BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Pemasaran dan Manajemen Pemasaran Aspek terpenting dalam dunia bisnis adalah pemasaran, karena pemasaran adalah salah satu proses yang dapat dilakukan oleh suatu usaha khususnya yang bertujuan untuk mencapai keuntungan melalui sistim pemasaran atau dari pasar yang ada. Karena sistem pemasaran harus dapat dikelolah dengan baik, maka perlu adanya keputusan yang tepat sebelum menentukan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pasar itu sendiri dan dalam usaha pemasaran antar pasar dalam menarik konsumen maupun pelanggan, didalam hal ini nasabah termasuk pelanggan maka perusahaan berusaha menciptakan minat pembeli hal ini secara jelas digariskan dalam ruang lingkup pemasaran antara lain mencakup kegiatan promosi, distribusi, penetapan harga penjualan dan pembelian akan tetapi dalam hal ini perbankan yang menawarkan jasa menawarkan pelayanan yang lebih baik. 2.1.1. Definisi Pemasaran Istilah Pemasaran dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama marketing. Kata marketing ini boleh dikata sudah diserap kedalam bahasa Indonesia, namun juga diterjemahkan dengan istilah pemasaran. Asal kata pemasaran adalah pasar yang artinya merket. 5 6 Berikut pengertian pemasaran menurut Philip Kotler yaitu, (2002: 9) “Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukuar sesuatu yang bernilai satu sama lain”. Dan menurut Philip Kotler dari sumber buku Pengantar Bisnis oleh M. Fuad, dkk tahun 2006; mengatakan “pemasaran adalah kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keingian melalui proses pertukaran”. Definisi lain dari Joseph P. Cannon, dkk dalam buku Pemasaran Dasar, edisi 16 Pendekatan Manajerial Global, (2008: 39) mengatakan bahwa “Pemasaran adalah suatu filosofi untuk memandu seluruh perusahaan agar memuaskan pelanggan sambil mendapatkan keuntungan”. Menurut sumber lain dari Istijanto, (2007: ix) “pemasaran (marketing) adalah dunia yang menyentuh bagi semua orang, baik bagi pemasar (marketer) maupun konsumer (consumer), keduanya merupakan aktor yang paling berperan dalam pemasaran sehingga perlu memahani satu dengan yang lain”. Menurut Willam J. Stanton (dalam Pemikiran Kreatif Pemasaran, 2008): “Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan – kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan, harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun konsumen potensial”. Alexander Hiam dan Charles D. Schewe (dalam Pemikiran Kreatif Pemasaran, 2008), mengemukakan bahwa “ Pemasaran merupakan hasil dari seluruhan kegiatan yang menjaga agar perusahaan selalu memperhatikan pelanggannya dan 7 dengan manajemen yang baik, memastikan bahwa produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dihargai oleh para pelanggan”. Dari pengertian di atas, merupakan pengertian umum pemasaran yaitu berbagai aktivitas dari produksi sampai proses konsumsi, jadi prinsipnya adalah proses pengalihan barang dan jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen dimana untuk mencari pelanggan yang akan memakai produk yang akan di tawarkan perlu sekali melaksanakan strategi seperti pemasaran. Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi. Dasar dari pemasaran adalah kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) baik berupa harga maupun jasa. Kebutuhan dan keingian konsumsi itu akan selalu berupa sesuai dengan kemajuan tarap hidup perkembangan teknologi dan perubahan jasa. Dari definisi ini tersirat makna bahwa pemasaran merupakan suatu proses yang memberikan jawaban atas kebutuhan dan keinginan konsumen, atau dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa kegiatan pemasaran diciptakan oleh pembeli dan penjual dimana kedua belah pihak sama-sama ingin mencari kepuasan dalam hal ini, pembeli berusaha memenuhi kebutuhannya, sedangkan penjual berusaha mendapatkan laba, selanjutnya kedua macam kepentingan ini dapat dipertemukan dengan cara mengadakan pertukaran yang saling menguntungan. 8 2.1.2. Definisi Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran berasal dari dua kata yaitu manajemen dan pemasaran. Menurut Kotler dan Armstrong pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangakan manajemen adalah proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (organizing) penggerakan (Actuating) dan pengawasan. Menurut Philip Kotler, (2007:7) manajemen pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Jadi dapat diartikan bahwa Manajemen Pemasaran adalah sebagai analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah sebagai kegiatan yang direncanakan, dan diorganisasiknan yang meliputi pendistribusian barang, penetapan harga dan dilakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat yang tujuannya untuk mendapatkan tempat dipasar agar tujuan utama dari pemasaran dapat tercapai. 9 2.2. Definisi Perilaku Konsumen Kegiatan pemasaran pada umumnya adalah untuk mempengaruhi perilaku konsumen agar bersedia membeli barang dan jasa perusahaan dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini sangat penting bagi manager perusahaan pemasaran untuk mengetahui cara pengembangan produk, mementukan harga, mencari tempat atau lokasi, kegiatan pelayanan dan mempromosikan produknya dengan baik. Dan perusahaan dituntut untuk mengetahui dan tahu perilaku konsumen yang ada dipasar atau market. Penulis ingin menjabarkan beberapa definisi tentang perilaku konsumen dari berbagai sumber. Menurut Swastha dan Handoko, (2005: 39) “Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa, termasuk di dalam proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.” “Proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapakan bisa memenuhi kebutuhannya” (Schiffman dan Kanuk, 2000 dikutip oleh Prasetijo dan Ihalauw, 2004, p.9). Menurut Gerald Zaltman dan Melanie Wallendrorf (1979: 6) menjelaskan bahwa: “perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk pelayanan dan sumber-sumber lainnya”. 10 “Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan”, ((en) Duncan, Tom. 2005. Principle of Advertising & IMC, Second Edition. McGraw-Hill, Inc. Bab 5)). Menurut Engel, et all (2001: 3) “perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk, termasuk proses kebutuhan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini” Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam memilih atau membeli suatu produk melalui proses yang cukup rumit, dikarenakan melalui beberapa tahap yaitu pencarian, pembelian, pemakaian, pengevaluasian dan pengambilan keputusan atas suatu produk yang menguntungkan atau memberikan manfaat sesuai keinginan dan kebutuhan konsumen. Dan demikian bila hal tersebut dapat dilakukan maka perusahaan yang bersangkutan akan meraih keuntungan yang jauh lebih maksimal dari pada pesaingnya, karena dengan dipahaminya perusahaan dapat memberikan kepuasan secara lebih baik kepada konsumen. 2.3 Definisi Kualitas Jasa dan Kualitas Pelayanan 2.3.1 Definisi Kualitas Kualitas yang dihasilkan oleh barang atau jasa sangat erat kaitannya dengan kepuasan konsumen. Kualitas dapat memberikan dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang 11 hubungan yang terjalin dapat memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memaksimumkan pelayanan yang menyenangkan, menghilangkan pelayanan yang membosankan dan menjengkelkan serta meminimalisasi keluhan. Sebab harus disadari kualitas serta harga yang murah sekalipun jika tidak diikuti dengan pelayanan yang baik, akan menyebabkan pelanggan berpaling pada jasa yang sejenis yang kira-kira dapat memberikan kepuasan sama yang ditawarkan oleh pesaing. Kualitas menurut ISO 9000 (dalam Lupioyadi, Hamdani 2006) adalah merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan atau harapan pelanggan. Sedangkan menurut American Society For Quality Control (dalam Manajemen Kualitas Jasa Bab XI, google.co.id, 2008), kualitas adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten. 2.3.2 Definisi Kualitas Jasa Kualitas jasa adalah sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima. (Parasuraman,dkk, 1998 dalam dalam Lupioyadi, Hamdani 2006). Kualitas jasa dipengaruhi oleh Expected Service dan Perceived Service Quality (Parasuraman, 1991, dalam Tjiptono, 2006). Kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi 12 harapan pelanggannya. Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 2000, dalam Tjiptono 2006) Sehingga dari definisi di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perusahaan tidak dapat mengklaim diri telah memberikan kualitas terbaik lewat produk atau jasa pada pelanggan, sebab yang dapat mengambil kesimpulan baik dan tidaknya kinerja sebuah produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanyalah konsumen dan pelanggan. Tidak berlebihan jika sering dikatakan bahwa konsumen adalah raja. Selain itu kesimpulan yang juga dapat diambil, bahwa perusahaan harus dapat mengendalikan kinerja pelayanannya agar sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka dapat dipastikan cenderung untuk mendekati kepuasan yang diharapkan oleh pelanggan. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka secara otomatis telah memberikan nilai yang buruk dalam persepsi konsumen. Baik dan tidaknya kualitas jasa atau produk yang ditawarkan tergantung pada kemampuan pihak fasilitator (penyedia) dalam memenuhi harapan pelanggan. Ada dua komponen utama kualitas jasa menurut Groonross (1990, dalam Tjiptono, 2006), yaitu : 1. Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. 13 2. Functional Quality yaitu kualitas cara penyampaian jasa atau hasil akhir jasa dari penyedia jasa kepada pelanggan. Contohnya, Aksesbilitas mesin ATM, restoran atau teller bank. Selanjutnya, Technical Quality dibagi tiga jenis menjadi ( Zeithaml, et al., 1990 dalam Tjiptono 2006) : 1. Search Quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli. Misalnya Harga. 2. Experience Quality yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan kerapian hasil 3. Credence Quality yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi sesuatu jasa misalnya, kualitas operasi bedah jantung. 2.3.2.1 Dimensi Kualitas Jasa Parasuraman, Zeithmal dan Berry pada tahun 1985 melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas jasa (Tjiptono, 2006), yaitu : 1. Reability, mencakup konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasa secara tepat sejak saat pertama dan memenuhinya janji-janjinya. 14 2. Responsiveness, yaitu kemauan dan kesiapan karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan. 3. Competence, dimana setiap orang dalam perusahaan memiliki keterampilan. 4. Access, meliputi kemudahan untuk ditemui dan dihubungi. 5. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respect, perhatian dan keramahan. 6. Communication, yaitu dapat memberikan informasi ke pelanggan dan selalu mendengarkan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. 8. Security, yaitu keamanan dari bahaya dan resiko atau keragu-raguan. Temasuk keamanan fisik, financial dan kerahasiaan. 9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan dan bukti fisik lainnya. Kemudian Parasuraman Zeithmal dan Berry (1988) menyederhanakan kesepuluh dimensi tersebut menjadi hanya lima dimensi yang disebut SERVQUAL (kualitas jasa) (Tjiptono, 2006), yaitu : a. Tangible (Penampilan), yaitu fasilitas fisik, pelengkapan, karyawan serta sarana komunikasi. b. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. c. Responsiveness (Kesigapan), yaitu memberikan pelayanan dengan tanggap. kemampuan karyawan untuk 15 d. Assurance (Kepastian), yaitu mencangkup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para karyawan serta bebas dari bahaya, resiko atau keragu - raguan. e. Empathy (Empati), yaitu mencakup kemudahan melakukan komunikasi, pemberian perhatian serta pemahanan kebutuhan pelanggan. 2.3.2.2 Mengelola Kualitas Jasa Dalam pelaksanaannya, standar kualitas jasa yang telah ditetapkan oleh perusahaan tidak selalu sama dengan apa yang diterima konsumen. Akibatnya jasa yang telah diberikan perusahaan tidak dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Berry, Parasuraman dan Zeithmal (1985, dalam Tjiptono 2006) mengemukakan lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu 1. Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen Pihak manajemen tidak dapat selalu merasakan atau memahami apa yang diinginkan pelanggan, sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana jasa tersebut dirancang, serta jasa pendukung apa yang dibutuhkan konsumen. 2. Gap antara pesepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mampu memahami apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu dengan jelas. Hal ini disebabkan karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya serta adanya kelebihan permintaan. 16 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Perusahaan tidak mampu memenuhi standar kualitas jasa yang ditetapkan. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mampu memenuhi janji mereka. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berlainan. 17 Gambar 2.3.2.2 Model Kualitas Jasa (Gap Model) Komunikasi dari mulut ke mulut Kebutuhan Personal Pengalaman yang lalu Jasa yang diharapkan Gap 5 Jasa yang diterima PEMASAR Penyampaian jasa Komunikasi Eksternal Gap 3 Gap 4 Gap 1 Penjabaran Spesifikasi Gap 2 Persepsi Manajemen Sumber : Parasuraman, A…et al (1985). “A Conceptual Model Of Service Quality And Its Implication For Future Research”, Journal Of Marketing, Vol. 49 (fall), hal 41-50 dalam Tjiptono 2006. 18 2.3.3 Kualitas Pelayanan 2.3.3.1 Definisi Pelayanan Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang manapun pelayanan menjadi sangat berarti dan perlu disadari oleh seorang manajer oleh karena itu dalam usaha bisnis di kenal suatu ungkapan yang terkenal yaitu pembeli adalah raja, yang artinya kita harus melakukan pelayanan sebaik mungkin seakan-akan kita melayani seorang raja. Menurut Assauri (1999: 149) pelayanan merupakan bentuk pemberian yang diberikan oleh produsen baik terhadap pelayanan barang yang diproduksi maupun terhadap jasa yang ditawarkan guna memperoleh minat konsumen, dengan demikian pelayanan mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa dari pihak perusahaan yang menawarkan produk atau jasa. Apabila pelayanan yang ditawarkan perusahaan sesuai dengan keinginan konsumen maka produk/jasa yang ditawarkan akan dibeli. Sedangkan bila terjadi pelayanan yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen maka dapat di pastikan produk/jasa tersebut kurang diminati konsumen. 2.3.3.2 Kualitas Pelayanan Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, kualitas pelayanan merupakan faktor yang sangat penting. Karena dalam memasarkan produk jasa, interaksi antara produsen dan konsumen terjadi secara langsung. Aplikasi kualitas pelayanan sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan salah satu bagian utama dari strategi perusahaan dalam meraih 19 keunggulan yang berkesinambungan. Baik sebagai pemimpin pasar atau sebagai strategi untuk terus berkembang. Menurut Goetsh dan Davis (Tjiptono, 2006: 81) bahwa kualitas pelayanan adalah merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, dan manusia proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi pelanggan. Sedangkan menurut Hary (Tjiptono, 2006: 90) kualitas pelayanan merupakan suatu proses atau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat dirasakan secara langsung hasilnya, yang pada akhirnya memenuhi harapan pelanggan. Menurut Lyhe (1996: 118) pelayanan bukan hanya mendengarkan dan menjawab keluhan konsumen, tapi lebih dari itu pelayanan yang berkualitas merupakan sarana untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan konsumen. Pelayanan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan konsumen terdiri dari tiga komponen dasar yang harus dipahami bagi setiap perusahaan yaitu: a. Proses sebelum penjualan Pada tahap ini perusahaan mempunyai kesempatan untuk membentuk hubungan dengan konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan menginformasikan produk pada konsumen dan menciptakan kepercayaan pada konsumen atas produk yang ditawarkan. b. Proses selama transaksi Pada fase ini perusahaan harus tetap menjaga kualitas pelayanan. Agar konsumen tetap menjadi pelanggan setia. Komunikasi pada fase ini sangat penting. Sebab pada fase ini konsumen membutuhkan informasi lebih 20 banyak lagi akan produk yang dibeli. Jika pihak pihak perusahaan tidak memahami tentang produk yang ditawarkan bisa saja konsumen beralih pada perusahaan lain. c. Proses sesudah penjualan Pada fase ini perusahaan diharapkan mendengar atau keluhan dari pihak konsumen atas produk yang telah menanggapi dibeli. Produk jasa atau pelayanan lebih kompleks dibandingkan dengan barang. Hal tersebut disebabkan karena dimensi kualitas pelayanan jasa lebih sulit diidentifikasi. Tetapi beberapa pakar pemasaran telah menemukan dimensi atau faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan jasa. 2.4 Kepuasan Konsumen atau Pelanggan 2.4.1 Definisi Kepuasan Konsumen Kepuasan pelanggan menurut Kotler (2000, dalam Tjiptono, 2006) adalah rasa senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan akan puas, sebaliknya jika kinerja tidak memenuhi harapan maka pelanggan akan kecewa. Sementara jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas. 2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan yang nantinya juga akan mempengaruhi persepsi pelanggan tersebut terhadap suatu jasa (Parasuraman dalam Tjiptono, 2006) yaitu : 21 1. Personal Needs Bawa pada dasarnya setiap orang pasti mempunyai kebutuhan yang spesifik yang tergantung pada karakteristik individu, situasi dan kondisi dari pelanggan tersebut. 2. Past Experience Bahwa pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang sama. Pengalaman yang dialami oleh seorang konsumen akan mempengaruhi persepsi konsumen tesebut terhadap kinerja perusahaan yang bersangkutan. 3. Word Of Mouth Bahwa preferensi konsumen terhadap suatu layanan akan dipengaruhi perkataan orang lain, yang membentuk harapan konsumen. 4. External Communication Bahwa komunikasi eksternal dari penyedia barang atau jasa memainkan peranan yang penting dalam membentuk harapan konsumen seperti promosi dan iklan 2.4.3 Elemen Program Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2006) terdapat tujuh elemen utama dalam program kepuasan pelanggan yaitu : Barang dan Jasa Berkualitas Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Paling tidak standarnya harus menyamai para pesaing utama dalam industri. 22 Relationship Marketing Kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan. Asumsinya adalah bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan dapat membangun bisnis ulangan dan dapat menyediakan loyalitas pelanggan. Program Promosi Loyalitas Program promosi loyalitas banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan pelanggan. Biasanya, program ini memberikan semacam penghargaan khusus seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk atau jasa perusahaan. Fokus Kepada Pelanggan Terbaik Sekalipun program promosi loyalitas beraneka ragam bentuknya, namun semuanya memiliki kesamaan pokok dalam hal fokus kepada pelanggan yang paling berharga. Sistem Penanganan Komplain Secara Efektif Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkan benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Jika ada masalah, perusahaan segera berusaha memperbaikinya lewat sistem penanganan komplain. Unconditional Guarantees Unconditional guarantees dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan kepuasaan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para 23 pelanggan mengenai tingkat kinerja yang dapat diharapkan akan mereka terima. Garansi sangat bermanfaat dalam mengurangi resiko pembelian oleh pelanggan. Program Pay-For-Performance Program kepuasaan pelanggan tidak bisa terlaksana tanpa adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Disamping memuaskan kebutuhan pelanggan, karyawan juga harus dipuaskan juga kebutuhannya. Dengan kata lain total customer satisfaction harus didukung pula dengan total quality reward yang mengaitkan sistem penilaian kinerja dan kompensasi dengan kontribusi setiap karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan kepuasan pelanggan. 2.4.4 Manfaat Program Kepuasaan Pelanggan Menurut Tjiptono (2006) manfaat program kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut : Reaksi Terhadap Produsen Berbiaya Rendah Fokus pada kepuasaan pelanggan merupakan upaya mempertahankan pelanggan dalam rangka menghadapi produsen berbiaya rendah, dimana banyak perusahaan yang mendapati cukup pelanggan yang bersedia membayar lebih mahal untuk pelayanan dan kualitas yang lebih baik. Manfaat Ekonomis Retensi Pelanggan Versus Perpetual Prospecting Berbagai studi menunjukan bahwa mempertahankan dan memuaskan pelanggan saat ini jauh lebih murah daripada terus menerus berupaya menarik atau memprospek pelanggan baru. Riset yang dilakukan oleh Wells (1993, dalam Tjiptono, 2006), misalnya menunjukan bahwa biaya untuk mempertahankan 24 pelanggan lebih murah empat sampai enam kali lipat daripada biaya mencari pelanggan baru. Nilai Kumulatif Dari Relasi Berkelanjutan Berdasarkan konsep “customer lifetime value”(Hughes 1994 dalam Tjiptono, 2006) bahwa upaya mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan selama periode waktu yang lama bisa menghasilkan anuitas yang jauh lebih besar daripada pembelian individual. Daya Persuasif Gethok Tular (word of mouth) Gethok tular positif maupun negatif bisa merusak atau menaikan citra perusahaan . Gethok Tular negatif biasanya jauh lebih cepat dari pada gethok tular positif. Itu sebabnya banyak perusahaan yang mengadopsi kepuasaan pelanggan. Reduksi Sensitivitas Harga Pelanggan yang puas dan loyal terhadap perusahaan cenderung lebih jarang menawar harga untuk setiap pembelian individualnya, dimana kepuasaan pelanggan mengalihkan fokus kepada pada harga ke pelayanan dan kualitas. Kepuasaan Pelanggan Sebagai Indikator Kesuksesan Bisnis dimasa Depan Pada Hakikatnya kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang, karena dibutuhkan waktu yang cukup lama sebelum bisa membangun dan mendapatkan reputasi atas layanan prima. 2.4.5 Mengukur Kepuasan Pelanggan Kotler (2000, dalam Tjiptono, 2006) mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 25 1. Sistem Keluhan dan Saran Dalam sistem ini media yang dapat digunakan adalah kotak saran yang diletakan di tempat-tempat strategis, fasilitas kartu komentar yang bisa diisi langsung atau dikirimkan lewat pos, saluran telepon khusus (hotline) dan lain-lain. Metode ini cenderung bersifat pasif sehingga sulit untuk mendapat gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan, karena tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. 2. Survei Kepuasan Pelanggan Melalui survey perusahaan akan memperoleh umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya. 3. Ghost Shopping Dilakukan dengan menggunakan beberapa orang yang berpura-pura menjadi pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing. Mereka kemudian akan menyampaikan temuan-temuan tentang kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Disamping itu mereka juga mengamati dan menilai cara perusahaan dan pesaing menjawab pertanyaan-pertanyaan pelanggan termasuk cara yang dilakukan dalam mengangani setiap keluhan. 26 4. Lost Customer Analysis Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau beralih. Dengan demikian mereka dapat memperoleh informasi mengapa hal tersebut terjadi. 2.5 Loyalitas Konsumen Memiliki konsumen yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Tetapi kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas konsumen dibentuk melalui beberapa tahapan, dimulai dari mencari calon konsumen potensial sampai dengan pembentukan advocate customer yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk loyalitas, perlu diketahui definisi dari loyalitas di bawah ini. Menurut Griffin (2003: 4) loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decisions making unit. Dari kalimat ini terlihat loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditujukan dengan pembelian rutin, didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Menurut Griffin (2005) loyalitas konsumer (customer loyalty) adalah orang yang menunjukkan 4 perilaku membeli yang berbedanya itu: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur. 2. Membeli antar lini produk dan jasa. 3. Merefensikan kepada orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. 27 Selanjutnya Griffin (2003: 13) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain: a. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal) b. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemprosesan pesanan dan lain-lain) c. Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit) d. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. e. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. f. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dan lain - lain). Dan Pelanggan yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan. Karakteristik dari pelanggan yang loyal menurut Griffin (1995: 31) antara lain, melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini produk atau jasa, menolak perusahaan lain, menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya). Untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap karena setiap tahap mempunyai 28 kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahapan dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan loyal dan klien perusahaan. Menurut Tjiptono (2006: 24) loyalitas pelanggan adalah: “Suatu hubungan antara perusahaan dan pelanggan di mana terciptanya suatu kepuasan sehingga memberikan dasar yang baik untuk melakukan suatu pembelian kembali terhadap barang yang sama dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut”. Sedangkan Shet et al, (Tjiptono, 2006: 110) mengatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek atau pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Dapat dikatan loyalitas merupakan kombinasi dari fungsi psikologis dan perilaku seorang konsumen yang membuatnya setia pada produk atau jasa tertentu yang dijual oleh sebuah perusahaan atau merupakan cakrawala pemikiran bahwa kesetiaan pelanggan merupakan hasil dari perilaku dan proses psikologis seseorang dan pada hakekatnya loyalitas pelanggan dapat diibaratkan perkawinan antara perusahaan dan publik (terutama pelanggan inti). Dapat pula dikatakan bahwa loyalitas (customer loyalty) sebagai suatu komitmen untuk bertahan secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan produk atau jasa yang terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. 29 Karena itu dapat dikatakan bahwa loyal mempunyai fanatisme yang relatif permanen dalam jangka panjang terhadap suatu barang atau jasa pada perusahaan yang menjadi pilihannya, tidak ingin beralih pada barang atau jasa yang lain, bahkan ikut mempengaruhi pihak lain untuk ikut menggunakan barang atau jasa tersebut. 2.6 Definisi Perbankan dan Bank 2.6.1 Definisi Perbankan Menurut Taswan yang dimaksud dengan Perbankan (2010:6) adalah “segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahannya”. Dan sumber lain dari Pasal 1 Huruf 1 Undang – Undang No. 10 tahun 1998 menyatakan “bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup tentang kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahannya”. 2.6.2 Definisi Bank Sedangkan menurut Taswan (2010: 7), definisi Bank adalah “lembaga yang berperan sebagai lembaga perantara keuangan (finance in termediary) antara pihak – pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus spending unit) dengan mereka yang membutuhkan dana (deficit spending unit), serta berfungsi untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral, kegiatan tersebut dilakukan atas dasar falsafah kepercayaan”. 30 Menurut Joseph Sinkey, (2010: 6) bahwa yang dimaksud bank adalah deparment store of finance yang menyediakan berbagai jasa keuangan. Definisi bank menurut UU No. 14/1967 pasal 1 tentang pokok - pokok Perbankan adalah, “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa – jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”. Menurut Thomas Suyatno, MM dan kawan – kawan (Thomas Suyatno, MM, 2007: 1) ada yang mendefinikan bank sebagai suatu badan yang tugas utamanya menghimpun uang dari pihak ketiga. Menurut G.M Verryn Stuart (G.M Verryn Stuart: Bank Politik) mengatakan, “ bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat – alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat – alat penukar baru berupa uang giral”. Menurut A. Abdurrachman (A. Abdurrachman: Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan) menjelaskan bahwa, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda – benda berharga membiayai usaha perusahaan – perusahaan, dan lain – lain”. 31 2.7 Definisi Mortgage Sumber lain dari website Wikipedia, tentang definisi mortgage, wikipedia.org: 2010, (http://id.wikipedia.org/wiki/Pembiayaan_sekunder_perumahan) definisi Mortgage fasility atau pembiayaan adalah suatu perusahaan yang dibentuk untuk membeli suatu kredit pemilikan rumah (KPR) dari bank kreditur yang kemudian tagihan ini dikemas dalam suatu efek utang yang selanjutnya dijual kepada investor, seperti kepada perusahaan asuransi, dana pensiun ataupun investor perseorangan. Pengertian mortgage menurut Kermit D. Larson (2005: 459) adalah sebagai berikut “A mortgage is a legal agreement that helps protect alender if a borrowef fails to make the payments required by a note payable”. Mortgage bahasa Inggris yang artinya gadai, menggadaikan, penggadaian dan masih banyak artinya dilihat dari kalimatnya, dimaksud dengan Mortgage dalam perbankan adalah setiap bank mempunyai devisi yang didalamnya Mortgage itu bisa diartikan devisi mortgage itu mengurus peminjaman uang (kredit) untuk pembelian properti (rumah, tanah, ruko, rukan ataupun apartemen) yang kemudian properti tersebut dijadikan barang jaminan, seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Mortgage bank tentu berarti bank yang memberikan kredit seperti itu dalam artinya penerima kredit membeli properti dari uang kredit tersebut dan properti tersebut dijadikan jaminan kreditnya. Mortgage digunakan oleh individu dan pembisnis untuk melakukan pembelian besar real estate. 32 Dari berbagai macam – macam sumber yang sudah didapat penelitian ini dapat disimpulkan, pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah atau konsumen pada situasi perbankan, bank - bank membutuhkan usaha yang keras untuk mendapat calon nasabah dan mempertahankan yang sudah ada di tangan. Keberhasilan usaha tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan tercemin dari kepuasaan nasabah untuk melakukan penggunaan ulang jasa perbankan. Kepuasaan nasabah dalam menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan dapat dijadiakan masukan bagi pihak manajemen untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelayanan yang diberikan. Dan untuk itu marketing atau karyawan perbankan sebaiknya selalu memantau kepuasan yang dirasakan oleh nasabah perbankan untuk memcapai Loyalitas yang tinggi dari para nasabah. Dalam memberikan pelayanan setidaknya bank harus memenuhi 5 kriteria kualitas pelayanan sehingga dapat menciptakan pelayanan yang berkualitas, sehingga diharapkan dapat menciptakan nasabah yang loyal, yaitu dengan berwujud, keandalan, keresponsifan, kepastian, serta empati (Tjiptono, 2006: 26). Berwujud terlihat dari fasilitas yang kasat mata yang dapat dinikmati langsung oleh nasabah, keandalan dapat dilihat dari kecepatan dalam pemprosesan dan penyampaian pelayanan. Keresponsifan dapat dilihat dari tanggapan pihak bank menanggapi keluhan dari nasabah, kepastian dapat dilihat dari pemahaman karyawan terhadap pekerjaan, empati terlihat dari sejauh mana pihak bank memperhatikan kepentingan nasabah. 33 Salah satu cara menciptakan pelayanan yang berkualitas adalah bank dapat membedakan dirinya sendiri dengan cara konsisten menyampaikan mutu lebig tinggi ketimbang persaingnya, pihak bank juga perlu mendengarkan suara nasabah, dalam arti bahwa bank melakukan interaksi nasabah yang disertai umpan balik sebagai kontrol dan ukuran keberhasilan. Nasabah yang loyal adalah alat promosi yang efektif. Dengan adanya nasabah yang loyal akan sangat membantu pihak Bank karena nasabah yang loyal merupakan alat promosi dari mulut ke mulut yang efektif. Nasabah yang loyal akan membawa nasabah lainnya untuk menikmati pelayanan produk perusahaan. Semakin meningkat jumlah nasabah yang dilayani, semakin meningkat pula pendapatan dan laba perusahaan (Warta BRI, 2004: 17). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah atau konsumen, kaitan antara loyalitas nasabah dan kualitas layanan juga dikemukakan oleh Zeithamlet, et al (1996 dalam Tjiptono 2006). Dalam penelitiannya, dikemukakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh secara signifikasi terhadap perilaku nasabah atau konsumen untuk loyal terhadap suatu layanan atau produk. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman, et al (1991 dalam Tjiptono 2006).