III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Sikap G.W Allport dalam (Sears 1999) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Krech dan Crutchfield (1948) mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu (Sears 1999). Sikap terdiri dari dua indikator utama yaitu value of expectation outcome yakni nilai yang dimiliki oleh seseorang individu yang mendorongnya untuk memiliki sikap tertentu atas suatu perilaku serta expectation outcome atau harapan yang akan terjadi jika satu individu memiliki sikap untuk berperilaku tertentu. Sikap dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki dan dikumpulkan seseorang sepanjang hidupnya. Pembentukan nilai dapat melalui pengalaman langsung, informasi, pengaruh dari orang lain, maupun pribadi atau individu sendiri yang memaknai pengalaman orang lain. Sikap dilakukan individu berdasarkan pandangannya terhadap suatu obyek melalui proses belajar baik dari pengalaman maupun dari yang lainnya. Proses belajar ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalamannya sendiri dengan obyek-obyek sikapnya, tetapi dapat juga diperoleh melalui orang-orang di sekitarnya atau lingkungan sosialnya termasuk kultur budaya setempat. Dale (2003) menyatakan bahwa sikap dibentuk dari kombinasi pengalaman, kondisi sosial dan kepribadian. Sikap ditunjukkan dalam bentuk perilaku, kebanyakan metode pelatihan dengan mengubah sikap akan mengubah keyakinan seseorang akan sesuatu dan akhirnya merubah perilaku seseorang. Menurut Callhoun dan Joan (1995), sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu, dan 31 kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu dengan cara-cara tertentu. Ciri-ciri sikap menurut Walgita dalam (Satya 2009) antara lain: a. Sikap bukan dibawa orang sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang hidup. b. Sikap dapat berubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Sikap dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan obyek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. d. Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga berkenaan dengan satu obyek saja, dengan sederetan obyek-obyek serupa. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat ini membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang 3.1.2. Teori Modernitas Mc Clelland dalam (Suwarsono 1990) menjelaskan bahwa salah satu kelompok masyarakat yang bertanggung jawab atas proses modernisasi negara-negara Dunia Ketiga adalah kaum wiraswastawan domestik. Tujuan kegiatan wirasastawan tidak hanya sekadar mencari dan mengumpulkan laba. Dalam hal ini, laba lebih merupakan indikator dari keinginan pencapaian tujuan yang lain. Sesungguhnya yang ingin dicapai oleh para wiraswastawan tersebut adalah untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakannya melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya. Hal ini disebut sebagai motivasi berprestasi atau kebutuhan berprestasi. Inkeles dalam (Suwarsono 1990) menyebutkan bahwa manusia modern memiliki berbagai karakteristik pokok sebagai berikut: 1. Terbuka terhadap pengalaman baru. Ini berarti, bahwa manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru. 32 2. Manusia modern akan memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, seperti orang tua, kepala suku (etnis), dan raja. 3. Manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta. 4. Manusia modern memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi. Mereka berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya. 5. Manusia modern memiliki rencana jangka panjang. Mereka selalu merencanakan sesuatu jauh di depan dan mengetahui apa yang akan mereka capai, misalnya dalam waktu lima tahun ke depan. 6. Manusia modern aktif terlibat dalam percaturan politik. Mereka bergabung dengan berbagai organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi aktif dalam urusan masyarakat lokal. 3.1.3. Sikap Wirausaha Menurut (Sujijono 1995), pengetahuan wirausaha merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, dan gejala yang berkaitan dengan kemampuan menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil risiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensipotensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmojo 2003): 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. 33 Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orangtuanya sendiri. Dari pengertian sikap dan wirausaha, maka yang dimaksud dengan sikap wirausaha adalah reaksi atau respon seseorang, secara afektif dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sedangkan, tindakan wirausaha adalah perbuatan seseorang dalam mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. 3.1.4. Keberhasilan Usaha Kecil Keberhasilan usaha kecil terutama sangat ditentukan oleh individu pengusaha itu sendiri selain lingkungan eksternal. Artinya sampai sejauh mana pengusaha kecil itu mampu mengelola, membenahi secara tepat dan optimal potensi internalnya di samping memiliki kehandalan dalam membaca peluang, beradaptasi dan mampu mengantisipasi secara cermat terhadap fluktuasi lingkungan eksternal seperti perubahan pasar, selera konsumen, perubahan harga 34 bahan baku, perkembangan teknologi, perubahan kebijakan pemerintah maupun iklim ekonomi dan kondisi politik lainnya. Menurut Day (1990), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan meliputi : (1) satisfaction (kepuasan) artinya semakin banyak pihak-pihak yang merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga mereka tidak berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar, dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan. Selanjutnya Day menyebutkan bahwa performance outcomes yang menunjukkan tercapainya pertumbuhan dan keuntungan dipengaruhi oleh positions of advantage yang meliputi: nilai pelanggan yang superior dan biaya yang relatif rendah. Selain itu positions of advantage juga menentukan sources of advantage yang meliputi: keahlian yang superior, sumber-sumber yang superior dan sistem kendali yang superior. Namun demikian sources of advantage akan terwujud bila ada investasi terusmenerus yang diambil dari performance outcomes. Perusahaan yang berkembang dan mampu merencanakan suksesi menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) ditentukan oleh (1) kepemimpinan dalam perekonomian baru, artinya wirausahawan harus mampu memperngaruhi dan memberikan semangat pada orang lain untuk bekerja dalam mencapai tujuan perusahaan dan kemudian memberikan mereka kekuasaan dan kebebasan dalam mencapainya. Di samping wirausahawan harus mampu bertindak tepat dalam menghadapi segala kemungkinan perubahan perekonomian; (2) mempekerjakan karyawan yang tepat, dalam hal ini menerima karyawan baru merupakan hal yang penting. Untuk menghindari kesalahan penerimaan wirausahawan harus mengembangkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi yang berarti, merencanakan dan melaksanakan wawancara yang efektif dan memeriksa referensi sebelum 35 menerima karyawan manapun; (3) membentuk budaya dan struktur organisasi secara tepat. Budaya perusahaan adalah kode pelaksanaan khusus dan tak tertulis yang mengatur tingkah laku, sikap, hubungan, dan gaya organisasi; dan (4) mengatasi tantangan dalam memotivasi pekerja. Kriteria keberhasilan usaha skala kecil menurut Ghost et al dalam (Riyanti 2003) tentang wirausaha kecil di Singapura menggunakan beberapa kriteria untuk mengukur keberhasilan usaha, antara lain menggunakan net profit growth, sales revenue growth (laba penjualan), return of investment (laba setelah pajak), dan market share (pangsa pasar). Selain itu, kriteria keberhasilan usaha kecil apabila terjadi peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha, dan perbaikan sarana fisik. Di samping itu kepuasan kerja juga dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan karena kepuasan kerja merupakan prakondisi bagi tingkat produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan customer service. Kunci keberhasilan usaha skala kecil menurut Plotkin, Duncan serta Wilkin & Sons dalam (Riyanti 2003) menyimpulkan bahwa usaha kecil berhasil karena wirausaha memiliki otak cerdas yaitu kreatif, memiliki rasa ingin tahu, mengikuti perkembangan teknologi, kemudian menerapkannya secara produktif, keterampilan wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan mengembangkan usahanya di pasar tersebut serta mengenali trend produk di pasar lebih cepat dari pesaing, di samping kualitas dan relasi dengan pelanggan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Kewirausahaan memiliki peran dalam membantu peningkatan penyerapan tenaga kerja di suatu daerah. Salah satu pengembangan konsep kewirausahaan dapat diterapkan pada usaha mikro kecil dan menengah. Potensi usaha kecil masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing sehingga dapat mencapai keberhasilan sekaligus menambah daya tampung tenaga kerja daerah. 36 Usaha mikro kecil sektor pengolahan menjadi salah satu sektor yang berperan dalam penyumbang PDRB tertinggi dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang sejak tahun 2003 yaitu sebesar 42,45 persen, artinya sektor ini tidak hanya memenuhi Kabupaten Semarang saja, namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya. Dengan kata lain, sektor ini merupakan sektor yang berpotensi ekspor. Namun, jumlah penyerapan kerja tidak signifikan jika dibandingkan dengan industri besar, selain itu dari tahun ke tahun usaha kecil sektor pengolahan belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Usaha mikro kecil sektor pengolahan kedelai, tahu serasi Kecamatan Bandungan merupakan salah satu sentra bisnis oleh-oleh khas daerah yang turut berperan dalam menyumbang PDRB daerah. Namun, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan unit bisnis KWTD. Lemahnya kompetensi kewirausahaan pada KWTD diakibatkan oleh peran serta pemerintah (Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah) yang mendominasi dalam hal pengembangan produk dan bantuan modal. Hal tersebut menyebabkan tingkat ketergantungan KWTD terhadap pemerintah menjadi tinggi. Padahal, untuk mencapai sebuah keberhasilan usaha diperlukan kemandirian yang merupakan salah satu ciri sikap wirausaha. Kemandirian menjadi salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh unit usaha untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah. Sikap mandiri yang dipupuk masing-masing anggota sebagai unsur manusia yang menjalankan 37 unit usaha diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha sekaligus mengantisipasi apabila suatu saat terlepas dari bantuan pemerintah Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang dapat menciptakan suatu keunggulan agar suatu usaha dapat mencapai keberhasilan, diantaranya adalah wirausaha melalui proses kreatif dan inovatif. Untuk mencapai suatu keberhasilan tersebut, salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumber daya manusia yang terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil, sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Faktor internal seorang wirausaha yang dapat mempengaruhi keberhasilan yang paling utama adalah sikap. Faktor tersebut memiliki peranan yang penting karena akan menentukan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang tanpa dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sikap ditentukan oleh keyakinan (beliefs) seseorang terhadap sesuatu ketika melakukan suatu perilaku yang telah diyakininya. Dengan adanya sikap kewirausahaan dari masingmasing pelaku usaha akan membantu agar suatu usaha dapat berkembang dan mencapai keberhasilan. Pada penelitian ini dilihat modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha. Sikap modern dalam berwirausaha yang banyak diacu merupakan pandapat beberapa ahli, diantaranya Mc Clelland, Inkeles, Hagen dan para ahli lainnya, serta modifikasi dari peneliti. Modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari beberapa indikator diantaranya : (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) sikap terhadap kerja; (5) penghargaan terhadap waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; (8) tanggung jawab individual. Kedelapan atribut sikap kewirausahaan tersebut merupakan atribut sikap yang melekat pada seseorang usahawan yang berhasil. Dari kedelapan indikator tersebut kemudian diukur tingkat kemodernan sikap masing-masing individu pelaku usaha. Alat analisis yang digunakan untuk pengukuran atribut tersebut berupa rumus skor modernitas (Prasodjo, 1987). Dari rumus tersebut dibuat kategori modernitas sikap kewirausahaan, mencakup 2 tingkat yakni modern dan tidak modern. Dari total rata-rata perhitungan tersebut dapat diketahui tingkat modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha 38 unit bisnis Tahu Serasi Bandungan. Untuk kategori modern memiliki skor modernitas berkisar antara 3 sampai dengan 4, sedangkan untuk kategori sikap yang tidak modern skornya berkisar antara 1 sampai dengan 2,99. Selanjutnya untuk mengetahui tentang bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit bisnis KWTD tahu serasi Bandungan digunakan alat analisis dengan menggunakan rumus Korelasi Chi Square. Hasil analisis diperoleh dengan mengintegrasikan skor modernitas rata-rata pelaku usaha pada unit bisnis KWTD tahu serasi Bandungan pada rumus Korelasi Chi Square. Dari hasil perhitungan akan diperoleh suatu keputusan uji apakah modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha pada unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan berhubungan atau tidak dengan keberhasilan unit bisnis. Dalam hal ini indikator yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan unit usaha adalah peningkatan jumlah laba tiga tahun terakhir (2008-2010). 39 Kewirausahaan dan sektor industri kecil merupakan salah satu solusi dalam membantu peningkatan penyerapan tenaga kerja Unit Usaha Tahu Serasi Bandungan berperan sebagai salah satu penyumbang PDRB Kabupaten Semarang Unit Usaha Tahu Serasi KWT Damai dalam perkembangannya tidak terlalu siginifikan (a) lemahnya kompetensi kewirausahaan akibat dominasi pemerintah; (b) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar. Modernitas Sikap Kewirausahaan - Mengetahui prioritas utama - Pengambilan risiko - Keinovativan - Penghargaan terhadap waktu - Kerja keras - Motivasi berprestasi - Percaya diri - Tanggung jawab individual Tingkah Laku Keberhasilan Unit Usaha (peningkatan jumlah laba) Rumus skor modernitas : Analisis tingkat modernitas pelaku usaha Rumus Korelasi Chi Square: Analisis uji hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 40 3.3. Hipotesis Berdasarkan penjelasan mengenai skema kerangka pemikiran tersebut maka pada penelitian ini akan diuji mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha: Ho : Antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha saling bebas (tidak ada hubungan). H1 : Antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha tidak saling bebas (ada hubungan). 41