PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA di KELAS VII-A SMP KATOLIK FRATERAN CELAKET 21 MALANG Yunita Selviana Tany*, Tri Hapsari Utami** Universitas Negeri Malang Email : [email protected]*, [email protected]** Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar di SMP Katolik Frateran Celaket 21 Malang. Proses pelaksanaan pembelajaran melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) orientasi siswa dalam menghadapi masalah, guru menetapkan suatu tindakan untuk mengurangi rasa ramai siswa ini. Selain, guru menegaskan kepada siswa untuk tidak membicarakan hal lain selain materi yang yang dibahas, guru juga menggunakan sistem pengurangan nilai kepada siswa yang ramai di kelas agar siswa merasa termotivasi untuk belajar, (2) pengorganisasian siswa dalam melakukan pengamatan atau studi, dengan adanya ketua kelompok dapat membantu dalam pengorganisasian siswa dalam kelompok (3) siswa melakukan penelahan dan investigasi, pada kegiatan kerja kelompok, guru ikut terjun dalam langsung (berkeliling) dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya untuk membimbing dengan cara memberi pertanyaan pancingan agar mereka mau memberikan pendapatnya. Untuk mendukung proses belajar di kelas, guru juga memberikan nilai tambahan jika ada siswa yang berani bertanya. (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, didukung guru dengan memberikan penghargaan bagi kelompok yang mau presentasi dan menjawab dengan benar. dan (5) melakukan analisa dan proses evaluasi terhadap pemecahan masalah, ketika ada penjelasan yang tidak dimengerti siswa dipersilahkan untuk bertanya, baik kepada teman yang lain atau guru. Sebagai tambahan motivasi untuk siswa, jika ada siswa yang bertanya maka akan mendapat tambahan nilai. Kata Kunci : Penerapan Problem Based Learning (PBL), Hasil Belajar Hudojo (2005) mengatakan peningkatan hasil belajar siswa tentunya tidak terlepas dari pengalaman belajar yang dialami oleh siswa sebagai suatu proses belajar. Proses belajar adalah suatu proses mendapatkan pengetahuan yang melibatkan pendidik dan para siswa di intitusi pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Proses belajar akan berjalan sebagaimana mestinya jika siswa ikut aktif dalam belajar. Pemilihan pengalaman belajar mengarah pada bagaimana mengaktifkan siswa dalam mempelajari materi matematika. Pemilihan pengalaman belajar bagi siswa merupakan salah satu tugas guru sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan lingkungan belajar bagi siswa. Ketidaksesuaian metode yang dipilih oleh guru dalam pembelajaran akan berdampak pada hasil belajar siswa. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah, salah satunya SMP Katolik Frateran Celaket 21 Malang, dari data perolehan nilai yang diberikan oleh salah seorang guru bidang studi matematika memperlihatkan bahwa persentase ketuntasan siswa hampir di setiap kelas kurang dari 70%. Data menunjukkan bahwa kelas VII-A yang terdiri dari 45 siswa, sekitar 64% (29 siswa dari 45 siswa) sudah tuntas belajar dengan nilai minimum 75 sedangkan 36% (16 siswa dari 45 siswa) sisanya tidak tuntas belajar. *Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang **Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang Semiawan, 1985 (dalam Syadzili,dkk: 2012 ), pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, banyak teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi pembelajaran aktif adalah pembelajaran dengan pemberian tugas secara berkelompok. Problem Based Learning (PBL) pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Menurut Saryantono (2013), Problem Based Learning (PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif, perilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran, guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri demokrasi dan proses ilmiah. Problem Based Learning (PBL) merupakan jawaban terhadap praktik pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Dengan demikian, pendekatan Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Santyasa (dalam Ghofur: 2013), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau pendekatan yang dirancang untuk membantu proses belajar sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap. Problem Based Learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam menyampaikan banyak informasi tetapi guru sebagai penyaji masalah, pengaju pertanyaan, dan fasilitator. Menurut Dasna (2007), PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pada penelitian ini kehadiran peneliti sebagai instrumen utama. Peneliti sebagai perancang, pelaksanaan, pengumpul data, penganalisis data, penafsir data sampai pelapor hasil. Siswa Kelas VII-A SMP Katolik Celaket 21 Malang sebagai sumber data utama karena siswa tersebut yang akan melaksanakan proses dan juga memperlihatkan perubahan yang terjadi akibat tindakan. Siswa Kelas VII-A SMP Katolik Celaket 21 Malang, yang berjumlah 45 siswa yang terdiri atas 22 siswa perempuan dan 23 siswa laki-laki. Peneliti sebagai guru juga berperan sebagai sumber data utama. Data yang didapatkan dari penelitian ini yaitu data tentang proses pembelajaran, data ini menjelaskan tentang pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, wawancara dan catatan lapangan. Data yang dianalisis adalah hasil belajar siswa. Adapun analisisnya sebagai berikut: Hasil belajar siswa Pada penelitian ini, hasil belajar siswa dinilai melalui tes. Tes tersebut dilakukan diakhir setiap siklus. Terdapat dua kategori hasil tes siswa tersebut : 1) Ketuntasan Individual merupakan penilaian yang dilihat dari masing –masing individu. Hasil tes siswa secara individu dihitung menggunakan rumus berikut : Nilai = Total skor jawaban benar × 100 Skor seluruh soal Bila hasil tes siswa mencapai 75 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal, maka siswa dikatakan tuntas. 2) Ketuntasan Klasikal Ketuntasan klasikal merupakan penilaian yang dilihat dari jumlah siswa yang ada pada suatu kelas. Ketuntasan klasikal dihitung menggunakan rumus berikut : κ= Total siswa yang mendapat nilai ≥ 75 × 100 % Total seluruh siswa Keterangan : 𝜅 adalah persentase ketuntasan klasikal minimal HASIL SIKLUS I Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti berdiskusi dengan guru mata pelajaran matematika mengenai kegiatan yang akan dilakukan, menyusun RPP pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL), Menyusun dan merumuskan rancangan tindakan yang meliputi RPP dan perangkat pembelajaran lainnya, soal tes akhir yang akan divalidasi oleh dosen ahli, instrumen penelitian (lembar observasi, pedoman wawancara dan catatan lapangan). Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada tanggal 11 April, dan 15 april 2013. Pelaksanaan pembelajaran dalam setiap pertemuan disesuaikan dengan RPP pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL). Pada pelaksanaannya, peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu oleh 2 observer, yaitu 1 guru mata pelajaran matematika dan 1 teman sejawat. Observasi Hasil belajar siswa Tes akhir siklus 1 diadakan pada hari Senin,15 April 2013 dikerjakan dalam waktu 35 menit. Berikut hasil ketuntasan materi berdasarkan hasil tes 1. Tabel 1. Hasil Ketuntasan Materi Berdasarkan Nilai Tes 1 Nilai Tes I Banyak Siswa Siswa yang tuntas (y ≥ 75) 31 Siswa yang belum tuntas (y < 75) 14 Ket. : y ≡ Nilai Tes I Dari tabel 1, presentase ketuntasan siswa kelas VII-A dalam mengerjakan tes 1 adalah 68,89 % dengan nilai rata-rata kelas 𝟕𝟑, 𝟖. Persentase ini menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai KKM kurang dari 75%, sehingga pelaksanaan pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) pada siklus I dikatakan kurang berhasil. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes I diketahui bahwa masih banyak kendala yang dihadapi dalam siklus I antaranya: refleksi siklus I digunakan untuk menentukan apakah siklus I sudah berhasil atau belum sehingga dapat menjadi acuan dalam siklus berikutnya. Berdasarkan paparan data yang diperoleh dari hasil siklus I diketahui bahwa penerapan PBL dapat mendukung pembelajaran matematika di sekolah. Walaupun demikian, faktanya siklus I dalam penelitian ini belum memililiki kriteria keberhasilan yang diharapkan yaitu 𝟕𝟓% dari total keseluruhan siswa. SIKLUS II Perencanaan Tindakan siklus II didasarkan pada hasil refleksi siklus I. Materi yang dibahas sama dengan materi pada siklus I yaitu mengenai Luas dan keliling segiempat. Tindakan yang direncanakan, yaitu menyusun RPP pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL), Menyusun dan merumuskan rancangan tindakan yang meliputi RPP dan perangkat pembelajaran lainnya, soal tes akhir yangakan divalidasi oleh dosen ahli, instrumen penelitian (lembar observasi, pedoman wawancara dan catatan lapangan). Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Selasa, tanggal 18 dan 29 April 2013. Pelaksanaan pembelajaran dalam setiap pertemuan disesuaikan dengan RPP yang menggunakan pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL). Pada pelaksanaannya, peneliti bertindak sebagai guru dengan dibantu oleh 2 observer, yaitu 1 guru mata pelajaran matematika dan 1 teman sejawat. Observasi Hasil Belajar Siswa Tes akhir siklus II diadakan pada hari Senin, 29 April 2013 dikerjakan dalam waktu 35 menit. Berikut hasil ketuntasan materi berdasarkan hasil tes II. Tabel 2. Hasil Ketuntasan Materi Berdasarkan Nilai Tes II Nilai Tes II Banyak Siswa Siswa yang tuntas (y ≥ 75) 36 Siswa yang belum tuntas (y < 75) 9 Ket. : y ≡ Nilai Tes II Dari tabel 2, presentase ketuntasan siswa kelas VII-A dalam mengerjakan tes II adalah 80,00 % dengan nilai rata-rata kelas 76,58. Berdasarkan hasil observasi siklus II diketahui bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa tergolong baik dan sesuai dengan RPP. Kegiatan siswa yang baik ini terlihat dari semua siswa telah lebih aktif berdiskusi bersama kelompoknya tanpa banyak bimbingan dari guru dan siswa berani mengajukan pertanyaan kepada guru atau siswa lain jika belum memahami materi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan Problem Based Learning (PBL) di kelas yang mendukung pelaksanaan pembelajaran adalah yang digunakan pada siklus II. Berikut adalah tabel Perbedaan Siklus I dan Siklus II berdasarkan tahapan –tahapan PBL. Tabel 3. Perbedaan Siklus I dan Siklus II berdasarkan tahapan –tahapan PBL Tahapan PBL Siklus I Siklus II 1. Orientasi Siswa Dalam Ketika beberapa siswa masih Guru menegaskan kepada siswa Menghadapi Masalah ramai di dalam kelas saat untuk tidak membicarakan hal kegiatan berlangsung lain selain materi yang yang (membicarakan hal lain diluar dibahas dan menggunakan materi), guru hanya menegur sistem pengurangan nilai kepada siswa. siswa yang ramai di kelas agar siswa sedikit merasa termotivasi untuk belajar sehingga siswa memperhatikan guru di depan kelas maupun LKS yang diberikan guru. 2. Pengorganisasian Siswa Ketika Pengorganisasian Guru menyampaikan agar pada Dalam Melakukan kelompok di kelas, guru hanya pertemuan selanjutnya agar Pengamatan Atau Studi membagi kelompok tanpa sebelum pelajaran di mulai memperhatikan waktu sehingga siswa sudah berkumpul dengan banyak waktu yang terbuang. kelompoknya masing –masing. agar dapat memaksimalkan waktu belajar. Tidak adanya ketua kelompok Adanya ketua kelompok 3. Siswa Melakukan Siswa belum terbiasa belajar Pada kegiatan kerja kelompok, Penelahan dan secara berkelompok, maupun guru selalu menekankan bahwa Investigasi berdiskusi dalam pembelajaran penyelesaian LKS yang di kelas karena guru kurang diberikan harus diselesaikan menegaskan manfaat pentingnya secara berkelompok/berdiskusi. bekerja kelompok. Selain, itu selama proses kerja Selain itu, belum adanya kelompok berlangsung, guru sosialisasi tentang pembelajaran ikut terjun dalam langsung dengan PBL. (berkeliling) dari kelompok satu 4. Mengembangkan dan Mempresentasikan Hasil Karya 5. Melakukan Analisa dan Proses Evaluasi Terhadap Pemecahan Masalah Beberapa siswa yang kesulitan masih malu bertanya pada guru. Sehingga mereka meminta teman yang lain untuk menanyakan hal yang sulit tersebut pada guru. Guru hanya menjawab pertanyaan siswa tanpa ada usaha untuk membuat siswa yang malu tersebut untuk berani bertanya. Siswa belum terbiasa berpresentasi di depan kelas dan di depan teman –temannya. Belum adanya pemberian penghargaan atau sesuatu yang membuat siswa meningkatkan keberaniannya untuk berpresentasi di depan kelas. Beberapa siswa yang kesulitan masih malu bertanya pada guru atau pun menanggapi hasil pekerjaan temannya dalam diskusi kelas. Sehingga mereka meminta teman yang lain untuk menanyakan hal yang sulit tersebut pada guru. Guru hanya menjawab pertanyaan siswa tanpa ada usaha untuk membuat siswa yang malu tersebut untuk berani bertanya ataupun menanggapi hasil pekerjaan temannya di depan kelas. ke kelompok yang lainnya untuk membimbing dengan cara memberi pertanyaan pancingan agar mereka mau memberikan pendapatnya. Sebagai tambahan motivasi untuk siswa, jika ada siswa yang bertanya maka akan mendapat tambahan nilai Pada saat presentasi akan dimulai, guru menawarkan kepada semua kelompok untuk maju ke depan kelas. Kelompok yang bersedia mempresentasikan hasil kerjanya dan benar akan diberikan penghargaan agar siswa lebih semangat. Dari awal pembelajaran (sebelum dilakukannya kerja kelompok), guru menegaskan kepada siswa untuk bertanya pada teman yang lain atau guru ketika menemui kesulitan. Sebagai tambahan motivasi untuk siswa, jika ada siswa yang bertanya maka akan mendapat tambahan nilai PEMBAHASAN Penerapan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Penerapan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) mengalami hambatan karena siswa belum terbiasa dengan pembelajaran tersebut. Hai ini dikarenakan siswa masih merasa asing dengan pendekatan yang diterapkan. Akan tetapi seiring berjalannya proses pembelajaran siswa mulai beradaptasi sehingga siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. Masalah yang diberikan pada Problem Based Learning (PBL) merupakan masalah yang berhubungan dengan dunia nyata. Melalui permasalahan yang diberikan, siswa akan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga akan terdorong untuk berpikir kritis dan menemukan informasi yang lebih banyak. Pelaksanaan penelitian menerapkan Problem Based Learning (PBL) yang terdiri dari 5 tahap menurut Arends (2007), yaitu sebagai berikut : 1. Orientasi Siswa Dalam Menghadapi Masalah Pada tahapan ini, peneliti menjelaskan tentang materi yang dibahas, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran, mengingat kembali materi –materi yang berhubungan dengan materi yang sedang di bahas dengan melakukan tanya jawab dengan siswa dan memberikan motivasi melalui masalah –masalah yang ada di kehidupan sehari –hari yang berhubungan dengan materi pembelajaran serta informasi bahwa kegiatan selanjutnya adalah berkelompok. Pada penelitian ini, ketika guru menjelaskan masih banyak siswa yang gaduh sendiri dan sibuk membicarakan hal lain diluar pelajaran. Pada siklus I, guru hanya menegur siswa tanpa membuat siswa merasa termotivasi pada pembelajaran yang berlangsung. Sedangkan pada siklus II, guru mulai menetapkan suatu tindakan untuk mengurangi rasa gaduh siswa ini. Selain, guru menegaskan kepada siswa untuk tidak membicarakan hal lain selain materi yang yang dibahas, guru juga menggunakan sistem pengurangan nilai kepada siswa yang ramai di kelas agar siswa sedikit merasa termotivasi untuk belajar sehingga siswa memperhatikan guru di depan kelas maupun LKS yang diberikan guru. 2. Pengorganisasian Siswa Dalam Melakukan Pengamatan Atau Studi Pada tahap ini, peneliti membagi siswa di kelas ke dalam 11 kelompok yang beranggotakan 4 − 5 siswa. Setelah itu, siswa diharapkan berkumpul dengan kelompoknya masing –masing, kemudian peneliti membagikan LKS untuk didiskusikan dan diselesaikan secara berkelompok. Pada siklus I ketika pengorganisasian kelompok di kelas, guru hanya membagi kelompok tanpa memperhatikan waktu sehingga banyak waktu yang terbuang. Sedangkan pada siklus II, agar memaksimalkan waktu guru menyampaikan agar pada pertemuan selanjutnya agar sebelum pelajaran di mulai siswa sudah berkumpul dengan kelompoknya masing –masing. Selain itu, dengan adanya ketua kelompok dapat membantu dalam pengorganisasian siswa dalam kelompok. 3. Siswa melakukan penelahan dan investigasi Pada tahap ini, peneliti membimbing siswa dalam mengerjakan LKS dengan mendorong siswa untuk mengaitkan permasalahan yang dibahas dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Siswa diharapkan mengerjakan LKS secara berkelompok sehingga tidak menggantungkan kepada salah satu anggota kelompoknya. Hal ini dikarenakan pada nantinya setiap siswa akan diminta memprsentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas secara acak. Sehingga terjadi saling interaksi, bertukar pikiran dan kerja sama diantara siswa dalam kelompok untuk mencari pemecahan masalah. Ketika siklus I, siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok, maupun berdiskusi dalam pembelajaran di kelas karena guru kurang menegaskan manfaat pentingnya bekerja kelompok dan belum adanya sosialisasi tentang pembelajaran dengan PBL.Selain itu, beberapa siswa yang kesulitan masih malu bertanya pada guru. Sehingga mereka meminta teman yang lain untuk menanyakan hal yang sulit tersebut pada guru. Guru hanya menjawab pertanyaan siswa tanpa ada usaha untuk membuat siswa yang malu tersebut untuk berani bertanya. Sedangkan pada siklus II, pada kegiatan kerja kelompok, guru selalu menekankan bahwa penyelesaian LKS yang diberikan harus diselesaikan secara berkelompok/berdiskusi. Selain, itu selama proses kerja kelompok berlangsung, guru ikut terjun dalam langsung (berkeliling) dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya untuk membimbing dengan cara memberi pertanyaan pancingan agar mereka mau memberikan pendapatnya. Untuk mendukung proses belajar di kelas, guru juga memberikan nilai tambahan jika ada siswa yang berani bertanya. 4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya Pada tahap ini, peneliti meminta siswa untuk melaporkan hasil diskusi kelompoknya melalui presentasi sebagai bukti bahwa siswa mampu menyelesaikan masalah yang diberikan pada LKS. Pada siklus I, karena belum adanya sosialisasi tentang pembelajaran yang dilakukan, siswa belum berani berpresentasi di depan kelas dan di depan teman –temannya. Sedangkan pada siklus II karena siswa sudah mempunyai pengalaman pada pembelajaran pada siklus sebelumnya beberapa siswa sudah ada yang berani mengajukan diri untuk presentasi di depan kelas. Hali ini, juga didukung guru dengan memberikan penghargaan bagi kelompok yang mau presentasi dan menjawab dengan benar. 5. Melakukan analisa dan proses evaluasi terhadap pemecahan masalah Pada tahap ini, peneliti bersama siswa mendiskusikan jawaban yang tepat terhadap masalah yang diberikan pada LKS, selanjutnya peneliti membantu siswa dalam membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pada tahap penelitian ini, siswa melakukan refleksi mengenai apa yang diajarkan, misal dalam hal ini tanya jawab dengan guru. Pada siklus I ini, Beberapa siswa yang kesulitan masih malu bertanya pada guru ataupun menanggapi hasil pekerjaan temannya dalam diskusi kelas ataupun individu. Sehingga mereka meminta teman yang lain untuk menanyakan hal yang sulit tersebut pada guru. Guru hanya menjawab pertanyaan siswa tanpa ada usaha untuk membuat siswa yang malu tersebut untuk berani bertanya. Sedangkan pada siklus II, ketika ada penjelasan yang tidak dimengerti siswa dipersilahkan untuk bertanya, dan guru mempersilahkan siswa untuk bertanya pada teman yang lain atau guru. Sebagai tambahan motivasi untuk siswa, jika ada siswa yang bertanya maka akan mendapat tambahan nilai. Hasil belajar merupakan puncak dari suatu proses belajar siswa yang melibatkan evaluasi guru sebagai suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada penelitian ini, hasil belajar ditinjau secara kuantitatif. Secara kuantitatif, hasil belajar dapat diwujudkan dalam bentuk angka melalui tes tulis. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL), hasil tes siswa siklus I pada materi luas dan keliling persegi, peresgi panjang dan jajar genjang yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 31 siswa dari 45 siswa dengan persentase ketuntasan 68,89 %. Persentase belajar secara klasikal tersebut belum dapat dikatakan tuntas karena mencapai 75 %. Jadi, siklus berlanjut. Pada siklus II ini dengan materi luas dan keliling belah ketupat, layang –layang, dan trapesium. Persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 80 % karena 36 siswa mendapat nilai lebih dari atau sama dengan KKM. Dari data yang didapat, menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) di kelas, terjadi peningkatan hasil belajar yang terlihat dari nilai tes I ke nilai tes II. Peningkatan hasil belajar siswa kelas VII-A dapat dilihat dari sebelum dan sesudah tindakan dilakukan. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut terlihat melalui gambar berikut Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-A 80 % 64 % Inisial Tes 68,89 % Tes I Tes II Gambar 1. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-A Dalam gambar di atas, nampak jelas bahwa terjadinya suatu peningkatan hasil sebelum dan sesudah tindakan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL). Nilai inisial tes tersebut menunjukkan bahwa proses kegiatan pembelajaran sebelum tindakan dilakukan sedangkan tes I dan tes II menunjukkan bahwa proses pembelajaran setelah tindakan dilakukan. Ada peningkatan klasikal sebesar 4,89 % dari inisial tes ke tes 1 dan peningkatan klasikal sebesar 11,11 % dari tes 1 ke tes 2. Dengan adanya kenaikan ini, menunjukkan bahwa terjadi suatu peningkatan hasil belajar siswa kelas VII-A. Berdasarkan uraian di atas, peningkatan hasil pada siswa kelas VII-A terjadi pada siklus II. Hal ini disebabkan adanya tindakan tambahan dari guru yang merangsang motivasi siswa untuk belajar. Dalam hal ini, beberapa tindakan yang dilakukan guru adalah sebagai berikut : (1) pengurangan nilai ketika siswa ramai, mengerjakan atau membicarakan hal lain di luar pembelajaran, (2) sebelum pembelajaran dimulai siswa telah berkumpul dengan kelompok sehingga ada pemaksimalan waktu, (3) dengan adanya ketua kelompok dapat membantu guru untuk mengorganisasi diskusi kelompok, (4) guru lebih aktif memperhatikan aktivitas siswa, (5) pemberian nilai tambahan ketika ada siswa yang berani bertanya dan (6) pemberian penghargaan bagi kelompok yang berani presentasi di depan kelas dan menjawab dengan benar. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Berdasarkan penerapan Problem Based Learning (PBL) pada kelas VII-A yang berhasil mencapai indikator keberhasilan, yaitu pada siklus II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah : 1. Orientasi Siswa dalam Menghadapi Masalah Pada tahap ini, peneliti menjelaskan tentang materi yang akan dibahas, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran, materi prasyarat dengan cara mengingatkan siswa melalui tanya jawab, dan memberikan motivasi kepada siswa dengan cara menceritakan masalah sehari – hari yang berhubungan dengan konteks materi pembelajaran serta pemberian informasi bahwa kegiatan berikutnya adalah berkelompok. Kemudian peneliti memberikan permasalahan yang disajikan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pada penelitian ini, ketika guru menjelaskan masih banyak siswa yang gaduh sendiri sehingga untuk mengurangi rasa gaduh siswa ini guru menegaskan kepada siswa untuk tidak membicarakan hal lain selain materi yang yang dibahas dan menggunakan sistem pengurangan nilai kepada siswa yang ramai di kelas agar siswa sedikit merasa termotivasi untuk belajar sehingga siswa memperhatikan guru di depan kelas maupun LKS yang diberikan guru. 2. Pengorganisasian Siswa Dalam Melakukan Pengamatan Atau Studi Pada tahap ini, peneliti membagi siswa di kelas ke dalam 11 kelompok yang beranggotakan 4 − 5 siswa. Setelah itu, siswa diharapkan berkumpul dengan kelompoknya masing –masing, kemudian peneliti membagikan LKS untuk didiskusikan dan diselesaikan secara berkelompok. Agar memaksimalkan waktu guru menyampaikan agar pada pertemuan selanjutnya agar sebelum pelajaran di mulai siswa sudah berkumpul dengan kelompoknya masing –masing. Selain itu, dengan adanya ketua kelompok dapat membantu dalam pengorganisasian siswa dalam kelompok. 3. Siswa Melakukan Penelaah dan Investigasi Pada tahap ini, peneliti membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS yang diberikan dengan cara meminta siswa mengaitkan permasalahan dengan materi –materi yang pernah didapatkan sebelumnya. Peneliti juga menawarkan bantuan jika siswa atau kelompoknya menemui kesulitan. Pada kegiatan kerja kelompok, guru selalu menekankan bahwa penyelesaian LKS yang diberikan harus diselesaikan secara berkelompok/berdiskusi. Selain, itu selama proses kerja kelompok berlangsung, guru ikut terjun dalam langsung (berkeliling) dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya untuk membimbing dengan cara memberi pertanyaan pancingan agar mereka mau memberikan pendapatnya 4. Mengembangkan dan Mempresentasikan Hasil Karya Pada tahap ini, peneliti meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Peneliti juga meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan kepada kelompok yang presentasi. Pada saat presentasi akan dimulai, guru menawarkan kepada semua kelompok untuk maju ke depan kelas. Kelompok yang bersedia mempresentasikan hasil kerjanya dan benar akan diberikan penghargaan agar siswa lebih semangat. 5. Melakukan Analisa dan Proses Evaluasi Terhadap Pemecahan Masalah Pada tahap ini, peneliti bersama dengan siswa membahas secara klasikal hasil diskusi kelompok yang telah diselesaikan maupun dipresentasikan kemudian membuat catatan kesimpulan dari pembahasan yang telah dibahas secara bersama –sama. Ketika ada penjelasan yang tidak dimengerti siswa dipersilahkan untuk bertanya, dan guru mempersilahkan siswa untuk bertanya pada teman yang lain atau guru ketika menemui kesulitan. Sebagai tambahan motivasi untuk siswa, jika ada siswa yang bertanya maka akan mendapat tambahan nilai. Saran 1. Guru mata pelajaran matematika dapat menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) di kelas sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran di sekolah. 2. Sebelum menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) di kelas sebaiknya diperlukan sosialisasi mengenai pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL) tersebut, agar siswa memiliki gambaran mengenai pembelajaran yang dilakukan. Daftar Rujukan Arends, Richard. 2007. Learning to Teach Seventh Editions. New York: The MC Graw-Hill Companies, Inc. Arikunto, Suharsimi. 2006a. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 2006b. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Badan Standart Nasional Pendidikan (BNSP). 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta: BNSP. Dasna, I Wayan dan Sutrisno. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. tersedia di http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/pembelajaranberbasis-masalah/ diakses pada tanggal 15 Juli 2013 Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Surabaya: Usaha Nasional. Ghofur, Abd., 2010. Pembelajaran sastra berbasis masalah – problem based learning pada pembelajaran puisi. [Online]. tersedia di http://kampungtadris.wordpress.com/2010/01/09/ pembelajaran-sastraberbasis-masalah-problem-based-learning-pada-pembelajaran-puisi/ diakses pada tanggal 20 April 2013 Miles, Matthew B. and Huberman A. Michael (alih bahasa Tjetjep Rohendi Rohidi). 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Saryantono, Buang. 2013. Pengaruh Model Problem Based Learning (Pbl) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. [online]. tersedia di http://lenterastkippgribl.blogspot.com/2013/02/pengaruh-model-problembased-learning.html. diakses tanggal 20 April 2013. Setyosari, Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran (Teori dan Praktek). Malang: Elang Mas. Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Syadzili, As’ad Furqon, dkk. 2012. Makalah Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran Fisika Pada Konsep Arus Listrik. [online]. tersedia di http://kumpulanmakalah474.blogspot.com/ di akses tanggal 20 April 2013. Wiyono, Bambang Budi. 2007. Metodologi Penelitian (Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Action Research). Malang: FIP UM. Artikel ilmiah oleh Yunita Selviana Tany ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Malang, 2 Agustus 2013 Pembimbing Dra. Tri Hapsari Utami, M.Pd, NIP. 19660812 199103 2 001 Mahasiswa Yunita Selviana Tany NIM 209311423329