BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA

advertisement
32
BAB II
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA
ADMINISTRASI NEGARA
A. Majelis Pengawas Notaris
Pejabat atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan
terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dilakukan oleh Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Pasal 67 ayat (1) UUJN). Dalam pelaksanaan pengawasan
tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (2) UUJN).
Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari :
1. Majelis Pengawas Daerah,
2. Majelis Pengawas Wilayah, dan
3. Majelis Pengawas Pusat.
MPN merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan HAM MPN di
angkat oleh Menteri Hukum dan HAM sesuai Pasal 67 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 membentuk MPN.
Pengawasan Menteri Hukum dan HAM di
delegasikan ke MPN.48
Tiap Majelis Pengawas tersebut mempunyai tempat kedudukan yang berbeda,
untuk Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal
69 ayat (1) UUJN), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) berkedudukan di ibukota
48
Hasil Wawancara dengan anggota Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota yaitu Bapak
Marzuki Pada Tanggal 30 Agustus 2016
32
Universitas Sumatera Utara
33
Propinsi (Pasal 72 ayat (1) UUJN) dan Majelis Pengawas Pusat (MPW) di ibukota
negara (Pasal 76 ayat (1) UUJN).
Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup atau
berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a,
Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b UUJN). Berdasarkan substansi
pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan sidang untuk
memeriksa adanya dugaan pelanggaran :
1. Kode Etik;
2. Pelaksanaan tugas jabatan Notaris.
Tiap jenjang Majelis Pengawas mempunyai wewenang masing-masing dalam
melakukan pengawasan dan untuk menjatuhkan sanksi. UUJN tidak memberikan
kewenangan kepada MPD untuk menjatuhkan sanksi apapun terhadap Notaris, tapi
hanya MPW dan MPP yang berwenang untuk memberikan sanksi. MPW berwenang
untuk memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis (Pasal 73 ayat (1) huruf e
UUJN), dan sanksi tersebut bersifat final (Pasal 73 ayat (2) UUJN), dan putusan
mengusulkan kepada MPP berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris 3
(tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan, dan mengusulan kepada MPP untuk
memberhentikan tidak hormat dari jabatan Notaris (Pasal 73 ayat (1) huruf f UUJN).
MPP berwenang untuk menjatuhkan sanksi terhadap Notaris diatur dalam Pasal 77
huruf c dan d UUJN, yaitu :
1. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan
Universitas Sumatera Utara
34
2. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian tidak hormat kepada
Menteri.
Pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, Notaris
sebagai terlapor (ataupun Notaris sebagai pelapor yang melaporkan sesama Notaris)
Majelis Pengawas diberi wewenang untuk mendengarkan keterangan dan menerima
tanggapan serta menerima bukti-bukti dari Notaris sebagai terlapor (ataupun Notaris
sebagai pelapor yang melaporkan sesama Notaris). Pasal 70 huruf a UUJN memberi
wewenang kepada MPD menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggar Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris.
Pada dasarnya pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri (Pasal 67
ayat (1) UUJN) dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Pengawas yang
dibentuk oleh Menteri (Pasal 67 ayat (2) UUJN). Menempatkan kedudukan Majelis
Pengawas yang melaksanakan tugas pengawasan dari Menteri dapat dianggap sebagai
menerima tugas dari Menteri (secara atributif) sebagai pihak yang mempunyai urusan
pemerintahan.
Dengan demikian perlu dikaji kedudukan Majelis Pengawas yang secara
fungsional (dalam fungsinya) telah melakukan urusan pemerintahan. Majelis
Pengawas dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan putusan yang ditujukan
kepada Notaris, baik putusan menjatuhkan sanksi administratif ataupun putusan
mengusulkan untuk memberikan sanksi-sanksi tertentu dari MPW kepada MPP
ataupun MPP kepada Menteri. Dengan demikian perlu ditentukan dasar hukum
Universitas Sumatera Utara
35
putusan dari Majelis Pengawas sebagai suatu Figur Hukum dapat dijadikan objek
sengketa Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara.
B. Perbedaan antara Majelis
Kehormatan Notaris (MKN)
Pengawas Notaris
(MPN) dan
Majelis
Majelis Pengawas Notaris (“Majelis Pengawas”) adalah suatu badan yang
mempunyai “kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris”.49
Majelis
Kehormatan
Notaris
(“MKN”)
adalah
suatu
badan
yang
mempunyai “kewenangan untuk melakukan pembinaan Notaris” dan kewajiban
memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses
peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk
hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris. 50
Apabila melihat pengertian Majelis Pengawas Notaris dan Majelis
Kehormatan Notaris di atas, maka Majelis Pengawas dan MKN itu memiliki
persamaan, yaitu sama-sama melakukan pembinaan Notaris. Akan tetapi pembinaan
dan pengawasan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tersebut mempunyai
perbedaan yang sangat mendasar.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris
setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 lebih mengarah pada
pembinaan notaris untuk selalu melaksanakan tugas sesuai pada aturan yang
49
50
Pasal 1 (3) Permenkumham No. 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
Pasal 1 (1) Permenkumham No. 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
36
mengatur tentang jabatan notaris, sedangkan majelis Kehormatan Notaris melakukan
pembinaan lebih mengarah pada agar notaris terhindar dari perbuatan-perbuatan yang
bersifat tindak pidana disaat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai notaris.
Kedudukan Majelis Kehormatan Notaris ada dan diadakan sebagai
perwujudan pelaksanaan tugas Majelis Pengawas Daerah yang dialihkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan didukung oleh Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 49/PUU-X/2012, sehingga pada prinsipnya Majelis Kehormatan Notaris yang
berkedudukan di Kabupaten dan Kota, mempunyai kedudukan yang setara dengan
Majelis Pengawas Daerah yang berada di Kabupaten dan Kota, oleh karena itu
senyatanya
perbandingan
kewenangan
Majelis
Kehormatan
Notaris
dapat
dibandingkan dengan kewenangan Majelis Pengawas Daerah, sehingga dapat diambil
sebuah perbedaan yang jelas perbandingan kewenangan yang dimiliki oleh Majelis
Kehormatan Notaris dengan Majelis Pengawas Notaris khususnya Majelis Pengawas
Daerah.
Adapun perbedaan tersebut dapat dilihat melalui kewenangan yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
Kewenangan
Notaris
1.
Majelis
Pengawas Kewenangan Majelis Kehormatan
Notaris
Memberikan izin cuti untuk jangka 1. Kewenangan
waktu sampai dengan 6 (enam)
persetujuan
untuk
memberikan
atau
menolak
Universitas Sumatera Utara
37
bulan.
memberikan
2.
Menetapkan notaris pengganti.
dilakukannya pemanggilan terhadap
3.
Menentukan tempat penyimpanan
notaris yang terindikasi melakukan
protokol notaris yang saat serah
tindak pidana yang harus diperiksa
terima
telah
oleh penyidik, penuntut umum atau
berumur 25 (dua puluh lima) tahun
hakim dan pengambilan fotocopy
atau lebih.
minuta dan;
4.
protokol
Memberikan
notaris
paraf
dan 2. Kewenangan
persetujuan
untuk
atas
memberikan
menandatangani daftar akta, daftar
pembinaan terhadap notaris agar
surat
notaris terhindar dari tuntutan atas
di
bawah
tangan
yang
disahkan, daftar surat di bawah
dasar
tangan yang dibukukan dan daftar
pidana,
telah
melakukan
tindak
surat lain yang diwajibkan undangundang
5.
Menerima
penyampaian
secara
tertulis salinan dari dafar akta,
daftar surat dibawah tangan yang
disahkan, dan daftar surat di bawah
tangan yang dibukukan yang telah
disahkannya, yang dibuat pada
bulan sebelumnya paling lambat 15
Universitas Sumatera Utara
38
(lima belas) hari kalender pada
bulan berikutnya, yang
sekurang-kurangnya
memuat
nomor,
tanggal dan judul akta
Kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Kehormatan Notaris sebagaimana
telah disebutkan di atas hanya melaksanakan sebahagian tugas Majelis Pengawas
Daerah Notaris setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, selain
kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang telah berkurang, maka kewenangan yang
dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat, masih
mempunyai kewenangan yang sama sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh
kedua lembaga tersebut, di saat masih berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris.
1.
Fungsi Pengawasan Bertentangan Dengan Fungsi Pembinaan
Majelis Pengawas seharusnya melakukan fungsi pengawasan secara
komprehensif terhadap kegiatan kenotariatan yang dilakukan oleh seorang Notaris.
Pengawasan seharusnya bersifat berkala, regular dan teratur, seperti pemeriksaan
repertorium yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya. Hal ini bertujuan untuk
mencegah timbulnya kesalahan dan kealpaan dalam praktek yang dilakukan oleh
Notaris. Pengawasan dilakukan meskipun tidak ada pengaduan dari masyarakat yang
menerima pelayanan hukum dari Notaris. Kalaupun terdapat kesalahan atau
ketidakmengertian dalam praktek kenotariatan, maka Majelis Pengawas berwenang
Universitas Sumatera Utara
39
untuk memberitahu dan mengingatkan sesuai asas, prinsip dan ilmu kenotariatan yang
benar. Fungsi pengawasan dilakukan untuk mencegah timbulnya permasalahan
hukum. Sementara itu, Majelis Kehormatan Notaris memiliki kewenangan pembinaan
apabila telah terdapat pengaduan dari masyarakat yang menerima pelayanan hukum
dari Notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berwenang bertindak apabila telah
terjadi masalah hukum dan/atau sengketa yang melibatkan para pihak, sehingga
diperlukan adanya alat bukti atas perbuatan hukum yang telah dilakukan para pihak
dan/atau adanya dugaan kesalahan/tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris.
Pembinaan dalam hal ini bisa dipahami sebagai pengayoman dan perlindungan
hukum terhadap Notaris yang telah melaksanakan tugas jabatannya berdasarkan asas,
prinsip, dan ilmu kenotariatan yang benar.
2.
Preventif Bertentangan Dengan Reaktif Kuratif
Pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Majelis Kehormatan Notaris
diatur di dalam Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2016. Kewenangan Majelis
Kehormatan Notaris ialah:
a. Kewenangan untuk memberikan persetujuan atau menolak memberikan
persetujuan atas dilakukannya pemanggilan terhadap notaris yang terindikasi
melakukan tindak pidana yang harus diperiksa oleh penyidik, penuntut umum
atau hakim dan pengambilan fotocopy minuta dan;
b. Kewenangan untuk memberikan pembinaan terhadap notaris agar notaris
terhindar dari tuntutan atas dasar telah melakukan tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
40
Pelaksanaan kewenangan yang juga merupakan tugas dan tanggung jawab dari
Maejelis Kehormatan Notaris ini, dilakukan secara berjenjang dimulai dari Majelis
Kehormatan Daerah, dapat diteruskan kepada Majelis Kehormatan Wilayah dan
selanjutnya sampai pada Majelis Kehormatan Pusat.
Jenjang pada Majelis
Kehormatan Notaris tersebut, tentu diadakan dengan tujuan upaya dari pada Notaris
apabila keberetan pada putusan dari setiap jenjang, senyatanya jenjang yang ada pada
Majelis Kehormatan Notaris hampir sama dengan jenjang yang ada pada Majelis
Pengawas Notaris, akan tetapi Majelis Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas
Notaris memiliki perbedaan yang sangat mendasar terlebih dalam hal pengawasan
dan pembinaan terhadap para notaris.
Majelis Pengawas melaksanakan kewenangan yang bersifat preventif, yaitu
menjaga dan mencegah agar Notaris tidak terlibat dalam suatu permasalahan hukum.
Sementara Majelis Kehormatan Notaris melaksanakan kewenangan yang bersifat
reaktif dan kuratif. Reaktif, karena Majelis Kehormatan Notaris baru bertindak
apabila terdapat permohonan dari penyidik, penuntut umum dan hakim, sebagai
akibat timbulnya permasalahan hukum terkait Notaris dan/atau produk hukum yang
dihasilkan
Notaris.
Kuratif,
karena
Majelis
Kehormatan
Notaris
Wilayah
(berdasarkan hasil eksaminasi Majelis Pemeriksa) memiliki kewenangan untuk
memeriksa dan mendudukan permasalahan hukum yang sebenarnya terjadi, apabila
timbul sengketa dan/atau tindak pidana yang melibatkan Notaris atau produk hukum
yang dibuat oleh Notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki diskresi
untuk menolak atau menyetujui permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut
Universitas Sumatera Utara
41
umum dan hakim berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis
Pemeriksa.
3.
Kewenangan Pembinaan
Menurut DR. Habib Adjie, SH, M. Hum hingga saat ini belum ada data
terkait jumlah Notaris dan PPAT yang akurat. Namun beliau memperkirakan bahwa
jumlah Notaris sekitar 14.000 orang. Tentunya ini merupakan jumlah yang sangat
besar.51
Melihat jumlah tersebut pembinaan Notaris seharusnya adalah gerakan yang
bersifat preventif, masif dan berkesinambungan, tidak hanya sekedar reaktif (apabila
terjadi masalah hukum) seperti yang tergambar dalam Permenkumham Nomor. 7
Tahun 2016 tersebut. Apabila melihat definisi kata “pembinaan” menurut kamus
bahasa Indonesia adalah: “(1) proses, cara, perbuatan membina (negara, dsb); (2)
Pembaharuan, penyempurnaan; (3) usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.”
Berbicara mengenai program pembinaan maka ada beberapa hal yang
seharusnya menjadi dasar dan prioritas program pembinaan. Target pembinaan harus
jelas. Program pembinaan juga harus dilakukan secara efisien dan efektif,
dengan output, outcome dan impact yang harus jelas dan terukur. Apabila Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah bersifat reaktif, maka Majelis Kehormatan Notaris
51
Majelis Kehormatan Notaris http://www. indonesianotarycommunity.
kehormatan-notaris-catatan-diskusi-inc/diakses pada tanggal 28 November 2016
com/majelis-
Universitas Sumatera Utara
42
Pusat seharusnya dapat memiliki kewenangan pembinaan dalam konteks “thinker”52
yang bertugas membuat policy serta grand design strategy53 progam pembinaan
Notaris. Pelaksanaan pembinaan harus meliputi pemantauan, pendampingan, dan
pengayoman oleh Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan skala prioritas
dan urgensitas masalah yang biasa terjadi dalam praktek kenotariatan.
C. Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Sebagai Lembaga yang Melakukan
Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Notaris.
Majelis
Pengawas
Notaris
adalah
suatu
badan
yang
mempunyai
kewenanangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap notaris. Pengawas Notaris dibentuk berdasarkan :
1. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
2. Permenhukham No.
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, susunan Organisasi, Tata
Kerja, dan tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
3. Kepmenhukham Nomor M. 39-PW. 07. 10. Tahun 2004 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.
Menurut Pasal 11 Permenhukham . M.02.PR.08.10 Tahun 2004 menyebutkan
Majelis Pengawas Notaris berangggotakan 9 (Sembilan) orang terdiri atas 1 (satu)
52
Yang dimaksud dengan Majelis Kehormatan Pusat sebagai “thinker” disini ialah pemberi
petunjuk dan arahan kepada Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Wilayah yang
merupakan lembaga yang dibawahinya.
53
policy serta grand design strategy ialah kebijakan dalam bentuk format dalam bentuk
petunjuk pelaksana dan petunjuk tertulis.
Universitas Sumatera Utara
43
orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan
7 (tujuh) orang anggota.
Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota yang dilakukan secara
musyawarah atau pemungutan suara. Pasal 12 Peraturan Menteri tersebut
menyebutkan bahwa Majelis Pengawas notaris dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris.
Permenhukham M.02.PR.08.10
Tahun
2004
mengalami
perubahan
dengan diterbitkannya Permenhukham M.HH. 06-AH.02.10 Tahun 2009 tentang
Sekretaris Majelis Pengawas Notaris.
Sesuai Permenhukham M.HH.06-AH.02.10 Tahun 2009 tentang Sekretaris
Majelis Pengawas Notaris. Sekretaris Majelis pengawas Notaris yang selanjutnya
disebut Sekretaris Majelis adalah ex officio yang bertugas memimpin sekretariat
Majelis Pengawas Notaris. Sekretariat Majelis Pengawas Daerah dilaksanakan secara
fungsional oleh Lembaga pemasyarakat dengan pertimbangan:
1.
Unit Pelaksana Tugas Kantor Wilayah yang ada di Kabupaten/Kota hanya
lembaga
pemasyarakatan.
Pemaknaan
Lembaga
Pemasyarakatan
bukan
lembaganya tetapi pejabat structural yang berpendidikan sarjana Hukum atau
yang membidangi administrasi atau ketatausahan baik di Bapas, Rupbasan.
2.
Pejabat struktural yang dimaksud adalah bukan kepala Unit Pelaksana Tugasnya.
Hal ini untuk tidak membebani tugas Ka Unit Pelaksana Tugas.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik.
Mengingat kewenangan Notaris sangat penting, Notaris membutuhkan suatu fungsi
kontrol, supaya Notaris dapat melaksanakan kewenangan dengan baik sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
44
diatur dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang- Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).
Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris.
Menteri
sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang
hukum dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap
Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah
memperoleh wewenang pengawasan tersebut.
Ada 3 (tiga) cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintah, yaitu
Atribusi, Delegasi, dan Mandat.
Atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya
kepada organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam Undang-undang
Dasar atau Undang-undang.
Delegasi merupakan pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan
atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara
atributif
kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Dalam rumusan lain bahwa
delegasi sebagai penyerahan wewenang oleh pejabat pemerintahan (Pejabat TUN)
kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain
tersebut. Pendapat yang pertama, bahwa delegasi itu harus dari Badan atau jabatan
Universitas Sumatera Utara
45
TUN kepada badan atau Jabatan TUN lainnya, artinya baik delegator maupun
delegasi harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat yang kedua bahwa
delegasi dapat terjadi dari Badan atau Pejabat TUN kepada pihak lain yang belum
tentu Badan atau Jabatan TUN. Dengan ada kemungkinan bahwa Badan atau Jabatan
TUN dapat mendelegasikan wewenangnya (delegasi) kepada Badan atau Jabatan
yang bukan TUN (delegataris). Suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu
atribusi wewenang. Badan atau Jabatan TUN yang tidak mempunyai atribusi
wewenang tidak dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pihak lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa wewenang untuk melakukan
pengawasan terhadap Notaris secara atributif ada pada Menteri sendiri, yang dibuat,
diciptakan dan diperintahkan dalam undang-undang sebagaimana tersebut dalam
Pasal 67 ayat (1) UUJN.
Kedudukan Menteri sebagai eksekutif (pemerintah) yang menjalankan
kekuasaan pemerintah dalam kualifikasi sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha
Negara. Berdasarkan Pasal 67 ayat (2) UUJN Menteri mendelegasikan wewenang
pengawasan tersebut kepada suatu badan dengan nama Majelis Pengawas. Majelis
Pengawas menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, adalah suatu badan
yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan
pembinaan terhadap Notaris. Dengan demikian Menteri selaku delegans dan Majelis
Pengawas selaku delegataris. Majelis Pengawas sebagai delegataris mempunyai
Universitas Sumatera Utara
46
wewenang untuk mengawasi Notaris sepenuhnya, tanpa perlu untuk mengembalikan
wewenangnya kepada delegasi.
D. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara
1.
Sumber Kewenangan Yang Dimiliki Oleh Majelis Pengawas Notaris
Dalam setiap organisasi terutama organisasi pemerintahan fungsi pengawasan
adalah sangat penting, karena pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin
adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan
untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan
berhasil guna.54
Sebelum lebih jauh membicarakan Majelis Pengawas Notaris yang terdiri dari
Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), Majelis
Pengawas Pusat (MPP). Pada dasarnya peran pengawasan Notaris adalah dilakukan
oleh negara yang dalam hal ini dijalankan oleh Menteri. Menterinya menurut UUJN
adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
kenotariatan atau dengan tegas adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian dalam pengawasannya Menteri mendelegasikan kepada sebuah Majelis
Pengawasan. Bangunan Hukum dari Majelis Pengawas tersebut tersusun pada pasal
67 UUJN:
a. Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
54
Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan
DiDaerah, ( Jakarta : Sinar Grafika, 1993 ), hal. 233
Universitas Sumatera Utara
47
b. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri membentuk Majelis Pengawas.
c. Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9
(sembilan) orang, terdiri atas unsur:
1) pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
2) organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
3) ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
d. Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi
dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
e. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris
dan pelaksanaan jabatan Notaris.
f. Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat
Sementara Notaris.
Senada dengan Pasal 67 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris Nomor. 30
Tahun 2004 yang telah direvisi melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, maka
Suprayitno juga menegaskan tentang susunan dari Majelis Pengawas tersebut sebagai
berikut:
a. Pengangkatan Majelis Pengawas wilayah Notaris sebanyak 3 (tiga) orang
yang merupakan unsur dari notaris dan direkomendasikan oleh pengurus
wilayah notaris Sumatera Utara, dan nama-nama yang telah dipilih oleh
Universitas Sumatera Utara
48
Pengurus Wilayah Notaris selanjutnya diajukan ke Kementerian Hukum dan
Ham RI.
b. Unsur yang kedua adalah dari akdemisi sebanyak 3 (tiga) orang yang dipilih
oleh dekan fakultas hukum dan selanjutnya direkomendasikan kepada Kantor
Wilyah Kementerian hukum dan Ham.
c. Unsuryang ketiga adalah utusan pemerintah “dari Pegawai Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM-RI” sebanyak 3 (tiga) orang yang mana
langsung diajukan ke Menteri Hukum dan HAM-RI untuk disahkan.55
Dari bangunan hukum di atas dapat diterapkan dua Teori Perolehan
Kewenangan yang diterapkan oleh UUJN hingga akhirnya peran pengawasan
dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Teori yang mana menurut kajian Hukum
Administrasi negara adalah Teori Atributif, yaitu kewenangan yang diperoleh
Menteri langsung dari undang-undang. Kewenangan atributif lazimnya digariskan
atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan negara oleh UUD. Istilah lain untuk
kewenangan atributif adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dapat
dibagi-bagikan kepada siapapun. Dalam kewenangan atributif, pelaksanaannya
dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut tertera dalam peraturan dasarnya.
Adapun mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pejabat
ataupun pada badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya.
Sementara
55
Wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Medan yaitu Suprayitno, yang mana beliau juga
merupakan anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris Sumatera Utara, wawancara dilakukan pada
hari Kamis tanggal 01 September 2016.
Universitas Sumatera Utara
49
Kewenangan kedua adalah kewenangan delegatif, yaitu kewenangan Majelis
Pengawas hingga dapat menjalankan pengawasan.
Kewenangan delegatif merupakan kewenangan yang bersumber dari
pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan
perundang-undangan. Berbeda dengan kewenangan mandat, dalam kewenangan
delegatif, tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi limpahan
wewenang tersebut atau beralih pada delegataris. Dengan begitu, si pemberi limpahan
wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada
pencabutan dengan berpegang pada azas contrarius actus. Oleh sebab itu, dalam
kewenangan delegatif peraturan dasar berupa peraturan perundang-undangan
merupakan dasar pijakan yang menyebabkan lahirnya kewenangan delegatif tersebut.
Tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan wewenang
tersebut, maka tidak terdapat kewenangan delegatif.56
Dari Uuraian di atas dapat dipahami bahwa Menteri sebagai Tata Usaha
Negara menerima kewenangan berupa pengawasan notaris secara atributif atau
langsung dari Undang-undang, setelah itu Menteri mendelegasikan kewenangan
mengawasnya kepada Majelis Pengawasan Notaris.
Perihal pertanyaan pertama dalam dunia Hukum Administrasi terdapat ada
dua pandangan. Pertama, bahwa delegasi itu harus dari badan atau jabatan TUN
kepada Badan atau jabatan TUN lainnya, artinya baik delegator maupun delegasi
56
Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Edisi pertama Cetakan kedua, (Malang:
BayumediaPublishing, 2004), hal. 77-79
Universitas Sumatera Utara
50
harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat yang Kedua, bahwa delegasi
dapat terjadi dari badan atau pejabatan TUN kepada pihak lain yang belum tentu
Badan atau Jabatan TUN.57
Untuk mengatasi dua pemikiran tentang apakah Majelis Pengawas Notaris
adalah Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara atau bukan, patutlah disimak terlebih
dahulu kutipan yang penulis ambil dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 009014/PUU-III/2005 berkaitan dengan uji materi58 Undang-undang Jabatan Notaris
Nomor 30 Tahun 2004. Putusan atas dasar gugatan dari Persatuan Notaris Reformasi
Indonesia (PERNORI), materi gugatannya cukup banyak namun yang menjadi
menarik perihal Majelis Pengawas Notaris adalah permohonan PERNORI agar bunyi
pasal 77 huruf (c) menjadi:
Majelis Pengawas Pusat berwenang:
a.
menyelenggarakan sidang, untuk memeriksa dan mengambil keputusan
dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi;
b.
memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c.
mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian sementara atau
pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri yang bidang tugas
57
Habib Adjie, Op. Cit, hal
Pada tahun 1974, bersamaan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun
1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah agung diberiu kewenangan
untuk menguji peraturan perundangan-undangan di bawah Undang-undang. Pada tahun 2001, melalui
proses amandemen Undang-undang Dasar 1945, dibentuk Mahkamah Konstitusi yang salah satu
kewenangannya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, dengan demikian di
atas merupakan hak uji materi undang-undang jabatan notaris terhadap Undang-undang Dasar, Imam
Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 1-2.
58
Universitas Sumatera Utara
51
dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan setelah Notaris
membela diri dan pembelaan dirinya ditolak oleh Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tata Usaha
Negara, yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;59
Hal ini dimohonkan dengan alasan agar persepsi masyarakat umum dan
masyarakat notaris menjadi satu bahwa Majelis pengawas adalah Badan atau Jabatan
Tata Usaha sehingga Keputusannya dapat dijadikan obyek sengketa dari PTUN.
Dalam
amar
putusannya
Mahkamah
Konstitusi
menjelaskan
bahwa
pemberhentian sementara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas sambil menunggu
Keputusan Menteri atas usul pemberhentian dengan tidak hormat merupakan tindakan
yang penting. Hal itu diperlukan, di satu sisi, untuk mencegah tindakan yang tidak
diinginkan dari notaris terlapor selama tenggang waktu tersebut, dan di sisi lain,
untuk mencegah kesewenang-wenangan Majelis Pengawas. Pemberhentian sementara
dan pengusulan untuk memberhentikan dengan tidak hormat, merupakan tindakan
Tata Usaha Negara (administratief rechtshandeling).60
Pandangan Mahkamah Konstitusi tersebut menunjukan secara nyata bahwa
Mahkamah Konstitusi mengakui kegiatan yang dijalankan oleh Majelis Pengawas
Notaris adalah kegiatan Tata Usaha Negara.
Sehingga Putusan yang dibuatnya
adalah putusan Badan Atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sehingga tidak perlu lagi
59
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 009-014/PUU-III/2005. , hlm. 17
Ibid. hal 125.
60
Universitas Sumatera Utara
52
mengubah bunyinya karena yang dimaksud sudah menjadi “ruh” bagi pasal
tersebut.61
Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang melaksanakan
urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
membawa konsekuensi terhadap Majelis Pengawas, yaitu Majelis Pengawas
berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN, karena menerima delegasi dari
badan atau Jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN.
Dengan demikian secara kolegial Majelis Pengawas sebagai :
a. Badan atau Pejabat TUN;
b. Melaksanakan urusan pemerintahan;
c. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan pengawasan
terhadap Notaris sesuai dengan UUJN.
Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap para
Notaris dilakukan dengan merujuk pada patokan yang utama yaitu Undang-undang
Jabatan Notaris, dengan demikian pengawasan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Notaris mempunyai standarisasi pengawasan yang terukur dan terstandar.
Menurut Marzuki Majelis Pengawas Notaris diangkat oleh pejabat Tata Usaha
Negara disesuaikan dengan kedudukan Majelis Pengawas tersebut:
a. MPD diangkat oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah
Kemenkumham tersebut;
61
Yang dimaksud dengan “Ruh” perundang-undangan adalah kemampuan kita untuk melihat
apa motivasi dibalik bunyi perundang-undangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
53
b. MPW diangkat oleh Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen
AHU) berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral
Administrasi Hukum Umum;
c. MPP diangkat Menteri Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan yang
dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM.62
Perihal pengakatan dan pemberhentian ini diatur secara jelas dan tegas melalui
Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004.
Pendapat Ilham Lubis mengenai pembahasan Majelis Pengawas Notaris
merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai pemikirin tersendiri
yaitu:
“Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan, bukan pejabat Tata Usaha
Negara lihat peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor. M.02.PR.08.10
Tahun 2004 dengan Tata Cara Pengakatan dan Pemberhentian dan Tata Kerja
Majelis Pengawas Notaris serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor.
M.39.PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Tugas Majelis Pengawas
Notaris”.63
Beberapa perdebatan di atas, mengenai kedudukan Majelis Pengawas Notaris
di atas, kerangka hukum yang dapat diambil dari hukum di atas, lebih menitik
62
Ibid
Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Ilham Lubis pada
tanggal 30 Agustus 2016
63
Universitas Sumatera Utara
54
beratkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Majelis
Pengawas Notaris merupakan Badan Tata Usaha Negara, yang putusannya
merupakan objek Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Putusan Majelis Pengawas Notaris sebagai objek Tata Usaha Negara yang
dapat digugat dapat disamakan dengan penetapan atau putusan pejabat Tata Usaha
Negara yang menjalankan fungsi Tata Usaha Negara sebagaimana disebutkan pada
Undang-undang tentang Peratun (Peradilan Tata Usaha Negara).
Dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian materi Undang-undang
Jabatan Notaris terhadap Undang-undang Dasar 1945, maka konsep Undang-undang
Jabatan Notaris telah merubah mindset (pemikiran) dari Undang-undang Jabatan
Notaris yang menyatakan secara tegas kedudukan Majelis Pengawas Notaris
Merupakan Pejabat Tata Usaha Negara.
2.
Majelis Pengawas Notaris Merupakan Jabatan Tata Usaha Negara ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
Kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris sebagaimana
disebutkan di atas bila ditinjau dari Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan, maka kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas
Notaris.
Berdasarkan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang sumber kewenangan dari pejabat tata usaha negara, maka kewenangan yang
dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris sebagaimana disebutkan di atas pada sub bab
Universitas Sumatera Utara
55
sebelumnya, adalah kewenangan yang bersumber atas adanya aturan perintah
Undang-Undang Jabatan Notaris pada Majelis Pengawas Notaris serta delegasi
kewenangan dari pejabat sebelumnya yaitu Menteri Hukum dan Ham RI guna
melaksanakan fungsi pelayanan terhadap masyarakat. sebagaimana tertuang di dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang berkenaan
menerbitkan permohonan masyarakat atas terbitnya sebuah Keputusan Pejabat Tata
Usaha Negara.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dikaitkan dengan fungsi
pelayananan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris, yang berwenang untuk
menerima laporan pengaduan masyarakat, lembaga, dan lain-lain atas pelanggaran
yang dilakukan oleh Notaris, yang selanjutnya laporan pengaduan tersebut dapat
diteruskan melalui pemeriksaan dan putusan pemberian sanksi kalau terbukti notaris
yang di laporkan tersebut memang senyatanya bersalah sebagaimana laporang
pengaduan yang diterima oleh Majelis Pengawas Notaris.
Berdasarkan sumber kewenangan dan fungsi kewenangan pada Majelis
Pengawas Notaris sebagaimana diuraikan di atas, maka senyatanya bahwa Majelis
Pengawas Notaris merupakan pejabat tata usaha Negara yang menjalankan bagian
dari fungsi administrasi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
Download