keanekaragaman tumbuhan obat di taman

advertisement
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS
SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
IRPAN FAHRUROZI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS
SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
Oleh :
IRPAN FAHRUROZI
109095000029
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Bidang Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Mei 2014
Irpan Fahrurozi
109095000029
iv
ABSTRAK
IRPAN FAHRUROZI, Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango dan di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas serta
Pemanfaatannya oleh Masyarakat Lokal. Dibawah bimbingan Priyanti, M.Si dan
Sri Astutik, M.Si.
Informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di hutan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya
Cibodas (KRC) belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di kawasan
tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi menggunakan metode
kuadrat dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 yang
dilakukan di TNGGP dan di 3 lokasi hutan terfragmentasi KRC (Wornojiwo,
Kompos, dan Jalan Akar). Wawancara dilakukan untuk mengetahui penggunaan
berbagai jenis tumbuhan obat oleh masyarakat lokal. Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat 45 jenis tumbuhan obat di TNGGP dan 59 jenis di hutan terfragmentasi
KRC. Indeks Keanekaragaman Jenis (Indeks Shannon) menunjukkan tingkat
keanekaragaman di TNGGP lebih tinggi dibandingkan di hutan terfragmentasi
KRC. Masyarakat lokal menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang
terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Informasi potensi tumbuhan obat yang ada
di kawasan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan
dapat mendukung upaya konservasi untuk tetap menjaga kelestariannya.
Kata kunci : keanekaragaman tumbuhan obat, hutan terfragmentasi, pemanfaatan,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas
v
ABSTRACT
IRPAN FAHRUROZI, Medicinal Plants Diversity on Mount Gede Pangrango
National Park (TNGGP) and Fragmented Forest of Cibodas Botanical Garden
(KRC) and Its Utilization by Local People. Under the supervision of Priyanti,
M.Si and Sri Astutik, M.Si.
Nowadays, information about medicinal plants diversity on Mount Gede
Pangrango National Park (TNGGP) and fragmented forest of Cibodas Botanical
Garden (KRC) has not been widely reported. The purpose of this research is to
obtain information about its diversity on those areas. The method of measurement
used vegetation analysis by applying quadratic sample plots as follows: 2 x 2 m2,
5 x 5 m2, 10 x 10 m2, and 20 x 20 m2 on TNGGP and on three locations of
fragmented forests of KRC (Wornojiwo, Kompos, and Jalan Akar). Meanwhile,
utilization data were collected by interview technique. This research showed that
approximately 45 species of TNGGP and 59 species of fragmented forest of KRC.
On the Shannon Index, higher plant diversity was found on TNGGP. In addition,
local people utilize around 162 species which are found in the neighbourhood.
This finding is supposed to be useful for local people in supporting conservation
sustainably.
Keywords :
medicinal plants diversity, fragmented forest, utilization, Mount
Gede Pangrango National Park, Cibodas Botanical Garden
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji beserta syukur selalu terpanjat kehadirat
Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya yang dianugerahkan kepada
penulis maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam penulis
sampaikan pada sebaik-baiknya suri tauladan, yakni
junjungan
kita semua
Habibana wa Nabiyana Muhammad SAW. Rasa syukur dan terima kasih yang
tiada henti pun ingin penulis sampaikan pada keluarga tercinta, terutama ayahanda
H.Asep Jumri S.Ag, dan ibunda Hj.Yoyoh Yohanah, yang senantiasa memberikan
motivasi, semangat, dan doa’nya.
Selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari halangan dan
rintangan, akan tetapi dengan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak,
Alhamdulillahirabbil ‘alamin akhirnya skripsi ini dapat dituntaskan. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Priyanti, M.Si, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan motivasinya kepada penulis.
4. Sri Astutik, M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan
pengarahan, pengetahuan, serta motivasinya kepada penulis.
vii
5. Dosen-dosen jurusan Biologi yang selalu memberikan ilmu dan pelajaranpelajaran berharganya.
6. Ir. Heri Subagiadi, M.Sc, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan.
7. Agus Suhatman, M.P, selaku Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Cibodas-LIPI atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan.
8. Hayati Nufus, Amd.Keb yang selalu memberi dukungan, motivasi,
semangat, dan kasih sayangnya.
9. Teman-teman Mahasiswa Biologi 2009 yang telah memberikan semangat
dan dukungannya.
10. Pihak-pihak lain yang turut serta membantu penulis dalam penyususnan
skripsi ini,
Bapak Sofyan,
Bapak Rustandi, Bapak Mahmudin dan
keluarga, Ibu Heryati, Asep, Tedi, Anto, dan berbagai pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Harapan terbesar penulis adalah semoga amal kebaikan semua yang turut
serta dalam penyusunan, hingga terselesaikannya skripsi ini dibalas oleh Allah
SWT dengan balasan pahala yang tidak terputus sepanjang masa. Semoga dengan
penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan baru dan memberikan
manfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .............................................................................................
Lembar Persetujuan Pembimbing .................................................................
Lembar Pengesahan Ujian ............................................................................
Lembar Pernyataan ......................................................................................
Abstrak ........................................................................................................
Abstract ........................................................................................................
Kata Pengantar .............................................................................................
Daftar Isi ......................................................................................................
Daftar Gambar .............................................................................................
Daftar Tabel..................................................................................................
Daftar Lampiran ...........................................................................................
BAB I
BAB III
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xii
xiii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................
1.3 Hipotesis ............................................................................
1.4 Tujuan ................................................................................
1.3 Manfaat ..............................................................................
1
6
6
6
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Obat .................................................................
2.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat .....................................
2.2.1 Berdasarkan familinya .............................................
2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya .................................
2.2.3 Berdasarkan habitusnya ...........................................
2.3 Etnobotani .........................................................................
2.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ..........
2.4.1 Sejarah .....................................................................
2.4.2 Tinjauan umum TNGGP ..........................................
2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas ..........................................
2.5.1 Sejarah .....................................................................
2.5.2 Tinjauan umum KRC ...............................................
2.5.2 Hutan terfragmentasi KRC .......................................
8
9
9
10
11
12
14
14
15
16
16
17
18
ix
BAB III
BAB IV
BAB V
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................
3.2 Alat dan Bahan ................................................................
3.3 Metode Pengambilan Data ...............................................
3.3.1 Analisis vegetasi ....................................................
3.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan ........................
3.3.2.1 Intensitas cahaya.........................................
3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif .............
3.3.2.3 Kelembaban tanah ......................................
3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat ............................
3.3.4 Wawancara.............................................................
3.4. Pengolahan dan Analisis Data ........................................
3.4.1 Indeks nilai penting ...............................................
3.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat ........
3.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat ...................
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango .................................
4.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis
tumbuhan obat .......................................................
4.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP .....
4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan
Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas ..............................
4.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis
tumbuhan obat.......................................................
4.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC.................
4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC ............
4.4 Pemanfaatan Tumbuhan oleh Masyarakat Lokal ..............
4.4.1. Bagian yang dimanfaatkan ....................................
4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya ..........
21
22
22
23
24
25
25
25
25
26
26
27
28
29
30
31
33
39
40
42
50
53
56
57
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .....................................................................
5.2 Saran................................................................................
61
61
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
62
66
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian …. ...........................................................
21
Gambar 3.2 Plot pengamatan analisis vegetasi …........................................
23
Gambar 4.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
pada pada plot sampling di TNGGP …....................................
32
Gambar 4.2 Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan
terfragmentasi KRC .................................................................
41
Gambar 4.3 Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi
KRC.........................................................................................
42
Gambar 4.4 Jenis kelamin dan usia responden...............................................
54
Gambar 4.5 Persentase penggunaan bagian tumbuhan obat yang
dimanfaatkan............................................................................
xi
56
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia …...............................
10
Tabel 2.2 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan
formasi hutannya di Indonesia…................................................
11
Tabel 2.3 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan
habitusnya di Indonesia...............................................................
11
Tabel 4.1 Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP
30
Tabel 4.2 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP .........................
34
Tabel 4.3 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP ....................
36
Tabel 4.4 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP ..........................
37
Tabel 4.5 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP ........................
38
Tabel 4.6 Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC ...........
39
Tabel 4.7 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................
44
Tabel 4.8 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................
46
Tabel 4.9 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos
Dan Jalan Akar ...........................................................................
48
Tabel 4.10 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos
dan Jalan Akar ............................................................................
49
Tabel 4.11 Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat....................
50
Tabel 4.12 Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat ......
55
Tabel 4.13 Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP
dan hutan terfragmentasi KRC....................................................
xii
59
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian ........................................................
66
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan ..................................................
67
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan ..............
68
Lampiran 4. Data tumbuhan obat hutan TNGGP …. .....................................
69
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC …....................
71
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal
(Desa Cimacan) …. ..................................................................
74
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian …. .........................................
91
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat …. ...............................................
92
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat sehingga
dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dalam pemerataan kesehatan seperti pelayanan jaminan kesehatan
telah semakin optimal. Akan tetapi masih saja ada kalangan yang belum terjangkau
terutama masyarakat di pelosok daerah dan masyarakat yang tingkat ekonominya
masih rendah. Keterisoliran dan pendapatan yang masih rendah merupakan penyebab
dari tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, peranan
pengetahuan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan obat sangat penting untuk
diketahui.
Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis tumbuhan yaitu terdapat kurang
lebih 30 ribu jenis dari 40 ribu jenis tumbuhan yang ada di dunia. Sekitar 26% telah
dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Lebih dari
8000 jenis merupakan tumbuhan yang berkhasiat obat dan baru 800-1200 jenis saja
yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu (Hidayat,
2006). Hal ini mendorong berkembangnya upaya penelitian dan eksplorasi jenis-jenis
tumbuhan obat potensial untuk kepentingan saat ini maupun masa mendatang.
Tumbuhan obat yang beragam jenis dapat terancam keberadaannya akibat
adanya beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang mengancam
2
kelestarian tumbuhan obat Indonesia diantaranya adalah : (1) sebagian besar bahan
baku obat berasal dari tumbuhan yang diambil secara langsung dari hutan alam, (2)
adanya kerusakan habitat akibat aktivitas manusia atau alami, (3) konversi hutan
(ekploitasi
kayu/pohon
yang
sekaligus
merupakan
jenis
tumbuhan
obat),
(4) kurangnya perhatian terhadap pengelolaan dan budidayanya, dan (5) hilangnya
budidaya dan pengetahuan tradisional dari penduduk lokal/adat (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Dokumentasi konservasi dan budidaya tumbuhan obat menjadi hal yang mendesak
yang
diperlukan
untuk
menjamin
kelestarian
dan
pemanfaatannya
secara
berkelanjutan.
Permintaan terhadap simplisia (bahan baku tumbuhan obat) untuk obat-obatan
tradisional yang sangat tinggi juga dapat mengancam kelestarian tumbuhan obat. Data
tahun 1999 menunjukkan bahwa produksi tumbuhan obat tradisional Indonesia telah
mencapai 8.288 ton (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati
BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Hal ini diperburuk dengan adanya
fragmentasi hutan dan perusakan habitat alami sebagai desakan kebutuhan lahan
untuk berbagai peruntukan, seperti pertanian, industri, dan perumahan, serta akibat
dari berbagai bencana alam yang melanda Indonesia.
Daerah tepian hutan yang terfragmentasi dapat mempengaruhi organisme
yang ada didalamnya. Adanya aliran energi, nutrisi, dan jenis serta perubahanperubahan pada lingkungan biotik dan abiotiknya menyebabkan komposisi jenis,
struktur dan proses-proses ekologi dalam suatu ekosistem yang dekat daerah tepian
3
tersebut selalu berubah. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh
pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem
secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009).
Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan
tumbuhan obat sejak dahulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Interaksi
masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuhtumbuhan dikenal dengan istilah Etnobotani. Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun
2001 menjelaskan bahwa 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri
tanpa bantuan medis, dan 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional
(Santhyami dan Sulistyawati, 2007). Terdapat sekitar 400 etnis di Indonesia yang
memiliki hubungan erat dengan hutan dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki
pengetahuan tradisional yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat (Pusat
Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB, 2001).
Kecenderungan masyarakat dunia untuk back to nature menyebabkan
kebutuhan akan obat bahan alam dirasa akan terus meningkat. WHO menjelaskan
bahwa hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa
negara secara luas telah memasukkannya ke dalam sistem kesehatan masyarakat
(WHO, 2014). Oleh karena itu, pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku
obat tradisional dari alam merupakan tantangan di masa depan. Untuk mengantisipasi
hal ini dan mencegah kelangkaan bahan baku, maka harus dikembangkan dan
4
dikelola potensi tumbuhan obat masing-masing wilayah dengan azas kelestarian jenis
tumbuhan obat tersebut.
Usaha penyebarluasan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat
merupakan hal yang perlu dilakukan. Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan
sebelum penyebarluasan pemanfaatan tumbuhan obat adalah dengan cara pengenalan
kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan guna mendekatkan masyarakat kepada
pemanfaatan
tumbuhan
obat,
sekaligus
berfungsi
sebagai
sarana
untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya alam dan
keanekaragaman hayati.
Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan
hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kawasan
yang terbasah di pulau Jawa. Diasumsikan bahwa kawasan ini sangat kaya dengan
beranekaragam jenis tumbuhan karena kelembaban lingkungan mikro hutan tropis
dan tanah yang subur mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh
(Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Tumbuhan di kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan
perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m
dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl).
Zona Sub Montana merupakan ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi
(Van Stennis, 1972). Oleh karena itu, beberapa titik sampling dari zona Sub Montana
dan Montana dapat dipergunakan untuk melihat keragaman tumbuhan obat dalam
penelitian ini.
5
Tumbuhan obat yang beragam jenisnya kurang memiliki arti signifikan untuk
mendukung pemanfaatan yang lestari, jika data potensi dan penyebaran setiap jenis
masih sangat terbatas. Oleh karenanya, upaya konservasi tumbuhan obat secara
efektif perlu dilakukan untuk tetap menjaga keanekaragaman dan kelestariannya.
Informasi mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan
hutan terfragmentasi KRC belum banyak tersedia termasuk tentang data tumbuhan
obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kawasan tersebut. Penelitian
sebelumnya terhadap masyarakat di sekitar kawasan TNGGP menemukan sebanyak
23 jenis penyakit dengan 72 resep yang menggunakan 80 jenis tumbuhan obat
(Rosita, dkk., 2007), sementara itu dari penelitian tentang tumbuhan bernilai ekonomi
diketahui bahwa kulit kayu Cinnamomum sp. dipergunakan untuk ramuan perawatan
paska persalinan dan kulit kayu Beilschmiedia gemmiflora untuk obat gatal-gatal
(Rahayu, 2010).
Pada gilirannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah demi terwujudnya pengetahuan tentang tumbuhan obat yang sudah terintegrasi
serta dapat menjadi tambahan data ilmiah untuk mendukung kelestarian kawasan
konservasi global mengingat TNGGP dan KRC menjadi bagian penting dari Cagar
Biosfer Cibodas yang telah ditetapkan UNESCO sejak tahun 1977.
6
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di
hutan terfragmentasi KRC ?
2) Tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sekitar
hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC ?
1.3
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1) Terdapat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di hutan TNGGP
dan hutan terfragmentasi KRC.
2) Masyarakat lokal banyak memanfaatkan berbagai jenis dari tumbuhan obat
yang ada di sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
1.4
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP
dan di hutan terfragmentasi KRC.
2) Mengetahui berbagai jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
7
1.5
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
baru mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan
di hutan terfragmentasi KRC, serta pemanfaatannya oleh masyarakat lokal. Informasi
penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola kawasan konservasi dan
masyarakat sebagai acuan dalam menyusun kebijakan terkait upaya perlindungan
dan pelestarian
potensi tumbuhan obat dan pemanfaatannya sebagai bentuk
pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang perlu dijaga.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat merupakan obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang
secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Jurusan Konservasi Sumber Daya Kehutanan
Fakultas Kehutanan IPB (1994) mendefinisikan tumbuhan obat atau fitofarmaka yaitu
sebagai obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami
standarisasi dan telah dilakukan penelitian mengenai sediaan galeniknya (Adi, 2003).
Bagian-bagian dari tumbuhan
obat
memiliki khasiat sebagai obat dan
digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional.
Tumbuhan obat dapat diartikan sebagai jenis tumbuhan yang sebagian, seluruh bagian
dan atau eksudat tumbuhan digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan.
Tumbuhan berkhasiat obat digolongkan menjadi tiga kelompok (Putri, 2008),
yaitu :
1) Tumbuhan obat tradisional, merupakan jenis tumbuhan yang diketahui atau
dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional.
9
2) Tumbuhan obat modern, merupakan jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah
dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat
dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis.
3) Tumbuhan obat potensial, merupakan jenis tumbuhan yang diduga
mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum
dibuktikan penggunaannya secara farmakologis sebagai bahan obat.
2.2
Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Luas hutan tropika Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 143 juta ha.
Kawasan yang sangat luas ini merupakan tempat tumbuh hampir 80% dari
tumbuhan obat yang ada di dunia, dimana terdapat sekitar 28.000 jenis tumbuhan
dan kurang lebih 1.000 jenis di antaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat
(Rini, 2009).
2.2.1
Berdasarkan familinya
Berdasarkan kelompok familinya jenis-jenis tumbuhan obat yang ada di
Indonesia dikelompokkan kedalam 203 famili. Jumlah jenis tumbuhan obat yang
paling banyak termasuk dalam famili Fabaceae, yakni sebanyak 110 jenis. Secara
umum terdapat 22 famili yang memiliki jumlah jenis tumbuhan obat lebih dari 20,
sedangkan 181 famili lainnya memiliki jumlah jenis tumbuhan obat yang kurang dari
20 (Tabel 2.1).
10
2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya
Berdasarkan formasi hutannya, penyebaran jenis tumbuhan obat tertinggi
berada di hutan hujan tropika dataran rendah sebanyak sekitar 772 jenis (45,82%) dari
jumlah total jenis tumbuhan obat. Penyebaran terendah jenis-jenis tumbuhan obat
terdapat di hutan rawa sebanyak sekitar 8 jenis (0,47%) (Tabel 2.2).
Tabel 2.1. Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia
No
Nama famili
Jumlah jenis
1
Fabaceae
110
2
Euphorbiaceae
94
3
Lauraceae
77
4
Rubiacea
72
5
Poaceae
55
6
Zingiberacea
49
7
Moraceae
46
8
Myrtaceae
45
9
Annonaceae
43
10
Asteraceae
40
11
Apocynaceae
39
12
Cucurbitaceae
34
13
Piperaceae
30
14
Menispermaceae
30
15
Melastomataceae
26
16
Arecaceae
25
17
Verbenaceae
23
18
Rutaceae
23
19
Acanthaceae
22
20
Sterculiaceae
21
21
Myristicaceae
21
22
Rhizophoraceae
20
23
Famili lainnya (181 famili)
24
Tidak ada data
< 20
66
Sumber: P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
11
2.2.3 Berdasarkan habitusnya
Jenis-jenis tumbuhan obat jika dilihat dari segi habitusnya dapat
dikelompokan kedalam 7 macam, yaitu habitus bambu, herba, liana, pemanjat, perdu,
pohon, dan semak. Dari semua habitus tersebut, habitus pohon memiliki jumlah jenis
dan persentase yang tertinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 717 jenis
(40,58%) (Tabel 2.3).
Tabel 2.2. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di
Indonesia
Tumbuhan obat
No
Formasi hutan
Jumlah
Persentase
jenis
(%)
1
Hutan hujan tropika dataran rendah (< 1000 m dpl)
772
45,82
2
Hutan hujan tropika pegunungan
356
21,13
3
Hutan musim
291
17,27
4
Hutan savanna
146
8,66
5
Hutan pantai
65
3,86
6
Hutan mangrove
47
2,79
7
Hutan rawa
8
0,47
8
Tidak ada data
511
Jumlah
1845
100.00
Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Tabel 2.3. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di
Indonesia
Tumbuhan obat
No
Habitus
Jumlah jenis
Persentase (%)
1
Pohon
717
40,58
2
Herba
486
27,50
3
Semak
173
9,79
4
Pemanjat
138
7,81
5
Liana
126
7,13
6
Perdu
120
6,79
7
Bambu
7
0,40
8
Tidak ada data
78
Jumlah
1845
100.00
Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Terdapat 55 jenis tumbuhan obat yang mulai langka di Indonesia dengan
status kelangkaan yang bervariasi (Rini, 2009), yaitu :
12
1. Terkikis (indeterminate), seperti Jinten (Cuminum cyminum), Temu
Giring (Curcuma heyneana), Jati Belanda (Guazuma ulmifolia), Bidara
Laut (Strychnos ligustriana), Jaha (Terminalia bellirica), dan Bangle
(Zingiber cassumunar).
2. Jarang (rare), seperti Pulai (Alstonia scholaris), Pulasari (Alyxia
reindwardtii), Kayu Rapat (Parameria laevigata), dan Kedawung (Parkia
rogburhii).
3. Rawan (vulnerable) dan Genting (endangered), seperti Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia).
2.3
Etnobotani
Etnobotani merupakan kajian
interaksi antara manusia dengan tumbuhan
(Purnawan, 2006). Studi etnobotani dapat memberi kontribusi yang besar dalam
proses pengenalan tumbuhan yang ada di suatu wilayah melalui kegiatan
pengumpulan kearifan lokal dari dan bersama masyarakat setempat. Istilah etnobotani
digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat setempat (etno atau etnis) dengan
lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuh-tumbuhan. Studi etnobotani ini
dapat membantu masyarakat dalam mencatat atau merekam kearifan lokal yang
dimiliki selama ini, untuk masa mendatang (Purnawan, 2006).
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tumbuhan obat yang
sangat beragam, sehingga tradisi
pengenalan, penggunaan, dan pemanfaatan
tumbuhan obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan
13
berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Umumnya
masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat masih dalam keadaan
segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama yang disebut
dengan simplisia. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari
pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern.
Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara
tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, ramuan tumbuhtumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan mudah proses
pembuatannya. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana,
diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam
air, ada pula yang diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan per
oral (diminum).
Tumbuhan obat di Indonesia terdiri dari beragam jenis yang kadang kala sulit
untuk dibedakan satu dengan yang lain. Komponen aktif yang terdapat pada
tumbuhan obat yang menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan.
Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan bagian-bagiannya. Bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
dan berupa bahan yang telah dikeringkan disebut simplisia (bagian tumbuhan yang
dipergunakan). Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat
penting, sebab dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia diharapkan tidak
14
terjadi tumpang tindih pemanfaatan tumbuhan obat serta dapat mencarikan alternatif
pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat
diperoleh.
2.4
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
2.4.1
Sejarah
Kawasan TNGGP diumumkan pada tahun 1980, ketika pemerintah
mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan
empat taman nasional yang lain. TNGGP merupakan taman nasional kedua terkecil di
Indonesia yang mempunyai potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga
menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna didunia. Pada
tahun 1977 UNESCO menetapkan TNGGP sebagai daerah inti dari salah satu Cagar
Biosfer Dunia dengan nama Cagar Biosfer Cibodas.
Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya
sebuah kebun kecil dekat istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas pada tahun
1830. Perkebunan ini kemudian diperluas dan dikenal sebagai salah satu tempat
kunjungan utama para ahli botani dunia yaitu Kebun Raya Cibodas saat ini. Wilayah
Gunung Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad
dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan
wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811.
15
2.4.2 Tinjauan umum TNGGP
Secara geografis, kawasan TNGGP terletak antara 106050’- 1060‘56’ BT dan
6032’-6034’LS. Secara administrasi taman nasional ini terletak pada tiga wilayah
Kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. TNGGP memiliki potensi
keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk
konservasi tumbuhan dan hewan, kegiatan penelitian, pendidikan,
dan rekreasi
(Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014).
Jenis ekosistem di kawasan hutan TNGGP adalah ekosistem hutan hujan
tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem, yaitu hutan Montana, Sub Montana
dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput
pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman
(damar) dan hutan sekunder. Kekayaan tumbuhan di kawasan
hutan TNGGP
dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya,
yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan
zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl) (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
2014).
Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang
tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon
Rasamala dan Buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya
variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub
Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya
pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi
16
lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi
rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica) (Van
Stennis, 1972).
Kawasan hutan TNGGP yang memiliki luas area sekitar 21.975 ha merupakan
lahan terbasah di pulau jawa. Kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah
yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh berbagai jenis flora, karena keadaan
lingkungan seperti itu dapat menjaga vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Keragaman
hayati yang tinggi di kawasan ini menjadikannya sebagai salah satu kawasan
konservasi di Indonesia.
Dalam rangka untuk menjamin pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman
tumbuh-tumbuhannya, di kaki Gunung Gede Pangrango dibuatlah sebuah kawasan
konservasi ex-situ. Kawasan ini memiliki peran sebagai penyangga kawasan taman
nasional dan dalam pengelolaan tumbuhan asli dari kawasan hutan TNGGP maupun
jenis-jenis tumbuhan introduksi dari luar yang dikelola dengan baik didalam suatu
Kebun Raya. Kebun Raya merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan dan
memelihara tumbuh-tumbuhan, yang memiliki fungsi penting sebagai tempat
pendidikan, estetika, ilmu pengetahuan dan rekreasi (Adi, 2003).
2.5
Kawasan Kebun Raya Cibodas (KRC)
2.5.1
Sejarah
Kawasan KRC didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni
zaman pemerintahan Raja Willem III. Pada tanggal 11 April 1852, Johannes Ellias
17
Taijasmann yang merupakan seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu
mendirikan Kebun Raya Cibodas dengan nama Bertguin te Tjibodas (Kebun
Pegunungan Cibodas). Pendirian Kebun Raya Cibodas dimaksudkan sebagai tempat
aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang memiliki nilai penting dan
ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Chinchona calisaya).
Kebun Raya Cibodas awalnya merupakan pengembangan dari Kebun Raya
Bogor, dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 nama
Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan
Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kebun Raya Cibodas, 2014).
2.5.2
Tinjauan umum KRC
Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan secara ex-situ yang
memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi
taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan
kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (Perpres RI
Nomor 93 Tahun 2011).
Secara geografis KRC berada pada lereng Gunung Gede Pangrango dengan
ketinggian 1300-1425 mdpl. Luas areal efektifnya sekitar 80 ha dan sisanya sekitar 6
ha masih areal hutan. Keadaan topografinya bervariasi landai, berbukit-bukit,
bergelombang, dan bagian yang curam. Kawasannya memiliki hawa sejuk dengan
panorama yang indah dengan persentase kawasan yang miring sekitar 60%.
18
KRC memiliki curah hujan sebesar 3.300 mm/tahun. Suhu udara berkisar
antara 180 hingga 240 C dengan curah hujan per tahun 3380 mm. Curah hujan
tertinggi dicapai pada bulan Januari (2288,5 mm) dan terendah pada bulan Agustus
yaitu 744 mm. Kelembaban rata-rata di KRC berkisar antara 80-90%.
2.5.2
Hutan terfragmentasi KRC
Kurang lebih 10% luasan KRC atau sekitar 8.43 hektar merupakan kawasan
berhutan, termasuk didalamnya hutan yang terfragmentasi dan hutan yang terhubung
dengan kawasan hutan TNGGP yang mengelilingi kawasan kebun raya. Sisa hutan
tersebut terbagi menjadi empat blok hutan, yaitu hutan Wornojiwo (3,934 ha), hutan
Kompos (2,555 ha), hutan Jalan Akar (1,086 ha) dan hutan Lumut (0,855 ha).
Petak-petak hutan di KRC berpotensi untuk dikembangkan sebagai
laboratorium lapangan dan keperluan pendidikan lingkungan. Akan tetapi, ukurannya
yang kecil dan tingginya derajat fragmentasi, hutan sisa KRC sangat rentan terhadap
gangguan secara biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). Konsekuensi dari
fragmentasi dan efek tepi termasuk meningkatnya kerentanan terhadap invasi oleh
tumbuh-tumbuhan dan hewan asing (Ecroyd dan Brockerhoff, 2005).
Hutan alam di Pulau Jawa
habitat
untuk
meningkatnya
perlindungan
angka
pada umumnya merupakan kantong-kantong
keanekaragaman
pertumbuhan
penduduk
hayati.
dan
Akan
kebutuhan
tetapi,
lahan
Seiring
untuk
menyediakan pemukiman, pertanian, pembangunan sarana jalan dan infrastruktur
lainnya menyebabkan pengikisan kantong-kantong habitat tidak dapat dihindari.
Hingga pada akhirnya fungsi utama hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati
19
akan berkurang karena habitatnya terpecah atau mengalami fragmentasi (Gunawan,
2009).
Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi
fragment-fragment (petak) habitat lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian,
urbanisasi atau pembangunan lain. Kerusakan habitat alami diberbagai belahan dunia
saat sekarang ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hutan hujan tropika
basah yang merupakan habitat dari setengah jenis tumbuhan dunia , berada dalam
kondisi yang sangat berbahaya, pengurangannya diperkirakan 16,8 juta ha/tahun.
Salah satu penyebabnya adalah exploitasi hutan yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan tumbuhan obat yang berada pada habitat alaminya dalam keadaan
berbahaya pada erosi genetik dan terancam kepunahan (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat, sebaliknya hilangnya
habitat juga dapat dipandang sebagai akibat adanya fragmentasi. Fragmentasi bekerja
dalam empat cara, yaitu: (1) habitat hilang tanpa fragmentasi, (2) pengaruh kombinasi
hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil, (3) pemecahan
habitat menjadi petak lebih kecil tanpa kehilangan habitat, dan (4) hilangnya habitat
dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil serta penurunan kualitas habitat.
Mekanisme dan proses fragmentasi menghasilkan tiga tipe pengaruh, yaitu pengaruh
terhadap ukuran petak (patch), pengaruh tepi (edge effect), dan pengaruh isolasi
(Fahrig, 2003).
20
Dampak adanya fragmentasi yang paling utama adalah dapat menyebabkan
berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar.
Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis,
dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan
(Gunawan, dkk., 2007). Oleh karena itu, penelitian tumbuhan obat di hutan
terfragmentasi KRC diharapkan dapat menambah kajian ilmiah di kawasan ini.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian
(Sumber : USGS, 2014)
Penelitian ini dilakukan di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi
Kebun Raya Cibodas (KRC) selama 2 (dua) bulan, yakni Oktober hingga
22
November 2013. Penentuan lokasi penelitian di hutan TNGGP dilakukan di 3
(tiga) titik sampling yang berbeda yaitu pada ketinggian 1400, 1500, dan 1600 m
dpl. Sedangkan di hutan terfragmentasi KRC dilakukan di hutan Wornojiwo,
Kompos, dan Jalan Akar (Gambar 3.1).
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa GPS (Global Positioning
System), lux meter, temperature & humidity meter , soil tester, kompas, tali rafia,
golok, peta kerja, meteran besar, patok kayu, alkohol, alat tulis menulis dan
kamera digital.
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah jenis tumbuhan
obat yang ada di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
3.3
Metode Pengambilan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung
di lapangan. Data tersebut meliputi jenis-jenis tumbuhan obat beserta hasil analisis
vegetasinya, faktor fisik lingkungan, dan data tumbuhan obat yang dimanfaatkan
oleh masyarakat lokal dengan cara wawancara. Data sekunder merupakan data
yang dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan penelitian. Data tersebut
didapatkan dengan cara studi pustaka atau pencarian literatur melalului buku,
jurnal, artikel ilmiah maupun internet.
23
3.3.1
Analisis vegetasi
Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kuadrat.
Penentuan lokasi sampling dilakukan secara acak di setiap titik lokasi penelitian
baik di hutan TNGGP maupun hutan terfragmentasi KRC dengan jumlah masingmasing 2 (dua) plot. Pada setiap lokasi sampling dibuat petak-petak dengan
ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 (Purba, 2009).
Gambar 3.2. Plot pengamatan analisis vegetasi
Keterangan :
A : 2 x 2 m2; B : 5 x 5 m2; C : 10 x 10 m2; D : 20 x 20 m2
Setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat
tumbuhan, yaitu :
24
1) Petak 2 x 2 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat herba.
Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis dan jumlah
setiap jenis, dengan batasan anakan pohon mulai dari tingkat kecambah
sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m.
2) Petak 5 x 5 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
pancang. Parameter yang diamati atau diukur meliputi nama jenis dan
jumlah setiap jenisnya, dengan batasan pohon muda yang berdiameter <
10 cm. Atau anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m.
3) Petak 10 x 10 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat
tiang. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis,
jumlah dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang, dengan batasan
diameter yang diambil adalah antara 10 ≤ dbh < 20 cm (dbh: diameter
breast height: diameter setinggi dada).
4) Petak 20 x 20 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan terhadap tingkat
pohon. Parameter yang diamati dan yang diukur meliputi nama jenis,
jumlah dan diameter pohon. Diameter yang diambil adalah diameter
setinggi dada (dbh) serta ukuran diameternya ≥ 20 cm.
3.3.2
Pengukuran faktor fisik lingkungan
Pengukuran faktor fisik lingkungan dilakukan di setiap titik lokasi
penelitian baik di hutan TNGGP maupun di hutan terfragmentasi KRC pada pukul
10.30 WIB. Pengukurannya meliputi intensitas cahaya, suhu udara, kelembababan
udara relatif, dan kelembaban tanah. Data fisik lokasi penelitian terdapat dalam
Lampiran 1.
25
3.3.2.1 Intensitas cahaya
Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter. Sensor pada lux
meter diarahkan pada sumber cahaya selama tiga menit atau sampai angka yang
ditunjukkan monitor konstan. Hasil pengukuran intensitas cahaya yang terbaca di
layar monitor kemudian dicatat.
3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif
Suhu dan kelembaban udara relatif diukur dengan menggunakan alat
temperature & humidity meter. Data yang diperoleh kemudian di catat.
3.3.2.3 Kelembaban tanah
Kelembaban tanah diukur dengan menggunakan soil tester. Alat ini
ditancapkan ketanah, kemudian besarnya nilai kelembaban yang diperoleh dicatat.
3.3.3
Identifikasi jenis tumbuhan obat
Identifikasi jenis tumbuhan obat dilapangan dilakukan dengan cara
pengamatan langsung
dan tidak langsung (wawancara non formal dengan
bertanya langsung pada para taksonom). Identifikasi jenis-jenis tumbuhan obat
merujuk
pada Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (1995) dan
dengan
melakukan pemeriksaan silang melalui berbagai buku/literatur tentang tumbuhan
obat, yang meliputi nama lokal, nama jenis, famili, habitus, dan manfaatnya.
Nama jenis mengacu pada The Plant List (http://www.theplantlist.org) dan IPNI
(The International Plant Names Index) (http://www.ipni.org). Status konservasi
dari jenis yang ditemukan dalam penelitian merujuk pada kriteria IUCN
(http://www.iucnredlist.org).
26
3.3.4
Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung dengan masyarakat lokal TNGGP
dan berbatasan langsung dengan KRC, yakni di Desa Cimacan. Metode yang
digunakan dalam menentukan sasaran wawancara (key person) yaitu dengan cara
Snow ball dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden
sebelumnya (Ernawati, 2009). Wawancara dilakukan terhadap 25 0rang warga
Desa Cimacan yang merupakan rekomendasi dari responden kunci. Pemilihan
responden kunci dilakukan dengan memilih responden
yang memiliki
pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat secara turun-temurun dalam
keluarganya (Sofyan). Adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 2.
Data diambil dengan menggunakan tabel isian kuisioner yang meliputi
jenis tumbuhan yang digunakan, macam penggunaan, bagian yang digunakan,
proses pembuatan, dan cara penggunaannya (Lampiran 3).
3.4
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan cara
deskriptif dengan menggunakan Program Microsoft Office excel
2007.
Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk memperoleh nama lokal,
nama jenis, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaat/kegunaannya.
Hasil identifikasi jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
dikelompokkan berdasarkan bagian yang digunakan. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan dipersentasekan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang, akar,
ataupun campuran dari semua bagiannya (Ernawati, 2009).
27
Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan =
∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan
=
x 100%
∑ eluruh bagian yang dimanfaatkan
3.4.1
Indeks nilai penting
Indeks nilai penting merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan
pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya.
Pada lokasi
penelitian dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi masing-masing
jenis tumbuhan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasinya.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut
(Purba, 2009) :
1) Kerapatan suatu jenis (K)
K
=
umlah indi idu uatu eni
ua t tal l t engamatan
2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR (%) =
era atan uatu eni
era atan eluruh eni
x 100 %
3) Frekuensi suatu jenis (F)
F
=
umlah l t ditem ati uatu eni
umlah t tal l t
4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
FR (%)
=
rekuen i uatu eni
rekuen i eluruh eni
x 100%
28
5) Dominansi suatu jenis (D)
D (m2/ha) =
ua bidang da ar uatu eni
ua t tal l t
6) Dominansi relatif suatu jenis (DR)
DR (%) =
mina i uatu eni
x 100%
mina i eluruh eni
Indeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah Kerapatan
Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif, sedangkan untuk tingkat pancang
dan herba adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif.
3.4.2
Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks
keanekaragaman Shannon (H’) (Odum, 1998).
Indeks eanekaragaman Shann n (H’)
H’ = - Σ [Pi ln Pi]
dimana Pi
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
Pi = Proporsi dari tiap jenis i
Ni = Jumlah individu jenis ke-i
N
= Jumlah individu seluruh jenis
=
29
Semakin
be ar
nilai
H’
keanekaragaman
jenis.
Besarnya
menun ukkan
nilai
semakin
keanekaragaman
tinggi
jenis
tingkat
Shannon
didefinisikan sebagai berikut :
1) H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi.
2) 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang.
3) H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah.
3.4.3
Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat
Kekayaan jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks kekayaan
jenis Margalef (R’) (Odum, 1998).
=
S1
ln
Keterangan:
R = Indeks kekayaan jenis Margalef.
S = Jumlah jenis.
N = Jumlah seluruh individu.
Indeks
kekayaan
jenis
Margalef
( ’)
merupakan
indeks
yang
menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini
dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut.
Semakin besar nilai R’, menunjukan semakin tingginya kekayaan jenisnya.
Besarnya nilai kekayaan jenis Margalef didefinisikan sebagai berikut :
1) R’ > 5 = Kekayaan jenis tinggi.
2) 3,5 ≤ ’ ≤ 5 R’ = ekayaan jenis sedang.
3) R’ < ,5 = Kekayaan jenis rendah.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
Tumbuhan obat yang ditemukan pada plot sampling di hutan TNGGP
terdapat sebanyak 45 jenis yang berasal dari 29 famili. Jenis yang paling banyak
dijumpai
adalah dari famili Urticaceae
sebanyak 4 jenis, Rubiaceae dan
Arecaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan famili lainnya memiliki anggota kurang
dari 3 jenis (Tabel 4.1). Data jenis tumbuhan obat hutan TNGGP terdapat dalam
Lampiran 4.
Tabel 4.1. Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling
di hutan TNGGP
No
Famili
Jumlah jenis
1
Urticaceae
4
2
Rubiaceae
3
3
Arecaceae
3
4
Zingiberaceae
2
5
Euphorbiaceae
2
6
Fabaceae
2
7
Moraceae
2
8
Myrsinaceae
2
9
Piperaceae
2
10
Rosaceae
2
11
Sauraceae
2
12
Theaceae
2
13
Famili Lainnya (18 Famili)
(Lihat Lampiran 4)
1
Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan TNGGP pada
penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan penelitian Purnawan, 2006.
Purnawan (2006) menemukan sebanyak 210 jenis tumbuhan obat dan merupakan
31
hampir sepertiga dari total jenis tumbuhan yang teridentifikasi di hutan TNGGP.
Perbedaan jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan dikarenakan berbedanya
sampling yang dilakukan. Sampling yang dilakukan pada penelitian ini terbatas
pada titik tertentu yang mewakili seluruh area sedangkan penelitian sebelumnya
merupakan upaya inventarisasi tumbuhan obat yang ada di seluruh kawasan hutan
TNGGP.
Data jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP kurang
memiliki arti yang signifikan untuk mendukung upaya pelestarian yang efektif
jika data mengenai potensi dan penyebaran setiap jenisnya masih terbatas. Oleh
karena itu, informasi mengenai identifikasi jenis yang akurat, kondisi stok atau
populasi, gambaran penyebaran tempat tumbuh, dan taksiran kelangkaan atau
kelimpahan tumbuhan obat sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan
keberadaanya.
4.1.1
Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk mengetahui variasi jenis
pada suatu tempat
dan indeks kekayaan jenis digunakan untuk menentukan
tingkat kekayaan jenis yang dipengaruhi oleh keragaman dalam pembagian jenis
yang merata dalam suatu kawasan (Hidayat dan Hardiasyah, 2012). Tingkat
keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP
yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) untuk semua tingkat vegetasi
memiliki keragaman yang terg l ng edang (H’ 1 ≤ H’ ≤ 3). Tingkat kekayaan
jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) menun ukkan hanya ada
32
vegetasi herba yang memiliki kekayaan jenis tergolong tinggi ( ’ > 5) sedangkan
habitus lainnya tergolong rendah ( ’ < 5) (Gambar 4.1).
6.00
5.00
Indeks
4.00
Indeks Shannon (H')
3.00
Indeks Margalef (R')
2.00
1.00
0.00
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.1. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada plot sampling di
hutan TNGGP
Habitus herba memiliki nilai kekayaan jenis yang tinggi karena banyaknya
jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada habitusnya tersebut. Tinggi rendahnya
nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis ditentukan oleh banyaknya jenis yang
menyusun suatu komunitas tumbuhan. Begitupun sebaliknya, sedikitnya
perjumpaan tumbuhan obat menyebabkan rendahnya nilai keanekaragaman dan
kekayaan jenisnya (Asrianny, dkk., 2008). Dominansi jenis herba disebabkan
jarangnya perjumpaan tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon, serta
kecilnya nilai kerapatannya. Jarangnya jenis habitus tiang dan pohon
menyebabkan berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk, sehingga
menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung
masuk ke lapisan tumbuhan bawah.
33
Topografi juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan individu dalam
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Daerah dengan bentuk lapang yang sedikit dan
lereng-lereng, hanya jenis tertentu saja yang dapat beradaptasi dalam kondisi
seperti ini (Handayani, 2008). Keadaan topografi lokasi penelitian di hutan
TNGGP berbentuk sedikit lapang dan sisanya merupakan lereng-lereng. Hal ini
diduga yang menyebabkan sedikitnya jenis yang dijumpai tumbuhan obat pada
tingkat tiang dan pohon di lokasi tersebut.
Keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat dalam suatu
komunitas hutan perlu dijaga keberadaanya. Tumbuhan obat yang beragam jenis,
habitus, dan khasiatnya memiliki peluang yang besar serta memiliki kontribusi
dalam pembangunan dan pengembangan hutan (Hamzari, 2007).
4.1.2
Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP
Struktur hutan merupakan hasil penataan oleh komponen penyusun
tegakan dan bentuk pertumbuhan. Struktur ini memiliki unsur penyusun yang
berupa bentuk hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan
melalui keadaan diameter, tinggi, dan penyebaran dalam ruang. Komposisi hutan
dapat diartikan sebagai variasi jenis yang menyusun suatu komunitas. Struktur
hutan dengan komposisinya yang tertentu akan berbeda-beda sesuai dengan
kondisi lingkungan atau habitatnya (Purba, 2009). Berdasarkan hasil analisis
vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan TNGGP sebagai berikut:
a) Analisis vegetasi tingkat herba
Vegetasi herba memiliki 42 jenis dengan 28 famili. Jenis Cyrtandra picta
merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu sebesar 17,79%,
34
dan INP terendah adalah Altingia excelsa serta 17 jenis lainnya sebesar 2,27%
(Tabel 4.2). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 31 jenis tumbuhan obat dengan 22
famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan
merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi
yang tinggi di kawasan Gunung Gede Pangrango, terlihat dari dominansinya pada
vegetasi herba di hutan TNGGP. Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan
pada tingkat herba menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat beradaptasi dan
berkembang biak dengan baik dan memiliki peranan dan kontribusi yang besar
dalam penyusunan komunitas tumbuhan didalamnya.
Tabel 4.2. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP
1
Cyrtandra picta*
Gesneriaceae
1,04
KR
(%)
12,52
2
Isachne pangerangensis
Poaceae
1,25
15,04
0,17
1,79
16,84
3
Strobilanthus fifilfor*
Acanthaceae
0,63
7,58
0,50
5,27
12,86
4
Nephrolepis biserrata
Polypodiaceae
0,42
5,05
0,67
7,07
12,12
5
Plectocomia elongata*
Arecaceae
0,50
6,02
0,50
5,27
11,29
6
Athyrium puncticaule*
Athyriaceae
0,58
6,98
0,33
3,48
10,46
7
Rubus sunndaicus*
Rosaceae
0,46
5,54
0,33
3,48
9,02
8
Amomum coccineum*
Zingiberaceae
0,29
3,49
0,33
3,48
6,97
9
Elatostema negrescens*
Urticaceae
0,42
5,05
0,17
1,79
6,85
10
Aeschynanthus horsfieldii
Gesneriaceae
0,33
3,97
0,17
1,79
5,76
11
Hedychium coronarium*
Zingiberaceae
0,33
3,97
0,17
1,79
5,76
12
Pinanga coronata*
Arecaceae
0,17
2,05
0,33
3,48
5,53
13
Symplocos odoratissima*
Symplocaceae
0,13
1,56
0,33
3,48
5,05
14
Hyphobathrum frutescens*
Rubiaceae
0,08
0,96
0,33
3,48
4,44
15
Euchresta horsfieldii*
Fabaceae
0,17
2,05
0,17
1,79
3,84
16
Curculigo capitulata*
Hypoxidaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
17
Schismatoglottis calyptrata*
Arecaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
18
Tetrastigma dichotomum*
Vitaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
19
Ardisia fuliginosa*
Myrsinaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
20
Lithocarpus pseudomoluccus
Fagaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
21
Litsea resinosa
Lauraceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
22
Rubus moluccanus*
Rosaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
23
Altingia excelsa*
Hammamelidaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
No
Nama jenis
Famili
K
0,50
FR
(%)
5,27
INP
(%)
17,79
F
35
Tabel 4.2 (Lanjutan…)
0,04
KR
(%)
0,48
0,17
FR
(%)
1,79
INP
(%)
2,27
Fagaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
Castanopsis javanica
Fagaceae
Commelina obligua*
Commelinaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
28
Cyatea latebrosa
Cyatheaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
29
Diplasium palidum
Woodsiaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
30
Ficus ribes*
Moraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
31
Laportea stimulans*
Urticaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
32
Litsea cassiaefolia*
Lauraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
33
Mussaenda frondosa*
Rubiaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
34
Pandanus furcatus*
Pandanaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
35
Passiflora suberosa*
Passifloraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
37
Pilea melastomoides*
Urticaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
38
Piper aduncum*
Piperaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
39
Piper sarmentosum*
Piperaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
40
Pithecellobium clypearia*
Fabaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
41
Travesia sundaica*
Araliaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
42
Turpinia sphaerocarpa
Staphyleacea
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
No
Nama jenis
Famili
24
Asplenium caudatum
Aspleniaceae
25
Castanopsis argentea
26
27
K
F
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
b) Analisis vegetasi tingkat pancang
Vegetasi pancang memiliki 16 jenis dengan 13 famili. Jenis Eugenia
lineata, Castanopsis javanica, dan Litsea resinosa merupakan jenis yang
mendominasi dengan INP tertinggi yaitu 16,69%, jenis lainnya memiliki INP
yang sama yaitu sebesar 11,36% (Tabel 4.3).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 8 famili.
Jenis E. lineata merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mendominasi.
Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa jenis E. lineata merupakan jenis
tumbuhan obat memiliki peranan penting dalam penyusunan komunitasnya
didalamnya.
36
Tabel 4.3. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP
KR
No
Nama jenis
Famili
K
(%)
1 Castanopsis javanica
Fagaceae
0,01 6,25
0,33
FR
(%)
10,44
INP
(%)
16,69
F
2
Eugenia lineata*
Myrtaceae
0,01
6,25
0,33
10,44
16,69
3
Litsea resinosa
Lauraceae
0,01
6,25
0,33
10,44
16,69
4
Casearia tuberculata
Flacourtiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
5
Cryptocarya ferrea
Lauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
6
Engelhardia spicata
Juglandaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
7
Ficus toxicaria*
Moraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
8
Flacaurtia rukam*
Flacourtiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
9
Mycetia cauliflora*
Rubiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
10
Ostodes paniculata*
Euphorbiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
11
Saurauia blumiana*
Sauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
12
Saurauia pendula*
Sauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
13
Sloanea sigun
Elaeocarpaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
14
Travesia sundaica*
Araliaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
15
Turpinia sphaerocarpa
Staphyleacea
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
16
Villebrunea rubescens*
Urticaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
c) Analisis vegetasi tingkat tiang
Vegetasi
tiang memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 10 famili. Jenis
Turpinia sphaerocarva merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu
sebesar 59,99%, dan jenis Ostodes paniculata, Ardisia villosa, dan Neonacluea
lanceolata merupakan jenis tumbuhan dengan INP terendah yaitu sebesar 17,19%
(Tabel 4.4).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 5 jenis tumbuhan obat dengan 5 famili
yang berbeda. F. ribes memiliki INP tertinggi kedua dalam vegetasinya. Jenis
tersebut memiliki daerah tutupan yang cukup luas yang terlihat dari nilai
dominansinya. Besarnya nilai dominansi menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut
merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang memiliki pengaruh dalam
komunitasnya.
37
Tabel 4.4. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP
KR
No
Nama jenis
Famili
K
F
(%)
1 Turpinia
Staphyleacea
116,66 28,00 0,67
sphaerocarpa
2 Ficus ribes*
Moraceae
50,00 12,00 0,33
3
Polyosma
Escalloniaceae
ilicifolia
4 Litsea
Lauraceae
cassiaefolia*
5 Symplocos
Symplocaceae
odoratissima*
6 Castanopsis
Fagaceae
javanica
7 Prunus
Rosaceae
arborea
8 Ostodes
Euphorbiaceae
paniculata*
9 Ardisia
Myrsinaceae
villosa*
10 Neonacluea
Rubiaceae
lanceolata
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
FR
(%)
25,19
D
(m2/ha)
0,17
6,80
INP
(%)
59,99
12,41
0,33
13,20
37,61
DR
50,00
12,00
0,33
12,41
0,33
13,20
37,61
66,66
16,00
0,33
12,41
0,17
6,80
35,21
50,00
12,00
0,17
6,39
0,17
6,80
25,19
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,17
6,80
17,19
16,67
4,00
0,17
6,39
0,17
6,80
17,19
d) Analisis vegetasi tingkat pohon
Vegetasi pohon memiliki 19 jenis dengan 15 famili. Schima walichii
merupakan jenis yang mendominasi
baik dari segi penguasaan daerah yang
ditutupi/kerimbunannya, maupaun frekuensi banyaknya plot ditemukan jenis
tersebut. Jenis tersebut memiliki nilai INP tertinggi, yakni 44,52%. INP terendah
dimiliki oleh jenis Toona sureni yaitu sebesar 5,77% (Tabel 4.5).
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 7 famili.
Jenis S. walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang paling mendominasi dalam
vegetasinya. Hal ini menunjukkan bahwa
jenis tersebut memiliki pola
penyesuaian yang besar, dan berperan penting dalam penyusunan komunitas
tumbuhan obat yang ada didalamnya. Jenis S. walichii memiliki potensi untuk
dikembangkan dan dibudidayakan, selain karena potensinya sebagai tumbuhan
obat, jenis tersebut juga merupakan tumbuhan yang banyak dimanfaatkan
kayunya oleh masyarakat.
38
Tabel 4.5. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP
KR
No
Nama jenis
Famili
K
(%)
1
Schima
Theaceae
33,33 19,05
walichii*
2
Engelhardia
Juglandaceae
4,17
2,38
spicata
3
Castanopsis
Fagaceae
25,00 14,29
argentea
4
Ardisia
Myrsinaceae
25,00 14,29
villosa*
5
Castanopsis
Fagaceae
12,50
7,14
javanica
6
Prunus
Rosaceae
4,17
2,38
arborea
7
Ostodes
Euphorbiaceae
8,33
4,76
paniculata*
8
Magnolia
Magnoliaceae
4,17
2,38
blumea
9
Macaranga
Euphorbiaceae
8,33
4,76
rhizinoides*
10 Persea excelsa Lauracae
8,33
4,76
0,83
FR
(%)
15,57
D
(m2/ha)
1,96
9,90
INP
(%)
44,52
0,17
3,19
5,29
26,72
32,29
0,50
9,31
1,33
6,72
30,31
0,67
12,57
0,25
1,26
28,12
0,50
9,31
2,10
10,61
27,06
0,17
3,19
2,88
14,55
20,12
0,17
3,19
1,04
5,25
13,20
0,17
3,19
1,46
7,37
12,94
0,33
6,19
0,29
1,46
12,42
0,33
6,19
0,29
1,46
12,42
F
DR
11
Sloanea sigun
Elaeocarpaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,92
4,65
10,22
12
Fabaceae
8,33
4,76
0,17
3,19
0,25
1,26
9,21
Theaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,50
2,53
8,10
Asteraceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,42
2,12
7,69
15
Pithecellobium
clypearia*
Gordonia
excelsa*
Vernonia
arboria*
Acer laurinum
Sapindaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,38
1,92
7,49
16
Ficus ribes*
Moraceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,17
0,86
6,43
17
Castanopsis
tunggurut
Turpinia
sphaerocarpa
Toona sureni*
Fagaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,13
0,66
6,23
Staphyleacea
4,17
2,38
0,17
3,19
0,13
0,66
6,23
Meliaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,04
0,20
5,77
13
14
18
19
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa masing-masing jenis
tumbuhan diwakili oleh sedikit jenis individu. Hal ini disebabkan oleh keragaman
jenis yang cukup tinggi di hutan alami, sehingga menyebabkan tidak adanya satu
jenis yang sangat dominan. Tingginya keragaman di hutan alami disebabkan
karena terdapatnya heterogenitas habitat di kawasan tersebut.
39
4.2
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi
Kebun Raya Cibodas (KRC)
Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat sebanyak 59 jenis
yang berasal dari 39 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari famili
Rubiaceae dan
Arecaceae masing-masing berjumlah 5 jenis, Moraceae
dan
Zingiberaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan 35 famili lainnya memiliki anggota
kurang dari 3 jenis (Tabel 4.6). Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
terdapat dalam Lampiran 5.
Tabel 4.6. Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
No
Famili
Jumlah jenis
1
Rubiaceae
5
2
Arecaceae
5
3
Moraceae
3
4
Zingiberaceae
3
5
Apocynaceae
2
6
Euphorbiaceae
2
7
Hydrangeaceae
2
8
Myrsinaceae
2
9
Piperaceae
2
10
Sauraceae
2
11
Symplocaceae
2
12
Theacea
2
13
Urticaceae
2
14
Famili lainnya (26 Famili).
(Lihat Lampiran 5)
1
Jenis tumbuhan obat yang mendominasi dengan jumlah individu paling
banyak ditemukan di hutan terfragmentasi KRC adalah jenis C. picta. Jenis
tersebut juga memiliki dominansi yang tinggi di hutan TNGGP. C. picta
merupakan anggota dari famili Gesneriaceae yang memiliki khasiat sebagai
pereda demam dan bengkak pada bagian tubuh tertentu. Hampir semua jenis dari
famili Gesneriaceae berkembang biak dengan cara penyerbukan melalui hewan.
40
Burung menjadi pemeran utama dalam proses penyerbukan dan persebaran benih
tumbuhannya. Hal tersebut yang menyebabkan jenis C. picta memiliki jumlah
jenis individu paling banyak pada semua habitus.
Diantara jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan terfragmentasi KRC,
terdapat jenis tumbuhan asing yang merupakan tumbuhan yang diintroduksi dan
dikoleksi oleh KRC yaitu
Piper aduncum. Jenis P. aduncum merupakan
tumbuhan yang pada awalnya berasal dari Kebun Raya Bogor kemudian
diintroduksi pada tahun 1860, berasal dari tepi hutan dan daerah terbuka di
Argentina dan Meksiko (Mutaqien, dkk., 2011).
4.2.1
Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat
Berdasarkan habitusnya, keanekaragaman jenis tingkat herba dan pancang
lebih beragam dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Tingkat
keanekaragaman jenis tiang
dan pohon yang dihitung menggunakan indeks
Shann n (H’) menunjukkan keanekearagaman yang tergolong rendah (H’ < 1)
dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 0,61, dan 0,78, sedangkan
untuk tingkat herba dan pancang terg l ng edang (1 ≤ H’ ≤ 3) dengan rata-rata
nilai indeks masing-masing yaitu 1,47 dan 1,67.
Abdiyani (2008)
menjelaskan bahwa tumbuhan di hutan terbentuk
kedalam lapisan-lapisan yaitu : 1) Pohon-pohon yang sangat menjulang tinggi,
2) lapisan tajuk, yang membentuk permadani hijau berkesinambungan dengan
tinggi 80-100 kaki, dan 3) stratum tumbuhan bawah yang terdiri atas lapisan
semak dan herba, dan dapat menjadi lebat jika terjadi pembukaan tajuk.
Dominansi jenis tumbuhan obat pada tingkat herba dan pancang disebabkan oleh
41
rendahnya jenis pada tingkat tiang dan pohon. Hal
tersebut menyebabkan
berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk sehingga menyebabkan ruang
dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan
tumbuhan bawah. Hal ini tentu mengeuntungkan bagi tumbuhan bawah dengan
kecepatan tumbuh yang tinggi dan membutuhkan ruang, nutrisi, dan cahaya
Indeks Shannon (H')
matahari lebih banyak untuk bereproduksi sehingga jenisnya menjadi melimpah.
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Hutan Wornojiwo
Hutan Kompos
Hutan Jalan Akar
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Hal serupa terlihat pada nilai indeks kekayaan jeni Margalef ( ’) ada
Gambar 4.3, kekayaan jenis tingkat herba dan pancang lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat tiang dan pohon. Kekakayaan jenis tingkat herba yang dihitung
menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng edang ( ’ = 3,5 –5) dengan indeks
rata-ratanya 3,50, sedangkan untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon tergolong
rendah ( ’ < 5) dengan rata-rata indeks masing-masing yaitu 3,24, 0,60, dan 1,06.
42
6
Indeks Margalef (R')
5
4
Hutan Wornojiwo
3
Hutan Kompos
2
Hutan Jalan Akar
1
0
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.3. Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Rendahnya keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat untuk
tingkat tiang dan pohon di hutan Wornojiwo dan Kompos disebabkan sedikitnya
dijumpai jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut. Sedikitnya jenis tumbuhan
obat dapat disebabkan oleh gangguan aktivitas manusia karena memang kedua
lokasi tersebut dekat dengan pemukiman warga dan berbatasan langsung dengan
jalan KRC yang merupakan daerah wisata. Selain itu, karena ukurannya yang
kecil dan tingginya derajad fragmentasi menyebabkan sisa hutan KRC tersebut
rentan terhadap gangguan biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011).
4.2.2
Struktur dan komposisi vegetasi di KRC
Vegetasi hutan terfragmentasi KRC yang terbagi kedalam tiga lokasi
penelitian yang berbeda yaitu hutan Wornojiwo, Kompos, dan
Jalan Akar.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan
terfragmentasi KRC sebagai berikut:
43
a) Analisis vegetasi tingkat herba
Hutan Wornojiwo memiliki 25 jenis tumbuhan dengan 17 famili. Jenis
yang mendominasi dengan INP tertinggi adalah C. picta dengan INP 35,07%
sedangkan P. aduncum dengan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,6%
(Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 18 jenis tumbuhan obat dengan 15
famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan
merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis C. picta mendominasi dari segi kerapatan
maupun banyaknya ditemukan jenis tesebut didalam plot.
Komposisi vegetasi herba di hutan Kompos meliputi 23 jenis tumbuhan
dengan 19 famili. Jenis C. picta memiliki INP tertinggi yaitu
sebesar 29%
sedangkan Sloanea sigun serta 13 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu
5,0%. (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 15 jenis tumbuhan obat
dengan 13 famili. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang memiliki
peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya.
Hutan Jalan Akar memiliki 18 jenis dengan 14 famili. Peristrophe
hyssopifolia
merupakan jenis dengan INP tertinggi, yakni 39,4% dan jenis
Alpinia malaccensis dan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,8% (Tabel
4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11
famili.
Komposisi vegetasi tingkat herba pada ketiga hutan terfrgamentasi KRC
menunjukkan adanya kesamaan jenis tumbuhan obat yang paling berkontribusi
dalam penyusunan komunitasnya. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang
mendominasi pada vegetasi herba di ketiga hutan terfragmentasi KRC. Dominansi
44
jenis-jenis tumbuhan obat pada vegetasi herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan
Jalan Akar menunjukkan bahwa jenis tumbuhan obat memiliki kontribusi dan
peranan yang penting dalam penyusunan komunitasnya. Keberagaman dan
pentingnya tumbuhan obat dalam vegetasinya memiliki peluang yang besar dalam
pembangunan dan pengembangan hutan.
Tabel 4.7. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
Wornojiwo
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Nama jenis
Alpinia malaccensis*
Ardisia fuliginosa*
Arenga pinnata*
Arisaema inclusum
Asplenium nidus*
Begonia robusta*
Calamus heteroides
Calamus reinwardtii
Cestrum purpureum*
Commelina nudiflora*
Commelina paludosa
Cyperus rotundus*
Cryptocarya ferrea
Cyrtandra grandis
Cyrtandra oblonga
Cyrtandra picta*
Dichroa febrifuga *
Elaeagnus triflora*
Elaeocarpus stipularis*
Elatostema srigosum*
Euchresta horsfieldii*
Ficus hispida*
Ficus obscura*
Helicia serrata*
Homalomena pendula*
Leea indica*
Litsea noronhae
luvunga sarmentosa*
Macropanax dispermum
Musa acuminate*
Mycetia cauliflora*
Nephrolepis biserrata
Ophiopogon caulescens
Ostodes paniculata*
Pavetta Montana
Peristrophe hyssopifolia
Piper aduncum*
KR
(%)
1,8
9,2
0,9
0,9
7,3
3,7
11,1
0,9
2,8
31,4
1,8
0,9
1,8
1,8
1,8
0,9
0,9
1,8
1,8
1,8
0,9
FR
(%)
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
7,4
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
3,7
Kompos
INP
(%)
5,5
13,0
4,6
4,6
11,0
7,4
15,0
4,6
6,5
35,0
5,5
4,6
5,5
5,5
9,2
4,6
4,6
5,5
5,5
5,5
4,6
KR
(%)
1,4
1,4
1,4
5,5
4,2
1,4
24,6
1,4
1,4
5,5
1,4
2,7
1,4
1,4
15,1
1,4
-
FR
(%)
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
-
Jalan Akar
INP
(%)
5,4
5,4
5,4
9,5
8,2
5,4
29,0
5,4
5,4
9,5
5,4
6,7
5,4
5,4
19,0
5,4
-
KR
(%)
0,6
1,4
2,9
0,6
2,3
5,5
2,3
1,4
0,6
0,6
23,0
16,7
1,4
1,4
4,1
0,6
0,6
1,2
1,4
2,7
1,4
1,4
6,9
1,4
31,1
-
FR
(%)
4,3
4,0
4,3
4,3
8,3
4,0
4,3
4,0
4,3
4,3
8,3
8,3
4,0
4,0
4,3
4,3
4,3
8,3
4,0
4,0
4,0
4,0
8,3
4,0
8,3
-
INP
(%)
4,8
5,4
7,2
4,8
10,6
9,5
6,6
5,4
6,6
31,4
25,0
5,4
5,4
8,3
4,8
4,8
9,5
5,4
6,7
5,4
5,4
39,4
5,4
39,4
-
45
Tabel 4.7 ( an utan…)
1
2
3
4
5
6
7
38 Piper sarmentosum*
1,4
4,0
39 Plectocomia elongata *
2,8
3,7
6,5
1,4
4,0
40 Polygala venenosa*
2,7
4,0
41 Pteris biaurita
1,4
4,0
42 Rubus moluccanus*
43 Sanicula europhea
4,7
3,7
8,4
44 Saurauia pendula*
45 Schismatoglottis calyptrata*
13,7 8,0
46 Sloanea sigun
1,4
4,0
47 Smilax macrocarpa*
3,7
7,4
11,0
48 Zingiber infleksum*
2,8
3,7
6,5
6,9
8,0
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
8
5,4
5,4
6,7
5,4
22,0
5,4
15,0
9
1,4
1,4
2,7
2,9
0,6
2,9
1,4
6,9
10
4,0
4,0
4,0
4,3
4,3
4,3
4,0
8,0
b) Analisis vegetasi tingkat pancang
Hutan Wornojiwo memiliki 28 jenis tumbuhan dengan 21 famili. Jenis
Ostodes paniculata merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 19,2%
dan jenis Alstonia scholaris serta 9 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu
sebesar 3,7% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 20 jenis tumbuhan
obat dengan 16 famili. Jenis
O. paniculata merupakan jenis tumbuhan obat
dengan INP tertinggi. Jenis tersebut memiliki peranan dan kontribusi yang besar
dalam penyusunan komunitasnya.
Komposisi vegetasi pancang di hutan Kompos memiliki 24 jenis dengan
14 famili yang didominasi oleh jenis Lasianthus rigidus dengan INP sebesar
17,3%. Sedangkan INP terendah dimiliki oleh Antidesma tetandrum dan 10 jenis
lainnya dengan INP 5,8% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 16 jenis
tumbuhan obat dengan 11 famili. L. rigidus merupakan jenis tumbuhan obat yang
mendominasi dalam komunitas tumbuhan didalamnya.
Hutan Jalan Akar memiliki 19 jenis dengan 17 famili yang didominasi
oleh jenis Calamus heteroides dengan INP tertinggi yaitu 33,2% dan Ardisia
fuliginosa serta 8 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 7,0% (Tabel 4.8).
11
5,4
5,4
6,7
7,2
4,8
4,8
5,4
14,9
46
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili.
Polyalthia subcordata merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki kontribusi
dan peranan yang besar dalam penyusunan tumbuhan di komunitasnya.
Tabel 4.8. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
Wornojiwo
No
Nama jenis
Kompos
Jalan Akar
1
Alstonia scholaris*
KR
(%)
0,9
FR
(%)
2,8
INP
(%)
3,7
KR
(%)
-
FR
(%)
-
INP
(%)
-
KR
(%)
-
FR
(%)
-
INP
(%)
-
2
Altingia excels*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
3
Amomum coccineu*
14,2
2,8
17,0
-
-
-
-
-
-
4
Antidesma tetandrum*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
2,2
4,9
7,0
5
Ardisia fuliginosa*
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
Ardisia villosa*
2,7
5,7
8,3
-
-
-
-
-
-
7
Arenga pinnata*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
8
Calamus heteroides
-
-
-
5,8
3,8
9,6
28,3
0,2
33,1
9
Castanopsis argentea
2,7
2,8
5,5
1,9
3,8
5,8
2,2
4,9
7,0
10
Celtis cinnamomea*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
11
Cestrum purpureum*
11,5
2,8
14,4
-
-
-
-
-
-
12
Cestrum purpureum*
-
-
-
9,6
3,8
13,5
2,2
4,9
7,0
13
Cinamomum burmanii*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
14
Clerodendrum inerme*
-
-
-
-
-
-
6,5
4,9
11,4
15
Coffea robusta*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
16
Cyathea spinulosa
0,9
2,8
3,7
-
-
-
2,2
4,9
7,0
17
Cyathea spinulosa
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
18
Dendrocnide stimulans*
-
-
-
7,7
3,8
11,5
-
-
-
19
Dichroa febrifuga*
-
-
-
5,8
3,8
9,6
-
-
-
20
Elaeocarpus angustifolia
21
Ficus cuspidata
22
23
24
Flacaurtia rukam*
25
Helicia serrata*
26
27
28
Lasianthus stercoranius*
29
Leea indica*
30
Litsea noronhae
31
Lytocarpus indutus
32
Lytocarpus palidus
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
7,1
2,8
9,9
-
-
-
-
-
-
Ficus ribes*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
Ficus ribes*
-
-
-
-
-
-
8,7
9,5
18,2
2,7
2,8
5,5
-
-
-
2,2
4,9
7,0
3,5
5,7
9,2
-
-
-
-
-
-
Lasianthus capitatus
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
Lasianthus rigidus*
-
-
-
9,6
7,7
17,3
-
-
-
3,5
5,7
9,2
7,7
7,7
15,4
2,2
4,9
7,0
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
47
Tabel 4.8 ( an utan…)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
33
Macropanax dispermum
-
-
-
7,7
3,8
11,5
-
-
-
34
Magnolia lilifera
2,7
2,8
5,5
3,9
3,8
7,7
2,2
4,9
7,0
35
Mussaenda frondosa*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
36
Mycetia cauliflora*
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
37
Ostodes paniculata*
10,6
8,6
19,2
5,8
3,8
9,6
4,4
4,9
9,2
38
Pavetta montana
0,9
2,8
3,7
1,9
3,8
5,8
-
-
-
39
Persea excelsa
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
40
Persea rimosa
3,5
2,8
6,4
3,9
3,8
7,7
-
-
-
41
Pinanga coronata*
4,4
5,7
10,1
1,9
3,8
5,8
-
-
-
42
Plectocomia elongata*
8,0
5,7
13,7
1,9
3,8
5,8
-
-
-
43
Polyalthia subcordata*
2,7
2,8
5,5
1,9
3,8
5,8
19,6
9,5
29,0
44
Rauvolfia javanica*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
45
Schima walichii*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
2,2
4,9
7,0
46
Symplocos fasciculata*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
47
Symplocos spicata*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
48
Syzygium costatum*
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
49
Thea sinensis*
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
50
Toona sureni*
-
-
-
-
-
-
4,4
4,9
9,2
51
Travesia sundaica*
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
52
Turpinia Montana*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
53
Turpinia sphaerocarpa
0,9
2,8
3,7
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
-
-
-
c) Analisis vegetasi tingkat tiang
Komposisi vegetasi tiang di hutan Wornojiwo terdiri dari 3 jenis tumbuhan
beasal dari 3 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP
tertinggi yaitu sebesar 150%. (Tabel 4.9). Hutan Jalan Akar terdiri dari 3 jenis
tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Cestrum purpureum merupakan jenis
tumbuhan obat yang terdapat dalam vegetasinya (Tabel 4.9). Komposisi vegetasi
tiang di hutan Kompos terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis
Saurauia blumiana merupakan jenis tumbuhan obat dengan INP tertinggi yaitu
sebesar 126,66% (Tabel 4.9).
48
Tabel 4.9. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
No
Nama jenis
Wornojiwo
Kompos
Jalan Akar
KR
(%)
25,0
1
FR
(%)
24,8
DR
(%)
24,8
INP
(%)
74,6
KR
(%)
33,3
FR
(%)
33,3
DR
(%)
33,3
INP
(%)
100,0
Cestrum
purpureum*
2 Dendrocnide
stimulans*
3 Macropanax
50,0 49,6 50,4 150,0 33,3 33,3 33,3 100,0
dispermum
4 Ostodes
33,3 33,3 33,3 100,0
paniculata*
5 Saurauia
blumiana*
6 Turpinia
25,0 24,8 24,8 74,6
sphaerocarpa
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
KR
(%)
-
FR
(%)
-
DR
(%)
-
INP
(%)
-
-
-
-
-
33,3
33,3
20,0
86,7
-
-
-
-
33,3
33,3
60,0
126,7
33,3
33,3
20,0
86,7
d) Analisis vegetasi tingkat pohon
Hutan Wornojiwo memiliki 9 jenis tumbuhan dengan 7 famili. Jenis
Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar
64,8% dan jenis O. paniculata memiliki INP terendah yaitu sebesar 15,2% (Tabel
4.10). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili.
Hutan Kompos memiliki 6 jenis tumbuhan dengan 5 famili. Jenis Elaeocarpus
angustifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 81,1% dan jenis
S. blumiana memiliki INP terendah yaitu sebesar 38,9% (Tabel 4.10). Hutan Jalan
Akar memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 8 famili. Jenis S. walichii merupakan
jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 73,0% dan jenis Elaeocarpus stipularis
memiliki INP terendah yaitu sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3
jenis tumbuhan obat dengan 3 famili dan S.walichii merupakan jenis tumbuhan
obat yang memegang peranan penting dalam penyusunantumbuhan komunitasnya
(Tabel 4.10).
49
Tabel 4.10. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar
Wornojiwo
No
1
Nama jenis
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
Kompos
INP
(%)
KR
(%)
FR
(%)
DR
(%)
Jalan Akar
INP
(%)
KR
(%)
Castanopsis
6,3
7,6 36,8 50,7
25,0
argentea
2
Castanopsis
6,3
7,6 17,9 31,8
javanica
3
Castanopsis
8,3
tunggurut
4
Elaeocarpus
16,7 16,7 23,4 56,7 8,3
angustifolia
5
Elaeocarpus
8,3
stipularis*
6
Ficus
8,3
heteropilus
7
Helicia
6,3
7,6
9,1 23,0
serrata*
8
Macropanax
37,5 23,1 4,2 64,8
8,3
dispermum
9
Magnolia
6,3
7,6
2,0 15,8
montana
10 Ostodes
6,3
7,6
1,3 15,2 16,7 16,7 7,8 41,1
paniculata*
11 Persea
8,3
excelsa
12 Persea
6,3
7,6 13,0 26,9
rimosa
13 Saurauia
16,7 16,7 5,6 38,9
blumiana*
14 Saurauia
16,7 16,7 8,9 42,2
pendula*
15 Schima
8,3
walichii*
16 Sloanea
8,3
sigun
17 Symplocos
8,3
fasciculata*
18 Toona
16,7 16,7 6,7 40,0
sureni*
19 Turpinia
6,3
7,6 15,6 29,5
Montana*
20 Turpinia
18,8 23,1 0,1 42,0
sphaerocarpa
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
FR
(%)
DR
(%)
INP
(%)
18,6
8,4
52,0
-
-
-
9,0
4,5
21,8
9,0
3,5
20,8
9,0
0,5
17,9
9,0
5,9
23,3
-
-
-
9,0
3,5
20,8
-
-
-
-
-
-
9,0
12,8
30,2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9,0
55,7
73,0
9,0
3,5
20,8
9,0
2,0
19,3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
4.3
Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan
TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC
Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa jenis
tumbuhan obat yang terdapat di hutan terfragmentasi KRC lebih beragam
dibanding pada lokasi sampling di hutan TNGGP. Namun jika dilihat berdasarkan
indek Shann n (H’) dan Margalef ( ’), nilai keragaman dan kekayaan eni di
hutan TNGGP lebih tinggi dibanding hutan terfragmentasi KRC (Tabel 4.19).
Tabel 4.11. Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat
Parameter
Hutan TNGGP
Hutan terfragmentasi
KRC
Jumlah jenis tumbuhan
45 jenis
59 jenis
obat
Indek Shann n (H’)
Herba
1,47
2,17
Pancang
1,63
1,58
Tiang
0,61
1,06
Pohon
0,78
1,38
Indek Margalef ( ’)
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Jumlah jenis berdasarkan
habitus
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Ketinggian
5,66
2,52
1,24
2,32
3,80
3,24
0,60
1,06
31 jenis
9 jenis
5 jenis
9 jenis
1418-1623 mdpl
32
34
4
9
1374-1419 mdpl
Tingginya nilai keragaman dan kekayaan
jenis di hutan TNGGP
disebabkan banyaknya jumlah individu dari setiap jenisnya. Banyaknya jumlah
jenis akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya.
Kawasan hutan TNGGP merupakan hutan alami yang heterogen dengan struktur
yang kokoh, sehingga komunitas di dalamnya lebih stabil dan tidak mudah
terganggu dari lingkungan luar. Hal tersebut diduga yang menyebabkan
51
banyaknya individu dari setiap jenis karena habitatnya yang minim gangguan
sehingga masyarakat tumbuhan dapat tumbuh dengan baik.
Jenis tumbuhan obat yang ada di hutan terfragmentasi KRC pada dasarnya
merupakan tumbuhan anggota komunitas tumbuhan hutan TNGGP. Fragmentasi
menyebabkan hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar terpisah dari kawasan
taman nasional. Hutan terfragmentasi KRC merupakan petak sisa hutan Gunung
Gede Pangrango yang terpisah karena adanya aktivitas manusia untuk berbagai
peruntukkan. Kawasan daerah hutannya rentan sekali mendapat gangguan dari
luar dan menyebabkan komunitas didalamnya tidak pernah betul-betul stabil.
Selalu terjadi siklus alamiah yang setiap kali berulang dalam suatu rentang waktu
tertentu. Demikian seterusnya proses pergantian ekologi ini berlangsung setiap
saat secara berkesinambungan. Selama proses perubahan ini berlangsung secara
alamiah tanpa intervensi manusia maka pergantian ekologi akan tetap terjadi
berulang-ulang sehingga pertumbuhan klimaks dapat tercapai. Hal tersebut diduga
yang menyebabkan besarnya keragaman jenis dan munculnya jenis-jenis
tumbuhan yang dominan. Serangkaian proses perubahan-perubahan yang terjadi
pada masyarakat tumbuh-tumbuhan sesuai dengan habitatnya dikenal dengan
suksesi (Pribadi, 2006).
Fragmentasi dapat berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi,
dan keanekaragaman hayati ekosistem keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009).
Tingginya keanekaragaman genetik pada hutan yang terfragmentasi di KRC
disebabkan karena adanya daerah tepian hutan yang terfragmentasi. Hal ini
dikarenakan daerah tepian hutan
terfragmentasi merupakan titik pertemuan
52
keadaan ekologi yang berbeda, dan biasanya faktor biotik dan abiotiknya akan
sangat mendukung untuk daya regenerasinya sehingga menyebabkan keragaman
jenis tumbuhan, khususnya tumbuhan obat.
Tumbuhan obat di alam sangat rentan terkikis keberadaanya. Lambannya
pengembangan budidaya tumbuhan obat menjadi salah satu penyebab terkikisnya
jenis tumbuhan obat. Belum disorotinya secara sungguh-sungguh nilai ekonomi
total dari hutan tropika Indonesia merupakan salah satu alasan upaya budidaya
tumbuhan obat hutan tropika belum banyak dilakukan. Permasalahan lain yang
masih dihadapi berkaitan dengan belum dikembangkannya tumbuhan obat antara
lain: (1) belum tersedianya sifat-sifat bioekologi jenis tumbuhan obat yang
merupakan dasar dari teknologi budidaya, (2) masih banyaknya jenis tumbuhan
obat yang belum diketahui cara pembudidayaannya, (3) belum terampilnya
sumberdaya manusia yang akan melakukan budidaya, dan (4) kurangnya dana
untuk
pengembangan
tumbuhan
obat
(Pusat
Pengendalian
Kerusakan
Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Berdasarkan data tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP dan di
hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan obat yang tergolong langka.
Kriteria
kelangkaan
menurut
IUCN
(1978)
dengan
tingkat
terkikis
(indeterminate). Jenis tersebut adalah Pule (Alstonia scholaris) (Pusat
Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB, 2001).
Pada saat ini, upaya konservasi tumbuhan obat dirasa masih dipandang
sebagai tanggung jawab sektor-sektor tertentu saja, belum berkembang sebagai
53
bagian dari rasa tanggung jawab seluruh sektor yang terkait dengan sumberdaya
tumbuhan obat. Diharapkan terdapat kelembagaan yang secara khusus menangani
masalah pelestarian dan upaya konservasi tumbuhan obat untuk menjamin
kelestariannya.
Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat mulai meningkat namun
masih cukup banyak pula yang belum terjangkau atau belum tuntas
penanganannya. Hal tersebut diduga karena masih lemahnya sistem pengelolaan
informasi ilmiah tumbuhan obat dan kurangnya koordinasi antara peneliti atau
instansi tertentu yang mengakibatkan hasil-hasil penelitian tentang tumbuhan obat
belum dapat dimanfaatkan secara efisien/berdayaguna terutama untuk upaya
konservasinya.
4.4 Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Lokal
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Cimacan, sebagian
besar masyarakat yang masih memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan
obat adalah laki-laki, karena keseharian aktifitasnya yang masih sering
berinteraksi dengan tumbuhan, baik itu diladang maupun di hutan. Selain itu,
faktor usia juga memegang peranan penting dalam hal kekayaan intelektual
tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Responden dengan usia diatas 60 tahun,
memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang penggunaan tumbuhan obat.
Masyarakat Desa Cimacan menggunakan tumbuhan obat sebanyak 162
jenis dari 68 famili yang berasal dari kebun, pekarangan rumah dan dari lahanlahan terbuka yang ditempati oleh tumbuhan liar. Berdasarkan familinya, jenis
54
tumbuhan obat yang paling banyak digunakan masyarakat adalah dari famili
Asteraceae
sebanyak 12 jenis, Solanaceae 10 jenis, Zingiberaceae 9 jenis,
Rubiaceae 8 jenis, Moraceae 6 jenis, Acanthaceae dan Lamiaceae berjumlah 5
Jenis, sedangkan famili lainya berjumlah kurang dari 5 jenis. Data jenis tumbuhan
obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cimacan terdapat dalam Lampiran 6.
Usia
Jenis kelamin
16%
> 60 th
0%
28%
20%
Laki-laki
50 - 59 th
40 - 49 th
8%
30 - 39 th
Perempuan
80%
20 - 29 th
24%
24%
< 20 th
Gambar 4.4. Persentase jenis kelamin dan usia responden
Tumbuhan obat dari famili Asteraceae merupakan tumbuhan yang banyak
digunakan digunakan oleh masyarakat. Famili Asteraceae merupakan takson
tumbuhan dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Kelompok
tumbuhannya terdiri dari 1.100 genus dari 20.000 spesies. Famili Asteraceae
memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom plantae (Fahmi, dkk., 2012).
Jenis tumbuhan dari famili Asteraceae memiliki khasiat penyembuh luka, panas
dalam, serta hipertensi seperti Agerotum conizoides dan juga memiliki khasiat
sebagai aprodisiak, anti diuretik, dan penambah stamina seperti jenis Artemisia
vulgaris.
55
Tabel 4.12. Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat lokal
No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Habitus
Khasiat
1
Antanan
Centella asiatica
Apiaceae
Herba
Penguat daya ingat, hipertensi,
wasir, rematik, dan magh
2
Babadotan
Ageratum
conyzoides
Asteraceae
Herba
3
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Pancang
Menghentikan pendarahan luka,
magh, panas dalam, sakit
tenggorokan
Obat sakit pinggang, diabetes,
ginjal,
4
Jahe
Zingiber officinale
Zingiberaceae
Herba
5
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Herba
6
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Herba
7
Kumis
kucing
Orthosiphon
aristatus
Lamiaceae
8
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Herba
Obat sakit kepala, demam,
masuk angin.
9
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Herba
Aprodisiak, stamina, pelancar
air seni, dan rematik
10
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Herba
Obat batuk, bau mulut, magh,
pengering luka dan obat mata
Penghangat badan, penurun
demam, batuk, rematik, dan
keseleo
Obat kanker, luka dalam,
peluruh batu ginjal, magh,
hipertensi, sariawan
Obat diabetes, sakit pinggang,
batuk, dan memperlancar
peredaran darah
Obat hipertensi, diabetes, magh
Anggota famili Asteraceae dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis
yang memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi, karena matahari
merupakan sumber energi utama dalam membantu proses fotosintesis. Jenis-jenis
dari famili Asteraceae kebanyakan merupakan gulma, oleh karenanya banyak
ditemukan di lingkungan. Gulma dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat
baik sebagai tumbuhan obat, tanaman hias bagi pertamanan, dan sebagai sayuran
(Fahmi, dkk., 2012).
Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi dipercaya dapat menyembuhkan
berbagai penyakit seperti batuk, demam, hipertensi, batu ginjal, obat cacingan,
56
hingga penyakit kejiwaan. Contohnya seperti Babadotan (Ageratum conizoides)
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menghentikan pendarahan luka,
dan Lokatmala (Artemisia vulgaris) yang digunakan untuk stamina dan pelancar
air seni. Jenis-jenis lain yang
banyak digunakan adalah Antanan (Centella
asiatica) yang digunakan untuk hipertensi, rematik dan penguat daya ingat,
Seureuh (Piper betle) digunakan untuk obat batuk, bau badan, bau mulut, dan dari
famili Zingiberaceae seperti Jahe (Zingiber officinale) yang biasa digunakan untuk
menghangatkan badan, penurun demam, dan obat batuk.
4.4.1 Bagian yang dimanfaatkan
Masyarakat sekitar kawasan TNGGP memanfaatkan bahan obat yang
berasal dari dari biji, akar, batang, daun, pucuk daun, maupun seluruh bagian dari
tumbuhannya (Gambar 4.5). Bagian yang paling
banyak digunakan oleh
masyarakat sekitar adalah daun, yakni sebesar 42% dari total jenis yang
dimanfaaatkan.
1,04%
22,51%
3,14%
4,19%
5,23%
9,94%
1,04%
10,99%
41,88%
Biji
Akar
Umbi
Rimpang
Batang
Daun
Buah
Bunga
Campuran
Gambar 4.5. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan
masyarakat Desa Cimacan
57
Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai
obat, yaitu sebanyak 749 jenis. Hal ini dikarenakan daun merupakan bagian yang
mudah diperoleh, dan mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibanding bagian,
kulit, batang, ataupun akar (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman
Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat biasanya diambil
langsung dari alam seperti hutan, ladang, pinggir-pinggir jalan maupun dari
pekarangan rumah. Pengambilan ini biasanya hanya ketika ada anggota keluarga
yang menderita sakit. Menurut Roemantyo dan Ali (1994) dalam Yusro dkk.,
(2012), ada tiga kelompok masyarakat yang dibedakan berdasarkan intensitas
pemanfaatan tumbuhan obat yaitu pertama kelompok masyarakat asli yang hanya
menggunakan pengobatan tradisional. Kelompok kedua adalah kelompok
masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, dan yang
ketiga kelompok industriawan obat tradisional. Masyarakat Desa Cimacan
termasuk kedalam kelompok masyarakat
yang memanfaatkan tumbuhan obat
dalam skala keluarga.
4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya
Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dirasa akan terus meningkat
mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan
menggunakan obat tradisional seperti jamu. WHO menjelaskan, hampir 60%
populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas
telah memasukkannya kedalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014).
58
Kecenderungan masyarakat dunia akan kebutuhan pengobatan tradisional
dengan tumbuhan obat dirasa akan terus meningkat. Oleh karena itu pengadaan
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan tantangan dimasa depan. Untuk
mengantisipasinya, perlu dikembangkan sentral sentral produksi tumbuhan obat
yang berdasarkan potensi masing-masing wilayah hutan alam dengan asas
pelestarian.
Hasil analisis terhadap data jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat,
terdapat 27 jenis tumbuhan (16,6%) yang terdapat di TNGGP dan hutan
tefragmentasi KRC. Jenis-jenis tumbuhan obat yang memiliki beberapa khasiat
dari pengolahan bagian tumbuhannya perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal
tersebut dapat dijadikan dasar untuk pemilihan tumbuhan potensial sebagai obat,
juga sebagai salah satu upaya pengembangan dimasyarakat agar keragamannya
tetap terjaga dan lestari.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam memilih jenis-jenis
tumbuhan obat unggulan menjadi pioritas pengembangan. Kebutuhan yang tinggi
karena memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya, jenis
yang tergolong langka, sifatnya yang dapat menyembuhkan penyakit yang sulit
diobati seperti kangker, dan banyaknya jenis yang dijumpai di alam liar dijadikan
pertimbangan dalam upaya pembudidayaannya. Hal ini tentu perlu diimbangi
dengan adanya upaya pendampingan dan pembinaan terhadap masyarakat sekitar
tentang cara pengembangan tumbuhan obat.
59
Tabel. 4.13. Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan
terfragmentasi KRC
Bagian
No Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
Manfaat
yang
Cara pengolahan
digunakan
1
Lame
Alstonia
scholaris
Apocynaceae
Obat liver,
diabetes
Kulit
batang
Digodog, lalu
diminum airnya
2
Rendeu
badak
Cyrtandra
picta
Gesneriaceae
Obat penurun
panas, step
Daun
Daun ditumbuk, lalu
di balurkan ke kulit
3
Kijiwo
Euchresta
horsfieldii
Obat penawar
bisa
Akar
Aprodisiak
Akar dan
daun
Obat TBC
Biji
Obat sesak
nafas
Rimpang
Fabaceae
4
Gandasoli
Hedychium
coronarium
Zingiberaceae
5
Poh'pohan
Pilea
melastomoides
Urticaceae
6
Katutungkul
Polygala
venenosa
Polygalaceae
7
Hareeus
Rubus
sundaicus
8
Kileho
canting
9
10
Obat kanker,
mual
Obat sakit
pinggang,
memperlancar
peredaran
darah
Dikunyah, airnya
ditelan dan
ampasnya di
balurkan ke luka
bekas gigitan
Direbus, air
rebusannya di
minum
Ditumbuk, lalu
diseduh dengan air
hangat
Direbus, air
rebusannya di
minum
Daun
Dilalap
Akar,
buah dan
daun
Digodog airnya
diminum
Rosaceae
Obat
keputihan
Daun
Direbus, airnya
digunakan untuk
membersihkan
daerah kewanitaan
Saurauia
pendula
Sauraceae
Obat tipus
Semua
bagian
Digodog, lalu
diminum airnya
Bubukuan
leutik
Strobilanthus
fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Tongtak
leutik
Zingiber
inflexum
Zingiberaceae
Obat sesak
nafas
Rimpang
Direbus, air
rebusannya di
minum
Direbus, air
rebusannya di
minum
Pengembangan dapat dilakukan di dalam maupun luar habitat alaminya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pengembangan tumbuhan obat
diantaranya : (a) pembinaan dan pemitraan kepada masyarakat, (b) pengembangan
60
kemitraan, (c) pengembangan kelembagaan dengan melibatkan semua stake
holder, dan (d) pelaksanaan budidaya tumbuhan obat (Pusat Pengendalian
Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB,
2001).
Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan
obat yang berasal dari nenek moyang harus terus dilestarikan. Pengaruh
modernisasi dan budaya luar banyak mengakibatkan pengetahuan tentang
pemanfaatan obat tradisional menjadi semakin tergerus, karena para orang tua
yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan obat hanya
menyimpannya tanpa mewariskannya kepada generasi yang lebih muda. Oleh
karena itu, hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat tradisional
atau masyarakat lokal harus dilindungi, dikonservasi, dan didata dengan baik.
Masalah
tersebut
merupakan
tantangan
besar
bagi
kita
untuk
mengembalikan pola fikir masyarakat untuk kembali bergantung kepada alam
(back to nature) dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya
pelestariannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari
penggunaan obat-obatan modern yang memiliki bahaya dari bahan kimia, juga
untuk tetap menjaga pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan
pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga dan
dilestarikan.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 45 jenis
tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP, dan 59 jenis di hutan
terfragmentasi KRC. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang dihitung
menggunakan indeks Shannon (H’) menunjukkan bahwa di hutan TNGGP dan
hutan terfragmentasi KRC tergolong sedang (1 ≤ H’ ≤ 3), karena rata-rata nilai
indeks masing-masing sebesar 1,54 dan 1,13. Tingkat kekayaan jenis yang
dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng rendah ( ’ < ,5) dengan
rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 2,93 dan 2,1. Masyarakat sekitar
TNGGP
menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang berasal dari
lingkungan sekitar tempat tingganyal. Daun merupakan bagian tumbuhan yang
paling banyak digunakan dengan persentase sebesar 42%.
5.2 Saran
Upaya konservasi dan pelestarian tumbuhan obat perlu terus ditingkatkan
dengan cara penciptaan hubungan kerjasama yang sinergis antara lembagalembaga konservasi dengan masyarakat. Perlu ada upaya pendampingan dari
lembaga-lembaga konservasi seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan obat dan
sosialisasi untuk kegiatan budidayanya kepada masyarakat lokal agar lebih peduli
terhadap potensi serta kelestarian tumbuhan obat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di
Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. (1):79-84.
Adi, SN. 2003. Teknik Pendugaan Potensi Tumbuhan Obat di Kebun Raya
Cibodas berdasarkan Pengetahuan Masyarakat Sekitar di Desa Cimacan
dan Sindanglaya. Fakultas Kehutanan, Program Studi Konservasi
Sumberdaya Hutan IPB, Bogor.
Agung, S, dkk., 2009. Tanaman Obat Taman Usada Kebun Raya Bali. LIPI Press,
Bali.
Anggana, AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional
Gunung Merapi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Asrianny, Marian, dan Oka. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana
(Tumbuhan memanjat) pada Alam di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Definisi Tanaman Obat.
http://www.Depkes.go.id. Diakses 2 September 2013, pukul 19.00 WIB.
Ecroyd, C.E., and Brockerhoff, E.G. 2005. Floristic Changes over 30 Years in
a Carterbury Plains Kanuka Forest Remnant and Comparison with
Adjacent Vegetation Types. New Zealand Journal of Ecology. 2005.
29(2):279-280.
Ernawati. 2009. Etnonotani Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur
Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi
Riau). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan IPB, Bogor.
Fahrig, L. and A.A. Grez. 1996. effects of Habitat Fragmentation on Biodiversity.
Annual Reviews of Ecology and Systematic. 34: 487-490.
Gunawan, dkk., 2009. Fragmentasi Hutan Alam Lahan kering di Provinsi Jawa
Tengah. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 1: 3.
Harada, dkk., 2002. Medicinal Plants of Mount Halimun National Park West Java
Indonesia. Biodiversity Conservation Project. Japan International
Coorporation agency (BCP-JICA).
63
Hasanah, M dan Devi. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih beberapa Tanaman
Obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25 (2):69.
Hidayat, S dan Wahyuni. 2009. Seri Tumbuhan Obat berpotensi Hias. PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Hidayat, S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi & Sebaran.
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI, Bogor.
Hidayat, S. 2011. Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hembing. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia.
Prestasi Insan Indonesia, Jakarta.
Hendrian dan Julisasi. 1999. Koleksi Tumbuhan Obat Kebun Raya Bogor. UPT
Balai Pengembangan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan, Bogor.
IPNI (The International Plant Names Index). 2014. http://www.ipni.org. Diakses
pada 1 Januari 2014, pukul 20.00 WIB.
IUCN. 2014. http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 5 Januari 2014, pukul
13.30 WIB.
Kebun Raya Cibodas-LIPI. http://www.krcibodas.lipi.go.id. Diakses 15 Maret
2014, pukul 14.00 WIB.
Kulkarni D.K, dkk., 2011. Phytochemical Studies of The Genus Zingiberaceae
from Family Zingiberaceae. Department of Botany, Vivekanand College,
Kolhapur, India. 2 (2):648-649.
Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae dalam
Perdagangan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 17(2):91-98.
Mutaqien, dkk., 2010. Penyebaran Tumbuhan Asing di Hutan Wornojiwo Kebun
Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. UPT Balai Konservasi Kebun Raya
Cibodas-LIPI. (1):550-553.
Noerdjito dan Maryanto. 2007. Jenis-jenis Hayati Dilindungi
undangan Indonesia. LIPI Press, Bogor.
Perundang-
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
64
Pribadi, ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah
dan Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Bogor. 8 (1):52-64.
Pribadi, T. 2006. Keanekaragaman Vegetasi pada Areal Hutan Sekunder Bukit
Mandi Angin, Banjar, Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian Universitas
PGRI Palang Karaya, Palang Karaya.
PT. Eisai Indonesia. 1995. Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (edisi kedua).
PT.Eisai Indonesia, Jakarta
Purba, EFB. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan
(Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan
Tengah. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Purnawan, BI. 2006. Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Taman
Nasional Gunung Gede pangrango. Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas
Kehutanan IPB. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat
Indonesia. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati
BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Putri, FSA. 2008. Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota
Bogor Jawa Barat. Fakutas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rosita, S.M.D., dkk., 2007. Penggalian IPTEK Etnomedisin di Gunung Gede
Pangrango. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. XVIII
(1):13-14.
Santhyami dan Sulistyawati, 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat
Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat. School of Life Science &
Technology, Bandung Institute of Technology. 1: 2.
Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Balai
Pustaka, Jakarta.
Sutarno, H & Atmowidjojo. S. 2000. Potensi dan Cara Pemanfaatan Bahan
Tanaman Obat. Yayasan Prosea Indonesia, Bogor.
65
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (National Park), 2014. Tentang
TNGGP. www.gedepangrango.org/tentang -tnggp. Diakses 15 Maret
2014, pukul 14.00 WIB.
The Plant List. 2014. http://www.theplantlist.org. Diakses pada 2 Januari 2014,
pukul 21.00 WIB.
USGS, 2014. Earth Explorer. http.//earthexplorer.usgs.gov/. Diakses 1 Mei 2014,
pukul 13.30 WIB.
Van Steeenis, C.G.G.J. 1972. Mountain Flora of Java. Leiden: Brill.
WHO, 2014. Biodiversity and Health. http.//www.who.int/en/. Diakses 01 Apil
2014, Pukul 20.00 WIB.
Wihermanto. 2002. Inventarisasi Tumbuhan Terancam Kepunahan di Zona Sub
Montana dan Montana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa
Barat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi
Universitas Pakuan, Bogor.
Wijayanti, P. 2010. Budidaya Tanaman Obat Rosella Merah (Hibiscus
sabdariffal.) dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis Sekundernya di PT.
Temu Kencono, Semarang. Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis
Agrofarmaka Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Yuzammi. Dkk., 2009. Ensiklopedia Flora. PT. Kharisma Ilmu, Bogor.
66
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian
No
Lokasi
Kelembaban
pH
&
kelembaban
tanah
Ketinggian
(m dpl)
Koordinat
22,6° C
41%
6,8% & 60%
1374
S 06°44'29.8"
E 107°00'37.8"
75
23,7° C
36%
6,2% & 80%
1344
S 06°44'22.2"
E 107°00'28.5"
73
24,9° C
27%
6,2% & 70%
1419
S 06°44'32.4"
E 107°00'20.1"
Intensitas
cahaya
Suhu
7
Wornojiwo
1
Plot 2
(10.30)
Kompos
2
Plot 2
(10.30)
Jalan Akar
3
Plot 2
4
TNGGP
Plot 2
1400
(10.30)
139
21,4° C
40%
6,2% & 72%
1451
S 06°44'28.8"
E 107°00'06.2"
5
TNGGP
Plot 2
1500
(12.30)
7
23,8° C
34%
6,0% & 70%
1529
S 06°44'44.6"
E 106°59'51.9"
6
TNGGP
Plot 2
1600
(14.30)
1
21,8° C
30%
6,0% & 70%
1623
S 06°44'59.8"
E 106°59'21.3"
(10.30)
67
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan
No
Nama
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Status
Pekerjaan
Perempuan
78
SD
Menikah
Paraji
1
Abu Iti
2
Bah Otong
laki-laki
75
SD
Menikah
Tani
3
Beben
laki-laki
27
SMA
Belum Menikah
Wiraswasta
4
Dedi
laki-laki
29
SMA
Menikah
Wiraswasta
5
Ibu Cucu
Perempuan
41
SMP
Menikah
IRT
6
Ibu Elih
Perempuan
35
SD
Menikah
Wiraswasta
7
Ibu Heryati
Perempuan
45
S2
Menikah
PNS
8
M. Abdurahman
laki-laki
20
SD
Belum Menikah
Pegawai Swasta
9
Ma Aan
Perempuan
48
SD
Menikah
Wiraswasta
10
Pak Ajun
laki-laki
55
SD
Menikah
Pensiunan KRC
11
Pak Asik
laki-laki
84
SD
Menikah
Tani
12
Pak Aziz
laki-laki
33
SMP
Menikah
Pegawai Swasta
13
Pak Edi
laki-laki
43
STM
Menikah
Pengamat lingkungan
14
Pak Jaelani
laki-laki
46
SMA
Menikah
Wiraswasta
15
Pak Jaya
laki-laki
65
SD
Menikah
Tani
16
Pak Kosim
laki-laki
60
SD
Menikah
Pensiunan KRC
17
Pak Mahmudin
laki-laki
42
S1
Menikah
PNS KRC
18
Pak Maman
laki-laki
50
SD
Menikah
Tani
19
Pak Rustandi
laki-laki
50
SMA
Menikah
PNS
20
Pak Sirodjudin
laki-laki
57
SD
Menikah
Tani
21
Pak Slamet
laki-laki
67
SD
Menikah
Pensiunan KRC
22
Pak Sofyan
laki-laki
57
SD
Menikah
Pensiunan TNGGP
23
Pak Sutiana
laki-laki
54
SMA
Menikah
PNS KRC
24
Pak Ujar
laki-laki
64
SMP
Menikah
Pensiunan TNGGP
25
Ulih
laki-laki
25
SMA
Belum Menikah
Wiraswasta
68
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia:
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status:
Pertanyaan :
1. Dalam satu minggu berapa kali masuk ke hutan ?
a. satu kali
b. dua kali
c. tiga kali
d. setiap hari e. lainnya…..
2. Apa yang saudara lakukan ?
a. bertani
b. berburu
c. mengambil kayu bakar
d. mengambil tumbuhan
e. lainnya…
3. Jenis tumbuhan apa saja yang diambil dari hutan ?
a.
b.
c.
4. Apa nama tumbuhan yang sering dimanfaatkan ?
No
Nama lokal
Kegunaan
1
2
3
5. Dari mana tumbuhan tersebut diambil ?
a. hutan
b. ladang
c.pekarangan rumah d. lainnya
6. Bagian apa yang sering digunakan dan bagaimana pengolahannya ?
Bagian yang
No
Nama tumbuhan
Cara pengolahannya
digunakan
1
2
3
7. Apakah saudara menanam tumbuhan tersebut dirumah
a. ya b. tidak
8. Bagaimana sumber pengetahuan tersebut didapat ?
a. sendiri
b. sekolah
c. orang tua d. lainnya…
69
Lampiran 4. Data Tumbuhan Obat hutan TNGGP
No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat
1
Rasamala
Altingia excelsa
Hammamelidaceae
Tonikum
2
Tepus
Amomum coccineum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas, batuk,
pereda demam
3
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat panu, koreng
4
Kiracun
Ardisia villosa
Myrsinaceae
Meracuni anjing
5
Paku batu
Athryium puncticaule
Woodsiaceae
Obat disentri
6
Tali said
leutik
Commelina obligua
Commelinaceae
Obat bengkak, bisul, dan
gigitan serangga
7
Congkok
Curculigo capitulata
Hypoxidaceae
Membersihkan tubuh yang
kotor dan berdaki
8
Rendeu
badag
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat pereda demam, bengkak
9
Ramoklia
Elatostema negrescens
Urticaceae
Obat peredam panas
10
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Gigitan ular, penawar ular,
TBC, aprodisiak
11
Kisireum
Eugenia lineata
Myrtaceae
Demam
12
Walen
Ficus ribes
Moraceae
Obat diare, malaria, pelancar
ASI
13
Hamerang
Ficus toxicaria
Moraceae
Kencing nanah
14
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiaceae
Obat luka, sakit telinga
15
Kienteh
Gordonia excelsa
Theaceae
Astringen
16
Gandasoli
Hedychium coronarium
Zingiberaceae
Obat cacing, biduran, demam,
panas dalam, masuk angin
17
Kikopi leutik
Hyphobathrum frutescens
Rubiaceae
Obat rematik, cacar, sakit
perut
18
Pulus
Laportea stimulans
Urticaceae
Obat batuk
19
Huru batu
Litsea cassiaefolia
Lauraceae
Obat kudis, bisul
20
Manggong
Macaranga rhizinoides
Euphorbiaceae
Obat batuk, disentri, dan
demam
21
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat cuci mata
22
Kokopian
Mycetia cauliflora
Rubiaceae
Obat gatal
70
Lampiran 4 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
23
Muncang
cina
Ostodes paniculata
Euphorbiaceae
Obat pencahar
24
Cangkuang
Pandanus furcatus
Pandanaceae
Obat batuk, tonik stelah
melahirkan
25
Konyal
Passiflora suberosa
Passifloraceae
Obat penambah stamina
26
Anggrek
tanah
Phaeus flavus
Orchidaceae
penyakit kelamin
27
Pohpohan
Pilea melastomoides
Urticaceae
Obat sari rapet, keputihan, anti
kangker
28
Bingbin
Pinanga coronata
Arecaceae
Disentri, stamina
29
Seureuh
Piper aduncum
Piperacea
Obat batuk, penyakit gigi
30
Sirih
Piper sarmentosum
Piperaceae
Obat batuk, asma, penyakit gigi
31
Haruman
Pithecellobium clypearia
Fabaceae
Obat kudis
32
Rotan Badak
Plectocomia elongata
Arecaceae
Obat batuk
33
Hareeus
Rubus moluccanus
Rosaceae
Obat sariawan
34
Hareeus
Rubus sunndaicus
Rosaceae
Obat keputihan, sariawan
35
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
36
Kileho
canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
37
Puspa
Schima walichii
Theaceae
Obat otitis, Sengatan ikan
Taleus
leuweung
Bubukuan
leutik
Schismatoglottis
calyptrata
Arecaae
Obat memar
Strobilanthus fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
40
Jirak leutik
Symplocos odoratissima
Symplocaceae
Obat sariawan
41
Areuy
kibarera
Tetrastigma dichotomum
Vitacae
Obat mata, obat batuk
42
Suren
Toona sureni
Meliaceae
Obat diare, disentri, demam,
radang ginjal, lambung, usus
43
Panggang
cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat mual
44
Hamirung
Vernonia arboria
Asteraceae
Obat sariawan
45
Nangsi
Villebrunea rubescens
Urticaceae
Obat cuci mata
38
39
71
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC
No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat
Obat kuat, sakit tenggorokkan,
bisul, luka
1
Laza goah
Alpinia malaccensis
Zingiberaceae
2
Lame
Alstonia scholaris
Apocinaceae
Obat Kuat
3
Rasamala
Altingia excelsa
Hammamelidaceae
Tonikum
4
Tepus
Amomum coccineum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas, Batuk, Pereda
demam
5
Huni peucang
Antidesma tetandrum
Euphorbiaceae
Gatal
6
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat panu, koreng
7
Kiracun
Ardisia villosa
Myrsinaceae
Meracuni anjing
8
Aren
Arenga pinnata
Arecaceae
Batu ginjal, cacar air, haid tdk
teratur, sembelit, sariawan
Asplenium nidus
Apleniaceae
Obat demam
Begonia robusta
Begoniaceae
Penurun demam, panas dalam,
penghilang haus
9
10
Paku sarang
burung
Hariang
bereum
11
Kitamiang
Celtis cinnamomea
Ulmaceae
Peluruh kentut
12
Kembang
dayang
Cestrum purpureum
Solanaceae
Obat gatal
13
Kayu manis
Cinamomum
burmanii
Lauraceae
14
Pagoda
Clerodendrum
inerme
Verbenaceae
15
Kopi
Coffea robusta
Rubiaceae
16
Tali Said
Commelina nudiflora
Commelinaceae
Obat patah tulang, demam, luka
17
Teki
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Obat keputihan dan diuretik
18
Rendeu badag
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat pereda demam, bengkak
19
Pulus
jalatrong
Dendrocnide
stimulans
Urticaceae
Obat bisul
20
Gigil
Dichroa febrifuga
Hydrangeaceae
Obat panas
21
kakaduan
Elaeagnus triflora
Elaegnaceae
Obat sarirapet
22
Medang/janitri
Elaeocarpus
stipularis
Elaeocarpaceae
Obat luka
Elatostema srigosum
Urticaceae
23
Obat perut kembung, rematik,
batuk, sakit kepala dan radang
lambung
Obat kejang perut, penawar
racun
Obat kejang perut, hipotensi,
radang ginjal, kolera, diare,
disentri
Obat batuk, bisul, dan patah
tulang
Obat gigitan ular, penawar ular,
TBC, aprodisiak
24
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
25
Benying
Ficus hispida
Moraceae
Obat luka bakar
26
Ara
saberenteh
Ficus obscura
Moraceae
Obat pegalinu
72
Lampiran
(Lanjutan…)
Lampiran
Lampiran454(Lanjutan…)
(Lanjutan…)
1
2
3
4
5
Obat diare, malaria,
pelancar ASI
27
Walen
Ficus ribes
Moraceae
28
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiaceae
Obat luka, sakit telinga
29
Sipur bareubeuy
Helicia serrata
Proteaceae
Obat sakit gigi, bibir
bengkak
30
Hariang
Homalomena pendula
Arecaceae
Tonik, obat demam
31
Kahitutan
Lasianthus rigidus
Rubiaceae
Obat kembung
32
Kahitutan
Lasianthus stercoranius
Rubiaceae
Obat kembung
33
Sulangkar
Leea indica
Leeaceae
Luka bakar
34
Kijeruk areuy
luvunga sarmentosa
Rutacae
Obat rematik, sakit gigi
35
Cau pele
Musa acuminata
Musaceae
Menghentiksn
pendarahan
36
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat cuci mata
37
Kokopian
Mycetia cauliflora
Rubiaceae
Obat gatal
38
Muncang cina
Ostodes paniculata
Euphorbiaceae
Obat pencahar
39
Bingbin
Pinanga coronata
Arecaceae
Disentri, stamina
40
Seureuh
Piper aduncum
Piperacea
Obat batuk, penyakit gigi
41
Sirih
Piper sarmentosum
Piperacea
Obat batuk, asma,
penyakit gigi
42
Rotan Badak
Plectocomia elongata
Arecaceae
Obat batuk
43
Kicantung
Polyalthia subcordata
Annonaceae
Obat diabetes
44
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Penangkal racun
45
Lame
Rauvolfia javanica
Apocynaceae
Obat kuat
46
Hareeus
Rubus moluccanus
Rosaceae
Obat sariawan
47
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
48
Kileho canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
49
Puspa
Theaceae
Obat otitis, sengatan ikan
50
Taleus leuweung
Schima walichii
Schismatoglottis
calyptrata
Araceae
Obat memar
51
Canar
Smilax macrocarpa
Smilaceae
Obat sifilis, luka bakar
52
Jirak sasak
Symplocos fasciculata
Symplocaceae
Disentri
73
Lampiran 5 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
Obat penyakit empedu,
obat gila (sumatra)
53
Jirak
Symplocos spicata
Symplocaceae
54
Jambuan
Syzygium costatum
Myrtaceae
Obat diare
55
Tea
Thea sinensis
Theacea
Obat sakit kepala
56
Suren
Toona sureni
Meliaceae
Obat diare, disentri,
demam, radang ginjal, r.
lambung, dan r. usus
57
Panggang cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat mual
58
Kibancet/karas
tulang
Turpinia montana
Staphyleaceae
Tonik
59
Tongtak leutik
Zingiber infleksum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
74
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan)
No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat
Bagian yang
digunakan
Cara pengolahan
1
Akar wangi
Polygala paniculata
Polygalaceae
Obat eksim, kudis, obat luka
Daun, akar
Ditumbuk, dibalurkan ke luka atau
bagian yang sakit
2
Alpukat
Persea Americana
Lauraceae
Obat ginjal
Daun muda/pucuk
Pucuk muda
diminum
3
Amperu lemah
Scutellaria javanica
Lamiaceae
Obat sakit pinggang,
diabetes
Daun
Dikeringan dan digodog
4
Antanan/pegagan
Centella asiatica
Apiaceae
Obat darah tinggi, wasir,
rematik, penguat daya ingat,
cacingan
Semua bagian
Dijadikan lalapan
Antanan/pegagan
Centella asiatica
Apiaceae
Obat hipertensi, magh
Daun
Dikeringkan, dihaluskan, diseduh
dan disaring (semakin pahit
semakin bagus)
5
Apel hijau
Malus domestica
Rosaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, lalu dimakan buahnya
6
Asem
Tamarindus indica
Caesalpiniaceae
Obat panas dalam
Buah
Dibuat rjak, dan dimakan setiap
pagi
7
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Menghentikan pendarahan
(luka)
Semua bagian
Ditumbuk untuk luka luar
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Obat magh
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Obat panas dalam, sakit
tenggorokan
Buah
Langsung dimakan
Babakoan
Eupatorium sordidum
Asteraceae
Obat luka berdarah
Daun
Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke
luka
8
direbus,
airnya
75
Lampiran 66 (Lanjutan…)
(Lanjutan…)
Lampiran
1
2
3
4
5
6
7
9
Baluntas
Pluchea indica
Asteraceae
Obat bau badan
Semua bagian
Dilalap
10
Bambu kuning
tebal
Bambusa vulgaris
Cyperaceae
Obat batuk
batang
Batang di belah, airnya diminum
11
Bawang beureum
Allium ascalonicum
Amaryllidaceae
Obat panas
Umbi
Langsung dimakan/dibalurkan ke
badan
12
Belimbing
Averhoa bilimbi
Oxalidaceae
Obat hipertensi
Buah
langsung dimakan
13
Bijangut
Mentha arvensis
Lamiaceae
Obat batuk, sesak
nafas,diare
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
14
Bisoro
Ficus hispida
Moraceae
Obat mencret
Batang
Getah yang keluar dari batang
diminum
15
Bit
Beta vulgaris
Chenopodiaceae
Melancarkan aliran darah
Umbi
Di rebus, lalu dimakan
16
Bobontengan
Melothria leucocarpa
Cucurbitaceae
Obat hipertensi
Buah
Dimakan langsung
17
Bubukuan gede
Strobilanthus blumai
Acanthaceae
Obat sakit pinggang
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
18
Bubukuan
kembang bodas
Strobilanthus infoluceratus
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
19
Bubukuan leutik
Strobilanthus fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
20
Bunga bangkai
Amorphopalus
campamulatus
Araceae
Obat sakit encok
Daun
Daun digodog, lalu diminum airnya
76
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
21
Bunga knop
Gomphrena globosa
Amaranthaceae
22
Bungbrun
Polygonum chinense
Poligonaceae
23
Buntiris/cocor
bebek
Kalanchoe pinnata
24
Cabe hijau
25
5
Obat penambah nafsu
makan
6
7
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Obat anti ketombe
Daun
Daun ditumbuk lalu dibuat shampo
Crasulaceae
Obat demam, bisul, dan
memar
Daun
Dihaluskan, lalu dibalurkan ke
dahi/bagian yang sakit
Capsicum frutescens
Solanaceae
Obat panas
Daun
Ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan
anak-anak
Calincing gede
Oxalis tetraphylla
Oxalidaceae
Obat hipertensi
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
26
Canar
Smilax macrocarpa
Smilacaceae
Obat sifilis
Akar dan daun
Digodog, lalu airnya diminum
27
Cariang
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
Obat memar
Akar dan daun
Ditumbuk lalu dibalurkan ke luka
28
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat rematik
Daun dan
batang
Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat sakit pinggang,
diabetes
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat ginjal
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Cidagori
Sida acuta
Malvaceae
Obat asam urat
Akar, kulit
batang
Dikeringkan lalu direbus, dan
diminum airnya
29
77
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
30
Congkok
Curculigo capitulata
Hypoxidaceae
Obat pembersih tubuh
Daun
Daun di tumbuk, lalu digosokkan ke
badan
31
Dadap
Erythrina subumrans
Fabaceae
Obat mata
Daun
Di tumbuk, airnya diteteskan ke mata
32
Daun burung
Rhinacanthus nasutus
Acanthaceae
Obat kurap
Akar, daun
Digosokkan pada kulit yang terinfeksi
33
Dukuh
Lansium domesticum
Meliaceae
Obat disentri
batang, buah,
dan biji
Kulit batang buah dan biji di rebus,
airnya diminum
Dukuh
Lansium domesticum
Meliaceae
Obat anti nyamuk
Kulit batang
Kulit batang dibakar
34
Enyoh kalo
Strobilanthes crispus
Acanthaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lau diminm airnya
35
Eurih/alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Obat sakit pinggang,
Panas dalam, Stamina
Akar
Digodog, lalu diminum airnya
Eurih/alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Obat kuat, aprodisiak
Akar
Digodog, lalu diminum airnya
Gambas
Sechium edule
Cucurbitaceae
Obat panas
Buah
Buah diparut dan dicampur parutan
bawang merah, dikasih minyak kletik
lalu dibalurkan
Gambas
Sechium edule
Cucurbitaceae
Obat panas
Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
badan anak-anak
36
78
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
37
Gambir
Uncaria gambir
Asclepiadaceae
Obat penguat gigi,
sariawan, obat mulut
Buah, biji
Dikunyah langsung
38
Gandapura
Gaultheria fragrantisima
Ericaceae
Obat Pegelinu
Daun
Daun di gerus, lalu dibalurkan
39
Gandapura bodas
Gaultheria leucocarpa
Ericaceae
Obat flu
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
40
Gandasoli
Hedychium coronarium
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
Rimpang
Direbus, air rebusannya di minum
41
Gelang
Portulaca oleracea
Portulacaceae
Obat tambah darah
Semua bagian
Digodog dengan bayam kecil ( harus
dicuci bersih terlebih dahulu)
42
Geureung bodas
Stephania venosa
Menispermaceae
Obat anti kangker
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
43
Hamperu lemah
Scutellaria discolor
Lamiaceae
Obat diabetes, Reumatik,
sakit pinggang
Daun
Dikeringkan, lalu digodog dan
diminum airnya
44
Hanjuang
Cordyline fructicosa
Agavaceae
Obat batuk
Daun
Pucuk daun direbus
45
Hareeus
Rubus sundaicus
Rosaceae
Obat keputihan
Daun
Direbus, airnya digunakan untuk
membersihkan daerah kewanitaan
46
Harendong bokor
Medinilla speciosa
Melastomataceae
Obat batuk
Buah
Daun direbus, air rebusannya diminum
47
Harendong bulu
Melastoma malabathricum
Melastomataceae
Obat borok, stamina
Buah
Buah ditumbuk, lalu di poko kan ke
luka. Langsung dimakan
79
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
48
Harendong koneng
Medinilla verrucosa
Melastomataceae
49
Harendong lalaki
Melastoma stigerum
Melastomataceae
50
Hareuga
Bidens pilosa
Asteraceae
51
Hariang
Homalomena pendula
Aracaceae
52
Hariang beureum
Begonia robusta
53
Hariang bodas
54
5
Obat batuk kuning
6
7
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
luka
Batang muda,
dan pucuk
Dikukus, dan di lalap
Obat demam
Batang
Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke
dahi/langsung dimakan
Begoniaceae
Obat panas dalam,
penghilang haus
Batang
Langsung dimakan
Begonia isoptera
Begoniaceae
Obat panas
dalam,hipertensi
Batang
Batang dirumbuk, dibalurkan ke dahu,
Batang ditumbuk, airnya disaring
diminum campur madu
Hariang tangkal
Begonia bracteata
Begoniaceae
Obat demam/panas dingin
Batang
Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke
dahi/langsung dimakan
55
Haruman
Pithecellobium clypearia
Mimosaceae
Obat kulit untuk binatang
Daun
Daun ditumbuk lalu digosokkan
kekulit binatang
56
Honje
Nicolaia solaris
Zingiberaceae
Obat hipertensi, batuk
Rimpang
Digodog, lalu diminum airnya
Honje
Nicolaia solaris
Zingiberaceae
Obat rematik, keseleo
Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan ke bagian
yang sakit
Obat koreng dan luka
bakar
Influenza, sakit
tenggorokan, setelah nifas
80
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
57
Jahe
Zingiber officinale
Zingiberaceae
Obat panas, penghangat
badan
Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan k badan, di
seduh rimpangnya untuk penghangat
58
Jambu batu
Psidium guajava
Myrtaceae
Obat disentri
Daun
Pucuk daun muda langsung dimakan
59
Jambu mete
Anacardium occidentale
Anacardiaceae
Obat sakit kulit
Daun
Daun muda ditambah kapur dan jambu
air, lalu direbus
60
Jati
Guazuma ulmifolia
Sterculiaceae
Obat hipertensi
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
61
Jebug
Sterculia urceolata
Sterculiaceae
Obat panas
Umbi
Dipotong lalu ditempel di kepala
62
Jewer kotok
Coleus atropurpureus
Lamiaceae
Obat setelah nifas
Daun
Daun di gerus, lalu tempelkan ke
bagian vagina wanita supaya cepat
normal
63
Jirak leutik
Symplocos fasciculata
Symplocaceae
Obat keputihan
Daun
Daun ditumuk, di tempelkan ke bagian
kewanitaannya
64
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat kangker
Umbi
Dikeringkan, direbus dan dibuat
serbuk
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat luka dalam
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat magh, hipetensi, dan
peluruh batu ginjal, sakit
pinggang
Akar,daun
Digodog, lalu diminum
81
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
65
Jonghe
Emilia sonchifolia
Asteraceae
Obat sariawan
Buah, daun
Dijadikan lalapan
66
Kacang uci
Phaseolus pubescens
Papilionaceae
Obat nyeri lambung
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
67
Kadaka
Asplenium nidus
Polypodiaceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Kadaka
Asplenium nidus
Polypodiaceae
Obat sakit kepala
Daun
Daun dicampur bawang putih
ditumbuk, lalu dibalurkan ke kepala
68
Kahitutan
Lasianthus rigidus
Rubiaceae
Obat mules
Daun
Di tumbuk, airnya diminum
69
Kahitutan tangkal
Lasianthus purpureus
Rubiaceae
Obat kembung masuk
angin
Daun
Digodog, airnya diminum
70
Kakaduan
Payena sericea
Sapotaceae
Obat kencing manis,
darah tinggi
kulit buah
Digodog, lalu diminum airnya
71
Kareumbi
Omalanthus populneus
Euphorbiaceae
Obat eksim basah
Daun
Daun di tumbuk, lalu dibalurkan ke
bagian yang sakit
72
Kasimukan
Anotis hirsuta
Rubiaceae
Obat masuk angin, mules
Daun
Digodog, airnya diminum
Kasimukan
Anotis hirsuta
Rubiaceae
Obat luka luar
Daun
Dilulurkan bagian luar
73
Katuk
Sauropus androgynus
Euphorbiaceae
Daun
Digodog airnya diminum
74
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Akar, buah dan
daun
Digodog airnya diminum
Obat sariawan, penambah
ASI
Obat sakit pinggang,
memperlancar peredaran
darah
82
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Obat batuk
Daun, Buah
Direbus, air rebusan diminum
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Kencing manis
Semua bagian
Direbus, air rebusannya di minum
75
Keci beling
Strobilanthes spec
Pedaliaceae
Obat batu ginjal
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
76
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Obat hipertensi
Buah
Airnya langsung diminum
77
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat koreng/kurap
Daun
Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke
kulit
78
Kicemang beurit
Embelia ribes
Myrsinaceae
Obat sariawan
Batang
Getah yang keluar dari batang
diteteskan ke bagian yang sakit
79
Kicemang gede
Embelia virgata
Myrsinaceae
Obat Hipertensi
Daun
Daun ditumbuk, disaring airnya lalu
diminum
80
Kihamplas
Ficus obscura
Moraceae
Obat pegal linu
Akar dan daun
Direbus, lalu diminum airnya
81
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Obat penawar bisa
Akar
Dikunyah, airnya ditelan dan
ampasnya di balurkan ke luka bekas
gigitan
83
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Aprodisiak
Akar dan daun
Direbus, air rebusannya di minum
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Obat TBC
Biji
Ditumbuk, lalu diseduh dengan air
hangat
82
Kijogo
Cestrum aurantiacum
Solanaceae
Obat gatal
Daun
Daun dipetik langsung digosokkan
83
Kijogo beureum
Cestrum elegans
Solanaceae
Obat gatal
Daun
Daun dipetik langsung digosokkan
84
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
84
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
85
Kileho canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
86
Kilemo
Litsea cubeba
Lauraceae
Obat bau badan, Masuk
angin
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
87
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat bisul
Buah
88
Kirinjuh
Eupatorium inulifolium
Asteraceae
Obat luka, batuk
Daun
89
Kisambang
Aerva sanguinolenta
Amaranthaceae
Obat pencahar kencing
Daun
Direbus, lau diminm airnya
90
Kitambaga
Syzygium antisepticum
Myrtaceae
Obat antiseptik
Daun
Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke
luka
91
Kiurat
Plantago major
Plantaginaceae
Obat asam urat, bisul
Semua bagian
Direbus, dan dilalap
Kiurat
Plantago major
Plantaginaceae
Rematik
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Dikeringkan lalu ditumbuk, dicampur
minyak kelapa asli terus dibalurkan
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke
luka, direbus dan diminum airnya
untuk batuk
84
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
92
Kondang
Ficus variegata
Moraceae
Obat sakit perut
Buah, daun muda
langsung dimakan
93
Kondang benying
Ficus fistulosa
Moraceae
Obat diare
Daun
Daun muda dimakan langsung
94
Koneng temen
Curcuma xanthoriza
Zingiberaceae
Obat mual
Rimpang
Diparut, digodog lalu dikasih gula
merah sedikit
95
Konyal
Passiflora suberosa
Passifloraceae
Obat melancarkan
kencing, stamina
Batang
Dipotong , lalu airnya diminum
96
Kopi
Coffea sp.
Rubiaceae
Obat diabetes
Daun
Digodog, airnya diminum
Kopi
Coffea sp.
Rubiaceae
Obat luka luar
Daun
Pucuk daun ditumbuk, lalu
ditempelkan ke luka, atau dikeringkan
lalu dibuat serbuk
97
Koreh kotok
Bryonopsis laciniosa
Cucurbitaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
98
Kremek/tolod
Alternanthera sessilis
Amaranthaceae
Obat mencret
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
99
Kucai
Allium odorum
Amaryllidaceae
Obat pegal linu
Rimpang
Di buat sayur, atau direbus
100
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat sakit mata
Bunga
Embun dipagi hari diteteskan ke mata
nya
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat mata
Bunga
Air dalam bunga dibilaskan ke mata
85
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
101
Kumis kucing
Orthosiphon aristatus
Lamiaceae
Obat hipertensi, diabetes,
dan magh
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
102
Lame
Alstonia scholaris
Apocynaceae
Obat liver, diabetes
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
103
laza goah
Alpinia malaccensis
Zingiberaceae
Obat sakit pinggang
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
104
Lidah buaya
Aloe vera
Asphodelaceae
Obat penyubur rambut
Batang
lendirnya digosokkan ke kepala
105
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat Sakit Kepala
Umbi
Lobak disisik, di balurkan
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat panas
Buah
Dipotong lalu ditempel di kepala
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat demam, masuk angin
Buah
Buah dipotong, ditadah airnya lalu
diminum
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Aprodisiak, stamina
Batang
Direbus, airnya diminum sebelum
makan/ dihaluskan lalu diseduh
dengan air panas
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Melancarkan air seni
Daun
daun dicuci bersih, direbus, lalu
airnya diminum
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Obat rematik
Semua bagian
Digodog, lalu diminum
106
86
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
107
Mamangkokan
Nothopanax scutellarius
Araliaceae
Obat diuretik
akar
Direbus, lalu diminum airnya
108
Mengkudu
Morinda citrifolia
Rubiaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, atau diblender
109
Meniran
Phyllanthus niruri
Euphobiaceae
Obat sakit badan
Semua bagian
Direbus dengan akar alang-alang,
lalu diminum airnya
110
Nangka waluh
Annona muricata
Annonaceae
Obat penguat jantung
Buah
Buah dicampur gula dan air,
disaring lalu diminum airnya
111
Nangsi
Villebrunea rubescens
Urticaceae
Obat batuk berdahak
Daun
Daun direbus, air rebusannya
diminum
112
Orang-aring
Eclipta prostrata
Asteraceae
Obat penyubur rambut
Semua bagian
Direbus,, air rebusannya
dioleskan ke kepala
113
Pacar tere
Impatiens platypetala
Balsamiferaceae
Obat kutu air, penghilang
lelah
Semua bagian
Dimasukan kedalam bak air
panas, digunakan untuk mandi
114
Padi
Oryza sativa
Cyperaceae
Obat anti ketombe
Malai
115
Paku kebo
Angiopteris avecta
Angiopteridaceae
Obat penyubur rambut
Daun
116
Pandan
Pandanus amaryllifolius
Pandanaceae
Obat rematik, neuropati
Daun
Direbus, lalu airnya di minum
117
Panggang
cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat sakit pinggang, badan
letih
Akar dan daun
Digodog, lalu diminum airnya
Malai dibakar, dikasih
air,disaring, lalu airnya
digunakan shampo
Ditumbuk, lalu digosokkan ke
kepala
87
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
118
Panglai
Zingiber purpureum
Zingiberaceae
Obat mules, stimulan
Rimpang
Dijadikan ramuan jamu dengan
tumbuhan rhizom lainnya
119
Pare
Momordica charantaia
Cucurbitaceae
Obat liver, empedu, dan
penambah nafsu makan
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
120
Pasi
Passiflora edulis
Passifloraceae
Obat panas dalam
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
121
Pecah beling
Gardenia longifolia
Rubiaceae
Obat sakit pinggang
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
122
Pisang kole
Musa acuminata
Musaceae
Obat cepat kering luka
Batang
Batang ditebas, diambil getahnya
lalu dioleskan ke luka
123
Poh'pohan
Pilea melastomoides
Urticaceae
Obat kangker, mual
Daun
Dilalap
124
Pongporang
Oroxylum indicum
Bignoniaceae
Obat liver
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
125
Pule
Alyxia Reinwardtii
Apocynaceae
Obat liver, diabetes
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
126
Pungpurutan
Ureana lobata
Malvaceae
Obat rematik, Persendian
Akar
Akar direbus, lalu diminum airnya
127
Rendeu badak
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat penurun panas, step
Daun
Daun ditumbuk, lalu di balurkan
ke kulit
128
Rendeu beureum
Cyrtandra populifolia
gesneriaceae
Obat penurun panas
Daun
Daun ditumbuk, lalu di balurkan
ke kulit
129
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiacea
Obat diare
Buah
Langsung dimakan
88
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
Direbus dengan akar pegagan
dan alang-alang, diminum
airnya
130
Rumput teki
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Obat flu, keputihan, diuretik
Umbi
131
Salada
Nasturtium backeri
Brasicaceae
Obat anti kanker
Daun
Di buat lalapan
132
Salak
Salacca edulis
Arecaceae
Obat wasir
Biji
Dibuat kopi
133
Saliara/stekan
Lantana camara
Verbenaceae
Obat sakit kulit, Rematik
Daun
Direbus, lalu airnya di minum
134
Sanagori
Sida rhombifolia
Malvaceae
Obat sakit gigi
Akar
Akar air ditumbuk, diberi air
dan dijadikan obat kumur
135
Santoloyo/sintrong
Gynura aromatica
Asteraceae
Obat magh, gemuk badan
136
Sarikaya
Annona squamosa
Annonaceae
Obat pencahar kencing
137
Seladri gunung
Sanicula elata
Umelliferaceae
Obat sakit pinggang, darah
tingggi, penyubur rambut
Daun
138
Sembung gunung
Blumea balsamifera
Asteraceae
Obat pasca nifas, cacingan
Daun
139
Sente
Alocasia macrorrhiza
Araceae
Obat batuk
Batang
140
Sereh
leuweung/rindu
leutik
Piper arcuatum
Piperaceae
Obat batuk
Daun
Semua
bagian
daun, biji,
akar
Dilalap, ditumis
Digodog, lalu airnya diminum
Di kukus, atau dilalap, di
gosokkan ke kepala untuk
penyubur rambut
Direbus dengan air dan daun
artemisia, air rebusannya
diminum
Getah yang keluar dari batang
diminum
Daun direbus, air rebusannya
diminum
89
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
7
141
Sereuh kandel
Piper baccatum
Piperaceae
Obat bau mulut
Daun
Daun dikunyah
142
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat magh, batuk, bau
badan
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat pengering luka
Daun
Ditumbuk, lalu ditempelkan
ke luka
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat batuk
Semua bagian
Diredam didalam botol berisi
air, lalu diminum
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Mata kelilipan
Daun
143
Seureuh tangkal
Piper miniatum
Piperaceae
Obat tetes mata untuk
bayi
Daun
144
Singgugu
Clerodendrum
serratum
Verbenaceae
Obat sariawan, panas
Daun
145
Singkong
Manihot utilisima
Euphobiaceae
Obat magh/asam lambung
Umbi
146
Suji
Pleomele angustifolia
Liliaceae
Obat disentri, keputihan
Daun
147
Takokak
Solanum torvum
Solanaceae
Obat magh
Buah
148
Tataropongan/Paku
ekor kuda
Equisetum debile
Equisetaceae
Obat luar bagian kulit
yang sakit
Daun
149
Teeh
Thea sinensis
Theaceae
Obat sakit kepala
Daun
Sereh di rendam didalam
segelas air, kemudian
dibilaskan ke mata
Daun ditumbuk, airnya
diteteskan ke mata
Digodog, dan dibuat tehh
Diparut, lalu diperas,
dicampur gula merah dan
diminum
Direbus, air rebusannya di
minum
Dibuat lalapan
Daun ditumbuk lalu di poko
kan ke bagian yang sakit
Teeh diseduh, ditambah
sedikit gula lalu tiduran
dengan leher diganjal bantal
tuk meregangkan otot
90
Lampiran 6 (Lanjutan…)
1
2
3
4
5
6
150
Teklan
Eupatorium riparium
Asteraceae
Obat luka
Daun
151
Tepus sigung
Amomum pseudofoetens
Zingiberaceae
Obat memar
Rimpang
152
Terong belanda
Solanaceae
Obat hipertensi
153
Terong belang
Solanum
aculeatissimum
Solanum melongena
Solanaceae
Menurunkan kolesterol
154
Teter
Solanum verbascifolium
Solanaceae
Obat patah tulang
155
Tobat barito
Ficus deltoidea
Moraceae
156
Tomat
Solanum lycopersicum
Tomat
Solanum lycopersicum
Buah, daun
muda
Buah
7
Daun ditumbuk lalu
ditempelkan ke luka
Diparut, lalu dibubuhkan ke
luka
Langsung dimakan
Dilalap
Getah batang dioleskan pada
bagian patah tulang
Obat penambah stamina,
Sari rapet
Batang dan
kulit batang
Semua
bagian
Solanaceae
Obat Pusing
Pucuk daun
Dimakan langsung
Solanaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, atau diblender
Digodog, lalu airnya diminum
Akar rimpang ditumbuk, lalu
di bubuhkan ke bagian terkena
bisa tanpa menutupi lubang
bisa masuk
Direbus, air rebusannya di
minum
157
Tongtak
Zingiber odoriperum
Zingiberaceae
Obat mengeluarkan bisa
Rimpang
158
Tongtak leutik
Zingiber inflexum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
Rimpang
159
Totongoan
Debregeasia longifolia
Urticaceae
Panas dalam, sakit
pinggang
Buah
Dimakan langsung
160
Ubi jalar
Dioscorea pentaphylla
Dioscoreaceae
Obat maag
Umbi
Direbus, lalu dimakan
161
Walen
Ficus ribes
Moraceae
Obat sakit gigi bolong
Batang
Getah dari batang dioleskan ke
gigi yang sakit
162
Waluh
Cucurbita moschata
Cucurbitaceae
Obat sakit maag
Buah
Di rebus, lalu dimakan
91
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian
a
b
c
d
e
f
Keterangan :
a.
b.
c.
d,
e.
f.
Pembuatan plot penelitian
Pendataan jenis tumbuhan obat
Pengukuran diameter pohon
Wawancara dengan tabib Desa Cimacan
Wawancara dengan paraji Desa Cimacan
Wawancara dengan masyarakat Desa Cimacan
92
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Keterangan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Budidaya tumbuhan obat di pekarangan warga
Jenis Orthosiphon aristatus
Jenis Agerotum conyzoides
Jenis Artemisia vulgaris
Jenis Physalis minima
Jenis Polygala venenosa
Jenis Piper beatle
Jenis Zingiber officinale
Jenis Pilea Melastomoides
Download