung sehat dan belum melaksanakan senam diabetes. Mayoritas penduduk memiliki pekerjaan dibidang industri, pemerintahan, dan wiraswasta. Berdasarkan kuesioner mahasiswa dengan jumlah responden sebanyak 36, yang di sebar di masing-masing RT di RW 06 didapatkan kategori penghasilan menunjukkan sebagian besar (52,8%) responden memiliki penghasilan diatas UMR yaitu Rp 2,042.000. Penghasilan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada daya beli seseorang. Keamanan di lingkungan RW 06 cukup kondusif. Angka kriminalitas rendah meskipun pencurian pernah terjadi. Mayoritas penduduk RW 06 memiliki dan menggunakan motor pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari. Jenis kendaraan yang digunakan lainnya yaitu mobil dan angkutan umum. Tidak terdapat jalur khusus untuk pejalan kaki maupun untuk persepeda. Sistem pemerintahan dan politik di RW 06 dapat dilihat dari kegiatan di RW 06 seperti adanya RW Siaga. Selain itu terdapat kelompok masyarakat yang membentuk sebuah kegiatan bermanfaat, seperti kelompok ibu majelis ta’lim yang mengadakan pengajian. Tidak terdapat poster ataupun iklan dari parpol di linkungan RW 06. Media komunikasi yang sering dijumpai di RW 06 Kelurahan Sukatani Kecamatan Tapos Kota Depok adalah koran, radio/TV yang dimiliki oleh hampir semua warga. Mayoritas warga di RW 06 menggunakan fasilitas komunikasi telepon seluler dan juga telepon rumah. Warga di RW 06 tidak memiliki tempat pertemuan khusus seperti aula, balai atau posko khusus untuk melakukan pertemuan atau kegiatan bersama. Biasanya kegiatan bersama seperti perkumpulan kader atau pengajian dilakukan di salah satu rumah warga ataupun di mushola atau di masjid atau lebih sering di rumah bu RW. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 53 Data untuk kategori tingkat pendidikan menunjukkan sebesar 38,9% responden (14 orang) tamat SD, 27,8% responden (10 orang) tamat SMP, 22,2% responden (8 orang) tamat SMA, 8,3% responden (3 orang) tidak bersekolah, dan 2,8% responden tamat perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan di suatu populasi dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam mencari sumber informasi mengenai kesehatan. Sarana rekreasi warga RW 06 tidaklah banyak. Tidak tampak sarana tempat bermain anak-anak, dan hanya sedikit lahan untuk anak bermain karena padatnya bangunan serta penduduk yang tinggal di RW 06. Sarana olahraga seperti lapangan dapat ditemukan di kawasan RT 02, RT 04, RT 03, dan RT 05. Berdasarkan hasil kunjungan mahasiswa, terdapat 12 keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan aktual diabetes. Terdapat 9 keluarga yang terdeteksi memiliki anggota keluarga dengan risiko diabetes. Selanjutnya, data mengenai kondisi keluarga terkait tanda dan gejala diabetes, menunjukkan bahwa 38,9% responden (14 orang) sering haus tanpa sebab yang jelas, 41,7% responden (15 orang) sering buang air kecil terutama di malam hari, 30,6% responden (11 orang) sering lapar dan banyak makan, 55,4% (20 orang) responden memiliki anggota keluarga yang gemuk. Survey mengenai faktor yang berhubungan dengan pemeliharaan terkait diabetes melitus terbagi dalam tiga kategori yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang diabetes melitus. Sebanyak 61,1% responden (22 orang) memiliki pengetahuan yang baik terhadap diabetes melitus, dan sebanyak 86,1% responden (31 orang) memiliki sikap yang baik terhadap diabetes melitus. Baik nya tingkat pengetahuan dan sikap responden tidak berbarengan dengan baiknya perilaku responden terhadap diabetes melitus. Sebanyak 83,3% responden (30 orang) memiliki perilaku kurang baik terhadap masalah diabetes melitus. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 54 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP Terdapat beberapa faktor penyebab masalah diabetes melitus di masyarakat urban. Faktor dominan yang berhubungan dengan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada klien diabetes yaitu kurangnya pengetahuan, kompleksitas sistem pelayanan kesehatan, dan kurangnya dukungan sosial (Freitas, Araujo, Marinho, Damasceno,Caetano, Galvao, 2011). Faktor penyebab masalah diabetes pada RW 06 dapat dilihat berdasarkan pengkajian inti komunitas, delapan subsistem dari hasil whinshield survey, dan persepsi masyarakat yang telah dilakukan. Sebanyak 83,3% responden (30 orang) memiliki perilaku kurang baik terhadap masalah diabetes melitus. Perilaku kurang baik tersebut menggambarkan kurangnya pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada warga RW 06 kelurahan Sukatani meskipun warga sudah memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terkait diabetes melitus. Hal tersebut meningkatkan angka penderita diabetes baru dan komplikasi dari diabetes di kawasan RW 06. Lingkungan fisik dan alat transportasi yang sering digunakan masyarakat mempengaruhi timbulnya masalah diabetes di perkotaan. Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi yaitu jauhnya fasilitas sehingga masyarakat menggunakan kendaraan, terbatasnya lahan hijau, perhatian rendah untuk transportasi aktif (jalan dan sepeda), serta tingginya angka kecelakaan pejalan kaki (Edward, Tsuaros, 2006). Beberapa RT terletak jauh dari jalan utama sehingga untuk melakukan mobilisasi warga cenderung menggunakan motor. Kondisi mayoritas penduduk RW 06 yang lebih memilih menggunakan motor pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari dibanding berjalan kaki atau bersepeda menimbulkan kurangnya aktivitas fisik di masyarakat. Kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat perkotaan merupakan salah satu faktor risiko diabetes di perkotaan. Lahan hijau di kawasan RW 06 masih cukup banyak, namun hal ini tidak dibarengi dengan penataan yang baik untuk manfaat fasilitas olahraga dan tempat rekreasi keluarga. Tidak terdapatnya jalur jogging dan fasilitas olahraga lainnya menurunkan minat masyarakat untuk melakukan olahraga. Tidak adanya tempat Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 55 rekreasi di wilayah RW 06 mengurangi sumber koping yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat. Peningkatan angka stress merupakan salah satu faktor risiko diabetes di perkotaan. Suhu lingkungan yang meningkat di kawasan perkotaan juga berpengaruh terhadap keengganan aktivitas fisik di masyarakat kota. Warga RW 06 menjadi enggan untuk beraktivitas diluar rumah (berjalan, bersepeda, bermain di taman) dan lebih memilih naik motor untuk mempercepat perjalanan. Beberapa diantaranya memilih untuk hanya berdiam diri dirumah dan menonton televisi. Kompleksitas sistem pelayanan kesehatan menjadi faktor penyebab selanjutnya dalam ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus. Sistem pelayanan primer puskesmas Sukatani yang terdapat di wilayah RW 06 tidak menyediakan pelayanan pengecekkan kadar gula darah dan HbA1c. Berdasarkan wawancara kepada perawat puskesmas, hal tersebut dikarenakan keputusan dinas kesehatan untuk mengalihkan seluruh pemeriksaan laboratorium ke puskesmas UPT. Letak puskesmas UPT yang lebih jauh dari wilayah RW 06 dan padatnya pengunjung di puskesmas UPT menyebabkan keengganan masyarakat untuk memeriksakan kadar gula darah secara rutin ke pelayanan kesehatan. Minimnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat kota yang miskin dikarenakan ketidakmampuan ekonomi menjangkau pelayanan, lokasi dan jam pelayanan yang tidak sesuai dan kualitas pelayanan yang kurang bagus (WHO, 2010). Tingkat ekonomi masyarakat perkotaan dapat berpengaruh terhadap munculnya diabetes di perkotaan. Masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi memiliki daya beli yang tinggi terhadap sumber makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan kuesioner mahasiswa dengan jumlah responden sebanyak 36, yang di sebar di masing-masing RT di RW 06 didapatkan kategori penghasilan menunjukkan sebagian besar (52,8%) responden memiliki penghasilan diatas UMR yaitu Rp 2,042.000. Hal tersebut berpengaruh tehadap daya beli makanan yang cukup tinggi pada masyarakat RW 06. Masyarakat urban di negara berkembang memiliki ketergantungan pada makanan jalanan, makanan cepat saji, makanan instan yang Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 56 lebih murah. Hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait nutrisi seperti kurangnya nutrisi/mineral, masalah gigi, hingga obesitas yang terkait dengan faktor risiko diabetes dan masalah kardiovaskular (WHO, 2012). Berdasarkan hasil survey di RW 06 sebanyak 20 dari 36 responden (54%) memiliki anggota keluarga yang berpostur tubuh gemuk. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko munculnya masalah diabetes di perkotaan. Belum adanya program, kebijakan ataupun penyuluhan kesehatan untuk menangani masalah diabetes melitus meningkatkan risiko peningkatan kasus baru maupun peningkatan angka komplikasi dari diabetes. Berdasarkan wawancara ketua RW 06 dan kader RW 06 dinyatakan bahwa belum ada kebijakan, program, atau penyuluhan kesehatan untuk mengatasi diabetes di RW 06. Perawat puskesmas Sukatani sebagai pelayanan kesehatan primer juga mengatakan belum memiliki program atau kebijakan untuk mengatasi penyakit diabetes melitus di wilayah binaan nya. Menurut Edwards dan Tsuoros (2006) terdapat beberapa faktor individu yang mempengaruhi kurangnya aktivitas fisik di masyarakat urban yaitu kurangnya waktu, kurangnya motivasi diri dan kekhawatiran terhadap keamanan saat melakukan aktivitas fisik. Warga RW 06 yang mayoritas bekerja di bidang industri kurang memiliki waktu untuk berolahraga, warga cenderung bekerja dari pagi hingga sore-malam dan kemudian beristirahat di malam hari. Motivasi diri bagi ibu rumah tangga untuk melakukan olahraga juga kurang terlihat dari rendahnya partisipasi pada senam yang diadakan di lingkungan RW 06. Beberapa ibu mengatakan malas untuk berolahraga dikarenakan kesibukannya mengurus rumah tangga. Lingkungan sosial mampu mempengaruhi sesorang dalam melakukan aktivitas fisik. Hasil wawancara pada beberapa ibu rumah tangga di RW 06 didapatkan bahwa dirinya malas melakukan olahraga sendiri dan lebih menyukai jika keluarga, ibu RW atau teman mengajaknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 57 survey Edward dan Tsuoros (2006) bahwa seseorang akan lebih aktif ketika mereka mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial, keluarga dan teman. Kurangnya dukungan sosial pada masyarakat perkotaan merupakan karakteristik berikutnya dalam ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus. Karakteristik masalah pada kelompok sosial di masyarakat perkotaan meliputi tekanan sosial untuk perilaku tidak sehat dan tingginya tingkat stressor sosial (WHO, 2010). Berdasarkan hasil kunjungan mahasiswa, terdapat 12 keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan aktual diabetes dan 9 keluarga dengan risiko diabetes. Penatalaksanaan diabetes pada keluarga di RW 06 belum efektif. Hal tersebut terlihat dari perilaku yang masih kurang terkait perawatan diabetes di keluarga. Sebanyak 72,2% responden (26 orang) menyukai makan makanan manis, sebanyak 69,4% responden (25 orang) berolahraga kurang dari aktivitas fisik yang dianjurkan, dan sebanyak 77,8% responden (28 orang) tidak rutin memeriksakan kadar gula darah. Masyarakat RW 06 memiliki prognosis yang buruk bila masalah diabetes saat ini tidak tertangani. Pada awal pengkajian, rata-rata nilai GDS keluarga kelolaan di RW 06 yaitu 290 mg/dl. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader didapatkan data bahwa sudah dua orang yang meninggal dikarenakan diabetes di RW 06. Saat ini terdapat satu orang anggota keluarga yang memiliki luka kaki yang disebabkan oleh gula darah yang tidak terkontrol. Terdapat 8 dari 18 keluarga mengeluhkan adanya kesemutan dan kebas yang terjadi pada kedua kaki. Berdasarkan pengkajian mahasiswa disimpulkan bahwa masalah diabetes di RW 06 merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian segera. Kurangnya aktivitas fisik pada masyarakat RW 06 menjadi faktor risiko yang besar munculnya kasus diabetes baru dan meningkatnya angka komplikasi dari diabetes. Aktivitas fisik sebagai intervensi dalam komunitas juga diangkat mahasiswa Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 58 untuk menjadi intervensi utama yang diterapkan untuk menurunkan kadar gula darah pada keluarga bapak A dengan diabetes melitus. 4.3 Analisis Aktivitas Fisik sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kadar Gula Darah pada Klien dengan Diabetes Melitus Hasil intervensi keperawatan terkait pemeliharaan kesehatan menurut NOC yaitu mencakup kriteria pengetahuan, perilaku, sikap dan status kesehatan anggota keluarga. Kriteria pengetahuan mencakup meningkatnya pengetahuan tehadap perilaku sehat, promosi kesehatan sumber kesehatan dan program terapi. Kriteria perilaku mencakup perilaku sehat, deteksi risiko, perawatan diri dan promosi kesehatan. Kriteria sikap meliputi kepercayaan terhadap kemampuan diri dalam kesehatan, partisipasi dalam keputusan tentang perawatan kessehatan, dan dukungan sosial (Wilkinson & Ahern, 2011). Kriteria status kesehatan anggota keluarga dapat terlihat dari menurunnya tanda dan gejala diabetes, tidak terjadinya komplikasi diabetes serta nilai gula darah yang terkontrol. Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar gula darah pada klien dengan diabetes melitus. Hal tersebut sudah dinyatakan oleh WHO, PERKENI, IDF, dan berbagai jurnal keperawatan yang mendukung aktivitas fisik sebagai salah satu perawatan utama pada klien dengan diabetes melitus. Manfaat aktivitas fisik bagi penderita diabetes meliputi meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar lemak darah, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat darah (LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga menurunkan risiko penyakit jantung (Diabetes Australia, 2008). Mahasiswa menerapkan aktivitas fisik sebagai intervensi utama kepada keluarga bapak A terutama ibu I berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan. Pada saat pengkajian mahasiswa menanyakan mengenai aktivitas fisik ibu I sehari-hari nya. Ibu I sehari-hari betugas sebagai ibu rumah tangga. Pada pagi hari ibu I berbelanja ke warung dekat rumah, memasak, mencuci dengan mesin cuci, dan mengantar cucu ke sekolah. Pada pukul 10.00 biasanya ibu I sudah santai, menonton televisi Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 59 dirumah, sambil memantau cucu nya yang bermain dirumah. Ibu I baru memulai kegiatan lagi disore hari untuk membersihkan rumah, terkadang di malam hari ibu I memasak hanya jika ada pesanan kue. Ibu I jarang berjalan ketempat yang berada jauh dari rumah, jika pergi ke supermarket, rumah sakit dan tempat lainnya yang jauh ibu I biasanya menunggu diantar bapak A atau anak M dengan motor atau mobil. Ibu I sudah tidak mengikuti senam sejak 4 bulan yang lalu karena ibu I merasa malas untuk keluar rumah. Saat pengkajian klien mengalami tanda dan gejala diabetes yang aktual. Klien mengatakan sering merasa haus dan banyak minum, sering BAK terutama di malam hari, sering mengalami kesemutan. GDS 2 bulan yang lalu mencapai >400mg/dl, GDS(14/5/2014): 370 mg/dl dan GDS(21/5/2014): 425 mg/dl. Berdasarkan data tersebut mahasiswa menyimpulkan bahwa ibu I memiliki gaya hidup kurang gerak dengan aktivitas fisik yang kurang dari rekomendasi yang telah dianjurkan. IDF (2014) menganjurkan pada penderita diabetes untuk meningkatkan durasi dan frekuensi aktivitas fisik (dimanapun berada), hingga 3045 menit dalam 3-5 hari per minggu atau diakumulasikan 150 menit per minggu aktivitas aerobik berintensitas sedang (50-70% dari denyut nadi maksimum. Hal tersebut menjadi landasan mahasiswa untuk menerapkan intevensi pada keluarga bapak A khususnya ibu I untuk menurunkan kadar gula darah. Kirk dan Leese (2009) menyebutkan bahwa konsultasi mengenai aktivitas fisik merupakan tindakan yang berguna dalam mempromosikan aktivitas fisik pada penderita diabetes tipe 2. Edukasi kesehatan kepada klien mengenai rencana program, diskusi, pembahasan masalah, dan dengan media visual secara signifikan mampu meningkatkan perilaku sehat contohnya olahraga pada penderita diabetes (Hunt, 2013). Berdasarkan teori tersebut, mahasiswa melakukan intervensi pertama yaitu melalui terapi kognitif pada keluarga bapak A terkait aktivitas fisik untuk mengatasi diabetes melitus Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 60 Mahasiswa mendiskusikan bersama keluarga mengenai pengertian aktivitas fisik, waktu minimal aktivitas fisik, manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik pada penderita diabetes. Selanjutnya mahasiswa memberi kesempatan keluarga untuk bertanya, memberi kesempatan keluarga menyampaikan masalah dalam aktivitas fisik dan memotivasi keluarga untuk memilih aktivitas fisik yang akan dilakukan. Mahasiswa juga mendiskusikan alternatif cara untuk mengatasi masalah yang dirasakan ibu I untuk memulai aktivitas fisik. Evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan diukur melalui evaluasi formatif. Keluarga mampu menyebutkan pengertian aktivitas fisik, waktu minimal aktivitas fisik, 2 manfaat aktivitas fisik, jenis aktivitas fisik yang dianjurkan, dan 2 hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas fisik. Ibu I memilih senam sebagai aktivitas fisik yang akan dilakukan. Meta-analysis yang dilakukan Ruppar & Conn (2010) menunjukkan bahwa intervensi yang paling efektif dalam mempromosikan aktivitas fisik pada klien dewasa yang memiliki penyakit kronis yaitu target aktivitas fisik yang dibuat langsung per individu, penggunaan terapi perilaku, dan penggunaan selfmonitoring. Berdasarkan penelitian tersebut, mahasiswa melakukan intervensi aktivitas fisik berdasarkan terapi perilaku. Intervensi berdasarkan terapi perilaku meliputi sistem reward, kontrak pasien, umpan balik terhadap aktivitas fisik yang telah dilakukan klien, pengaturan tujuan, dan self monitoring. Setelah memotivasi klien untuk memilih aktivitas fisik yang akan dilakukan, mahasiswa melakukan kontrak kepada keluarga terutama ibu I untuk melakukan aktivitas fisik tersebut. Mahasiswa bersama keluarga menyusun jadwal latihan yaitu senam yang akan dilakukan ibu I sebanyak tiga kali dalam seminggu. Mahasiswa menerapkan sistem self monitoring dengan meyediakan kalender aktivitas fisik yang diberikan kepada ibu I untuk dicatat ketika ibu I telah melakukan aktivitas fisik. Hal yang perlu dicatat pada kalender tersebut yaitu jenis Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 61 aktivitas fisik dan jumlah waktu yang dilakukan untuk kemudian dievaluasi dalam waktu per minggu. Evaluasi yang dilakukan mahasiswa setelah intervensi yaitu berupa evaluasi subjektif dan objektif. Pada minggu pertama dan kedua ibu A melakukan senam selama 40 menit per minggunya. Pada minggu ketiga ibu A melakukan senam selama 40 menit dan jalan pagi selama 20 menit. Pada minggu keempat ibu A melakukan jalan pagi selama 15 menit, 15 menit, dan 30 menit dengan total 60 menit dalam satu minggu. Evaluasi subjektif terhadap keluhan dilakukan, keluarga mengatakan masih sering minum banyak dan BAK banyak di siang hari namun frekuensi BAK terutama di malam hari berkurang, kesemutan saat ini sudah jarang terjadi, mengantuk di pagi hari sudah berkurang. Pelaksanaan aktivitas fisik yang direncanakan belum sesuai dengan rekomendasi aktivitas fisik yang ideal. Rekomendasi aktivitas fisik yang belum mampu dicapai oleh keluarga bapak A terutama ibu I yaitu untuk tidak absen dalam melakukan aktivitas fisik lebih dari 2 hari berurutan, jumlah waktu akumulasi 150 menit per minggu aktivitas aerobik berintensitas sedang, dan rekomendasi latihan aerobik yang ditambah dengan latihan resistance. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pelaksanaan aktivitas fisik pada keluarga bapak A belum sesuai dengan rekomendasi. Ibu I mengeluhkan beberapa masalah yang menyebabkan dirinya tidak dapat memenuhi target ideal aktivitas fisik. Ibu A merasa terkadang sulit untuk melakukan senam atau jalan pagi karena dirinya harus berjalan sendiri menuju tempat senam. Suami bapak A dan anak M setiap harinya bekerja dari pagi hingga sore sehingga tidak dapat menemani ibu A melakukan aktivitas fisik. Anggota keluarga yang selalu menemani ibu A senam yaitu cucu J. Hal tersebut sesuai dengan survey Kirk dan Leese (2009) bahwa wanita yang menderita diabetes tipe 2 lebih menganggap pentingnya dukungan emosional dan lingkungan sekitar ketika melakukan perubahan terhadap perilaku aktivitas fisik. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 62 Ibu A mengatakan terkadang senam gagal untuk dilakukan karena faktor alam yaitu hujan yang sering turun di sore hari. Mahasiswa dan keluarga berdiskusi untuk mencari alternatif aktivitas fisik yaitu jalan pagi yang akan dilakukan untuk mengganti senam yang gagal. Sesuai dengan hasil survey Edward & Tsuoros (2006) bahwa faktor alam merupakan salah satu yang mempengaruhi aktivitas fisik di lingkungan perkotaan. Evaluasi objektif dilakukan dengan pemeriksaan GDS, hasil GDS ibu I (17/6/2014) = 188 mg/dl dan (20/6/2014) = 330 mg/dl. Hasil GDS menunjukkan penurunan dari pengukuran di awal meskipun belum dibawah rentang normal. Oleh karena itu peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu perawatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah pada keluarga dengan diabetes melitus. 4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus dapat dilakukan melalui improvisasi latihan fisik dan intervensi selain aktivitas fisik. Improvisasi terhadap aktivitas fisik dapat melalui perubahan beberapa strategi dalam pelaksanaannya. Penambahan alat pendukung dalam aktivitas fisik dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas fisik. Salah satu alat pendukung dalam aktivitas fisik yaitu pedometer. Pedometer alat untuk mengukur jumlah langkah yang dilakukan seseorang. Pedometer merupakan alat yang murah dan efektif untuk menginisiasi perubahan perilaku terkait aktivitas fisik. Risiko dari diebetes dinyatakan berkurang dengan menambahkan langkah yang terhitung setiap 2000 langkah terhitung (Yates, 2009). Menggunakan pedometer berguna untuk meningkatkan aktivitas fisik pada jangka pendek (Kirk & Leese, 2009). Improvisasi terhadap strategi yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan menciptakan target yang tidak terlalu ekstrim. Menciptakan target latihan fisik Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 63 yang bertahap mampu meningkatkan perilaku seseorang untuk melakukan latihan fisik (Tudor-Locke dan Bassett dalam Yates, 2009). Target yang sesuai dengan kemampuan klien mampu mencegah klien dalam keputusasaan untuk mencapai target. Target bertahap dalam aktivitas fisik dengan latihan aerobik yaitu dilakukannya latihan aerobik dan latihan resisten secara sejalan. Kombinasi dari latihan aerobik dan latihan resisten telah terbukti meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan level A1c (Jimenez et all, 2011). Latihan resisten dapat dilakukan dengan target yang bertahap dalam pelaksanaannya. Melakukan diet seimbang merupakan salah satu alternatif cara perawatan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Rekomendasi perawatan diabetes mengenai diet yaitu dengan menyediakan akses keluarga kepada ahli gizi atau tenaga kesehatan profesional, diet sesuai kebutuhan individu, dan pengurangan jumlah makanan dan kontrol makanan yang memiliki kandungan tinggi gula, lemak, dan alkohol (IDF, 2010). Manajemen stress pada penderita diabetes juga dapat berpengaruh terhadap kadar gula darah. Menurut Surwitt et all. (2002), latihan manajemen stress berhubungan dengan penurunan kadar HbA1c. Beberapa cara dalam manajemen stress dapat meliputi latihan pernafasan (tarik nafas dalam), relaksasi progresif dan latihan berfikir positif. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Mahasiswa telah melakukan praktik Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) di RW 06 Kelurahan Sukatani selama 7 minggu. Praktik dilaksanakan sejak 5 Mei 2014 hingga 21 Juni 2014. Praktik yang dilakukan mahasiswa khususnya memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk menurunkan kadar gula darah pada anggota keluarga yang memiliki diabetes melitus. Berdasarkan hasil praktik yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: - Diabetes merupakan masalah kesehatan yang sedang meningkat di kawasan perkotaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka diabetes di perkotaan yaitu diet yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, dan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Perawat komunitas mempunyai peranan penting dalam mengatasi masalah diabetes di daerah perkotaan. - Keluarga bapak A memiliki masalah kesehatan diabetes melitus. Klien (ibu I) sudah memiliki DM sejak 2 tahun yang lalu. Nilai GDS klien 14 Mei 2014 = 370 mg/dl, 21 Mei 2014 = 425mg/dl. Klien memiliki keluhan polidipsi, poliuri, dan kadang kadang merasa kesemutan serta pandangan kabur. Keluarga belum mampu memenuhi TUK 1 – TUK 5 pemeliharaan kesehatan terkait diabetes. Keluarga mengatakan sudah 2 bulan ibu I tidak mengikuti senam yang berada di lingkungannya dan lebih menyukai bersantai dan beraktivitas didalam rumah. - Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan terkait diabetes melitus pada keluarga bapak A. - Perencanaan keperawatan yang dilakukan pada keluarga bapak A mengacu pada lima tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah diabetes, memutuskan untuk merawat anggota keluarga dengan diabetes, melakukan perawatan sederhana diabetes dengan cara aktivitas fisik dan diet, memodifikasi lingkungan sehat bagi penderita diabetes, dan memanfaatkan pelayanan kesehatan 64 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 65 - Tindakan keperawatan terkait masalah diabetes dilakukan selama 8 kunjungan yang berdurasi 45-60 menit. Isi edukasi kesehatan yang dilakukan meliputi pengertian, faktor risiko, tanda & gejala, akibat, perawatan diabetes (rekomendasi aktivitas fisik, manfaat, jenis, hal yang perlu diperhatikan saat aktivitas fisik serta diet diabetes), modifikasi lingkungan, dan manfaat pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah diabetes. - Evaluasi yang didapatkan yaitu keluarga telah dapat mengenal masalah diabetes pada anggota keluarga, telah menyatakan kesediaan untuk merawat, telah dapat melakukan perawatan sederhana bagi penderita diabetes, telah mengerti bagaimana melakukan modifikasi lingkungan, dan telah bersedia membawa ibu I ke pelayanan kesehatan. - Latihan aktivitas fisik mampu menurunkan kadar gula darah pada ibu I dengan diabetes melitus. Pemeriksaan minggu pertama yaitu 370 mg/dl & 425 mg/dl mengalami penurunan menjadi 188 mg/dl & 330 mg/dl di minggu ke tujuh. - Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus dapat dilakukan melalui improvisasi latihan fisik, diet diabetes, dan manajemen stress. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi Keluarga dengan Diabetes Dukungan emosional dari keluarga diharapkan dapat diberikan kepada anggota keluarga yang menderita diabetes untuk melakukan perubahan perilaku terkait pemeliharaan kesehatan khususnya dalam melakukan aktivitas fisik. Dukungan emosional keluarga dapat berupa pemberian kata-kata penyemangat setiap anggota ingin melakukan latihan aktivitas fisik ataupun saat menemukan masalah terkait latihan aktivitas fisik, mendampingi anggota keluarga dalam melakukan aktivitas fisik, serta memberikan pujian kepada anggota keluarga ketika mencapai target latihan. 5.2.2 Bagi Bidang Keperawatan Komunitas Karya ilmiah ini juga diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk menyusun promosi kesehatan dengan intervensi aktivitas fisik untuk mengatasi masalah diabetes pada masyarakat perkotaan. Pentingnya peran perawat komunitas dalam Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 66 upaya penanganan diabetes melitus di masyarakat perkotaan diharapkan mampu didukung oleh kebijakan dan regulasi perkesmas yang baik dari pemerintah. 5.2.3 Bagi Puskesmas Sukatani Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Sukatani dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes tidak hanya di puskesmas saja, tetapi bisa dilakukan kunjungan rumah bagi penderita diabetes. Pemantauan penderita diabetes di wilayah sukatani dapat dilakukan melalui pengefektifan posbindu dan kader kesehatan di tiap RW. Karya ilmiah ini juga diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk menyusun kebijakan program pemeliharaan kesehatan masyarakat dengan intervensi aktivitas fisik untuk mengatasi masalah diabetes pada masyarakat perkotaan khususnya di kelurahan Sukatani. 5.2.4 Bagi Penelitian Karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan ide untuk penelitian yang berkaitan dengan intervensi aktivitas fisik untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes melitus. Karya ilmiah ini dapat dilanjutkan kembali untuk mengetahui tindakan efektif untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 DAFTAR PUSTAKA Allender, J.A., Rector, C., Warner, K.D. (2014). Community health nursing. China: Lippincott Williams & Wilkins. American Diabetes Association (ADA). (2004). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. January 2004 vol. 27 no. suppl 1 s5-s10 doi: 10.2337/diacare.27.2007.S5 American Diabetes Association (ADA). (2010). Diagnosis and classification of diabetes melitus. Diabetes Care. January 2010 vol. 33 no. Supplement 1 S62-S69 doi: 10.2337/dc10-S062 Anderson, E.T. & McFarlane, J. (2011). Community as partner: Theory and Practice in Nursing. 6th ed. China: Lippincott William & Wilkins. Ansari, R. M. (2009). Effect of physical activity and obesity on type 2 diabetes in a middle-aged population. Journal of Environmental and Public Health. 10.1155/2009/195285. Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medical-surgical nursing: clinical management for positive outcomes. (8th Ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders. Canadian Diabetes Association. (2008). Physical activity and exercise. Diakses pada 29 Mei 2014 dari http://www.diabetes.ca/CDA/media/documents/clinical-practice-andeducation/professional-resources/2008-physical-activity-exercise.pdf CDC. (2012). National center for chronic disease prevention and health promotion: Basics About Diabetes 2012. Diakses pada 20 Juni 2014 dari http://www.cdc.gov/diabetes/consumer/learn.htm. Corlberg, S. R., et all. (2010). Exercise and type 2 diabetes. Diabetes Care volume 33, number 12, December 2010. Diabetes UK. (2011). Diagnosis & prevention: New diagnostic criteria for diabetes (Jan 2011). Diakses pada 20 Juni 2014 dari http://www.diabetes.org.uk/About_us/What-we-say/Diagnosisprevention/New_diagnostic_criteria_for_diabetes/ . Dinkes Depok. (2012). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Depok. Doenges, M. E., Moorchouse, M. F., & Murr, A. C. (2008). Nursing diagnosis manual: Planning, individualizing, and documenting client care (2nd ed.). Philadelphia: F.A. Davis. Doenges, M.E., Moorhouse,M.F., and Murr, A.C. 2010. Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span. Philadelphia: F.A. Davis Company. Dong Y, et all. (2005). Prevalence of Type 2 diabetes in urban and rural Chinese populations in Qingdao, China. Diabet Med. 2005 Oct;22(10):1427-33. Edwards, P. & Tsouros. (2006). Promoting physical activity and active living in urban environments: The Role of Local Governments. World Health Organization Regional Office for Europe. Diakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0009/98424/E89498.pdf 67 Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 68 Freitas, R.W.J., Araujo, M.F.M., Marinho, N.B.P., Damasceno, M.M.C., Caetano, J.A., & Galvao, G. (2011). Factors related to nursing diagnosis, ineffective self-health management among diabetics. Acta Paul Enferm 24(3):365-72. Diakses pada 28 Juni 2014 dari http://www.scielo.br/pdf/ape/v24n3/en_10.pdf Friedman, M. M. 1998. Family Nursing: Research, Theory & Practice. 4th Ed. USA: Appleton and Lange. Hunt, C.W. (2013). Self-care management strategies among individuals living with type 2 diabetes mellitus: nursing interventions. Dove Press Journal Research and Reviews 2013:3 99–105. Diakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.dovepress.com/getfile.php?fileID=16915 International Diabetes Federation (IDF). (2013). IDF diabetes atlas. Diakses pada 4 Juni 2014 dari http://www.idf.org/sites/default/files/DA6_Regional_factsheets.pdf International Diabetes Federation (IDF). (2014). Complications of diabetes. Diakses pada: 20 Juni 2014 dari http://www.idf.org/complicationsdiabetes. International Diabetes Federation (IDF). (2014). Complications of diabetes. Diakses pada: 20 Juni 2014 dari http://www.idf.org/prevention. Jimenez, F.L et all. (2011). Recommendations for managing patients with diabetes mellitus in cardiopulmonary rehabilitation: An American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation Statement. Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation and Prevention 2011;32:101-112 DOI: 10.1097/ HCR.0b013e31823be0bc. Diakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.diabeteseducator.org/export/sites/aade/_resources/pdf/researc h/recommendations_for_managing_patients_with_6.pdf Kaakinen, J. R. Gedaly-Duff, V., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H.(2010) Family health care nursing: Theory, Practice and Research. 4th ed. Philadelphia: F.A Davis Company Kemenkes RI. (2011). Diet diabetes melitus. Diakses pada 20 Juni 2014 dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2013/09/Brosur-DietDiabetes-Melitus.pdf Kepmenkes RI. (2006). Pedoman penyelenggaraan upaya keperawatan kesehatan masyarakat di puskesmas. Kirk, A. & Leese, G. (2009). Encouraging physical activity interventions among people with type 2 diabetes. Journal of Diabetes Nursing Vol 13 No 1. Diakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.thejournalofdiabetesnursing.co.uk/media/content/_master/14 65/files/pdf/jdn13-1pg26-31.pdf Litbang Kemenkes RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses pada 5 Juni 2014 dari http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_risk esdas2007/Indonesia.zip Litbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses pada 5 Juni 2014 dari http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013 .pdf Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 69 Morrato, E. H., Hill, J. O., Wyatt, H. R., Ghushchyan, V., Sullivan, P. W. (2003). Physical activity in U.S. adults with diabetes and at risk for developing diabetes. Diabetes Care; Feb 2007; 30, 2; ProQuest. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK). (2013) Your guide to diabetes: Type 1 and Type 2. Diakses pada 28 Juni 2014 dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/type1and2/YourGuide2Diabetes_5 08.pdf . PERKENI. (2011). Konsensus DM 2011. Diakses pada 28 Mei 2014 dari http://www.perkeni.org/download/Konsensus%20DM%202011.zip Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus besar bahas indonesia: Kota. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses pada 20 Juni 2014. Ruppar, T.M. & Conn, V.S. (2010). Interventions to Promote Physical Activity in Chronically Ill Adults: Practice implications of clinical studies.American Journal Nursing. Vol 110 No. 7. DIakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.nursingcenter.com/lnc/ovidws/_PDF _.aspx?an=00000446201007000-00021&Journal_ID=&Issue_ID Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2003). Brunner dan Suddarth`s textbook of medical-surgical nursing. 10th ed. English: Lippincott William & Wilkins. Surwitt et all. (2002). Stress management improves long-term glycemic control in type 2 diabetes. Diabetes Care 25:30-34. Diakses pada 7 Juli 2014 dari http://www.mindfultechnology.com/wp-content/uploads/2011/04/StressManagement-Glycemic-Control_Surwitt.pdf Wilkinson, J.M., & Ahern, N. R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Esty Wahyudiningsih. Edisi 9. Jakarta: EGC World Health Organization (WHO). (2006). Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia : report of a WHO/IDF consultation. Diakses pada 28 Juni 2014 dari http://www.who.int/diabetes/publications/Definition%20and%20diagnosi s %20of%20diabetes_new.pdf World Health Organization (WHO). (2013). Diabetes fact sheet. Diakses pada 28 Mei 2014 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ Yates, T., Jarvis, J., Troughton, J. & Davies, M.J. (2009). Preventing type 2 diabetes: applying the evidence in nursing practice. Nursing Times. Vol 105 No. 41. Diakses pada 8 Juli 2014 dari http://www.nursingtimes.net/Journals/2013/02/08/d/j/y/091020Preventingtype-2-diabetes-applying-the-evidence-in-nursing-practice.pdf World Helath Organization (WHO). (2010). Why urban health matters. Diakses pada 28 Juni 2014 dari http://www.who.int/world-healthday/2010/media/whd2010background.pdf Universitas Indonesia Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014 Lampiran 2 BIODATA PENULIS 1. Nama Lengkap 2. Tempat/ Tanggal Lahir 3. Alamat 4. 5. 6. 7. 8. Agama Suku HP Email Riwayat Pendidikan : Ranti Bangkit Ma`ruffi : Jakarta/ 20 Mei 1992 : Jl. Lewa 003/10 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur : Islam : Jawa : 08988069224 : [email protected] : Nama Sekolah Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Program Sarjana, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia SMAN 39 Jakarta SMPN 184 Jakarta SDN Pekayon 17 Pagi Tahun 2013 - 2014 2009 - 2013 2006 - 2009 2003 - 2006 1997 - 2003 Aktivitas fisik ..., Ranti Bangkit Ma Ruffi, FIK UI, 2014