KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL IRPAN FAHRUROZI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL Oleh : IRPAN FAHRUROZI 109095000029 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Jakarta, Mei 2014 Irpan Fahrurozi 109095000029 iv ABSTRAK IRPAN FAHRUROZI, Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas serta Pemanfaatannya oleh Masyarakat Lokal. Dibawah bimbingan Priyanti, M.Si dan Sri Astutik, M.Si. Informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di kawasan tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 yang dilakukan di TNGGP dan di 3 lokasi hutan terfragmentasi KRC (Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar). Wawancara dilakukan untuk mengetahui penggunaan berbagai jenis tumbuhan obat oleh masyarakat lokal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 45 jenis tumbuhan obat di TNGGP dan 59 jenis di hutan terfragmentasi KRC. Indeks Keanekaragaman Jenis (Indeks Shannon) menunjukkan tingkat keanekaragaman di TNGGP lebih tinggi dibandingkan di hutan terfragmentasi KRC. Masyarakat lokal menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Informasi potensi tumbuhan obat yang ada di kawasan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan dapat mendukung upaya konservasi untuk tetap menjaga kelestariannya. Kata kunci : keanekaragaman tumbuhan obat, hutan terfragmentasi, pemanfaatan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas v ABSTRACT IRPAN FAHRUROZI, Medicinal Plants Diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and Fragmented Forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) and Its Utilization by Local People. Under the supervision of Priyanti, M.Si and Sri Astutik, M.Si. Nowadays, information about medicinal plants diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and fragmented forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) has not been widely reported. The purpose of this research is to obtain information about its diversity on those areas. The method of measurement used vegetation analysis by applying quadratic sample plots as follows: 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, and 20 x 20 m2 on TNGGP and on three locations of fragmented forests of KRC (Wornojiwo, Kompos, and Jalan Akar). Meanwhile, utilization data were collected by interview technique. This research showed that approximately 45 species of TNGGP and 59 species of fragmented forest of KRC. On the Shannon Index, higher plant diversity was found on TNGGP. In addition, local people utilize around 162 species which are found in the neighbourhood. This finding is supposed to be useful for local people in supporting conservation sustainably. Keywords : medicinal plants diversity, fragmented forest, utilization, Mount Gede Pangrango National Park, Cibodas Botanical Garden vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji beserta syukur selalu terpanjat kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya yang dianugerahkan kepada penulis maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam penulis sampaikan pada sebaik-baiknya suri tauladan, yakni junjungan kita semua Habibana wa Nabiyana Muhammad SAW. Rasa syukur dan terima kasih yang tiada henti pun ingin penulis sampaikan pada keluarga tercinta, terutama ayahanda H.Asep Jumri S.Ag, dan ibunda Hj.Yoyoh Yohanah, yang senantiasa memberikan motivasi, semangat, dan doa’nya. Selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari halangan dan rintangan, akan tetapi dengan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak, Alhamdulillahirabbil ‘alamin akhirnya skripsi ini dapat dituntaskan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada : 1. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Priyanti, M.Si, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasinya kepada penulis. 4. Sri Astutik, M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan, pengetahuan, serta motivasinya kepada penulis. vii 5. Dosen-dosen jurusan Biologi yang selalu memberikan ilmu dan pelajaranpelajaran berharganya. 6. Ir. Heri Subagiadi, M.Sc, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan. 7. Agus Suhatman, M.P, selaku Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-LIPI atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan. 8. Hayati Nufus, Amd.Keb yang selalu memberi dukungan, motivasi, semangat, dan kasih sayangnya. 9. Teman-teman Mahasiswa Biologi 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungannya. 10. Pihak-pihak lain yang turut serta membantu penulis dalam penyususnan skripsi ini, Bapak Sofyan, Bapak Rustandi, Bapak Mahmudin dan keluarga, Ibu Heryati, Asep, Tedi, Anto, dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Harapan terbesar penulis adalah semoga amal kebaikan semua yang turut serta dalam penyusunan, hingga terselesaikannya skripsi ini dibalas oleh Allah SWT dengan balasan pahala yang tidak terputus sepanjang masa. Semoga dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan baru dan memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. Jakarta, Mei 2014 Penulis viii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ............................................................................................. Lembar Persetujuan Pembimbing ................................................................. Lembar Pengesahan Ujian ............................................................................ Lembar Pernyataan ...................................................................................... Abstrak ........................................................................................................ Abstract ........................................................................................................ Kata Pengantar ............................................................................................. Daftar Isi ...................................................................................................... Daftar Gambar ............................................................................................. Daftar Tabel.................................................................................................. Daftar Lampiran ........................................................................................... BAB I BAB III i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 1.3 Hipotesis ............................................................................ 1.4 Tujuan ................................................................................ 1.3 Manfaat .............................................................................. 1 6 6 6 7 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat ................................................................. 2.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat ..................................... 2.2.1 Berdasarkan familinya ............................................. 2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya ................................. 2.2.3 Berdasarkan habitusnya ........................................... 2.3 Etnobotani ......................................................................... 2.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango .......... 2.4.1 Sejarah ..................................................................... 2.4.2 Tinjauan umum TNGGP .......................................... 2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas .......................................... 2.5.1 Sejarah ..................................................................... 2.5.2 Tinjauan umum KRC ............................................... 2.5.2 Hutan terfragmentasi KRC ....................................... 8 9 9 10 11 12 14 14 15 16 16 17 18 ix BAB III BAB IV BAB V METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 3.2 Alat dan Bahan ................................................................ 3.3 Metode Pengambilan Data ............................................... 3.3.1 Analisis vegetasi .................................................... 3.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan ........................ 3.3.2.1 Intensitas cahaya......................................... 3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif ............. 3.3.2.3 Kelembaban tanah ...................................... 3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat ............................ 3.3.4 Wawancara............................................................. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 3.4.1 Indeks nilai penting ............................................... 3.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat ........ 3.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat ................... HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ................................. 4.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat ....................................................... 4.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP ..... 4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas .............................. 4.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat....................................................... 4.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC................. 4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC ............ 4.4 Pemanfaatan Tumbuhan oleh Masyarakat Lokal .............. 4.4.1. Bagian yang dimanfaatkan .................................... 4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya .......... 21 22 22 23 24 25 25 25 25 26 26 27 28 29 30 31 33 39 40 42 50 53 56 57 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................... 5.2 Saran................................................................................ 61 61 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................... 62 66 x DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian …. ........................................................... 21 Gambar 3.2 Plot pengamatan analisis vegetasi …........................................ 23 Gambar 4.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada pada plot sampling di TNGGP ….................................... 32 Gambar 4.2 Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC ................................................................. 41 Gambar 4.3 Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC......................................................................................... 42 Gambar 4.4 Jenis kelamin dan usia responden............................................... 54 Gambar 4.5 Persentase penggunaan bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan............................................................................ xi 56 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia …............................... 10 Tabel 2.2 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di Indonesia…................................................ 11 Tabel 2.3 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di Indonesia............................................................... 11 Tabel 4.1 Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP 30 Tabel 4.2 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP ......................... 34 Tabel 4.3 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP .................... 36 Tabel 4.4 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP .......................... 37 Tabel 4.5 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP ........................ 38 Tabel 4.6 Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC ........... 39 Tabel 4.7 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................ 44 Tabel 4.8 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................ 46 Tabel 4.9 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos Dan Jalan Akar ........................................................................... 48 Tabel 4.10 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................ 49 Tabel 4.11 Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat.................... 50 Tabel 4.12 Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat ...... 55 Tabel 4.13 Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.................................................... xii 59 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian ........................................................ 66 Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan .................................................. 67 Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan .............. 68 Lampiran 4. Data tumbuhan obat hutan TNGGP …. ..................................... 69 Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC ….................... 71 Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan) …. .................................................................. 74 Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian …. ......................................... 91 Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat …. ............................................... 92 xiii 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat sehingga dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam pemerataan kesehatan seperti pelayanan jaminan kesehatan telah semakin optimal. Akan tetapi masih saja ada kalangan yang belum terjangkau terutama masyarakat di pelosok daerah dan masyarakat yang tingkat ekonominya masih rendah. Keterisoliran dan pendapatan yang masih rendah merupakan penyebab dari tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, peranan pengetahuan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan obat sangat penting untuk diketahui. Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis tumbuhan yaitu terdapat kurang lebih 30 ribu jenis dari 40 ribu jenis tumbuhan yang ada di dunia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Lebih dari 8000 jenis merupakan tumbuhan yang berkhasiat obat dan baru 800-1200 jenis saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu (Hidayat, 2006). Hal ini mendorong berkembangnya upaya penelitian dan eksplorasi jenis-jenis tumbuhan obat potensial untuk kepentingan saat ini maupun masa mendatang. Tumbuhan obat yang beragam jenis dapat terancam keberadaannya akibat adanya beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang mengancam 2 kelestarian tumbuhan obat Indonesia diantaranya adalah : (1) sebagian besar bahan baku obat berasal dari tumbuhan yang diambil secara langsung dari hutan alam, (2) adanya kerusakan habitat akibat aktivitas manusia atau alami, (3) konversi hutan (ekploitasi kayu/pohon yang sekaligus merupakan jenis tumbuhan obat), (4) kurangnya perhatian terhadap pengelolaan dan budidayanya, dan (5) hilangnya budidaya dan pengetahuan tradisional dari penduduk lokal/adat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Dokumentasi konservasi dan budidaya tumbuhan obat menjadi hal yang mendesak yang diperlukan untuk menjamin kelestarian dan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Permintaan terhadap simplisia (bahan baku tumbuhan obat) untuk obat-obatan tradisional yang sangat tinggi juga dapat mengancam kelestarian tumbuhan obat. Data tahun 1999 menunjukkan bahwa produksi tumbuhan obat tradisional Indonesia telah mencapai 8.288 ton (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Hal ini diperburuk dengan adanya fragmentasi hutan dan perusakan habitat alami sebagai desakan kebutuhan lahan untuk berbagai peruntukan, seperti pertanian, industri, dan perumahan, serta akibat dari berbagai bencana alam yang melanda Indonesia. Daerah tepian hutan yang terfragmentasi dapat mempengaruhi organisme yang ada didalamnya. Adanya aliran energi, nutrisi, dan jenis serta perubahanperubahan pada lingkungan biotik dan abiotiknya menyebabkan komposisi jenis, struktur dan proses-proses ekologi dalam suatu ekosistem yang dekat daerah tepian 3 tersebut selalu berubah. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009). Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan tumbuhan obat sejak dahulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Interaksi masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuhtumbuhan dikenal dengan istilah Etnobotani. Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menjelaskan bahwa 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri tanpa bantuan medis, dan 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional (Santhyami dan Sulistyawati, 2007). Terdapat sekitar 400 etnis di Indonesia yang memiliki hubungan erat dengan hutan dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Kecenderungan masyarakat dunia untuk back to nature menyebabkan kebutuhan akan obat bahan alam dirasa akan terus meningkat. WHO menjelaskan bahwa hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas telah memasukkannya ke dalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014). Oleh karena itu, pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku obat tradisional dari alam merupakan tantangan di masa depan. Untuk mengantisipasi hal ini dan mencegah kelangkaan bahan baku, maka harus dikembangkan dan 4 dikelola potensi tumbuhan obat masing-masing wilayah dengan azas kelestarian jenis tumbuhan obat tersebut. Usaha penyebarluasan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat merupakan hal yang perlu dilakukan. Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan sebelum penyebarluasan pemanfaatan tumbuhan obat adalah dengan cara pengenalan kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan guna mendekatkan masyarakat kepada pemanfaatan tumbuhan obat, sekaligus berfungsi sebagai sarana untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kawasan yang terbasah di pulau Jawa. Diasumsikan bahwa kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis tumbuhan karena kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah yang subur mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Tumbuhan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl). Zona Sub Montana merupakan ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi (Van Stennis, 1972). Oleh karena itu, beberapa titik sampling dari zona Sub Montana dan Montana dapat dipergunakan untuk melihat keragaman tumbuhan obat dalam penelitian ini. 5 Tumbuhan obat yang beragam jenisnya kurang memiliki arti signifikan untuk mendukung pemanfaatan yang lestari, jika data potensi dan penyebaran setiap jenis masih sangat terbatas. Oleh karenanya, upaya konservasi tumbuhan obat secara efektif perlu dilakukan untuk tetap menjaga keanekaragaman dan kelestariannya. Informasi mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC belum banyak tersedia termasuk tentang data tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kawasan tersebut. Penelitian sebelumnya terhadap masyarakat di sekitar kawasan TNGGP menemukan sebanyak 23 jenis penyakit dengan 72 resep yang menggunakan 80 jenis tumbuhan obat (Rosita, dkk., 2007), sementara itu dari penelitian tentang tumbuhan bernilai ekonomi diketahui bahwa kulit kayu Cinnamomum sp. dipergunakan untuk ramuan perawatan paska persalinan dan kulit kayu Beilschmiedia gemmiflora untuk obat gatal-gatal (Rahayu, 2010). Pada gilirannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah demi terwujudnya pengetahuan tentang tumbuhan obat yang sudah terintegrasi serta dapat menjadi tambahan data ilmiah untuk mendukung kelestarian kawasan konservasi global mengingat TNGGP dan KRC menjadi bagian penting dari Cagar Biosfer Cibodas yang telah ditetapkan UNESCO sejak tahun 1977. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC ? 2) Tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC ? 1.3 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Terdapat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC. 2) Masyarakat lokal banyak memanfaatkan berbagai jenis dari tumbuhan obat yang ada di sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC. 1.4 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC. 2) Mengetahui berbagai jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC. 7 1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan baru mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC, serta pemanfaatannya oleh masyarakat lokal. Informasi penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola kawasan konservasi dan masyarakat sebagai acuan dalam menyusun kebijakan terkait upaya perlindungan dan pelestarian potensi tumbuhan obat dan pemanfaatannya sebagai bentuk pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang perlu dijaga. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat merupakan obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Departemen Kesehatan RI, 2007). Jurusan Konservasi Sumber Daya Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB (1994) mendefinisikan tumbuhan obat atau fitofarmaka yaitu sebagai obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian mengenai sediaan galeniknya (Adi, 2003). Bagian-bagian dari tumbuhan obat memiliki khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional. Tumbuhan obat dapat diartikan sebagai jenis tumbuhan yang sebagian, seluruh bagian dan atau eksudat tumbuhan digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Tumbuhan berkhasiat obat digolongkan menjadi tiga kelompok (Putri, 2008), yaitu : 1) Tumbuhan obat tradisional, merupakan jenis tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 9 2) Tumbuhan obat modern, merupakan jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis. 3) Tumbuhan obat potensial, merupakan jenis tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara farmakologis sebagai bahan obat. 2.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Luas hutan tropika Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 143 juta ha. Kawasan yang sangat luas ini merupakan tempat tumbuh hampir 80% dari tumbuhan obat yang ada di dunia, dimana terdapat sekitar 28.000 jenis tumbuhan dan kurang lebih 1.000 jenis di antaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat (Rini, 2009). 2.2.1 Berdasarkan familinya Berdasarkan kelompok familinya jenis-jenis tumbuhan obat yang ada di Indonesia dikelompokkan kedalam 203 famili. Jumlah jenis tumbuhan obat yang paling banyak termasuk dalam famili Fabaceae, yakni sebanyak 110 jenis. Secara umum terdapat 22 famili yang memiliki jumlah jenis tumbuhan obat lebih dari 20, sedangkan 181 famili lainnya memiliki jumlah jenis tumbuhan obat yang kurang dari 20 (Tabel 2.1). 10 2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya Berdasarkan formasi hutannya, penyebaran jenis tumbuhan obat tertinggi berada di hutan hujan tropika dataran rendah sebanyak sekitar 772 jenis (45,82%) dari jumlah total jenis tumbuhan obat. Penyebaran terendah jenis-jenis tumbuhan obat terdapat di hutan rawa sebanyak sekitar 8 jenis (0,47%) (Tabel 2.2). Tabel 2.1. Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia No Nama famili Jumlah jenis 1 Fabaceae 110 2 Euphorbiaceae 94 3 Lauraceae 77 4 Rubiacea 72 5 Poaceae 55 6 Zingiberacea 49 7 Moraceae 46 8 Myrtaceae 45 9 Annonaceae 43 10 Asteraceae 40 11 Apocynaceae 39 12 Cucurbitaceae 34 13 Piperaceae 30 14 Menispermaceae 30 15 Melastomataceae 26 16 Arecaceae 25 17 Verbenaceae 23 18 Rutaceae 23 19 Acanthaceae 22 20 Sterculiaceae 21 21 Myristicaceae 21 22 Rhizophoraceae 20 23 Famili lainnya (181 famili) 24 Tidak ada data < 20 66 Sumber: P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). 11 2.2.3 Berdasarkan habitusnya Jenis-jenis tumbuhan obat jika dilihat dari segi habitusnya dapat dikelompokan kedalam 7 macam, yaitu habitus bambu, herba, liana, pemanjat, perdu, pohon, dan semak. Dari semua habitus tersebut, habitus pohon memiliki jumlah jenis dan persentase yang tertinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 717 jenis (40,58%) (Tabel 2.3). Tabel 2.2. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di Indonesia Tumbuhan obat No Formasi hutan Jumlah Persentase jenis (%) 1 Hutan hujan tropika dataran rendah (< 1000 m dpl) 772 45,82 2 Hutan hujan tropika pegunungan 356 21,13 3 Hutan musim 291 17,27 4 Hutan savanna 146 8,66 5 Hutan pantai 65 3,86 6 Hutan mangrove 47 2,79 7 Hutan rawa 8 0,47 8 Tidak ada data 511 Jumlah 1845 100.00 Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Tabel 2.3. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di Indonesia Tumbuhan obat No Habitus Jumlah jenis Persentase (%) 1 Pohon 717 40,58 2 Herba 486 27,50 3 Semak 173 9,79 4 Pemanjat 138 7,81 5 Liana 126 7,13 6 Perdu 120 6,79 7 Bambu 7 0,40 8 Tidak ada data 78 Jumlah 1845 100.00 Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Terdapat 55 jenis tumbuhan obat yang mulai langka di Indonesia dengan status kelangkaan yang bervariasi (Rini, 2009), yaitu : 12 1. Terkikis (indeterminate), seperti Jinten (Cuminum cyminum), Temu Giring (Curcuma heyneana), Jati Belanda (Guazuma ulmifolia), Bidara Laut (Strychnos ligustriana), Jaha (Terminalia bellirica), dan Bangle (Zingiber cassumunar). 2. Jarang (rare), seperti Pulai (Alstonia scholaris), Pulasari (Alyxia reindwardtii), Kayu Rapat (Parameria laevigata), dan Kedawung (Parkia rogburhii). 3. Rawan (vulnerable) dan Genting (endangered), seperti Pasak Bumi (Eurycoma longifolia). 2.3 Etnobotani Etnobotani merupakan kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan (Purnawan, 2006). Studi etnobotani dapat memberi kontribusi yang besar dalam proses pengenalan tumbuhan yang ada di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal dari dan bersama masyarakat setempat. Istilah etnobotani digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat setempat (etno atau etnis) dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuh-tumbuhan. Studi etnobotani ini dapat membantu masyarakat dalam mencatat atau merekam kearifan lokal yang dimiliki selama ini, untuk masa mendatang (Purnawan, 2006). Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tumbuhan obat yang sangat beragam, sehingga tradisi pengenalan, penggunaan, dan pemanfaatan tumbuhan obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan 13 berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Umumnya masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat masih dalam keadaan segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama yang disebut dengan simplisia. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern. Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, ramuan tumbuhtumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan mudah proses pembuatannya. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan per oral (diminum). Tumbuhan obat di Indonesia terdiri dari beragam jenis yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Komponen aktif yang terdapat pada tumbuhan obat yang menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan bagian-bagiannya. Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan disebut simplisia (bagian tumbuhan yang dipergunakan). Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat penting, sebab dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia diharapkan tidak 14 terjadi tumpang tindih pemanfaatan tumbuhan obat serta dapat mencarikan alternatif pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat diperoleh. 2.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) 2.4.1 Sejarah Kawasan TNGGP diumumkan pada tahun 1980, ketika pemerintah mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan empat taman nasional yang lain. TNGGP merupakan taman nasional kedua terkecil di Indonesia yang mempunyai potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna didunia. Pada tahun 1977 UNESCO menetapkan TNGGP sebagai daerah inti dari salah satu Cagar Biosfer Dunia dengan nama Cagar Biosfer Cibodas. Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya sebuah kebun kecil dekat istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas pada tahun 1830. Perkebunan ini kemudian diperluas dan dikenal sebagai salah satu tempat kunjungan utama para ahli botani dunia yaitu Kebun Raya Cibodas saat ini. Wilayah Gunung Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811. 15 2.4.2 Tinjauan umum TNGGP Secara geografis, kawasan TNGGP terletak antara 106050’- 1060‘56’ BT dan 6032’-6034’LS. Secara administrasi taman nasional ini terletak pada tiga wilayah Kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. TNGGP memiliki potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi tumbuhan dan hewan, kegiatan penelitian, pendidikan, dan rekreasi (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Jenis ekosistem di kawasan hutan TNGGP adalah ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem, yaitu hutan Montana, Sub Montana dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman (damar) dan hutan sekunder. Kekayaan tumbuhan di kawasan hutan TNGGP dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl) (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon Rasamala dan Buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi 16 lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica) (Van Stennis, 1972). Kawasan hutan TNGGP yang memiliki luas area sekitar 21.975 ha merupakan lahan terbasah di pulau jawa. Kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh berbagai jenis flora, karena keadaan lingkungan seperti itu dapat menjaga vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Keragaman hayati yang tinggi di kawasan ini menjadikannya sebagai salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Dalam rangka untuk menjamin pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman tumbuh-tumbuhannya, di kaki Gunung Gede Pangrango dibuatlah sebuah kawasan konservasi ex-situ. Kawasan ini memiliki peran sebagai penyangga kawasan taman nasional dan dalam pengelolaan tumbuhan asli dari kawasan hutan TNGGP maupun jenis-jenis tumbuhan introduksi dari luar yang dikelola dengan baik didalam suatu Kebun Raya. Kebun Raya merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan dan memelihara tumbuh-tumbuhan, yang memiliki fungsi penting sebagai tempat pendidikan, estetika, ilmu pengetahuan dan rekreasi (Adi, 2003). 2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas (KRC) 2.5.1 Sejarah Kawasan KRC didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni zaman pemerintahan Raja Willem III. Pada tanggal 11 April 1852, Johannes Ellias 17 Taijasmann yang merupakan seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu mendirikan Kebun Raya Cibodas dengan nama Bertguin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pendirian Kebun Raya Cibodas dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang memiliki nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Chinchona calisaya). Kebun Raya Cibodas awalnya merupakan pengembangan dari Kebun Raya Bogor, dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 nama Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kebun Raya Cibodas, 2014). 2.5.2 Tinjauan umum KRC Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan secara ex-situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (Perpres RI Nomor 93 Tahun 2011). Secara geografis KRC berada pada lereng Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian 1300-1425 mdpl. Luas areal efektifnya sekitar 80 ha dan sisanya sekitar 6 ha masih areal hutan. Keadaan topografinya bervariasi landai, berbukit-bukit, bergelombang, dan bagian yang curam. Kawasannya memiliki hawa sejuk dengan panorama yang indah dengan persentase kawasan yang miring sekitar 60%. 18 KRC memiliki curah hujan sebesar 3.300 mm/tahun. Suhu udara berkisar antara 180 hingga 240 C dengan curah hujan per tahun 3380 mm. Curah hujan tertinggi dicapai pada bulan Januari (2288,5 mm) dan terendah pada bulan Agustus yaitu 744 mm. Kelembaban rata-rata di KRC berkisar antara 80-90%. 2.5.2 Hutan terfragmentasi KRC Kurang lebih 10% luasan KRC atau sekitar 8.43 hektar merupakan kawasan berhutan, termasuk didalamnya hutan yang terfragmentasi dan hutan yang terhubung dengan kawasan hutan TNGGP yang mengelilingi kawasan kebun raya. Sisa hutan tersebut terbagi menjadi empat blok hutan, yaitu hutan Wornojiwo (3,934 ha), hutan Kompos (2,555 ha), hutan Jalan Akar (1,086 ha) dan hutan Lumut (0,855 ha). Petak-petak hutan di KRC berpotensi untuk dikembangkan sebagai laboratorium lapangan dan keperluan pendidikan lingkungan. Akan tetapi, ukurannya yang kecil dan tingginya derajat fragmentasi, hutan sisa KRC sangat rentan terhadap gangguan secara biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). Konsekuensi dari fragmentasi dan efek tepi termasuk meningkatnya kerentanan terhadap invasi oleh tumbuh-tumbuhan dan hewan asing (Ecroyd dan Brockerhoff, 2005). Hutan alam di Pulau Jawa habitat untuk meningkatnya perlindungan angka pada umumnya merupakan kantong-kantong keanekaragaman pertumbuhan penduduk hayati. dan Akan kebutuhan tetapi, lahan Seiring untuk menyediakan pemukiman, pertanian, pembangunan sarana jalan dan infrastruktur lainnya menyebabkan pengikisan kantong-kantong habitat tidak dapat dihindari. Hingga pada akhirnya fungsi utama hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati 19 akan berkurang karena habitatnya terpecah atau mengalami fragmentasi (Gunawan, 2009). Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi fragment-fragment (petak) habitat lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian, urbanisasi atau pembangunan lain. Kerusakan habitat alami diberbagai belahan dunia saat sekarang ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hutan hujan tropika basah yang merupakan habitat dari setengah jenis tumbuhan dunia , berada dalam kondisi yang sangat berbahaya, pengurangannya diperkirakan 16,8 juta ha/tahun. Salah satu penyebabnya adalah exploitasi hutan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan tumbuhan obat yang berada pada habitat alaminya dalam keadaan berbahaya pada erosi genetik dan terancam kepunahan (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat, sebaliknya hilangnya habitat juga dapat dipandang sebagai akibat adanya fragmentasi. Fragmentasi bekerja dalam empat cara, yaitu: (1) habitat hilang tanpa fragmentasi, (2) pengaruh kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil, (3) pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil tanpa kehilangan habitat, dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil serta penurunan kualitas habitat. Mekanisme dan proses fragmentasi menghasilkan tiga tipe pengaruh, yaitu pengaruh terhadap ukuran petak (patch), pengaruh tepi (edge effect), dan pengaruh isolasi (Fahrig, 2003). 20 Dampak adanya fragmentasi yang paling utama adalah dapat menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2007). Oleh karena itu, penelitian tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC diharapkan dapat menambah kajian ilmiah di kawasan ini. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian (Sumber : USGS, 2014) Penelitian ini dilakukan di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) selama 2 (dua) bulan, yakni Oktober hingga 22 November 2013. Penentuan lokasi penelitian di hutan TNGGP dilakukan di 3 (tiga) titik sampling yang berbeda yaitu pada ketinggian 1400, 1500, dan 1600 m dpl. Sedangkan di hutan terfragmentasi KRC dilakukan di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar (Gambar 3.1). 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa GPS (Global Positioning System), lux meter, temperature & humidity meter , soil tester, kompas, tali rafia, golok, peta kerja, meteran besar, patok kayu, alkohol, alat tulis menulis dan kamera digital. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC. 3.3 Metode Pengambilan Data Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung di lapangan. Data tersebut meliputi jenis-jenis tumbuhan obat beserta hasil analisis vegetasinya, faktor fisik lingkungan, dan data tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dengan cara wawancara. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan penelitian. Data tersebut didapatkan dengan cara studi pustaka atau pencarian literatur melalului buku, jurnal, artikel ilmiah maupun internet. 23 3.3.1 Analisis vegetasi Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kuadrat. Penentuan lokasi sampling dilakukan secara acak di setiap titik lokasi penelitian baik di hutan TNGGP maupun hutan terfragmentasi KRC dengan jumlah masingmasing 2 (dua) plot. Pada setiap lokasi sampling dibuat petak-petak dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 (Purba, 2009). Gambar 3.2. Plot pengamatan analisis vegetasi Keterangan : A : 2 x 2 m2; B : 5 x 5 m2; C : 10 x 10 m2; D : 20 x 20 m2 Setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat tumbuhan, yaitu : 24 1) Petak 2 x 2 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat herba. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis dan jumlah setiap jenis, dengan batasan anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m. 2) Petak 5 x 5 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat pancang. Parameter yang diamati atau diukur meliputi nama jenis dan jumlah setiap jenisnya, dengan batasan pohon muda yang berdiameter < 10 cm. Atau anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m. 3) Petak 10 x 10 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat tiang. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis, jumlah dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang, dengan batasan diameter yang diambil adalah antara 10 ≤ dbh < 20 cm (dbh: diameter breast height: diameter setinggi dada). 4) Petak 20 x 20 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan terhadap tingkat pohon. Parameter yang diamati dan yang diukur meliputi nama jenis, jumlah dan diameter pohon. Diameter yang diambil adalah diameter setinggi dada (dbh) serta ukuran diameternya ≥ 20 cm. 3.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan Pengukuran faktor fisik lingkungan dilakukan di setiap titik lokasi penelitian baik di hutan TNGGP maupun di hutan terfragmentasi KRC pada pukul 10.30 WIB. Pengukurannya meliputi intensitas cahaya, suhu udara, kelembababan udara relatif, dan kelembaban tanah. Data fisik lokasi penelitian terdapat dalam Lampiran 1. 25 3.3.2.1 Intensitas cahaya Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter. Sensor pada lux meter diarahkan pada sumber cahaya selama tiga menit atau sampai angka yang ditunjukkan monitor konstan. Hasil pengukuran intensitas cahaya yang terbaca di layar monitor kemudian dicatat. 3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif Suhu dan kelembaban udara relatif diukur dengan menggunakan alat temperature & humidity meter. Data yang diperoleh kemudian di catat. 3.3.2.3 Kelembaban tanah Kelembaban tanah diukur dengan menggunakan soil tester. Alat ini ditancapkan ketanah, kemudian besarnya nilai kelembaban yang diperoleh dicatat. 3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat Identifikasi jenis tumbuhan obat dilapangan dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan tidak langsung (wawancara non formal dengan bertanya langsung pada para taksonom). Identifikasi jenis-jenis tumbuhan obat merujuk pada Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (1995) dan dengan melakukan pemeriksaan silang melalui berbagai buku/literatur tentang tumbuhan obat, yang meliputi nama lokal, nama jenis, famili, habitus, dan manfaatnya. Nama jenis mengacu pada The Plant List (http://www.theplantlist.org) dan IPNI (The International Plant Names Index) (http://www.ipni.org). Status konservasi dari jenis yang ditemukan dalam penelitian merujuk pada kriteria IUCN (http://www.iucnredlist.org). 26 3.3.4 Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung dengan masyarakat lokal TNGGP dan berbatasan langsung dengan KRC, yakni di Desa Cimacan. Metode yang digunakan dalam menentukan sasaran wawancara (key person) yaitu dengan cara Snow ball dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden sebelumnya (Ernawati, 2009). Wawancara dilakukan terhadap 25 0rang warga Desa Cimacan yang merupakan rekomendasi dari responden kunci. Pemilihan responden kunci dilakukan dengan memilih responden yang memiliki pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat secara turun-temurun dalam keluarganya (Sofyan). Adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Data diambil dengan menggunakan tabel isian kuisioner yang meliputi jenis tumbuhan yang digunakan, macam penggunaan, bagian yang digunakan, proses pembuatan, dan cara penggunaannya (Lampiran 3). 3.4 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan cara deskriptif dengan menggunakan Program Microsoft Office excel 2007. Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk memperoleh nama lokal, nama jenis, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaat/kegunaannya. Hasil identifikasi jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dikelompokkan berdasarkan bagian yang digunakan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dipersentasekan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang, akar, ataupun campuran dari semua bagiannya (Ernawati, 2009). 27 Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan = ∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan = x 100% ∑ eluruh bagian yang dimanfaatkan 3.4.1 Indeks nilai penting Indeks nilai penting merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Pada lokasi penelitian dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi masing-masing jenis tumbuhan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasinya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut (Purba, 2009) : 1) Kerapatan suatu jenis (K) K = umlah indi idu uatu eni ua t tal l t engamatan 2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR) KR (%) = era atan uatu eni era atan eluruh eni x 100 % 3) Frekuensi suatu jenis (F) F = umlah l t ditem ati uatu eni umlah t tal l t 4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR) FR (%) = rekuen i uatu eni rekuen i eluruh eni x 100% 28 5) Dominansi suatu jenis (D) D (m2/ha) = ua bidang da ar uatu eni ua t tal l t 6) Dominansi relatif suatu jenis (DR) DR (%) = mina i uatu eni x 100% mina i eluruh eni Indeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif, sedangkan untuk tingkat pancang dan herba adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif. 3.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat Keanekaragaman jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks keanekaragaman Shannon (H’) (Odum, 1998). Indeks eanekaragaman Shann n (H’) H’ = - Σ [Pi ln Pi] dimana Pi Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon Pi = Proporsi dari tiap jenis i Ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu seluruh jenis = 29 Semakin be ar nilai H’ keanekaragaman jenis. Besarnya menun ukkan nilai semakin keanekaragaman tinggi jenis tingkat Shannon didefinisikan sebagai berikut : 1) H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi. 2) 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang. 3) H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah. 3.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat Kekayaan jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks kekayaan jenis Margalef (R’) (Odum, 1998). = S1 ln Keterangan: R = Indeks kekayaan jenis Margalef. S = Jumlah jenis. N = Jumlah seluruh individu. Indeks kekayaan jenis Margalef ( ’) merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Semakin besar nilai R’, menunjukan semakin tingginya kekayaan jenisnya. Besarnya nilai kekayaan jenis Margalef didefinisikan sebagai berikut : 1) R’ > 5 = Kekayaan jenis tinggi. 2) 3,5 ≤ ’ ≤ 5 R’ = ekayaan jenis sedang. 3) R’ < ,5 = Kekayaan jenis rendah. 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Tumbuhan obat yang ditemukan pada plot sampling di hutan TNGGP terdapat sebanyak 45 jenis yang berasal dari 29 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari famili Urticaceae sebanyak 4 jenis, Rubiaceae dan Arecaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan famili lainnya memiliki anggota kurang dari 3 jenis (Tabel 4.1). Data jenis tumbuhan obat hutan TNGGP terdapat dalam Lampiran 4. Tabel 4.1. Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP No Famili Jumlah jenis 1 Urticaceae 4 2 Rubiaceae 3 3 Arecaceae 3 4 Zingiberaceae 2 5 Euphorbiaceae 2 6 Fabaceae 2 7 Moraceae 2 8 Myrsinaceae 2 9 Piperaceae 2 10 Rosaceae 2 11 Sauraceae 2 12 Theaceae 2 13 Famili Lainnya (18 Famili) (Lihat Lampiran 4) 1 Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan TNGGP pada penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan penelitian Purnawan, 2006. Purnawan (2006) menemukan sebanyak 210 jenis tumbuhan obat dan merupakan 31 hampir sepertiga dari total jenis tumbuhan yang teridentifikasi di hutan TNGGP. Perbedaan jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan dikarenakan berbedanya sampling yang dilakukan. Sampling yang dilakukan pada penelitian ini terbatas pada titik tertentu yang mewakili seluruh area sedangkan penelitian sebelumnya merupakan upaya inventarisasi tumbuhan obat yang ada di seluruh kawasan hutan TNGGP. Data jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP kurang memiliki arti yang signifikan untuk mendukung upaya pelestarian yang efektif jika data mengenai potensi dan penyebaran setiap jenisnya masih terbatas. Oleh karena itu, informasi mengenai identifikasi jenis yang akurat, kondisi stok atau populasi, gambaran penyebaran tempat tumbuh, dan taksiran kelangkaan atau kelimpahan tumbuhan obat sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaanya. 4.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk mengetahui variasi jenis pada suatu tempat dan indeks kekayaan jenis digunakan untuk menentukan tingkat kekayaan jenis yang dipengaruhi oleh keragaman dalam pembagian jenis yang merata dalam suatu kawasan (Hidayat dan Hardiasyah, 2012). Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) untuk semua tingkat vegetasi memiliki keragaman yang terg l ng edang (H’ 1 ≤ H’ ≤ 3). Tingkat kekayaan jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) menun ukkan hanya ada 32 vegetasi herba yang memiliki kekayaan jenis tergolong tinggi ( ’ > 5) sedangkan habitus lainnya tergolong rendah ( ’ < 5) (Gambar 4.1). 6.00 5.00 Indeks 4.00 Indeks Shannon (H') 3.00 Indeks Margalef (R') 2.00 1.00 0.00 Herba Pancang Tiang Pohon Gambar 4.1. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP Habitus herba memiliki nilai kekayaan jenis yang tinggi karena banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada habitusnya tersebut. Tinggi rendahnya nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis ditentukan oleh banyaknya jenis yang menyusun suatu komunitas tumbuhan. Begitupun sebaliknya, sedikitnya perjumpaan tumbuhan obat menyebabkan rendahnya nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya (Asrianny, dkk., 2008). Dominansi jenis herba disebabkan jarangnya perjumpaan tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon, serta kecilnya nilai kerapatannya. Jarangnya jenis habitus tiang dan pohon menyebabkan berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk, sehingga menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan tumbuhan bawah. 33 Topografi juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan individu dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan. Daerah dengan bentuk lapang yang sedikit dan lereng-lereng, hanya jenis tertentu saja yang dapat beradaptasi dalam kondisi seperti ini (Handayani, 2008). Keadaan topografi lokasi penelitian di hutan TNGGP berbentuk sedikit lapang dan sisanya merupakan lereng-lereng. Hal ini diduga yang menyebabkan sedikitnya jenis yang dijumpai tumbuhan obat pada tingkat tiang dan pohon di lokasi tersebut. Keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat dalam suatu komunitas hutan perlu dijaga keberadaanya. Tumbuhan obat yang beragam jenis, habitus, dan khasiatnya memiliki peluang yang besar serta memiliki kontribusi dalam pembangunan dan pengembangan hutan (Hamzari, 2007). 4.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP Struktur hutan merupakan hasil penataan oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk pertumbuhan. Struktur ini memiliki unsur penyusun yang berupa bentuk hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, dan penyebaran dalam ruang. Komposisi hutan dapat diartikan sebagai variasi jenis yang menyusun suatu komunitas. Struktur hutan dengan komposisinya yang tertentu akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan atau habitatnya (Purba, 2009). Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan TNGGP sebagai berikut: a) Analisis vegetasi tingkat herba Vegetasi herba memiliki 42 jenis dengan 28 famili. Jenis Cyrtandra picta merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu sebesar 17,79%, 34 dan INP terendah adalah Altingia excelsa serta 17 jenis lainnya sebesar 2,27% (Tabel 4.2). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 31 jenis tumbuhan obat dengan 22 famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi di kawasan Gunung Gede Pangrango, terlihat dari dominansinya pada vegetasi herba di hutan TNGGP. Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada tingkat herba menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik dan memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitas tumbuhan didalamnya. Tabel 4.2. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP 1 Cyrtandra picta* Gesneriaceae 1,04 KR (%) 12,52 2 Isachne pangerangensis Poaceae 1,25 15,04 0,17 1,79 16,84 3 Strobilanthus fifilfor* Acanthaceae 0,63 7,58 0,50 5,27 12,86 4 Nephrolepis biserrata Polypodiaceae 0,42 5,05 0,67 7,07 12,12 5 Plectocomia elongata* Arecaceae 0,50 6,02 0,50 5,27 11,29 6 Athyrium puncticaule* Athyriaceae 0,58 6,98 0,33 3,48 10,46 7 Rubus sunndaicus* Rosaceae 0,46 5,54 0,33 3,48 9,02 8 Amomum coccineum* Zingiberaceae 0,29 3,49 0,33 3,48 6,97 9 Elatostema negrescens* Urticaceae 0,42 5,05 0,17 1,79 6,85 10 Aeschynanthus horsfieldii Gesneriaceae 0,33 3,97 0,17 1,79 5,76 11 Hedychium coronarium* Zingiberaceae 0,33 3,97 0,17 1,79 5,76 12 Pinanga coronata* Arecaceae 0,17 2,05 0,33 3,48 5,53 13 Symplocos odoratissima* Symplocaceae 0,13 1,56 0,33 3,48 5,05 14 Hyphobathrum frutescens* Rubiaceae 0,08 0,96 0,33 3,48 4,44 15 Euchresta horsfieldii* Fabaceae 0,17 2,05 0,17 1,79 3,84 16 Curculigo capitulata* Hypoxidaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36 17 Schismatoglottis calyptrata* Arecaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36 18 Tetrastigma dichotomum* Vitaceae 0,13 1,56 0,17 1,79 3,36 19 Ardisia fuliginosa* Myrsinaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76 20 Lithocarpus pseudomoluccus Fagaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76 21 Litsea resinosa Lauraceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76 22 Rubus moluccanus* Rosaceae 0,08 0,96 0,17 1,79 2,76 23 Altingia excelsa* Hammamelidaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 No Nama jenis Famili K 0,50 FR (%) 5,27 INP (%) 17,79 F 35 Tabel 4.2 (Lanjutan…) 0,04 KR (%) 0,48 0,17 FR (%) 1,79 INP (%) 2,27 Fagaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 Castanopsis javanica Fagaceae Commelina obligua* Commelinaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 28 Cyatea latebrosa Cyatheaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 29 Diplasium palidum Woodsiaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 30 Ficus ribes* Moraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 31 Laportea stimulans* Urticaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 32 Litsea cassiaefolia* Lauraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 33 Mussaenda frondosa* Rubiaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 34 Pandanus furcatus* Pandanaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 35 Passiflora suberosa* Passifloraceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 37 Pilea melastomoides* Urticaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 38 Piper aduncum* Piperaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 39 Piper sarmentosum* Piperaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 40 Pithecellobium clypearia* Fabaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 41 Travesia sundaica* Araliaceae 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 42 Turpinia sphaerocarpa Staphyleacea 0,04 0,48 0,17 1,79 2,27 No Nama jenis Famili 24 Asplenium caudatum Aspleniaceae 25 Castanopsis argentea 26 27 K F Keterangan : * Jenis tumbuhan obat b) Analisis vegetasi tingkat pancang Vegetasi pancang memiliki 16 jenis dengan 13 famili. Jenis Eugenia lineata, Castanopsis javanica, dan Litsea resinosa merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu 16,69%, jenis lainnya memiliki INP yang sama yaitu sebesar 11,36% (Tabel 4.3). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 8 famili. Jenis E. lineata merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mendominasi. Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa jenis E. lineata merupakan jenis tumbuhan obat memiliki peranan penting dalam penyusunan komunitasnya didalamnya. 36 Tabel 4.3. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K (%) 1 Castanopsis javanica Fagaceae 0,01 6,25 0,33 FR (%) 10,44 INP (%) 16,69 F 2 Eugenia lineata* Myrtaceae 0,01 6,25 0,33 10,44 16,69 3 Litsea resinosa Lauraceae 0,01 6,25 0,33 10,44 16,69 4 Casearia tuberculata Flacourtiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 5 Cryptocarya ferrea Lauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 6 Engelhardia spicata Juglandaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 7 Ficus toxicaria* Moraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 8 Flacaurtia rukam* Flacourtiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 9 Mycetia cauliflora* Rubiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 10 Ostodes paniculata* Euphorbiaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 11 Saurauia blumiana* Sauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 12 Saurauia pendula* Sauraceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 13 Sloanea sigun Elaeocarpaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 14 Travesia sundaica* Araliaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 15 Turpinia sphaerocarpa Staphyleacea 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 16 Villebrunea rubescens* Urticaceae 0,01 6,25 0,17 5,38 11,63 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat c) Analisis vegetasi tingkat tiang Vegetasi tiang memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 10 famili. Jenis Turpinia sphaerocarva merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 59,99%, dan jenis Ostodes paniculata, Ardisia villosa, dan Neonacluea lanceolata merupakan jenis tumbuhan dengan INP terendah yaitu sebesar 17,19% (Tabel 4.4). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 5 jenis tumbuhan obat dengan 5 famili yang berbeda. F. ribes memiliki INP tertinggi kedua dalam vegetasinya. Jenis tersebut memiliki daerah tutupan yang cukup luas yang terlihat dari nilai dominansinya. Besarnya nilai dominansi menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang memiliki pengaruh dalam komunitasnya. 37 Tabel 4.4. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K F (%) 1 Turpinia Staphyleacea 116,66 28,00 0,67 sphaerocarpa 2 Ficus ribes* Moraceae 50,00 12,00 0,33 3 Polyosma Escalloniaceae ilicifolia 4 Litsea Lauraceae cassiaefolia* 5 Symplocos Symplocaceae odoratissima* 6 Castanopsis Fagaceae javanica 7 Prunus Rosaceae arborea 8 Ostodes Euphorbiaceae paniculata* 9 Ardisia Myrsinaceae villosa* 10 Neonacluea Rubiaceae lanceolata Keterangan : * Jenis tumbuhan obat FR (%) 25,19 D (m2/ha) 0,17 6,80 INP (%) 59,99 12,41 0,33 13,20 37,61 DR 50,00 12,00 0,33 12,41 0,33 13,20 37,61 66,66 16,00 0,33 12,41 0,17 6,80 35,21 50,00 12,00 0,17 6,39 0,17 6,80 25,19 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59 16,67 4,00 0,17 6,39 0,33 13,20 23,59 16,67 4,00 0,17 6,39 0,17 6,80 17,19 16,67 4,00 0,17 6,39 0,17 6,80 17,19 d) Analisis vegetasi tingkat pohon Vegetasi pohon memiliki 19 jenis dengan 15 famili. Schima walichii merupakan jenis yang mendominasi baik dari segi penguasaan daerah yang ditutupi/kerimbunannya, maupaun frekuensi banyaknya plot ditemukan jenis tersebut. Jenis tersebut memiliki nilai INP tertinggi, yakni 44,52%. INP terendah dimiliki oleh jenis Toona sureni yaitu sebesar 5,77% (Tabel 4.5). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 7 famili. Jenis S. walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang paling mendominasi dalam vegetasinya. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki pola penyesuaian yang besar, dan berperan penting dalam penyusunan komunitas tumbuhan obat yang ada didalamnya. Jenis S. walichii memiliki potensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan, selain karena potensinya sebagai tumbuhan obat, jenis tersebut juga merupakan tumbuhan yang banyak dimanfaatkan kayunya oleh masyarakat. 38 Tabel 4.5. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K (%) 1 Schima Theaceae 33,33 19,05 walichii* 2 Engelhardia Juglandaceae 4,17 2,38 spicata 3 Castanopsis Fagaceae 25,00 14,29 argentea 4 Ardisia Myrsinaceae 25,00 14,29 villosa* 5 Castanopsis Fagaceae 12,50 7,14 javanica 6 Prunus Rosaceae 4,17 2,38 arborea 7 Ostodes Euphorbiaceae 8,33 4,76 paniculata* 8 Magnolia Magnoliaceae 4,17 2,38 blumea 9 Macaranga Euphorbiaceae 8,33 4,76 rhizinoides* 10 Persea excelsa Lauracae 8,33 4,76 0,83 FR (%) 15,57 D (m2/ha) 1,96 9,90 INP (%) 44,52 0,17 3,19 5,29 26,72 32,29 0,50 9,31 1,33 6,72 30,31 0,67 12,57 0,25 1,26 28,12 0,50 9,31 2,10 10,61 27,06 0,17 3,19 2,88 14,55 20,12 0,17 3,19 1,04 5,25 13,20 0,17 3,19 1,46 7,37 12,94 0,33 6,19 0,29 1,46 12,42 0,33 6,19 0,29 1,46 12,42 F DR 11 Sloanea sigun Elaeocarpaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,92 4,65 10,22 12 Fabaceae 8,33 4,76 0,17 3,19 0,25 1,26 9,21 Theaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,50 2,53 8,10 Asteraceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,42 2,12 7,69 15 Pithecellobium clypearia* Gordonia excelsa* Vernonia arboria* Acer laurinum Sapindaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,38 1,92 7,49 16 Ficus ribes* Moraceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,17 0,86 6,43 17 Castanopsis tunggurut Turpinia sphaerocarpa Toona sureni* Fagaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,13 0,66 6,23 Staphyleacea 4,17 2,38 0,17 3,19 0,13 0,66 6,23 Meliaceae 4,17 2,38 0,17 3,19 0,04 0,20 5,77 13 14 18 19 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa masing-masing jenis tumbuhan diwakili oleh sedikit jenis individu. Hal ini disebabkan oleh keragaman jenis yang cukup tinggi di hutan alami, sehingga menyebabkan tidak adanya satu jenis yang sangat dominan. Tingginya keragaman di hutan alami disebabkan karena terdapatnya heterogenitas habitat di kawasan tersebut. 39 4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat sebanyak 59 jenis yang berasal dari 39 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari famili Rubiaceae dan Arecaceae masing-masing berjumlah 5 jenis, Moraceae dan Zingiberaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan 35 famili lainnya memiliki anggota kurang dari 3 jenis (Tabel 4.6). Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat dalam Lampiran 5. Tabel 4.6. Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC No Famili Jumlah jenis 1 Rubiaceae 5 2 Arecaceae 5 3 Moraceae 3 4 Zingiberaceae 3 5 Apocynaceae 2 6 Euphorbiaceae 2 7 Hydrangeaceae 2 8 Myrsinaceae 2 9 Piperaceae 2 10 Sauraceae 2 11 Symplocaceae 2 12 Theacea 2 13 Urticaceae 2 14 Famili lainnya (26 Famili). (Lihat Lampiran 5) 1 Jenis tumbuhan obat yang mendominasi dengan jumlah individu paling banyak ditemukan di hutan terfragmentasi KRC adalah jenis C. picta. Jenis tersebut juga memiliki dominansi yang tinggi di hutan TNGGP. C. picta merupakan anggota dari famili Gesneriaceae yang memiliki khasiat sebagai pereda demam dan bengkak pada bagian tubuh tertentu. Hampir semua jenis dari famili Gesneriaceae berkembang biak dengan cara penyerbukan melalui hewan. 40 Burung menjadi pemeran utama dalam proses penyerbukan dan persebaran benih tumbuhannya. Hal tersebut yang menyebabkan jenis C. picta memiliki jumlah jenis individu paling banyak pada semua habitus. Diantara jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan asing yang merupakan tumbuhan yang diintroduksi dan dikoleksi oleh KRC yaitu Piper aduncum. Jenis P. aduncum merupakan tumbuhan yang pada awalnya berasal dari Kebun Raya Bogor kemudian diintroduksi pada tahun 1860, berasal dari tepi hutan dan daerah terbuka di Argentina dan Meksiko (Mutaqien, dkk., 2011). 4.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat Berdasarkan habitusnya, keanekaragaman jenis tingkat herba dan pancang lebih beragam dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Tingkat keanekaragaman jenis tiang dan pohon yang dihitung menggunakan indeks Shann n (H’) menunjukkan keanekearagaman yang tergolong rendah (H’ < 1) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 0,61, dan 0,78, sedangkan untuk tingkat herba dan pancang terg l ng edang (1 ≤ H’ ≤ 3) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 1,47 dan 1,67. Abdiyani (2008) menjelaskan bahwa tumbuhan di hutan terbentuk kedalam lapisan-lapisan yaitu : 1) Pohon-pohon yang sangat menjulang tinggi, 2) lapisan tajuk, yang membentuk permadani hijau berkesinambungan dengan tinggi 80-100 kaki, dan 3) stratum tumbuhan bawah yang terdiri atas lapisan semak dan herba, dan dapat menjadi lebat jika terjadi pembukaan tajuk. Dominansi jenis tumbuhan obat pada tingkat herba dan pancang disebabkan oleh 41 rendahnya jenis pada tingkat tiang dan pohon. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk sehingga menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan tumbuhan bawah. Hal ini tentu mengeuntungkan bagi tumbuhan bawah dengan kecepatan tumbuh yang tinggi dan membutuhkan ruang, nutrisi, dan cahaya Indeks Shannon (H') matahari lebih banyak untuk bereproduksi sehingga jenisnya menjadi melimpah. 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Hutan Wornojiwo Hutan Kompos Hutan Jalan Akar Herba Pancang Tiang Pohon Gambar 4.2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC Hal serupa terlihat pada nilai indeks kekayaan jeni Margalef ( ’) ada Gambar 4.3, kekayaan jenis tingkat herba dan pancang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Kekakayaan jenis tingkat herba yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng edang ( ’ = 3,5 –5) dengan indeks rata-ratanya 3,50, sedangkan untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon tergolong rendah ( ’ < 5) dengan rata-rata indeks masing-masing yaitu 3,24, 0,60, dan 1,06. 42 6 Indeks Margalef (R') 5 4 Hutan Wornojiwo 3 Hutan Kompos 2 Hutan Jalan Akar 1 0 Herba Pancang Tiang Pohon Gambar 4.3. Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC Rendahnya keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon di hutan Wornojiwo dan Kompos disebabkan sedikitnya dijumpai jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut. Sedikitnya jenis tumbuhan obat dapat disebabkan oleh gangguan aktivitas manusia karena memang kedua lokasi tersebut dekat dengan pemukiman warga dan berbatasan langsung dengan jalan KRC yang merupakan daerah wisata. Selain itu, karena ukurannya yang kecil dan tingginya derajad fragmentasi menyebabkan sisa hutan KRC tersebut rentan terhadap gangguan biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). 4.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC Vegetasi hutan terfragmentasi KRC yang terbagi kedalam tiga lokasi penelitian yang berbeda yaitu hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan terfragmentasi KRC sebagai berikut: 43 a) Analisis vegetasi tingkat herba Hutan Wornojiwo memiliki 25 jenis tumbuhan dengan 17 famili. Jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi adalah C. picta dengan INP 35,07% sedangkan P. aduncum dengan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,6% (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 18 jenis tumbuhan obat dengan 15 famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis C. picta mendominasi dari segi kerapatan maupun banyaknya ditemukan jenis tesebut didalam plot. Komposisi vegetasi herba di hutan Kompos meliputi 23 jenis tumbuhan dengan 19 famili. Jenis C. picta memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 29% sedangkan Sloanea sigun serta 13 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 5,0%. (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 15 jenis tumbuhan obat dengan 13 famili. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya. Hutan Jalan Akar memiliki 18 jenis dengan 14 famili. Peristrophe hyssopifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi, yakni 39,4% dan jenis Alpinia malaccensis dan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,8% (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. Komposisi vegetasi tingkat herba pada ketiga hutan terfrgamentasi KRC menunjukkan adanya kesamaan jenis tumbuhan obat yang paling berkontribusi dalam penyusunan komunitasnya. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang mendominasi pada vegetasi herba di ketiga hutan terfragmentasi KRC. Dominansi 44 jenis-jenis tumbuhan obat pada vegetasi herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar menunjukkan bahwa jenis tumbuhan obat memiliki kontribusi dan peranan yang penting dalam penyusunan komunitasnya. Keberagaman dan pentingnya tumbuhan obat dalam vegetasinya memiliki peluang yang besar dalam pembangunan dan pengembangan hutan. Tabel 4.7. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Nama jenis Alpinia malaccensis* Ardisia fuliginosa* Arenga pinnata* Arisaema inclusum Asplenium nidus* Begonia robusta* Calamus heteroides Calamus reinwardtii Cestrum purpureum* Commelina nudiflora* Commelina paludosa Cyperus rotundus* Cryptocarya ferrea Cyrtandra grandis Cyrtandra oblonga Cyrtandra picta* Dichroa febrifuga * Elaeagnus triflora* Elaeocarpus stipularis* Elatostema srigosum* Euchresta horsfieldii* Ficus hispida* Ficus obscura* Helicia serrata* Homalomena pendula* Leea indica* Litsea noronhae luvunga sarmentosa* Macropanax dispermum Musa acuminate* Mycetia cauliflora* Nephrolepis biserrata Ophiopogon caulescens Ostodes paniculata* Pavetta Montana Peristrophe hyssopifolia Piper aduncum* KR (%) 1,8 9,2 0,9 0,9 7,3 3,7 11,1 0,9 2,8 31,4 1,8 0,9 1,8 1,8 1,8 0,9 0,9 1,8 1,8 1,8 0,9 FR (%) 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 7,4 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 Kompos INP (%) 5,5 13,0 4,6 4,6 11,0 7,4 15,0 4,6 6,5 35,0 5,5 4,6 5,5 5,5 9,2 4,6 4,6 5,5 5,5 5,5 4,6 KR (%) 1,4 1,4 1,4 5,5 4,2 1,4 24,6 1,4 1,4 5,5 1,4 2,7 1,4 1,4 15,1 1,4 - FR (%) 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 - Jalan Akar INP (%) 5,4 5,4 5,4 9,5 8,2 5,4 29,0 5,4 5,4 9,5 5,4 6,7 5,4 5,4 19,0 5,4 - KR (%) 0,6 1,4 2,9 0,6 2,3 5,5 2,3 1,4 0,6 0,6 23,0 16,7 1,4 1,4 4,1 0,6 0,6 1,2 1,4 2,7 1,4 1,4 6,9 1,4 31,1 - FR (%) 4,3 4,0 4,3 4,3 8,3 4,0 4,3 4,0 4,3 4,3 8,3 8,3 4,0 4,0 4,3 4,3 4,3 8,3 4,0 4,0 4,0 4,0 8,3 4,0 8,3 - INP (%) 4,8 5,4 7,2 4,8 10,6 9,5 6,6 5,4 6,6 31,4 25,0 5,4 5,4 8,3 4,8 4,8 9,5 5,4 6,7 5,4 5,4 39,4 5,4 39,4 - 45 Tabel 4.7 ( an utan…) 1 2 3 4 5 6 7 38 Piper sarmentosum* 1,4 4,0 39 Plectocomia elongata * 2,8 3,7 6,5 1,4 4,0 40 Polygala venenosa* 2,7 4,0 41 Pteris biaurita 1,4 4,0 42 Rubus moluccanus* 43 Sanicula europhea 4,7 3,7 8,4 44 Saurauia pendula* 45 Schismatoglottis calyptrata* 13,7 8,0 46 Sloanea sigun 1,4 4,0 47 Smilax macrocarpa* 3,7 7,4 11,0 48 Zingiber infleksum* 2,8 3,7 6,5 6,9 8,0 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling 8 5,4 5,4 6,7 5,4 22,0 5,4 15,0 9 1,4 1,4 2,7 2,9 0,6 2,9 1,4 6,9 10 4,0 4,0 4,0 4,3 4,3 4,3 4,0 8,0 b) Analisis vegetasi tingkat pancang Hutan Wornojiwo memiliki 28 jenis tumbuhan dengan 21 famili. Jenis Ostodes paniculata merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 19,2% dan jenis Alstonia scholaris serta 9 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu sebesar 3,7% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 20 jenis tumbuhan obat dengan 16 famili. Jenis O. paniculata merupakan jenis tumbuhan obat dengan INP tertinggi. Jenis tersebut memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya. Komposisi vegetasi pancang di hutan Kompos memiliki 24 jenis dengan 14 famili yang didominasi oleh jenis Lasianthus rigidus dengan INP sebesar 17,3%. Sedangkan INP terendah dimiliki oleh Antidesma tetandrum dan 10 jenis lainnya dengan INP 5,8% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 16 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. L. rigidus merupakan jenis tumbuhan obat yang mendominasi dalam komunitas tumbuhan didalamnya. Hutan Jalan Akar memiliki 19 jenis dengan 17 famili yang didominasi oleh jenis Calamus heteroides dengan INP tertinggi yaitu 33,2% dan Ardisia fuliginosa serta 8 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 7,0% (Tabel 4.8). 11 5,4 5,4 6,7 7,2 4,8 4,8 5,4 14,9 46 Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. Polyalthia subcordata merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki kontribusi dan peranan yang besar dalam penyusunan tumbuhan di komunitasnya. Tabel 4.8. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No Nama jenis Kompos Jalan Akar 1 Alstonia scholaris* KR (%) 0,9 FR (%) 2,8 INP (%) 3,7 KR (%) - FR (%) - INP (%) - KR (%) - FR (%) - INP (%) - 2 Altingia excels* 0,9 2,8 3,7 - - - - - - 3 Amomum coccineu* 14,2 2,8 17,0 - - - - - - 4 Antidesma tetandrum* - - - 1,9 3,8 5,8 2,2 4,9 7,0 5 Ardisia fuliginosa* - - - - - - - - - 6 Ardisia villosa* 2,7 5,7 8,3 - - - - - - 7 Arenga pinnata* 0,9 2,8 3,7 - - - - - - 8 Calamus heteroides - - - 5,8 3,8 9,6 28,3 0,2 33,1 9 Castanopsis argentea 2,7 2,8 5,5 1,9 3,8 5,8 2,2 4,9 7,0 10 Celtis cinnamomea* 2,7 2,8 5,5 - - - - - - 11 Cestrum purpureum* 11,5 2,8 14,4 - - - - - - 12 Cestrum purpureum* - - - 9,6 3,8 13,5 2,2 4,9 7,0 13 Cinamomum burmanii* - - - 1,9 3,8 5,8 - - - 14 Clerodendrum inerme* - - - - - - 6,5 4,9 11,4 15 Coffea robusta* - - - 1,9 3,8 5,8 - - - 16 Cyathea spinulosa 0,9 2,8 3,7 - - - 2,2 4,9 7,0 17 Cyathea spinulosa - - - - - - 2,2 4,9 7,0 18 Dendrocnide stimulans* - - - 7,7 3,8 11,5 - - - 19 Dichroa febrifuga* - - - 5,8 3,8 9,6 - - - 20 Elaeocarpus angustifolia 21 Ficus cuspidata 22 23 24 Flacaurtia rukam* 25 Helicia serrata* 26 27 28 Lasianthus stercoranius* 29 Leea indica* 30 Litsea noronhae 31 Lytocarpus indutus 32 Lytocarpus palidus - - - - - - 2,2 4,9 7,0 7,1 2,8 9,9 - - - - - - Ficus ribes* - - - 1,9 3,8 5,8 - - - Ficus ribes* - - - - - - 8,7 9,5 18,2 2,7 2,8 5,5 - - - 2,2 4,9 7,0 3,5 5,7 9,2 - - - - - - Lasianthus capitatus - - - 1,9 3,8 5,8 - - - Lasianthus rigidus* - - - 9,6 7,7 17,3 - - - 3,5 5,7 9,2 7,7 7,7 15,4 2,2 4,9 7,0 0,9 2,8 3,7 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 3,9 3,8 7,7 - - - 2,7 2,8 5,5 - - - - - - 47 Tabel 4.8 ( an utan…) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 33 Macropanax dispermum - - - 7,7 3,8 11,5 - - - 34 Magnolia lilifera 2,7 2,8 5,5 3,9 3,8 7,7 2,2 4,9 7,0 35 Mussaenda frondosa* 2,7 2,8 5,5 - - - - - - 36 Mycetia cauliflora* - - - 3,9 3,8 7,7 - - - 37 Ostodes paniculata* 10,6 8,6 19,2 5,8 3,8 9,6 4,4 4,9 9,2 38 Pavetta montana 0,9 2,8 3,7 1,9 3,8 5,8 - - - 39 Persea excelsa - - - - - - 2,2 4,9 7,0 40 Persea rimosa 3,5 2,8 6,4 3,9 3,8 7,7 - - - 41 Pinanga coronata* 4,4 5,7 10,1 1,9 3,8 5,8 - - - 42 Plectocomia elongata* 8,0 5,7 13,7 1,9 3,8 5,8 - - - 43 Polyalthia subcordata* 2,7 2,8 5,5 1,9 3,8 5,8 19,6 9,5 29,0 44 Rauvolfia javanica* 0,9 2,8 3,7 - - - - - - 45 Schima walichii* 2,7 2,8 5,5 - - - 2,2 4,9 7,0 46 Symplocos fasciculata* - - - 1,9 3,8 5,8 - - - 47 Symplocos spicata* 0,9 2,8 3,7 - - - - - - 48 Syzygium costatum* - - - - - - 2,2 4,9 7,0 49 Thea sinensis* - - - - - - 2,2 4,9 7,0 50 Toona sureni* - - - - - - 4,4 4,9 9,2 51 Travesia sundaica* - - - 3,9 3,8 7,7 - - - 52 Turpinia Montana* 0,9 2,8 3,7 - - - - - - 53 Turpinia sphaerocarpa 0,9 2,8 3,7 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling - - - c) Analisis vegetasi tingkat tiang Komposisi vegetasi tiang di hutan Wornojiwo terdiri dari 3 jenis tumbuhan beasal dari 3 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 150%. (Tabel 4.9). Hutan Jalan Akar terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Cestrum purpureum merupakan jenis tumbuhan obat yang terdapat dalam vegetasinya (Tabel 4.9). Komposisi vegetasi tiang di hutan Kompos terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Saurauia blumiana merupakan jenis tumbuhan obat dengan INP tertinggi yaitu sebesar 126,66% (Tabel 4.9). 48 Tabel 4.9. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar No Nama jenis Wornojiwo Kompos Jalan Akar KR (%) 25,0 1 FR (%) 24,8 DR (%) 24,8 INP (%) 74,6 KR (%) 33,3 FR (%) 33,3 DR (%) 33,3 INP (%) 100,0 Cestrum purpureum* 2 Dendrocnide stimulans* 3 Macropanax 50,0 49,6 50,4 150,0 33,3 33,3 33,3 100,0 dispermum 4 Ostodes 33,3 33,3 33,3 100,0 paniculata* 5 Saurauia blumiana* 6 Turpinia 25,0 24,8 24,8 74,6 sphaerocarpa Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling KR (%) - FR (%) - DR (%) - INP (%) - - - - - 33,3 33,3 20,0 86,7 - - - - 33,3 33,3 60,0 126,7 33,3 33,3 20,0 86,7 d) Analisis vegetasi tingkat pohon Hutan Wornojiwo memiliki 9 jenis tumbuhan dengan 7 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 64,8% dan jenis O. paniculata memiliki INP terendah yaitu sebesar 15,2% (Tabel 4.10). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili. Hutan Kompos memiliki 6 jenis tumbuhan dengan 5 famili. Jenis Elaeocarpus angustifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 81,1% dan jenis S. blumiana memiliki INP terendah yaitu sebesar 38,9% (Tabel 4.10). Hutan Jalan Akar memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 8 famili. Jenis S. walichii merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 73,0% dan jenis Elaeocarpus stipularis memiliki INP terendah yaitu sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili dan S.walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang memegang peranan penting dalam penyusunantumbuhan komunitasnya (Tabel 4.10). 49 Tabel 4.10. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No 1 Nama jenis KR (%) FR (%) DR (%) Kompos INP (%) KR (%) FR (%) DR (%) Jalan Akar INP (%) KR (%) Castanopsis 6,3 7,6 36,8 50,7 25,0 argentea 2 Castanopsis 6,3 7,6 17,9 31,8 javanica 3 Castanopsis 8,3 tunggurut 4 Elaeocarpus 16,7 16,7 23,4 56,7 8,3 angustifolia 5 Elaeocarpus 8,3 stipularis* 6 Ficus 8,3 heteropilus 7 Helicia 6,3 7,6 9,1 23,0 serrata* 8 Macropanax 37,5 23,1 4,2 64,8 8,3 dispermum 9 Magnolia 6,3 7,6 2,0 15,8 montana 10 Ostodes 6,3 7,6 1,3 15,2 16,7 16,7 7,8 41,1 paniculata* 11 Persea 8,3 excelsa 12 Persea 6,3 7,6 13,0 26,9 rimosa 13 Saurauia 16,7 16,7 5,6 38,9 blumiana* 14 Saurauia 16,7 16,7 8,9 42,2 pendula* 15 Schima 8,3 walichii* 16 Sloanea 8,3 sigun 17 Symplocos 8,3 fasciculata* 18 Toona 16,7 16,7 6,7 40,0 sureni* 19 Turpinia 6,3 7,6 15,6 29,5 Montana* 20 Turpinia 18,8 23,1 0,1 42,0 sphaerocarpa Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling FR (%) DR (%) INP (%) 18,6 8,4 52,0 - - - 9,0 4,5 21,8 9,0 3,5 20,8 9,0 0,5 17,9 9,0 5,9 23,3 - - - 9,0 3,5 20,8 - - - - - - 9,0 12,8 30,2 - - - - - - - - - 9,0 55,7 73,0 9,0 3,5 20,8 9,0 2,0 19,3 - - - - - - - - - 50 4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan terfragmentasi KRC lebih beragam dibanding pada lokasi sampling di hutan TNGGP. Namun jika dilihat berdasarkan indek Shann n (H’) dan Margalef ( ’), nilai keragaman dan kekayaan eni di hutan TNGGP lebih tinggi dibanding hutan terfragmentasi KRC (Tabel 4.19). Tabel 4.11. Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat Parameter Hutan TNGGP Hutan terfragmentasi KRC Jumlah jenis tumbuhan 45 jenis 59 jenis obat Indek Shann n (H’) Herba 1,47 2,17 Pancang 1,63 1,58 Tiang 0,61 1,06 Pohon 0,78 1,38 Indek Margalef ( ’) Herba Pancang Tiang Pohon Jumlah jenis berdasarkan habitus Herba Pancang Tiang Pohon Ketinggian 5,66 2,52 1,24 2,32 3,80 3,24 0,60 1,06 31 jenis 9 jenis 5 jenis 9 jenis 1418-1623 mdpl 32 34 4 9 1374-1419 mdpl Tingginya nilai keragaman dan kekayaan jenis di hutan TNGGP disebabkan banyaknya jumlah individu dari setiap jenisnya. Banyaknya jumlah jenis akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya. Kawasan hutan TNGGP merupakan hutan alami yang heterogen dengan struktur yang kokoh, sehingga komunitas di dalamnya lebih stabil dan tidak mudah terganggu dari lingkungan luar. Hal tersebut diduga yang menyebabkan 51 banyaknya individu dari setiap jenis karena habitatnya yang minim gangguan sehingga masyarakat tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Jenis tumbuhan obat yang ada di hutan terfragmentasi KRC pada dasarnya merupakan tumbuhan anggota komunitas tumbuhan hutan TNGGP. Fragmentasi menyebabkan hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar terpisah dari kawasan taman nasional. Hutan terfragmentasi KRC merupakan petak sisa hutan Gunung Gede Pangrango yang terpisah karena adanya aktivitas manusia untuk berbagai peruntukkan. Kawasan daerah hutannya rentan sekali mendapat gangguan dari luar dan menyebabkan komunitas didalamnya tidak pernah betul-betul stabil. Selalu terjadi siklus alamiah yang setiap kali berulang dalam suatu rentang waktu tertentu. Demikian seterusnya proses pergantian ekologi ini berlangsung setiap saat secara berkesinambungan. Selama proses perubahan ini berlangsung secara alamiah tanpa intervensi manusia maka pergantian ekologi akan tetap terjadi berulang-ulang sehingga pertumbuhan klimaks dapat tercapai. Hal tersebut diduga yang menyebabkan besarnya keragaman jenis dan munculnya jenis-jenis tumbuhan yang dominan. Serangkaian proses perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat tumbuh-tumbuhan sesuai dengan habitatnya dikenal dengan suksesi (Pribadi, 2006). Fragmentasi dapat berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009). Tingginya keanekaragaman genetik pada hutan yang terfragmentasi di KRC disebabkan karena adanya daerah tepian hutan yang terfragmentasi. Hal ini dikarenakan daerah tepian hutan terfragmentasi merupakan titik pertemuan 52 keadaan ekologi yang berbeda, dan biasanya faktor biotik dan abiotiknya akan sangat mendukung untuk daya regenerasinya sehingga menyebabkan keragaman jenis tumbuhan, khususnya tumbuhan obat. Tumbuhan obat di alam sangat rentan terkikis keberadaanya. Lambannya pengembangan budidaya tumbuhan obat menjadi salah satu penyebab terkikisnya jenis tumbuhan obat. Belum disorotinya secara sungguh-sungguh nilai ekonomi total dari hutan tropika Indonesia merupakan salah satu alasan upaya budidaya tumbuhan obat hutan tropika belum banyak dilakukan. Permasalahan lain yang masih dihadapi berkaitan dengan belum dikembangkannya tumbuhan obat antara lain: (1) belum tersedianya sifat-sifat bioekologi jenis tumbuhan obat yang merupakan dasar dari teknologi budidaya, (2) masih banyaknya jenis tumbuhan obat yang belum diketahui cara pembudidayaannya, (3) belum terampilnya sumberdaya manusia yang akan melakukan budidaya, dan (4) kurangnya dana untuk pengembangan tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Berdasarkan data tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan obat yang tergolong langka. Kriteria kelangkaan menurut IUCN (1978) dengan tingkat terkikis (indeterminate). Jenis tersebut adalah Pule (Alstonia scholaris) (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Pada saat ini, upaya konservasi tumbuhan obat dirasa masih dipandang sebagai tanggung jawab sektor-sektor tertentu saja, belum berkembang sebagai 53 bagian dari rasa tanggung jawab seluruh sektor yang terkait dengan sumberdaya tumbuhan obat. Diharapkan terdapat kelembagaan yang secara khusus menangani masalah pelestarian dan upaya konservasi tumbuhan obat untuk menjamin kelestariannya. Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat mulai meningkat namun masih cukup banyak pula yang belum terjangkau atau belum tuntas penanganannya. Hal tersebut diduga karena masih lemahnya sistem pengelolaan informasi ilmiah tumbuhan obat dan kurangnya koordinasi antara peneliti atau instansi tertentu yang mengakibatkan hasil-hasil penelitian tentang tumbuhan obat belum dapat dimanfaatkan secara efisien/berdayaguna terutama untuk upaya konservasinya. 4.4 Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Lokal Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Cimacan, sebagian besar masyarakat yang masih memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan obat adalah laki-laki, karena keseharian aktifitasnya yang masih sering berinteraksi dengan tumbuhan, baik itu diladang maupun di hutan. Selain itu, faktor usia juga memegang peranan penting dalam hal kekayaan intelektual tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Responden dengan usia diatas 60 tahun, memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang penggunaan tumbuhan obat. Masyarakat Desa Cimacan menggunakan tumbuhan obat sebanyak 162 jenis dari 68 famili yang berasal dari kebun, pekarangan rumah dan dari lahanlahan terbuka yang ditempati oleh tumbuhan liar. Berdasarkan familinya, jenis 54 tumbuhan obat yang paling banyak digunakan masyarakat adalah dari famili Asteraceae sebanyak 12 jenis, Solanaceae 10 jenis, Zingiberaceae 9 jenis, Rubiaceae 8 jenis, Moraceae 6 jenis, Acanthaceae dan Lamiaceae berjumlah 5 Jenis, sedangkan famili lainya berjumlah kurang dari 5 jenis. Data jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cimacan terdapat dalam Lampiran 6. Usia Jenis kelamin 16% > 60 th 0% 28% 20% Laki-laki 50 - 59 th 40 - 49 th 8% 30 - 39 th Perempuan 80% 20 - 29 th 24% 24% < 20 th Gambar 4.4. Persentase jenis kelamin dan usia responden Tumbuhan obat dari famili Asteraceae merupakan tumbuhan yang banyak digunakan digunakan oleh masyarakat. Famili Asteraceae merupakan takson tumbuhan dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Kelompok tumbuhannya terdiri dari 1.100 genus dari 20.000 spesies. Famili Asteraceae memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom plantae (Fahmi, dkk., 2012). Jenis tumbuhan dari famili Asteraceae memiliki khasiat penyembuh luka, panas dalam, serta hipertensi seperti Agerotum conizoides dan juga memiliki khasiat sebagai aprodisiak, anti diuretik, dan penambah stamina seperti jenis Artemisia vulgaris. 55 Tabel 4.12. Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat lokal No Nama lokal Nama jenis Famili Habitus Khasiat 1 Antanan Centella asiatica Apiaceae Herba Penguat daya ingat, hipertensi, wasir, rematik, dan magh 2 Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Herba 3 Cecenetan Physalis minima Solanaceae Pancang Menghentikan pendarahan luka, magh, panas dalam, sakit tenggorokan Obat sakit pinggang, diabetes, ginjal, 4 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Herba 5 Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Herba 6 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Herba 7 Kumis kucing Orthosiphon aristatus Lamiaceae 8 Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Herba Obat sakit kepala, demam, masuk angin. 9 Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Herba Aprodisiak, stamina, pelancar air seni, dan rematik 10 Seureuh Piper betle Piperaceae Herba Obat batuk, bau mulut, magh, pengering luka dan obat mata Penghangat badan, penurun demam, batuk, rematik, dan keseleo Obat kanker, luka dalam, peluruh batu ginjal, magh, hipertensi, sariawan Obat diabetes, sakit pinggang, batuk, dan memperlancar peredaran darah Obat hipertensi, diabetes, magh Anggota famili Asteraceae dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis yang memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi, karena matahari merupakan sumber energi utama dalam membantu proses fotosintesis. Jenis-jenis dari famili Asteraceae kebanyakan merupakan gulma, oleh karenanya banyak ditemukan di lingkungan. Gulma dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat baik sebagai tumbuhan obat, tanaman hias bagi pertamanan, dan sebagai sayuran (Fahmi, dkk., 2012). Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk, demam, hipertensi, batu ginjal, obat cacingan, 56 hingga penyakit kejiwaan. Contohnya seperti Babadotan (Ageratum conizoides) yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menghentikan pendarahan luka, dan Lokatmala (Artemisia vulgaris) yang digunakan untuk stamina dan pelancar air seni. Jenis-jenis lain yang banyak digunakan adalah Antanan (Centella asiatica) yang digunakan untuk hipertensi, rematik dan penguat daya ingat, Seureuh (Piper betle) digunakan untuk obat batuk, bau badan, bau mulut, dan dari famili Zingiberaceae seperti Jahe (Zingiber officinale) yang biasa digunakan untuk menghangatkan badan, penurun demam, dan obat batuk. 4.4.1 Bagian yang dimanfaatkan Masyarakat sekitar kawasan TNGGP memanfaatkan bahan obat yang berasal dari dari biji, akar, batang, daun, pucuk daun, maupun seluruh bagian dari tumbuhannya (Gambar 4.5). Bagian yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sekitar adalah daun, yakni sebesar 42% dari total jenis yang dimanfaaatkan. 1,04% 22,51% 3,14% 4,19% 5,23% 9,94% 1,04% 10,99% 41,88% Biji Akar Umbi Rimpang Batang Daun Buah Bunga Campuran Gambar 4.5. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Desa Cimacan 57 Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebanyak 749 jenis. Hal ini dikarenakan daun merupakan bagian yang mudah diperoleh, dan mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibanding bagian, kulit, batang, ataupun akar (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat biasanya diambil langsung dari alam seperti hutan, ladang, pinggir-pinggir jalan maupun dari pekarangan rumah. Pengambilan ini biasanya hanya ketika ada anggota keluarga yang menderita sakit. Menurut Roemantyo dan Ali (1994) dalam Yusro dkk., (2012), ada tiga kelompok masyarakat yang dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat yaitu pertama kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, dan yang ketiga kelompok industriawan obat tradisional. Masyarakat Desa Cimacan termasuk kedalam kelompok masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan obat dalam skala keluarga. 4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dirasa akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan menggunakan obat tradisional seperti jamu. WHO menjelaskan, hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas telah memasukkannya kedalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014). 58 Kecenderungan masyarakat dunia akan kebutuhan pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat dirasa akan terus meningkat. Oleh karena itu pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan tantangan dimasa depan. Untuk mengantisipasinya, perlu dikembangkan sentral sentral produksi tumbuhan obat yang berdasarkan potensi masing-masing wilayah hutan alam dengan asas pelestarian. Hasil analisis terhadap data jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat, terdapat 27 jenis tumbuhan (16,6%) yang terdapat di TNGGP dan hutan tefragmentasi KRC. Jenis-jenis tumbuhan obat yang memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk pemilihan tumbuhan potensial sebagai obat, juga sebagai salah satu upaya pengembangan dimasyarakat agar keragamannya tetap terjaga dan lestari. Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam memilih jenis-jenis tumbuhan obat unggulan menjadi pioritas pengembangan. Kebutuhan yang tinggi karena memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya, jenis yang tergolong langka, sifatnya yang dapat menyembuhkan penyakit yang sulit diobati seperti kangker, dan banyaknya jenis yang dijumpai di alam liar dijadikan pertimbangan dalam upaya pembudidayaannya. Hal ini tentu perlu diimbangi dengan adanya upaya pendampingan dan pembinaan terhadap masyarakat sekitar tentang cara pengembangan tumbuhan obat. 59 Tabel. 4.13. Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC Bagian No Nama lokal Nama ilmiah Famili Manfaat yang Cara pengolahan digunakan 1 Lame Alstonia scholaris Apocynaceae Obat liver, diabetes Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya 2 Rendeu badak Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat penurun panas, step Daun Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit 3 Kijiwo Euchresta horsfieldii Obat penawar bisa Akar Aprodisiak Akar dan daun Obat TBC Biji Obat sesak nafas Rimpang Fabaceae 4 Gandasoli Hedychium coronarium Zingiberaceae 5 Poh'pohan Pilea melastomoides Urticaceae 6 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae 7 Hareeus Rubus sundaicus 8 Kileho canting 9 10 Obat kanker, mual Obat sakit pinggang, memperlancar peredaran darah Dikunyah, airnya ditelan dan ampasnya di balurkan ke luka bekas gigitan Direbus, air rebusannya di minum Ditumbuk, lalu diseduh dengan air hangat Direbus, air rebusannya di minum Daun Dilalap Akar, buah dan daun Digodog airnya diminum Rosaceae Obat keputihan Daun Direbus, airnya digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya Bubukuan leutik Strobilanthus fifilfor Acanthaceae Obat ginjal Daun Tongtak leutik Zingiber inflexum Zingiberaceae Obat sesak nafas Rimpang Direbus, air rebusannya di minum Direbus, air rebusannya di minum Pengembangan dapat dilakukan di dalam maupun luar habitat alaminya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pengembangan tumbuhan obat diantaranya : (a) pembinaan dan pemitraan kepada masyarakat, (b) pengembangan 60 kemitraan, (c) pengembangan kelembagaan dengan melibatkan semua stake holder, dan (d) pelaksanaan budidaya tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan obat yang berasal dari nenek moyang harus terus dilestarikan. Pengaruh modernisasi dan budaya luar banyak mengakibatkan pengetahuan tentang pemanfaatan obat tradisional menjadi semakin tergerus, karena para orang tua yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan obat hanya menyimpannya tanpa mewariskannya kepada generasi yang lebih muda. Oleh karena itu, hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat tradisional atau masyarakat lokal harus dilindungi, dikonservasi, dan didata dengan baik. Masalah tersebut merupakan tantangan besar bagi kita untuk mengembalikan pola fikir masyarakat untuk kembali bergantung kepada alam (back to nature) dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya pelestariannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari penggunaan obat-obatan modern yang memiliki bahaya dari bahan kimia, juga untuk tetap menjaga pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga dan dilestarikan. 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 45 jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP, dan 59 jenis di hutan terfragmentasi KRC. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) menunjukkan bahwa di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC tergolong sedang (1 ≤ H’ ≤ 3), karena rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 1,54 dan 1,13. Tingkat kekayaan jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng rendah ( ’ < ,5) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 2,93 dan 2,1. Masyarakat sekitar TNGGP menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang berasal dari lingkungan sekitar tempat tingganyal. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan dengan persentase sebesar 42%. 5.2 Saran Upaya konservasi dan pelestarian tumbuhan obat perlu terus ditingkatkan dengan cara penciptaan hubungan kerjasama yang sinergis antara lembagalembaga konservasi dengan masyarakat. Perlu ada upaya pendampingan dari lembaga-lembaga konservasi seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan obat dan sosialisasi untuk kegiatan budidayanya kepada masyarakat lokal agar lebih peduli terhadap potensi serta kelestarian tumbuhan obat. 62 DAFTAR PUSTAKA Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. (1):79-84. Adi, SN. 2003. Teknik Pendugaan Potensi Tumbuhan Obat di Kebun Raya Cibodas berdasarkan Pengetahuan Masyarakat Sekitar di Desa Cimacan dan Sindanglaya. Fakultas Kehutanan, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan IPB, Bogor. Agung, S, dkk., 2009. Tanaman Obat Taman Usada Kebun Raya Bali. LIPI Press, Bali. Anggana, AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Asrianny, Marian, dan Oka. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan memanjat) pada Alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Definisi Tanaman Obat. http://www.Depkes.go.id. Diakses 2 September 2013, pukul 19.00 WIB. Ecroyd, C.E., and Brockerhoff, E.G. 2005. Floristic Changes over 30 Years in a Carterbury Plains Kanuka Forest Remnant and Comparison with Adjacent Vegetation Types. New Zealand Journal of Ecology. 2005. 29(2):279-280. Ernawati. 2009. Etnonotani Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Fahrig, L. and A.A. Grez. 1996. effects of Habitat Fragmentation on Biodiversity. Annual Reviews of Ecology and Systematic. 34: 487-490. Gunawan, dkk., 2009. Fragmentasi Hutan Alam Lahan kering di Provinsi Jawa Tengah. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 1: 3. Harada, dkk., 2002. Medicinal Plants of Mount Halimun National Park West Java Indonesia. Biodiversity Conservation Project. Japan International Coorporation agency (BCP-JICA). 63 Hasanah, M dan Devi. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih beberapa Tanaman Obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25 (2):69. Hidayat, S dan Wahyuni. 2009. Seri Tumbuhan Obat berpotensi Hias. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Hidayat, S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi & Sebaran. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI, Bogor. Hidayat, S. 2011. Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hembing. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Prestasi Insan Indonesia, Jakarta. Hendrian dan Julisasi. 1999. Koleksi Tumbuhan Obat Kebun Raya Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan, Bogor. IPNI (The International Plant Names Index). 2014. http://www.ipni.org. Diakses pada 1 Januari 2014, pukul 20.00 WIB. IUCN. 2014. http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 5 Januari 2014, pukul 13.30 WIB. Kebun Raya Cibodas-LIPI. http://www.krcibodas.lipi.go.id. Diakses 15 Maret 2014, pukul 14.00 WIB. Kulkarni D.K, dkk., 2011. Phytochemical Studies of The Genus Zingiberaceae from Family Zingiberaceae. Department of Botany, Vivekanand College, Kolhapur, India. 2 (2):648-649. Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae dalam Perdagangan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 17(2):91-98. Mutaqien, dkk., 2010. Penyebaran Tumbuhan Asing di Hutan Wornojiwo Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. UPT Balai Konservasi Kebun Raya Cibodas-LIPI. (1):550-553. Noerdjito dan Maryanto. 2007. Jenis-jenis Hayati Dilindungi undangan Indonesia. LIPI Press, Bogor. Perundang- Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 64 Pribadi, ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah dan Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 8 (1):52-64. Pribadi, T. 2006. Keanekaragaman Vegetasi pada Areal Hutan Sekunder Bukit Mandi Angin, Banjar, Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian Universitas PGRI Palang Karaya, Palang Karaya. PT. Eisai Indonesia. 1995. Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (edisi kedua). PT.Eisai Indonesia, Jakarta Purba, EFB. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Purnawan, BI. 2006. Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Putri, FSA. 2008. Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota Bogor Jawa Barat. Fakutas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rosita, S.M.D., dkk., 2007. Penggalian IPTEK Etnomedisin di Gunung Gede Pangrango. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. XVIII (1):13-14. Santhyami dan Sulistyawati, 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat. School of Life Science & Technology, Bandung Institute of Technology. 1: 2. Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta. Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Balai Pustaka, Jakarta. Sutarno, H & Atmowidjojo. S. 2000. Potensi dan Cara Pemanfaatan Bahan Tanaman Obat. Yayasan Prosea Indonesia, Bogor. 65 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (National Park), 2014. Tentang TNGGP. www.gedepangrango.org/tentang -tnggp. Diakses 15 Maret 2014, pukul 14.00 WIB. The Plant List. 2014. http://www.theplantlist.org. Diakses pada 2 Januari 2014, pukul 21.00 WIB. USGS, 2014. Earth Explorer. http.//earthexplorer.usgs.gov/. Diakses 1 Mei 2014, pukul 13.30 WIB. Van Steeenis, C.G.G.J. 1972. Mountain Flora of Java. Leiden: Brill. WHO, 2014. Biodiversity and Health. http.//www.who.int/en/. Diakses 01 Apil 2014, Pukul 20.00 WIB. Wihermanto. 2002. Inventarisasi Tumbuhan Terancam Kepunahan di Zona Sub Montana dan Montana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Pakuan, Bogor. Wijayanti, P. 2010. Budidaya Tanaman Obat Rosella Merah (Hibiscus sabdariffal.) dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis Sekundernya di PT. Temu Kencono, Semarang. Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis Agrofarmaka Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Yuzammi. Dkk., 2009. Ensiklopedia Flora. PT. Kharisma Ilmu, Bogor. 66 LAMPIRAN Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian No Lokasi Kelembaban pH & kelembaban tanah Ketinggian (m dpl) Koordinat 22,6° C 41% 6,8% & 60% 1374 S 06°44'29.8" E 107°00'37.8" 75 23,7° C 36% 6,2% & 80% 1344 S 06°44'22.2" E 107°00'28.5" 73 24,9° C 27% 6,2% & 70% 1419 S 06°44'32.4" E 107°00'20.1" Intensitas cahaya Suhu 7 Wornojiwo 1 Plot 2 (10.30) Kompos 2 Plot 2 (10.30) Jalan Akar 3 Plot 2 4 TNGGP Plot 2 1400 (10.30) 139 21,4° C 40% 6,2% & 72% 1451 S 06°44'28.8" E 107°00'06.2" 5 TNGGP Plot 2 1500 (12.30) 7 23,8° C 34% 6,0% & 70% 1529 S 06°44'44.6" E 106°59'51.9" 6 TNGGP Plot 2 1600 (14.30) 1 21,8° C 30% 6,0% & 70% 1623 S 06°44'59.8" E 106°59'21.3" (10.30) 67 Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan No Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Status Pekerjaan Perempuan 78 SD Menikah Paraji 1 Abu Iti 2 Bah Otong laki-laki 75 SD Menikah Tani 3 Beben laki-laki 27 SMA Belum Menikah Wiraswasta 4 Dedi laki-laki 29 SMA Menikah Wiraswasta 5 Ibu Cucu Perempuan 41 SMP Menikah IRT 6 Ibu Elih Perempuan 35 SD Menikah Wiraswasta 7 Ibu Heryati Perempuan 45 S2 Menikah PNS 8 M. Abdurahman laki-laki 20 SD Belum Menikah Pegawai Swasta 9 Ma Aan Perempuan 48 SD Menikah Wiraswasta 10 Pak Ajun laki-laki 55 SD Menikah Pensiunan KRC 11 Pak Asik laki-laki 84 SD Menikah Tani 12 Pak Aziz laki-laki 33 SMP Menikah Pegawai Swasta 13 Pak Edi laki-laki 43 STM Menikah Pengamat lingkungan 14 Pak Jaelani laki-laki 46 SMA Menikah Wiraswasta 15 Pak Jaya laki-laki 65 SD Menikah Tani 16 Pak Kosim laki-laki 60 SD Menikah Pensiunan KRC 17 Pak Mahmudin laki-laki 42 S1 Menikah PNS KRC 18 Pak Maman laki-laki 50 SD Menikah Tani 19 Pak Rustandi laki-laki 50 SMA Menikah PNS 20 Pak Sirodjudin laki-laki 57 SD Menikah Tani 21 Pak Slamet laki-laki 67 SD Menikah Pensiunan KRC 22 Pak Sofyan laki-laki 57 SD Menikah Pensiunan TNGGP 23 Pak Sutiana laki-laki 54 SMA Menikah PNS KRC 24 Pak Ujar laki-laki 64 SMP Menikah Pensiunan TNGGP 25 Ulih laki-laki 25 SMA Belum Menikah Wiraswasta 68 Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan Nama : Jenis Kelamin : Usia: Pendidikan : Pekerjaan : Status: Pertanyaan : 1. Dalam satu minggu berapa kali masuk ke hutan ? a. satu kali b. dua kali c. tiga kali d. setiap hari e. lainnya….. 2. Apa yang saudara lakukan ? a. bertani b. berburu c. mengambil kayu bakar d. mengambil tumbuhan e. lainnya… 3. Jenis tumbuhan apa saja yang diambil dari hutan ? a. b. c. 4. Apa nama tumbuhan yang sering dimanfaatkan ? No Nama lokal Kegunaan 1 2 3 5. Dari mana tumbuhan tersebut diambil ? a. hutan b. ladang c.pekarangan rumah d. lainnya 6. Bagian apa yang sering digunakan dan bagaimana pengolahannya ? Bagian yang No Nama tumbuhan Cara pengolahannya digunakan 1 2 3 7. Apakah saudara menanam tumbuhan tersebut dirumah a. ya b. tidak 8. Bagaimana sumber pengetahuan tersebut didapat ? a. sendiri b. sekolah c. orang tua d. lainnya… 69 Lampiran 4. Data Tumbuhan Obat hutan TNGGP No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat 1 Rasamala Altingia excelsa Hammamelidaceae Tonikum 2 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae Obat sesak nafas, batuk, pereda demam 3 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat panu, koreng 4 Kiracun Ardisia villosa Myrsinaceae Meracuni anjing 5 Paku batu Athryium puncticaule Woodsiaceae Obat disentri 6 Tali said leutik Commelina obligua Commelinaceae Obat bengkak, bisul, dan gigitan serangga 7 Congkok Curculigo capitulata Hypoxidaceae Membersihkan tubuh yang kotor dan berdaki 8 Rendeu badag Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat pereda demam, bengkak 9 Ramoklia Elatostema negrescens Urticaceae Obat peredam panas 10 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Gigitan ular, penawar ular, TBC, aprodisiak 11 Kisireum Eugenia lineata Myrtaceae Demam 12 Walen Ficus ribes Moraceae Obat diare, malaria, pelancar ASI 13 Hamerang Ficus toxicaria Moraceae Kencing nanah 14 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiaceae Obat luka, sakit telinga 15 Kienteh Gordonia excelsa Theaceae Astringen 16 Gandasoli Hedychium coronarium Zingiberaceae Obat cacing, biduran, demam, panas dalam, masuk angin 17 Kikopi leutik Hyphobathrum frutescens Rubiaceae Obat rematik, cacar, sakit perut 18 Pulus Laportea stimulans Urticaceae Obat batuk 19 Huru batu Litsea cassiaefolia Lauraceae Obat kudis, bisul 20 Manggong Macaranga rhizinoides Euphorbiaceae Obat batuk, disentri, dan demam 21 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat cuci mata 22 Kokopian Mycetia cauliflora Rubiaceae Obat gatal 70 Lampiran 4 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 23 Muncang cina Ostodes paniculata Euphorbiaceae Obat pencahar 24 Cangkuang Pandanus furcatus Pandanaceae Obat batuk, tonik stelah melahirkan 25 Konyal Passiflora suberosa Passifloraceae Obat penambah stamina 26 Anggrek tanah Phaeus flavus Orchidaceae penyakit kelamin 27 Pohpohan Pilea melastomoides Urticaceae Obat sari rapet, keputihan, anti kangker 28 Bingbin Pinanga coronata Arecaceae Disentri, stamina 29 Seureuh Piper aduncum Piperacea Obat batuk, penyakit gigi 30 Sirih Piper sarmentosum Piperaceae Obat batuk, asma, penyakit gigi 31 Haruman Pithecellobium clypearia Fabaceae Obat kudis 32 Rotan Badak Plectocomia elongata Arecaceae Obat batuk 33 Hareeus Rubus moluccanus Rosaceae Obat sariawan 34 Hareeus Rubus sunndaicus Rosaceae Obat keputihan, sariawan 35 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus 36 Kileho canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus 37 Puspa Schima walichii Theaceae Obat otitis, Sengatan ikan Taleus leuweung Bubukuan leutik Schismatoglottis calyptrata Arecaae Obat memar Strobilanthus fifilfor Acanthaceae Obat ginjal 40 Jirak leutik Symplocos odoratissima Symplocaceae Obat sariawan 41 Areuy kibarera Tetrastigma dichotomum Vitacae Obat mata, obat batuk 42 Suren Toona sureni Meliaceae Obat diare, disentri, demam, radang ginjal, lambung, usus 43 Panggang cucuk Travesia sundaica Araliaceae Obat mual 44 Hamirung Vernonia arboria Asteraceae Obat sariawan 45 Nangsi Villebrunea rubescens Urticaceae Obat cuci mata 38 39 71 Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat Obat kuat, sakit tenggorokkan, bisul, luka 1 Laza goah Alpinia malaccensis Zingiberaceae 2 Lame Alstonia scholaris Apocinaceae Obat Kuat 3 Rasamala Altingia excelsa Hammamelidaceae Tonikum 4 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae Obat sesak nafas, Batuk, Pereda demam 5 Huni peucang Antidesma tetandrum Euphorbiaceae Gatal 6 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat panu, koreng 7 Kiracun Ardisia villosa Myrsinaceae Meracuni anjing 8 Aren Arenga pinnata Arecaceae Batu ginjal, cacar air, haid tdk teratur, sembelit, sariawan Asplenium nidus Apleniaceae Obat demam Begonia robusta Begoniaceae Penurun demam, panas dalam, penghilang haus 9 10 Paku sarang burung Hariang bereum 11 Kitamiang Celtis cinnamomea Ulmaceae Peluruh kentut 12 Kembang dayang Cestrum purpureum Solanaceae Obat gatal 13 Kayu manis Cinamomum burmanii Lauraceae 14 Pagoda Clerodendrum inerme Verbenaceae 15 Kopi Coffea robusta Rubiaceae 16 Tali Said Commelina nudiflora Commelinaceae Obat patah tulang, demam, luka 17 Teki Cyperus rotundus Cyperaceae Obat keputihan dan diuretik 18 Rendeu badag Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat pereda demam, bengkak 19 Pulus jalatrong Dendrocnide stimulans Urticaceae Obat bisul 20 Gigil Dichroa febrifuga Hydrangeaceae Obat panas 21 kakaduan Elaeagnus triflora Elaegnaceae Obat sarirapet 22 Medang/janitri Elaeocarpus stipularis Elaeocarpaceae Obat luka Elatostema srigosum Urticaceae 23 Obat perut kembung, rematik, batuk, sakit kepala dan radang lambung Obat kejang perut, penawar racun Obat kejang perut, hipotensi, radang ginjal, kolera, diare, disentri Obat batuk, bisul, dan patah tulang Obat gigitan ular, penawar ular, TBC, aprodisiak 24 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae 25 Benying Ficus hispida Moraceae Obat luka bakar 26 Ara saberenteh Ficus obscura Moraceae Obat pegalinu 72 Lampiran (Lanjutan…) Lampiran Lampiran454(Lanjutan…) (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 Obat diare, malaria, pelancar ASI 27 Walen Ficus ribes Moraceae 28 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiaceae Obat luka, sakit telinga 29 Sipur bareubeuy Helicia serrata Proteaceae Obat sakit gigi, bibir bengkak 30 Hariang Homalomena pendula Arecaceae Tonik, obat demam 31 Kahitutan Lasianthus rigidus Rubiaceae Obat kembung 32 Kahitutan Lasianthus stercoranius Rubiaceae Obat kembung 33 Sulangkar Leea indica Leeaceae Luka bakar 34 Kijeruk areuy luvunga sarmentosa Rutacae Obat rematik, sakit gigi 35 Cau pele Musa acuminata Musaceae Menghentiksn pendarahan 36 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat cuci mata 37 Kokopian Mycetia cauliflora Rubiaceae Obat gatal 38 Muncang cina Ostodes paniculata Euphorbiaceae Obat pencahar 39 Bingbin Pinanga coronata Arecaceae Disentri, stamina 40 Seureuh Piper aduncum Piperacea Obat batuk, penyakit gigi 41 Sirih Piper sarmentosum Piperacea Obat batuk, asma, penyakit gigi 42 Rotan Badak Plectocomia elongata Arecaceae Obat batuk 43 Kicantung Polyalthia subcordata Annonaceae Obat diabetes 44 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Penangkal racun 45 Lame Rauvolfia javanica Apocynaceae Obat kuat 46 Hareeus Rubus moluccanus Rosaceae Obat sariawan 47 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus 48 Kileho canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus 49 Puspa Theaceae Obat otitis, sengatan ikan 50 Taleus leuweung Schima walichii Schismatoglottis calyptrata Araceae Obat memar 51 Canar Smilax macrocarpa Smilaceae Obat sifilis, luka bakar 52 Jirak sasak Symplocos fasciculata Symplocaceae Disentri 73 Lampiran 5 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 Obat penyakit empedu, obat gila (sumatra) 53 Jirak Symplocos spicata Symplocaceae 54 Jambuan Syzygium costatum Myrtaceae Obat diare 55 Tea Thea sinensis Theacea Obat sakit kepala 56 Suren Toona sureni Meliaceae Obat diare, disentri, demam, radang ginjal, r. lambung, dan r. usus 57 Panggang cucuk Travesia sundaica Araliaceae Obat mual 58 Kibancet/karas tulang Turpinia montana Staphyleaceae Tonik 59 Tongtak leutik Zingiber infleksum Zingiberaceae Obat sesak nafas 74 Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan) No Nama lokal Nama jenis Famili Manfaat Bagian yang digunakan Cara pengolahan 1 Akar wangi Polygala paniculata Polygalaceae Obat eksim, kudis, obat luka Daun, akar Ditumbuk, dibalurkan ke luka atau bagian yang sakit 2 Alpukat Persea Americana Lauraceae Obat ginjal Daun muda/pucuk Pucuk muda diminum 3 Amperu lemah Scutellaria javanica Lamiaceae Obat sakit pinggang, diabetes Daun Dikeringan dan digodog 4 Antanan/pegagan Centella asiatica Apiaceae Obat darah tinggi, wasir, rematik, penguat daya ingat, cacingan Semua bagian Dijadikan lalapan Antanan/pegagan Centella asiatica Apiaceae Obat hipertensi, magh Daun Dikeringkan, dihaluskan, diseduh dan disaring (semakin pahit semakin bagus) 5 Apel hijau Malus domestica Rosaceae Obat hipertensi Buah Direbus, lalu dimakan buahnya 6 Asem Tamarindus indica Caesalpiniaceae Obat panas dalam Buah Dibuat rjak, dan dimakan setiap pagi 7 Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Menghentikan pendarahan (luka) Semua bagian Ditumbuk untuk luka luar Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Obat magh Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Obat panas dalam, sakit tenggorokan Buah Langsung dimakan Babakoan Eupatorium sordidum Asteraceae Obat luka berdarah Daun Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke luka 8 direbus, airnya 75 Lampiran 66 (Lanjutan…) (Lanjutan…) Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 9 Baluntas Pluchea indica Asteraceae Obat bau badan Semua bagian Dilalap 10 Bambu kuning tebal Bambusa vulgaris Cyperaceae Obat batuk batang Batang di belah, airnya diminum 11 Bawang beureum Allium ascalonicum Amaryllidaceae Obat panas Umbi Langsung dimakan/dibalurkan ke badan 12 Belimbing Averhoa bilimbi Oxalidaceae Obat hipertensi Buah langsung dimakan 13 Bijangut Mentha arvensis Lamiaceae Obat batuk, sesak nafas,diare Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum 14 Bisoro Ficus hispida Moraceae Obat mencret Batang Getah yang keluar dari batang diminum 15 Bit Beta vulgaris Chenopodiaceae Melancarkan aliran darah Umbi Di rebus, lalu dimakan 16 Bobontengan Melothria leucocarpa Cucurbitaceae Obat hipertensi Buah Dimakan langsung 17 Bubukuan gede Strobilanthus blumai Acanthaceae Obat sakit pinggang Daun Direbus, air rebusannya di minum 18 Bubukuan kembang bodas Strobilanthus infoluceratus Acanthaceae Obat ginjal Daun Direbus, air rebusannya di minum 19 Bubukuan leutik Strobilanthus fifilfor Acanthaceae Obat ginjal Daun Direbus, air rebusannya di minum 20 Bunga bangkai Amorphopalus campamulatus Araceae Obat sakit encok Daun Daun digodog, lalu diminum airnya 76 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 21 Bunga knop Gomphrena globosa Amaranthaceae 22 Bungbrun Polygonum chinense Poligonaceae 23 Buntiris/cocor bebek Kalanchoe pinnata 24 Cabe hijau 25 5 Obat penambah nafsu makan 6 7 Daun Digodog, lalu diminum airnya Obat anti ketombe Daun Daun ditumbuk lalu dibuat shampo Crasulaceae Obat demam, bisul, dan memar Daun Dihaluskan, lalu dibalurkan ke dahi/bagian yang sakit Capsicum frutescens Solanaceae Obat panas Daun Ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan anak-anak Calincing gede Oxalis tetraphylla Oxalidaceae Obat hipertensi Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum 26 Canar Smilax macrocarpa Smilacaceae Obat sifilis Akar dan daun Digodog, lalu airnya diminum 27 Cariang Schismatoglottis calyptrata Araceae Obat memar Akar dan daun Ditumbuk lalu dibalurkan ke luka 28 Cecenetan Physalis minima Solanaceae Obat rematik Daun dan batang Digodog, lalu diminum airnya Cecenetan Physalis minima Solanaceae Obat sakit pinggang, diabetes Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya Cecenetan Physalis minima Solanaceae Obat ginjal Daun Digodog, lalu diminum airnya Cidagori Sida acuta Malvaceae Obat asam urat Akar, kulit batang Dikeringkan lalu direbus, dan diminum airnya 29 77 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 30 Congkok Curculigo capitulata Hypoxidaceae Obat pembersih tubuh Daun Daun di tumbuk, lalu digosokkan ke badan 31 Dadap Erythrina subumrans Fabaceae Obat mata Daun Di tumbuk, airnya diteteskan ke mata 32 Daun burung Rhinacanthus nasutus Acanthaceae Obat kurap Akar, daun Digosokkan pada kulit yang terinfeksi 33 Dukuh Lansium domesticum Meliaceae Obat disentri batang, buah, dan biji Kulit batang buah dan biji di rebus, airnya diminum Dukuh Lansium domesticum Meliaceae Obat anti nyamuk Kulit batang Kulit batang dibakar 34 Enyoh kalo Strobilanthes crispus Acanthaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lau diminm airnya 35 Eurih/alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Obat sakit pinggang, Panas dalam, Stamina Akar Digodog, lalu diminum airnya Eurih/alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Obat kuat, aprodisiak Akar Digodog, lalu diminum airnya Gambas Sechium edule Cucurbitaceae Obat panas Buah Buah diparut dan dicampur parutan bawang merah, dikasih minyak kletik lalu dibalurkan Gambas Sechium edule Cucurbitaceae Obat panas Daun Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan anak-anak 36 78 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 37 Gambir Uncaria gambir Asclepiadaceae Obat penguat gigi, sariawan, obat mulut Buah, biji Dikunyah langsung 38 Gandapura Gaultheria fragrantisima Ericaceae Obat Pegelinu Daun Daun di gerus, lalu dibalurkan 39 Gandapura bodas Gaultheria leucocarpa Ericaceae Obat flu Daun Daun direbus, air rebusannya diminum 40 Gandasoli Hedychium coronarium Zingiberaceae Obat sesak nafas Rimpang Direbus, air rebusannya di minum 41 Gelang Portulaca oleracea Portulacaceae Obat tambah darah Semua bagian Digodog dengan bayam kecil ( harus dicuci bersih terlebih dahulu) 42 Geureung bodas Stephania venosa Menispermaceae Obat anti kangker Semua bagian Digodog, lalu airnya diminum 43 Hamperu lemah Scutellaria discolor Lamiaceae Obat diabetes, Reumatik, sakit pinggang Daun Dikeringkan, lalu digodog dan diminum airnya 44 Hanjuang Cordyline fructicosa Agavaceae Obat batuk Daun Pucuk daun direbus 45 Hareeus Rubus sundaicus Rosaceae Obat keputihan Daun Direbus, airnya digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan 46 Harendong bokor Medinilla speciosa Melastomataceae Obat batuk Buah Daun direbus, air rebusannya diminum 47 Harendong bulu Melastoma malabathricum Melastomataceae Obat borok, stamina Buah Buah ditumbuk, lalu di poko kan ke luka. Langsung dimakan 79 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 48 Harendong koneng Medinilla verrucosa Melastomataceae 49 Harendong lalaki Melastoma stigerum Melastomataceae 50 Hareuga Bidens pilosa Asteraceae 51 Hariang Homalomena pendula Aracaceae 52 Hariang beureum Begonia robusta 53 Hariang bodas 54 5 Obat batuk kuning 6 7 Daun Daun direbus, air rebusannya diminum Daun Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke luka Batang muda, dan pucuk Dikukus, dan di lalap Obat demam Batang Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke dahi/langsung dimakan Begoniaceae Obat panas dalam, penghilang haus Batang Langsung dimakan Begonia isoptera Begoniaceae Obat panas dalam,hipertensi Batang Batang dirumbuk, dibalurkan ke dahu, Batang ditumbuk, airnya disaring diminum campur madu Hariang tangkal Begonia bracteata Begoniaceae Obat demam/panas dingin Batang Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke dahi/langsung dimakan 55 Haruman Pithecellobium clypearia Mimosaceae Obat kulit untuk binatang Daun Daun ditumbuk lalu digosokkan kekulit binatang 56 Honje Nicolaia solaris Zingiberaceae Obat hipertensi, batuk Rimpang Digodog, lalu diminum airnya Honje Nicolaia solaris Zingiberaceae Obat rematik, keseleo Rimpang Diparut, lalu dipoko kan ke bagian yang sakit Obat koreng dan luka bakar Influenza, sakit tenggorokan, setelah nifas 80 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 57 Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Obat panas, penghangat badan Rimpang Diparut, lalu dipoko kan k badan, di seduh rimpangnya untuk penghangat 58 Jambu batu Psidium guajava Myrtaceae Obat disentri Daun Pucuk daun muda langsung dimakan 59 Jambu mete Anacardium occidentale Anacardiaceae Obat sakit kulit Daun Daun muda ditambah kapur dan jambu air, lalu direbus 60 Jati Guazuma ulmifolia Sterculiaceae Obat hipertensi Daun Digodog, lalu diminum airnya 61 Jebug Sterculia urceolata Sterculiaceae Obat panas Umbi Dipotong lalu ditempel di kepala 62 Jewer kotok Coleus atropurpureus Lamiaceae Obat setelah nifas Daun Daun di gerus, lalu tempelkan ke bagian vagina wanita supaya cepat normal 63 Jirak leutik Symplocos fasciculata Symplocaceae Obat keputihan Daun Daun ditumuk, di tempelkan ke bagian kewanitaannya 64 Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Obat kangker Umbi Dikeringkan, direbus dan dibuat serbuk Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Obat luka dalam Daun Digodog, lalu diminum airnya Jombang Sonchus arvensis Asteraceae Obat magh, hipetensi, dan peluruh batu ginjal, sakit pinggang Akar,daun Digodog, lalu diminum 81 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 65 Jonghe Emilia sonchifolia Asteraceae Obat sariawan Buah, daun Dijadikan lalapan 66 Kacang uci Phaseolus pubescens Papilionaceae Obat nyeri lambung Daun Daun direbus, air rebusannya diminum 67 Kadaka Asplenium nidus Polypodiaceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya Kadaka Asplenium nidus Polypodiaceae Obat sakit kepala Daun Daun dicampur bawang putih ditumbuk, lalu dibalurkan ke kepala 68 Kahitutan Lasianthus rigidus Rubiaceae Obat mules Daun Di tumbuk, airnya diminum 69 Kahitutan tangkal Lasianthus purpureus Rubiaceae Obat kembung masuk angin Daun Digodog, airnya diminum 70 Kakaduan Payena sericea Sapotaceae Obat kencing manis, darah tinggi kulit buah Digodog, lalu diminum airnya 71 Kareumbi Omalanthus populneus Euphorbiaceae Obat eksim basah Daun Daun di tumbuk, lalu dibalurkan ke bagian yang sakit 72 Kasimukan Anotis hirsuta Rubiaceae Obat masuk angin, mules Daun Digodog, airnya diminum Kasimukan Anotis hirsuta Rubiaceae Obat luka luar Daun Dilulurkan bagian luar 73 Katuk Sauropus androgynus Euphorbiaceae Daun Digodog airnya diminum 74 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Akar, buah dan daun Digodog airnya diminum Obat sariawan, penambah ASI Obat sakit pinggang, memperlancar peredaran darah 82 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Obat batuk Daun, Buah Direbus, air rebusan diminum Katutungkul Polygala venenosa Polygalaceae Kencing manis Semua bagian Direbus, air rebusannya di minum 75 Keci beling Strobilanthes spec Pedaliaceae Obat batu ginjal Daun Direbus, lalu diminum airnya 76 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Obat hipertensi Buah Airnya langsung diminum 77 Kiajag Ardisia fuliginosa Myrsinaceae Obat koreng/kurap Daun Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke kulit 78 Kicemang beurit Embelia ribes Myrsinaceae Obat sariawan Batang Getah yang keluar dari batang diteteskan ke bagian yang sakit 79 Kicemang gede Embelia virgata Myrsinaceae Obat Hipertensi Daun Daun ditumbuk, disaring airnya lalu diminum 80 Kihamplas Ficus obscura Moraceae Obat pegal linu Akar dan daun Direbus, lalu diminum airnya 81 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Obat penawar bisa Akar Dikunyah, airnya ditelan dan ampasnya di balurkan ke luka bekas gigitan 83 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Aprodisiak Akar dan daun Direbus, air rebusannya di minum Kijiwo Euchresta horsfieldii Fabaceae Obat TBC Biji Ditumbuk, lalu diseduh dengan air hangat 82 Kijogo Cestrum aurantiacum Solanaceae Obat gatal Daun Daun dipetik langsung digosokkan 83 Kijogo beureum Cestrum elegans Solanaceae Obat gatal Daun Daun dipetik langsung digosokkan 84 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 84 Kileho badak Saurauia blumiana Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 85 Kileho canting Saurauia pendula Sauraceae Obat tipus Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 86 Kilemo Litsea cubeba Lauraceae Obat bau badan, Masuk angin Daun Direbus, lalu diminum airnya 87 Kingkilaban Mussaenda frondosa Rubiaceae Obat bisul Buah 88 Kirinjuh Eupatorium inulifolium Asteraceae Obat luka, batuk Daun 89 Kisambang Aerva sanguinolenta Amaranthaceae Obat pencahar kencing Daun Direbus, lau diminm airnya 90 Kitambaga Syzygium antisepticum Myrtaceae Obat antiseptik Daun Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka 91 Kiurat Plantago major Plantaginaceae Obat asam urat, bisul Semua bagian Direbus, dan dilalap Kiurat Plantago major Plantaginaceae Rematik Daun Digodog, lalu diminum airnya Dikeringkan lalu ditumbuk, dicampur minyak kelapa asli terus dibalurkan Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke luka, direbus dan diminum airnya untuk batuk 84 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 92 Kondang Ficus variegata Moraceae Obat sakit perut Buah, daun muda langsung dimakan 93 Kondang benying Ficus fistulosa Moraceae Obat diare Daun Daun muda dimakan langsung 94 Koneng temen Curcuma xanthoriza Zingiberaceae Obat mual Rimpang Diparut, digodog lalu dikasih gula merah sedikit 95 Konyal Passiflora suberosa Passifloraceae Obat melancarkan kencing, stamina Batang Dipotong , lalu airnya diminum 96 Kopi Coffea sp. Rubiaceae Obat diabetes Daun Digodog, airnya diminum Kopi Coffea sp. Rubiaceae Obat luka luar Daun Pucuk daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka, atau dikeringkan lalu dibuat serbuk 97 Koreh kotok Bryonopsis laciniosa Cucurbitaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lalu diminum airnya 98 Kremek/tolod Alternanthera sessilis Amaranthaceae Obat mencret Daun Direbus, lalu diminum airnya 99 Kucai Allium odorum Amaryllidaceae Obat pegal linu Rimpang Di buat sayur, atau direbus 100 Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat kencing manis Daun Direbus, lalu diminum airnya Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat sakit mata Bunga Embun dipagi hari diteteskan ke mata nya Kucubung Datura fastuosa Solanaceae Obat mata Bunga Air dalam bunga dibilaskan ke mata 85 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 101 Kumis kucing Orthosiphon aristatus Lamiaceae Obat hipertensi, diabetes, dan magh Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 102 Lame Alstonia scholaris Apocynaceae Obat liver, diabetes Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya 103 laza goah Alpinia malaccensis Zingiberaceae Obat sakit pinggang Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 104 Lidah buaya Aloe vera Asphodelaceae Obat penyubur rambut Batang lendirnya digosokkan ke kepala 105 Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat Sakit Kepala Umbi Lobak disisik, di balurkan Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat panas Buah Dipotong lalu ditempel di kepala Lobak lilin Raphanus sativus Brasicaceae Obat demam, masuk angin Buah Buah dipotong, ditadah airnya lalu diminum Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Aprodisiak, stamina Batang Direbus, airnya diminum sebelum makan/ dihaluskan lalu diseduh dengan air panas Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Melancarkan air seni Daun daun dicuci bersih, direbus, lalu airnya diminum Lokatmala Artemisia vulgaris Asteraceae Obat rematik Semua bagian Digodog, lalu diminum 106 86 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 107 Mamangkokan Nothopanax scutellarius Araliaceae Obat diuretik akar Direbus, lalu diminum airnya 108 Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae Obat hipertensi Buah Direbus, atau diblender 109 Meniran Phyllanthus niruri Euphobiaceae Obat sakit badan Semua bagian Direbus dengan akar alang-alang, lalu diminum airnya 110 Nangka waluh Annona muricata Annonaceae Obat penguat jantung Buah Buah dicampur gula dan air, disaring lalu diminum airnya 111 Nangsi Villebrunea rubescens Urticaceae Obat batuk berdahak Daun Daun direbus, air rebusannya diminum 112 Orang-aring Eclipta prostrata Asteraceae Obat penyubur rambut Semua bagian Direbus,, air rebusannya dioleskan ke kepala 113 Pacar tere Impatiens platypetala Balsamiferaceae Obat kutu air, penghilang lelah Semua bagian Dimasukan kedalam bak air panas, digunakan untuk mandi 114 Padi Oryza sativa Cyperaceae Obat anti ketombe Malai 115 Paku kebo Angiopteris avecta Angiopteridaceae Obat penyubur rambut Daun 116 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae Obat rematik, neuropati Daun Direbus, lalu airnya di minum 117 Panggang cucuk Travesia sundaica Araliaceae Obat sakit pinggang, badan letih Akar dan daun Digodog, lalu diminum airnya Malai dibakar, dikasih air,disaring, lalu airnya digunakan shampo Ditumbuk, lalu digosokkan ke kepala 87 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 118 Panglai Zingiber purpureum Zingiberaceae Obat mules, stimulan Rimpang Dijadikan ramuan jamu dengan tumbuhan rhizom lainnya 119 Pare Momordica charantaia Cucurbitaceae Obat liver, empedu, dan penambah nafsu makan Daun Direbus, lalu diminum airnya 120 Pasi Passiflora edulis Passifloraceae Obat panas dalam Daun Direbus, lalu diminum airnya 121 Pecah beling Gardenia longifolia Rubiaceae Obat sakit pinggang Semua bagian Digodog, lalu diminum airnya 122 Pisang kole Musa acuminata Musaceae Obat cepat kering luka Batang Batang ditebas, diambil getahnya lalu dioleskan ke luka 123 Poh'pohan Pilea melastomoides Urticaceae Obat kangker, mual Daun Dilalap 124 Pongporang Oroxylum indicum Bignoniaceae Obat liver Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya 125 Pule Alyxia Reinwardtii Apocynaceae Obat liver, diabetes Kulit batang Digodog, lalu diminum airnya 126 Pungpurutan Ureana lobata Malvaceae Obat rematik, Persendian Akar Akar direbus, lalu diminum airnya 127 Rendeu badak Cyrtandra picta Gesneriaceae Obat penurun panas, step Daun Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit 128 Rendeu beureum Cyrtandra populifolia gesneriaceae Obat penurun panas Daun Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit 129 Rukem Flacaurtia rukam Flacourtiacea Obat diare Buah Langsung dimakan 88 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 Direbus dengan akar pegagan dan alang-alang, diminum airnya 130 Rumput teki Cyperus rotundus Cyperaceae Obat flu, keputihan, diuretik Umbi 131 Salada Nasturtium backeri Brasicaceae Obat anti kanker Daun Di buat lalapan 132 Salak Salacca edulis Arecaceae Obat wasir Biji Dibuat kopi 133 Saliara/stekan Lantana camara Verbenaceae Obat sakit kulit, Rematik Daun Direbus, lalu airnya di minum 134 Sanagori Sida rhombifolia Malvaceae Obat sakit gigi Akar Akar air ditumbuk, diberi air dan dijadikan obat kumur 135 Santoloyo/sintrong Gynura aromatica Asteraceae Obat magh, gemuk badan 136 Sarikaya Annona squamosa Annonaceae Obat pencahar kencing 137 Seladri gunung Sanicula elata Umelliferaceae Obat sakit pinggang, darah tingggi, penyubur rambut Daun 138 Sembung gunung Blumea balsamifera Asteraceae Obat pasca nifas, cacingan Daun 139 Sente Alocasia macrorrhiza Araceae Obat batuk Batang 140 Sereh leuweung/rindu leutik Piper arcuatum Piperaceae Obat batuk Daun Semua bagian daun, biji, akar Dilalap, ditumis Digodog, lalu airnya diminum Di kukus, atau dilalap, di gosokkan ke kepala untuk penyubur rambut Direbus dengan air dan daun artemisia, air rebusannya diminum Getah yang keluar dari batang diminum Daun direbus, air rebusannya diminum 89 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 7 141 Sereuh kandel Piper baccatum Piperaceae Obat bau mulut Daun Daun dikunyah 142 Seureuh Piper betle Piperaceae Obat magh, batuk, bau badan Daun Digodog, lalu diminum airnya Seureuh Piper betle Piperaceae Obat pengering luka Daun Ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka Seureuh Piper betle Piperaceae Obat batuk Semua bagian Diredam didalam botol berisi air, lalu diminum Seureuh Piper betle Piperaceae Mata kelilipan Daun 143 Seureuh tangkal Piper miniatum Piperaceae Obat tetes mata untuk bayi Daun 144 Singgugu Clerodendrum serratum Verbenaceae Obat sariawan, panas Daun 145 Singkong Manihot utilisima Euphobiaceae Obat magh/asam lambung Umbi 146 Suji Pleomele angustifolia Liliaceae Obat disentri, keputihan Daun 147 Takokak Solanum torvum Solanaceae Obat magh Buah 148 Tataropongan/Paku ekor kuda Equisetum debile Equisetaceae Obat luar bagian kulit yang sakit Daun 149 Teeh Thea sinensis Theaceae Obat sakit kepala Daun Sereh di rendam didalam segelas air, kemudian dibilaskan ke mata Daun ditumbuk, airnya diteteskan ke mata Digodog, dan dibuat tehh Diparut, lalu diperas, dicampur gula merah dan diminum Direbus, air rebusannya di minum Dibuat lalapan Daun ditumbuk lalu di poko kan ke bagian yang sakit Teeh diseduh, ditambah sedikit gula lalu tiduran dengan leher diganjal bantal tuk meregangkan otot 90 Lampiran 6 (Lanjutan…) 1 2 3 4 5 6 150 Teklan Eupatorium riparium Asteraceae Obat luka Daun 151 Tepus sigung Amomum pseudofoetens Zingiberaceae Obat memar Rimpang 152 Terong belanda Solanaceae Obat hipertensi 153 Terong belang Solanum aculeatissimum Solanum melongena Solanaceae Menurunkan kolesterol 154 Teter Solanum verbascifolium Solanaceae Obat patah tulang 155 Tobat barito Ficus deltoidea Moraceae 156 Tomat Solanum lycopersicum Tomat Solanum lycopersicum Buah, daun muda Buah 7 Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke luka Diparut, lalu dibubuhkan ke luka Langsung dimakan Dilalap Getah batang dioleskan pada bagian patah tulang Obat penambah stamina, Sari rapet Batang dan kulit batang Semua bagian Solanaceae Obat Pusing Pucuk daun Dimakan langsung Solanaceae Obat hipertensi Buah Direbus, atau diblender Digodog, lalu airnya diminum Akar rimpang ditumbuk, lalu di bubuhkan ke bagian terkena bisa tanpa menutupi lubang bisa masuk Direbus, air rebusannya di minum 157 Tongtak Zingiber odoriperum Zingiberaceae Obat mengeluarkan bisa Rimpang 158 Tongtak leutik Zingiber inflexum Zingiberaceae Obat sesak nafas Rimpang 159 Totongoan Debregeasia longifolia Urticaceae Panas dalam, sakit pinggang Buah Dimakan langsung 160 Ubi jalar Dioscorea pentaphylla Dioscoreaceae Obat maag Umbi Direbus, lalu dimakan 161 Walen Ficus ribes Moraceae Obat sakit gigi bolong Batang Getah dari batang dioleskan ke gigi yang sakit 162 Waluh Cucurbita moschata Cucurbitaceae Obat sakit maag Buah Di rebus, lalu dimakan 91 Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian a b c d e f Keterangan : a. b. c. d, e. f. Pembuatan plot penelitian Pendataan jenis tumbuhan obat Pengukuran diameter pohon Wawancara dengan tabib Desa Cimacan Wawancara dengan paraji Desa Cimacan Wawancara dengan masyarakat Desa Cimacan 92 Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat a b c d e f g h i Keterangan : a. b. c. d. e. f. g. h. i. Budidaya tumbuhan obat di pekarangan warga Jenis Orthosiphon aristatus Jenis Agerotum conyzoides Jenis Artemisia vulgaris Jenis Physalis minima Jenis Polygala venenosa Jenis Piper beatle Jenis Zingiber officinale Jenis Pilea Melastomoides