Hubungan antara Moral Judgment Maturitydengan Perilaku Menyontek pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta The Relationship between Moral Judgment Maturitywith Academic Dishonesty Behavior of Class X in SMA Negeri 8 Surakarta Tri Maria Veronikha K, Munawir Yusuf, Machmuroch Program Studi Psikologi FakultasKedokteran UniversitasSebelasMaret ABSTRAK Kecurangan dalam dunia pendidikan dengan cara menyontek sering kali dilakukan oleh siswa ketika mengerjakan tugas-tugas di sekolah baik tugas harian maupun ujian. Perilaku menyontek berkaitan dengan aspek moral karena dianggap sebagai perbuatan yang mengarah pada indikasi ketidakjujuran.Kematangan pertimbangan moral (moral judgment maturity) merupakan bagian dari perkembangan individu yang harus dioptimalkan.Moral judgment maturity yang optimal akan membuat individu mampu mengambil keputusankeputusan moral yang memperhatikan kepentingan orang-orang lain secara luas dan terhindar dari suatu keputusan moral berwawasan sernpit yang dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara moral judgment maturity dengan perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara moral judgment maturity dengan perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta dengan sampel penelitian berjumlah 100 siswa yang diambil dengan teknik cluster random sampling.Pengumpulan data menggunakan dua skala, yaitu skala perilaku menyontek dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,900 dan skala Sociomoral Reflection Measure—Short Form(SRM-SF) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,656. Teknik analisis data menggunakan analisis korelasi product moment, dengan bantuan komputer program SPSS for Windows release versi 20.0. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,245; p = 0,014 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang negatif yang signifikan antara moral judgment maturity dengan perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta. Peranan atau sumbangan efektif moral judgment maturity dengan perilaku menyontek = 6%, ditunjukkan oleh nilai Rsquare =0,060. Subjek dalam penelitian ini pada umumnya memiliki tingkat moral judgment maturity yang tinggi ditunjukkan oleh persentase sebesar 86%, dan mempunyai tingkat perilaku menyontek yang sedang ditunjukkan dengan persentase sebesar 79%. Kata kunci:moral judgment maturity, perilaku menyontek cara melihat catatan atau melihat pekerjaan PENDAHULUAN Menyontek merupakan salah satu bentuk praktek perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Menurut Wikipedia, menyontek atau cheating merupakan tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh keuntungan teretentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain., yang biasanya dilakukan oleh seorang atau sekelompok siswa/mahasiswa pada orang lain atau pada saat memenuhi tugas pembuatan makalah (skripsi) dengan cara menjiplak karya orang lain dengan tanpa mencantumkan menyatakan sumbernya.Hurlock bahwa kebanyakan (1999) siswa di sekolah menengah banyak melakukan kegiatan menyontek dalam menyelesaikan tugas-tugas dan soal tes. saat menghadapi ujian (tes), misalnya dengan 131 Penelitian Love & Simmons, Cizek, Eric Card on the Ethics of American Youth", M. Anderman dan Tamera B. Murdock organisasi yang berpusat di Los Angeles membuktikan bahwa perilaku menyontek terjadi tersebut, menyatakan jawaban para remaja itu di hampir semua siswa di semua tingkatan usia. atas pertanyaan mengenai berbohong, mencuri Laporan lain yang dimunculkan dalam berita di dan menyontek, mengungkapkan kebiasaan Amerika (ABCNews Prooduction tahun 2004) mengenai ketidakjujuran yang menjadi akar menyatakan bahwa perilaku menyontek angkatan kerja masa depan. "Menyontek di meningkat proporsinya. Semakin banyak studi sekolah terus merebak dan bertambah parah," yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan kata studi tersebut.Di antara mereka yang yang besar dalam perilaku menyontek ditanyai, 64% mengatakan mereka telah siswa.Sebagai contoh, Erickson dan Smith menyontek dalam tes, dibandingkan dengan menemukan bahwa 43% siswa menyontek 60% pada 2006.Dan 38% menyatakan mereka ketika ada kesempatan. Sementara Whitley telah melakukannya dua kali atau lebih. Kendati melaporkan bahwa 70,4% siswa pernah tak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok melakukan kegiatan menyontek. Laporan lain dalam masalah menyontek saat ujian, siswa dari dalam penelitian Anderman dan Midgley sekolah independen nonagama memiliki angka menyatakan bahwa perilaku menyontek dapat menyontek paling rendah, 47%, dibandingkan ditemukan pada siswa yang sedang mengalami dengan 63% siswa yang belajar di sekolah masa transisi dari sekolah menengah pertama ke agama. (Marul, 2008) sekolah menengah atas. Studi yang dilakukan Brandes di California pada 1.037 siswakelas enam di 45 sekolah dasar dan 2.265 siswa sekolah menengah di 105 sekolah menengah atas ditemukan bahwa siswa sekolah menengah atas lebih suka menyontek dibandingkan siswa sekolah dasar. (Hartanto, 2012) Perilaku menyontek yang dilakukan siswa biasanya dikarenakan beberapa alasan.Menurut Haryono dkk (2001), pelajar menyontek karena malas belajar, takut mengalami kegagalan, karena tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai yang baik atau peringkat kelas yang baik. Dorongan untuk Suatu studi menunjukkan bahwa remaja menyontek akan semakin kuat apabila pendidik Amerika Serikat ternyata berada pada "tingkat membangkitkan suasana kompetisi antar pelajar. yang tidak diduga-duga" dalam hal berbohong, Pelajar yang merasakan tingkat kompetisi yang mencuri dan menyontek. Hasil penelitian atas kuat akan hampir 30.000 siswa sekolah menengah itu Sementara terdorong itu menurut untuk menyontek. Djamara (2002), merupakan sesuatu yang pertanda jelek bagi perilaku menyontek disebabkan oleh belum mereka saat menjadi orang tua, jenderal, adanya kesadaran akan pentingnya tugas yang wartawan, staf eksekutif perusahaan, polisi dan diberikan pada dirinya tentang pentingnya tugas politikus generasi mendatang, ungkap lembaga dan menerimanya sebagai tantangan yang baik, nirlaba Josephson Institute. Dalam "2008 Report sehingga tidak mau bekerja keras 132 mempertaruhkan harga dirinya demi Pembentukan kode moral seseorang keberhasilan belajarnya. Kecenderungan siswa akan berpengaruh pada proses pengambilan yang demikian memang harus dihilangkan keputusan moral seseorang. Keputusan moral dengan menanamkan sikap yang kondusif dan (moral decision) adalah pertimbangan tentang kreatif, lingkungan kelas dengan suasana yang nilai-nilai etis yang menyangkut orang lain jujur sangat mendukung lahirnya sikap belajar (Suharnan, 2005). Pembentukan kode moral yang positif bagi anak didik, tidak ada celah yang baik akan memberikan keputusan moral bagi siswa untuk berbuat curang. Menurut menyontek Suparno yang baik pula. Baik buruk seseorang dalam (2000), yang menjadi perilaku kebiasaan akan berakibat negatif bagi diri sendiri maupun mengambil keputusan tentunya berdasarkan pertimbangan moral (moral judgment) pada diri seseorang. dalam skala yang lebih luas. Pelajar yang sering menyontek akan terbiasa Kematangan seseorang dalam menggantungkan pertimbangan moral (moral judgment maturity) pencapaian hasil belajarnya kepada orang lain merupakan salah satu aspek afektif yang atau sarana kemampuannya tertentu dan sendiri. bukan Selain itu kepada mempengaruhi pendekatan siswa dalam proses sikap belajar, karena masyarakat yang acuh tak acuh terhadap memandang kecurangan-kecurangan kecil yang dilakukan seluruh cara bagaimana dirinya perilakunya. akan Banyak sejak dini seperti menyontek merupakan akar menunjukan bahwa prestasi dari permasalahan besar.Alhadza moral (2007) perilaku menyontek yang menyatakan individu mempengaruhi bukti yang yang rendah, lebih motivasi belajar yang rendah serta perilakubahwa perilaku yang menyimpang di kelas disebabkan berkaitan dengan aspek oleh persepsi dan sikap negatif terhadap dirinya moral karena dianggap sebagai perbuatan sendiri (Pudjijogyanti, 1993).Berdasarkan tercela dan dianggap oleh masyarakat umum penelitian yang dilakukan, menyebutkan bahwa sebagai perbuatan yang mengarah pada indikasi terdapat hubungan yang signifikan antara gejala ketidakjujuran. Berdasarkan teori pencapaian prestasi yang kurang dengan tingkat perkembangan moral Kohlberg dalam Hartanto kematangan seseorang dalam pertimbangan (2012), perilaku menyontek lebih terkait dengan moral (moral judgment maturity) siswa yang masalah pembentukan kode moral. Seseorang rendah dan kematangan seseorang dalam melakukan perilaku menyontek karena mereka pertimbangan moral (moral judgment maturity) mengganggap bahwa cheating atau menyontek yang tinggi secara signifikan berhubungan akan dimaafkan dan dianggap sebagai hal biasa, dengan pencapaian prestasi lebih. karena mereka dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi agar dapat diterima di sekolah lanjutan yang lebih tinggi Kematangan seseorang dalam pertimbangan moral (moral judgment maturity) merupakan salah satu kondisi yang diyakini 133 banyak peneliti yang mengakibatkan perilaku menyontek adalah upaya yang dilakukan menyontek terjadi.Seperti pendapat Hartanto seseorang untuk mendapatkan keberhasilan (2012), bahwa permasalahan menyontek dapat dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur). dikaitkan dengan tingkat perkembangan Ehrlich, Flexner, moral.Perilaku seseorang berawal dari hakikat menjelaskan Carruth, bahwa & Hawkins menyontek adalah kepribadian individu yang unik, salah satunya melakukan ketidakjujuran atau tidak fair dalam terbentuk dari kematangan moral yang dimiliki rangka memenangkan atau meraih keuntungan. oleh seseorang ternyata dapat menjadi satu Sementara Cizek menyatakan bahwa perilaku faktor yang ikut menentukan sikapnya terhadap menyontek digolongkan ke dalam tiga kategori, tingkah laku menyontek. yaitu: Penelitian ini akan dilakukan di salah satu sekolah menengah di Surakarta yaitu SMA Negeri 8 Surakarta. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah moraljudgment terdapat hubungan maturity dengan antara perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta. (1) memberikan, mengambil, atau menerima informasi; (2) menggunakan materi yang dilarang atau membuat catatan yang dikenal dengan ngepek; dan (3) memanfaatkan kelemahan seseorang, prosedur, atau proses untuk mendapatkan keuntungan dalam tugas akademik. (Hartanto, 2012) Berdasarkan uraian di atas, pengertian perilaku menyontek adalah upaya yang dilakukan seseorangdengan cara yang tidak fair seperti dengan bertanya, memberi informasi, DASAR TEORI atau membuat catatan untuk mendapatkan keuntungan 1. Perilaku Menyontek dalam rangka mencapai perilaku menyontek keberhasilan akademik. Menyontek atau menjiplak adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Menurut pendapat Bower dalam Cholila (2011) yang mengatakan cheating adalah perbuatan Bentuk-bentuk menurut Hetherington and Feldman (Hartanto, 2012), secara mudah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: yang menggunakan cara-cara yang tidak sah a. Social Active untuk tujuan mendapatkan yang sah/terhormat keberhasilan akademis yaitu atau menghindari kegagalan akademis. Menurut Dellington mendefinisikan “Cheating is attempt an individuas makes to 1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung 2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang berlangsung b. Individualistic-Opportunistic attain success by unfair methods.” yang berarti, 134 1) Menggunakan HP atau alat elektronik kaitannya dengan kehidupan sosial secara lain yang dilarang ketika ujian sedang harmonis, adil, dan seimbang. berlangsung 2) Mempersiapkan catatan untuk digunakan saat ujian akan berlangsung 3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman yang lain pada saat tes 1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas 2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung kelengahan/kelemahan guru dalam ketika menyontek Muslimin (2004) menjelaskan bahwa menurut teori penalaran moral, moralitas terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap dipandang 1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban pertentangan (konflik) mengenai hal yang baik disatu pihak dan hal yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik tersebut mencerminkan keadaan yang harus diselesaikan antara dua kepentingan, yakni kepentingan diri dan orang lain, atau dapat pula kewajiban. Menurut Kohlberg (1981) penalaran ketika ujian berlangsung orang sebagai dikatakan keadaan konflik antara hak dan d. Social Passive 2) Membiarkan dalam baik dan buruk. Moralitas pada dasarnya c. Individual Planned 3) Memanfaatkan Setiono lain menyalin moral adalah suatu pemikiran tentang masalah pekerjaannya moral. Pemikiran itu merupakan prinsip yang 3) Memberi jawaban tes pada teman pada dipakai dalam menilai dan melakukan suatu saat tes belangsung. tindakan dalam situasi moral. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi. Jika 2. Moral Judgment Maturity penalaran moral dilihat sebagai isi, maka Kata moral berasal dari bahasa Latin sesuatu dikatakan baik atau buruk akan sangat mos (jamak mores) yang berarti kebiasaan, adat tergantung pada lingkungan sosial budaya (Bertens, 1993). Shaffer dalam Ali & Asrori tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relatif. (2008) mengemukakan bahwa moral pada Tetapi jika penalaran moral dilihat sebagai dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang struktur, maka apa yang baik dan buruk terkait berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. dengan prinsip filosofis moralitas, sehingga Sementara menurut Rogers dalam Ali & Asrori penalaran moral bersifat universal. (2008) bahwa moral merupakan standar baikburuk yang ditentukan bagi individu oleh nilainilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam Penalaran moral inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau tahap kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan salah, akan lebih memberi penjelasan dari pada memperhatikan perilaku 135 seseorang atau bahkan mendengar Menurut Menanti (2009), moral dapat pernyataannya bahwa sesuatu itu salah (Duska dikaji dari sudut pertimbangan moral (moral dan Whelan, 1982). Berdasarkan uraian teori di judgment). Pertimbangan moral setiap individu atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dikembangkan agar mencapai perkembangan penalaran moral adalah kemampuan (konsep yang optimal, yaitu mencapai pertimbangan dasar) seseorang untuk dapat memutuskan moral tingkat pascakonvensional.Pertimbangan masalah sosial-moral dalam situasi kompleks moral yang mencapai tingkat pascakonvensional dengan melakukan penilaian terlebih dahulu tersebut rnempunyai peran sangat penting, yaitu terhadap nilai dan sosial mengenai tindakan apa individu akan mampu mengambil keputusanyang akan dilakukannya. keputusan moral (keputusan baik-buruk, benar- Kematangan moral seseorang (moral maturity) memberikan kapasitas kepada semua orang untuk berpikir lebih luas dengan mempertimbangkan aspek moral.Seperti yang disampaikan oleh Hedstrands (2007) dalam Maturity as a Guide to Morals bahwa “Kematangan memberikankemampuanuntuk hidupsesuai negara yang baik, yang berartibertindakdengan cara-carayangberguna untukorang lain, baik secara langsungmaupun tidak langsung, dan iniberarti mendukungkebaikansemua orang lain, secara langsung, dalam situasiyang sebenarnya, tidak langsung, dengan memberikanorang laindengankemungkinanindividupemenuhan diridengan mendukungstabilitas danpermanenmasyarakatdemisemua anggotanya. peranseseorangdalam berartimengambil Iniberartimemenuhi masyarakat, orang lain secara luas, dan anak terhindar dari suatu keputusan moral berwawasan sempit yang dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. Di samping untuk menghindari suatu keputusan moral yang dapat merugikan, individu akan lebih konsisten dalam perbuatan mereka, sesuai dengan yang mereka pertimbangkan. Jadi, kematangan seseorang denganmoralitas.Moralitasmenuntutwarga sertasecara salah) yang memperhatikan kepentingan orang- dalam pertimbangan moral (moral judgment maturity) bukan didasarkan atas konsep benar atau salah menurut peraturan melainkan menurut situasi atau pertimbangan dalam diri seseorang yang memperhatikan kepentingan orang lain. Sebagai contoh perilaku menyontek, menurut aturan menyontek itu tidak dibenarkan tapi di kalangan para siswa bahwa menyontek itu dibenarkan dengan alasan adanya persaingan untuk memperoleh keberhasilan akademis. Gibbs, Basinger, & Grime (2003) yang mengemukakan bahwa tindakan kematangan tanggung pertimbangan moral pada umumnya telah jawabseseorangsebagaianggotamasyarakat.Ini diturunkan dari teori perkembangan kognitif, berartimemenuhituntutan-tuntutan tertentumoral dan telah berevolusi dari wawancara klinis ke dasaryang berarti bahwatindakansecara moral tindakan yang lebih standar produksi dan dapat diterima, bahwa itu tidaktercela.” evaluasi.Para peneliti telah mengembangkan 136 langkah-langkah kematangan moral menggunakan dengan perkembangan pertimbangan adalah cluster random sampling yaitu pemilihan kognitif pendekatan sekelompok subjek dari populasi yang terdiri yang telah dari cluster-cluster (kelas-kelas)secara acakatau dikonseptualisasikan pertimbangan moral dalam random dengan diundi. hal urutan, dasar lintas budaya dilihat dari tahap ke tahap.Pengukuran moral judgment maturity dalam penelitian ini menggunakan Sociomoral Reflection Measure—Short Form (SRM-SF) dari Gibbs. Comunian (2002) mengungkapkan bahwa Sociomoral Reflection Measure—Short Form (SRM-SF) adalah ukuran produksi dari Pelaksanaan uji coba skala dilakukan di SMA Negeri 8 Surakarta pada tanggal 5 Maret 2013 di kelas dilakukan X-7 dan pada tanggal X-10.Penelitian 12-15Maret 2013 dengan sampel sebanyak 4 kelas yaitu X-5, X-6, X-8, dan X-9. Metode pertimbangan moral (moral judgment), tetapi pengumpulan data tidak didasarkan pada dilema moral. Sebaliknya, menggunakan alat ukur berupa skala psikologi berisi sebelas pertanyaan singkat yang dengan jenis skala Likert. Ada dua skala membahas tujuh nilai sosiomoral: kontrak (item psikologi yang digunakan, yaitu: 1, 2, 3), kebenaran (angka 4), afiliasi (item 5, 6), 1. Skala Perilaku Menyontek hidup (item 7, 8), properti (item 9) , hukum Perilaku menyontek adalah upaya yang (item 10), dan keadilan hukum (item 11). dilakukan seseorangdengan cara yang tidak fair Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara moral judgment maturity dengan perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 seperti dengan bertanya, memberi informasi, atau membuat catatan untuk mendapatkan keuntungan dalam rangka mencapai keberhasilan akademik. Surakarta. Skala perilaku menyontek dalam penelitian ini disusun berdasarkan bentukbentuk METODE PENELITIAN Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari 10 kelas perilaku menyontek menurut Hetherington and Feldman yang meliputi: Social Active, Individualistic-Opportunistic, Individual Planned, dan Social Passive. dengan jumlah siswa sebanyak 284 siswa. 2. Skala Moral Judgment Maturity. Jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian ada 4 kelas yang berjumlah 100 siswa dan sampel untuk uji coba ada 2 kelas yang berjumlah 46 siswa. Teknik pengambilan ` Moral judgment maturityadalah kematangan seseorang dalam pertimbangan moral yang bukan didasarkan atas konsep benar atau salah menurut peraturan melainkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini 137 menurut situasi atau pertimbangan dalam diri data pada variable perilaku menyontek dan seseorang. moral judgment maturity berdistribusi normal. Pengukuran moral judgment maturity pada penelitian skalaSociomoral ini dengan menggunakan Reflection Measure-Short Form (SRM-SF)dari Gibbs yang dimodifikasi dengan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. b. Uji Linearitas Pengujian linearitas dalam penelitian ini menggunakan Test for Linearity pada taraf signifikansi mempunyai HASIL- HASIL 0,05. Dua hubungan variabel yang dikatakan linear bila signifikansi pada kolom linearity kurang dari Penghitungan dalam analisis penelitian ini dilakukan program dengan Statistical bantuan Product komputer and Service 0,05 (Priyatno, 2010) dan signifikansi pada kolom Deviation from Linearity lebih dari 0,05 (Sarjono dan Julianita, 2011). Solution (SPSS) for Windows release versi Hasil uji linearitas hubungan antara 20.0. moral judgment maturity dengan perilaku 1. Uji Asumsi menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 a. Uji Normalitas Surakarta menunjukkan nilai Sig. pada kolom Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov Smirnov teknik Test One-Sample (ks-z) dengan menggunakan bantuan komputasi SPSS for Windows release versi 20.0.Uji normalitas sebaran dengan teknik One Kolmogorov Linearity sebesar 0,008 (p<0,05) dan nilai Sig. pada kolom Deviation from Linearity sebesar 0,247 (p>0,05). Berdasarkan keterangan hasil uji linearitas di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat linear. Smirnov Test (ks-z) ini dikatakan normal jika nilai signifikansi (Asymp. Sig 2-tailed) p > 0,05. 2. Uji Hipotesis Hasil analisis menunjukkan bahwa Uji normalitas pada variabel besarnya koefisien korelasi antara variabel PerilakuMenyontek diperoleh uji ks-z sebesar 0, moral judgment maturity dengan perilaku 492 dengan p 0,969> 0,05. Uji normalitas pada menyontekpada siswa kelas X SMA Negeri 8 variabel moral judgment maturity diperoleh uji Surakarta adalah sebesar -0,245 dengan nilai ks-z sebesar 1,005 dengan p 0,265> 0,05.Oleh Sig. 0,014 (p<0,05). Hal ini menunjukkan karena nilai signifikansi untuk seluruh variabel bahwa hipotesis penelitian diterima sehingga, lebih besar dari 0,05; dapat disimpulkan bahwa dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara moral judgment maturity 138 dengan perilaku menyontekpada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta, meskipun hubungan PEMBAHASAN tersebut dalam kategori rendah karena berada di rentang 0,20 ˗ 0,399. Berdasarkan hasil analisis data yang Sedangkan arah hubungan adalah negatif karena nilai r negatif, telah diketahui menunjukkan hipotesis yang berarti semakin tinggi moral judgment maturity diajukan diterima, yaitu terdapat hubungan yang maka perilaku menyontek semakin rendah signifikan antara moral judgment maturity begitu juga sebaliknya. dengan perilaku menyontekpada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Hubungan negatif 3. Peran moral judgment maturity terhadap antara kedua variabel menunjukkan terjadi perilaku menyontekpada siswa kelas X hubungan berkebalikan dimana semakin tinggi SMA Negeri 8 Surakarta tingkat moral judgment maturity maka tingkat Peran moral judgment maturity dengan perilaku menyontekpada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi, yaitu R2 (R Square). Angka ini akan diubah kedalam bentuk persen, untuk menunjukkan persentase perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat moral jugment maturity maka tingkat perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta semakin rendah. sumbangan pengaruh/peran variabel bebas Hasil penelitian ini mendukung pendapat terhadap variabel tergantung (Priyatno, 2012). Alhadza (2007), bahwa perilaku menyontek Nilai R2 diperoleh dengan menggunakan berkaitan dengan aspek moral karena dianggap perhitungan SPSS dan menghasilkan angka R2 sebagai perbuatan tercela dan dianggap oleh sebesar 0,060. Ini berarti peran moral judgment masyarakat umum sebagai perbuatan yang maturity dengan perilaku menyontekpada siswa mengarah kelas X SMA Negeri 8 Surakarta adalah Selanjutnya pendapat Menanti (2009) bahwa sebesar 6,0%. kematangan seseorang dalam pertimbangan 4. Analisis Deskriptif moral pada (moral indikasi judgment ketidakjujuran. maturity) bukan didasarkan atas konsep benar atau salah Hasil kategorisasi pada skala perilaku menurut peraturan melainkan menurut situasi menyontek dapat diketahui bahwa siswa kelas atau pertimbangan dalam diri seseorang yang X SMA Negeri 8 Surakarta memiliki tingkat memperhatikan perilaku menyontek yang sedang, yaitu sebesar Berdasarkan 79% dengan rerata empirik 75,66 serta tingkat Kohlberg (Hartanto,2012), perilaku menyontek moral judgment maturiy yang tinggi, yaitu lebih terkait dengan masalah pembentukan kode sebesar 86% dengan rerata empirik sebesar moral. 20,98. menyontek karena mereka mengganggap bahwa kepentingan teori Seseorang orang perkembangan melakukan lain. moral perilaku 139 cheating atau menyontek akan dimaafkan dan tidak tahu bahwa itu baik atau buruk, tetapi dianggap sebagai hal biasa, karena mereka penyontek berada pada kondisi yang menuntut dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi dirinya untuk menyontek. Dalam hubungannya agar dapat diterima di sekolah lanjutan yang dengan lebih tinggi. penyelenggaraan ujian, faktor kondisional antara lain mencakup materi ujian, Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik korelasi product moment Pearson dapat diketahui bahwa peran moral judgment maturity pengawasan ujian, instrumen evaluasi, cara penilaian, objektivitas, dan sikap atau cara penilai. terhadap perilaku menyontek padasiswa kelas X Hasil penelitian menunjukkan bahwa SMA Negeri 8 Surakarta adalah hanya sebesar moral judgment maturitypadasiswa kelas X 6% sedangkan 94% lainnya lebih banyak SMA Negeri 8 Surakarta berada dalam kategori dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor- tinggi faktor lain yang mempengaruhi dengan persentase sebesar 86%. perilaku Sedangkan sisanya sebesar 14% berada pada menyontek antara lain : rendahnya self efficacy, kategori sedang.Hal ini menunjukkan bahwa status ekonomi sosial, keinginan untuk moral judgment maturitypadasiswa kelas X mendapatkan nilai yang tinggi, pengaturan SMA Negeri 8 Surakarta secara umum waktu, tingkat kecerdasan, prokrastinasi, jenis tergolong tinggi.Artinya, siswa kelas X SMA kelamin, tuntutan orang tua, serta pengaruh dari Negeri 8 Surakarta telah memiliki pertimbangan teman sebaya (Hartanto, 2012). Hasil moral yang cukup matang terhadap baik sumbangan moral judgment maturity terhadap buruknya dalam mengambil keputusan untuk perilaku menyontek yang rendah yaitu sebesar bersikap.Sejalan 6% ini sejalan dengan teori dari Papalia, Olds, (2009) and Feldman (2009) bahwa kurang bahwa ada individu dengan pendapat pertimbangan dikembangkan Menanti moral agar setiap mencapai hubungan yang jelas antara penalaran moral dan perkembangan yang optimal, yaitu mencapai perilaku moral. Penalaran moral di sini hampir pertimbangan moral tingkat pascakonvensional. sama dengan pertimbangan moral judgment menyontek maturity), termasuk sedangkan perilaku (moral Pertimbangan moral yang mencapai tingkat perilaku pascakonvensional tersebut mempunyai peran yang sangat penting, yaitu individu akan mampu menyimpang dari nilai moral.Sumbangan yang mengambil terlalu kecil ini dikarenakan seringnya perilaku (keputusan keputusan-keputusan baik-buruk, benar-salah) moral yang menyontek terjadi karena faktor kondisional, memperhatikan kepentingan orang-orang lain seperti pendapat Arifin (2009) bahwa mereka secara luas, dan anak terhindar dari suatu yang melakukan praktek menyontek bukanlah keputusan moral berwawasan sernpit yang dapat karena naluri mereka telah tumpul dalam merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. membedakan bahwa menyontek itu salah atau Di samping untuk menghindari suatu keputusan benar, bukan pula karena nalar moral mereka moral yang dapat merugikan, individu akan 140 lebih konsisten dalam perbuatan mereka, sesuai menyimpang dengan yang mereka pertimbangkan. dari nilai moral, jadi disimpulkan, orang dengan tingkat Tingkat perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta dari hasil bisa moral judgment maturity yang tinggi belum tentu memiliki tingkat perilaku menyontek rendah. penelitian menunjukkan sekitar 21% subjek Hasil penelitian menunjukkan hubungan dalam kategori rendah, 79% subjek dalam negatif yang signifikan antara moral judgment kategori sedang, dan tidak ada subjek yang maturity dengan perilaku menyontek pada siswa masuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Dengan tingkat perilaku menyontek pada siswa kelas X demikian variabel moral judgment maturity SMA Negeri 8 Surakarta secara umum dapat digunakan sebagai prediktor atau variabel tergolong sedang. Tingkat perilaku menyontek bebas untuk memprediksikan perilaku yang tergolong sedang dan rendah ini bisa menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 dikarenakan tingkat moral judgment maturity Surakarta.Namun demikian, generalisasi dari pada siswa sekolah tersebut yang cenderung hasil-hasil penelitian ini terbatas pada populasi tinggi. Seperti pendapat Hartanto (2012) bahwa tempat penelitian dilakukan sehingga penerapan permasalahan menyontek dapat dikaitkan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan dengan tingkat perkembangan moral. Semakin karakteristik yang berbeda kiranya perlu tinggi tingkat perkembangan moral (moral dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan judgment) seseorang maka kecenderungan atau menambah variabel-variabel lain yang berperilaku menyontek akan semakin rendah. Hasil penelitian yang menunjukkan tingkat moral judgment maturity yang tinggi belum disertakan dalam penelitian ini ataupun menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian. dan perilaku menyontek yang sedang pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta bukan PENUTUP tingkat moral judgment maturity yang tinggi dan perilaku menyontek yang rendah, sejalan 1. Kesimpulan dengan pendapat Papalia, Olds, and Feldman a. Ada hubungan negatif yang signifikan (2009) bahwa kurang ada hubungan yang jelas antara moral judgment maturity dengan antara perilaku menyontekpada siswa kelas X penalaran moral.Orang moral pada dan tingkat perilaku reasoning postconventional(moral judgment maturity yang SMA Negeri 8 Surakarta. b. Sumbangan efektif moral judgment tinggi) tidak selalu berperilaku lebih bermoral maturity dibandingkan lebih menyontekpada siswa kelas X SMA perilaku Negeri 8 Surakarta adalah sebesar 6% rendah.Terkait menyontek dengan dengan merupakan tingkatannya hal ini, perilaku terhadap perilaku yang 141 yang ditunjukkan oleh nilai R square Bagi sebesar 0,060. mengadakan penelitian dengan tema c. Tingkat moral judgment maturity pada peneliti yang lain sama, yang diharapkan ingin lebih siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta memperluas tinjauan teoritis yang belum secara umum tergolong tinggi. Hal ini terdapat dalam penelitian ini. Selain itu terlihat dari hasil analisis deskriptif diharapkan dapat memperluas populasi dengan jenjang kategori tinggi sebesar dan memperbanyak sampel sehingga 81%. lingkup penelitian d. Tingkat perilaku menyontek pada siswa menjadi lebih luas serta mencapai kelas X SMA Negeri 8 Surakarta secara proporsi umum memperhatikan faktor-faktor lain yang tergolong sedang yang yang dan generalisasi seimbang intensi dengan ditunjukkan oleh hasil analisis deskriptif mempengaruhi perilaku dengan jenjang kategori sedang sebesar menyontek selain dari moral judgment 79%. maturity. 2. Saran a. Bagi siswa DAFTAR PUSTAKA Siswa diharapkan dapat membedakan Alhadza, Abdullah. 2007. Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan. Online (http://www.depdiknas.go.id, diakses 22 dirinya sehingga tidak melakukan September 2012). perilaku yang merugikan diri sendiri perilaku yang baik dan buruk bagi maupun orang lain. b. Bagi sekolah Ali, M. & Asrori, M. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Berkaitan dengan pelaksanaan ujian, sekolah diharapkan membuat sistem Arifin, Sujinal. 2009. Menyontek: Penyebab dan Penanggulangannya. Tersedia di ujiandan menggunakan bentuk soal yang http://sujinalarifin.wordpress.com diakses tanggal 22 September 2012. meminimalisir intensi menyontek, misalnya dengan mengatur jarak antar siswa dan membuat soal ujian yang Bertens, K. 1993. Etik : Seri Filsafat Atma Jaya No. 15. Jakarta: Gramedia. berbeda-beda antar kelas. Sejak kelas X,sekolah diharapkan menanamkan Cholila, Nur. 2011. Hubungan antara konsep diri dengan perilaku menyontek pada pemahaman pada siswa bahwa siswa SMP Satya Dharma Desa Balung menyontekmerupakan suatu bentuk Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember.Skripsi (tidak diterbitkan). ketidakjujuran yang dapat berdampak Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim. pada aspekkehidupan lain. c. Bagi peneliti lain Comunian, Anna L. 2002. Moral Judgment Development and Kindness: As 142 Awareness of the Worth of Self in Marul. 2008. Remaja AS, Sering Berbohong Different Cultural Contexts. SelfMengutil Dan Nyontek. Concept Research: Driving http://realitylife11.blogspot.com/ International Research Agendas.Italia: diakses pada tanggal 02 September University of Padua. 2012. Djamara, S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Menanti, Asih. 2009. Pertimbangan Moral Rineka Cipta. Siswa SMAyangBerasal dari Suku Bangsa Melayu diKabupaten Langkat Sumatra Utara. Forum Kependidikan, Duska, Ronald F.& Whelan Mariellan. 1982. Volume 29 Nomor 1, September 2009. Moral Development : A Guide to Piaget and Kohlberg. New York : Paulist Press. Muslimin. 2004. Hubungan Masyarakat dan Konsep Kepribadian. Cambridge, Mass: UMM Press. Gibbs, Basinger, and Grime. 2003. Moral Judgment Maturity: From Clinical to Standard Measures. In Shane J. Lopez Papalia, Olds, and Feldman. 2009. Human and C.R. Snyder (Eds.), Positive Development Edisi 10 Buku 2. Jakarta: Psychological Assessment: A Handbook Salemba Humanika. of Models and Measures. Washington, DC : American Psychological. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Haryono, W., Hardjanta, G., dan Eriyani ,P. Mediakom. 2001. Perilaku Menyontek Ditinjau dari Persepsi terhadap Intensitas Kompetisi dalam Kelas dan Kebutuhan Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data Statistika dengan SPSS. Yogyakarta: Berprestasi. Psikodimensia. Kajian Andi. Imiah Psikologi, 2, 1, 10-16. Hartanto, Dody. 2012. Bimbingan & Konseling: Pudjijogyanti, Clara R. 1993. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta : Arcan. Menyontek Mengungkap Akar Masalah dan Solusinya. Jakarta: Indeks Sarjono, H., dan Julianita. 2011. SPSS vs LISREL. Jakarta: Salemba 4. Hedstrands, Nils. 2007. Maturity as a Guide to Morals. München: Digitaldruckzentrum. Suharnan. 2005. Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Suparno, H. 2000. Budaya Komunikasi yang Sepanjang Rentang Kehidupan). Terungkap dalam Wacana Bahasa Jakarta: Erlangga. Indonesia. Malang : Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri. Kohlberg, Lawrence. 1981. The Meaning and Measurement of moral Development. Massachusetts. Clark University Press. 143