Penggunaan Bahan Filter Yang Berbeda Pada Media Pemeliharaan Benih Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri) Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Muhamad Firdaus1), Yuneidi Basri2), Nawir Muhar2) 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang 25133 2) Dosen Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang 25133 e-mail : [email protected] ABSTRAK The purpose of this research was to analyzed the different of filter media on psiculture Trichogaster Leeri towards survival and growth. It was chosen by using experimental with a completely randomized design. It was consisted of 4 treatments and 3 replicates. A Treatment (Filter consists of spons + zeolit 1,8 kg), B Treatment (Filter consists of spons + charcoal 0,5 kg), C Treatment (Filter consists of spons + brick 1,7 kg), D Treatment (Filter consists of spons + zeolit 0,6 kg + charcoal 0,16 kg + brick 0,56 kg). The sample of this research was Trichogaster Leeri fish, the total number of sample was 300 fish, old 45 days, weight around 0,15-0,45 gram, and length 16-38 mm. The container used 12 aquarium with size 90 x 40 x 35 cm, each aquarium filled 25 Trichogaster Leeri fish. The result of this research shows that the use of different filter gives no real contribution towards survival and growth of Trichogaster Leeri fish (p > 0.05). The treatment of each survival had same (100%), the real highest weight found on D Treatment (2,58 gr), the real highest length found on D treatment (33,07 mm) Key words : Filter, Zeolit, Charcoal, Brick, Trichogaster Leeri. budidaya ikan Sepat Mutiara meliputi PENDAHULUAN Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster beberapa faktor antara lain kualitas air, leeri) adalah salah satu jenis ikan hias air penyakit, tawar yang memiliki keindahan warna, pemeliharaan dapat menurun dengan cepat penyebarannya hingga karena feses dan buangan metabolit ikan Kalimantan. Ikan ini merupakan penghuni serta sisa pakan, hal ini tampak dari rawa-rawa dataran rendah yang berair sedikit menurunnya kualitas air akibat penurunan ph asam, ikan ini biasanya senang berada dekat air yang terlalu cepat dan tingginya kadar permukaan hingga setengah kedalaman air. amoniak selama pemeliharaan, menurunnya dari Sumatera dan nutrisi. Kualitas air Sebagai ikan hias ikan Sepat Mutiara kualitas air tersebut akan menyebabkan biasa dipelihara di akuarium dan wadah lain nafsu makan ikan berkurang dan akan nya. Permasalahan yang dihadapi dalam 1 mempengaruhi pertumbuhan Filter air merupakan suatu alat yang dan digunakan untuk menyaring material tertentu kelangsungan hidup ikan Sepat Mutiara. Lingkungan perairan berpengaruh yang tidak dikehendaki ( amoniak, bahan terhadap pemeliharaan, pertumbuhan dan padatan, residu organik dan bahan kimia reproduksi ikan budidaya. Jika kualitas air lainnya) dan meloloskan material lain yang melewati batas toleransi toleransi, maka dikehendaki, berdasarkan proses kerjanya , menimbulkan penyakit pada ikan, parameter filter dibagi atas filter fisika, biologi dan faktor lingkungan ada 3 yaitu fisika, kimia kimiawi (Spotte, 1970 ). dan biologi (Forteath et. al., 1993). Untuk menangani masalah kualitas Menurut Sanford and Gina (1999), air pada sistem pemeliharaan di akuarium menyatakan cara pemeliharaan ikan Sepat digunakan filter, filter air tersebut meliputi Mutiara tidak terlalu sulit, cukup dengan filter fisika, kimia dan biologi. Bahan yang menjaga air tercemar dan pemeliharaan kelarutan agar tidak sering digunakan sebagai filter adalah zeolit, oksigen tetap arang, batu bata, pasir kuarsa dan batu terjamin serta makanan yang tetap tersedia. Untuk menjamin kelarutan oksigen didalam apung. Menurut Spotte (1970), menyatakan sebaiknya filter fisika berfungsi untuk memisahkan menggunakan aerator, kelarutan oksigen padatan dari air secara fisika (berdasarkan yang ideal untuk ikan sepat mutiara tidak ukuran) kurang dari 2,6 ppm, suhu air berkisar 24 – menyaring 28 oC dan derajat keasaman (pH) 6,5 - 8. tersebut menjadi berkurang, bahan yang bisa wadah pemeliharaan Sistem resirkulasi merupakan sistem dengan digunakan cara sehingga untuk menangkap kandungan filter fisika atau bahan adalah produksi dimana air mengalir dari media spon,batu bata selanjutnya filter kimia pemeliharaan menuju proses pengelolaan berupa pembersihan molekul-molekul bahan kemudian kembali pada media pemeliharaan organik terlarut melalui proses oksidasi atau (Losordo and Timmons, 1994). Menurut penyerapan langsung, arang dan zeolit Komaruddin (1992), menyatakan sistem adalah bahan yang sering digunakan dan resirkulasi merupakan sistem budidaya ikan filter biologi merupakan penyaring berupa yang menggunakan dan menempatkan air bantuan jasad jasad renik, bakteri golongan sebagai pengurai amonia dan organisme organisme cairan kerja, dalam resirkulasi air tidak perlu diganti. sistem lainnya, sistem pengolahan air secara biologi 2 dapat berupa penggunaan dan pemanfaatan menimbang benih ikan Sepat Mutiara. (2) rumput laut, kijing atau teripang pasir. Kertas mm digunakan untuk mengukur Tujuan panjang benih ikan Sepat Mutiara. (3) Penelitian ini bertujuan untuk Seperangkat alat pengukur kualitas air. menganalisis bahan filter yang berbeda pada Bahan yang digunakan dalam media pemeliharaan benih Sepat Mutiara penelitian ini adalah : (1) Filter talang. (2) (Trichogaster leeri) terhadap kelangsungan Spons. (3) Zeolit. (4) Arang. (5) Batu bata hidup dan pertumbuhan. Metoda Penelitian Metode MATERI DAN METODA yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen Waktu Dan Tempat Penelitian dengan menggunakan Rancangan Acak Penelitian dilaksanakan pada bulan Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan Maret sampai Mei 2014. Di Laboratorium dan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan yang Terpadu Fakultas Perikanan Dan Ilmu akan diuji pada penelitian ini adalah sebagai Kelautan Universitas Bung Hatta Padang, berikut : Sumatera Barat. A. Perlakuan A = Filter terdiri dari Spons + Zeolit 1,8 kg. Wadah Wadah yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium sebanyak 12 unit dengan ukuran 90 x 40 x 35 cm. C. Perlakuan C = Filter terdiri dari Spons + Batu bata 1,7 kg. Ikan Uji Ikan uji yang digunakan dalam penelitian adalah benih ikan sepat mutiara yang berumur 45 hari sebanyak 300 ekor setiap akuarium di isi 25 ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan alami di Laboratorium digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup hidup dinyatakan sebagai persentase jumlah ikan yang hidup Alat dan Bahan Penelitian yang D. Perlakuan D = Filter terdiri dari Spons + Zeolit 0,6 kg + Arang 0,16 kg dan Batu bata 0,56 kg. Kelangsungan Terpadu Universitas Bung Hatta. Alat B. Perlakuan B = Filter terdiri dari Spons + Arang 0,5 kg. dalam selama jangka waktu pemeliharaan dibagi penelitian ini adalah : (1) Timbangan digital dengan jumlah ikan yang ditebar dan dengan ketelitian 0,01 gr digunakan untuk merupakan kebalikan dari tingkat mortalitas (Effendi, 1978). 3 Tingkat kelangsungan hidup pada setiap perlakuan sama yaitu 100%, tinggi nya tingkat kelangsungan dikarenakan nilai konsentrasi amoniak pada setiap perlakuan rendah sehingga nafsu makan ikan meningkat. Yudha (2009), mengatakan bahwa penggunaan zeolit sebagai penyerap amoniak memang sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu Tabel 1. Pertumbuhan berat mutlak benih Ikan Sepat Mutiara pada setiap perlakuan berat berat berat awal akhir mutlak (gr) (gr) (gr) A 0,29 2,72 2,43a B 0,30 2,59 2,29a C 029 2,45 2,16a D 0,30 2,88 2,58a Ket : Superskrip dengan huruf kecil yang sama dibelakang rata-rata pertumbuhan berat mutlak menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Perlakuan dan pH. Arang mempunyai sifat adsorptif Dari tabel 1 terlihat bahwa rata-rata terhadap suatu larutan, penghisap gas atau pertumbuhan berat mutlak benih ikan Sepat racun (O-fish 2009). Batu bata berfungsi Mutiara selama penelitian yang tertinggi sebagai penyaring untuk partikel berukuran adalah perlakuan D (2,58 gr), perlakuan A sedang. (2,43 gr), perlakuan B (2,29 gr) dan juga memiliki rongga udara sehingga dapat melekatkan padatan halus perlakuan C (2,16 gr). Perlakuan D tidak mengendap dan daya serapnya tinggi memberikan hasil yang terbaik dikarenakan (Aidah, 2009). nilai konsentrasi amoniak, nitrat dan nitrit Ikan akan dapat bertahan hidup menurun setiap hari pengamatan, sesuai apabila kualitas air pemeliharaan berada dengan fungsi nya zeolit dan arang dapat pada kondisi yang optimal dan apabila menyerap amoniak dan zat yang tak kualitas air buruk maka akan mengakibatkan diinginkan, hal ini juga didukung oleh kematian menggangu Yudha (2009), penggunaan zeolit sebagai metabolisme, pernapasan dan pencernaan penyerap amoniak memang sangat efektif, (Yudha, 2009). sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung karena dapat pada suhu, pH, sedangkan arang berfungsi Pertumbuhan Berat Mutlak untuk Pertumbuhan berat mutlak adalah berat akhir dikurangi berat awal. menyerap senyawa yang tidak diinginkan seperti urin, nitar, nitrit dan amoniak. Sedangkan batu bata dapat Petumbuhan berat mutlak dapat dilihat pada mengurangi tingkat kekeruhan dan mikroba tabel 1. pada air (Aidah, 2009) Hasil analisis varians menunjukan bahwa pengaruh menggunakan bahan filter 4 yang berbeda memberikan pengaruh yang bahwa penggunaan zeolit sebagai penyerap tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan amoniak memang sangat efektif, sebab zeolit berat mutlak benih Sepat Mutiara (P>0.05). dalam bekerja tidak bergantung pada suhu dan pH, sedangkan arang berfungsi untuk Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak adalah panjang akhir dikurangi panjang awal. Petumbuhan panjang mutlak dapat dilihat pada tabel 2. menyerap senyawa yang tidak diinginkan seperti urin, nitar, nitrit dan amoniak. Menurut Aidah (2009), batu bata dapat menyerap air yang mengandung padatan kotor tidak mengendap dalam rongganya. Tabel 2. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan Sepat Mutiara pada setiap perlakuan Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam A panjang awal (mm) 26,93 panjang akhir (mm) 59,40 panjang mutlak (mm) 32,47a B 27,76 58,27 3051a pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan C 26,33 59,07 32,74a fungsi fisiologi berjalan baik, maka energi 60,60 a Perlakuan D 27,53 33,07 Ket: Superskrip dengan huruf kecil yang sama dibelakang rata-rata pertumbuhan panjang mutlak menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Dari tabel 2 dapat dilihat rata-rata pertumbuhan panjang mutlak benih Sepat Mutiara selama penelitian yang tertinggi adalah pada perlakuan D (33,07 mm), perlakuan C (32,74 mm), perlakuan A (32,47 mm), dan yang terendah adalah perlakuan B (30,51 mm). Perlakuan D memberikan hasil yang terbaik dikarenakan nilai konsentrasi suatu periode atau waktu tertentu (Effendie,1979). Apabila kualitas air berada yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan, jika kualitas air buruk energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulasi sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Yudha, 2009). Hasil analisis varians menunjukan bahwa pengaruh menggunakan bahan filter yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan berat mutlak benih Sepat Mutiara (P>0.05). amoniak, nitrat dan nitrit menurun setiap hari pengamatan, sesuai dengan fungsi nya zeolit dan arang dapat menyerap amoniak dan zat yang tak diinginkan, hal ini juga didukung oleh Yudha (2009), menyatakan 5 Menurut Forteath et. al., (1993), Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati suhu air memiliki efek yang sangat penting setiap 15 hari sekali selama penelitian dalam respirasi, tingkat nafsu makan ikan, selama penelitian : pencemaran, Nilai pH selama masa penelitian pertumbuhan serta sistem metabolisme tubuh. adalah 6, tidak ada perubahan nilai pH dari Suhu yang rendah dari kisaran suhu awal sampai akhir penelitian. (Wardoyo, optimal akan mengakibatkan 1981) menyatakan derajat keasaman (pH) imunitas menjadi lambat, mengurangi nafsu yang mendukung untuk kehidupan ikan makan, secara normal diperairan berkisar antara 6-9. (Wedemeyer, 1996). aktifitas dan respon pertumbuhan Tabel 3. Parameter kualitas air media selama penelitian pada setiap perlakuan Parameter A No Parameter Baku B C mutu D Satuan air Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir Awal Tengah Akhir kelas II 1 pH - 2 Suhu o 3 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6-9 C 28 28 28 28 28 27,9 28 28 27,7 28 28,4 28,8 28 32 DO ppm 4,5 6 6,4 4,5 6,5 7 4,5 6 6,3 4,5 6 6,9 4 4 NO3 mg/L 0,75 0,7 0,5 1,9 0,28 1,11 1,81 1,96 1,53 1,1 0,72 0,64 10 5 NO2 mg/L 0,118 0,142 0,092 0,202 0,06 0,125 0,154 0,204 0,149 0,153 0,15 0,11 0.06 6 NH3 mg/L 0,2 0,25 0,15 0,61 0,38 0,30 0,56 0,33 0,4 0,24 0,28 0,2 ≤1 7 CO2 mg/L 3,3 17,31 7,14 14,05 15, 60 19,38 12,11 27,12 19,38 6,49 16,93 7,95 40 Ket : Baku mutu kualitas air kelas II (Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001) Nilai suhu tertinggi terdapat pada Oksigen merupakan faktor yang perlakuan D pada hari ke 45 dengan nilai sangat penting untuk pernafasan organisme 28.8 0 C. kisaran nilai suhu selama 0 dan merupakan salah satu komponen utama pengamatan adalah antara 27.7 – 28.8 C. bagi metabolisme ikan dan organisme Suhu yang yang layak untuk budidaya ikan perairan lain (Wardojo, 1975). didaerah tropis adalah 25-300 C (Soeseno, 1971). Pengaruh DO terhadap kualitas air hanya 5 %, nilai DO tertinggi terdapat pada 6 perlakuan B dengan nilai 7,0 ppm pada hari senyawa yang tidak diinginkan seperti urin, pengamatan ke 45. Kisaran nilai DO selama nitar, nitrit dan amoniak larutan (Willis, pengamatan antara 4,5-7,0 ppm, meningkat 1993). nya nilai DO setiap hari pengamatan Kisaran nilai nitrat selama dikarenakan turunya air dari filter yang pengamatan antara 0,28-1.96 mg/L. Nilai dihasilkan oleh sedotan mesin pompa yang nitrat untuk perairan yang dipersyaratkan dipasang pada setiap akuarium. Menurut dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun dan (1973), 2001 adalah 10 mg/L. Menurut Boyd kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/l (1982), nitrit berasal dari proses reduksi sudah cukup untuk mendukung kehidupan nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob di ikan, sepanjang tidak terdapat senyawa lain dalam air. Sedangkan menurut Wedemeyer yang bersifat racun, agar ikan dapat hidup (1996), layak sebaiknya kandungan oksigen terlarut ammonia harus tidak kurang dari 4mg/l. berlebihan, ketika nitrit diserap oleh ikan, NTAC (1968) Pescod sumber nitrit oleh bakteri adalah konversi nitrifikasi yang Menurut Forteath et. al., (1993), nitrit akan bereaksi dengan hemoglobin nitrat berasal dari oksidasi ammonium secara menjadi methemoglobin yang tidak dapat sempurna yang dilakukan oleh bekteri mengikat oksigen. nitrifikasi yang bersifat autotrofik, nitrat Pengaruh nitrit terhadap kualitas air memiliki konsentarsi yang tinggi di dalam hanya 3%, nilai nitrit tertinggi terdapat pada system sirkulasi dan nitrat tidak bersifat perlakuan C dengan nilai 0.204 mg/L pada racun bagi ikan. hari pengamatan ke 30 dan yang terendah Pengaruh nitrat tertahadap kualitas terdapat pada perlakuan B dengan nilai 0.06 air hanya 2 %, nilai nitrat tertinggi terdapat dikarenakan pada perlakuan C dengan nilai 1,96 mg/L menyerap senyawa yang tidak diinginkan pada hari pengamatan ke 30, tinggi nya nilai seperti urin, nitar, nitrit dan amoniak (Willis, nitrat 1993). Wedemeyer (1996), menyatakan karena fungsi batu bata hanya arang berfungsi untuk penyaring untuk pertikel berukuran sedang, bahwa nilai nitrat yang terendah terdapat pada amoniak perlakuan hari berlebihan. Kisaran nilai nitrat selama pengamatan ke30, rendahnya nilai nitrat pengamatan antara 0.06-0.204 mg/L, nilai karena arang berfungsi untuk menyerap nitrit untuk perairan yang dipersyaratkan B 0,28 mg/L pada sumber nitrit oleh bakteri adalah konversi nitrifikasi yang 7 dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun Sedangkan arang berfungsi untuk menyerap 2001 adalah 0.06 mg/L. senyawa yang tidak diinginkan seperti urin Nilai nitrit pada perlakuan A, C dan dan amoniak (Willis, 1993). D pada hari ke 45 menurun kecuali Pengaruh CO2 terhadap kualitas air perlakuan B yang naik dikarenakan laju hanya 5%, nilai CO2 tertinggi terdapat pada penyerapan arang berkurang. Spotte (1993), perlakuan C dengan nilai 27,12 mg/L pada Ada enam factor yang mempengaruhi laju hari pengamatan ke 45. Kisaran nilai CO2 penyerapan arang yaitu pH, suhu, ukuran selama pengamatan antara 3,30-27,12 mg/L. arang dan waktu kontak antara arang dengan Kadar CO2 bebas lebih dari 25 mg/l sudah air. membahayakan kehidupan ikan (NTAC, dari 1968). Swingle (1968), menyatakan bahwa metabolisme protein dan disisi lain amoniak kandungan CO2 bebas 12 ppm menyebabkan merupakan ikan stes dan bila kadar CO2 bebas mencapai Amoniak adalah racun bagi hasil ikan sekalipun konsentrasinya sangat rendah (Zonneveld, 30 ppm, beberapa jenis ikan akan mati. 1991). Amoniak dan nitrit yang tinggi dalam perairan bersifat berbahaya bagi ikan, persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan (Boyd, 1991). Menurut Djajaredja (1981), menyatakan bahwa konsentrasi amoniak yang baik bagi kehidupan ikan berkadar kurang dari 1,0 ppm. Pengaruh amoniak terhadap kualitas hanya 0.3%, nilai amoniak tertinggi terdapat pada perlakuan B dengan nilai 0,61 mg/L pada hari pengamatan ke 15, kisaran nilai amoniak selama pengamatan antara 0.150.61 mg/L. Yudha (2009), penggunaan zeolit sebagai penyerap amoniak memang sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu dan pH. KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang kegunaan bahan filter yang bebeda pada media pemeliharaan benih ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri) terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat diambil beberapa kesimpulan : ¾ Kelangsungan hidup benih ikan Sepat Mutiara semua perlakuan adalah 100 %. ¾ Pertumbuhan berat mutlak benih ikan Sepat Mutiara yang tertinggi pada perlakuan D (2,58 gr), perlakuan A (2,43 gr), perlakuan B (2,29 gr) dan yang terendah adalah perlakuan C (2,16 gr) 8 ¾ Pertumbuhan panjang mutlak benih Sepat Mutiara yang tertinggi adalah pada perlakuan D (33,07 mm), perlakuan C ( 32,74 mm), perlakuan A (32,47 mm), dan yang terendah adalah perlakuan B (30,51 mm). ¾ Parameter kualitas air selama penelitian masih standar baku mutu perairan, nilai pH 6 , suhu berkisar antara 27,7-28,8 0C, DO berkisar antara 4,5-7,1 ppm, nitrat Effendie. M.I, 1979. Metoda Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, Yogjakarta Effendie. M.I, 1978. Metoda Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. Forteath N, Leong W, dan Murray F. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston: Australia berkisar 0,28-1,96 mg/L , nitarit berkisar 0,06-2,04 mg/L , amoniak berkisar 0,150.,61 mg/L dan CO2 berkisar antara 3,3027,12 mg/L DAFTAR PUSTAKA Aidah. 2009. Efektifitas Batu Bata Sebagai Media Filter Dalam Menurunkan Kekeruhan dan Jumlah Mikroba Pada Limbah Tahu. Boyd CE. 1991. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Cc. New York. Boyd CE. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shirmp Farming. Fisheries and Allied Aquaculture Departeement, Series No. 2, Auburn University. Djajadiredja, R. dan Jangkru, Z. 1981. Mekanisasi Dalam Usaha Peningkatan Daya Guna Air Tawar Untuk Budidaya Ikan Secara Intensif. Lokakarya Nasional Tepat Guna Pengembangan Budidaya Air Tawar.IPB. Bogor. Komaruddin, O. 1992. Sistem Resirkulasi. Buletin Pertanian. Vol. IV. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 8-12. Losordo. T. M. and M. B. Timmons. 1994. An Introduction toWater Reuse Systems. In Michael B. Timmons and Thomas M. Losordo (eds) : Aquaculture Water Reuse Systems: Engineering Design and Manegement. Elsevier Science B V. Tokyo. P: 1-7. NTAC. 1968. Water Quality Criteria. FWPCA. Wshington DC. O-Fish. 2009. Filter kimia. http://www.OFish/filter/filter_kimia.php.htm. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pescod, M. B. 1973. Investigation Of Rational Effluent And Stream Standarts For Tropical Countries. AIT. Bangkok 9 Sanford and Gina. 1999. Aquarium Owner's Guide. New York: DK Publishing. ISBN 0-7894-4614-6. Soeseno. 1971. Dasar-dasar Perikanan Umum. Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta. Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture : Water Management in Closed System, Wiley Intersci, Pub. New York. Swingle. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and pond Muds. FAO Fish Rep. 44(4): 379-406 Yudha. A. P. 2009 Efektifitas Penembahan Zeolit Terhadap Kinerja Filter Air Dalam Sistem Resirkulasi Pada Pemeliharaan Ikan Arwana Di Akuarium Wardoyo, S. T. H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air (Water Managemant). Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Wardoyo. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian Dan Perikanan. Pusat Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. IPB. Bogor Wedemeyar, G. A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall. New York. 232 p. Zonneveld N, Huisman EA., Bonn JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hlm 318. 10