6 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang di sebut dengan Corporate Social Responsibility ( CSR ) sejauh ini belum memiliki definisi yang tunggal namun pada umumnya adalah suatu kegiatan yang di lakukan perusahaan sebagai bagian tanggung jawab sosial bagi kepentingan lingkungan di sekitarnya. Pada awalnya terlahir dari sebuah tuntutan akan kesejahteraan sosial, seiring dengan berbagai dampak yang di timbulkan dan berbagai kegiatan sebuah perusahaan, yang di rasakan oleh lingkungan sekitar perusahaan. Dan di dalam perjalananya Pemerintah dan DPR RI, (1983:64) telah mendefinisikan Kesejahteraan sosial sebagai berikut: Suatu tata kehidupan dan penghidupan social, material maupun spiritual yang di liputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan social yang sebaik-baiknya bagi din, keluarga serta masyarakat yang menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Dan kesejahteraan sosial terdiri dari beberapa komponen, yaitu pendidikan, kesehatan, pemeliharaan penghasilan, perumahan, pelayanan kerja, dan pelayanan sosial personel, serta agama. 6 7 Definisi dan Corporate Social Responsibility (CSR) sangatlah beragam, setidalmya ada 3 (tiga) lembaga besar yang memberikan definisi ( Teguh Sri Pambudi 2005 : 18) sebagai berikut: Menurut Versi Bank Dunia: Corporate Social Responsibility ( CSR ) is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development. Dalam praktiknya menurut definisi bank dunia di tersebut atas bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) mencakup atas perlindungan Iingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan,serta bantuan bencana kemanusiaan. Menurut Versi Erupean Union: “CSR is a concept wherey companies integrate social and environmental concern in their business operation and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”. Menurut world Council for Sustainable Development (WBCSD), sebagai lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 8 multinational company yang berasal dari 30 negara itu di dalam publikasinya Making Good Business mendefinisikan CSR sebagai berikut: “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce andtheir families as well as of the local community and society at large”. Yang dapat di artikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility ( CSR) yang sering di anggap inti dan etika bisnis bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban- kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauanya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam Corporate Social Responsibility (CSR ) ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance), kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tepat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahaan dengan philantrophy). masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate 9 Harapan dan penenima konsep ini terutama masyarakat dapat di gambarkan sebagai “3 lingkaran eksentrik” tangung jawab (Fremont B. Kast 1995). Lingkaran dalam meliputi tanggung jawab dasar yang tegas untuk pelaksanaan yang efisien dan fungsi ekonomis produk, pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi. Lingkaran tengah mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomis dengan kesadaran uang dalam teradap nilai-nilai dan prioritas sosial yang sedang berubah misalnya mengenai pelestarian lingkungan, mepekerjakan pegawai dan hubungan dengan mereka, dan harapanharapan yang kuat dan langganan untuk informasi, perlakuan adil , dan perlindungan terhadap kecelakaan. Lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab bahwa perusahaan hendaklah Iebih luas terlibat dalam memperbaiki secara aktif Iingkungan sosialnya. B. Sejarah Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) ini tidak lahir begitu saja, namun ada tahapan-tahapan yang di lalui sebelum konsep ini benar-benar di terima dan di terapkan di berbagai negara. Perkembangan konsep ini sebagai sebuah evolusi, di saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui 10 produknya, dan pembayaran pajak kepada Negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang di perlukanya, melainkan juga menuntut untuk bertanggungjawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatip, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi perusahaan. Di awali pada tahun 1971. Saat itu, professorship baru, di berikan di Universitas Columbia. Namanya Garrett professor of public policy and business Responsibility. Countey C. Brown adalah orang pertama yang menerima kehormatan itu dan kemudian menulis buku yang terkenal Beyond the Bottom Line, yang menekankan adanya tanggung jawab sosial perusahaan di samping mencari profit dan memperhatikan lingkungan. Dekade 1970-an menjadi masa tarik-menarik seputar social responsibility dan entitas bernama korporasi. Dan salah satu sumber ketegangan yang muncul adalah di karenakan pernyataan seorang ekonom ternama, Milton Friedman, di awal dekade itu there is one and only social responsibility in business, to use it’s resources and in activities designed to increase it’s profits”. Sebab, tugas untuk sosial dan lingkungan merupakan amanat pemerintah yang sudah memungut pajak dari sebuah korporasi. Di tahun 1966 terbit sebuah buku dan sebuah pemikiran visioner yang kemudian menjadi landasan perbincangan seputar perilaku perusahaan yang 11 bertanggung .jawab. Lester Thurow dalam buku The Future of capitalism, menyatakan bahwa “pada saatnya nanti kepitalisme menemukan dirinya tanpa lawan, karena musuhnya, sosialisme dan komunisme harus berubah agar bisa hidup berkelanjutan. Kapitalisme tak hanya berkutat pada ekonomi, tapi juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan untuk membangun apa yang kelak disebut Suistainable society. Tulisan dan saran Thurow, akhirnya menggiring sejumlah intelektual untuk melawan pandangan semacam yang di lontarkan Friedman. Maka lahirlah The Limits to growth pada tahun 1972, hasil pemikiran para cendekiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome, menghasilkan sebuah buku yang ingin mengingatkan bahwa di satu sisi , bumi punya keterbatasan daya dukung, sementara di sisi lain, populasi manusia bertumbuh eksponensial, ekploitasi alam mesti di lakukan dengan cermat agar pembangunan bisa berkelanjutan. Hingga dekade 1980-90-an, perbincangan ini terus berlangsung. Dan di tengah wacana yang berkembang, aktivitas kedermawanan perusahaan tetap berjalan dalam naungan apa yang di sebut filantropis dan kemudian Community development. Munculnya KTT Bumi di Rio de Jenairo pada tahun 1992 menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai hal yang harus d perhatikan, tak hanya oleh Negara, tetapi terlebih kalangan korporasi yang memiliki kekuata kapitalnya yang semakin besar. Terobosan besar dalam konsep Corporate Social Responsibility (CSR) di lakukan oleh John Elkington pada tahun 1997 dalam bukunya : cannibals with 12 forks, the triple bottom line of twentieth century business, Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Lewat inilah ia memberikan solusi atas pemikiran Thurow dengan menggunakan istilah pembangunan berkelanjutan untuk merujuk pada pada akhirnya kapitalisme yang ingin berkelanjutan, harus memperhatikan 3 P. bukan cuma mengejar profit, mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Sejak di keluarkannya pendapat ini konsep Corporate Social Responsibility (CSR ) semakin popular, dan makin di kenal setelah world summit di Johannesburg pada tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Dan berbagai definisi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) pun bermunculan. Dan yang menarik layaknya sebuah konsep yang tengah popular sehingga tak ada definisi tunggal, yang cukup berpengaruh yaitu definisi menurut versi bank dunia yang telah dibahas sebelumnya. Walaupun definisinya beragam, sejauh ini yang relatif banyak di pakai adalah pemikiran Elkington tentang triple bottom line. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah adanya segi tiga dalam kehidupan stakeholder yang harus di perhatikan korporasi di tengah upayanya mencari profit, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam sebuah bentuk segitiga. 13 Pandangan lain yang lebih komprehensif , di kemukakan oleh Prince of Wales International Business Forum yaitu lima pilar. Pertama, building human capital. ini menyangkut kemampuan perusahaan untuk memiliki dukungan sumber daya manusia yang handal (internal) dan masyarakat sekitar (eksteral). Perusahaan di tuntut melakukan mepemberdayaan, biasanya melalui community development. Kedua, strengthening economies: memberdayakan ekonomi komunitas. Ketiga, assessing social cohesion, yaitu perusahaan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan konflik. Keempat, encouraging good goverenance, yaitu perusahaan di jalankan dalam tata kelola yang baik. Kelima protecting the environment.yaitu perusahaan hams menjaga kelestarian lingkungan. Berangkat dan pemahaman di atas , maka Corporate Social Responsibility (CSR ) tidak hanya bergerak di lingkungan luar perusahaan, tapi juga internal. Karena itulah, Gurvy Kavei, pakar manajemen dan Universitas Manchester, menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility ( CSR ) di praktikan di tiga area yaitu (1) di tempat kerja, seperti aspek keselamatan kerja, pengembangan skill karyawan, dan kepemilikan saham; (2) di komunitas, atara lain dengan memberi beasiswa, dan pemberdayaan ekonomi; (3) terhadap lingkungan, misalnya pelestarian Iingkungan dan proses produksi yang ramah lingkungan. 14 C. Hubungan Corporate Social Responsibility ( CSR ) dengan Good Corporate Goverenance (GCG) Di dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntutan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh di lakukan. Dalam keadaan bersaing ketat memperebutkan pasar demi mengejar keuntungan semaksimal mungkin, tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggaran atas asas-asas etika umum atau kaidah dasar moral. Permulaan krisis finansial yang terjadi di berbagai kawasan, perkembangan industri pasar modal yang membuka peluang terjadinya berbagai bentuk overstate, ketidakjujuran dalam finansial, disclosure yang merugikan stakeholders, serta perkembangan korporasi yang terkait dengan kegiatan para hostile predator, juga meningkatkan tuntutan check and balances di tingkat dewan, pasar audit yang semakin berkembang standar akuntansi yang semakin komplek, itu semua yang melatarbelakangi timbulnya istilah Good Corporate Goverenance (GCG), yang pada intinya dapat didefinisikan merupakan suatu system, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi. Dalam arti luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders dapat di penuhi secara proporsional. Good Corporate Goverenance (GCG) ini 15 dimaksudkan ntuk mengatur hubungan-hubungan tersebut dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam straegi korporasi, serta memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera. Manfaat yang di dapat dari penerapan konsep . Good Corporate Goverenance (GCG) ini, selain kinerja perusahaan terus membaik, harga saham dan citra perusahaan terus membaik juga, bahkan kredibilitas perusahaan terus melampaui batas-batas Negara, baik dari sesi investor, mitra atau kreditor dan stakeholders lainya. 1. Prinsip-prinsip Good Corporate Goverenance (GCG) Terdapat lima prinsip Good Corporate Goverenance (GCG) yang dapat di jadikan pedoman bagi para pelaku bisnis yaitu transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness. a. Transparency (keterbukaan informasi) Di dalam prinsip ini perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholdersnya. b. Accountability (akuntabilitas) Yang di maksud di sini adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini di terapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang 16 serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. c. Responsibility (pertanggungjawaban) Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, di harapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakehodlersnya. d. Independency (kemandirian) Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan di kelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Di harapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. 17 Dengan demikian dengan mencermati prinsip-prinsip di dalam Good Corporate Goverenance (GCG) terdapat suatu benang merah dengan Corporate Social Responsibility ( CSR ) yaitu di dalam prinsip responsibility yang penerapannya merupakan suatu bentuk implementasi dari konsep Good Corporate Goverenance (GCG) tersebut. D. ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility Secara internasional saat ini tercatat sejumlah inisiatif implementasi Corporate Social Responsibility ( CSR ). Inisiatif itu di usulkan, baik oleh organisasi internasional independent seperti Global Reporting Initiative (GRI), lembaga pemerintah seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OCED), juga lembaga non pemerintah seperti Caux Roundtables dan lain-lain. Sebelumnya sewaktu acuan untuk pelaksanaan Corporate Social Responsibility ( CSR ), belum terbentuk dan tersaji dalam bentuk kebijakan dari pemerintah dan pihak berwenang lainya, masing-masing pihak melaksanakannya hanya sebagai pelengkap di dalam perusahaan namun ada juga yang sudah memasukanya ke dalam manajemen dan budaya perusahaan. Akhirnya pada bulan September 2004, ISO (International Standard Organization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk team yang memprakarsai terbentuknya panduan dan standarisasi untuk tanggungjawab social (social responsibility) yang di kenal dengan ISO 26000 : Guidance standard on social Responsibility. 18 Sebelumnya sudah ada sejumlah institusi internasional yang telah meluncurkan prinsip-prinsip dasar yang dapat di gunakan sebagai acuan pelaksanaan Corporate Social Responsibility ( CSR ) ini, di antaranya : 1. Organization for Economic Cooperation and Development (OCED) pada tahun 2002, menyepakati pedoman bagi perusahaan multinasional yang berisi kebijakan umum yang meliputi, a. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. b. Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah di Negara tempat perusahaan beroperasi. c. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerja sama yang erat dengan komunitas lokal, termasuk kepentingan bisnis, selain mengembangkan kegiataan perusahaan di pasar dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan praktek perdagangan. d. Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan mefasilitasi pelatihan bagi para karyawan. e. Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasasan di luar yang di bernarkan secara hukum yang terkait dengan soal 19 lingkungan, kesehatan, dan keselamatan kerja, perburuhan, perpajakan, insentif finansial dan isu-isu lain. f. Mendorong dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Goverenance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktik-praktik tata kelola perusahaan yang baik. g. Mengembangakan dan menerapkan praktik-praktik system yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya dan masyarakat tempat perusahaan beroperasi. h. Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakankebijakan itu pada pekerja temasuk melalui program-program pelatihan. E. Cara pandang perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Beragamnya jenis dan sifat dari dunia usaha yang ada, cara pandang sebuah perusahaan pasti akan beragam mengenai CSR ini, namun pada dasarnya alasan perusahaan menerapkanya dapat di klasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu : 1. Konsep sebagai keterpaksaan atau konsep di laksanakan lebih karena faktor external (external driven), kemungkinan besar di karenakan adanya 20 tuntutan dari pihak yang merasa di rugikan dengan adanya kegiatan operasional perusahaan terutama yang menyangkut dengan pengambilan sumber daya alam atau eksplorasi yang di lakukan sehingga merusak ekologi, dan sebagainya. Sehingga mau atau tidak mau perusahaan harus memenuhi tuntutan tersebut dengan menerapkan konsep CSR tersebut. penerapkan konsep juga karena reputation driven, yaitu pelaksanaanya hanya karena untuk menimbulkan citra positif perusahaan, kebijakan bisnis yang di tempuh merupakan kebijakan yang hanya bersifat kosmetik, perusahaan melakukanya untuk memenuhi tuntutan dan memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial dan masih di sikapi sebagai liabilities bukan sebagai asset. 2. Konsep sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (kompliance). CSR di implementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya misalnya karena adanya market driven, dan juga karena penghargaan-penghargaan (rewards) yang di berikan oleh segenap institusi atau lembaga. 3. konsep sebagai suatu dorongan dan kesadaran dari dalam perusahaan itu sendiri (internal driver), perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikiranya , menguntungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara 21 berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. Artinya tidak di lihat sebagai sentra biaya (cost center) malainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa yang akan datang. Konsep CSR yang di terapkan merupakan kebijakan yang sudah menjadi bagian dari strategi perusahaan, dengan memperbaiki konteks kompetitif perusahaan yang berupa lingkungan bisnis tempat perusahaan beroperasi. Dan di arahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan keuntungan. Dan kemudian efeknya positif kearah pembentukan citra, melampaui standar regulasi yang berlaku, mendongkrak nilai saham, atau memenangikompetisi dan memperoleh penghargaan, semua itu merupakan hasil dari investasi yang di lakukan oleh perusahaan di bidang kepedulian terhadap social dan lingkunganya. F. Ruang lingkup peneerapan Corporate Social Responsibility ( CSR ) Sebagaimana definisinya yang tidak tunggal, beragam pendapat terkait dengan lingkup penerapanya juga telah di lontarkan. Sejauh ini lingkup penerapannya lebih banyak yang merujuk pada konsep dari Elkington yaitu triple bottom line sebagai dasar pemikirannya, namun lingkupnya sama yaitu lingkup sosial, lingkup ekonomi, dan lingkup lingkungan. Lingkup penerapan CSR dari Princes Of Wales International Business Forum mengemukakan lima pilar yaitu : 22 1. Building Human Capital, perusahaan melakukan peran dengan merangkul Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu dukungan dari masyarakat, baik internal maupun eksternal, caranya yaitu dengan melakukan pengembangan dan memberikan kesejahteraan kepada mereka. 2. Strengthening Economies, yaitu perusahaan melakukan usaha memberdayakan komunitas yang ada di sekitar perusahaan, misalnya dengan memberikan atau melibatkan komuitas tersebut untuk terlibat dan bekerja sama dengan perusahaan menghasilkan sinergi yang saling menguntungkan. 3. Assessing Social Cohession, yaitu perusahaan melakukan peran dengan menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar untuk mengusahakan agar tidak terjadi konflik baik dengan lingkungan internal maupun eksternalnya. 4. Encouraging Good Corpotrate Governance, yaitu perusahaan berperan untuk mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik dengan melaksanakan lima pilar yaitu transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness. 5. Protecting The Environment, yaitu perusahaan berperan untuk memperhatikan kelestarian lingkungan, meminimalisir dampak yang di timbulkan dari operasional perusahaan. 23 Dari Green Paper dari komisi masyarakat eropa (2001) memberikan perspektif bahwa tanggung jawab sosial perusahaan memiliki dua dimensi yaitu dimensi internal yang mencakup manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, beradaptasi dengan perubahan, dan manajemen dampak lingkungan dan sumber daya alam. Dan dimensi eksternal mencakup komunitas lokal, mitra usaha, pemasok dan konsumen, hak-hak asasi manusia, dan kepedulian pada lingkungan hidup. G. Manfaat konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ini sudah di pandang oleh berbagai perusahaan menjadi sebuah hal yang sangat penting, dan sudah merupakan sebagai kewajiban dan tanggung jawab perusahaan, yang dapat menjamin keberlangsungan hidup sebuah perusahaan tersebut. Dan sudah banyak perusahaan-perusahaan yang sudah menjadikan sebuah strategi. Manfaat yang dihasilkan dan penerapan konsep ini bisa di lihat dan dua sisi yaitu dan sisi perusahaan dan di lihat dan sisi penerima atau masyarakat, masyarakat di sini sekarang sudah bukan semata mereka yang tinggal didekat lokasi perusahaan namun juga masyarakat luas. 1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan. Kontribusi positif yang di bangun perusahaan dengan menunjukan kepedulianya dengan tulus terhadap aspek sosial, ekonomi, dan 24 lingkungan secara otomasis dalam jangka panjang akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap merek dan image perusahaan akan terangkat dengan sendirinya. 2. Mendapatkan hak atau social license to operate, masyarakat sekitar perusahaan merupakan komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya ikut merasa memiliki perusahan. Sehingga imbalan yang di berikan kepada perusahaan paling tidak adalah diberikan keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program CSR di harapkan menjadi bagian dari asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakan terhadap eksistensi perusahaan. 3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan, CSR di jadikan sebagai upaya antisipatif dan prefentif yang merupakan suatu investasi yang dapat menurunkan risiko bisnis perusahaan, dengan menjaga keharmonisan dengan stakeholders akan mengurangi risiko tersebut. 4. Melebarkan akses sumber daya, catatan perjalanan yang baik dalam pengelolaan CSR merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk melancarkan menuju sumber daya yang di perlukan oleh perusahaan. 5. Membentangkan akses menuju pasar, investasi yang di tanamkan untuk program CSR merupakan sebuah tiket bagi perusahaan menuju peluang 25 pasar yang terbuka lebar. Termasuk di dalamnya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Sudah banyak bukti akan resistensi konsumen terhadap produk-produk yang tidak peka terhadap aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan lingkungan. 6. Mereduksi biaya, banyak biaya yang akan di hemat dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan yang mengimplementasikan penerapan program tanggung jawab sosialnya, misalnya upaya untuk mereduksi limbah melalui proses daur ulang ke dalam siklus produksi. Di samping mereduksi biaya, proses ini juga mereduksi buangan ke luar atau limbah sehingga menjadi lebih aman. 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders, implementasi CSR tentunya akan menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholders. Nuansa seperti itu dapat menimbulkan terbentuknya kepercayaan stakeholder terhadap perusahaan. 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator, perusahaan yang menerapakan CSR pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah sebagai regulaor. Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggung jawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan melestarian lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan, umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menanggung beban tersebut. 9. Meningkatkan semangat dan produktifitas karyawan, kesejahteraan yang diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standar 26 normatif kewajiban yang di bebankan kepada perusahaan. Oleh karena itu wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Di samping itu reputasi perusahaan yang baik di mata stakeholders juga merupakan nilai tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi dalam bekerja. 10. Peluang mendapatkan penghargaan, banyak rewards di tawarkan bagi penggiat CSR, sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan dan mempunyai peluang yang cukup tinggi. H. Perkembangan Konsep Corporate Social Responsibility ( CSR ) Di Indonesia Sebagai konsep yang masih terbilang baru yaitu 5 — 6 tahun yang lalu, dan sudah menjadi tren global, perkembangannya di Indonesia semakin mendapat perhatian lebih, dan banyak perusahaan memfokuskan diri dalam penerapanya Sebagai sebuah investasi yang baik untuk pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) kegiatan dalam perusahaan tersebut. Sejauh mi perusahaan-perusahaan di Indonesia melihat konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dan tiga cara pandang yaitu: • Sebagai strategi perusahaan yang pada akhirnya akan mendatangkan keuntungan. • Sebagai kewajiban (compliance), di karenakan ada hukum yang memaksa penerapanya 27 • Sebagai beyond compliance, di karenakan perusahaan merasa sebagai bagian dan komunitas. Sehingga dan ketiga hal cara pandang tersebut tersirat bahwa perusahaanperusahaan di Indonesia melihat konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ini sebagai sesuatu yang penting, bukan hanya sebagai konsep pelengkap dami terciptanya wujud good corporatate governance. Dan masing-masing perusahaan memiliki cara pandang berbeda, dan di bebaskan untuk memilih dan ketiga cara pandang diatas. Dan cara pandang di atas, ada sebagian perusahaan yang memandang konsep Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai reaksi terhadap tekanan, dan perusahaan melakukan tanggung jawab sosialnya karena pendekatan keamanan (security approach), yang berarti demi keamanan dan agar dapat menjalankan kegiatan perusahaan dengan aman. Pada dasarnya perusahaan yang mengharapkan akan keberlanjutan (substain) setidaknya ada lima tahap praktik Corporate Social Responsibility (CSR) yang harus dilakukan perusahaan yaitu: 1) Defensive Pada tahap ini sikap perusahaan di tuntut reaktif, perusahaan merespon kritik dan Saran dan Iingkungan external termasuk dan stakeholders dengan cara menolak dan bersikap menyangkal. 28 2) Compliance Di tahap ini sikap perusahaan sudah di lebih bagus, perusahaan sudah benusaha untuk mematuhi peraturan yang ada, namun hanya baru sebatas mematuhi. Tujuan utamanya adalah memproteksi reputasi dan menghindari kritik dan pihak external. 3) Managerial Pada tahap ini sikap perusahaan lebih maju lagi, penusahaan telah menyadari bahwa dalam jangka panjang perusahaan tak cukup hanya patuh dan mengandalkan pada hubungan masyarakat yang baik, maka perusahaan memberikan kewenangan bagi para manajer untuk mengelola tanggung jawab sosialnya terhadap pihak ektennal. 4) Strategic Pada tahap ini perusahaan telah menyelaraskan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) dengan kompetisi bisnis dan berupaya menjadikan konsep tersebut sebagai keunggulan kompetitif yang akan berkontnibusi pada kesuksesan dalam jangka panjang. 29 5) Civil Stage Pada tahap ini perusahaan akan berupaya sebisa mungkin untuk mempromosikan dan menyerukan praktik-praktik kegiatan perusahaan yang lebih bertanggung jawab, sebagai kesadaran bersama. I. Penerapan konsep CSR pada BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional di samping usaha swasata dan koperasi. Dalam system perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan jasa yang di perlukan dalam rangka mewujudkan sebesar besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN di rasakan semakin penting sebagai pelopor dan perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum di minati oleh swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang signifikan dalam bertuk bebagai jenis pajak, dividend an hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonoian seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan konstruksi. dan 30 Sebagai institusi bisnis BUMN di tuntut untuk dapat menghasilkan laba sebagaimana layaknya perusahaan-perusahaan bisnis lainya. Namun di sisi lain, pada saat yang bersamaan BUMN dituntut berfungsi sebagai alat pembangunan nasional dan berperan sebagai institusi sosial. Peran sosial ini mengisyaratkan bukan saja pemilikan dan pengawasan oleh publik tetapi juga menggambarkan konsep mengenai public purpose (sasaranya adalah masyarakat) dan public interest (orientasinya pada kepentingan masyarakat). Dengan demikian disadari bahwa posisi perusahaan-perusahaan BUMN ini ibarat memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi berperan sebagai institusi bisnis dan di sisi lainya berperan sebagai institusi sosial karena merupakan alat Negara. Menurut Undang-undang No. 19 Tahun 2003 yang merupakan ketentuan perundangan terbaru mengenai BUMN dikenal dua bentuk badan usaha milik Negara yaitu perusahaan perseroan (persero) dan perusahaan umum (perum). Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki Negara yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Sedangkan perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa sekaligus mengejar keuntungan. Praktek tanggung jawab sosial oleh BUMN sungguh menarik, karena faktor pembeda dibandingkan dengan perusahaan non-BUMN yang secara normatif mendukung kedermawanan sosial. Factor pembeda itu adalah 31 terdapatnya instrument yang bersifat imperatif ini suka atau tidak suka, mau ataupun tidak mau, implementasi CSR merupakan hal yang mandatory bagi BUMN. Bahkan, sangat di mungkinkan bahwa potensi pemberian donasi sosial perusahaan-perusahaan BUMN lebih besar di bandingkan perusahaan-perusahaan swasta. Peran BUMN antara lain dituangkan melalui keputusan Menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003. keputusan yang di keluarkan oleh menteri Negara BUMN pada 17 Juni 2003 ini pada prinsipnya mengikat BUMN untuk menyelenggarakan program kemitraan dan Program Bina Lingkungan atau biasa di singkat dengan PKBL. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan yang memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Walaupun berasal dari sumber yang sama, yaitu dari penyisihan laba setelah pajak, namun pemanfaatan dan peruntukan dana kedua program ini berbeda. Program kemitraan di berikan dalam bentuk pinjaman untuk pembiayaan modal kerja, pinjaman khusus yang biasanya bersifat jangka pendek, dan hibah untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi serta penelitian. Sedangkan program Bina Lingkungan karena pemberianya lebih 32 berdimensi sosial diberikan dalam bentuk bantuan korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana atau sarana umum dan sarana ibadah. Yang jelas program ini menjadi sangat penting dalam konteks hubungan antara BUMN dengan masyarakat. Sebab, melalui skema program ini perusahaan BUMN membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Sementara itu, menurut Surat Edaran Menteri BUMN No. SE433/MBU/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari keputusan Menteri BUMN No : Kep-236/MBU/2003, setiap BUMN disyaratkan memberntuk unit tersendiri yang bertugas secara khusus menanganui PKBL ini. Unit ini menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada salah satu anggota direksi yang di tetapkan dalam rapat direksi. Yang menarik lagi, selain mengalokasikan dana tersendiri dan memberntuk unit tersendiri untuk melaksanakan program kemitraan dan bina lingkungan ini, hampir semua BUMN juga masih mengalokasikan kontribusinya kepada masyarakat melalui departeman atau unit lain, baik itu struktural maupun unit non struktural. Tentu, dengan tambahan budgetnya masing-masing. Namun pada umumnya sebagian besar bantuan sosial BUMN kepada masyarakat masih bersifat sekedar bagi-bagi sumbangan untuk program jangka pendek, belum mengarah kepada keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat secara optimal. Bahkan program kemitraan yang di rancang untuk pemberdayaan pun umumnya juga masih sekedar memberikan modal finansial tanpa di barengi 33 dengan peningkatan kapasitas bagi para benefitiesnya. Selain itu terdapat pula permasalahan ketidakjelasan mekanisme hubungan antara unit-unit penyelenggara kegiatan CSR, dan perlu adanya penyelarasan persepsi antara unit-unit, koordinasi yang integrative, agar dalam penerapannya tidak menimbulkan gesekan dan benturan. J. Harga Saham 1. Pengertian Saham dan Harga Saham Pasar modal merupakan sarana untuk mempertemukan penjual dan pembeli dana. Penjual dana adalah para pemodal baik perorangan maupun lembaga sedangkan pembeli dana adalah investor. Dana yang di perdagangkan di pasar modal di wujudkan dalam bentuk surat berharga atau dalam istilah lain di sebut efek, yang dapat berupa saham, obligasi dan sekuritas kredit. Ada beberapa pendapat akhli ekonomi yang memberikan definisi saham, menurut Sunariyah (2006: 48) menyatakan bahwa : Saham adalah surat berharga sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan yang di keluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Saham merupakan surat berharga yang menunjukan adanya kepemilikan seseorang atau badan, hukum terhadap perusahaan penerbit saham dengan demikian saham PT.X merupakan bukti seseorang turut menyertakan modal atau ikut pada PT. X tersebut 34 Hal senada juga di kemukakan oleh Dahlan Siamat (2004 : 268) “saham merupakan surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas” Pada perusahaan go public, setiap perdagangan saham atau surat-surat berharga lainya di lakukan melalui suatu mekanisme yang sudah di tetapkan oleh pemerintah. Lembaga yang di tunjuk sebagai penyelenggara perdagangan efek di Indonesia di kenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui pasar modal. Pasar modal merupakan suatu sarana di mana surat-surat berharga berjangka panjang di perjualbelikan. Penjualan saham dan sekuritas lainnya kepada masyarakat dapat di lakukan dengan beberapa cara. Umumnya penjualan di lakukan sesuai dengan jenis ataupun bentuk pasar modal dimana sekuritas tersebut di perjual-belikan. pasar modal dapat di bedakan atas pasar efek pada waktu penawaran perdana, pasar sekunder,pasar ke tiga dan pasar ke empat, pasar perdana merupakan penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham kepada pemodal selama waktu yang ditetapkan perusahaan sebelum di perdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan pasar sekunder yaitu perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana. Pada pasar ke tiga dan keempat merupakan penjualan sekuritas di luar perusahaan bursa (over the counter market). (Sunariyah 2006) 35 Setiap tahun perusahaan akan menerbitkan laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tersebut dapat di lihat bersarnya laba perusahaan pada tahun yang bersangkutan, laba yang di peroleh ini akan di alokasikan untuk dua kepentingan yaitu di bagikan sebagai dividend dan ke dalam laba di tahan yang di gunakan untuk pengembangan usaha. Pemegang saham harus bersedia menahan atau memegang saham yang di beli dalam kurun waktu relatif lama setidaknya kurun waktu satu tahun, untuk mendapatkan dividen. Dalam kurun waktu tersebut emiten sudah wajib menerbitkan laporan keuangan dan membagikan dividen. Hal ini dapat terjadi jika melakukan pembelian saham menjelang emiten membayar dividen. Dengan kepemilikan saham, pemegang saham juga dapat memperoleh capital gain, capital gain akan di peroleh bila ada kelebihan harga jual di atas harga beli. Adanya kaidah-kaidah yang harus di jalankan untuk mendapat capital gain, salah satunya adalah membeli saat harga turun dan menjual saat harga naik. Harga saham pada umtumnya selalu berfluktuasi sesuai dengan sifat pasar yang selalu di pengaruhi oleh hukum penawaran dan permintaan. Dan peristiwa ini selalu menarik bagi para investor baik secara individu maupun kelembagaan. Hal ini di sebabkan fluktuasi harga pasar saham merupakan sumber capital gain. Indeks harga saham adalah “merupakan suatu bentuk informasi histories atau catatan terhadap perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu.” ( Sunariyah 2006 : 138) 36 Indeks harga saham itu sendiri mempunyai variasi bentuk dan pernyajian, antara lain indeks harga saham individual yang menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham sampai pada tanggal tertentu. Serta indeks harga saham gabungan yang menggambarkan mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham sampai pada tanggal tertentu pula, dan terbagi ke dalam bagian, seluruh saham, jenis usaha (sektoral), serta kelompok saham yang terdiri dari indeks LQ 45 dan indeks Jakarta Islamic Indeks (JII). Adanya beberapa fakta yang mempengaruhi harga saham, maka sering terjadi hal-hal yang kontradiktif antara hukum permintaan dan penawaran dengan realisasi perdagangan saham di bursa efek. Sebagai contoh, suatu saham yang menurut analisis fundamental relatif baik, mengalami kemerosotan harga di bursa, sebaliknya suatu saham yang menurut analisis fundamental di nilai kurang baik akan tetapi mengalami kenaikan harga di luar perkiraan. Sehingga dapat di lihat bahwa harga pasar saham merupakan fluktuasi nilai intrinsik saham yang di perjualbelikan di bursa efek, di tunjukan oleh nilai tertinggi dan terendah yang pernah di capai selama jangka waktu tertentu. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Pada dasarnya harga saham dipengaruhi oleh dua factor yaitu faktor internal dan fakor eksternal. Dan faktor internal dapat berupa kinerja dan 37 perusahaan yang mengeluarkan saham, dan kebijakan yang di keluarkan, dan kinerja keuangan, dan sebagainya. Sedangkan dan faktor ekstenal berupa tingkat inflasi, tingkat suku bunga, kebijakan pemerintah, dan peristiwa-penistiwa yang berpengaruh terhadap perilaku sosial, dan sebagainya. Menurut Sartono Kartonegoro (1995:111) menuatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi harga saham, keseluruhan di ketahui melalui analisa saham, antara lain adalah: a. Analisis Ekonomi Analisa ekonomi menyangkut penilaian keadaan umum perekonomian dan pengaruh potensialnya terhadap hasil sekuritas. Artinya kekuatan-kekuatan utama akan mengalir melalui system perekonomian dan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi penting termasuk produksi industrial, laba perusahaan, pajak, kebijakan pemerintah dan inflasi. Dalam hal ini, inflasi selain menurunkan penghasilan rill masyarakat dan laba perusahaan, juga akan menaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini akan mengakibatkan hasil terhadap obligasi, saham preferen, dan tabungan membaik, tetapi membuat daya tarik investasi saham menurun. Selain itu juga, beberapa kegiatan dan kebijakan ekonomi yang memberikan pengaruh pada harga saham yaitu: 38 1) Kebijakan fiskal yaitu diantaranya termasuk perpajakan, pengeluaran rutin dan pembangunan, pengelaolaan hutang dalam dan luar negeri. 2) Kebijakan moneter yaitu diantaranya termasuk perkreditan, pengaturan uang beredar, dan suku bunga. 3) Factor lainya seperti, pengeluaran konsumsi masyarakat, investasi perusahaan dan biaya energi. b. Analisis Industri Analisis industri menyangkut studi mengenai industri di mana suatu perusahaan beroperasi, dan prospek industri tersebut di masa depan. Analisa industri di lakukan karena harga saham di pengaruhi juga oleh keadaan industri. Jika masa depan industri baik, maka prospek dari perusahaan-perusahaan yang menjadi bagian dari industri tersebut juga akan baik. Hal ini memberikan pemahaman tentang sifat dan operasi dari suatu industri yang dapat di gunakan untuk memperkirakan prospek pertumbuhan industri perusahaan di dalamnya, serta prestasi saham-sahamnya. Informasi yang di perukan investor tentang industri terutama seperti : sifat industri hubungan dengan kekuatan ekonomi, kekuatan financial dan operasi industri. c. Analisis Fundamental Analisis fundamental adalah studi mengenai keadaan keuangan dari suatu perusahaan yang memungkinkan pemahaman mengenai perilaku saham yang di 39 keluarkanya. Asumsinya adalah bahwa nilai suatu saham di pengaruhi oleh prestasi keuangan dari suatu perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut. Prestasi keuangan perusahaan menyangkut penghasilan yang di janjikan dan risiko yang di hadapi. Analisis fundamental di mulai dengan analisis historis dari laporan-laporan keuangan dengan maksud untuk mempelajari kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi arah dan perkembangan, merevaluasi efisiensi operasional, dan memahami sifat serta operasi perusahaan. Laporan-laporan keuangan tersebut meliputi, neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Sedangkan menurut Capital Market Socent of Indonesia (1997:82) dua faktor yang mempengaruhi harga saham adalah sebagai berikut : 1) Faktor Positif Faktor-faktor positif yang akan mempengaurhi fluktuasi harga saham di bursa antara lain : a) Suplai uang yang cukup b) Pemotongan pajak c) Tingkat suku bung yang pendek 40 d) Stabilitas politik atas ekspekulasi e) Tingkat kerja yang tinggi f) Stabilitas dalam negeri 2) Faktor Negatif Factor-faktor negative yag mempengaruhi pergerakan harga saham antara lain : a) Uang ketat b) Pajak meningkat c) Tingkat suku bunga tinggi yang menawarkan hasil lebih baik d) Konflik internasional e) Investasi yang kurang risiko f) Kerusuhan serta kekacauan politik g) Penundaan pemilihan umum (pemilu) Menurut Sawidji Widoatmodjo (2000 : 81) faktor utama yang menyebabkan harga saham berubah adalah adanya persepsi yang berbeda-beda dan masing-masing investor, sesuai dengan informasi yang di miliki. persepsi tersebut di cerminkan melaluio ROR, apabla sebagian besar investor suatu saham mempunyai persepsi bahwa ROR saham tersebut tidak memadai lagi, maka investor akan mengambil keputusan untuk menjual saham 41 yang di milikinya. Kalau hal mi yang terjadi, maka harga saham akan menurun. Sebab kemungkinan akan terjadi over supply. 3. Jenis-jenis saham Saham pada umumnya terdiri dari dua jenis yaitu: a. Saham Biasa (common stock) Saham biasa yaitu saham yang di gunakan oleh perusahaan untuk memperoleh modal dan masyarakat untuk sebuah tujuan tertentu, misalnya untuk ekspansi dan tujuan lainnya. Saham biasa merupakan saham yang paling di kenal oleh masyarakat dan yang paling menarik, baik bagi pemodal maupun bagi emiten. Ada dua jenis saham biasa yaitu 1) saham atas nama, yaitu saham yang nama pemilik saham tertera di atas saham tersebut. 2) Saham atas unjuk, yaitu nama pemilik saham tidak tertera di atas saham, tetapi pemilik saham adalah yang memegang saham tersebut. b. Saham preferen (prefere dstock) Saham preferan adalah saham dengan kelas khusus yang di tetapkan sebagai istimewa karena saham ini memiliki beberapa preferansi atau kelebihan yang tidak di miliki oleh saham biasa. (Donald B. Kieso etal. 2002) 42 Karakteristik berikut adalah yang paling sering berkaitan dengan penerbitan saham preferen: 1)Preferensi atas dividen 2)Preferensi atas aktivas pada saat likuidasi 3)Dapat dikonversi menjadi saham biasa 4)Dapat ditebus pada opsi perseroan 5)Tidak mempunyai hak suara 4. Psikologi harga saham Menurut Dedhy Sulistiawan (2007 : 21) perilaku harga pasar saham dapat di lihat dan berbagai sudut analisis pola diantaranya sebagai berikut: a. Pembentukan Support dan Resistance Support dalam pasar saham di definisikan sebagai level dimana minat beli cukup besar untuk menahan tekanan jual sehingga penurunan harga akan tertahan dan harga akan kembali naik. Sementara resistance merupakan kebalikan dan support di mana tekanan jual sangat besar muncul untuk mengalahkan minat beli akibatnya kenaikan harga akan tertahan dan harga cenderung akan turun. 43 Support dan Resistance mi merupakan batas psikologis kenaikan atau penurunan suatu saham. Karena merupakan batas psikologis, penentuan support dan resistance oleh tiap investor atau tiap metode akan berbeda. Support dan Resistance dapat di gambarkan sebagai atap atau lantai sebagai berikut: Resistance support Gambar 2.1 Support dan Resistance Support dan Resistance dapat berganti peran apabila level support atau resistance-nya telah mengalami penetrasi dengan viume yang ccukup signifikan. Dan sangat mungkin mengalami perubahan karena adanya perubahan ekpektasi investor seiring waktu. 44 b. Pembentukan Trend Trend yaitu arah pergerakan harga pasar saham, yang menunjukan pergerakan dalam keadaan yang akurat pada saat itu, apakah arahnya naik, turun, atau stagnan. Berdasarkan arah pergerakanya, pembentukan tren dapat di bagi menjadi tiga, yaitu: 1) Uptrend, artinya harga saham cenderung bergerak naik. Pada kondisi seperti ini sentimen dan kebanyakan investor sedang dalam keadaan yang baik atau positif. Dan kebanyakan investor akan membeli karena keuntungan yang di dapatkan relatif lebih besar. Kenaikan itu kemungkinan di sebabkan karena memang indikator bisnis dan ekonomi sangat baik atau banyak kebijakan yang di anggap menguntungkan investor saham. 2) Downtrend, artinya harga saham cenderung bergerak turun. Pada kondisi seperti mi banyak investor melakukan posisi jual atau tidak mengambil posisi beli sama sekali sehingga terhindar dari kerugian. 3) Sideways Trend atau pergerakan harga yang stagnan yaitu hanya naik atau turun pada kisaran harga tertentu. 45 5. Hubungan Corporate Social Resposnibility (CSR) Terhadap Harga Saham Corporate Social Resposnibility (CSR), sebagai suatu konsep kebijakan yang di keluarkan oleh perusahaan yang sudah go public dan terdaftar di bursa, setidaknya akan memiliki pengaruh yang positif terhadap harga saham perusahaan tersebut. Adanya kebijakan pemerintah yang mengatur tentang persyaratan suatu perusahaan yang terutama melakukan kegiatan operasional menyangut mengenai sumberdaya atau kekayaan alam di himbau untuk sudah menerapkan kebijakan konsep Corporate Social Resposnibility (CSR). Dalam perkembangan yang terlihat bahwa penanam modal yang akan menanamkan modalnya di perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya alam akan melihat seberapa jauh kepedulian yang di lakukan perusahaan terkait dengan penanganan lingkungan dan kesejahteraan yang terkait erat dengan berbagai masalah sosial terutama di lingkungan baik internal maupun eksternalnya. Dengan melihat laporan tahunan dan kegiatan-kegiatan yang di lakukan perusahaan menyangkut kepedulianya terhadap lingkungan sosial, maka para investor selain memperoleh suatu jaminan keamanan yang merupakan timbal balik perilaku kepedulian perusahaan dari lingkungan perusahaan, selain itu kebijakan yang telah di terapkan yang telah mendongkrak image perusahaan sehingga, image positif tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku investor. Dari berbagai manfaat yang di peroleh perusahaan dengan penerapan konsep Corporate Social Resposnibility (CSR) tersebut paling tidak pasar akan 46 melihat image positif dari sebuah perusahaan dengan tentunya di dukung dengan besarnya kemungkinan perkembangan perusahaan tersebut di jangka panjang. Dengan melihat besarnya laba yang di hasilkan perusahaan, kalau di lihat dari segi analisis akan membawa pergerakan harga saham yang stabil akan menambah kepercayaan stakeholders untuk lebih berperan di dalam kegiatan operasional perusahaan tersebut.