Jurnal Candrajiwa Des - Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa

advertisement
Hubungan antara Moral Judgment Maturitydengan Perilaku Menyontek
pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta
The Relationship between Moral Judgment Maturitywith Academic Dishonesty Behavior
of Class X in SMA Negeri 8 Surakarta
Tri Maria Veronikha K, Munawir Yusuf, Machmuroch
Program Studi Psikologi FakultasKedokteran
UniversitasSebelasMaret
ABSTRAK
Kecurangan dalam dunia pendidikan dengan cara menyontek sering kali dilakukan oleh siswa ketika
mengerjakan tugas-tugas di sekolah baik tugas harian maupun ujian. Perilaku menyontek berkaitan dengan aspek
moral karena dianggap sebagai perbuatan yang mengarah pada indikasi ketidakjujuran.Kematangan
pertimbangan moral (moral judgment maturity) merupakan bagian dari perkembangan individu yang harus
dioptimalkan.Moral judgment maturity yang optimal akan membuat individu mampu mengambil keputusankeputusan moral yang memperhatikan kepentingan orang-orang lain secara luas dan terhindar dari suatu
keputusan moral berwawasan sernpit yang dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang lain. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara moral judgment maturity dengan perilaku menyontek pada siswa
kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara moral judgment maturity
dengan perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Populasi penelitian ini adalah siswa kelas
X SMA Negeri 8 Surakarta dengan sampel penelitian berjumlah 100 siswa yang diambil dengan teknik cluster
random sampling.Pengumpulan data menggunakan dua skala, yaitu skala perilaku menyontek dengan koefisien
reliabilitas sebesar 0,900 dan skala Sociomoral Reflection Measure—Short Form(SRM-SF) dengan koefisien
reliabilitas sebesar 0,656. Teknik analisis data menggunakan analisis korelasi product moment, dengan bantuan
komputer program SPSS for Windows release versi 20.0.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,245; p = 0,014 (p < 0,05).
Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang negatif yang signifikan antara moral judgment maturity dengan
perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta. Peranan atau sumbangan efektif moral judgment
maturity dengan perilaku menyontek = 6%, ditunjukkan oleh nilai Rsquare =0,060. Subjek dalam penelitian ini pada
umumnya memiliki tingkat moral judgment maturity yang tinggi ditunjukkan oleh persentase sebesar 86%, dan
mempunyai tingkat perilaku menyontek yang sedang ditunjukkan dengan persentase sebesar 79%.
Kata kunci:moral judgment maturity, perilaku menyontek
cara melihat catatan atau melihat pekerjaan
PENDAHULUAN
Menyontek merupakan salah satu bentuk
praktek
perbuatan
curang
dalam
dunia
pendidikan. Menurut Wikipedia, menyontek
atau cheating merupakan tindakan bohong,
curang, penipuan guna memperoleh keuntungan
teretentu dengan mengorbankan kepentingan
orang lain., yang biasanya dilakukan oleh
seorang atau sekelompok siswa/mahasiswa pada
orang lain atau pada saat memenuhi tugas
pembuatan makalah (skripsi) dengan cara
menjiplak karya orang lain dengan tanpa
mencantumkan
menyatakan
sumbernya.Hurlock
bahwa
kebanyakan
(1999)
siswa
di
sekolah menengah banyak melakukan kegiatan
menyontek dalam menyelesaikan tugas-tugas
dan soal tes.
saat menghadapi ujian (tes), misalnya dengan
131
Penelitian Love & Simmons, Cizek, Eric Card on the Ethics of American Youth",
M.
Anderman
dan
Tamera
B.
Murdock organisasi yang berpusat di Los Angeles
membuktikan bahwa perilaku menyontek terjadi tersebut, menyatakan jawaban para remaja itu
di hampir semua siswa di semua tingkatan usia. atas pertanyaan mengenai berbohong, mencuri
Laporan lain yang dimunculkan dalam berita di dan menyontek, mengungkapkan kebiasaan
Amerika (ABCNews Prooduction tahun 2004) mengenai ketidakjujuran yang menjadi akar
menyatakan
bahwa
perilaku
menyontek angkatan kerja masa depan. "Menyontek di
meningkat proporsinya. Semakin banyak studi sekolah terus merebak dan bertambah parah,"
yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan kata studi tersebut.Di antara mereka yang
yang
besar
dalam
perilaku
menyontek ditanyai,
64%
mengatakan
mereka
telah
siswa.Sebagai contoh, Erickson dan Smith menyontek dalam tes, dibandingkan dengan
menemukan bahwa 43% siswa menyontek 60% pada 2006.Dan 38% menyatakan mereka
ketika ada kesempatan. Sementara Whitley telah melakukannya dua kali atau lebih. Kendati
melaporkan
bahwa
70,4%
siswa
pernah tak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok
melakukan kegiatan menyontek. Laporan lain dalam masalah menyontek saat ujian, siswa dari
dalam
penelitian
Anderman
dan
Midgley sekolah independen nonagama memiliki angka
menyatakan bahwa perilaku menyontek dapat menyontek paling rendah, 47%, dibandingkan
ditemukan pada siswa yang sedang mengalami dengan 63% siswa yang belajar di sekolah
masa transisi dari sekolah menengah pertama ke agama. (Marul, 2008)
sekolah menengah atas. Studi yang dilakukan
Brandes di California pada 1.037 siswakelas
enam di 45 sekolah dasar dan 2.265 siswa
sekolah menengah di 105 sekolah menengah
atas ditemukan bahwa siswa sekolah menengah
atas lebih suka menyontek dibandingkan siswa
sekolah dasar. (Hartanto, 2012)
Perilaku menyontek yang dilakukan
siswa
biasanya
dikarenakan
beberapa
alasan.Menurut Haryono dkk (2001), pelajar
menyontek
karena
malas
belajar,
takut
mengalami kegagalan, karena tuntutan orang tua
untuk
memperoleh
nilai
yang
baik
atau
peringkat kelas yang baik. Dorongan untuk
Suatu studi menunjukkan bahwa remaja menyontek akan semakin kuat apabila pendidik
Amerika Serikat ternyata berada pada "tingkat membangkitkan suasana kompetisi antar pelajar.
yang tidak diduga-duga" dalam hal berbohong, Pelajar yang merasakan tingkat kompetisi yang
mencuri dan menyontek. Hasil penelitian atas kuat
akan
hampir 30.000 siswa sekolah menengah itu Sementara
terdorong
itu
menurut
untuk
menyontek.
Djamara
(2002),
merupakan sesuatu yang pertanda jelek bagi perilaku menyontek disebabkan oleh belum
mereka saat menjadi orang tua, jenderal, adanya kesadaran akan pentingnya tugas yang
wartawan, staf eksekutif perusahaan, polisi dan diberikan pada dirinya tentang pentingnya tugas
politikus generasi mendatang, ungkap lembaga dan menerimanya sebagai tantangan yang baik,
nirlaba Josephson Institute. Dalam "2008 Report sehingga
tidak
mau
bekerja
keras
132
mempertaruhkan
harga
dirinya
demi
Pembentukan kode moral seseorang
keberhasilan belajarnya. Kecenderungan siswa akan berpengaruh pada proses pengambilan
yang demikian memang harus dihilangkan keputusan moral seseorang. Keputusan moral
dengan menanamkan sikap yang kondusif dan (moral decision) adalah pertimbangan tentang
kreatif, lingkungan kelas dengan suasana yang nilai-nilai etis yang menyangkut orang lain
jujur sangat mendukung lahirnya sikap belajar (Suharnan, 2005). Pembentukan kode moral
yang positif bagi anak didik, tidak ada celah yang baik akan memberikan keputusan moral
bagi siswa untuk berbuat curang.
Menurut
menyontek
Suparno
yang baik pula. Baik buruk seseorang dalam
(2000),
yang menjadi
perilaku
kebiasaan
akan
berakibat negatif bagi diri sendiri maupun
mengambil keputusan tentunya berdasarkan
pertimbangan moral (moral judgment) pada diri
seseorang.
dalam skala yang lebih luas. Pelajar yang sering
menyontek
akan
terbiasa
Kematangan
seseorang
dalam
menggantungkan pertimbangan moral (moral judgment maturity)
pencapaian hasil belajarnya kepada orang lain merupakan salah satu aspek afektif yang
atau
sarana
kemampuannya
tertentu
dan
sendiri.
bukan
Selain
itu
kepada mempengaruhi pendekatan siswa dalam proses
sikap belajar,
karena
masyarakat yang acuh tak acuh terhadap memandang
kecurangan-kecurangan kecil yang dilakukan seluruh
cara
bagaimana
dirinya
perilakunya.
akan
Banyak
sejak dini seperti menyontek merupakan akar menunjukan bahwa prestasi
dari
permasalahan
besar.Alhadza
moral
(2007)
perilaku menyontek
yang
menyatakan
individu
mempengaruhi
bukti
yang
yang rendah,
lebih motivasi belajar yang rendah serta perilakubahwa perilaku yang menyimpang di kelas disebabkan
berkaitan dengan aspek oleh persepsi dan sikap negatif terhadap dirinya
moral karena dianggap sebagai perbuatan sendiri
(Pudjijogyanti,
1993).Berdasarkan
tercela dan dianggap oleh masyarakat umum penelitian yang dilakukan, menyebutkan bahwa
sebagai perbuatan yang mengarah pada indikasi terdapat hubungan yang signifikan antara gejala
ketidakjujuran.
Berdasarkan
teori pencapaian prestasi yang kurang dengan tingkat
perkembangan moral Kohlberg dalam Hartanto kematangan seseorang dalam pertimbangan
(2012), perilaku menyontek lebih terkait dengan moral (moral judgment maturity) siswa yang
masalah pembentukan kode moral. Seseorang rendah
dan
kematangan
seseorang
dalam
melakukan perilaku menyontek karena mereka pertimbangan moral (moral judgment maturity)
mengganggap bahwa cheating atau menyontek yang tinggi secara signifikan berhubungan
akan dimaafkan dan dianggap sebagai hal biasa, dengan pencapaian prestasi lebih.
karena mereka dituntut untuk mendapatkan nilai
yang tinggi agar dapat diterima di sekolah
lanjutan yang lebih tinggi
Kematangan
seseorang
dalam
pertimbangan moral (moral judgment maturity)
merupakan salah satu kondisi yang diyakini
133
banyak peneliti yang mengakibatkan perilaku menyontek
adalah
upaya
yang
dilakukan
menyontek terjadi.Seperti pendapat Hartanto seseorang untuk mendapatkan keberhasilan
(2012), bahwa permasalahan menyontek dapat dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur).
dikaitkan
dengan
tingkat
perkembangan Ehrlich,
Flexner,
moral.Perilaku seseorang berawal dari hakikat menjelaskan
Carruth,
bahwa
&
Hawkins
menyontek
adalah
kepribadian individu yang unik, salah satunya melakukan ketidakjujuran atau tidak fair dalam
terbentuk dari kematangan moral yang dimiliki rangka memenangkan atau meraih keuntungan.
oleh seseorang ternyata dapat menjadi satu Sementara Cizek menyatakan bahwa perilaku
faktor yang ikut menentukan sikapnya terhadap menyontek digolongkan ke dalam tiga kategori,
tingkah laku menyontek.
yaitu:
Penelitian ini akan dilakukan di salah
satu sekolah menengah di Surakarta yaitu SMA
Negeri 8 Surakarta. Berdasarkan uraian di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah
apakah
moraljudgment
terdapat
hubungan
maturity
dengan
antara
perilaku
menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8
Surakarta.
(1)
memberikan,
mengambil,
atau
menerima informasi; (2) menggunakan materi
yang dilarang atau membuat catatan yang
dikenal dengan ngepek; dan (3) memanfaatkan
kelemahan seseorang, prosedur, atau proses
untuk mendapatkan keuntungan dalam tugas
akademik. (Hartanto, 2012)
Berdasarkan uraian di atas, pengertian
perilaku
menyontek
adalah
upaya
yang
dilakukan seseorangdengan cara yang tidak fair
seperti dengan bertanya, memberi informasi,
DASAR TEORI
atau membuat catatan untuk mendapatkan
keuntungan
1. Perilaku Menyontek
dalam
rangka
mencapai
perilaku
menyontek
keberhasilan akademik.
Menyontek
atau
menjiplak
adalah
mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan,
pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
Menurut pendapat Bower dalam Cholila (2011)
yang mengatakan cheating adalah perbuatan
Bentuk-bentuk
menurut Hetherington and Feldman (Hartanto,
2012), secara mudah dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
yang menggunakan cara-cara yang tidak sah a. Social Active
untuk
tujuan
mendapatkan
yang
sah/terhormat
keberhasilan
akademis
yaitu
atau
menghindari kegagalan akademis.
Menurut
Dellington
mendefinisikan
“Cheating is attempt an individuas makes to
1) Melihat jawaban teman yang lain ketika
ujian berlangsung
2) Meminta jawaban kepada teman yang
lain ketika ujian sedang berlangsung
b. Individualistic-Opportunistic
attain success by unfair methods.” yang berarti,
134
1) Menggunakan HP atau alat elektronik kaitannya dengan kehidupan sosial secara
lain yang dilarang ketika ujian sedang harmonis, adil, dan seimbang.
berlangsung
2) Mempersiapkan catatan untuk digunakan
saat ujian akan berlangsung
3) Melihat dan menyalin sebagian atau
seluruh hasil kerja teman yang lain pada
saat tes
1) Mengganti jawaban ketika guru keluar
kelas
2) Membuka buku teks ketika ujian sedang
berlangsung
kelengahan/kelemahan
guru dalam ketika menyontek
Muslimin
(2004)
menjelaskan bahwa menurut teori penalaran
moral, moralitas terkait dengan jawaban atas
pertanyaan mengapa dan bagaimana orang
sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap
dipandang
1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban
pertentangan
(konflik)
mengenai hal yang baik disatu pihak dan hal
yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik
tersebut mencerminkan keadaan yang harus
diselesaikan antara dua kepentingan, yakni
kepentingan diri dan orang lain, atau dapat pula
kewajiban.
Menurut Kohlberg (1981) penalaran
ketika ujian berlangsung
orang
sebagai
dikatakan keadaan konflik antara hak dan
d. Social Passive
2) Membiarkan
dalam
baik dan buruk. Moralitas pada dasarnya
c. Individual Planned
3) Memanfaatkan
Setiono
lain
menyalin moral adalah suatu pemikiran tentang masalah
pekerjaannya
moral. Pemikiran itu merupakan prinsip yang
3) Memberi jawaban tes pada teman pada dipakai dalam menilai dan melakukan suatu
saat tes belangsung.
tindakan dalam situasi moral. Penalaran moral
dipandang sebagai suatu struktur bukan isi. Jika
2. Moral Judgment Maturity
penalaran moral dilihat sebagai isi, maka
Kata moral berasal dari bahasa Latin sesuatu dikatakan baik atau buruk akan sangat
mos (jamak mores) yang berarti kebiasaan, adat tergantung pada lingkungan sosial budaya
(Bertens, 1993). Shaffer dalam Ali & Asrori tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relatif.
(2008) mengemukakan bahwa moral pada Tetapi jika penalaran moral dilihat sebagai
dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang struktur, maka apa yang baik dan buruk terkait
berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. dengan prinsip filosofis moralitas, sehingga
Sementara menurut Rogers dalam Ali & Asrori penalaran moral bersifat universal.
(2008) bahwa moral merupakan standar baikburuk yang ditentukan bagi individu oleh nilainilai sosial budaya dimana individu sebagai
anggota sosial. Moralitas merupakan aspek
kepribadian yang diperlukan seseorang dalam
Penalaran moral inilah yang menjadi
indikator dari tingkatan atau tahap kematangan
moral.
Memperhatikan
penalaran
mengapa
suatu tindakan salah, akan lebih memberi
penjelasan dari pada memperhatikan perilaku
135
seseorang
atau
bahkan
mendengar
Menurut Menanti (2009), moral dapat
pernyataannya bahwa sesuatu itu salah (Duska dikaji dari sudut pertimbangan moral (moral
dan Whelan, 1982). Berdasarkan uraian teori di judgment). Pertimbangan moral setiap individu
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dikembangkan agar mencapai perkembangan
penalaran moral adalah kemampuan (konsep yang optimal, yaitu mencapai pertimbangan
dasar) seseorang untuk dapat memutuskan moral tingkat pascakonvensional.Pertimbangan
masalah sosial-moral dalam situasi kompleks moral yang mencapai tingkat pascakonvensional
dengan melakukan penilaian terlebih dahulu tersebut rnempunyai peran sangat penting, yaitu
terhadap nilai dan sosial mengenai tindakan apa individu akan mampu mengambil keputusanyang akan dilakukannya.
keputusan moral (keputusan baik-buruk, benar-
Kematangan moral seseorang (moral
maturity) memberikan kapasitas kepada semua
orang
untuk
berpikir
lebih
luas
dengan
mempertimbangkan aspek moral.Seperti yang
disampaikan oleh Hedstrands (2007) dalam
Maturity as a Guide to Morals bahwa
“Kematangan
memberikankemampuanuntuk
hidupsesuai
negara yang baik, yang berartibertindakdengan
cara-carayangberguna untukorang lain, baik
secara langsungmaupun tidak langsung, dan
iniberarti mendukungkebaikansemua orang lain,
secara langsung, dalam situasiyang sebenarnya,
tidak
langsung,
dengan
memberikanorang
laindengankemungkinanindividupemenuhan
diridengan
mendukungstabilitas
danpermanenmasyarakatdemisemua
anggotanya.
peranseseorangdalam
berartimengambil
Iniberartimemenuhi
masyarakat,
orang lain secara luas, dan anak terhindar dari
suatu keputusan moral berwawasan sempit yang
dapat merugikan diri mereka sendiri dan orang
lain. Di samping untuk menghindari suatu
keputusan
moral
yang
dapat
merugikan,
individu akan lebih konsisten dalam perbuatan
mereka,
sesuai
dengan
yang
mereka
pertimbangkan. Jadi, kematangan seseorang
denganmoralitas.Moralitasmenuntutwarga
sertasecara
salah) yang memperhatikan kepentingan orang-
dalam pertimbangan moral (moral judgment
maturity) bukan didasarkan atas konsep benar
atau
salah
menurut
peraturan
melainkan
menurut situasi atau pertimbangan dalam diri
seseorang yang memperhatikan kepentingan
orang lain. Sebagai contoh perilaku menyontek,
menurut aturan menyontek itu tidak dibenarkan
tapi di kalangan para siswa bahwa menyontek
itu dibenarkan dengan alasan adanya persaingan
untuk memperoleh keberhasilan akademis.
Gibbs,
Basinger,
&
Grime
(2003)
yang mengemukakan bahwa tindakan kematangan
tanggung pertimbangan moral pada umumnya telah
jawabseseorangsebagaianggotamasyarakat.Ini
diturunkan dari teori perkembangan kognitif,
berartimemenuhituntutan-tuntutan tertentumoral dan telah berevolusi dari wawancara klinis ke
dasaryang berarti bahwatindakansecara moral tindakan yang lebih standar produksi dan
dapat diterima, bahwa itu tidaktercela.”
evaluasi.Para peneliti telah mengembangkan
136
langkah-langkah
kematangan
moral
menggunakan
dengan
perkembangan
pertimbangan adalah cluster random sampling yaitu pemilihan
kognitif
pendekatan sekelompok subjek dari populasi yang terdiri
yang
telah dari cluster-cluster (kelas-kelas)secara acakatau
dikonseptualisasikan pertimbangan moral dalam random dengan diundi.
hal urutan, dasar lintas budaya dilihat dari tahap
ke tahap.Pengukuran moral judgment maturity
dalam penelitian ini menggunakan Sociomoral
Reflection Measure—Short Form (SRM-SF)
dari Gibbs. Comunian (2002) mengungkapkan
bahwa Sociomoral Reflection Measure—Short
Form (SRM-SF) adalah ukuran produksi dari
Pelaksanaan uji coba skala dilakukan di
SMA Negeri 8 Surakarta pada tanggal 5 Maret
2013
di
kelas
dilakukan
X-7
dan
pada tanggal
X-10.Penelitian
12-15Maret
2013
dengan sampel sebanyak 4 kelas yaitu X-5, X-6,
X-8, dan X-9.
Metode
pertimbangan moral (moral judgment), tetapi
pengumpulan
data
tidak didasarkan pada dilema moral. Sebaliknya, menggunakan alat ukur berupa skala psikologi
berisi
sebelas
pertanyaan
singkat
yang dengan jenis skala Likert. Ada dua skala
membahas tujuh nilai sosiomoral: kontrak (item psikologi yang digunakan, yaitu:
1, 2, 3), kebenaran (angka 4), afiliasi (item 5, 6),
1. Skala Perilaku Menyontek
hidup (item 7, 8), properti (item 9) , hukum
Perilaku menyontek adalah upaya yang
(item 10), dan keadilan hukum (item 11).
dilakukan seseorangdengan cara yang tidak fair
Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan
antara moral judgment maturity dengan perilaku
menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8
seperti dengan bertanya, memberi informasi,
atau membuat catatan untuk mendapatkan
keuntungan
dalam
rangka
mencapai
keberhasilan akademik.
Surakarta.
Skala
perilaku
menyontek
dalam
penelitian ini disusun berdasarkan bentukbentuk
METODE PENELITIAN
Populasi
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA
Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari 10 kelas
perilaku
menyontek
menurut
Hetherington and Feldman yang meliputi:
Social
Active,
Individualistic-Opportunistic,
Individual Planned, dan Social Passive.
dengan jumlah siswa sebanyak 284 siswa. 2. Skala Moral Judgment Maturity.
Jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian
ada 4 kelas yang berjumlah 100 siswa dan
sampel untuk uji coba ada 2 kelas yang
berjumlah 46 siswa. Teknik pengambilan
`
Moral
judgment
maturityadalah
kematangan seseorang dalam pertimbangan
moral yang bukan didasarkan atas konsep benar
atau
salah
menurut
peraturan
melainkan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
137
menurut situasi atau pertimbangan dalam diri data pada variable perilaku menyontek dan
seseorang.
moral judgment maturity berdistribusi normal.
Pengukuran moral judgment maturity
pada
penelitian
skalaSociomoral
ini
dengan
menggunakan
Reflection
Measure-Short
Form (SRM-SF)dari Gibbs yang dimodifikasi
dengan
diterjemahkan
ke
dalam
Bahasa
Indonesia.
b. Uji Linearitas
Pengujian linearitas dalam penelitian ini
menggunakan Test for Linearity pada taraf
signifikansi
mempunyai
HASIL- HASIL
0,05.
Dua
hubungan
variabel
yang
dikatakan
linear
bila
signifikansi pada kolom linearity kurang dari
Penghitungan dalam analisis penelitian
ini
dilakukan
program
dengan
Statistical
bantuan
Product
komputer
and
Service
0,05 (Priyatno, 2010) dan signifikansi pada
kolom Deviation from Linearity lebih dari 0,05
(Sarjono dan Julianita, 2011).
Solution (SPSS) for Windows release versi
Hasil uji linearitas hubungan antara
20.0.
moral judgment maturity dengan perilaku
1. Uji Asumsi
menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8
a. Uji Normalitas
Surakarta menunjukkan nilai Sig. pada kolom
Pengujian normalitas dalam penelitian
ini
menggunakan
Kolmogorov
Smirnov
teknik
Test
One-Sample
(ks-z)
dengan
menggunakan bantuan komputasi SPSS for
Windows release versi 20.0.Uji normalitas
sebaran
dengan
teknik
One
Kolmogorov
Linearity sebesar 0,008 (p<0,05) dan nilai Sig.
pada kolom Deviation from Linearity sebesar
0,247 (p>0,05). Berdasarkan keterangan hasil
uji linearitas di atas, dapat diketahui bahwa
hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung bersifat linear.
Smirnov Test (ks-z) ini dikatakan normal jika
nilai signifikansi (Asymp. Sig 2-tailed) p > 0,05. 2. Uji Hipotesis
Hasil analisis menunjukkan bahwa
Uji
normalitas
pada
variabel
besarnya koefisien korelasi antara variabel
PerilakuMenyontek diperoleh uji ks-z sebesar 0,
moral judgment maturity dengan perilaku
492 dengan p 0,969> 0,05. Uji normalitas pada
menyontekpada siswa kelas X SMA Negeri 8
variabel moral judgment maturity diperoleh uji
Surakarta adalah sebesar -0,245 dengan nilai
ks-z sebesar 1,005 dengan p 0,265> 0,05.Oleh
Sig. 0,014 (p<0,05). Hal ini menunjukkan
karena nilai signifikansi untuk seluruh variabel
bahwa hipotesis penelitian diterima sehingga,
lebih besar dari 0,05; dapat disimpulkan bahwa
dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara moral judgment maturity
138
dengan perilaku menyontekpada siswa kelas X
SMA Negeri 8 Surakarta, meskipun hubungan
PEMBAHASAN
tersebut dalam kategori rendah karena berada di
rentang 0,20 ˗ 0,399.
Berdasarkan hasil analisis data yang
Sedangkan arah
hubungan adalah negatif karena nilai r negatif, telah diketahui menunjukkan hipotesis yang
berarti semakin tinggi moral judgment maturity diajukan diterima, yaitu terdapat hubungan yang
maka perilaku menyontek semakin rendah signifikan antara moral judgment maturity
begitu juga sebaliknya.
dengan perilaku menyontekpada siswa kelas X
SMA Negeri 8 Surakarta.Hubungan negatif
3. Peran moral judgment maturity terhadap
antara kedua variabel menunjukkan terjadi
perilaku menyontekpada siswa kelas X
hubungan berkebalikan dimana semakin tinggi
SMA Negeri 8 Surakarta
tingkat moral judgment maturity maka tingkat
Peran moral judgment maturity dengan
perilaku menyontekpada siswa kelas X SMA
Negeri 8 Surakarta dapat diketahui dengan
melihat koefisien determinasi, yaitu R2 (R
Square). Angka ini akan diubah kedalam
bentuk persen, untuk menunjukkan persentase
perilaku menyontek pada siswa kelas X SMA
Negeri 8 Surakarta.Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah tingkat moral jugment maturity
maka tingkat perilaku menyontek pada siswa
kelas X SMA Negeri 8 Surakarta semakin
rendah.
sumbangan pengaruh/peran variabel bebas
Hasil penelitian ini mendukung pendapat
terhadap variabel tergantung (Priyatno, 2012).
Alhadza (2007), bahwa perilaku menyontek
Nilai R2 diperoleh dengan menggunakan
berkaitan dengan aspek moral karena dianggap
perhitungan SPSS dan menghasilkan angka R2
sebagai perbuatan tercela dan dianggap oleh
sebesar 0,060. Ini berarti peran moral judgment
masyarakat umum sebagai perbuatan yang
maturity dengan perilaku menyontekpada siswa
mengarah
kelas X SMA Negeri 8 Surakarta adalah
Selanjutnya pendapat Menanti (2009) bahwa
sebesar 6,0%.
kematangan seseorang dalam pertimbangan
4. Analisis Deskriptif
moral
pada
(moral
indikasi
judgment
ketidakjujuran.
maturity)
bukan
didasarkan atas konsep benar atau salah
Hasil kategorisasi pada skala perilaku
menurut peraturan melainkan menurut situasi
menyontek dapat diketahui bahwa siswa kelas
atau pertimbangan dalam diri seseorang yang
X SMA Negeri 8 Surakarta memiliki tingkat
memperhatikan
perilaku menyontek yang sedang, yaitu sebesar
Berdasarkan
79% dengan rerata empirik 75,66 serta tingkat
Kohlberg (Hartanto,2012), perilaku menyontek
moral judgment maturiy yang tinggi, yaitu
lebih terkait dengan masalah pembentukan kode
sebesar 86% dengan rerata empirik sebesar
moral.
20,98.
menyontek karena mereka mengganggap bahwa
kepentingan
teori
Seseorang
orang
perkembangan
melakukan
lain.
moral
perilaku
139
cheating atau menyontek akan dimaafkan dan tidak tahu bahwa itu baik atau buruk, tetapi
dianggap sebagai hal biasa, karena mereka penyontek berada pada kondisi yang menuntut
dituntut untuk mendapatkan nilai yang tinggi dirinya untuk menyontek. Dalam hubungannya
agar dapat diterima di sekolah lanjutan yang dengan
lebih tinggi.
penyelenggaraan
ujian,
faktor
kondisional antara lain mencakup materi ujian,
Berdasarkan hasil analisis menggunakan
teknik korelasi product moment Pearson dapat
diketahui bahwa peran moral judgment maturity
pengawasan ujian, instrumen evaluasi, cara
penilaian, objektivitas, dan sikap atau cara
penilai.
terhadap perilaku menyontek padasiswa kelas X
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
SMA Negeri 8 Surakarta adalah hanya sebesar moral judgment maturitypadasiswa kelas X
6% sedangkan 94% lainnya lebih banyak SMA Negeri 8 Surakarta berada dalam kategori
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor- tinggi
faktor
lain
yang
mempengaruhi
dengan
persentase
sebesar
86%.
perilaku Sedangkan sisanya sebesar 14% berada pada
menyontek antara lain : rendahnya self efficacy, kategori sedang.Hal ini menunjukkan bahwa
status
ekonomi
sosial,
keinginan
untuk moral judgment maturitypadasiswa kelas X
mendapatkan nilai yang tinggi, pengaturan SMA
Negeri
8
Surakarta
secara
umum
waktu, tingkat kecerdasan, prokrastinasi, jenis tergolong tinggi.Artinya, siswa kelas X SMA
kelamin, tuntutan orang tua, serta pengaruh dari Negeri 8 Surakarta telah memiliki pertimbangan
teman
sebaya
(Hartanto,
2012).
Hasil moral yang cukup matang terhadap baik
sumbangan moral judgment maturity terhadap buruknya dalam mengambil keputusan untuk
perilaku menyontek yang rendah yaitu sebesar bersikap.Sejalan
6% ini sejalan dengan teori dari Papalia, Olds, (2009)
and
Feldman
(2009)
bahwa
kurang
bahwa
ada individu
dengan
pendapat
pertimbangan
dikembangkan
Menanti
moral
agar
setiap
mencapai
hubungan yang jelas antara penalaran moral dan perkembangan yang optimal, yaitu mencapai
perilaku moral. Penalaran moral di sini hampir pertimbangan moral tingkat pascakonvensional.
sama dengan pertimbangan moral
judgment
menyontek
maturity),
termasuk
sedangkan
perilaku
(moral Pertimbangan moral yang mencapai tingkat
perilaku pascakonvensional tersebut mempunyai peran
yang sangat penting, yaitu individu akan mampu
menyimpang dari nilai moral.Sumbangan yang mengambil
terlalu kecil ini dikarenakan seringnya perilaku (keputusan
keputusan-keputusan
baik-buruk,
benar-salah)
moral
yang
menyontek terjadi karena faktor kondisional, memperhatikan kepentingan orang-orang lain
seperti pendapat Arifin (2009) bahwa mereka secara luas, dan anak terhindar dari suatu
yang melakukan praktek menyontek bukanlah keputusan moral berwawasan sernpit yang dapat
karena naluri mereka telah tumpul dalam merugikan diri mereka sendiri dan orang lain.
membedakan bahwa menyontek itu salah atau Di samping untuk menghindari suatu keputusan
benar, bukan pula karena nalar moral mereka moral yang dapat merugikan, individu akan
140
lebih konsisten dalam perbuatan mereka, sesuai menyimpang
dengan yang mereka pertimbangkan.
dari
nilai
moral,
jadi
disimpulkan, orang dengan tingkat
Tingkat perilaku menyontek pada siswa
kelas X SMA Negeri 8 Surakarta dari hasil
bisa
moral
judgment maturity yang tinggi belum tentu
memiliki tingkat perilaku menyontek rendah.
penelitian menunjukkan sekitar 21% subjek
Hasil penelitian menunjukkan hubungan
dalam kategori rendah, 79% subjek dalam negatif yang signifikan antara moral judgment
kategori sedang, dan tidak ada subjek yang maturity dengan perilaku menyontek pada siswa
masuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.Dengan
tingkat perilaku menyontek pada siswa kelas X demikian variabel moral judgment maturity
SMA
Negeri
8
Surakarta
secara
umum dapat digunakan sebagai prediktor atau variabel
tergolong sedang. Tingkat perilaku menyontek bebas
untuk
memprediksikan
perilaku
yang tergolong sedang dan rendah ini bisa menyontek pada siswa kelas X SMA Negeri 8
dikarenakan tingkat moral judgment maturity Surakarta.Namun demikian, generalisasi dari
pada siswa sekolah tersebut yang cenderung hasil-hasil penelitian ini terbatas pada populasi
tinggi. Seperti pendapat Hartanto (2012) bahwa tempat penelitian dilakukan sehingga penerapan
permasalahan
menyontek
dapat
dikaitkan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan
dengan tingkat perkembangan moral. Semakin karakteristik
yang
berbeda
kiranya
perlu
tinggi tingkat perkembangan moral (moral dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan
judgment)
seseorang
maka
kecenderungan atau menambah variabel-variabel lain yang
berperilaku menyontek akan semakin rendah.
Hasil
penelitian
yang
menunjukkan
tingkat moral judgment maturity yang tinggi
belum disertakan dalam penelitian ini ataupun
menambah dan memperluas ruang lingkup
penelitian.
dan perilaku menyontek yang sedang pada
siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta bukan
PENUTUP
tingkat moral judgment maturity yang tinggi
dan perilaku menyontek yang rendah, sejalan 1. Kesimpulan
dengan pendapat Papalia, Olds, and Feldman
a. Ada hubungan negatif yang signifikan
(2009) bahwa kurang ada hubungan yang jelas
antara moral judgment maturity dengan
antara
perilaku menyontekpada siswa kelas X
penalaran
moral.Orang
moral
pada
dan
tingkat
perilaku
reasoning
postconventional(moral judgment maturity yang
SMA Negeri 8 Surakarta.
b. Sumbangan efektif
moral judgment
tinggi) tidak selalu berperilaku lebih bermoral
maturity
dibandingkan
lebih
menyontekpada siswa kelas X SMA
perilaku
Negeri 8 Surakarta adalah sebesar 6%
rendah.Terkait
menyontek
dengan
dengan
merupakan
tingkatannya
hal
ini,
perilaku
terhadap
perilaku
yang
141
yang ditunjukkan oleh nilai R square
Bagi
sebesar 0,060.
mengadakan penelitian dengan tema
c. Tingkat moral judgment maturity pada
peneliti
yang
lain
sama,
yang
diharapkan
ingin
lebih
siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta
memperluas tinjauan teoritis yang belum
secara umum tergolong tinggi. Hal ini
terdapat dalam penelitian ini. Selain itu
terlihat dari hasil analisis deskriptif
diharapkan dapat memperluas populasi
dengan jenjang kategori tinggi sebesar
dan memperbanyak sampel sehingga
81%.
lingkup
penelitian
d. Tingkat perilaku menyontek pada siswa
menjadi
lebih luas serta mencapai
kelas X SMA Negeri 8 Surakarta secara
proporsi
umum
memperhatikan faktor-faktor lain yang
tergolong
sedang
yang
yang
dan
generalisasi
seimbang
intensi
dengan
ditunjukkan oleh hasil analisis deskriptif
mempengaruhi
perilaku
dengan jenjang kategori sedang sebesar
menyontek selain dari moral judgment
79%.
maturity.
2. Saran
a. Bagi siswa
DAFTAR PUSTAKA
Siswa diharapkan dapat membedakan
Alhadza, Abdullah. 2007. Masalah Menyontek
(Cheating) di Dunia Pendidikan. Online
(http://www.depdiknas.go.id, diakses 22
dirinya sehingga tidak melakukan
September 2012).
perilaku yang merugikan diri sendiri
perilaku yang baik dan buruk bagi
maupun orang lain.
b. Bagi sekolah
Ali, M. & Asrori, M. 2008. Psikologi Remaja.
Jakarta: Bumi Aksara.
Berkaitan dengan pelaksanaan ujian,
sekolah diharapkan membuat sistem Arifin, Sujinal. 2009. Menyontek: Penyebab
dan Penanggulangannya. Tersedia di
ujiandan menggunakan bentuk soal yang
http://sujinalarifin.wordpress.com
diakses tanggal 22 September 2012.
meminimalisir
intensi
menyontek,
misalnya dengan mengatur jarak antar
siswa dan membuat soal ujian yang
Bertens, K. 1993. Etik : Seri Filsafat Atma Jaya
No. 15. Jakarta: Gramedia.
berbeda-beda antar kelas. Sejak kelas
X,sekolah
diharapkan
menanamkan Cholila, Nur. 2011. Hubungan antara konsep
diri dengan perilaku menyontek pada
pemahaman
pada
siswa
bahwa
siswa SMP Satya Dharma Desa Balung
menyontekmerupakan suatu bentuk
Lor Kecamatan Balung Kabupaten
Jember.Skripsi
(tidak
diterbitkan).
ketidakjujuran yang dapat berdampak
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.
pada aspekkehidupan lain.
c. Bagi peneliti lain
Comunian, Anna L. 2002. Moral Judgment
Development
and
Kindness:
As
142
Awareness of the Worth of Self in Marul. 2008. Remaja AS, Sering Berbohong
Different Cultural Contexts.
SelfMengutil
Dan
Nyontek.
Concept
Research:
Driving
http://realitylife11.blogspot.com/
International Research Agendas.Italia:
diakses pada tanggal 02 September
University of Padua.
2012.
Djamara, S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Menanti, Asih. 2009. Pertimbangan Moral
Rineka Cipta.
Siswa SMAyangBerasal dari Suku
Bangsa Melayu diKabupaten Langkat
Sumatra Utara. Forum Kependidikan,
Duska, Ronald F.& Whelan Mariellan. 1982.
Volume 29 Nomor 1, September 2009.
Moral Development : A Guide to Piaget
and Kohlberg. New York : Paulist
Press.
Muslimin. 2004. Hubungan Masyarakat dan
Konsep Kepribadian. Cambridge, Mass:
UMM Press.
Gibbs, Basinger, and Grime. 2003. Moral
Judgment Maturity: From Clinical to
Standard Measures. In Shane J. Lopez Papalia, Olds, and Feldman. 2009. Human
and C.R. Snyder (Eds.), Positive
Development Edisi 10 Buku 2. Jakarta:
Psychological Assessment: A Handbook
Salemba Humanika.
of Models and Measures. Washington,
DC : American Psychological.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik
Data dengan SPSS. Yogyakarta:
Haryono, W., Hardjanta, G., dan Eriyani ,P.
Mediakom.
2001. Perilaku Menyontek Ditinjau dari
Persepsi terhadap Intensitas Kompetisi
dalam
Kelas
dan
Kebutuhan Priyatno, Duwi. 2012. Belajar Cepat Olah Data
Statistika dengan SPSS. Yogyakarta:
Berprestasi. Psikodimensia. Kajian
Andi.
Imiah Psikologi, 2, 1, 10-16.
Hartanto, Dody. 2012. Bimbingan & Konseling: Pudjijogyanti, Clara R. 1993. Konsep Diri
dalam Pendidikan. Jakarta : Arcan.
Menyontek Mengungkap Akar Masalah
dan Solusinya. Jakarta: Indeks
Sarjono, H., dan Julianita. 2011. SPSS vs
LISREL. Jakarta: Salemba 4.
Hedstrands, Nils. 2007. Maturity as a Guide to
Morals.
München:
Digitaldruckzentrum.
Suharnan. 2005. Psikologi kognitif. Surabaya:
Srikandi
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi
Perkembangan (Suatu Pendekatan
Suparno, H. 2000. Budaya Komunikasi yang
Sepanjang
Rentang
Kehidupan).
Terungkap dalam Wacana Bahasa
Jakarta: Erlangga.
Indonesia. Malang : Departemen
Pendidikan
Nasional
Universitas
Negeri.
Kohlberg, Lawrence. 1981. The Meaning and
Measurement of moral Development.
Massachusetts. Clark University Press.
143
Download