BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Budiono, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan. (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo, bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan : 1. Awarenes, (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest, (tertarik) dimana orang mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation, (menimbang-nimbang) merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, (Mencoba) dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adaptation, (menerima) dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap (Notoatmodjo, 2003). 2.2 Definisi Obat Obat dapat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan (Gunawan, 2007). 1. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat di beli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. 2. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan di sertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. 3. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda kemasan dan etiket pada obat keras adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. 4. Psikotripika Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 5. Obat narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan (Siriana, 2004) 2.3 Efek samping Obat Efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat obat tersebut yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksud pada dosis yang dianjurkan. Obat yang ideal hendaknya bekerja dengan cepat, untuk waktu tertentu itu saja dan secara selektif, artinya hanya berkhasiat terhadap penyakit tertentu tanpa aktivitas lain. Semakin selektif kerja obat, semakin kurang efek sampingnya, yaitu semua aktivitas yang tidak membantu penyembuhan penyakit (Tjay dan Rahardja, 2007) Interaksi obat terjadi ketika aksi suatu obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Hal ini terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seorang penderita mendapat lebih dari satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter. Selain itu harus diperhatikan bahwa makanan, asap rokok, etanol dan bahan-bahan kimia lingkungan dapat mempengaruhi efek obat. Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat. Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi antara individu karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat, metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsur genetik, dan kondisi kesehatan pasien. Bila kombinasi terapeutik mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi terhadap kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi bermakna klinis diantaranya adalah obat yang rentang terapinya sempit, memerlukan pengaturan dosis teliti, penginduksi enzim dan penghambat enzim (Fradgley, 2003). Umumnya obat mempunyai efek atau aksi lebih dari satu, maka efek itu dapat berupa : 1. Efek terapi, ialah efek atau aksi yang merupakan satu-satunya pada letak primer. 2. Efek samping, ialah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek terapi dan tidak ikut pada kegunaan terapi. 3. Efek teratogen, ialah efek obat pada dosis terapi yang pada ibu hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin. 4. Efek toksis, ialah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dibanding efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. 5. Indiosinkrasi, ialah efek suatu obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya. 6. Fotosensitasi, ialah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan obat (Tjay dan rahardaja, 2002). 2.4 Uraian DMP (Dextromethorphan) DMP atau Dextromethorphan Hydrobromide adalah senyawa sintetik yang terkandung dalam berbagai jenis obat batuk yang bersifat antitussive untuk meredam batuk. Ciri khas obat batuk yang mengandung DMP ini biasanya di beri label “DM”. Gambar 1 : Rumus Struktur Kimia Dextromethorphan (Sunarya dan Setiabudi, 2007) Derivat-fenantren ini (1953) berkhasiat menekan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedatif, sembelit, atau aditif. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan stimulasi SSP. dengan dosis tinggi dapat terjadi efek Resorpsinya dari usus pesat dan mengalami FPE luas, dimana terbentuk glukuronida aktif dari dekstrofan (=isomer-dekstro dari leforvanol). Plasma t ½ nya bervariasi secara individual, dari 2-4 jam sampai 45 jam. Efek sampingnya ringan dan terbatas pada dosis normal seperti rasa mengantuk, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Dextromethorphan atau sering disingkat DMP, adalah obat batuk "over the counter" (OTC) yang disetujui penggunaannya pertama kali pada tahun 1958. OTC artinya dapat dibeli secara bebas, tanpa resep. Walaupun demikian, obat ini hanya boleh dijual di Apotek (Anonim, 2001). Meskipun ada dalam bentuk murni, DMP biasanya berupa sediaan kombinasi. Artinya dalam satu tablet, selain DMP juga terdapat obat lain seperti parasetamol (antinyeri antidemam), CTM (antihistamin), psuedoefedrin/fenilpropanolamin (dekongestan), atau guafenesin (eskpektoran) (Anonim, 2001). Manfaat utama DMP adalah menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas bronkhial, terutama pada kasus batuk pilek. Obat ini bekerja sentral, yaitu pada pusat batuk di otak. Caranya dengan menaikkan ambang batas rangsang batuk. Berbeda dengan obat batuk lain yang bekerja langsung di saluran napas. Untuk mengusir batuk, dosis yang dianjurkan adalah 15 mg sampai 30 mg yang diminum 3 kali sehari. Dengan dosis sebesar ini, DMP relatif aman dan efek samping jarang terjadi (Siriana, 2004). Obat ini sebenarnya bukanlah narkoba sehingga dapat dijual bebas di apotik-apotik. Akan tetapi penggunaannya banyak disalahgunakan dengan cara mengkonsumsi lebih dari dosis yg dianjurkan. Penyebabnya selain murah, obat ini juga relatif mudah didapat. Bentuk penyalahgunaannya antara lain adalah konsumsi dalam dosis besar (berpuluh-puluh butir) atau mengkonsumsinya bersama alkohol atau narkoba (Theodorus, 1996). Pada keadaan overdosis, terjadi berbagai macam efek samping. Terjadi stimulasi ringan pada konsumsi sebesar 100 - 200 mg; euforia dan halusinasi atau efek halusinogen dissociative, yaitu dibloknya fungsi kesadaran di dalam otak dan saraf sehingga akan membuat pengguna berhalusinasi dan merasakan seperti berada di dalam mimpi dan sukar membedakan antara nyata atau tidaknya halusinasi tersebut. Pada dosis 200 - 400 mg; gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi gerak tubuh pada dosis 300 - 600 mg, dan terjadi sedasi disosiatif (perasaan bahwa jiwa dan raga berpisah) pada dosis 500 - 1500 mg (Tjay dan Rahardja, 2002). Gejala lain yang terjadi akibat overdosis DMP meliputi: gembira (excited), mengeluarkan banyak keringat, nafas jadi pendek, berada dalam kondisi antara tidur dan sadar, mual dan muntah-muntah, tekanan darah menjadi tinggi, jantung berdebar-debar, amnesia, tidak bisa mengenal kata-kata dan objek yang terlihat, paranoid dan merasakan seperti akan mati, serta koma bahkan kematian, bicara kacau, gangguan berjalan, gampang tersinggung, dan bola mata berputar-putar (nistagmus). Penyalahgunaan sediaan kombinasi malah berefek lebih parah. Komplikasi yang timbul dapat berupa peningkatan tekanan darah karena keracunan pseudoefedrin, kerusakan hati karena keracunan parasetamol, gangguan saraf dan sistim kardiovaskuler akibat keracunan CTM. Alkohol atau narkotika lain yang ditelan bersama DMP dapat meningkatkan efek keracunan dan bahkan menimbulkan kematian (Gunawan, 2007). 2.5 Konsep Siswa Siswa adalah sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga disebut murid atau pelajar. Di lingkungan sekolah dasar masalah-masalah yang muncul belum begitu banyak, tetapi ketika memasuki lingkungan sekolah menengah maka banyak sekali masalah-masalah yang muncul karena anak atau siswa sudah menapaki masa remaja. Siswa sudah mulai berfikir tentang dirinya, bagaimana keluarganya, teman-teman pergaulannya dan sebagainya. Pada masa ini, mereka menjadi manusia dewasa yang bisa segalanya dan terkadang tidak memikirkan akibatnya. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh keluarga dan tentu saja pihak sekolah. Adapun hal yang sering dilakukan oleh siswa seperti : 1. Kabur dari sekolah 2. Absen terus-terusan, atau terlambat dari waktu-waktu pelajaran yang telah ditentukan 3. Ketinggalan pelajaran 4. Melakukan pelanggaran di lingkungan sekolah ( Budiono, 2003). 2.6 Profil SMA Negeri 1 Gorontalo SMA Negeri (SMAN) 1 Gorontalo merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Gorontalo, Indonesia. Sama dengan SMA pada umumnya di Indonesia, masa pendidikan sekolah di SMAN 1 Gorontalo ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII. SMA Negeri 1 Gorontalo yang didirikan pada tahun 1951, merupakan Sekolah Menengah tertua di Gorontalo, bermula dari sebuah Sekolah setingkat SMP pada zaman Belanda kemudian berubah menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kemudian pada tanggal 1 Agustus 1951 resmi menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gorontalo. Dalam perjalanannya sejak berdiri pertama kalinya hingga sekarang, sekolah ini telah mengalami pergantian kepemimpinan sebanyak 16 kali. D.W. Eysendring adalah warga Belanda yang tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin pertama sekolah. Bermula dari sebuah gedung peninggalan Belanda dengan 8 ruang belajar dan sebuah Aula, sekolah ini menjadi satu-satunya pilihan bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas baik yang berasal dari daerah Gorontalo maupun daerahdaerah lain di sekitar Gorontalo.