SPM Neurologi - KNI Perdossi

advertisement
Standar Pelayanan Medik
(SPM)
DAFTAR ISI
hal
1.
Epilepsi dan Gangguan Kejang Lain ..........................................................................
2.
Neurovaskular ............................................................................................................
3.
Neuroinfeksi ...............................................................................................................
4.
Fungsi Luhur ..............................................................................................................
5.
Neuronkologi ..............................................................................................................
6.
Nyeri ...........................................................................................................................
7.
Sefalgia ......................................................................................................................
8.
Movement Disorder ....................................................................................................
9.
Neurotrauma ..............................................................................................................
10. Saraf Tepi, Otonom dan Otot .....................................................................................
11. Dekompresi ................................................................................................................
12. Neurointensif / Emergency .........................................................................................
13. Neuroimunologi ..........................................................................................................
14. Neurootologi ...............................................................................................................
15. Sleep Disorder ...........................................................................................................
16. Neuropediatri / Neurodevelopment ............................................................................
EPILEPSI
ICD G40
KRITERIA DIAGNOSIS:
Klinis:
Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa
provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan
oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama)
terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan
'self-limited'.
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul
bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya
penyakit, siklus harian dan prognosa)
Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)
I.
Berhubungan dengan lokasi
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
3. Primary reading epilepsy
B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's
syndrome)
2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation
3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital
C. Kriptogenik
II.
Umum
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign neonatal familial convulsions
2. Benign neonatal convulsions
3. Benign myoclonic epilepsy in infancy
4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
5. Juvenile absence epilepsy
6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik / Simptomatik
1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe)
2. Lennox-Gastaut syndrome
3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
4. Epilepsy with myoclonic absence
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Dengan etiologi yang Nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
2. Sindroma spesifik
a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain
III.
Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
1. Campuran bangkitan umum dan fokal
a. Neonatal seizures
b. Severe myoclonic epilepsy in infancy
c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep
b.
c.
Isolated seizures atau isolated status epilepticus
Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to
factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia
Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981)
I.
Bangkitan Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala-psikis
4. Disertai gejata autonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
II.
Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik
III.
Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang:
1. EEG
2. Laboratorium: (atas indikasi)
A. Untuk penapisan dini metabolik
Perlu selalu diperiksa:
1. Kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium
Atas indikasi
1. Penapisan dini racun/toksik
2. Pemeriksaan serologis
3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya
Perlu diperiksa pada sindroma tertentu
1. Asam Amino
2. Asam Organik
3. NH3
4. Enzim Lysosomal
5. Serum laktat
6. Serum piruvat
B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut
Lumbat Pungsi
Radiologi
1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras
2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography (PET)
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
DIAGNOSIS BANDING
1. Bangkitan Psychogenik
2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep
myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention
deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik
akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac
arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma
epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal
dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek
samping OAE yang timbul
Antikonvulsan Utama
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari
Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:
1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural, seperti :
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural :
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simpomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
e. Status epilepstikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko diatas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
a. Kecanduan alkohol
b. Ketergantungan obat obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur
PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI
Tipe Bangkitan
Bangkitan parsial
(sederhana atau kompleks)
OAE lini pertama
Fenitoin, karbamasepin
(terutama untuk CPS), asam
valproat
OAE lini kedua
Acetazolamide, clobazam,
clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum sekunder
Karbamasepin, phenitoin,
asam valproat
Idem diatas
Bangkitan lena
Asam valproat, ethosuximide
(tidak tersedia di Indonesia)
Acetazolamide, clobazam,
clonazepam, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung
dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE
dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G 41.0)
(Epilepsy Foundation of America's Working Group on Status Epileptic)
Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana
diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai
dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.
PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS
Stadium
Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit)
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II (0-60 menit)
Memasang infus pada pembuluh darah besar
Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv (kecepatan
pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menit
kemudian.
Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mg
intravena
Menangani asidosis
Stadium III (0-60 - 90 menit)
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam
pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50
mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit)
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien
ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
Thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai
pemberian OAE dosis maintenance
Tindakan:
1. Operasi
Indikasi operasi :
a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan
b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolic maupun degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari
Kontraindikasi relatif:
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi
Jenis jenis operasi:
a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
KONSULTASI
Konsultasi: (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)
JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat :
1. Status Epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus Bangkitan Pertama
4. Epilepsi intraktabel
TENAGA:
1. Spesialis saraf
2. Epileptologist
3. Electro encephalographer
4. Psychologist
5. Teknisi EEG
LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke
keadaan sebelum status
STROKE
Definisi :
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik
fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena
berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan
(stroke perdarahan).
Pembagian Stroke
1. Etiologis :
1.1. Infark
: aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan
Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
2.1. Sistem Karotis
2.2. Sistem Vertebrobasiler
Subarahnoid,
Perdarahan
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien.
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/ kwantitas/ kwalitas), tanda vital, status
generalis, status neurologist.
3. Alat Bantu scoring (skala) :
Siriraj Stroke Score ( SSS ), Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM ).
4. Pemeriksaan penunjang :
Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia).
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
•
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/ istirahat, kesadaran baik/
terganggu, nyeri kepala/ tidak, muntah/ tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya),
lamanya (onset), serangan pertama/ulang.
•
Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) :
Ada defisit neurologis, hipertensi/ hipotensi/ normotensi.
Pemeriksaan penunjang
Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan, biaya,
kenyamanan pemeriksaan penunjang.
Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko, komplikasi, prognosa
dan pengobatan.
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Fungsi Ginjal
(Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah (Albumin,
Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas
Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal.
Radiologis
•
Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi maupun kelainan jantung
•
Brain CT-Scan tanpa kontras (Golden Standard)
•
MRI kepala
Pemeriksaan Penunjang Lain :
•
EKG
DIAGNOSIS BANDING
1. Ensefalopati toksik atau metabolik
2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren hemiplegik.
5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM).
6. Infeksi ensefalitis, abses otak.
7. Trauma kepala.
8. Ensefalopati hipertensif.
9. Sklerosis multiple
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan,
gizi, higiene.
2. Khusus
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder
Penatalaksanaan Khusus
1. Stroke iskemik / infark :
Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol
Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
(Guidelines stroke 2004)
Neuroprotektan
2. Perdarahan subarakhnoid :
Antivasospasme : Nimodipin
Neuroprotektan
3. Perdarahan intraserebral :
Konservatif:
Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis)
Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine
Neuroprotektan
Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior.
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi
otak
Perdarahan serebellum
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
GCS > 7
Terapi Komplikasi
Antiedema : larutan Manitol 20%
Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
(Guidelines stroke 2004)
Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
(Guidelines stroke 2004)
Antidislipidemia : atas indikasi
Terapi Nonfarmaka
Operatif
Phlebotomi
-
Infark berdarah
Hidrosefalus
Non Neurologis :
Hipertensi / hiperglikemia reaktif
Edema paru
Gangguan jantung
Infeksi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Fase lanjut :
Neurologis : gangguan fungsi luhur
Non Neurologis :
Kontraktur
Dekubitus
Infeksi
Depresi
KONSULTASI
Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/ Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan
organ terkait.
Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM,
evakuasi hematom)
Gizi
Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca
onset)
JENIS PELAYANAN
•
Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase akut
•
Rawat jalan pasca fase akut
TENAGA STANDAR
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis
LAMA PERAWATAN
•
Stroke perdarahan : rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum penderita)
•
Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain.
PROGNOSIS
Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.
Ad Functionam
Penilaian dengan parameter :
Activity Daily Living (Barthel Index)
NIH Stroke Scale (NIHSS)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1 tahun : 20-30%
SEREBRITIS & ABSES OTAK
ICD G 06.0
DEFINISI / ETIOLOGI
v Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak.
v Etiologi:
• Bakteri (yang sering) : Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob, S.beta hemolitikus,
S. alfa hemalitikus, E. coli Bacteroides.
• Jamur : N. asteroids, spesies candida, aspergillus.
• Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis.
Patogenesis
Mikroorganisme (MO) mencapai parenkim otak melalui :
Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh
Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media.
Trauma tembus kepala / operasi otak.
Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik.
20 % kasus tak diketahui sumber infeksinya.
Lokasi :
Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea.
Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak.
Sifat :
Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik karena ada
shunt kanan ke kiri.
Tahap-tahap :
Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema, perlunakan dan
kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan.
Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk rongga
abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik sehingga terbentuk
abses yang tidak berbatas tegas.
Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris.
Stadium:
Serebritis dini
(hari I – III)
Serebritis lanjut
(hari IV – IX)
Serebritis kapsul dini
(hari X – XIII)
Serebritis kapsul lanjut (> XIV hari)
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila terdapat trias :
gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal.
•
Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.000-20.000 / cm2
70 – 95 % LED meningkat.
•
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensifitas.
•
Radiologi :
§ Foto polos kepala biasanya normal.
§ CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm.
§ Antiografi
Pemeriksaan Penunjang
•
Darah rutin (leukosit, LED)
•
LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas.
•
Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau
angiografi.
DIAGNOSIS BANDING
•
Space occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma)
§ Antiedema : dexamethason/ manitol.
§ Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm.
PENYULIT
•
Herniasi
•
Hidrosefalus obstruktif
•
Koma
KONSULTASI
Bedah Saraf
TEMPAT PELAYANAN
Perawatan di RS A atau B
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 6 minggu
PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses, dan sifat absesnya.
MENINGITIS TUBERKULOSA
ICD A 17.0
DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosa.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris,
disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat
penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.
Pemeriksaan Fisik
v Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig.
v Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai.
Pemeriksaan Penunjang
v Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda tanda peninggian tekanan
intrakranial), pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit.
Pemeriksaan sputum BTA (+)
v Pemeriksan Radiologik
§
Foto polos paru
§
CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbi bila dijumpai
peninggian tekanan intrakranial.
v Pemeriksaan penunjang lain:
§
IgG
anti
TB
(Untuk
mendapatkan
antigen
bakteri
diperiks
counterimmunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA).
§
PCR
Pada Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial)
v Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
v Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%,
glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl
Nielsen (+), kultur BTA (+).
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR
DIAGNOSIS BANDING
v Meningoensefalitis karena virus
v Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
v Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus neoformans atau Toxoplasma
gondii), Sarkoid meningitis.
v Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia, glioma,
melanoma, dan meduloblastoma.
TATALAKSANA
v Umum
v Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT).
• INH
• Pyrazinamida
• Rifampisin
• Etambutol
v Kortikosteroid
PENYULIT/KOMPLIKASI
v Hidrosefalus
KONSULTASI
Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap
TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
LAMA PERAWATAN
Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan.
PROGNOSIS
v Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis.
v Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal
RABIES
ICD A 82
DEFINISI/ ETIOLOGI:
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai kelainan
neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar dengan anjing, kucing atau binatang lainnya yang :
•
Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka)
•
Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit (bukan dibunuh)
•
Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari, sebagainya)
•
Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan dll).
Gambaran Klinik
v Stadium prodromal (2-10 hari)
Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan (tanda awal rabies), sakit kepala, lemah,
anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi.
v Stadium kelainan neurologis (2-7 hari)
§
Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus,
kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, meninggal setelah 3-5
hari.
§
Bentuk demensia
§
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan
kekerasan, koma, mati.
§
Bentuk paralitik (7-10 hari)
Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi atau
paraplegi flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot napas.
Pemeriksaan Penunjang
v Pemeriksaan laboratorium: Lekosit, hematokrit, Hb, Albumin urine, dan Lekosit urine, Likuor
Serebrospinal bila perlu.
v Pemeriksaan radiologik : Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk menyingkirkan
kausa lain.
v Pemeriksaan penunjang lain: tidak ada
Menunjang diagnosis bila ditemukan:
v Darah:
§
Lekosit
: 8.000-13.000/mm3
§
Hematokrit : berkurang
§
Hb
: berkurang
v Urine:
§
Albuminuria
§
Sedikit lekosit
v CSF: Protein dan set normal atau sedikit meninggi.
DIAGNOSIS BANDING
v Intoksikasi obat-obatan
v Ensefalitis
v Tetanus
v Histerikal pseudorabies
v Poliomielitis
TERAPI
v Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari.
v Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif (Infus Dextrose, antikejang).
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meninggal dalam 1-2 hari perawatan)
PROGNOSIS
Infaust/ meninggal dunia
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN
POSITIF RABIES:
KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT :
1. Anjing/hewan yang menggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies.
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati datam waktu 5 - 10 hari
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh
4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies.
Catatan :
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila :
a. hewan atau anjing yang menggigit positif rabies.
b. hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan tersebut dibunuh.
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit penderita tetap
sehat selama observasi sampai dengan 10 hari.
3. Petugas (tenaga medis atau Perawat) harus memakai sarung tangan, pakaian dan masker.
4. Dokter/ Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya tentang jumlah
kali pemberian vaksin anti rabies (VAR) / serum anti rabies (SAR), termasuk manfaat maupun
efek samping yang mungkin timbul.
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/ pemberian serum anti rabies (SAR) terhadap
penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun keluarga terdekat
penderita atas pemberian vaksinasi/ serum tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga
terdekat penderita harus menandatangani surat persetujuan (informed consent) disaksikan
oleh dua orang saksi termasuk dokter/ Perawat.
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN
POSITIF RABIES
No I N D I K A S I
1. Luka Gigitan
2. Kontak, tetapi
tanpa lesi,
kontak tak
langsung, tak
ada kontak.
3. Menjilat kulit,
garukan atau
abrasi kulit,
gigitan kecil
(daerah
tertutup),
lengan, badan
dan tungkai.
4. Menjilat
mukosa, luka
gigitan besar
atau dalam,
multipel, luka
pada muka,
kepala, leher,
jari tangan dan
jari kaki.
5.
TINDAKAN
Jenis VAR+Dosis
1. Dicuci dengan air
---sabun (detergen) 5-10
menit kemudian
dibilas dengan air
bersih.
2. Alkohol 40-70%
3. Berikan yodium,
betadin solusio atau
senyawa amonium
kuartener 0,1%
4. Penyuntikan SAR
secara infiltrasi
sekeliling luka
------
Boster
--
Keterangan
Ø menunda
penjahitan luka,
jika penjahitan
diperlukan
gunakan anti
serum lokal.
Ø bila diindikasikan
dapat diberikan
Toxoid Tetanus,
antibiotik, anti
inflamasi dan
analgetik
---
---
Berikan VAR
Ø hari 0 : 2 x suntikan
Intra muskuter
Imovax atau
verorab
0,5 ml
deltoideus kiri
dan 0,5 ml
deltoideus
kanan
---
Dosis untuk semua
umur sama
Ø hari 7 : 1 x suntikan
Intra muskuler
0,5 ml
deltoideus kiri
atau kanan
Ø hari 21 : 1 x suntikan
intra muskuler
0,5 ml
deltoideus kiri
atau kanan
Imovag rabies
Serum anti rabies (SAR)
w ½ dosis disuntikkan
secara infiltrasi
di sekitar luka
w ½ dosis yang sisa
disuntikkan
intramuskuler
diregio glutea.
Vaksin anti rabies (VAR)
w Sesuai poin 3A & B
Kasus gigitan
Berikan VAR hari 0
ulang
A. Kurang dari 1
tahun
20 IU/kg BB
Imovag, verorab
imovag, verorab
SMBV
hari 90:
0,5 ml
im
pada
deltoid
kiri
atau
kanan
---0,5 mL IM
deltoideus
umur < 3th 0,1 ml
IC flexor lengan
6.
7.
Bila ada reaksi
Berikan anti histamin
penyuntikan :
sistemik atau lokal
reaksi lokal
Tidak boleh diberikan
kemerahan,
kortikosteroid.
gatal,
pembengkakan
Bisa timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis
Th/ - Kortikosteroid dosis tinggi
ENSEFALITIS VIRAL
ICD G 05
DEFINISI / ETIOLOGI
v Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang
menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
v Etiologi:
§ Virus DNA
- Poxviridae
: Poxvirus
- Herpetoviridae
: Virus Herpes Simpleks, Varicella Zoster, Virus Sitomegalik
§ Virus RNA
- Paramiksoviridae
: Virus Parotitis, Virus morbili (Rubeola)
- Picornaviridae
: Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus
- Rhabdoviridae
: Virus Rabies
- Togaviridae
: Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis jepang B,
Virus demam kuning, Virus Rubi
- Bunyaviridae
: Virus ensefalitis California
- Arenaviridae
: Khoriomeningitis Limfositaria
- Retroviridae
: Virus HIV
KRITERIA DIAGNOSIS
v Bentuk asimtomatik :
Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui penyebabnya.
Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
cairan serebrospinal
v Bentuk abortif :
Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran
napas bagian atas atau gastrointestinal.
v Bentuk fulminan :
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada
stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi,
sangat qelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya
terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung.
v Bentuk khas ensefalitis :
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau
gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, dan
sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan. Selanjutnya
kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.
v
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium
§ Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi)
- Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
- Fase dini dapat dijumpai peningkatan set PMN diikuti pleositosis limfositik, umumnya
kurang dari 1000/ul
- Glukosa dan Klorida normal
- Protein normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dl)
§ Pemeriksaan darah
- Lekosit : Normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
- Amilase serum sering meningkat pada parotitis
- Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa
- Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV
Pemeriksaan Radiologik
- Foto Thoraks
- CT scan
- MRI
DIAGNOSIS BANDING
•
Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa
•
Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur
•
Abses otak
•
Lues serebral
•
Intoksikasi timah hitam
•
Infiltrasi neoplasma (Lekemia, Limfoma, Karsinoma)
TERAPI
•
Perawatan Umum
•
Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20%
•
Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan
interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/ 12 jam/ hari dilarutkan
dalam NaCI dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit.
•
Terapi kausal : Untuk HSV : Acyclovir
PENYULIT / KOMPLIKASI
•
Defisit neurologis sebagai gejala sisa
•
Hidrosefalus
•
Gangguan mental Epilepsi
•
SIADH
KONSULTASI :
–
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap, segera
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
•
Satu bulan bila tidak ada sequale neurologist
•
Minimal 1 (satu) Minggu
PROGNOSIS
Beratnya sequele tergantung pada virus penyebab
MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00
DEFINISI/ ETIOLOGI
•
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah
suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan
piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula
spinalis.
•
Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae, Staphylococci,
Listerio monocytogenes, basil gram negatif.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari. Gejala berupa
demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahari status
mental sampai penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik
•
Tanda-tanda rangsang meningeal
•
Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset
•
Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
•
Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia,
infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
•
Lumbal pungsi
•
Pemeriksaan Likuor
•
Pemeriksaan kultur likuor dan darah
•
Pemeriksaan darah rutin
•
Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah
Radiologis
•
Foto polos paru
•
CT-Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau
PCR (Polymerase Chain Reaction).
Pemeriksaan Laboratorium diperoleh :
•
Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan
meningkat>180 mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3
terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun
< 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
•
Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat.
Pemeriksaan penunjang lain
Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negatif maka
untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri spesifik
seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis
Leptospira, Meningoensefalitis fungal.
TATALAKSANA
•
Perawatan umum
•
Kausal: Lama Pemberian 10-14 hari
Usia
Bakteri Penyebab
Antibiotika
Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten
Cephalosporin > 2% diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin
1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)
≤ 50 tahun
S. Pneumonioe
H. Influenzae
Species Listeria
Pseudomonas aeroginosa
N. Meningitidis
Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari
atau Ceftriaxone 2 g/12 jam +
Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari)
Bila prevalensi S. Pneumioniane Resiten
Cephalosporin ≥ 2% diberikan:
Cefoxtaxime / Ceftriaxone+Vancomycin
1g / 12 jam / IV (max. 3g / hari)
Ceftadizime 2g / 8 jam / IV
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan
kelompok umur, harus segera dimulai
•
Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status
mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15
mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik.
•
Penanganan peningkatan TIK :
- Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
- Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol
- Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara 27-30 mmHg
PENYULIT
•
Gangguan serebrovaskuler
•
Edema otak
•
Hidrosefalus
•
Perdarahan otak
•
Shock sepsis
•
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
•
Disseminated Intravascular Coagulation
•
Efusi subdural
•
SIADH
KONSULTASI
Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi.
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan segera
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
1-2 bulan di ruang perawatan intermediet
PROGNOSIS
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal.
TETANUS
ICD X : A 35
DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten
dan eksaserbasi singkat.
KRITERIA DIAGNOSIS
v Hipertoni dan spasme otot
§ Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang,
anggota gerak spastik.
§ Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di sekitar luka
v Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
v Umumnya ada luka/ riwayat luka
v Retensi urine dan hiperpireksia
v Tetanus lokal
Pemeriksaan Penunjang
v Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani.
v EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
v Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.
DIAGNOSIS BANDING
v Kejang karena hipokalsemia
v Reaksi distonia
v Rabies
v Meningitis
v Abses retrofaringeal, abses gigi, sulbluksasi mandibula
v Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri
v Epilepsi/ kejang tonik klonik umum
TATA LAKSANA
v IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam
v
Kausal :
§
Antitoksin tetanus:
a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama 3-5 hari.
TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU
b. Human Tetanus lmmunoglobulin (HTlG). Dosis 500-3.000 lU/I.M. tergantung beratnya
penyakit. Diberikan SINGLE DOSE.
§
Antibiotik :
a. Metronidazole 500 mg/ 8 jam drips i.v.
b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA).
Bila alergi terhadap Penilisin dapat diberikan :
Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU
Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.
§
Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2.
v
Simtomatis dan supportif
§
Diazepam
Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v.
perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari)
diberikan secara drips (syringe pump).
Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
§
§
§
§
§
Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa
nasogastrik.
Menghindari tindakan/ perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara
dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
Mempertahankan/ membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir oro/ nasofaring secara
berkala.
Posisi/ letak penderita diubah-ubah secara periodik.
Pemasangan kateter bila teriadi retensi urin.
PENYULIT
v Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas
v Pneumonia aspirasi
v Kardiomiopati
v Fraktur kompresi
KONSULTASI
v Dokter Gigi
v Dokter Ahli Bedah
v Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan
v Dokter Ahli THT
v Dokter Ahli Anestesi
JENIS PELAYANAN
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/ residen, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
minggu – 1 bulan
PROGNOSIS / LUARAN
v Angka kematian tinggi bila
§
Usia tua
§
Masa inkubasi singkat
§
Onset periode yang singkat
§
Demam tinggi
§
Spasme yang tidak cepat diatasi
v Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM.
TT2 dan TT3 : diberikan masing-masing dengan interval waktu 4 – 6 minggu.
MALARIA SEREBRAL
KRITERIA DIAGNOSIS
Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. falciparum. Diagnosis
ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah) yang mengalami
penurunan kesadaran (GCS < 7) disertai gejala lain gangguan serebral (ensefalopati)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria
DIAGNOSIS BANDING
Penurunan kesadaran sebab lain :
Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi.
TERAPI
Antimalaria
Terapi suportif
Pencegahan
: Kinin dihidroklorida lV
: antikonvulsan
antipirektika
penanganan hipoglikemia
menjaga keseimbangan cairan dan etektrolit
: Anti malaria oral sejak dua minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis
PENYULIT
Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, Gagal ginjal
KONSULTASI
Bag. Ilmu Penyakit Dalam
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA RAWAT
Tergantung klinis
PROGNOSIS
Sequele jangka panjang : Ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis
SINUS TROMBOFLEBITIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria. Biasanya
berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka, mastoiditis dll).
Gejala tergantung sinus venosus mana yang terkena. Pada trombosis sinus cavernosus, bisa
didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapat paraplegi.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis.
Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala
DIAGNOSIS BANDING
Pseudotumor serebri
TATALAKSANA
Terapi farmaka : Antibiotika seperti meningitis purulenta
KOMPLIKASI / PENYULIT
Meningitis purulenta
Abses otak
KONSULTASI : JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
PROGNOSIS
Tergantung stadium pengobatan
MENINGITIS KRIPTOKOKKUS / JAMUR
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus.
Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS.
Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau sedang dalam
terapi keganasan)
Pemeriksaan Penunjang
- Pungsi Lumbal : - Profit LCS menyerupai MTB
- Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS
- Pemeriksaan serologis.
- Kultur Sabauraud.
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis serosa sebab lain
TATALAKSANA
- Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan Flukonazol 200
mg/hari
- Terapi simtomatik / suportif : Disesuaikan keadaan pasien.
PENYULIT
Herniasi
KONSULTASI
Atas indikasi ke Bag Ilmu Penyakit Dalam & Bag. Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat inap di ruang perawatan khusus
TENAGA
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
PROGNOSIS
Buruk
Nama Penyakit / Diagnosis
HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat
DEFINISI / ETIOLOGI
Deflnisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan B
dibawah ini :
A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen yang
berbeda.
B. Salah satu dari kriteria yang dibawah ini :
1. - Berat badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya.
- Diare kronik selama 2 bulan terus menerus atau periodik.
2. Tuberkulosis milier atau menyebar.
3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis mulut yang
disertai disfagia / odinofagia.
4. Gangguan neurologis disertai gangguan aktifitas sehari-hari, yang tidak diketahui
sebabnya.
5. Sarkoma kaposi.
Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah bertahuntahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang dapat memperpanjang
masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat penurunan sistim imun dan mencegah
infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luas dari respon imun terhadap efek patologik HIV.
Karena itu mungkin saja sebagian dari mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang
sedangkan sekitar 40-50% dari mereka menjadi AIDS dalam wakru 10 tahun.
Etiologi : Virus RNA (Retrovirus)
Patofisiologi infeksi HIV
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Didalam tubuh HIV akan
menginfeksi set yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit, monosit dan makrofag dan
beberapa sel tertentu lain, walaupun tidak mempunyai reseptor CD4 misalnya set-set glia dan sel
langerhans. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV ber-replikasi yaitu di dalam set T limfosit
dan didalam sel makrofag, karena itu disebut T-tropik atau syncytium inducing isolates dan
Makrofag-tropik atau non-syncytium inducing isolates. Isolat M-tropik lebih sering tertular, tetapi
isolat T-tropik terlihat pada 50% dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresivitas
penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan perbedaan tropisme
adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5.
Sebagai akibatnya akan terjadi dua kelompok gejala utama yaitu :
1. Akibat penekanan pada sistim kekebalan tubuh, sehingga mudah terjadi infeksi, kanyeri
kepalaer yang spesifik dan penurunan berat badan yang drastis.
2. Disfungsi neurologik baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf perifer.
KRITERIA DIAGNOSIS
Fase I - Infeksi HIV primer (infeksi HIV akut)
Fase II - Penurunan imunitas dini (sel CD4 > 500 / µl)
Fase III - Penurunan imunitas sedang (sel CD4 500 – 200 / µl)
Fase lV - Penurunan imunitas berat (sel CD4 < 200 / µl)
Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS :
a. Kandidiiasis Esofagus : nyeri retrosternal saat menelan dan bercak putih diatas dasar
kemerahan.
b. Retinitis virus sitomegalo
c. Mikobakteriosis
d. Sarkoma Kaposi : bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa.
e. Pnemonia Pnemosistis Karini : Riwayat sesak nafas/ batuk nonproduktif dalam 3 bulan
terakhir.
f. Toksoplasmosis otak
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Viral load
Serologi sifilis, antigen kriptokokus
Lumbal Pungsi
Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal.
Brain CT scan , MRI
Electromyograpky (EMG)
Memory test
Roentgen thorax
Mikroskopis dan biakan dahak.
DIAGNOSIS BANDING
v Massa intrakranial
v TBC
v Polineuropathy kerena penyebab lain
v Demensia karena penyebab lain
TATALAKSANA
Dosis Anti Retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004)
Gol / Nama obat
Dosis
Nucleoside RTI
Abacavir (ABC)
300 mg setiap 12 jam
Didanoside (ddl)
400 mg sekali sehari
250 mg @ 12 jam (BB < 60kg)
Atau 250 mg sekali sehari bila diberi bersama TDF diberi
bersama TDF
Lamivudine (3TC)
150 mg setiap 12 jam atau
300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T)
30 mg @ 12 jam (BB < 60 kg)
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg @ 12 jam
Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF)
300 mg sekali sehari
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV)
600 mg sekali sehari
Nevirapine (NVP)
200 mg sekali sehari (14 hari) kemudian 200 mg @ 12 jam
Protease Inhibitors
Indinavir / Ritonavir (IDV/r)
Lopinavir / Ritonavir (LPV/r)
Nelfinavir (NFV)
Squinavir / Ritonavir (SQV/r)
Ritovanir (RTV/r)
800 mg / 100 mg @ 12 jam
400 mg / 100 mg @ 12 jam
1250 mg @ 12 jam
1000 mg / 100 mg @ 12 jam atau 1600 mg / 200 mg sekali sehari
Capsule 100 mg
Larutan oral 400 mg / 5 ml
Infeksi Opportunistik
1. Sitomegalovirus pada HIV : Pada funduskopi = Retinitis sitomegalovirus Gansiklovir
5 mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5 mg/KgBB sekali sehari
dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml.
2. Ensefalitis Toksoplasma
Pirimetamin 50-75 mg perhari dengan Sulfadiazin 100 mg/KgBB/ hari
Asam Folat 10-20 mg perhari
Atau :
Fansidar 2-3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg perhari
Disertai leukovorin 10 mg perhari.
(Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg) Untuk mencegah
kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tab perhari.
3. Meningitis Cryptoccocus
Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv – 2 minggu.
Selanjutnya Fluconazale 400 mg per hari peroral selama 8-10 minggu.
Terapi pencegahan kekambuhan :
•
•
AZT / 3TC / NVP (Zidovudin / Lamifudin / Nevirapin)
AZT / 3TC / EFV (Zidovudin / Lamifudin / Efavirens)
PENYULIT / KOMPLIKASI
1. Drug toxicity
2. AIDP
3. CIDP
4. Mononeuropathy
5. Focal brain lesions
6. Distal Symmetric Polineuropathy
7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy
8. Progressive polyradiculopathy
9. Mononeuritis multiplex
10. Spinal cord syndrome / vacuolar myelopathy
KONSULTASI :
Pokja HIV-AIDS RS Setempat, VCT Clinic
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap dan Rawat Jalan
TENAGA STANDAR :
Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat Terlatih
PROGNOSIS :
Angka kekambuhan tinggi
Angka kematian tinggi
Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS
Keluhan Intraserebral
MRI
CT Scan
Normal
Meningeal
enhanceme
Atrofi
Lesi desak
ruang
Shunt
(kalau perlu)
Evaluasi CSF
Positif
Hidrosefalus
Negatif
Efek
massa (-)
Lesi massa
Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intracranial pada penderita HIV / AIDS
Lesi Masa Intrakranial
• Stupor-coma
• Perburukan cepat
• Massa besar dengan
resiko herniasi
Steroid•? Alert-lethargic
• Stabil
Lesi multipel
Lesi tunggal
Serologi
Toksoplasma
+
-
Ancaman
Herniasi
Obat
antitokplasma
Perbaikan
Ya
Obat Antitoksoplasma
seumur hidup
tidak
Biopsi
Stereotaktik
Terapi sesuai
etiologi
Dekompresi
biopsi terbuka
DEMENSIA ALZHEIMER
ICD F.00
DEFINISI DEMENSIA:
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan
deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari.
KRITERIA DIAGNOSIS
Probable Demensia Alzheimer
• Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (algoritma
penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala Depresi Geriatrik, Trial
Making test A dan B terlampir)
• Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang disertai
gangguan kognisi lain yang progresif
• Tidak terdapat gangguan kesadaran
• Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
• Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan memori
dan fungsi kognisi yang progresif tersebut
Possible Demensia Alzheimer
• Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan sistemik
lain yang dapat menyebabkan demensia
• Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia Alzheimer
klasik
• Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/ gangguan otak sekunder) tetapi
bukan sebagai penyebab demensia
• Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat,
progresif bertahap tanpa penyebab tain yang teridentifikasi.
KLINIS
• Awitan penyakit perlahan-lahan
• Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa (afasia),
ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan perilaku penderita yang
mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL)
• Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa Kelainan neurologis lain pada
tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan
(gait), atau bangkitan (seizure)
• Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi,
pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual, dan penurunan
berat badan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radioimaging :
•
CT sken : Atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal
•
MRI
: Atrofi serebri dan atrofi hipokampus
•
SPECT
: Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek temporoparietal
•
PET
: Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal
Laboratorium :
• Urinalisis
• Elektrolit serum
• Kalsium
• BUN
• Fungsi hati
BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI) :
• Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque
DIAGNOSA BANDING
• Demensia Vaskuler
• Demensia Lewi body
• Demensia lobus frontal
• Pseudodemensia (depresi)
PENATALAKSANAAN
Farmakotogi
• Simptomatik :
Ø Penyekat Asetilkolinesterasa:
§ Donepezil HCl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari
§ Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x
6 mg
§ Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x 16
mg
• Gangguan perilaku :
Ø Depresi :
§ Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, Flouxetine
tablet 1 x 20 mg
§ Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor (RIMA) :
Moclobemide
Ø Delusi / halusinasi / agitasi
§ Neuroleptik atipikal
o Risperidon tablet 1 x 0,5 mg - 2 mg / hari
o Olanzapin
o Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg
§ Neuroleptik tipikal
o Haloperidol tablet : 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari
Non Farmakologis
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual :
• Orientasi realitas
• Stimulasi kognisi : memory enhancement program
• Reminiscence
• Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
•
Training dan konseling
Intervensi lingkungan
•
Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
•
Fasilitasi aktivitas
•
Terapi cahaya
•
Terapi musik
•
Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
•
Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi dll)
•
Menghindari tugas yang kompleks.
•
Bersosialisasi
TINDAKAN
•
Tidak ada tindakan spesifik
PENYULIT
•
Infeksi saluran kemih dan pernafasan
•
Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut
JENIS PELAYANAN
•
Poliklinik konsultatif
TENAGA
•
Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
LAMA PERAWATAN
•
Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
DEMENSIA VASKULER
ICD E01
DEFINISI:
Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oteh gangguan
serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.
Dalam pembagian klinis dibedakan atas:
I. VaD pasca stroke / Post stroke demensia
• Demensia infark strategik
• MID (Multiple infark dementia)
• Perdarahan intraserebral
II. VaD subkortikal
• Lesi iskemik substansia alba
• Infark lakuner subkortikal
• Infark non takuner subkortikal
III. AD + CVD (VaD tipe campuran)
KRITERIA DIAGNOSIS VAD
PROBABLE VAD PASCA STROKE
1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia Alzheimer)
2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan :
• Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau tanpa
riwayat stroke)
• CT sken atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler
3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini)
• Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
• Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif
dan bersifat stepwise.
PROBABLE VAD SUBKORTIKAL
1. Sindroma kognisi meliputi :
• Sindroma
Diseksekusi:
Gangguan
formulasi
tujuan,
inisiasi,
perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan
abstraksi
• Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan sosial
yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke
2. CVD yang meliputi :
• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
• Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, tanda
Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan lesi subkortikal otak
KLINIS :
a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi
b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi
e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan
retardasi psikomotor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
• Darah : hematologi faktor resiko stroke
Radiologis :
• VaD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortikolsubkortikal dan infark
watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal (NPH)
dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).
Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal
a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia gresia
dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat
b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark watershed,
perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab spesifik lesi substansia
alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).
DIAGNOSA BANDING
•
Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/ terlampir)
PENATALAKSANAAN
Farmakologi
• Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler
• Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik :
• Penyekat Asetilkolinesterase:
i. Donepezil Hcl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari
ii. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x
6 mg
iii. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x
16 mg
• Gangguan perilaku :
• Depresi :
• Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, tablet 1 x
20 mg, Flbuxetine tablet 1 x 20 mg
• Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible MAO-A inhibitor
(RIMA) : Moclobemide
• Delusi/ halusinasi/ agitasi
• Neuroleptik atipikal
• Risperidon tablet 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari
• Olanzapin
• Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg
• Neuroleptik tipikal
• Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg – 2 mg / hari
Non farmakolo$is
Untuk mempertahankan fungsi kognisi
Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual :
• Orientasi realitas
• Stimulasi kognisi : memory enhancement program
• Reminiscence
• Olah raga Gerak Latih Otak
Edukasi pengasuh
• Training dan konseling
Intervensi lingkungan
• Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah
• Fasilitasi aktivitas
• Terapi cahaya
• Terapi musik
• Pet therapy
KONSULTASI
• Bila diagnosa demensia belum tegak/ ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresitas yang tidak khas.
• Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua.
• Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik.
RUJUKAN
• Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
JENIS PELAYANAN :
• Poliklinik konsultatif
TENAGA :
• Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
LAMA PERAWATAN :
• Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71
DEFINISI
Massa intrakranial -- baik primer maupun sekunder -- yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.
KRITERIA DIAGNOSIS
• Gejala tekanan intrakranial yang meningkat :
ü Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesic
ü Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
ü Papil edema (sembab papil = choked disc)
ü Kesadaran menurun / berubah
• Gejala fokal :
ü True location sign
ü False location sign
ü Neighbouring sign
• Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya.
• Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL)
Pemeriksaan Penunjang
• Foto polos tengkorak
• Neurofisiologi : EEG, BAEP
• CT Scanning / MRI kepala + kontras
DIAGNOSIS BANDING
• Abses serebri
• Subdural hematom
• Tuberkuloma
• Pseudotumor serebri
TATALAKSANA
v Kausal
•
Operatif
•
Radioterapi
•
Kemoterapi
v Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
•
Deksamethason
•
Manitol
•
Posisi kepala ditinggikan 20 – 300
v Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan) :
•
Antikonvulsan
•
Analgetik / anti peretik
•
Sedativa
•
Antidepresan bila perlu
v Rehabilitasi medik
PENYULIT / KOMPLIKASI
v Herniasi Otak
v Perdarahan pada Tumor
v Hidrosefalus
KONSULTASI
v Bedah Saraf
v Radiologi
JENIS PELAYANAN
LAMA PERAWATAN
Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi).
PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
NEURALGIA TRIGEMINAL (TN)
ICD : G50.0
KRITERIA DIAGNOSIS
Serangan nyeri paroksismal, spontan, tiba-tiba, nyeri tajam, superfisial, seperti ditusuk, tersetrum,
terbakar pada wajah atau frontal (umumnya unilateral) beberapa detik sampai < 2 menit, berulang,
terbatas pada > 1 cabang N. trigeminus (N.V).
Nyeri umumnya remisi dalam jangka waktu bervariasi. Intensitas nyeri berat. Presipitasi dapat dari
trigger area (plika nasolabialis dan/ pipi) atau pada aktivitas harian seperti bicara, membasuh
muka, cukur jenggot, gosok gigi (triggerd factors). Bentuk serangan masing-masing pasien sama.
Diantara serangan umumnya asimtomatis. Umumnya tidak ada defisit neurologik.
Klasifikasi TN :
1. TN idiopatik
2. TN simtomatik (lesi primer menekan N.V : tumor, sklerosis multipel)
Pemeriksaan penunjang
MRI pada TN simtomatik, MRA
DIAGNOSIS BANDING
Nyeri wajah atipikal.
TERAPI
Terapi Farmakologik :
Antikonvulsan
: karbamasepin, okskarbamasepin, fenitoin, gabapentin, asam valproat,
baklofen.
Terapi Non-farmakologik : TENS
Bedah
: bila terapi farmaka adekwat gagal
Terapi Kausal
: pada TN simtomatik
Catatan
: terapi simtomatik sama pada neuralgia yang lain
PENYULIT : KONSULTASI
Bag. Bedah saraf (atas indikasi pada TN simtomatik)
JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf
PROGNOSIS
TN idiopatik
: baik
TN simtomatik : tergantung kausal
NEURALGIA PASCA HERPES
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada area distribusi ruam setelah menderita herpes zoster. Timbul tanpa ataupun dengan
interval bebas nyeri (umumnya satu bulan). Rasa nyeri seperti panas, kesetrum, menyentak, dan
timbul alodinia dan hiperestesi.
KLINIS
Pada area bekas ruam :
Anestesia dolorosa, dengan rangsang raba terasa nyeri (alodinia)
LABORATORIUM : RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI
Populasi serabut saraf bergeser, banyak mengandung serabut saraf diameter kecil yang tidak
bermielin dan bermielin dan hilangnya serabut saraf diameter besar. Atropi kornu dorsalis medula
spinalis.
DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
Antikonvulsan : gabapentinoid, karbamasepin, fenitoin, Na valporat
Lain-lain : Meksiletin, klonidin
Topikal : Krim kapsaisin, jeli lidoderm, aspirin dalam kloroform
Nonmedikamentosa :
TENS
Ice-pack
Terapi behaviour
Pada Nyeri Zoster Akut :
Asetaminofen , NSAID, ketorolak, tramadol
Kombinasi amitriptilin dan flufenasin
Infiltrasi ruam : triamsinolon 0,2 % dalam NaCI 0,9 %
PENCEGAHAN NPH
Asiklovir 5 dd 800 mg/ hari (dimulai dalam 72 jam awitan ruam zoster) selama 7-10 hari.
KONSULTASI
Bag. Kulit Kelamin
JENIS PELAYANAN
Instalasi Rawat jalan
TENAGA
Dokter umum, Dokter Spesialis Saraf\
LAMA PERAWATAN : -
NYERI PUNGGUNG BAWAH
ICD : M54
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri Punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga
terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai
dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah
dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di
daerah punggung bawah (referred pain).
KLINIS
Pembagian klinis NPB untuk triage :
- NPB dengan tanda bahaya (red flags)
neoplasma / karsinoma
infeksi
fraktur vertebra,
sindrom kauda ekwina
NPB dengan kelainan neurologik berat
- NPB dengan sindroma radikuler
- NPB nonspesifiK
Sekitar > 90 % NPB akut atau kronik (> 3 bulan) merupakan NPB non-spesifik
LABORATORIUM
Atas indikasi :
- laju endap darah
- darah perifer lengkap
- C – reaktif protein (CRP)
- faktor rematoid
- fosfatase alkali / asam
- kalsium, fosfor serum
- urinanalisa
- likwor serebrospinal
NEUROFISIOLOGI
Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma radikuler dan mungkin NPB dengan
tanda bahaya :
- Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV
- Elektromiografi (EMG)
- Respon lambat : gelombang F dan reflek H
- Cetusan potensial somato-sensorik (SEP)
- Cetusan potensial motorik (MEP)
NEURORADIOLOGI
- Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan kelainan tulang
- Mielografi.
- Computer Tomography scan. (CT-scan)
- Mielogram – CTscan.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
GOLD STANDARD : PATOLOGI-ANATOMI
Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya
DIAGNOSIS BANDING:
Sesuai etiologi
Edukasi : - Reassurance,
- Kembali aktivitas normal dini dan bertahap,
- Mengenal dan menanangani Yellow flags (faktor biop-sikososial)
- Heat-wrap therapy
Tindakan : Injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler
NPB KRONIK
Medikamentosa : antidepresan, antikonvulsan.
Nonmedikamentosa :
- Edukasi
- Terapi Perilaku
- Intensive exercise therapy
PENYULIT
Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler
KONSULTASI :
Bag. Ortopedi
Bag. Bedah saraf
Unit Rehabilitasi Medik
Psikologi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat Inap
TENAGA
Dokter umum : NPB nonspesifik
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Lama rawat 0-3 hari pada NPB nonspesifik
SINDROMA TOLOSA-HUNT
ICD: G.52.8
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu atau
lebih dari N.III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan tetapi
dapat relaps kembali.
Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik.
Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor
pemicu.
KLINIS
- Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 ± 8 minggu bila tanpa pengobatan
- Penglihatan ganda, juling
- Parese N.III, N.IV, N.VI
LABORATORIUM : RADIOLOGi
MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain
GOLD STANDAR : PATOLOGI ANATOMI
Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernosus
DIAGNOSIS BANDING :
- Lesi vaskuler : aneurisma
- Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura orbitalis superior, area parasela, fossa posterior
- Migren optalmoplegik
- Iskemik mononeuropati diabetika kranial
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam
Nonmedikamentosa : PENYULIT : KONSULTASI
Bag. Bedah saraf
JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat inap
TENAGA
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Sesuai lama pemberian steroid dan diagnostik
NYERI NEUROPATI DIABETIKA
ICD : G63.2, G59
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri Neuropati Diabetika ditandai dengan rasa terbakar, ditusuk, ditikam, kesetrum, disobek,
diikat dan alodinia.
Bisa disertai gejala negatif berupa baal, kurang tangkas, sulit mengenal barang dalam kantong,
hilang keseimbangan, cedera tanpa nyeri, borok.
Diperkirakan > 50 % penderita diabetes lama menderita neuropati diabetika
KLINIS
- Ulserasi kaki
- Charcot joint
- Deformitas claw toe
- Tes Laseque, Reverse Laseque, tes Tinel, tes Phalen
- Tes saraf otonom
LABORATORIUM
Kadar gula darah :
Plasma Vena Sewaktu : > 200 mg / dl. Puasa : > 140 mg / dl dl. 2 jam PP : > 200 mg / dl
Darah kapiler
: > 200 mg / dl
> 120 mg / dl
> 200 mg / dl
HbA1c
NEUROFISIOLOGI
Indikasi terutama adanya gejala dan tanda otonom murni atau hanya ada nyeri
RADIOLOGI : GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSA BANDING :
Neuropati oleh sebab lain selain DM
PENATALAKSANAAN
Kausal
Pengendalian optimal kadar gula darah. Kadar HbA1c dipertahankan 7%
Medikamentosa
- NSAID
- Antidepresan trisiklik
- Antikonvulsan
- Antiaritmik
- Topikal
- Blok saraf lokal
:
:
:
:
:
nyeri muskuloskeletal, neuroartropati
amitriptilin, imipramin
karbamasepin, gabapentinoid
meksiletin
krim kapsaisin
Nonmedikamentosa :
Edukasi : perawatan kaki teliti
Splint
TENS
PENYULIT
- Ulserasi kaki
- Charcot joint
- Deformitas claw toe
KONSULTASI
TENAGA
Dokter umum
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Tergantung kasus
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
ICD : G56.0
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri pada sindroma terowongan karpal (STK, carpal tunnel syndrome/ CTS ) berupa kesemutan,
rasa terbakar dan baal di jari tangan I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV terutama malam
atau dini hari akibat jebakan N. Medianus di dalam terowongan karpal. Pada keadaan berat rasa
nyeri dapat menjalar kelengan atas dan atrofi otot tenar.
KLINIS
Tes Provokasi : tes Tinel, tes Phalen, tes Wormser (Reverse Phalen) positif
LABORATORIUM
Atas indikasi. Sesuai dengan penyakit medik yang mendasarinya : Laju Endap darah, Gula darah,
Rhematoid factor, Asam urat
NEUROFISIOLOGI
Studi Konduksi Saraf (NCV)
RADIOLOGI
Foto polos pergelangan tangan, MRI
GOLD STANDARD : PATOLOGI ANATOMI : DIAGNOSIS BANDING : PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Suntikan lokal (steroid dan anestesi)
Analgetik ajuvan
Nonmedikamentosa
Edukasi
: Hindari trauma berupa gerakan berulang pergelangan tangan Immobilsasi, splint
Bedah
: Bila terapi konservatif gagal dalam 6 bulan atau nyeri membandel STK akut dan berat
PENYULIT : KONSULTASI
Atas indikasi, Bag. Bedah
PERAWATAN
Instalasi rawat jalan
TENAGA
Dokter umum
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN : -
NYERI SENTRAL
ICD ; R52.1
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum, disestesi
dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf pusat seperti
pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP kelainan
degenerasi. Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan aktivitas ringan,
aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional.
KLINIS
Riwayat / ditemukan lesi di otak atau medula spinalis
Biasanya ada defisit neurologik
Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap
LABORATORIUM
Darah rutin
Cairan likuor serebrospinalis
NEUROFISIOLOGI
Evoked Potensial
Quantitative Sensory Testing
RADIOLOGI
Foto polos
Mielografi- CT scan, CT scan
MRI, MRA
DIAGNOSIS BANDING :
Sesuai etiologi
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nortriptilin
Antikonvulsan
: karbamasepin, gabapentin, klonasepam
Nonmedikamentosa
Edukasi : hidup berdampingan dengan nyeri
Terapi behaviour
TENS, stimulasi elektrik lain
Bedah
PENYULIT : KONSULTASI :
Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah
JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat inap
TENAGA :
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN :
Tergantung etiologi
MIGREN
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Klinis :
Migren tanpa aura (G43.0) :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai. sedikitnya 2 karakteristik berikut :
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik.
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia dan
fonofobia.
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Migren dengan aura (G43.1) :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari
60 menit.
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti : gangguan visual,
gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia.
c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut :
1. gejala visual homonim dan / atau gejala sensoris unilateral.
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan / atau jenis aura
yang lainnya > 5 menit.
3. tiap gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Status Migrenous (G43.2):
a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung > 72 jam (tidak hilang dalam
72 jam).
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
•
Laboratorium
: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi, untuk
menyingkirkan penyebab sekunder).
•
Radiologi
: atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
•
Gold Standard
: kriteria diagnostik nyeri kepala kelompok studi nyeri kepala perdossi
2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headache Society)
•
Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. SOL (space-occupying lesion) misal : subdural hematom, neoplasma, dll
3. Temporal arteritis
4. Medication-related headache
5. Trigeminal neuralgia
TATALAKSANA
1. Hindari faktor pencetus
2. Terapi abortif :
- Nonspesifik
: analgetik I NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy (mis :
metoklopramide)
- Obat spesifik
: Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : aspirin dengan asetaminophen
dan kafein), obat gol.ergotami.
- Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital.
Algoritme Penanganan Status Migren
Status Migren
JK obat bebas gagal / tdk terobati
Muntah (-)
Tx dg po, nasal, rectal, SC
DHE inj / intranasal (jk tx
kontra indiks dg po, rectal
atau inj phenothiazine/
metoklopramide
JK obat anti migren gagal /
Jk muntah shg dehidrasi terobati
Muntah (+)
MRS
Kontrol, inj metoklopramide /
rectal / inj phenothiazine +
inj nasal / rectal triptan atau
inj narkotik jk di atas gagal
Rehidrasi, kontrol muntah dg Abortif
inj-phenothiazine/metoklo
pramide
Penggunaan triptan parental
bisa diberikan tanpa ergot di
24 jam. Diulang 3x per
24jam jk diperlukan dan tdk
hilang
DHE 8-12 jam
sesudah dosis
terakhir dari triptan
PENYULIT
adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi ansietas, penderita hamil (efek
teratogenik).
KONSULTASI
tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri.
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis (lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap
pengobatan).
TENSION-TYPE HEADACHE (TTH)
ICD : G44.2
KRITERIA DIAGNOSIS
• Klinis :
a) Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral
2. Menekan / mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
d) Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia)
2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia.
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
• Laboratorium : darah rutin, elektrolit, kadar gula darah,dll (atas indikasi untuk menyingkirkan
penyebab sekunder)
• Radiologi : atas indikasi (untuk menyingkirkan penyebab sekunder).
• Gold Standard : Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nxeri kepala Perdossi 2005
yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society)
• Patologi Anatomik :
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Nyeri kepala servikogenik
3. Psikosomatis
TATALAKSANA
• Medikamentosa :
1. Analgetik : aspirin, asetaminofen, NSAIDs
2. Caffeine 65 mg (analgetik ajuvan).
3. Kombinasi : 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein
4. Antidepressan : amitriptilin
5. Antiansietas : got. Benzodiazepin, butalbutal.
• Terapi non-farmakologis :
a. Kontrol-diet
b. Hindari faktor pencetus
c. Hindari pemakaian harian obat analgetik, sedatif dan ergotamin
d. Behaviour treatment
• Terapi fisik
PENYULIT
rebound headache (efek paradoksikal obat analgesik), adanya penyakit penyerta seperti ansietas,
depressi yang dapat memperberat atau menyebabkan TTH.
KONSULTASI
tergantung kasus : interna, THT, gigi mulut, psikiatri
JENIS PELAYANAN
Poliklinik rawat jalan
NYERI KEPALA KLASTER
G44.0
KRITERIA DIAGNOSIS:
• Klinis :
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali di
orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-180 menit bila tak
diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi.
c. Frekuensi serangan :
dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
• Laboratorium
• Radiologi
• Gold Standard
: darah rutin
: CT-scan/MRI (menyingkirkan penyebab lain)
: Kriteria diagnosis Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005
yang diadaptasi dari I H S (Intrenational Headache Society)
• Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari, aneurisma
arteri karotis, kanker nasofaring.
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteritis
TATALAKSANA
• Medikamentosa :
Serangan akut (terapi abortif) :
1. Inhalasi 02 100% (masker muka) 7 l/menit selama 15 menit
2. Dihydroergotamin (DHE) 0,5-1,5 mg IV
3. Sumatriptan inj. SC 6 mg. dapat diulang setelah 24 jam.
4. Zolmitriptan 5-10 mg per-oral
5. Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%
6. Indometasict (rektal suppositoria)
7. Opioids
8. Ergotamin aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80%
9. Gabapentin atau topiramat
10. Methoxyflurane (rapid acting analgesic): 10-15 tetes saputangan dan inhale selama
beberapa detik.
• Tindakan : - Penyuntikan dan blokade saraf
- Operatif pada intraktabel
PENYULIT
self-injury, efek samping pengobatan, potensi penyalahgunaan medikamentosa (drug abuse),
medication overuse headache.
KONSULTASI
Bedah saraf atas indikasi
4.1. Nyeri kepala Akut Pasca Trauma
G44.880
KRITERIA DIAGNOSIS
• Klinis : Nyeri kepala, tidak khas
a. Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala
atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.
b. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:
1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala.
2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala.
4.2. Nyeri kepala Kronik Pasca Trauma
(G44.3)
a. Nyeri kepala, tidak khas
b. Terdapat trauma kepala, di mana nyeri kepala timbul dalam 7 hari sesudah trauma atau
sesudah kesadaran penderita pulih kembati
c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala
§ Laboratorium
: darah rutin, kimia darah, LCS (atas indikasi)
§ Radiologi
: Foto tengkorak, Neuromaging CT scan/ MRI
§ Gold Standard
: Kriteria diagnostic Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri kepala Pardossi
2005 yang diadaptasi dari kepala HIS (International Headache Society)
§ Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksis, gangguan
metabolic/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Peredaran Intrakranial (subdural, subarahnoid, intrkranial)
3. Psikosomatis.
TATALAKSANA
• Medikamentosa : tergantung jenis/tipe nyeri kepala
• Tindakan : atas indikasi
PENYULIT
Kelainan struktural di otak
KONSULTASI
Tergantung kasus : Bedah, Bedah saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat Inap.
TENAGA
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
5. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN SUATU SUBSTANSI
ATAU PROSES WITHDRAWALNYA.
KRITERIA DIAGNOSIS
• Klinis
Nyeri kepala akibat induksi Monosodium Glutamat (G44.83)
a. Nyeri kepala dengan paling tidak satu karakteristik di bawah :
1. Bilateral
2. Lokasi fronto-temporal
3. Diperberat aktivitas fisik.
b. Mengkonsumsi MSG
c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah mengkonsumsi MSG
d. Nyeri kepala sembuh 72 jam setelah mengkonsumsi sekali saja.
Nyeri kepala akibat induksi Kokain (G44.83)
a. Nyeri kepala dengan sekurang- kurangnya satu karakteristik di bawah ini:
1. Bilateral
2. Lokasi frontotemporal
3. Berdenyut
4. Diperberat dengan aktivitas fisik.
b. Pengguna Kokain
c. Nyeri kepala timbul satu jam setelah menggunakan kokain
d. Nyeri kepala sembuh dalam 72 jam setelah penggunaan sekali/pertama
• Laboratorium
• Radiologi
• Gold Standar
:
:
:
• Patologi Anatomik :
Darah rutin, kimia darah, urine, tes Narkoba.
Atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
Kriteria diagnostikNyerikepalaKelampokstudi Nyeri Kepala Perdossi 2005
yang, diadaptasi dari I H S (International Headache Society)
-
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Migren
3. TTH
4. Psikosomatis
TATALAKSANA
Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren.
1. Preventif
: hindari makanan yang mengandung MSG
2. Non Spesifik : - analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs
- Isometheptene
- antiemetik : domperidon, metoklopramid
3. Spesifik
: Triptans
Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain:
1. Simptomatis (analgetik)
2. Dopamin agonis
3. Betabloker
4. Terapi behaviour
PENYULIT
Gangguan psikiatri
KONSULTASI
Bagian psikiatri bila diperlukan
6. NYERI KEPALA YANG BERKAITAN DENGAN KELAINAN KRANIUM,
LEHER, MATA, TELINGA, HIDUNG, SINUS, GIGI, MULUT ATAU
STRUKTUR FACIAL ATAU KRANIAL LAINNYA.
KRITERIA DIAGNOSIS
• Klinis
Nyeri Kepala Servikogenik (Cervicogenic headache) (G44.841)
a. Deskripsi :
1. Nyeri kepala atau muka unilateral dan menetap atau bilateral
2. Lokasi nyeri pada oksipital, frontal, temporal atau orbital
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Serangan intermitten nyeri beberapa jam sampai beberapa hari, nyeri konstan atau nyeri
konstan yang disertai dengan serangan nyeri.
5. Nyeri kepala biasanya terasa dalam dan tidak berdenyut, nyeri akan berdenyut jika
disertai serangan migren.
6. Nyeri, kepala dicetuskan oleh gerakan leher, postur tertentu dari leher, penekanan
dengan jari pada suboksipital, daerah C2, C3 atau C4 atau di atas daerah nervus
oksipitalis; valsava, batuk, bersin juga dapat merupakan pemicu CH.
7. Pengurangan gerakan leher baik aktif maupun pasif; kaku kuduk.
8. Tanda dan simptom ikutan dapat menyerupai dengan migren yaitu berupa nausea,
vomitus, fotofobia, dizziness; dan penglihatan kabur ipsilateral, lakrimasi dan kemerahan
pada konjungtiva, atau nyeri tengkuk, bahu, lengan.
b. Nyeri bersumber dari daerah tengkuk/leher, dapat menyebar ke depan lebih dari 1 regio
kepala dan wajah
c. Terbukti secara klinik, laboratorium, dan imaging adanya gangguan atau lesi di servikal spinal
atau jaringan ikat di daerah leher yang bisa dianggap penyebab nyeri kepala.
d. Adanya bukti kaitan nyeri dengan kelainan di leher atau lesi lain di leher yang paling tidak
satu kriteria di bawah ini :
1. menunjukkan gejala klinik adanya sumber nyeri di leher
2. nyeri kepala akan menghilang setelah dilakukan blokade memakai plasebo atau zat
lainnya terhadap struktur servikal atau saraf-saraf servikal.
3. Nyeri akan berkurang dalam 3 bulan sesudah keberhasilan pengobatan terhadap
penyebab.
• Laboratorium Radiologi : Darah rutin, kimia darah
• Radiologi
: Rontgen foto servikal, MRI atas indikasi (menyingkirkan penyebab
lain).
• Gold Standard
: Kriteria diagnostik Nyeri kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi
2005 yang diadaptasi dari I H S (International Headache Society)
• Patologi Anatomik
:-
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor Fossa posterior
2. Chiari malformation
3. AVM (intrakranial atau perispinal)
4. Vasculitis (giant cell arteritis)
5. Vertebral artery dissection
6. Cervical spondylosis atau arthropathy
7. Herniated cervical disk
8. Spinal nerve compression atau tumor
TATALAKSANA
• Medikamentosa :
- antidepressan trisiklik
- obat anti epilepsy
- relaksan otot
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
7. NEURALGIA KRANIAL DAN PENYEBAB SENTRAL NYERI FASIAL
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Klinis
Neuralgia Trigeminal Klasik (G44.847)
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau lebih
cabang N. Trigeminus
b. Memenuhi-paling sedikit satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Tidak ada defisit neurologik
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Neuralgia Trigeminal Simptomatik (G44.847)
a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau tanpa
nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih cabang/divisi
N. Trigeminus.
b. Memenuhi paling sedikit satu karaktgristik nyeri berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang
nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior.
Neuralgia Oksipital (G44.847)
a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor,
dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadangkadang diikuti berkurangnya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena.
b. Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan
c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade local anestesi terhadap
saraf yang bersangkutan.
•
•
•
•
Laboratorium
:
Radiologi
:
Gold Standard
:
Patologi Anatomik :
Darah rutin, kimia darah
CT / MRI atasindikasi (menyingkirkan penyebab lain)
Kriteria I H S (International Headache Society)
-
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala Master
3. Gangguan pada Gigi-mulut
4. Nyeri kepala servikogenik
TATALAKSANA
Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik
Medikamentosa : Karbamasepin, Okskarbasepin, Gabapentin, Fenitoin, Lamotrigin, Baklofen
Tindakan
: Operasi pada kasus intraktabel
Terapi terhadap Neuralgia trigeminal simptomatik
1. Kausal
2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor
Terapi terhadap Neuralgia Oksipital
1. Analgetik NSAIDs mis : got. Diklofenak
2. Fisioterapi, kompres panas lokal, traksi servikal
KONSULTASI
Bedah saraf (atas indikasi)
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
8. NYERl KEPALA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT YANG BERLEBIH
(MEDICATION OVERUSE= MOH)
8.1. Nyeri kepala akibat penggunaan berlebihan analgesik
KRITERIA DIAGNOSTIK
•
Klinis:
a) Nyeri kepala timbul > 15 hari/bulan diikuti paling sedikit satu dari gejala di bawah ini:
1. Bilateral
2. Kualitas seperti menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitas ringan atau sedang
b) Pemakaian analgesik ringan >15 hari/bulan selama 3 bulan
c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik
d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian analgesik.
•
•
•
•
Laboratorium
Radiologi
Gold Standard
: Darah rutin, kimia darah,urine.
: atas indikasi menyingkirkan penyebab lain
: Kriteria diagnostik Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri Kepala Perdossi
2005 yang diadaptasi dari IHS (International Headache Society)
Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING
1. TTH
2. Psikosomatis
TATALAKSANA :
Medikamentosa & Tindakan
PENYULIT :
Adanya lesi struktural
KONSULTASI :
Psikiatri
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA :
Dokter Saraf, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN :
Tergantung kondisi Klinis.
PENYAKIT PARKINSON (ICD: G 20)
DEFINISI :
PENYAKIT PARKINSON : adalah bagian dari parkinsonism yang patologis ditandai dengan
degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia nigra diserta dengan inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy's bodies)
PARKINSONISM : adalah sindroma yang ditandai dengan tremor waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya releks postural akibat penurunan dopamine karena beberapa sebab.
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
• Umum :
gejala dimulai pada satu sisi (hemiparkinson)
tremor saat istirahat
tidak didapatkan gejala neurologis lain
tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologis.
perkembangan penyakit lambat.
respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit.
• Khusus :
Tremor : laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat.
Rigiditas
Akinesia/bradikinesia
kedipan mata berkurang
wajah seperti topeng
hipotonia
hipersalivasi
takikinesia
tulisan semakin kecil kecil
cara berjalan langkah kecil kecil
Hilangnya refleks postural
Gambaran motorik lain :
distonia
rasa kaku
sulit memulai gerak
palilalia
Perjalanan Minis penyakit Parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn dan Yahr
1. Stadium I :
- gejala dan tanda pada satu sisi
- gejala ringan
- gejala yang timbul mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat
- tremor pada satu anggota gerak
- gejala awal dapat dikenali orang terdekat
2.
Stadium II :
- gejala bilateral
- terjadi kecacatan minimal
- sikap / cara berjalan terganggu
3.
Stadium III :
- gerakan tubuh nyata lambat diri
- gangguan keseimbangan saat berjalan / berdiri
- disfungsi umum sedang
4.
Stadium IV:
- gejala lebih berat
- kecacatan kompleks
- tidak mampu berdiri dan berjalan
- memerlukan perawatan tetap
LABORATORIUM :
Tidak ada
RADIOLOGIS :
CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain
GOLD STANDARD :
Tidak ada
PATOLOGI ANATOMI :
Degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta dan adanya Lewys Body
DIAGNOSIS BANDING:
1. Progresif Supranuc(ear palsy
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal degeneration.
4. Hutington Disease
5. Primary Pallidal Atrophy
6. Diffuse Lewy Body Disease
7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
• Amantadin
• Antikholinergik
• Dopaminergik
• Dopamin Agonis
• COMT inhibitor
• MAO-B inhibitor
• Anti Oksidan
• Botulinum toksin
• Propanolol.
:
:
:
:
:
:
Benztropin mesilat, biperidin, trihexyphenidil
Carbidopa dan levodopa Benserazide dan levodopa
Bromokriptin mesilat, pergolide mesilat, pramipexole, rupinirol, lysuride
Entacapone, tolcapone
Selegiline, lazabemide
Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam ascorbat,betacaroten
B. Non medikamentosa :
• Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra, ablasi dan stimulasi otak
• Rehabilitasi medis
• Psikoterapi.
PENYULIT :
Fluktuasi obat (fenomena off on)
Hipotensi postural
Perubahan tingkah laku : dementia, depresi,sleep disorder, psikosis
KONSULTASI :
• Bagian Rehabilitasi Medis
• Bedah Saraf
• Psikiater
JENIS PELAYANAN :
Poliklinik dan rawat inap.
TENAGA :
• Spesialis Saraf
• Spesialis Bedah Saraf
DISTONIA
DEFINISI :
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus-menerus,
dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang-ulang sehingga
menyebabkan gerakan / posisi tubuh yang abnormal.
KLASIFIKASI
1. FOKAL
: Blepharospasme, Distonia Oromandibular, Distonia Spasmodik, Distonia
servikal, Writer's Cramp.
2. SEGMENTAL
: Axial ( leher, tubuh ), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial dan
crural.
3. MULTIFOKAL : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda.
4. GENERAL
: Kombinasi crural distonia dan segmen yang lain
5. HEMIDISTONIA : lengan dan tungkai sesisi.
1.
DISTONIA FOKAL PRIMER
1.A. BLEPHAROSPASME :
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
• Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari otot
orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital.
• Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, paranasal, wajah, bibir,lidah, pharing, laring
dan otot leher.
• Blephorospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air, aktifitas dan
stress. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak mata, secara bertahap
memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita mengalami kesulitan
membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari hari yang melibatkan
penglihatan.
B. LAB : Tidak ada
C. RADIOLOGIS : Tidak ada
D. GOLD STANDARD : Tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : Tidak ada
DIAGNOSIS BANDING : Tidak ada
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
• Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya kurang
memuaskan.
• Toksin botulinum merupakan obat pilihan.
B. Non medikamentosa :
• Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif.
• Rehabilitasi medis.
PENYULIT : ptosis, ecchymosis, dip(opia, ectropion, blurred vision, dry eyes.
KONSULTASI :
• Bagian Rehabilitasi Medis
• Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN :
Poliktinik dan rawat inap.
TENAGA :
• Spesialis Saraf
1.B. DISTONIA OROMANDIBULER
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
Gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut dan otot lidah sehingga dagu
menutup rapat, gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat kerusakan gigi, sendi tempo
romandibular. Adanya gerakan involuntary pada lidah menyebabkan kesulitan mengecap,
berbicara dan mencucu.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING :
1. Hemimasticatory spasm
2. Hemifacial spasm
3. Temporomandibular syndrome
TATALAKSANA
• Medikamentosa :
Toksin botulinum, Benzodiazepin, Anti cholinergic, Baclofen biasanya kurang bermanfaat.
• Non medikamentosa : speech terapy, operasi
PENYULIT : Nyeri lokal, kesulitan mengunyah dan berbicara
KONSULTASI : Rehabilitasi medis, bedah saraf
JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap
TENAGA :
• Spesialis Saraf
• Spesialis Bedah Saraf
• Spesialis Kesehatan Jiwa
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Sulit disembuhkan
1.C. DISTONIA SERVIKAL
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
• Tortikolis, rotasi kepala kelateral, laterokolis, retrokolis dan anterokolis.
• Sepertiga penderita mengalami scoliosis, nyeri lokal akibat spasme otot dan spondilotik
radikulomyelopati.
• Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan.
• Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING : distonia karena keracunan obat metoklopramide, neroleptik.
TATALAKSANA :
•
Medikamentosa : biasanya tidak banyak bermanfaat.
Ø Obat pilihan : triheksiphenidil, injeksi toksin botulinum.
Ø Bensodiazepin bisa mengurangi nyeri.
Ø Haloperidol jangan digunakan karena dapat menyebabkan tardive dyskinesia.
PROGNOSIS :
20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian. Sebagian besar mengalami
distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalista.
1.D. DISTONIA LARINGEAL (DISPHONIA SPASMODIK)
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
• Latar belakang penderita : guru dan penyanyi.
• Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena
hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m. krikoaritenoid
posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu. Keluhan berupa
suara serak, berat, bergetar.
B. LABORATORIUM : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI: tidak ada
DIAGNOSIS BANDING :
Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis.
TATALAKSANA :
A. Medikamentosa : tidak banyak membantu. Toksin botulinum hrs digunakan secara hati hati,
oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi
B. Non medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi .
PENYULIT : aphonia dan disfagi
KONSULTASI : Rehabilitasi medis, dr. Bedah leher dan kepala.
JENIS PELAYANAN : rawat jalan dan rawat inap
TENAGA :
• Spesialis Saraf
• Spesialis Kesehatan Jiwa
• Spesialis Bedah Kepala dan Leher
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : biasanya sulit disembuhkan.
1.E. LIMB DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS:
A. KLINIS :
Ada 2 bentuk yaitu :
a. idiopatik
: biasanya diawali dengan aksi distonia.
b. sekunder :
Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer. Gejala biasanya muncul saat istirahat. Gejala
distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan pekerjaan (graphospasm, Writer's
cramp) pada distonia idopatik sedangkan pada yang sekunder berupa distonia spesifik
yang muncul saat menulis, mengetik,makan, olahraga atau saat bermain musik. Kadang
kadang disertai dengan tremor esensial.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism.
PENYULIT : segmental atau general distonia.
KONSULTASI :
• Bagian Rehabilitasi Medis
• Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN : Poliklinik dan rawat inap.
TENAGA :
• Spesial Saraf
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Sulit disembuhkan.
PENYAKIT HUNTINGTON
DEFINISI :
Penyakit Huntington (PH) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal dominan,
yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah movement disorders
(chorea), demensia. Pada PH a (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau tingkah laku.
KLINIS :
1. Manifestasi Minis onset tidak pasti (insidious), umur 35-40 tahun, prevalensi 4-8/ 100.000
penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi CAG pada chromosom
4).
2. Chorea timbul pada 90% PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak,
berlebihan, ireguler, kasar, berubah-ubah arah, random.
3. Dalam perjalanan PH progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi dystonia,
gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia,
gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut
dysphagia.
4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan
sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan
immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote momory
terganggu.
5. Gangguan Psikatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan
pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi.
LABORATORIUM :
Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH (triplet expansi CAG pada
chromosom 4).
RADIOLOGIS :
Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus
pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
GOLD STANDARD : tidak ada
PATOLOGI ANATOMI :
Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek,
substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
DIAGNOSA BANDING, Klasifikasi chorea :
Primary chorea
-
Huntington's diseases
Neuroacanthocytosis
Dentato-rubral-pallidoluysian atrophy
Benign hereditary chorea
Wilson's diseases
PKAN / HalllerverdenSpatz Syndrome
Senile chorea
Paroxysmal choreoatNetose
Secondary chorea
Others
-
- Metabolic disorders
- Vitamine deficiency
(B1 dan B12)
- Exposure to toxin
- Paraneoplastic syndromes
- Postpump
choreoathetosis
Sydenham's chorea
Drug induced chorea
Immune mediated chorea
Infectious chorea
Vascular chorea
Hormonal disorders
TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
- Remacide dan Coenzyme Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas
- Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepresan (amitriptylin atau imipramine, nortriptylin),
SSRI (fluoxetine atau sertraline)
- Chorea dapat diberikan :
B. TINDAKAN : Tidak ada
PENYULIT :
- Gangguan Psikiatri dan tingkah laku
- Parkinsonism seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoc(onus, ataxia,
dysphaqia
KONSULTASI : Dokter spesialis jiwa
JENIS PELAYANAN :
- Ringan rawat jalan
- Berat rawat inap
TENAGA : Dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS :
PH adalah penyakit neurodegeneratif yang progresif berakhir fatal, Sebab kematian biasanya
aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh.
SYDENHAM'S CHOREA
KRITERIA DIAGNOSA :
A. DEFINISI :
Sydenham's chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi AR Haemolytic streptococcal
dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan otot
dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun.
KLINIS :
1. Didahului adanya infeksi A(3 Haemolytic streptococcal ( 20 - 30%)
2. Umur 5-15 tahun
3. Perempuan predominan.
4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington
5. Perubahan tingkahlaku , gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel
6. Sembuh sendiri 5-16 minggu.
LABORATORIUM :
Kadar ASTO (Anti Streptolisin 0 ) meningkat
RADIOLOGIS : MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen
PATOLOGI ANATOMI : tidak ada data
DIAGNOSA BANDING :
Secondary chorea
Sydenham's chorea
Immune mediated chorea
Vascular chorea
Hormonal disorders
Drug induced chorea
Infectious chorea :
Bacterial
Sydenham's (post streptococcal)
Sub-acute bacteria endocarditis
Neurosyphilis
Tuberculosis
Viral
Measles
Mumps
Influenza
Cytomegalovirus
Subocute sclerosing panencephalitis
Human immune deficiency virus Epstein-Barr virus (mononucleosis)
Borrelia burgdorferi (Lyme disease)
Varicella
Prion
Creutzfeldt-Jakob disease
TATALAKSANA :
A. MEDIKAMENTOSA :
- Chorea dapat diberikan :
- Haloperidol 0,5 - 5 mg/hari,
- Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai.
- Amantandine 100-300 mg
B. TINDAKAN : KONSULTASI : -
TREMOR ESENSIAL
KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS :
• Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (Lihat Tabel)
Kriteria Inti
Kriteria Sekunder
- Tremor saat kerja bilateral di tangan dan Lama > 3 tahun
lengan bawah
- Tidak ada kelainan neurologis lain, kecuali Riwayat keluarga positip
cogwheel phenomenon
- Tremor kepala dengan / tanpa dystonia
Ada respon terhadap alkohol
• Onset usia rata-rata TE : 45 tahun Bisa unilateral atau bilateral Tremor bisa meluas sampai
kepala dan leher, kira-kira 50-60% TE mengenai kepala
• Tremor suara (Voice Tremor) terjadi pada 30% pasien
• TE jarang pada tubuh dan kaki
• TE cenderung prpgesif dan sama dengan bertambahnya usia
• Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring.
• Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan gelas
LABORATORIUM :
RADIOLOGI
:
GOLD STANDARD :
PA
:
tidak ada keluhan
DIAGNOSA BANDING
• Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington
• Cerebellar degenerative diseas
• Efek samping obat : obat asma, anti depresan
• Toksin logam berat : timah, merkuri
• Thypoid disease
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Obat
Dosis awal
Propanolol
30 mg/hr
Efek Samping
Kelelahan, impoten, depresi, sesak
nafas, bradycardia
Primidone
12,5 -25 mg/hr 62,5 - 350 mg/hr
Sedasi, nausea, muntah
Gabapentine 300 mg/hr
1200 - 3600 mg/hr Drowsines, kelelahan, nausea, dizzine
sempoyongan
Alprazolam
0,75 mg/hr
0,74 - 2,75 mg/hr Sedasi, kelelahan
To piramate 25 mg/hr
100 - 300 mg/hr
Parestesia, BB menurun, batu ginjal
Nimodipine 120 mg/hr
120 mg/hr
Hipotensi ortostatik
Theophyllin 150 - 300 mg/hr 15 - 300 mg/hr
Insomnia, restlessness, sakit kepala
B. Tindakan
• Bedah : continuos deep brain stimulation with electrode implanted pada ventral
intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy
• Physical terapi : speech terapi
PENYULIT
Stres, kopi, alcohol
KONSULTASI :
•
Bedah
•
Rehab medik
JENIS PELAYANAN :
•
Rawat Jalan
Dosis Tx
160 - 320 mg/hr
PROGRESSIVE SUPRANUCLEAR PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS
• Usia 50-60 tahun
• Gejala meliputi : gangguan keseimbangan (imbalance), gangguan penglihatan, disartri,
disfagi, gangguan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, atau insomnia. Tidak semua
gejala ada pada setiap pasien, tetapi sebagian besar muncul selama perjalanan penyakit.
• Biasanya dimulai dengan gangguan visual, gangguan postur dan gaya berjalan yang
tampak pada awal penyakit. Pada fase dini penderita sering tiba tiba terjatuh tanpa
penyebab yang jelas (paroxysmal disequi(brium). Sebagian besar cenderung jatuh ke
belakang, tetapi bisa jatuh ke segala arah.
• Ciri khasnya hipokinesia dan rigiditas otot-otot axial dan anggota gerak
• Gangguan gerakan ocular pursuit, khususnya kearah bawah, biasanya tampak pada saat
pertama kali memeriksakan diri. Paresis menimbulkan pergerakan kepala pasif
mengaktifkan reflek oculocephalic (supronuc(ear). Pasien kesulitan apabila menuruni
tangga, membaca atau mengambil makanan dari piring.
• Gangguan bicara dan menelan, kadang tercekik
• Ditemukan horizontal square-wave jerk, saccadic lambat dan hipometrik, dan paresis
gerakan keatas. Paresis lateral gaze terjadi pada tahap lanjut dari penyakit.
• Apraxia gerakan kelopak mata dan blepharospasme sering terjadi.\
• Tremor jarang ditemukan
• Gangguan mental sering ditemukan, sering kali berupa perubahan kepribadian, emotional
incontinence, atau depresi. Demenasia biasanya sama dengan penyakit Labous Frontalis.
• Kombinasi disartria, disfagia dan disabilitas menyebabkan kematian karena aspirasi
• Respon terapi terhadap levodopa buruk
B. PENUNJANG
• MRI otak untuk menyingkirkan dementia multi-infark dan hidrosefalus.
• Single photon emission computed tomography (PET) scan
DIAGNOSA BANDING
• Parkinson's disease idiopatik. Sulit dibedakan apabila gerakan bolamata masih normal
• Degenerasi corticobasal ganglionic, multiple system atrophy.
• Normal pressure hydrocephalus
• Multiple cerebral infark
TATALAKSANA
A. Medikamentosa
• Terapi PSP masih belum memuaskan. Pada 1/3 pasien Levodopa memperbaiki
bradikinesia dan rigiditas. Bila tidak ditemukan perbaikan motor dengan levodopa, obat di
stop
• Amantadin dan amitriptilin, tetapi penggunaannya terbatas karena efek sampingnya.
• Zolpidem memperbaiki keseimbangan dan abnormalitas pergerakan balamata
• Terapi wicara untuk manajemen disartri dan disfagi.
• Blepharospasme memberi respon baik terhadap injeksi toksin botufinum. Mata kering
akibat jarang berkedip diberi lubricant topikal.
B. Tindakan : PENYULIT
• Aspirasi pneumoni
• Mata kering
KONSULTASI : -
DEFINISI :
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba-tiba, sebentar, jerky, shocklike, akibat kontraksi otot
(positip mioklonik), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan.
KLINIS
KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi
• Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general
• Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal
• Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat kerja
• Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara
• Marsdens membagi mioklonus :
- Fisiologik - Esensial - Epileptik - Simptomatik
1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur,
biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini.
2. Essentrial Mioklonus : Onset dekade kedua, laki dan perempuan sama, timbul gerakan
mioklonus, saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi.
3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsy terutama anak-anak, tipe progresif multifokal
atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologs seperti ataxia,
spastisitas, demensia, tuli.
4. Simptomatik Mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolic, toxic,
ecenfalopati.
Klasifikasi berdasar Etiologi dan patologi :
1. Kortikal Mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal
a. Lesi fokal kortikal : tumor, angioma, encefalkitis, contoh lesi kortikal : Epilepsia partical
continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System, CorticobosalGanglionic
degenerasi
b. Cortikal myoklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris
2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris
kepala / leher
Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru badan dan anggota
3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron: Spinal mioklonus segmental :
gerakan jerky, berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur masih timbul 0,5-2
Hz.
4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle , dekat nukleus dentatus, kontralateral
sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva inferior
Etiologi mioklonus :
1. Drug induced mioklonus :
Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic
Antidepressan, MAO inhibitor.
2. Opsoklonus-mioklonus sindrome :
Viral, Ca Ovarii, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemia
3. Asterixis : Metabolik Ecefalopati (misal Hepatik), Lesi Thalamus, putamen, lobus parietal
4. Kortikal mioklonus : Tumor, angioma, encefalitis
5. Palatal mioklonus : Idiopathic, Stroke, MS, neurodegenerasi
6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervical spondilosis, Tumor, Ischemik
7. Post Anoxic encefalopati
8. Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome)
9. Trauma
10. Metal Toxic : Mangan, besi
11. MPTP
ELEKTROFISIOLOGI :
1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental
2. SSEP
3. MRI otak, spinal
DIAGNOSA BANDING :
- Chorea
- Tics
TATALAKSANA
A. Medika Mentosa:
- Cari faktor etiologi dan diobati
- Klonazepam : 4-10 mg/hr
- Sodium Valproat : 250-4500 mg/hr
- Lisirude
- Asetasolamide (Sindrom Ramsay Hunt)
- Karbamazepin
- Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi tryptophan dan carbidopa
- Asteriksis ( negative -mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit
B. Tindakan : PENYULIT : KONSULTASI : JENIS PELAYANAN : Rawat inap / Jalan
TENAGA : Medis, paramedic
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Tergantung penyebab
SINDROMA TOURETTE
KRITERIA DIAGNOSIS
DEFINISI :
Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau komplek,
disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive disorders tetapi
gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien.
KLINIS
Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5-20 tahun, dengan ratio laki-laki : perempuan 4 : 1.
1.
TICS
a. Singkat, mendadak, timbul irregular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua
bentuk tiks adalah motor dan fokal, selanjutnya masing-masing dibagi dalam bentuk
simpel dan kompleks
b. Simpel motor Tics muncul tiba-tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok-kelompok otot,
misalnya agkat bahu, kedipan mata, jerking kepala.
c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus menerus dan gerakan-gerakan tonik
yang menyerupai ditonia (disebut distonic tics)
d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan
motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya.
Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh Lain Complex
motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia.
e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorokan maupun hidung
f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi; sedangkan yang komplek antara lain,
kata, elemen musik.
g. Kata kata kotor (Koprolalia)
h. Tics motor dan phonik bisa muncul selama tidur.
2.
Gangguan Tingkah Laku (GTL)
a. Manifestasi timbul beberapa tahun bersama onset tics
b. Tingkah laku abnormal atau adanya Obsesive Compulsive Disorder (OCD) : pikiranpikiran obsesive, gerakan kompulsif, Attension Defisit Hyperactivity Disorders (ADHD),
disleksia, depresi, fobi, tingkah laku anti sosial dan kelainan kepribadian.
c. Obsesi adalah fikiran, ide-ide, bayangan2, impuls keinginan, juga perasaan kekurangan,
keseimbangan, ketakutan yang mengganggu keluarga atau sekitarnya.
d. Compulsions adalah tingkah laku sadar, berulang-ulang respons dari obsesinya, seperti :
kebiasaan mengulangi perintah/ kebiasaan, menghitung, mengecek pintu, cuci tangan
berulang-ulang dsb.
e. ADHD adalah tingkahlaku impulsive dan hiperaktif dengan menurunnya atensi. ADHD
timbul pada 50% ST , onset ADHD pada umur 4-5 tahun dan 2-3 tahun mendahuli tics.
LABORATORIUM
: tidak ada
RADIOLOGIS
: tidak diperlukan, ST hanya diagnosa klinis saja
GOLDEN STANDARD : tidak ada
Tes Neuro-psychiatric diperlukan pada OCD dan ADHD.
PATOLOGI ANTOMI
: tidak spesifik, lesi di ganglia basalis terutama nucleus caudatus, kortek
inferior parietal
DIFERENTIAL DlAGNOSA
1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia
2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak
3. Kelainan TICS motorik primer
4. Kelainan TICS multipel kronis
5. TICS pada huntington disease, parkinson
-
•
•
•
b.
Pimozide
- Haloperidol
- Risperidone
- Ziprasidone
- Trifluperazine
- Molindone
CNS Stimulus for ADHD
- Methylphnidate
- Pemoline
- Dextroamphetamine
Noradrenaline drugs for impuls control and ADHD
- Clonidine
- Guanfacine
Serotonergic drugs for OCD
- Fluoxetin
- Sertralin
- Paroxin
- Clomipramin
- Fluvoxamin
- Venlafazin
- Tripthopan
- MAOI, mianserin, benzodiazepine
2.0
0.5
0.5
20.0
1.0
1.0
5.0
18.7
5.0
0.1
1.0
20-60
50-200
20-60
25
50
25
Tindakan
- TICS : Psiko terapi
- Hipnotis
- Kelainan tingkah laku operasi bedah: Thalamotamy, tracheotomy, cingulotomy
PENYULIT
:-
KONSULTASI
- Spesialis saraf
- Spesialis jiwa
- Psikolog
:
JENIS PELAYANAN
: - Rawat Jalan
TENAGA
:
- Dokter Spesialais Saraf
- Dokter Spesialis Jiwa
- Psikologi
LAMA PERAWATAN
: tidak ada data
PROGNOSIS
: baik
CEDERA KEPALA (CEDERA OTAK)
Definisi
Cedera Otak (CO) adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung (kerusakan primer/ primary effect) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder/
secondary effect). Cedera otak yang terjadi sebagian besar adalah cedera otak tertutup, akibat
kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan talu lintas, dan sebagian besar (84%) menjalani terapi
konservatif dan sisanya sebanyak 16% yang membutuhkan tindakan operatif.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
*
Tergantung berat ringannya cedera otak yang terjadi, dibagi dalam:
2). Minimal = Simple Head Injury (SHI)
- nilai Skala Koma Glasgow 15 (normal)
- kesadaran baik
- tidak ada amnesia
3). Cedera Otak Ringan (COR)
- nilai Skala Koma Glasgow 14 atau
- nilai Skala Koma Glasgow 15, dengan
- amnesia pasca cedera < 24 jam, atau
- hilang kesadaran < 10 menit
- dapat disertai gejala klinik lainnya, misalnya : mual, muntah, sakit kepala atau vertigo
4). Cedera Otak Sedang (COS)
- nilai Skala Koma Glasgow 9 – 13
- hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
- dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologist
- amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa positif atau negatif)
5). Cedera Otak Berat (COB)
- nilai Skala Koma Glasgow 5-8
- hilang kesadaran > 6 jam
- ditemukan defisit neurologist
- amnesia pasca cedera > 7 hari
6). Kondisi Kritis
- nilai Skala Koma Glasgow 3-4
- hilang kesadaran > 6 jam
- ditemukan defisit neurologist
*
Perdarahan Epidural
- lusid interval
- anisokori pupil
- hemiparesis yang terjadi kemudian
- refleks Babinski yang terjadi kemudian
*
Fraktur Basis Kranii
- keluar cairan otak lewat hidung (rinorea) atau telinga (otorea)
- hematoma 'kacamata' atau hematoma retroaurikular (Battle's sign)
Laboratorium
- Darah Perifer Lengkap
- Gula Darah Sewaktu
- Ureum / Kreatinin
- Analisa Gas Darah (ASTRUP)
- Elektrolit
Radiologi
- Foto Kepala Polos, posisi AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi)
- Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur tulang
kepala
Patologi Anatomi
- Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI) dan
Komosio)
- Kontusio
- Perdarahan
- Edema
- Iskemia
- Infark
- Frakturtulang tengkorak
TATALAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera.
1). Minimal
- tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - istirahat dirumah
- diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda tanda perdarahan epidural,
seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval)
2). Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri)
- tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
- observasi di rumah sakit 2 hari
- keluhan hilang, mobilisasi
- simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika
- antibiotika (atas indikasi)
3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)
a. Terapi Umum
Untuk kesadaran menurun
- Lakukan Resusitasi
- Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak
boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu
(tidak boleh sampai terjadi pireksia)
- Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih
dari normal
- Jaga keseimbangan gas darah
- Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter
- Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
- Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
- Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur
basis kranii
- Infus cairan isotonis
- Berikan Oksigen sesuai indikasi
b. Terapi Khusus
1. Medikamentosa
- Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20%
- Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik
- Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cidera
- Antibiotika diberikan atas indikasi
- Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi
c. Rehabilitasi:
- Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
- Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan
PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala sisa
yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
JENIS PELAYANAN
- Rawat Jalan
- Rawat Inap
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
- tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
- terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan
khusus karena kecacatan yang cukup berat
CEDERA MEDULA SPINALIS
Definisi
Cedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang
menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan merupakan
keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk
mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu :
a). beratnya defisit neurologis yang timbul dan
b). lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresi CMS merupakan kasus
emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena satu kali medulla spinalis
rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kembali normal.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Cedera Medula Spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda tergantung letak dan luas lesi,
secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal
Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal
Sindroma
Kausa Utama
Gejala & Tanda Minis
Hemicord (Brown
Sequard
syndrome)
Cedera tembus,
ekstrinsik
Sindroma Spinalis
Anterior
Infark
a.spinalis
anterior
‘watershed' (T4-T6), Iskemik
akut, , HNP
Sindroma Spinalis
Sentral
Syrinqomyelia, Hypo[ensive
spinal cord ischemic, Trauma
spinal (fleksi-ekstensi) Tumor
Spinal
Sindroma Spinalis
Posterior
Trauma, Infark a.spinalis
posterior
kompresi
Gg sensorik kontralateral, parese ipsilateral, gg
propioseptif ipsilat, rasa raba normal
Ggn sensorik bilateral, propioseptif normal,
parese UMN dibawah lesi, parese LMN setinggi
lesi, disfungsi sphincter
Parese LMN pada lengan, parese tungkai
(bervariasi
tk
kelumpuh
annya),
dan
spastisitas. Nyeri hebat dan hiperpati, gg
sensorik pada lengan, disfungsi sphincter atau
retensio urin.
Ggn propioseptif bilateral, nyeri dan parestesi
pada leher, punggung dan bokong, parese
ringan
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah Perifer Lengkap
b. Gula Darah Sewaktu, Ureum dan Kreatinin
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP/LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi
b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi 3. Neurofisiologi Klinik - EMG, NCV,
SSEP
PENATALAKSANAAN
1. Umum
a). Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah fiksasi
leher, jangan gerakkan kepala atau leher
b). Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan tertelungkup,
lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c). Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d). Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena
paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah. Beri
infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau eskpafusin. Sebaiknya jangan
diberi caitan isotonik seperti NaCI 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2 mg
adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali/menit, berikan
sulfas atropin 0,25 mg i.v.
2. Medikamentosa
a). Berikan metil-prenisolon 30 mg/kgBB, i.v perlahan-lahan selama 15 menit. 45 menit
kemudian per infus 5 mg/kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid
dan peningkatan sekunder asam arakidonat.
b). Bila terjadi spastisitas otot :
* diazepam 3 x 5-10 mg / hari
* baklofen 3 x 5 mg hingga 3 x 20 mg / hari c).
c). Bila ada rasa nyeri dapat diberikan :
* Analgetika
* antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari
* antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari
d). Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg),
pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.
3. Operasi
Tindakan operatif dilakukan bila :
* ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis
* gambaran neurologis progresif memburuk
* fraktur, dislokasi yang labil
* terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis
PENYULIT
Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat 'waktu emas' ), tidak dapat sembuh
sempurna
KONSULTASI
- Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi
- Neuroemergensi
- Neurorestorasi/Neurorehabilitasi
JENIS PELAYANAN
- Rawat Inap
- Rawat Jalan
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
- Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan, biasanya 7 hari
sampai 1 bulan
- terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan
khusus karena kecacatan yang cukup berat
NEUROPATI
Definisi :
Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau
degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf spinal
dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan
saraf otonom.
Etiologi :
1.
Metabolik
* Neuropati diabetic :
- Polineuropati
: komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala & tanda
: - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada
tangan
- gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa
gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta posisi.
- Otonom neuropati :
Gejala & tanda
: keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnaldiare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi Et retensio urin,
gastroparesis dan impotensi.
- Mononeuropati
Gejala & tanda
:
: terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala
nyeri.
* Polineuropati uremikum :
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda
: - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan
- rasa gatal, geli Et rasa merayap pada tungkai dan paha
memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan
(restless leg syndrome).
2.
Nutrisional
* Polineuropati defisiensi :
1. Piridoksin
: pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
2. Asam folat
: sering pada penggunaan fenitoin > a intake asam folat yang kurang
3. Niasin
: pada pasien defisiensi multiple
* Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin
Gejala & tanda
: gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan.
3.
Toksik:
* Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala & tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik yang
berkembang lambat
- gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh karena intake
arsen.
* Merkuri : .
Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen
4.
Drug induced
* Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala & tanda : - Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa
-
Kloramfenikol & metronodazole : gangguan sensoris ringan/ akral parestesia,
kadang optik neuropati.
5.
Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy
Gejala & tanda : - Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor polineuropati
akibat ”remote effect” keganasan seperti: mieloma multipel, limfoma
- Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut kelumpuhan.
6.
Trauma : neuropati jebakan.
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
: - gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba,
vibrasi dan posisi.
- gangguan motorik : kelemahan otot-otot
- reflek tendon menurun
- fasikulasi
* Laboratorium :
- Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar
logam berat, fungi hormon tiroid
- Lumbal pungsi : sesuai indikasi
* Gold Standard :
- ENMG : degenerasi aksonal & demielinisasi
- Biopsi saraf
DIAGNOSIS BANDING :
- miopati
- motor neuron disease
- multipel sklerosis
TATALAKSANA
- Terapi kausa
- Simptomatis : analgetik, antiepileptik
- Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
- Fisioterapi
PENYULIT
- Penyakit dasar : progresifitas & komplikasinya
- Perawatan & fisioterapi yang kurang cermat menimbulkai atrofi, dekubitus, infeksi saluran
kencing dan kontraktur.
KONSULTASI
- Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar)
- Bedah saraf / bedah lainnya (sesuai kausa)
- Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat inap : sesuai penyakit dasar
TENAGA
- Perawat, dokter umum & dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
- antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat
- kadang-kadang penyembuhan tidak sempurna
SINDROM TEROWONGAN KARPAL
Definisi :
Jebakan n. medianus di dalam terowongan karpal
Etiologi :
- Penyempitan ruangan di dalam terowongan
- Peningkatan sensibilitas saraf terhadap tekanan
- Gangguan endokrin
- Gerakan berulang-ulang pada pergelangan tangan
- Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
:
- Parestesia dan nyeri pada pergelangan, tangan & bagian volar 3 jari sering kali hanya pada
ujung jari, terutama pada malam hari
- Tanda Tinnel +
- Tes Phallen +
* Laboratorium
:
- Hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi ginjal, tiroid.
* Radiologi
:
- Rongent pergelangan tangan (osteofit, deposit kalsium)
* Golden Standard :
- ENMG
DIAGNOSIS BANDING
- Radikulopati servikal
- Rematik non artrikuler
TATALAKSANA
* Medikamentosa : - antiinflamasi, analgetik
* Tindakan
: - release n. medianus
- splint
* Terapi kausa
PENYULIT
- Penyakit dasar
- Komplikasi atrofi otot thenar penekanan jangka panjang
KONSULTASI
- Penyakit dalam : penyakit sistemik yang mendasari
- Fisioterapi
- Ortopedi : release n. medianus
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
TENAGA
- Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
- 1 bulan
NEUROPATI ULNAR
NEUROPATI ULNAR PADA SIKU
Definisi :
Jebakan n. Ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi
Etiologi:
- Deformitas siku
- Trauma
- Penekanan eksternal
- Tumor
- Metabolik
- Leprosi
- Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
: - Gangguan sensoris jari ke-5 dan ½ lateral jari ke 4 bagian dorsal dan
palmar
- Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abduktor digiti minim
- Tahap lanjut atrofi m. Hipothenar, claw hand (jari 4, 5)
- Tes fleksi siku +
* Laboratorium
: - hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid
* Radiotogi
: Rongent artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium)
* Golden Standard : ENMG
DIAGNOSIS BANDING
- Gangguan radik
- Gangguan pleksus brakialis
- ALS
- Syringomieli
TATALAKSANA
- Terapi kausa
- Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
- Tindakan : Cubital tunnel decompression
KONSULTASI
- Penyakit dalam : sesuai kausa
- Bedah ortopedi
- Kulit : leprosy - Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
TENAGA
- paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
- 1 bulan
SINDROM KANALIS GUYON
Definisi :
Jebakan n. ulnaris di dalam kanalis Guyon
Etiologi :
- tumor ( gangglion, lipoma dll)
- artritis rematoid
- tekanan eksternal
- gerakan berulang pada pergelangan tangan
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
: - gangguan sensoris pada jari 5 & 1/2 lateral jari ke 4 bagian dorsal &
palmar
- kelemahan otot intrinsik ulnaris
- claw hand (jari ke-4 & 5)
* Laboratorium
: - Hematologi rutin, gula darah puasa
* Radiologi
: - Rongent pergelangan tangan: artritis, fraktur
- CT scanning pergelangan tangan: gangglion, tumor
* Gold standard
: - ENMG
DIAGNOSIS BANDING
- Gangguan radik
- ALS
- Gangguan pleksus brakialis
- Syringomyeli
TATALAKSANA
- Terapi kausa
- Medikamentosa : antiinflamasi, analgetik
- Tindakan pembedahan
PENYULIT
- Penyakit dasar : progresifitas penyakit
- Perawatan fisioterapis yang tidak tepat menimbulkan : trofl dan kontraktur
KONSULTASI
- Bedah ortopedi / bedah onyeri kepalaologi
- Penyakit dalam
- Fisioterapi
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA
- Paramedik, dokter umum, dokter spesialis
LAMA PERAWATAN :
1 bulan
CERVICAL SYNDROME
Definisi
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar,
spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, “facet joints”.
Kausa antara lain:
• Spondylosis cervicalis :
- Myelopathy
• Mekanik:
- Neck Strain
- Herniasi diskus
• Infeksi:
- Osteomyelitis
- Meningitis
• Referred
- Thoracic Outlet Syndrome
- Pancoast’s tumor
• Neurologik:
- Brachialis plexitis
- Jebakan saraf perifer
• Rheumatologik:
- Rheumatoid arthritis
- Fibromyalgia
• Neoplasma
- Multiple myeloma
- Syringomyelia
KRITERIA DIAGNOSIS
• Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan
• Nyeri leher sering didahului spasme otot-otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai
beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher secara
bersamaan (Spurling manuver)
• Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal seperti batuk,
bersin, mengedan, atau manuver valsava.
Pemeriksaan Penunjang
• Intermitted test
• Foto cervikal AP / lateral dan oblik
• EMNG
• Myelografi
• CT-Myelo
DIAGNOSIS BANDING
• HNP
• Menginitis TBC Servikal
TATALAKSANA
v Konservatif 3-6 minggu, berupa:
• Istirahat servikal → Neck Collar bila perlu
• NSAID
• Suntikan lokal
• Fisioterapi
v Operatif bila ada penyulit
PENYULIT
v Nyeri neuropatik
v Kelumpuhan anggota gerak
JENIS PELAYANAN
v Rawat jalan
v Rawat inap bila nyeri tidak tertahan nyeri kepalaan (obat tak menolong) bila diduga ada
penyebab lain.
TENAGA
v Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf / Ortopedi
LAMA PERAWATAN
v Minimal 1 (satu) Minggu
PROGNOSIS
v Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan
STRAIN LUMBO-SACRAL
Definisi
Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa penjalaran nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke
bokong serta paha belakang.
Kausa
Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot-tendon tanpa adanya ruptur atau
avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada otot.
Merupakan 60-70 % penyebab NPB
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Pada strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam posisi
yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh.
•
Terasa nyeri setempat, mula-mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku
•
Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis.
•
Pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologi dan otonom normal
•
Foto lumbosakral mungkin dijumpai kurva lurus atau skoliosis
•
Pada strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat. Dijumpai
pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian.
•
Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau menetap
pada saat berbaring.
Pemeriksaan Penunjang
•
Foto lumbosakral
•
EMNG
DIAGNOSIS BANDING
•
Ischialgia : kelainan-kelaianan organ abdomen, organ rongga pelvis
•
Spondilolistesis
TATALAKSANA
•
NSAID
•
Relaksan otot
•
Suntikan anestesi lokal + steroid pada nyeri lokal hebat
•
Fisioterapi : pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri dan
spasme.
•
Untuk Strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikuti latihan fisik aktif yang terprogram.
•
Untuk Strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktivitas harian serta latihan yang
terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh memerlukan
waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang.
PENYULIT
KONSULTASI
•
Obgin, Internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit.
•
Psikiater.
JENIS PELAYANAN
•
Rawat jalan
•
Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada penyebab
lain, yang harus dieksplorasi
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
MIOPATI
ICD 359
Definisi / Etiologi
Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik
primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis :
• Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
• Kedutan otot, kram otot, nyeri, dan pegal pada otot-otot
• Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
Pemeriksaan Fisik :
• Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara
berdiri / berjalan
• Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan Penunjang :
• Pemeriksaan laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK), lactic dehydorogenose
(LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma
• Pemeriksaan EMG
• Pemeriksaan biopsi otot
A. DISTROFIA MUSKULER TIPE “DUCHENE”
• Hampir selalu laki-laki karena diturunkan secara x-linked resesif.
• Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan, usia 5
tahun tidak pandai berlari, “Gower sign" dan "Wadding gait" dapat ditemukan.
• Kelemahan otot terutama bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot pinggang
daripada otot-otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius.
• Kelemahan, atrofi, kontraktor dan deformitas otot skelet terjadi dengan cepat sehingga
umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia 12-13 tahun.
• Kenaikan enzim-enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile. Di antara
enzim-enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan hasilnya tepat
(70-80 %).
• Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah onset.
B. DISTROFI MUSKULER TIPE “BECKER”
• Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipe Duchene
hanya lebih ringan.
• Onset umur 5-25 tahun.
• Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun.
C. DISTROFI MUSKULER TIPE “LIMB GIRGLE”
• Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik.
• Onset umur 10-30 tahun.
• Distribusi kelemahan otot bermula otot-otot pinggang atau gelang bahu kemudian
meluas pada otot-otot yang lain.
• Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah usia 40 tahun.
D. DISTROFI MUSKULER FASIOSKAPULOHUMERAL
• Ditemukan secara autosomal dominan
• Onset umur 10-20 tahun
• Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dan gelang bahu kemudian otot
pinggang dan tungkai bawah.
• Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan.
E. MIOTONIA
• Diturunkan secara autosomal dominan.
• Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau
• Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul.
• Pada dermatomiosotis perubahan warna kulit pada kelopak mata atas, eritema kulit dan
atrofi.
G. PARALISIS PERIODIK
• Diturunkan secara autosomal dominan.
• Onset umur 10-25 tahun.
• Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi,
hiperkalemi, dan normokalemi.
• Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun
tidur pagi hari.
• Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada
ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher.
DIAGNOSIS BANDING
•
Poliomietitis
•
Motor neuron disease
TATALAKSANA
v Pencegahan : “genetic counseling”
v Pengobatan
• Sesuai kausa
• Rehabilitasi medik
• Terapi suportif : Pemberian prednison
* Distrofi muskuler : 1 mg / kgBB / hr selama 6 bulan
* Poliomisitis
: 1 mg / kgBB / hr selama 3 bulan
* Dapat diberikan "continuosly" atau "alternating"
- Obat sitostatika misalnya metotreksat, siklofosfamid, azatioprin, klorambusil.
- Penggantian plasma
• Bedah
PENYULIT
Disfagia, pneumonia aspirasi, penyakit akan memburuk secara bertahap sampai timbulnya
komplikasi kardiopulmonal.
KONSULTASI
• Bagian PA
• Bagian Bedah
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Bervariasi sesuai dengan jenis miopati dan komplikasi / penyulit yang terjadi.
PROGNOSIS
Umumnya kurang baik untuk distrofi muskuler.
MIELOPATI
ICD G 95.9
Definisi / Etiologi
Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh adanya lesi komplit atau
inkomplit.
Etiologi
- Vaskuler
- Obat-obatan
- Radiasi
- Infeksi
- Degenerasi
-
Tumor
Demielinisasi
Trauma
Tidak diketahui
KRITERIA DIAGNOSIS
•
Anamnesis: Lemah / lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar,
gangguan sensibilitas.
•
Fisis : parese / plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau
campuran UMN dan LMN), hipestesi / anestesi segmental, gangguan fungsi otonom.
•
Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif.
•
Tidak ditemui tanda-tanda radang atau penyebabnya tidak diketahui.
•
Pemeriksaan Penunjang
•
Pemeriksaan Laboratorium:
•
Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin
•
Likuor serebrospinalis
•
Pemeriksaan Radiologik :
•
Foto polos vertebra AP / Lateral / Oblik
•
Mielografi
•
CT mielografi
•
Pemeriksaan penunjang lain :
•
EMNG
•
Tes keringat
•
Bila perlu dan fasilitas tersedia :
•
SSEP / VEP
•
Bone Scanning
•
MRI
DIAGNOSIS BANDING
Polineuropati
TATALAKSANA
•
Kausal
•
Simptomatik
•
Suportif
•
Rehabilitatif : Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli-buli
PENYULIT
Bronkopneumoni, dekubitus, kontraktur sendi, atrofi otot, infeksi saluran kemih
KONSULTASI
•
Bedah Saraf
•
Bedah Ortopedi
•
Bagian lain yang terkait
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA STANDAR
BELL'S PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer.
Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral.
Terjadinya akut (dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air
mata, gangguan rasa kecap, hiperakusi.
Pemeriksaan penunjang
EMG, Bila curiga parese N. VII simtomatik seperti :
Darah Tepi : jumlah lekosit, Kadar gula darah
Foto mastoid
DIAGNOSIS BANDING
Parese N. VII perifer simtomatik
TERAPI
Terapi Farmaka
: Prednison 1 mg / kgBB (5 hari), diturunkan 2 tab / hari sampai 10 hari
(stadium akut)
Mecobalamin 3 dd 500 ug
Analgetik bila nyeri
Terapi-Non Farmakologi : Fisioterapi setelah hari ke 4 awitan
KOMPLIKASI
Infeksi mata (keratitis, konjuktivitis)
Tick fasialis
KONSULTASI
Bila curiga parese N. VII simtomatik seperti Bag. THT
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
TENAGA
Dokter spesialis saraf
PROGNOSA
85 % sembuh dalam 3 minggu. 15 % sembuh dalam 3 – 6 bulan.
PERIODIK PARALISIS
KRITERIA DIAGNOSTIK
Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan gangguan
pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan gejala
kelumpuhan anggota gerak.
Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada
gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap
sampai 36 jam.
Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin.
Kadar kalium darah 2-3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal Pria lebih banyak daripada
wanita
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : kalium darah
EMG
: Gambaran lesi miogen
EKG
DIAGNOSA BANDING
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain
TERAPI
Terapi Farmaka :
Fase Akut : Pemberian K secara peroral atau parenteral
Profilaksis : Diet tinggi Katium, rendah Na, rendah karbohidrat
Aldakton 100 mg po / hari
Tiamin HCl 50 mg / hari
Terapi hipertiroidsm
PENYULIT
Gangguan jantung
KONSULTASI
Ilmu Penyakit Dalam
JENIS PELAYANAN
Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang
PROGNOSIS
Ad bonam
DEKOMPRESI
Definisi / Etiologi
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan
gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/ jaringan akibat penurunan tekanan sekitar.
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa:
1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia)
• Nyeri terutama di daerah persendian anggota gerak atas dan atau bawah.
• Gatal-gatal dan bercak-bercak kemerahan pada kulit.
• Nyeri dan pembengkakan jaringan lunak setempat (obstruksi aliran limfe) : parotis, mamma
• Rasa letih, malaise, anoreksia, yang tidak sesuai dengan berat aktivitas.
2. Tipe II (Serious decompression sickness)
2.1. Gejala Neurologis:
• Lesi Serebrum : afasia, gangguan penglihatan/lapangan pandang, gangguan saraf
kranialis, hemiparese/hemiplegi, sensorik, sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran.
• Lesi Serebelum : ataksia, gangguan koordinasi, hipotoni, dismetri, asinergia, tremor,
disdiadokokinesia, dan nistagmus.
• Lesi Medulla Spinalis : paraestesi/ hipestesi/ anestesia kedua tungkai, paraparesis/
paraplegia-tetraparesis/ tetraplegia, retensi urine-alvi.
2.2. Gejala jantung dan paru (chokes):
• Rasa kurang enak dan nyeri substernal saat inspirasi maupun ekspirasi, kemudian
sesak napas disertai batuk kering.
2.3. Gejala gastro – intestinal:
• Anoreksia, nausea, muntah, atau perut rasa kram dan diare, hematemesis, melena.
2.4. Gejata telinga dalam :
• Tinitus, tub sensorineural (kerusakan kokhlea), vertigo, mual, muntah (gangguan
vestibular)
2.5. Syok setelah dekompresi (bends shock)
• Gelembung gas masuk ke seluruh pembuluh darah (AGE : arterial gas embolism)
dan dapat berakhir dengan kematian.
Pemeriksaan Penunjang
v Pemeriksaan laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah.
v Pemeriksaan radiologik : Foto toraks, CT Scan bila diperlukan.
v Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan
DIAGNOSIS BANDING
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP
TATALAKSANA
v Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan
v Medikamentosa
•
Koreksi cairan dan elektrolit
•
Antiplatelet : ASA 2 x 80 mg.
•
Kortikosteroid : Dexametasone 2 ampul / IV kemudian 1 ampul / 6 jam / IV
•
Gliserol (bila kontraindikasi dengan kortikosteroid)
•
Digitalis (bila ada indikasi)
•
Diazepam (bila ada indikasi)
KOMPLIKASI / PENYULIT
•
Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of bone, Aseptic bone
necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of bone).
•
Keracunan oksigen
KONSULTASI
-
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis.
LAMA PERAWATAN
5 hari
PROGNOSIS
Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB
•
Sembuh sempurna
•
Cacat fisik
•
Meninggal
KESADARAN MENURUN DAN COMA
ICD R40
DEFINISI
Sadar : disebut sadar bila sadar akan diri dan lingkungannya.
Gangguan Kesadaran : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan sekitarnya
Ketidakmampuan :
Ringan → berat : ada derajat / tahapan
Obtundity
Stupor
Semi Koma
Koma
→ Obtundity
: dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila
ada rangsangan
→ Stupor
: • Penderita tidur terus
• Ada gerakan spontan
• Ada respon dengan rangsang
• Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon
→ Semi koma : Hanya dengan rangsang sakit ada respon
→ Koma
: Tak ada respon dengan rangsang nyeri
ETIOLOGI
I.
Lesi Struktural
a. Lesi Supratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : Stroke, tumor, abses serebri
- Status konvulsivus / epilepsy
b. Lesi Infratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : stroke, tumor, abses serebri
II.
Non Struktural / Metabolik
A. Primer
1. Penyakit pada substansia grisea : Pick's Disease, Alzhoimer's disease
2. Penyakit pada substansia alba : Leukodistropi
B. Sekunder
Hipoksia penurunan kadar dan tekanan oksigen darah : penyakit paru-paru, penurunan
tekanan atmosfir oksigen
Penurunan kadar oksigen darah namun tekanan normal : anemia, keracunan CO
Iskemia :
Penurunan CBF karena kardiac out put menurun : cardiac arrest, aritmia kordis, Adam
Stokes Syndrom, infark miokard, gagal jantung kongestif
Penurunan CBF karena tahanan perifer dalam sirkulari sistemik menurun :
Sinkop, ortostatik hipotensi, vasofagal refleks.
Penurunan CBF karena peningkatan tahanan vaskuler :
Encephalopati hipertensi, sindroma hiperventilasi, polisitemia.
Hipo / Hiperglikemia
Defisiensi Kofaktor : defisiensi tiamin
Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan Fungsi Hati
KRITERIA DIAGNOSTIK
Anamnesis / Alloanamnesis
1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati,
pengguna obat-obat narkotik
2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah-muntah
3. Menggunakan obat-obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik
Pemeriksaan fisik umum
1. Vital Sign : tekanan darah, nadi dan respirasi.
2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher : bottle sign, perdarahan hidung,
perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak.
3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rektal.
4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepaticum, bau nafas alkohol, bau nafas
faeces
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianosis, kepucatan, ikterik.
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan Neurologi umum : tanda-tanda rangsang meningeal, pemeriksaan motorik,
pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : perneriksaan yang bersifat kwantitatif dan
kwalitatif pada gangguan kesadaran.
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka / refleks kalori
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah / batuk
4. Pola Pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi
a. Eupnea : diencephalons atas
b. Cheyne stokes : lesi di diencephalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesencephalon
d. Ataxic breathing : lesi di pons
e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata
f. Apnea : lesi di medulla oblongata
5. Pupil : Hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi :
a. Pupil kecil reaktif tehadap cahaya : korteks / diencephalons
b. Pupil besar normal di tengah mesencephalon
c. Pupil kecil di tengah pons
d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum
e. Isokor :
- Pint point : lesi pons,overdosis morphin
- Kecil reaktif : ensefalopati metabolik
- Sedang reaktif : ensefalopati metabolik; tidak reaaktif terhadap cahaya, lesi
thalamus
- Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor :
- Besar / tidak reaktif : N.III parese
- Kecil reaktif : Horner Syndrome
6. Kedudukan bolo mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi
a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherinum serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons
d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial
7. Refleks sephalic batang otok termasuk disini adalah :
a. Refleks pupil
b. Doll's eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
9.
Observasi umum lainnya
Ada gerakan automatisme seperti menguap, membasahi bibir, berarti fungsi batang otak
masih baik.
Ada gerakan miokolonik jerk berarti ada lesi hemispherium cerebri yang diffus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah
dibangunkan.
2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat lamban
berespon terhadap pertanyaan yang diajukan.
3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka / sadar dengan komunikasi
terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik ke atas ke bawah.
4. Status kotatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi
dengan baik.
TATALAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan
yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan
intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu :
A. Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai
•
Jalan Nafas
•
Pernafasan
•
Tekanan Darah
•
Cairan tubuh (asam basa, elektrolit)
•
Posisi tubuh
•
Pasang Naso Gastrik Tube
•
Katheter Urine
1.
Jalan Nafas
• Dilihat :
- Agitasi : Kesan hipoksemia
- Gerakan nafas : dada
- Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula
• Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan
• Di raba :
- getaran ekspirasi
- getaran di leher
- fraktur mandibuler
• Yang menyebabkan gangguan jalan nafas :
- Lidah / epiglotis
- Muntahan, darah, sekret benda asing
- Trauma mandibula / maksila
• Alat yang dipakai
- Jalan nafas orofaringeal
- Jalan nafas nasofaringeal
- Jalan nafas definitif
Ø Intubasi
Ø Pembedahan
Pola pernafasan
Lesi sentral : Pola nafas
- Eupnea
- Cheyne Stoke
- Sentral Neurogenik Hiperventilasi
- Apnea
Lesi Perifer
- Nafasinterkostal
Diusahakan :
• Hemodinamik stabil (tidak naik turun)
• Kondisi tensi normal
• Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock
Jenis Shock :
- Hipovolemik
- Kardiogenik
- Sepsis
- Penimbunan vena perifer (polling)
3.
Cairan Tubuh
- Cegah hidrasi berlebihan
- Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
- Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin
- Hindari Hiponatremia
4.
Gas darah dan Keseimbangan Asam Basa
- Alat Bantu Oximeter untuk mengetahui oksigenasi diusahakan SaO2 > 95 dan PaO2 >
80 mg (dengan analisa gas darah)
- PO2 dibuat sampai 100 - 150 mmhg dengan cara diberi O2
- FaCO2 : 25 - 35 mm dengan hiperventilasi
5.
Pasang Naso Gastric Tube
Pengeluaran isi Lambung berguna :
- Mencegah aspirasi, intoksikasi
- Nutrisi parenteral
6.
Posisi
- Hindari posisi Trendelemberg
- Posisi kepala 30° lebih tinggi
- Pada Koma yang lama hindari :
* Dekubitus : sering alih posisi
* Vena dalam Thrombosis : pakai stocking
7.
Katheter Urine
- Untuk memudahkan penghitungan balans cairan
- Mencegah kebocoran urin
- Berguna pada gangguan kencing
B. Therapi Kausatif / Spesifik
1. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk dengan panas yang mulai beberapa hari
sebelumnya sangat mungkin primerinfeksi (meningitis, encefalitis) di otak bila gangguan
kesadaran tanpa kaku kuduk sangat mungkin primer infeksi bukan di otak.
2. Gangguan kesadaran dengan kaku kuduk tanpa panas sangat mungkin perdarahan
subarahnoid.
3. Gangguan kesadaran dengan didapatkan gejala neurologis fokal (hemiparesis,
heminervikranial palsy) penyebabnya lesi intracranial.
4. Gangguan kesadaran disertai tanda-tanda tekanan intrakranial meninggi : (muntahmuntah proyektil, parese N. III, kaku kuduk, penglihatan kabur secepatnya diberi manitol,
dexamethason, dibuat hiperventilasi.
5. Gangguan kesadaran tanda disertai kaku kuduk atau / dan gejala neurologis fokal,
bradikardi sangat mungkin penyebabnya metabolik.
6. Gangguan kesadaran dengan tanda herniasi intrakranial (anisokor, isokor miosis /
midrasis dengan tetraparesis) termasuk gawat darurat secepatnya perlu tindakan.
7. Gangguan kesadaran dengan penyebab yang sudah jelas, dapat diterapi spesifik untuk
penyebab :
- Hipoglikemi : Glukosa
- Overdosis Opiat : Nalokson
- Overdosis Benzodiazepin : Flumazenil
KONSULTASI :
Bagian bedah Saraf
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Anestesi
Bagian Kardiologi
Bagian Pulmonologi
TENAGA
Perawat, Dokter umum, Dokter spesialis saraf
JENIS PELAYANAN
Jenis Pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan akurat dan
perlu dirawat di ruang pelayanan intensif
LAMA PERAWATAN
1-5 hari
Sindroma Guillain Barre
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
- Kelemahan ascenden dan simetris.
- Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal
lebih dulu terjadi dari otot distal kelemahan otot trunkal, bulbar dan otot pernafasan juga
terjadi.
- Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan gangguan nafas.
- Puncak defisit dicapai 4 minggu
- Recovery biasanya dimulai 2-4 minggu
- Gangguan sensorik biasanya ringan
- Gangguan sensorik bisa parasthesi, baal atau sensasi sejenis
- Gangguan N. cranialis bisa terjadi : facial drop, diplopia, disartria, disfagi
- Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
- Gangguan otonom dari takikardi, bradikardi, flushing paroxysmal, hipertensi ortostatik dan
anhidrosis
- Retensio urin dan ileus paralitik
- Gangguan pernafasan :
• dyspnoe
• nafas pendek
• sulit menelan
• bicara serak
• gagal nafas
Pemeriksaan Fisik :
Kelemahan N. cranialis VII, VI, III, V, IX, X
Kelemahan ekstremitas bawah, asenden, asimetris upper extremitas, facial
Reflex : absen atau hiporefleksi
Reflex patologi : Penunjang :
Laboratorium :
• LCS :
- Disosiasi sitoalbumin
- Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10
lymposit / mm3
- Hitung jenis dan panel metabolik tidak begitu bernilai
- Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV / micoplasma membantu penegakan etiologi
untuk manfaat epidemiologi
- Antibodi glycolipid
- Antibodi GMI
• Ro : CT / MRI untuk mengeksklusi diagnosa lain seperti myelopati
• EMG
DIAGNOSIS BANDING
- Polineuropati terutama karena defisiensi metabolik
- Tetraparesis penyebab lain
- Hipokalemi
- Miasthenia gravis
TATALAKSANA
- Tidak ada drug of choice
- Waspadai memburuknya perjalanan klinis dan gangguan pernafasan
- Bila ada gangguan pernafasan rawat ICU
- Roboransia saraf parenteral
- Perlu NGT bila kesulitan mengunyah / menelan
- Kortikosteroid masih kontroversial, bila terjadi paralisis otot berat maka perlu kortikosteroid
PENYULIT
- Gangguan otot pernafasan → respiratory failure
- Konsultasi : IPD, Anastesi, Paru
- Jenis pelayanan : Urgent & emergency
- Lama perawatan : 2-4 minggu
Miastenia Gravis
ICD G 70.7
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Kelemahan / kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum.
2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara
10% :
-
Kelemahan ekstremitas
Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
Kelemahan bersifat progressif
Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
Faktor yang memperparah gejala :
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi neuromuscular
- Pemeriksaan pita suara
Penunjang :
Laborat :
- Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon)
- Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR)
Penunjang :
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold standard : Radiologis
:DIAGNOSIS BANDING
- Histeria
- Multiple sclerosis
- Symptomatic myasthenia
- Syndroma moebius
- Cholinergic crisis
TATALAKSANA
- Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap cholinergik
ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain.
Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Prostigmin). Tidak ada
penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif.
- Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2-5
tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 th jarang menunjukkan kesembuhan.
- Kortikosteroid : Prednison 1,5-2 mg / kg / BB
Multiple Sclerosis
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
• Gejala & tanda obyektif penyakit tersebar
• Memiliki fase remisi & eksaserbasi
• Neuritis optik, neuritis retro bulbar
• Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus
• Hilangnya refleks kulit dan abdomen
• Meningginya refleks fisiologi pada tungkai
• Tanda-tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign
• Tremor nistagmus, ataksia
• Gangguan bicara
• Kelainan emosional
Penunjang
Laboratorium
LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS
Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik (> 5 sel per mm3) umumnya sel mononuklear jarang
polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa semakin tinggi jumlah sel.
Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin meningkat.
Fundus : kepucatan fundus bitemporal
EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik
Elektro okulo / nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang
Bila CT Scan : Positif pada MS bila lesi ½ -2 cm
MRI
DIAGNOSIS BANDING
- Hereditary ataxic
- Familial spastic paraplegia
- Vit. B12 defisiensi
- Tropical spastic paralysis
- SLE
- Sjogren syndrome
- Bekcet disease
- Acute diseminated encephalomalasia
- Lyme disease
- Adreno leukodistrophy
TATALAKSANA
Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan :
- Stabilisasi Blood Brain Barrier
- Mengurangi inflamasi & oedem
- Meningkatkan nerve conduction
- Menghambat sistem imune
INF ↓, IL 2 ↓, Antibody immunosupresan, NK cell ↓
Amyotropic Lateral Sclerosis
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Progressive
Kelemahan otot asimetrik, atropi otot, fasikulasi, hiperrefleksia.
Ekstremitas bawah gejala awal kram, kaku bila berjalan / lari
Ekstremitas atas kesulitan beraktifitas mengancingkan baju, mengangkat benda ringan, bicara
parau atau penurunan volume fasikulasi anggota gerak dan lidah, nyeri sendi gangguan menelan
siallorhea (salivasi berlebih)
Ketakutan, kecemasan dan depresi. Gangguan emosi berlebih tertawa dan menangis bergantian,
kakhexia yang sulit dijelaskan, atropi otot atau faktor nutrisi.
Diagnosis :
Atropi, fasikulasi, kelemahan progresif, hiperrefleksia.
Pemeriksaan perlu diulang-ulang untuk membuktikan perkembangan hiperefleksi, fasikulasi dan
keterlibatan upper & lower motor neuron.
Laboratorium
Tak ada test yang pathognomonic
Serum protein, logam berat pada tiroid dan paratiroid
High titer anti CN, antibodies
Radiologi : Myelogram of Cervical Spine
Golden Standard : ENMG
DIAGNOSIS BANDING
Spinal Cord Lesion
Spinal Bone Lesion
Infection
Gg. Endokrin
Toksin
Post-polio Syndrom, Huntington disease, Freiderich
Polimyositis, Myasthenia gravis, Muscular Distrohyi
Ataxia,
Multiple
Sclerosis,
TATALAKSANA
Medikamentosa
- Simptomatik
Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10-25 gram 3 x sehari Valium 2-15 mg 3 x 1
Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50-100 gram 4 x sehari
- Pain
NSAID & antikonvulsi
Karbamazepin 200 g 3 x 1
Amytriptilin 50-150 malam
- Obat terbaru untuk ALS
Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg / hari
Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme, granulacytopenia
- Suportive therapy (Fisioterapi)
* Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan, range of motion dan
endurance
* Diatermi, Massage, TENS
* Occupational terapi
* Speech terapi
VERTIGO
Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oteh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Klasifikasi :
Vestibulogenik :
a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere disease,
neuronitis vestibuler, drug-induced
b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma akustik.
Nonvestibuler : Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll.
KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs)
dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
v Gejala subjektif
•
Pusing, rasa kepala ringan
•
Rasa terapung, terayun
•
Mual
v Gejala objektif
•
Keringat dingin
•
Pucat
•
Muntah
•
Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
•
Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi kepala.
v Dapat disertai gejala berikut:
•
Kelainan THT
•
Kelainan Mata
•
Ketainan Saraf
•
Kelainan Kardiovaskular
•
Kelainan Penyakit Dalam lainnya
•
Kelainan Psikis
•
Konsumsi obat-obat ototoksik
A.
Anamnesis
• Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb.
• Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
• Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik.
• Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
• Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat.
• Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit
paru.
• Adanya nyeri kepala.
• Adanya kelemahan anggota gerak.
B.
Pemeriksaan Fisik
Umum : Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru,
abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum :
• Kesadaran
• Saraf-saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah, pendengaran,
dan menelan.
C. Fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas) dan fungsi sensorik (hipestesi, parestesi).
Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk menentukan lesi sentral dan perifer.
• Fungsi vestibuler / serebelar
D. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
• Pemeriksaan Radiologi : Foto tulang tengkorak leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
• Pemeriksaan Neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG).
• Pemeriksaan Neuro-imaging : CT Scan kepala, pnemoensefalografi, Tronscronial Doppler.
TATA LAKSANA
v Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
v Terapi simptomatik :
Pengobatan simptomatik vertigo :
• Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor
labirin):
Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
• Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan
akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x
50 mg/hr.
• Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine
(Merislon) 3 x 8 mg.
• Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
• Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x
2-5 mg/hr
• Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg
(bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)
• Campuran obat-obat di atas.
Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) :
• Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
v Terapi rehabilitasi
• Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Galt Exercise
PENYULIT
• Dehidrasi
• Gangguan elektrolit
KONSULTASI
• THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.
JENIS PELAYANAN
• Rawat jatan
• Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat
TENAGA STANDAR
• Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
• Minimal 1 minggu
PROGNOSIS
• Tergantung penyebab
MANUVER NYLEN BARANY
(HALLPIKE MANOUVRE)
lalah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/ nistagmus posisional paroksismal dan
membedakan vertigo sentral dan perifer.
Cara:
1. Penderita duduk di meja periksa kemudian disuruh cepat-cepat berbaring terlentang dengan
kepala tergantung (disanggah dengan tangan pemeriksa) di ujung meja dan cepat-cepat
kepala disuruh menengok kekiri (10°-20°), pertahankan sampai 10-15 detik, lihat adanya
nistagmus.
2. Kemudian kembali ke posisi duduk dan lihat adanya nistagmus (10-15 detik).
3. Ulangi pemeriksaan dengan kepala menengok ke kanan.
Hasil :
Orang normal dengan manuver tersebut tidak timbul vertigo atau nistagmus.
Tipe Perifer
Tipe Sentral
Bangkitan vertigo
Lebih mendadak, intermitten Lebih lambat, konstan
Derajat vertigo
Berat
Ringan
Pengaruh gerakan kepala
(+)
(-)
Gejala Otonom (mual, muntah, keringat) (++)
(+)
Gangguan pendengaran (tinnitus, tuli)
(+)
(-)
Tanda fokal otak
(-)
(+)
Nistagmus
Selalu ada
Dapat hilang
HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP (Sleep Restriction l Deprivation)
Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
: 1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam
(6 jam atau kurang).
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor.
b. Laboratorium : Tidak diperlukan
c. Radiologis
: Tidak diperlukan
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
Hipersomnia sebab lain
TATA LAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih. Kadang kadang dibutuhkan
perubahan pola hidup dan pekerjaan.
b. Medikamentosa:
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan jangka
pendek (Methylphenidote, Ritalin® 5-20 mg pagi dan atau siang hari)
PENYULIT :
Pembatasan tidur parsial (4-6 jam per malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu)
menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti
peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan.
Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian karena
penyakit jantung dan kematian pada umumnya.
KONSULTASI :
Bagian Saraf
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA :
Spesialis saraf dan atau konsultan sleep disorder
LAMA PERAWATAN :
Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis
PROGNOSIS :
Baik bila diobati dengan benar
SEDATING MEDICATION
(Hipersomnia karena obat Sedatif)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis :
Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti psikotik
(Chlorpromazine,Thioridaz ine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline, doxepine) anti
konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin (Chlorpheniromine, Dyphenhidramine),
anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blockers), melatonin, putus obat golongan amphetamine.
b. Laboratorium : c. Radiologis
:-
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
Hipersomnia sebab lain
TATA LAKSANA:
a. Non Medikamentosa:
Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif
b. Medikamentosa :
Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain
Methylphenidate (Ritalin) 5-80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5-60 mg dosis
terbagi, Modofinil (Provigil) 100-400 mg (sekali atau dua kali sehari).
PENYULIT :
Gangguan mood dan psikimotor di siang hari
KONSULTASI :
Bagian Saraf
JENIS PELAYANAN :
Rawat Jalan
TENAGA :
Spesialis saraf atau Spesialis saraf Steep Consultant
LAMA PERAWATAN :
Segera sembuh dengan penghentian obat sedatif.
PROGNOSIS :
Baik
NARKOLEPSI
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20-30 tahun), walaupun kadang terjadi sebelum
usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun).
2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :
a. Hipersomnia : merupakan gejala utama gejala utama yaitu mengantuk berlebihan
pada siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang
dari 30 menit
b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang khas
terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak-bahak atau marah
yang berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya singkat (detik
- menit). Terjadi kira-kira 70% penderita narkolepsi.
c. Sleep paralysis (Jawa : tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau bicara
yang terjadi awal (hipnagoqic) atau akhir tidur (hipnopompic).
d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang muncul
sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang-kadang
terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic). Halusinasi dapat berupa bayangan
orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu / monster disertai rasa takut
yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis.
3. Gejala penyerta :
a. Automatic behaviour dan amnesia : yaitu saat penderita mengantuk dan berusaha
mengatasinya tiba-tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam sadar. la dapat
melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang
komplek. Kadang keluar kata-kata yang tidak mengandung arti dan tidak relevan
dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai amnesia terhadap apa
yang diperbuat tadi.
Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya
saat mengerjakan aktivitas monoton seperti mengendarai mobil, sehingga sering
terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya berhenti dan tidur singkat
(10-30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang
sangat mengantuk seperti dokter yang praktek sampai jauh malam.
b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam
c. Sleep apneu : 20% penderita laki-laki.
4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :
1. Sleep latency < 10 menit
2. REM sleep latency < 20 menit
3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency < 5 menit
4. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5
kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography.
5. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90-100% penderita
narkolepsi tergantung ras-nya)
b.
Laboratorium
Polisomnografi (PSG)
•
Khas : Pemendekan ‘sleep onset’ dan REM latency
Gangguan kerangka tidur, sering terbangun singkat.
Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur yang dapat menyebabkan hipersomnia
•
MSLT : rata-rata sleep latency < 5 menit.
Khas : muncul sleep onset REM (SOREM) kurang dari 15 menit paling sedikit 2 dari 5
kesempatan tidur kecil.
Pada orang normal MSLT > 10 menit (8-10 menit) masih dianggap abnormal.
Onset tidur adalah jangka waktu antara lampu dimatikan dan munculnya gambaran tidur
tahap pertama yaitu NREM.
Pergantian NREM dan REM rata-rata antara 60-90 menit. Dianggap normal bila REM
terjadi kurang dari 15 menit. Dianggap abnormal bila REM terjadi <15 menit (SOREM).
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. DD NARKOLEPSI DG CATAPLEXY
narkolepsi skunder (symptomatic)
epilepsy
2.
Diagnosis Banding NARKOLEPSI TANPA CATAPLEXY
Sindroma Obstructive sleep apnoea-hypopnoea
Kurang tidur pada malam hari
Circadian rhythm sleep disorders
Idiopathic central nervous system (CNS) hypersomnia
Periodic limb movement disorder
Trauma kepala dan gangguan neurologi lainnya
Depresi
Efek samping obat
TATA LAKSANA
a. Medikamentosa
1. Obat stimulan
OBAT
Methylphenidate
Methylphenidate-SR
Dextroamphetamin
Pemoline
Modafiline
2.
b.
Obat cataplexy
OBAT
Clomipramine
Imipramine
Protryptiline
Fluoxetin
Paroxetine
Sertraline
Venlafaxine
Sodium oxybate
DOSIS (mg)
5 - 60 (dosis terbagi)
20 - 60 / hari
5 - 60 / hari
75 -150 /hari
100 - 400 ( sekali atau 2 kali sehari)
DOSIS (mg)
25 - 75
75 - 150
15 - 20
20 - 40
20 - 40
50 - 200
75 - 150
3 - 9 ( dosis terbagi pada malam hari)
Non Medikamentosa
1. Informasi
•
Narkolepsi adalah ‘kelainan/penyakit’ seumur hidup. Pasien harus mendapat
informasi yang adekuat tentang penyakitnya
•
Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota keluarga, teman,
guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat dengan penderita
•
Beberapa penderita sangat tertolong apabila berkomunikasi dengan sesama
penderita
2. Tidur malam dan tidur siang sebentar
•
Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk mencegah
terjadinya ngantuk siang hari
•
Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk mengurangi
hipersomnia
3. Pendidikan dan Pekerjaan
•
Meskipun narkolepsi tidak mengganggu intelektualitas, hipersomnia dapat
mengganggu konsentrasi dan penampilan di sekolah dan tempat bekerja
•
Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan anak-anak
penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan dengan simpatik, diberi jadwal
aktifitas yang sesuai, dan dapat tidur siang sejenak apabila memungkinkan.
•
Pasien memilih pekerjaan tertentu sehingga terhindar dari bahaya untuk pasien
maupun orang lain
•
Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi misalnya dalam
KONSULTASI :
Untuk Diagnosa Awal
:
Terapi Psikologis Awal
:
Kondisi tidak membaik / memburuk :
Dokter Spesialis Saraf
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
Dokter Spesialis Saraf
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA :
Untuk penatalaksanaan lanjutan : - Dokter Umum atau Dokter Spesialis Saraf
LAMA PERAWATAN :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
PROGNOSIS
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Kadang-kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun
Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS, dan REM Sleep / Behaviour
Disease.
IDIOPATHIC CENTRAL NERVOUS SYSTEM HYPERSOMNOLENCE
Kriteria Diagnosis
a. Klinis
1. Hipersomnia dan episode tidur malam yang memanjang, sulit bangun dari tidur.
2. Tidur kecil-kecil di siang hari yang tidak membuat segar kembali
3. Kesulitan bangun dari tidur
4. Tidak ada manifestasi dan fenomena REM abnormal
b. Laboratorium
•
PSG : yang khas menunjukan tidur yang memanjang dan efisiensi tidur yang tinggi
dengan proporsi stadium tidur yang normal.
•
MSLT : pemendekan sleep latency (< 10 menit, tetapi lebih lama dari narkolepsi) tanpa
ada periode SOREM
•
Sulit dibedakan dengan narkolepsi tanpa catap(exy
c. Radiologis
d. Gold Standard : PSG dan MSLT
e. Patologi anatomi : Differential Diagnosis :
Narkolepsi tanpa cataplexy
Tata laksana
a. Non Medikamentosa
•
Sulit diobati dengan hasil memuaskan
•
Modifikasi gaya hidup, membatasi pembatasan tidur, dan hygiene tidur yang baik
•
Tidur kecil-kecilan biasanya tidak berhasil (tidak seperti narkolepsi)
b.
Medikamentosa
•
Modafinil adalah terapi awal pilihan
•
Bila perlu dapat ditambah amphetamine dan methylphenidate
•
Kombinasi obat long dan short acting sering memberikan efek terbaik
Penyulit : Konsultasi :
Bagian saraf
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf
Lama perawatan :
Seumur hidup
Prognosis :
Tidak bisa sembuh
SLEEP DISORDERED BREATHING
(Hipersomnia karena gangguan pernafasan)
Sleep disordered breathing merupakan penyebab terbanyak dari Hipersomnia di klinis
Terdapat 3 subtipe:
1. Obstructive sleep apnoea (OSA) : ditandai oleh serangan berulang kolaps dari farings
selama tidur
2. Central Sleep Apnea (CSA) ditandai oleh periode hilangnya usaha respirasi yang dapat
terjadi secara sporadis atau dalam bentuk tertentu seperti cheyne stokes respiration
3. Sleep related hypoventilation : periode penurunan ventilasi dengan hiperkapnea yang
berlebihan, terbanyak disertai dengan kelemahan neuromuskular atau abnormalitas dinding
dada.
OBSTRUCTIVE SLEEP APNOE (OSA)
Kriteria Diagnosis :
A. Klinis :
sering asimtomatik
bila berat dan sering timbul, maka gejala kliniknya adalah sebagai berikut
•
Suara ngorok
•
Gelisah selama tidur dengan gerakan-gerakan jerky, melompat, dan lain-lain
•
Sering terbangun dari tidur
•
Simtom lain selama tidur antara lain nokturia, gastrooesophageal reflux, keringat
berlebihan, angina pektoris
•
Mengantuk berat pada siang hari
•
Gangguan kognitif
•
Sakit kepala di frontal, nyeri tenggorok, penurunan libido / impotensi
B. Laboratorium :
pemeriksaan fungsi tiroid, bila ada kecurigaan hipotiroid
blood gas analisa
kadar hemoglobin
pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi
foto polos dada / toraks
pemeriksaan Respiratory Function Test dan Polysomnography
Diferensial Diagnosis:
UARS (Upper Airway Resistance Syndrome)
Tatalaksana:
menghilangkan simtom dan memperbaiki kwalitas hidup
mengurangi faktor-faktor resiko kejadian fatal
mencegah komplikasi hipertensi, infark miokard, stroke, mati mendadak.
Penyulit : Konsultasi :
Bagian Saraf, THT, Paru, Bedah Head and Neck
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf, THT
Lama Perawatan :
Jangka panjang dan cenderung seumur hidup
Prognosis :
SNORING (Ngorok)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis:
suara gaduh / riuh timbul waktu tidur, saat inspirasi
ngorok biasanya timbul secara reguler, jika terputus-putus kemungkinan OSA atau UARS
daytime sleepiness
mengganggu pasangan tidur
b. Laboratorium :
c. Radiologis :
foto X-ray lateral cephalometry, CT scan dan MRI, ini semua untuk menilai bentuk dan
ukuran saluran nafas bagian atas dan level obstruksinya
endoskopi / nasendoskopi, dilakukan dalam keadaan bangun dan tidur
Diferensial Diagnosis:
UARS dan OSA
Tatalaksana :
Tujuannya membuat pasangan tidurnya dapat tidur nyenyak
Sebaiknya pasangan / partner disarankan tidur lebih dahulu dari penderita.
Untuk penderita pemasangan mandibular advancement devices cukup efektif jika
snooring semakin memburuk pada posisi supine
Dilakukan tindakan pada Upper Airway Surgery :
• Nasal surgery
• Palatal surgery
• Tonsilectomy / Adenoidectomy
• Linquoplasty
• Excision of Obstructif mass dan orthoqnatic surgery
Penyulit : Konsultasi :
Bagian Saraf, THT, Bedah Head and Neck, dan Bedah Gigi dan Mulut
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan dan rawat inap bila memerlukan tindakan operasi
Tenaga :
Spesilis Saraf, THT, Bedah Gigi dan Mulut, Paru.
Lama Perawatan :
Jangka panjang
Prognosis :
Ngorok biasa tidak mempunyai efek yang berat
INSOMNIA
INSOMNIA AKUT / TRANSIENT INSOMNIA
Insomnia akut adalah kesulitan tidur yang dialami < 3 minggu, bersifat temporer, dipicu oleh
kecemasan terhadap sesuatu yang diketahui oleh penderita.
Kriteria Diagnosis :
A. Anamnesa :
1. Riwayat kurang tidur, sering terbangun terutama bila ambang emosinya turun.
2. Dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkungan tidur yang kurang nyaman seperti suara-suara keras, cahaya yang
terlalu terang, gerakan dan suara mendengkur dari teman tidurnya.
b. Situasi stress misalnya saat akan menghadapi ujian, memikirkan kondisi kerja
yang tak nyaman, menderita sakit atau nyeri.
c. Higiene tidur yang jelek misalnya : sering minum kopi, alkohol terutama pada
malam hari, pemakaian obat-obat stimulant
d. Sering kumat-kumatan
B. Pemeriksaan fisik biasanya normal, status psikiatri biasanya cemas / depresi.
Diagnosis Banding
1. Insomnia sekunder oleh karena gangguan psikiatrik.
2. Insomnia sekunder oleh karena faktor organik
3. Insomnia primer
Penatalaksanaan
1. Perbaikan gaya hidup
2. Perubahan hygiene tidur yang optimal
Misalnya : menghindari minum kopi dan alkohol
menghindari obat-obat stimulan
menghindari pemakaian diuretik malam hari
3. Terapi penyebab yang mendasari
4. Insomnia yang lebih dari beberapa hari dapat di obati dengan obat hipnotik sesuai
indikasi:
a. DIS (Difficulty in Initiating Sleep)
Terapi :
- Triazolam
- Zolpidem
- Flunitrazepam
- Zopiclon
- Zoliplon
b. DMS (Difficulty in Monitoring Sleep)
Terapi :
- Temazepam
- Zolpidem
- Lormetazepam
- Zopiclon
- Oxazepam
c. EWM (Early Morning Awakening)
Terapi :
- Temazepam
- Flunazepam
- Lormetazepam
- Nitrazepam
d. EWM + Anxiety
Terapi:
- Nitrazepam
- Clorazepate
- Diazepam
- Oxazepam
- Clonazepam
Penyulit :
Insomnia kronis
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Psikiatri
Lama Perawatan :
Berlangsung sebentar
Prognosis :
Biasanya berlangsung tidak lama tapi bila berulang-ulang dapat menyebabkan insomnia kronis
(insomnia kondisional)
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
First line
Treatment
Life style advice
Optimize sleep hygien & Drug Treatment
Treat the cause
If Insomnia persist
Investigation with polysomnography
Revised of Diagnosis
If Insomnia persist
Effective
Psychotherapy
Ineffective
Behavioral
therapy
Light or melatonin
therapy
Chrono therapy
Short term
hypnotic
INSOMNIA SEKUNDER OLEH KARENA GANGGUAN PSIKIATRIK
KEADAAN KECEMASAN (ANXIETY STATES)
Kriteria Diagnosis :
1. Anamnesa : kesulitan tidur akibat rasa khawatir, was-was cemas & ketakutan yang tidak
rasional.
2. Pemeriksaan fisik : otot-otot tegang, berdebar-debar, sesak napas, kelelahan, keringat
dingin, sulit konsentrasi.
3. Polysomnografi : jarang membantu jika ada terdapat gambaran : total sleep time singkat,
peningkatan latensi tidur, efisiensi tidur menurun, peningkatan jumlah terbangun dari tidur
dan REM / REM : Normal.
Diagnosis Banding : Penatalaksanaan :
A. Medikamentosa : Long acting benzodiazepin
B. Tindakan : Penyulit :
Depresi
Percobaan bunuh diri
Konsultasi :
Bagian Neurologi dan Psikiatri
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf, Spesialis Kesehatan Jiwa
Prognosis :
biasanya membaik dengan pengobatan gangguan psikiatrinya
Lama Perawatan :
tidak lama
GANGGUAN DEPRESI
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa
: Kesulitan tidur terjadi pada awal stadium depresi, terutama pada awal
tidur, sering terbangun malam hari, bangun terlalu dini, mimpi buruk,
nyenyak berlangsung hampir tiap hari.
b.
Pemeriksaan fisik : Depresi
c.
Polysomnografi:
Pada pubertas
Pada dewasa muda
Pada Usia Lanjut
TST ↓
Awakening ↑
EWM (+)
Sleep Latency ↑
: Normal
: Abnormal
:
1 & 2 NREM Sleep ↑
3 & 4 N REM Sleep ↓
REM Sleep Latency ↓
REM Sleep ↑, Daytime nap +
Diagnosis Banding :
Demensia
Tatataksana :
A. Medikamentosa
Anti depressant Trisiklik
SSRIs
MAOIs
B.
Tindakan
Light therapy
Penyulit :
Percobaan bunuh diri
Konsultasi :
Bagian Kesehatan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Spesialis Kesehatan Jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Baik
INSOMNIA PRIMER
PSYCHOPHYSIOLOGICAL INSOMNIA (CONDITIONED INSOMNIA)
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
Kesulitan mengawali tidur yang terjadi karena perasaan khawatir tidak bisa tidur
Penderita berusaha menekan kekhawatiran tersebut
Sulit tidur nyenyak sepanjang hari
Mudah capai, lemas, gangguan memori, gangguan konsentrasi
Gangguan tidur berlangsung lama dan membaik saat liburan
b.
Pemeriksaan Fisik :
Tension headache & dizziness
c.
Polysomnografi :
TST ↓
SL ↑
1 & 2 REM ↑
Alpha intrusion (+)
Awakening ↓
Multiple sleep latency : Normal
Diagnosis Banding :
1. Gangguan psikiatrik
2. Circadian rhytm disorders
3. Poor Sleep hygiene
4. Anxiety states
5. Chronic Fatigue syndrome
6. Fibromyalgia
Tatalaksana :
•
Hypnotic therapy
•
Perbaikan sleep hygiene
•
Terapi tingkah laku
•
Relaksasi
•
Restriksi tidur
•
Kontrol rangsangan
Penyulit :
Insomnia kronis
Konsultasi :
Bagian neurologi dan psikiatri
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf dan jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Baik
CHRONIC FATIGUE SYNDROME
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa : Sulit tidur / kurang tidur nyenyak & kelelahan tiap hari yang berlangsung 6 bulan.
Lemas, gangguan konsentrasi & memori.
b. Pemeriksaan Fisik : nyeri pada seluruh otot-otot
c. Polysomnografi :
- TST ↓
- SL ↑
- 1 & 2 REM ?
- RM ↑
- Alpha intrusion (+)
- Awakening : ?
Diagnosis Banding :
1. Psychophysiological insomnia
2. Anxiety states
3. Fibromyalgia
Tatalaksana
•
Anti depresan & anti ansietas
•
Perbaikan sleep hygiene
•
Mengurangi cahaya saat tidur
•
Pembatasan gerak
•
Cognitive therapy
Penyulit :
Insomnia kronik
Konsultasi :
Bagian saraf dan Psikiatri
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Psikiatri
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Kurang baik
SLEEP MISPERCEPTION (PSEUDO INSOMNIA)
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
Sulit tidur yang ditandai dengan kesulitan menyebutkan berapa lama tidurnya, atau penyebab
patologis dari gangguan tidur tersebut. Gangguan tidur biasanya saat tengah malam berupa :
DIS & DMS dan kadang-kadang tidak tidur sama sekali, biasanya disertai dengan kelelahan,
perubahan nood.
b. Pemeriksaan fisik : Normal
c. Polysomnografi:
1. Durasi tidur : N
2. Sleep latensi : N
3. Sedikit terbangun
4. MSLTs : N
Diagnosis Banding :
a. Short sleepers
b. DSPS
c. Psycophysiological insomnia
d. Malingering
Tatalaksana :
Anti depressant
Anti anxiety
Penyulit :
Insomnia kronis
Konsultasi :
Bagian saraf dan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Jiwa
Lama Perawatan :
Lama
Prognosis :
Sering menyebabkan insomnia kronis dan dapat menyebabkan ketergantungan obat anti cemas
dan depresi.
RESTLESS LEGS SYNDROME (RLS) l PERIODIC LEG MOVEMENT
SLEEP (PLMS)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis
Terutama dari anamnesis
Dysesthesia dan restlesness di tungkai yang membaik dengan gerakan
Gejala timbul dan memburuk di waktu sore dan malam
b.
Polysomnography
Delapan puluh persen mempunyai PLMS yaitu dorsofleksi ibu jari kaki dan kadang-kadang
fleksi lutut dan panggul yang ritmik (tiap 15-30 detik).
c.
Laboratorium
Level ferritin menurun (normal > 40 mg / L)
Diagnosis Banding : Tatalaksana :
a. Dopaminergic agent, merupakan first line therapy dan sangat efektif pada RLS dan PLMS
Pramipexol : dosis efektif (0,25 - 1 mg/hari diberikan tiga kali sehari) atau
Ropinirole (0,25 - 2 mg) dua jam sebelum onset gejala jam 18.00-20.00.
L-dopa atau Carbidopa (25/100 - 100/400 mg) diberikan satu jam sebelum onset atau
dapat diberikan tiap 4 - 6 jam.
Sering memerlukan tambahan obat sedativ (seperti Gabapentine, benzodiazepin,
Trazodone) bila disertai insomnia.
b. Opioid dan Gabapentin (second line agent)
c. Benzodiazepin (third line agent)
Penyulit : Konsultasi :
Bagian Saraf
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf
Lama Perawatan :
Lama dan cenderung seumur hidup
Prognosis :
a. Kebanyakan kasus adalah kronis dan sulit sembuh
b. RLS dan PMS merupakan prediksi mortality pada penderita dengan stadium akhir penyakit
ginjal.
PARASOMNIA
•
•
•
Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang muncul
waktu tidur
Lebih sering terjadi pada anak-anak (5-15%) dari pada dewasa (1%)
Biasanya jinak tapi kadang-kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal.
SLEEP TERRORS (NIGHT TERRORS)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis
1. Gejala muncul pada perioda sepertiga awal tidur malam hari, terutama pada siklus I
NREM
2. Bisa terjadi lebih dari sekali dalam satu malam
3. Terjadi hanya beberapa detik, bisa juga dalam 10 - 20 menit, yang lebih lama dari pada
kebanyakan serangan epilepsi.
4. Anak tiba-tiba terbangun dengan megap-megap, berteriak atau menangis keras dan
tampak sangat ketakutan, agitasi dan panik.
5. Gejala khasnya adalah berkeringat, pupil melebar, nafas dan denyut jantung cepat dan
tonus otot meningkat. Enuresis kadang terjadi.
6. Anak bisa duduk atau meninggalkan tempat tidur, bicara tanpa arti.
7. Pada orang dewasa muda kadang-kadang dapat berlari secara liar mengelilingi ruangan
sehingga dapat terjadi cedera akibat lari melewati pintu atau melompat dari jendela.
8. Anak tidak memberi respon terhadap pertanyaan atau perintah dan melawan setiap
usaha untuk menenangkan yang dapat melukai penderita atau orang lain.
9. Sesudah serangan penderita tertidur lagi dengan cepat.
10. Penderita tidak dapat mengingat secara detil apa yang telah dilakukan dan mimpinya.
b.
Laboratorium :
Pada anak
: tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya.
Pada dewasa : onset baru dan serangan berulang, membutuhkan evaluasi klinis dan
Polysomnography
Pemeriksaan Polysomnography ditemukan bangun singkat dari stadium 3-4 NREM pada saat
terjadinya sleep terror (biasanya pada 1-4 jam awal tidur), tetapi tidak mencatat kejadian
parasomnianya, karena itu rekaman video saat kejadian sangat penting.
c.
Radiologis :
Tidak diperlukan
d.
Gold Standard :
Tidak ada
e.
Patologi Anatomi :
Tidak diperlukan
Diagnosis banding
1. Confusional arousal
2. Sleep walking
3. Sleep talking
4. Epilepsi
5. Episodic Nocturnal wandering
6. REM Sleep behaviour disorder
7. Nightmares
8. Nocturnal Panic Attacks
9. Post Traumatic Stress disorder
Tatalaksana
1. Perawatan umum
1.a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangannya
2.
Medikamentosa
2.1. Benzodiazepin (lorazepam 1-3 mg, clonazepam 0,5-2 mg, triazolam 0,125-0,25 mg
sebelum tidur) di indikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi serangan dan
disertai akibat yang membahayakan.
2.2. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejala-gejala autonom.
Penyulit
1. Gangguan tidur dan anxietas pada orangtuanya
2. Rasa malu untuk anak-anak
3. Dapat menyebabkan cedera pada anak-anak atau orang lain.
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Pelayanan rawat jalan.
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi, biasanya menghilang sesudah dewasa.
Prognosis :
1. Pada anak-anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4 - 12 tahun)
2. Kejadian pada dewasa kadang-kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan tindak
kekerasan atau terluka.
SLEEP WALKING (SOMNABULISME)
Kriteria Diagnosis
1. Klinis
•
Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3-4)
•
Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata, membuka selimut, bergerak
berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan tempat tidur
•
Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan respon sederhana
terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang-kadang kencing.
•
Penderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur tapi menolak
rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur dan
berusaha menyiapkan makanan.
•
Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengendarai mobil.
•
Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah bejalan di luar
rumah. Penderita biasanya mau di ajak kembali ke tempat tidur tanpa perlawanan.
•
Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan harus dihindari karena
menyebabkan kebingungan, kecemasan, dengan keinginan melarikan diri yang dapat
mencetuskan kekerasan mendadak.
•
Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sesudahnya segera tidur lagi.
2.
Laboratoris:
•
Polysomnography untuk membedakan dengan gangguan tidur yang lain.
•
Rekaman video sangat membantu melihat pola serangan.
3.
Radiologis
Tidak ada kelainan
4.
Gold Standar
Polysomnography :
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik
sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsy. Sering terbangun
langsung dari stadium 1-2 NREM disertai sleep walking. Atau dapat juga tanpa sleep walking.
Rekaman video dapat menunjukkan pola aktivitas serangan
5.
Patologi Anatomi :
Normal
Diagnosis Banding
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering
5. REM sleep behaviour disorder
6. Psychogenic fugues
7. Confusional arousal
Tatalaksana
1. Medikamentosa
1.1 Benzodiazepin (klonazepam 0,25 - 2 mg, atau diazepam)
1.2 Antidepresan kadang-kadang bermanfaat
2.
Non Medikamentosa
2.1. Hygiene tidur
2.2. Pengurangan stress dan pembatasan tidur.
2.3. Dibangunkan secara terjadwal 15-30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep
walking.
2.4. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada pintu
kamar tidur, singkirkan benda-benda tajam dan mudah pecah.
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Jiwa
Lama perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar
2. Mengganggu prestasi belajar
3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur lainnya
REM BEHAVIOR DISORDER (RBD)
(Gangguan tingkah laku saat fase tidur REM)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis
•
Usia biasanya > 50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita, kadang-kadang
ditemukan riwayat keluarga
•
Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur dan
dapat berulang setiap interval 10 menit.
•
Serangan berupa mimpi yang menyeramkan atau agresif disertai gerakan-gerakan
abnormal dan tingkah laku yang kompleks dan sering berupa tindak kekerasan sehingga
dapat melukai penderita penderita atau pasangannya.
•
Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan tetapi
tidak sampai pada tindakan seksual.
•
Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak diingat.
•
Penyebabnya:
Tidak diketahui (40% kasus)
Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan tidur fase
REM seperti amphetamine dan cocain, anti-cholinergic, MAO inhibitor, antidepressant tricyclic, SSRI, dan terutoma venlafoxine
Parkinson : 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 - 15 tahun sebelumnya.
Multiple system atrophy : 90% disertai RBD
Lewy body disease : 1/4 kasus disertai RBD
Alzheimer's disease : kadang-kadang disertai RBD
Narkolepsi sering disertai RBD
OSA berat
Periodic limb movements pada fase tidur N-REM
b.
Laboratorium:
•
Pemeriksaan polysomnography sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosa lain.
•
Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi dan
densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 - 4 N-REM, tonus otot tetap ada,
periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM
•
Rekaman video penting untuk menunjukkan bentuk gerakan-gerakan.
c.
Radiologis :
MRI atau CT scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama kerusakan di batang otak
d.
Golden Standard :
PSG, MRI atau CT scan
e.
Patologi Anatomi
Differential Diagnosis
1. Nightmare
2. Confusional arousals
3. Sleep terrors
4. Sleep walking
5. Post-traumatic stress disorders
6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis
7. Episodic nocturnal wanderings
8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA
9. Serangan panik
10. Malingering
Tatalaksana
a. Non Medikamentosa
•
•
•
Benzodiazepine seperti clonazepam 0,5 - 4 mg : efektif segera pada 90% kasus
Melatonin 3 - 15 mg malam hari sebelum tidur.
Buproprion adalah satu-satunya anti depresan yang tidak menimbulkan RBD, sehingga
dapat diberikan sebagai pengganti anti depresan lain.
Penyulit :
Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka
Konsultasi :
Bagian Neurologi
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Dokter Spesialis Saraf / Spesialis Saraf konsultan sleep disorder
Lama Perawatan :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
Prognosis
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 - 10 tahuh sebelumnya
IV. NIGHTMARE
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis
•
Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 - 6 tahun, laki-laki dan wanita sama, tetapi
pada usia dewasa wanita lebih sering, terjadi pada 1/3 akhir malam
•
Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan serta
ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kembali dengan baik,
dan sering sulit tidur kembali.
•
Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun.
•
Gejala otonomnya sedikit, seperti peningkatan detak jantung.
•
Penyebabnya:
pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM
narkolepsi
RBD
Schizoprenia
Anxietas
Obat-obatan seperti L-dopa, beta blocker
Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol
b.
Laboratorium : -
c.
Radiologis : -
d.
Golden Standard :
PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas REM ± 10 menit sebelum
terbangun dari nightmare
e.
Patologi anatomi: -
Differential Diagnosis
•
RBD
•
Serangan panik pada malam hari
•
Narkolepsi
•
Sleep terror
Tatalaksana
a. Non medikamentosa :
•
Hentikan obat-obat penyebab seperti L-dopa, beta blocker
•
Kurangi stres dan perbaiki hygiene tidur
•
Terapi kognitif tingkah laku
b.
Medikamentosa : jarang diperlukan, bila menetap dengan cara-cara diatas dapat diberikan
obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan
Penyulit :
•
Nightmare menakutkan penderita dan menyebabkan kecemasan untuk tidur
•
Menyebabkan bangun malam hari dan sulit kembali tidur
Konsultasi :
Bagian Sarf
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Dokter Spesialis Saraf, Spesialis kedokteran jiwa / Psikolo
RETARDASI MENTAL (MR)
KRITERIA DIAGNOSIS
American Association in Mental Deficiency
IQ < 70 = retardasi mental sangat ringan
IQ 55-69 = retardasi mental ringan
IQ 40-54 = retardasi mental sedang
IQ 25-39 = retardasi mental berat
IQ < 24 = retardasi mental sangat berat
Pemeriksaan Penunjang
Tes psikometri / Test intelegensi :
- Bayi : Developmental Quotient (DQ)
- Anak usia belum sekolah :
Stanford Binet Scale
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelfigense (WPPSI)
- Anak usia sekolah :
Wechsler Intelligence Scale for Children (Revised) (WISC-R)
- Anak dengan kemampuan fungsi yang sangat rendah :
The Leiter international Performance Scale
Foto polos kepala
Audiometri
EEG
CT Scan
Darah dan urin : mencari gangguan kimia / metabolik
Serologi darah dan titer antibodi TORCH
Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan hormonal (kelenjar tiroid)
DIAGNOSIS BANDING
Variasi perkembangan normal
CP dengan gangguan motorik dan bicara
Epi lepsi
Gangguan THT
Gangguan mata
Depresi
Gangguan belajar spesifik
TATALAKSANA
Terapi Farmaka
: Antikonvulsan bila kejang
Metilfenidat bila hiperaktif
Hormon tiroid pada gangguan tiroid
Terapi Non Farmaka : fisioterapi
terapi okupasi
terapi wicara
Sekolah Pendidikan Luar Biasa (SPLB) tipe C
KONSULTASI
Anak
Psikiatri
THT
Mata
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
TENAGA
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER
KRITERIA DIAGNOSTIK
Adalah suatu gangguan neuropsikiatri yang umum, khas dan dapat ditangani. Terjadi pada 3-9%
anak usia sekolah.
Pemeriksaan Penunjang
Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability & ADHD
CT scan / MRI kepala : mencari lesi
DIAGNOSIS BANDING :
Childhood mania
TATALAKSANA
Terapi Farmaka : Stimulan (Metilfenidat)
Terapi Non Farmaka : Terapi keluarga oleh psikolog
KOMPLIKASI
Gangguan interaksi sosial
Risiko drug abuse
KONSULTASI
Psikologi anak
Psikiatri anak
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Tidak perlu perawatan
TENAGA
Psikolog, psikiater, dokter spesialis saraf, terapis
PROGNOSIS
Ad bonam
CEREBRAL PALSY (C P)
KRITERIA DIAGNOSTIK
CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak
atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan involunter
atau gangguan koordinasi.
Pemeriksaan Penunjang
Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability & ADHD
EEG mencari epilepsi
CT scan / MRI kepala : mencari lesi
Pemeriksaan mata
: mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang pandang dan
buta sentral
Pemeriksaan THT
: mencari tuli sentral
Pemeriksaan Ortopedi : mencari kontraktur sendi, skoliosis, small stotur, subluksasi sendi
DIAGNOSIS BANDING
Neuromuskuler :
Spinal muscle artrophy
Distrofia muskuler
Degeneratif :
Friedriech's ataxia
Penyakit Chorea Huntington masa anak
Metabolik :
Penyakit Wilson
Kelainan Tulang & Sendi :
Arthero gryphosis multiplex kongenital
Penyakit gangguan gerak involunter :
Sindrom Tourette
Chorea Sydenham
Spasmus nutans
Penyakit metabolik
Tumor atau AVM medulla spinalis
Spinal dystrophia
TATALAKSANA
Terapi Farmaka
: Antikonvulsan bila epilepsi
Diazepam, Dantrolen, Baklofen untuk spastisitas
Terapi Non Farmaka :
Fisioterapi
Pelatihan okupasi
Sekolah SPLB
Kaca mata bila gangguan refraksi
Operasi mata bila strabismus
Alat bantu dengar bila gangguan dengar
Ortopedi
Terapi keluarga oleh psikologi
KOMPLIKASI
Epilepsi
Gangguan kognisi
Gangguan lihat / dengar
Gangguan makan - minum
Gangguan bicara
Gangguan orthopedik : kontraktur, small stature
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Tidak perlu perawatan, kecuali bila timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi pneumonia
atau gangguan traktus respiratorius.
TENAGA
Psikolog, Dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis
PROGNOSIS
Tipe tetraplegi : ad vitam & ad functionam : ad malam
Tipe hemiparesis atau diparesis ringan
: ad bonam
Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan lihat / dengar : prognosis kurang baik
Duchene Muscular Dystrophy (DMP)
Definisi :
Kelainan otot herediter yang progresif, timbul sebelum usia 5 tahun, biasanya pada anak laki-laki.
Kelemahan otot tampak di proksimal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Ø Anamnesis : Anak usia 2-4 tahun, kelemahan otot leher menetap sampai periode infancy,
perkembangan motor yang lambat, sukar menaiki tangga atau bangun dari lantai,
perkembangan yang lambat dan gangguan kognitif.
Ø Pemeriksaan fisik dan neurologi : Tanda Gowers, berjalan seperti bebek (waddling gait). Atrofi
pada otot, lordosis pada punggung. Pseudohipertrofi di otot gastroknemius, infraspinosus,
deltoid, yang agak jarang terdapat di otot gluteus maksimus, masseter dan trisep akibat
timbunan lemak dan hialin. Kelemahan otot bersifat simetris dan progresif sehingga pada usia
6-12 tahun sudah tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus menggunakan kursi
roda. 50-80 % pasien terdapat gangguan jantung. Retardasi mental ditemukan 30 %.
Radiologi : Laboratorium : - Kadar Kreatinin Kinase (CK) sangat tinggi (10.000 - 30 000)
- Elektrodiagnostik : gambaran miogenik
- Biopsi otot
Gold Standar :
Gejala klinik, pemeriksaan CK dan EMG
DIAGNOSA BANDING : PENATALAKSANAAN :
Tidak ada penatalaksanaan khusus, pengobatan hanya bersifat simtomatik dan suportif untuk
mencegah deformitas yang lebih berat.
Keluarga perlu mengetahui mengenai progresifitas penyakit dan perkiraan mengenai umur
harapan hidup pasien yang seringkali hanya sampai pada dekade kedua.
PENYULIT :
Kelemahan yang bertambah berat
Gangguan respirasi (infeksi paru)
Gangguan jantung (kardiomiopati, gagal jantung)
Kontraktur, skoliosis.
Gangguan emosi dan tingkah laku.
KONSULTASI :
Pyschiatrist, orthopedists, geneticist, cardiologist, pulmonologist, physical therapist, occupational
terapist, psychologist, nutritionist
MENINGITIS
Adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang berat dan dapat menimbulkan gejala sisa
yang permanen. Penyebab infeksi adalah bakteri, virus atau organisme yang lain.
Merupakan salah satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan mortalitas
yang tinggi dengan prognosis yang buruk.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klasik adalah panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk. Pada anak usia muda (< 2 tahun)
gejala ini sulit terlihat. Pada anak yang lebih tua gejala seperti panas badan, nyeri kepala, kaku
kuduk atau nyeri pada leher, penurunan kesadaran, muntah, defisit neurologi fokal, kejang. Pada
meningitis yang disebabkan oleh bakteri gejala ini berlangsung sangat cepat dan dapat terjadi
perburukan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis :
Penurunan kesadaran, febris.
Kaku kuduk, defisit neurologi fokal
Radiologi :
Foto toraks CT scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal
Laboratorium :
LED, PPD 5 TU
Pemeriksaan pungsi lumbal
Hasil Pemeriksaan LCS
Sel
Predominan lekosit
Protein
Glukosa LCS : serum
Bakteri
500 - 10.000
PMN
meningkat
menurun
Virus
> 6 - 500
Limfosit
normal - sedikit meningkat
Normal
TBC
> 6 - 1000
Limfosit
meningkat
menurun
Preparat langsung : Pewarnaan gram
Tinta india
Kultur
Gold Standar :
Hasil kultur yang positif terhadap bakteri atau mikobakterium tuberculosis
PENATALAKSANAN :
MENINGITIS BAKTERI : tergantung penyebabnya.
Usia
< 1 bulan
1 - 3 bulan
3 bulan - 18 tahun
Penyebab tersering
E.coli, grup B streptokokus,
L. monocytogenes
E. coli, group B
streptococcus,
L. monosytogenes,
H. influenza tipe b,
S. pneumonia
H. influenza, N
meningitidis, L.
monosytogenes, S. pneumonia
Terapi inisial
Ampisilin +
Sefotaksim / seftazidim
atau ampisilin +
aminoglikosida
Ampisilin +
sefotaksim/seftriakson
Sefotaksim / seftriakson
atau ampisilin +
kloramfenikol
Penisilin G atau
Dosis antibiotika untuk meningitis bakterialis
Antibiotika
Penisilin G
Ampisilin
Kloramfenikol
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidim
Vankomisin
Gentamisin, tobramisin
Amikasin
Nafsilini, Oksasilin
Dosis (kg BB/hari)
250.000 unit
200 - 300 mg
75 - 100 mg
200 mg
100 mg
125 - 150 mg
50 - 60 mg
6 mg
20 - 30
200 mg
Interval (jam)
4
6
6
6-8
12 - 24
8
6
8
8
6
Suportif
Monitoring tanda vital
Evaluasi status neurologi setiap hari
Monitoring intake dan output, elektrolit
Pengukuran lingkar kepala
Antikonvulsan bila ada kejang
Nutrisi yang baik
Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg / kgBB / kali 15
menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid
ditunda bila terdapat tanda perdarahan atau bila kemungkinan meningitis TBC belum dapat
disingkirkan.
MENINGITIS TBC
Medikamentosa
Obat
INH
Rifampisisn
Pirazinamid
Streptomisin
Prednison
Dosis harian (mg / kgBB / hari )
10
5
15 - 40
15 - 40
1-2
Lama pengobatan
12 bulan
12 bulan
2 bulan
1 - 3 bulan
4 - 8 minggu, tap off 2 - 4 minggu
PENYULIT
Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH
Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan saraf otak.
KONSULTASI
Bedah saraf, I.K Anak
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Tergantung klinis pasien
ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS
Merupakan infeksi pada parenkhim otak yang berat dan seringkali berakibat fatal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis
Gejala akut, nyeri kepala, panas badan, kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis fokal,
gangguan tingkah laku.
Laboratorium
Pemeriksaan lumbal pungsi : warna jernih, kadang-kadang kemerahan, sel normal atau sedikit
meningkat, protein sedikit menungkat, glukosa normal.
Radiologi
MRI terdapat kelainan di lobus temporal
EEG
Abnormal di daerah temporal
Gold Standar
PCR, IgM dan IgG HSV 1 (pada anak dan dewasa) dan HSV 2 (pada neonatus) → tidak dapat
dilakukan segera, karena baru + setelah minggu pertama.
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis virus
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Asiklovir 10 mg / kgBB / kali iv diberikan setiap 8 jam selama 10 hari. Diberikan sedini
mungkin dan boleh diberikan bila terdapat kecurigaan terhadap ensefalitis herpes simpleks
dan dihentikan bila terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks.
Manitol bila terdapat oedem otak atau tekanan intrakranial yang meningkat
Antikonvulsan bila ada kejang
Antipiretik
Antibiotika untuk infeksi sekunder
Suportif
Monitoring tanda vital
Evaluasi status iieurologi setiap hari
Mengatasi gangguan nafas
Monitoring intake dan output, elektrolit
Pengukuran lingkar kepala
Nutrisi yang baik
PENYULIT
Oedem otak
TICS
KRITERIA DIAGNOSIS
Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan
kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat bahu,
batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan menggosok,
melompat, berjongkok, menciumi objek atau bagian tubuh, copropraxia dan echopraxia, berkatakata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat anak stres. Keluhan ini
menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya berhubungan dengan gangguan
kompulsif dan ADD.
Sedangkan sindroma Tourette's bila memenuhi kriteria :
•
Multipel motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang tubuh, atau wajah).
•
Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan sniffing
•
Gejala timbul sebelum usia 21 tahun
•
Gejala menetap atau menurun lebih dari 1 tahun
PENATALAKSANAAN
Tujuan : meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tics, dan bukan untuk menghilangkan tics.
Bila anak terganggu saat sekolah, obat hanya diberikan saat sekolah saja.
•
Non farmakologi
Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress
Terapi behaviour
•
Farmakologi
Prinsip terapi :
1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap
2. Evaluasi efektifitas obat dan efek samping yang terjadi
3. Gunakan monoterapi
4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan
5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2
6. Turunkan dosis obat secara bertahap
Tier 1 :
Klonidin → dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0.05 mg. Dosis dapat
ditingkatkan setiap 5 - 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 - 0,4 mg / hari.
Guanfasin → dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis.
Klonazepam → digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek
samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.
Tier 2 :
Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang klasik
maupun neuroleptik yang atipik. Neurileptik klasik :
Pimozid → 2 - 6 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 - 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap.
Flufenazin → 2 - 4 mg / hari, mulai dengan dosis 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan secara
bertahap.
Haloperidol → 1 - 5 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 mg / hari, dinaikkan secara bertahap.
Neuroleptik yang atipik
Risperidon → maksimal 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg / hari,
malam hari.
Olanzapin → 5 - 10 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur.
Obat lain :
•
Dopaminergik → dopamin antagonis (tetrabenazin 25 - 100 mg / hari), dopamin agonis
(Pergolid, 0,1 - 0,3 mg / hari, dosis terbagi).
CHOREA PADA ANAK
KRITERIA DIAGNOSIS
Gangguan gerakan yang disebabkan karena disfungsi basal ganglia. Gerakan menyentak, cepat,
ireguler, tidak dapat diprediksikan dapat terjadi pada satu bagian tubuh yang kemudian dapat
mengenai bagian tubuh yang lain, dapat disertai dengan kesulitan untuk makan gangguan gait,
clumsiness.
Chorea yang banyak terjadi pada anak adalah Sydenham's chorea (SC, rheumatic chorea, chorea
minor, St. Vitus’ dance). Penyebabnya dapat bermacam-macam, antara lain : paroxysmal
dyskinesias, penyakit imunologi (SC, SLE, antifosfolipid antibodies), gangguan yang diturunkan
(ataxia teleangiectasia, benign familial), gangguan metabolic (hipertiroid mitochondrial
abnormalities, congenital disorders of glycosylation), infeksi, neoplasma, gangguan vaskuler dan
kelainan degeneratif.
Laboratorium
•
Elektrolit termasuk Ca
•
Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi
•
LED
•
ASO dan titer DNase B
•
Antibodi antikardiolipin
•
Antinuclear antibody
•
TSH
•
Ceruloplasmin dan level copper
•
Skrining toksikologi
•
MRI kepala
PENATALAKSANAAN
Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya Untuk gejala kliniknya
hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi
gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau menurunkan
reseptor dopamin
•
Asam valproat (10 - 20 mg / kgBB / hari )
•
Clonazepam (1 - 5 mg / kgBB / hari )
•
Haloperidol (0,5 - 2 mg, 2 x / hari)
KONSULTASI
Kardiologi anak untuk terapi preventif sekunder terhadap kelainan jantung dan A beta-hemolytic
streptococcus agar tidak terjadi rheumatic fever dan chorea yang berulang.
DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS
Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi tidak
biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak, hanya
berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh, sampai
maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, kadang-kadang bisa lebih cepat.
Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi
intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot-otot lidah, b(epharospasm, writer's cramp
dystonia, spasi dysphonia.
DIAGNOSA BANDING
Kelainan kongenital dan
perkembangan
Kelainan degeneratif dan penyebab
tak diketahui
Penyakit infeksi Gangguan metabolic
Reaksi obat
Psychogenic
Gangguan tidur
Benign dystonis of infanc
Cerebral palsy
Dyspeptic dystonio with hiatus hernia
Ataxia-teleangiectasia
Focal dystonia
Hallervorden-Spotz syndrome
Hemidystonia
Idiopatic torsion dystonia
Leber disease
Myoclonic dystonia
Segawa dystonia with diurnal fluctuation
Subacute necrotizing
Encepholomyelopathy
Dystonio Parkinson syndrome
Ensefalitis virus
GM2 gangliosidosis
PKU
Triosephosphate isomerase
Deficiency
Wilson's disease
Bethonecol, buthirophenone, carbamazepine,
Phenothiazine, reserpine, tetrabenazine
Munchausen syndrome simulating dystonia
Paroxysmal sleep dystonia
PENATALAKSANAAN
Distonia primer :
• Triheksyphenidyl :
Dosis 6-60 mgl/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg / hari pada anak 4 tahun
sedangkan anak yang lebih besar dapat dimutai dengan dosis 1 mg / hari matam hari dan
dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu.
• Carbidopa / levodopa :
Dosis 4-5 mg / kgBB / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg / kgBB / hari
• Baclofen :
Dosis 10-60 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari.
• BOTOX
Distonia sekunder :
• Reserpin 20 µg / kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg / hari dibagi dalam dua dosis
• Difenhidramin 1-1,25 mg / kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan dengan 1-1,25
mg / kg PO (maks 50 mg) setiap 6-8 jam selama 1-3 hari .
TUMOR OTAK
Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe set yang
terlibat maupun terapinya.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri kepala,
muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran, penurunan fungsi
jantung dan pernafasan.
Menurut lokasi :
•
Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disartria, hemiparesis disertai parese saraf otak,
TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran.
•
Tumor di batang otak : kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan ganda,
nyeri kepala, parese saraf otak dan hemiparese motorik, perubahan pernafasan, TTIK.
•
Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan koordinasi,
gangguan berjalan (ataksia).
Gejala-gejala ini dapat bercampur.
Pemeriksaan neurologis
Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia,
refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif.
Radiologi :
CT scan dengan kontras, MRI
Laboratorium :
Biopsi tumor
Gold Standard :
CT scan kepala dengan kontras, biopsi
Patologi Anatomi :
Menentukan jenis tumor
DIAGNOSIS BANDING
Abses otak
Tuberkuloma di otak
PENATALAKSANAAN
• Medikamentosa : steroid untuk edem otak (loading : deksametason 1-2 mg / kgBB sampai 10
mg, kemudian 1-1,5 mg / kgBB / hari, maksimum 16 mg / hari dibagi dalam 4 dosis)
• Tindakan :
Operasi
VP shunt
Radiasi
PENYULIT
Kejang, hidrosefalus
KONSULTASI
Bedah syaraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis
JENIS PELAYANAN
Rawat inap RS
TENAGA
Standar Prosedur
Operasional
DAFTAR ISI
Hal
1.
Elektroensefalografi ...................................................................................................
2.
Elektromiografi ...........................................................................................................
3.
Lumbal Pungsi ...........................................................................................................
4.
Mielografi .................................................................................................................
5.
Tes Perspirasi ............................................................................................................
6.
Trans Cranial Doppler (TCD) .....................................................................................
7.
Neurorestorasi ............................................................................................................
8.
Neuropsikologi ...........................................................................................................
9.
Injeksi Toksin Botulinum (BOTOX) ............................................................................
10. Polisomnografi ...........................................................................................................
11. Intubasi Endotrakeal ..................................................................................................
12. Penentuan Mati Batang Otak (MBO) .........................................................................
13. Neuro Oftalmologi Klinik .............................................................................................
ELEKTROENSEFALOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: EEG adalah alat elektromedik yang digunakan untuk merekam aktivitas
listrik otak, melalui tengkorak yang utuh.
TUJUAN
: Untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi maupun struktur
lapisan otak bagian luar.
KEBIJAKAN
: Prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan RS dengan melibatkan
SMF dalam penyusunan, evaluasi dan tindak lanjut.
INDIKASI
:
1. Pasien dengan kemungkinan epilepsi
2. Pasien yang diduga menderita kejang
3. Pasien dengan penurunan kesadaran / koma
4. Mengevaluasi efek serebral pada penyakit metabolik sistemik
5. Mengevaluasi tidur (sleep study)
6. Memonitor aktifitas serebal pada pasien dalam narkose umum
KONTRA INDIKASI : Tidak ada
PERSIAPAN ALAT :
1. Mesin EEG (untuk mesin digital, minimal dengan 24 channel)
2. Kertas perekam bergaris untuk mesin analog
3. Elektroda
4. Scrubbing gel
5. Elektroda paste
6. EKG gel
7. Kapas alkohol
8. Alat pengukur kepala (meteran dari kain / plastik dengan lebar < 1 cm)
9. Pinsil penanda khusus untuk kulit.
ELEKTROENSEFALOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PESIAPAN PENDERITA :
1.
Penderita dan keluarga penderita diberi penjelasan tentang maksud pemeriksaan.
2.
Penderita datang dalam keadaan kulit kepala bersih (rambut sudah dicuci pagi harinya dan
jangan diolesi minyak rambut).
3.
Penderita anak-anak yang tidak kooperatif mendapat Chlorpromazine 1 mg / kg BB peroral
minimal 1 mg / kg BB / IM atau peroral.
PROSEDUR :
1.
Memberitahu pasien mengenai apa yang akan dilakukan, dan juga memberi pengertian
bahwa rekaman ini adalah untuk merekam aktifitas listrik otak.
2.
Minta pasien agar kooperatif dan menuruti permintaan teknisi saat rekaman agar
menghasilkan rekaman yang baik.
3.
Terangkan pada pasien aktivasi apa saja yang akan dilakukan selama rekaman (aktivasi
standar : membuka dan menutup mata, hiperventilasi, stimulasi fotik, mental aktivasi, tidur).
4.
Tanyakan mengenai bentuk kejang / aura yang mendahului kejang, minta pasien untuk
memberi tahu bila sensasi ini timbul pada saat direkam.
5.
Ajarkan pasien melakukan HV dengan baik (pada anak dapat dipakai simulasi dengan
meniup kertas).
6.
Mengukur kepala pasien menggunakan sistim 10 - 20.
7.
Bersihkan kepala dengan ‘scrubbing gel’ atau alkohol.
8.
Posisi pasien dapat duduk / berbaring (anak dapat dipangku orang tuanya).
9.
Lama rekaman minimal 20 - 30 menit.
10. Buat suasana agar pasien merasa tenang dan tidak tegang.
11. Rekaman dilakukan dengan pasien menutup mata (pasien hanya boleh membuka mata bila
teknisi meminta untuk membuka mata).
12. Untuk EEG ‘analog' lakukan kalibrasi sebelum mulai perekaman, dapat dipilih beberapa
montage yang dapat mewakili semua area di kepala, perlu dilakukan perekaman pada
referential dan bipolar montage. Aktivasi pada pasien hanya dilakukan pada bipolar
longitudinal montage.
13. Mulai dan akhiri rekaman pada saat pasien dalam keadaan tenang/ rekaman dalam keadaan
baik.
14. Teknisi diminta untuk mencatat hal-hal yang terjadi pada saat melakukan rekaman (memberi
anotasi)
15. Bila pasien kejang pada saat rekaman, teknisi wajib menghubungi dokter yang bertanggung
jawab di laboratorium EEG tersebut.
16. Cuci bersih kepala pasien dari pasta setelah selesai merekam.
17. Cuci elektroda dari pasta dengan cara merendam selama 15-30 menit.
KRITERIA TENAGA :
1.
Tehnisi EEG yang terampil mengukur dan trampil menggunakan alat EEG.
2.
Electroencephalographer.
ELEKTROMIOGRAFI (EMG)
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: EMG adalah alat elektromedik yang digunakan untuk merekam kecepatan
hantar saraf.
TUJUAN
: Untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas fungsi sistem saraf perifer.
KEBIJAKAN
: Prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan RS dengan melibatkan UP
dalam penyusunan, evaluasi dan tindak lanjut.
PROSEDUR
:
a. Persiapan Alat EMG :
1. Periksa semua kabel penghubung, dan perhatikan hubungan kabel-kabel dengan mesin
EMG.
2. Ground untuk mesin terpasang dengan baik sebelum mesin dihidupkan.
3. Persiapan elektroda-elektroda. Elektroda jarum harus disterilkan dahulu sebelum
digunakan.
4. Siapkan alat-alat yang digunakan : kapas, alkohol, pasta elektroda, abrasive, pita
pengukur, tinta penanda, plester perekat, buku pencatat, dll.
b.
Persiapan Penderita :
1. Penerangan sejelas-jelasnya kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan.
2. Pada tiap penderita sebelum dikerjakan EMG harus diperiksa lebih dahulu.
a. Anamnesis yang cermat tentang riwayat penyakitnya.
b. Pemeriksaan neurologis yang diteliti.
c. Pemeriksaan x-ray foto atau laboratorium (kalau ada).
3. Lepaskan pakaian penderita sehingga otot yang akan diperiksa terlihat dengan jelas.
4. Alat-alat dari logam sebaiknya dilepas (arloji, cincin, dll).
c.
Cara Kerja :
1. Hubungkan kabel daya yang tersedia ke soket sumber arus AC dengan instrumen dan
colokkan kabel ke dalam outlet AC.
2. Tekan tombol ON pada monitor.
3. Tekan tombol MENU untuk memanggil layer menu.
4. Pilihlah menu yang diinginkan dari table menu di bagian atas layer (NCV1 MCV, NCV2
MCV, H-RFLX, F wave)
5. Tekan tombol MONITOR lalu tombol Stim l Sweep.
6. Bersihkan kotoran dan minyak di kulit dengan alkohol, usap dengan tissue / skinpure.
7. Berikan jelly pada elektroda.
8. Eratkan elektroda dengan kulit menggunakan plester / hipafix.
9. Letakkan elektroda referens dan elektroda aktif.
10. Letakkan ground antara elektroda aktif dan etektroda stimulasi.
17. Tekan tombol STORE.
18. Untuk mencetak, tekan tombol RECORD.
LUMBAL PUNGSI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Tindakan Lumbal Pungsi adalah suatu tindakan untuk memperoleh likuor
serebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintasan liquor.
INDIKASI
:
1. Indikasi diagnostik, dengan cara memeriksa :
- Komposisi LCS
- Dinamik LCS
- Bakteriologis
- Neuroradiologis: caudo / myelografi → memasukkan zat kontras.
2. Indikasi terapeutik : Pemberian antibiotik, kortikosteroid.
3. Untuk follow up suatu penyakit.
KONTRAINDIKASI :
1. Tekanan intrakkranial meningkat (funduskopi : papiledema(+))
2. Bila diduga ada tumor intrakranial 4 terutama di fossa posterior
3. Kontraindikasi relatif bila ada luka / infeksio di tempat LP
ALAT DAN BAHAN :
1. Jarum LP (Spinal needle) No. 18, 20
2. Kapas lidi beberapa buah
3. Larutan Betadin, alkohol
4. Larutan Nonne dan Pandy (bila ada) dan 2 buah tabung reaksi
5. Botol kecil steril (untuk menampung LCS)
6. Sarung tangan steril
7. Nierbecken
8. Spuit 2,5 cc, aqua steril 25 cc
9. Kasa steril, plester, dan korentang + duk berlubang steril
PROSEDUR :
1. Baringkan miring sisi kiri, bawa sedekat mungkin ke sisi kanan tempat tidur.
2. Posisikan penderita seolah mencium lututnya.
3. Punggung berada pada posisi vertikal.
4. Desinfeksi daerah punggung bawah berpusat di tempat yang telah ditandai sebagai tempat
melakukan LP celah vertebra L3-4 atau ditandai sebagai tempat melakukan LP (celah
vertebra L3-4 atau L4-5) lakukan penusukan jarum spinal mengarah ke umbilicus.
5. Sampai terasa sensasi seperti menembus kertas, cabut mandren, bila LCS keluar periksa
aspek, warna, kecepatan tetesan, lakukan Quickenstedt test dengan menekan kedua vena
jugularis.
6. Ambil tabung Nonne dan Pandy lalu teteskan LCS ke dalamnya dan dinilai, ambil tabung steril
MIELOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Pemeriksaan Myelografi adalah suatu pemeriksaan penunjang dengan
cara menyuntikkan suatu bahan (gas, zat kontras) ke dalam kanalis
spinalis melalui tindakan pungsi lumbal, kemudian dilakukan pemotretan
dengan sinar X untuk memperoleh gambaran tentang kanalis spinalis.
TUJUAN
: Untuk mengetahui adanya kelainan dalam kanalis spinalis, terutama
proses yang berpengaruh terhadap jalannya liquor misalnya : HNP, tumor
dalam kanalis vertebralis, araknoid adhesiva, trauma medula spinalis
yang telah sembuh (bukan fase akut trauma medula spinalis).
KEBIJAKAN
: Rumah sakit memiliki langkah-langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan ketetapan bersama untuk melakukan tindakan Myelografi.
KONTRAINDIKASI
: Infeksi sekitar tempat lumbal pungsi
Hipersensitif terhadap bahan kontras
BAHAN DAN ALAT :
1.
Seperti persiapan untuk Lumbal Pungsi (LP)
2.
Spuit steril : 10 cc 1 (satu) buah
3.
Spuit steril : 5 cc 1 (satu) buah
4.
Spuit steril : 2 cc 1 (satu) buah
5.
Jarum Pungsi Lumbal dengan klap / kran
6.
Zat kontras 1 buah (Omnipaque 300 U 20 cc)
7.
Adrenalin inj. 1 ampul, Dexametason Inj. 2 ampul (persiapan bila terjadi shock anafilaktik)
8.
Suntikkan Kontras misal iopamiro 300 - 370 mg% 1 botol (tergantung lokalisasi lesi) :
*
Servikal ± 20 ml,
*
Torakal ± 20 ml
*
Lumbal ± 10 ml
9.
Bantal tipis : 2 (dua) buah.
KONTRA INDIKASI :
Ada infeksi dalam kanalis atau dalam likuor, antara lain meningitis, mielitis.
Hipersensitif terhadap bahan kontras.
PERSIAPAN PENDERITA :
1.
Klinis mempunyai indikasi untuk myelografi.
2.
Telah dilakukan LP sebelumnya (minimal 7 - 10 hari yang lalu) tidak selalu bila kasus cito
operasi bila langsung.
10.
11.
Dilakukan oleh dokter spesialis / residen dengan bimbingan spesialis dibantu oleh radiolog /
radiografer.
Alat dan obat emergensi harus disiapkan.
MIELOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PROSEDUR :
1.
Sebelum pemeriksaan penderita diberi lugol 3 kali 10 tetes selama 3 hari berturut-turut atau
dengan sensitiviti test kontras yang hendak dipakai di test di daerah volar dengan
pengenceran 1 : 10 sebanyak 1 cc.
2.
Bila tidak ada reaksi alergi pemeriksaan myelografi dapat dilakukan.
3.
Setelah penderita, ruangan radiologi dan alat siap, penderita dibaringkan dengan letak
kepala tergantung pada letak lesi (pada lesi tinggi torakal / servikal → kepala di ujung meja
yang dapat dimiringkan paling rendah, sebaliknya pada lesi rendah).
4.
Dilakukan LP seperti biasa, jaga sterilitas.
5.
Setelah LP berhasil, likuor dikeluarkan sebanyak berapa banyak kontras yang hendak
dimasukkan kemudian kontras dimasukkan (iopamiro / ultravist / omnipaque) yang telah
disiapkan dibuka.
6.
Masukkan kontras 10 - 20 cc dengan spuit 20 cc (Lumbal 10 cc, torakal 15 cc, servikal 20 cc)
dengan pemompaan terfiksir.
7.
Tarik mandrin dan ditutup dengan kasa steril.
8.
Selanjutnya dilakukan fluoroskopi dan foto sambil mengubah posisi / sudut meja sesuai
keperluan.
9.
Setelah pemeriksaan dilakukan pasien harus berbaring selama 24 jam.
TES PERSPIRASI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
: Pemeriksaan TES - PERPIRASI adalah suatu pemeriksaan terhadap
fungsi sekresi kelenjar keringat, sebagai salah satu fungsi saraf otonom.
TUJUAN
:
1.
Untuk mengetahui terganggu tidaknya pengeluaran keringat pada lesi susunan saraf
terutama lesi medulla spinalis.
2.
Menetapkan tinggi lesi / batas lesi medulla spinalis ditingkat torakolumbar.
DASAR
: Keringat membantu terjadinya reaksi amylum dan jodium → perubahan
warna amylum menjadi biru / ungu.
BAHAN
:
1.
Alkohol
2.
Jodium tincture : R/ Jodium 2,5 gr
Oleum Ricini 15,0 cc
Alkohol 150,0 cc
3.
Tepung kanji (amylum)
4.
Lidi kapas beberapa batang
5.
Aspirin / asetosal
6.
Selimut / lampu
PROSEDUR
:
1.
Penderita sepatutnya diberitahu dan diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan.
2.
Pagi-pagi + 1/2 - 1 jam sebelum pemeriksaan → beri tablet aspirin / asetosal.
3.
Bersihkan kulit penderita, olesi dengan alkohol sepanjang daerah yang diperiksa.
4.
Lalu sapukan larutan jodium sepanjang badan sepasang di ventral dan dorsal.
5.
Setelah kering ditaburkan amylum di sepanjang garis jodium tersebut.
6.
Penderita di “exposure” dengan panas, misalnya dengan selimut atau lebih baik dengan
lampu agar timbul keringat.
7.
Pada kulit yang berkeringat, jodium akan bereaksi dengan amylum dan menimbulkan warna
biru / ungu.
8.
Baca daerah-daerah yang mengalami perubahan warna amylum dan yang tidak ada
perubahan.
HASIL
:
Normal (terjadi pengeluaran keringat), ada perubahan warna.
Interpretasi = dikaitkan dengan gejala-gejala klinik yang lain.
TRANS CRANIAL DOPPLER
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
:
Pemeriksaan TCD adalah suatu pemeriksaan non-invasive terhadap
hemodinamika aliran darah otak pada pembuluh darah otak intrakranial
dan ektrakranial, melalui jendela insonansi di leher, transtemporal,
transorbital, submandibular, dan suboksipital dengan menggunakan
gelombang suara ultrasound dari alat TCD.
TUJUAN
:
Untuk memperoleh informasi tentang hemodinamika aliran darah otak
sekaligus mendeteksi kemungkinan adanya kelainan pada pembuluh
darah otak utama yang mendasari terjadinya penyakit tertentu.
KEBIJAKAN
:
Pemeriksaan TCD hendaknya dilakukan secara rutin pada mereka
dengan faktor risiko penyakit serebrovaskular atau gangguan
hemodinamika aliran darah otak.
PROSEDUR
:
1.
Colokkan kabel listrik alat TCD pada sumber listrik yang tersedia dengan voltase sekitar 220
volt yang memiliki stabilizer (UPS), sistem grounding di bawah 0,5 ohm.
2.
Hidupkan alat TCD dengan menekan tombol ON (POWER) pada hard disk, monitor, printer.
3.
Gerakan kursor ke "Name" lalu ketik nama pasien memakai key board.
4.
Tekan "ENTER"
5.
Ketik nomor register memakai keyboard
6.
Tekan "ENTER"
7.
Klik kursor - atau + tampak gambar satu kotak dengan garis datar di tengah
8.
Tampak pula indikator power, gain, signal, gate, vessel, range, depth, dsb
9.
Atur power ke angka 100, gate 11,8, gain 30, signal 30 range 100 dengan menekan kursor untuk menurunkan ke nilai rendah atau menekan kursor + untuk menaikkan angka-angka
sesuai kebutuhan.
10. Arahkan kursor ke vessel lalu tekan tombol + atau - sehingga akan muncul nama-nama
pembuluh darah secara berturut-turut RMCA, RBIFURC, RACA, RCPA, RPA, RTICA, ROA,
RICA, RVA, LMCA, LBIFURC, LACA, LCPA, LPCA, LTICA, LOA, LVA, disesuaikan dengan
pembuluh darah mana yang akan diperiksa.
11. Berikan penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan bahwa pemeriksaan ini
tidak berbahaya, tidak sakit, menggunakan gelombang suara, probe ditempelkan di kepala,
kelopak mata, serta leher, hanya perlu kooperatif, tenang agar pemeriksaan berjalan lancar
12. Selama pemeriksaan pasien dapat berbaring terlentang atau duduk, sebaiknya terlentang
agar pasien merasa relaks
13. Pilih probe yang 2 MHz, lalu olesi jelly pada ujungnya
14. Probe yang telah diolesi jelly lalu ditempelkan pada kepala sesuai dengan pembuluh darah
yang akan diperiksa
15. Untuk memeriksa RMCA, RBIFURC, RACA, RPCA probe ditempelkan pada jendela
20.
21.
Untuk memeriksa a.karotis interna probe ditempelkan pada submandibular di bawah angulus
mandibula kanan / kiri
Setiap gambar yang muncul pada saat dilakukan insonansi dapat di save dengan menekan
tombol freez pada kursor
TRANS CRANIAL DOPPLER
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Setiap selesai pemeriksaan pada satu jendela insonansi, jelly yang masih menempel pada
kulit kepala pasien langsung dibersihkan dengan tissue.
Pemeriksaan untuk pasien telah dianggap selesai.
Pemeriksa selanjutnya mengatur tampilan dan urutan gambar.
Pada layar monitor muncul angka-angka peak sistole, end diastolic, mean, PI, Rl, depth,
gain, signal, power, nama-nama pembuluh darah, gambaran / pola gelombang.
Setiap halaman pemeriksaan terdiri dari enam gambaran pembuluh darah.
Untuk pindah ke halaman berikut (tiga halaman) arahkan kursor ke "page" lalu tekan + / Setelah selesai dilakukan insonansi, pasien dapat bangun atau meninggalkan tempat
pemeriksaan.
Pasien menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu.
Bila pada tampilan gambar anak panah penunjuk peak sistole dan end diastolic tidak tepat,
maka kursor diarahkan pada indikator "next" untuk mengatur anak panah vertikal menunjuk
ke peak sistolic menekan - dan ke end diastolic menekan + lalu tekan freez pada kursor,
sehingga keluar nilai dari peak sistolic, end diastolic, mean, PI, RI untuk setiap pembuluh
darah yang diperiksa.
Setiap hasil yang diperoleh disave dengan mengarahkan kursor ke "save" lalu tekan - atau +
Gambar yang diperoleh dapat diatur secara berurut antara setiap pembuluh darah sisi kanan
berpasangan dengan sisi kiri dengan mengarahkan kursor pada format lalu ditekan - atau +
Tampak pada monitor sederetan nama-nama pembuluh darah
Urutan pembuluh darah dapat diatur dengan mengarahkan kursor ke "select" dan "move"
lalu tekan - atau + sesuai dengan urutan yang kita kehendaki
Arahkan kursor ke "note" lalu tekan - atau + sehingga keluar angka-angka/ nilai pemeriksaan
yang kita peroleh, termasuk identitas pemeriksa dan pasien
Ketik umur pasien
Ketik jenis kelamin
Ketik diagnosa klinik
Ketik / buat kesimpulan hasil pemeriksaan
Tekan "home" pada keyboard maka akan terprint hasil pemeriksaan
Arahkan kursor pada "file" lalu klik - atau + , data tersimpan
Arahkan kursor pada "print", hasil pemeriksaan akan terprint bersama dengan gambar
Arahkan kembali kursor pada "option" lalu tekan - atau +
Matikan alat TCD dengan menekan tombol OFF pada layar monitor, hard disk, dan printer
serta UPS
Cabut colokan kabel listrik
NEURORESTORASI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
:
Prosedur aktif berdasarkan ilmu neurologi yang bertujuan untuk
memperbaiki sistem saraf yang terganggu baik secara patologik maupun
fungsional dengan memodifikasi secara selektif struktur dan fungsi kontrol
saraf yang masih tersisa.
DASAR
:
-
Diagnosis klinis, jenis dan subtipe
Stadium penyakit berdasarkan patogenesa (akut, subakut dan kronik)
Level penyakit (patologik, "impairment", keterbatasan dan ketunaan)
Komorbiditas, komplikasi dan faktor risiko
Hasil pemeriksaan pembantu
Obat-obatan yang sedang dimakan / riwayat alergi obat
ANAMNESIS
:
-
Keadaan defisit neurologist
TAMBAHAN
:
-
Riwayat sosial dan lingkungan keluarga
Status gizi
Riwayat pengobatan alternatif
ESESMEN
:
-
Kemampuan motorik, sensorik dan otonom
Penilaian "posture"
Penilaian tonus
Penilaian balans
Penilaian kognisi
Penilaian ADL
Penilaian kemampuan "care-giver"
TERAPI
:
-
Tindakan perawat (Fisiotherapist, Occupation therapist, Speech
therapist)
Tindakan oleh terapis (PT, OT, ST)
Tindakan oleh psikologi
Tindakan alternatif
Program edukasi keluarga
EVALUASI & MONITOR :
-
Status Neurologis
Status fungsional
NEUROPSIKOLOGI
Mini Mental State Examination
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen kognisi global untuk penapisan gangguan kognisi
1.
2.
3.
4.
Gangguan kesadaran
Pendidikan kurang dari 3 tahun
Gangguan indera penglihatan / pendengaran
Afasia berat
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara dan psikotest
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – CDT
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen kognisi global, visuospasial dan konsep jam
1.
2.
3.
4.
Gangguan kesadaran
Pendidikan kurang dari 3 tahun
Gangguan indera penglihatan/ pendengaran
Afasia berat
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara dan psikotest
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – FAQ
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Pemeriksaan tingkat fungsional IADL
KONTRAINDIKASI
:
Tidak tersedia pengasuh
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara terhadap pengasuh
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Global Deppression Scale
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Penapisan gejala depresi
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Neuro Psychiatric Inventory
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Tes neuropsikiatri pasien & pengasuh
1.
2.
Gangguan kesadaran
Tidak tersedianya pengasuh
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI – ADL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Esesmen tingkat fungsional ADL (Activity Daily Living)
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI – IADL
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
Esesmen tingkat fungsional Instrumental ADL
KONTRAINDIKASI
:
Gangguan kesadaran
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. PensiL
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Trial Making Tes A dan B
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen visuospasial, fungsi eksekutif dan setshifting
1.
2.
Gangguan kesadaran
Kelemahan tangan dominan
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis dan paramedis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
NEUROPSIKOLOGI
Clinical Dementia Rating
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
:
KONTRAINDIKASI
:
Esesmen fungsi kognisi dan fungsional untuk diagnostik demensia
1.
2.
Gangguan kesadaran
Kelemahan tangan dominan
BAHAN YANG DIPERLUKAN :
1. Formulir pemeriksaan (lihat lampiran)
2. Pensil
TEHNIK TINDAKAN :
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis terlatih
TEMPAT
Klinik
:
INJEKSI TOKSIN BOTULINUM (BOTOX)
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
:
1.
2.
3.
Distonia Lokal
•
Blefarospasme
•
Distonia oromandibular, fasial, lingual
•
Distonia laringeal
•
Writer's cramp
•
Distonia lain
Gerakan Involunter lain
•
Tremor
•
Mioklonik Palatal
•
Hemifasial spasme
•
Tick
Lain-lain
•
Strabismus, nistagmus, miokimia, bruxism, stuttering, rigiditas,
nyeri
•
Spastisitas
•
Back spasm
•
Spastic bladder
•
Akalasia
•
Pelvirectal spasm
•
Hiperhidrosis
•
Kosmetik
KONTRA INDIKASI :
1.
2.
3.
Pemakaian lama
Hati-hati pada:
•
Myasthenia Gravis
•
Sindrome Labert-Eaton
•
Penyakit motor neuron
Jangan diberikan bersama antibiotik lain
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kapas alkohol 70%
Kapas kering
Kassa steril
Jarum suntik tuberkulin (tergantung besar otot yang dituju)
Spuit 5 cc untuk pengenceran
Vial BOTULLINUM TOXIN
NaCl 0,9 %
ALAT DAN BAHAN :
PERSIAPAN
:
4.
5.
Setelah selesai digunakan, maka harus disimpan dalam lemari es
(bukan freezer) dan digunakan dalam waktu 4 jam sejak dilarutkan.
Kadar obat per cc, tergantung jumlah pelarut (setiap botol 100 unit).
INJEKSI TOKSIN BOTULINUM (BOTOX)
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Jumlah pelarut
yang ditambahkan
1 cc
2 cc
4 cc
8 cc
unit BOTOX
per 0,1 cc
10 u
5u
2,5 u
1,25 u
TEKNIK TINDAKAN :
1.
2.
3.
4.
TEMPAT
:
KOMPLIKASI
:
Pasien pada posisi supine atau duduk.
Asepsis daerah injeksi dengan kapas alkohol 70%.
Menggunakan jarum tuberkulin (1 cc) # 27-30 pada otot kecil di fasial
dan leher, jarum yang lebih besar # 24, digunakan untuk otot yang
lebih besar.
Bila ada, EMG dapat digunakan untuk deteksi dan sekaligus
menyuntikkan botox ke otot tersebut.
Poliklinik Rawat Jalan
1.
2.
3.
Pada penyuntikan otot daerah wajah, dapat menyebabkan ptosis,
perdarahan subkonjunktiva dan melukai kornea.
Pada penyuntikan otot daerah leher, dapat menyebabkan disfagia.
Pada penyuntikan otot daerah ekstremitas, dapat menyebabkan
kelemahan temporer.
POLISOMNOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
OVERVIEW
:
•
•
•
•
INDIKASI
:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
KONTRAINDIKASI
Tidak ada
Polisomnografi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
kumpulan sistematika macam-macam parameter fisiologis selama
tidur.
Polisomnografi digunakan untuk mengevaluasi tidur dan bangun
abnormal dan gangguan fisiologis yang mempunyai akibat pada tidur
dan / atau bangun.
Polisomnogram terdiri atas rekaman simultan dari parameter
fisiologis yang tekait dengan tidur dan bangun. Interaksi antara
berbagai sistem organ selama tidur dan bangun juga dievaluasi.
Menurut Standar Internasional sebuah polisomnogram minimal harus
mempunyai 4 channel neurofisiologis : (1) Satu channel EEG /
Electroencephalography untuk memonitor tahap tidur (2) Dua channel
EOG / Electrooculogram untuk memonitor gerakan mata horisontal
dan vertikal serta (3) Satu channel EMG / Electromygraphy (mentalis
dan submentalis, anterior tibialis) untuk merekam atonia atau REM
sleep. Parameter lain yang dievaluasi : saturasi oksigen, nasal dan
oral airflow (aliran udara hidung dan mulut), rib cage dan abdominal
respiratory effort (usaha pernafasan rongga dada dan perut).
Circadiann rhythm disorders
Narcolepsy
Idiopathic hypersomnia
Sleep apnea syndrome
Upper airway resistance syndrome
Disorders of arousal
Disorders of sleep-wake transition
Nightmare
REM Behavior disorders
Medical-psychiatric disorders
Bruxism
Restless legs syndrome and peridic limb movement disorders
:
ALAT DAN BAHAN-BAHAN :
•
Laboratorium Sleep
•
Alat polisomnografi
•
Video recording dan monitoring pasien untuk tehnik observasi
•
Memberi tahu pasien mengenai apa yang akan dilakukan dan
memberi pengertian secara garis besar tentang pemeriksaan dan
tujuan pemeriksaan.
POLISOMNOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
•
•
•
Teknisi Polisomnografi
Spesialis Saraf
Spesialis Saraf Konsultan Sleep Disorder
•
Laboratorium Sleep : ruang tidur yang sunyi yang dilengkapi dengan
video monitor dengan cahaya redup atau infra red, instrumen
perekam, Multi Channel Polygraph yang mampu merekam ECG,
EOG, EMG dengan monotoring respirasi, ECG, rekaman tekanan
oeshopageal, oksigenasi darah, pH dan temperatur rectal.
:
INTUBASI ENDOTRAKEAL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
:
1.
2.
3.
KONTRAINDIKASI
Tidak ada
:
BAHAN
:
TEKNIK
Persiapan :
4.
5.
6.
7.
8.
Proteksi jalan nafas.
Menanggulangi obstruksi jalan nafas.
Sarana untuk melakukan terapi oksigen termasuk
pernafasan.
Gagal nafas.
Syok.
Terapi hiperventilasi pada peninggian tekanan intrakranial.
Mengurangi beban otot pernafasan.
Sebagai sarana untuk pembersihan jalan nafas.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Sarung tangan, masker dan pelindung mata untuk operator
Laringoskop
Pipa endotrakeal dengan berbagai ukuran
Jelly pelumas yang mudah larut dalam air
Obat anestesi topikal
Stylet
Konektor yang sesuai dengan ukuran pipa endotrakeal
Suction
Sumber oksigen
Ambu bag
Forseps Magil.
1.
Pastikan kelengkapan alat-alat, pastikan alat-alat tersebut berfungsi
dengan baik.
Operator siap dengan memakai sarung tangan, masker dan
pelindung mata.
Pastikan pasien telah terpasang infus, dan bila memungkinkan
terpasang pulse oksimetri, EKG dan alat monitor tekanan darah.
:
2.
3.
CARA KERJA
mesin
:
1.
Operator berdiri di posisi kepala tempat tidur, ketinggian tempat
tidur diatur sesuai dengan posisi yang cocok dengan operator.
4.
Lakukan penekanan krikoid (dapat dengan bantuan asisten), dan
dipertahankan sampai pipa endotrakeal terpasang dan balon fiksasi
(cuff) dikembangkan.
INTUBASI ENDOTRAKEAL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Buka mulut dengan teknik posisi silang jari-jari tangan kanan (crossfinger) yaitu jempol tangan kanan diletakkan pada ujung gigi depan
bawah dan jari telunjuk pada ujung gigi depan atas. Mulut dibuka
dengan menggerakkan jari-jari tangan seperti gerakan menggunting
(reverse scissor) dan selanjutnya laringoskop dimasukkan ke dalam
mulut pasien.
Dorong laringoskop, ujung blade menyusuri bagian sisi kanan mulut
sampai mencapai pangkal lidah.
Geser lidah ke arah kiri, pengontrolan posisi lidah ini adalah kunci
visualisasi laring.
Dorong blade lebih dalam ke posisi yang diinginkan, pada blade
yang lurus ditempatkan di bawah epiglotis, sedangkan bila memakai
blade lengkung ditempatkan di atas epiglotis.
Traksi hendaklah mengikuti aksis panjang tangkai laringoskop
dengan cara laringoskop mengangkat lidah menjauhi laring. Pada
dasarnya hindari kontak blade laringoskop dengan gigi atas.
Pastikan terlihat plika vokalis dan terbukanya glotis.
Apabila plika vokalis dan glotis tidak terlihat, mintalah asisten untuk
melakukan penekanan kartilago tiroid menggunakan jari jempol dan
telunjuk dengan gerakan sebagai berikut : menekan ke arah
vertebra servikal (backward) kemudian ke arah laring superior
(upward) dan geser 2 cm ke arah kanan pasien (rightward).
Masukkan pipa endotrakeal dengan gentel melewati celah plika
vokalis, tahan pipa / stilet dengan tangan kanan.
Dengan hati-hati keluarkan stilet dan laringoskop. Operator tetap
mempertahan posisi pipa endotrakeal; biasanya pada laki-laki
dewasa posisi 23 cm dan pada wanita 21 cm (posisi di depan gigi).
Kembangkan balon fiksasi (cuff).
Pastikan pipa dalam posisi tepat, dengan cara :
a. Inspeksi dan auskultasi dinding dada simetris kanan-kiri.
b. Menggunakan monitor atau detektor CO2 kwalitatif atau
dengan bantuan alat detektor esofagus.
c. Adanya pengembunan pada pipa endotrakeal selama ekspirasi.
d. Adanya suara nafas melewati pipa endotrakeal bila pasien
bernafas spontan.
e. Rontgen thoraks (ujung tube berada 2-3 cm di atas karina)
Stabilisasi pipa endotrakeal dengan plester atau menggunakan alat
khusus penstabil pipa endotrakeal.
KRITERIA TENAGA :
Dokter atau petugas kesehatan lain yang terlatih.
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MBO)
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Pengertian :
Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak
berupa :
1. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi ).
2. Tidak teradapat sentakan epileptik.
3. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak.
4. Tidak terdapat nafas spontan.
Syarat Pengujian MBO
1. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apneu karena
kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan MBO
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan,
intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia)
Prosedur Pengujian MBO
Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap cahaya.
2. Tidak ada refleks kornea.
3. Tidak ada refleks vestibulo-okuler.
4. Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik.
5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter
isap yang dimasukkan ke dalam trakhea.
6. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan cara :
•
Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit.
•
Pastikan pCO2 awal testing dalam batas 40 - 60 torr dengan memakai kapnograf
dan atau analisa gas darah.
•
Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan trakea dengan O2 100%, 6 liter /
menit melalui kateter intra trakeal melewati karina.
•
Lepaskan ventiltor selama 10 menit.
•
Bila pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan positif (henti nafas menetap).
•
Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulangi lagi 25 menit
kemudian.
•
Bila tes tetap positif, pasien dinyatakan mati, kendatipun jantung masih bersenyut.
Kriteria Tenaga :
Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1
dokter spesialis anestesiologi / intensivist dan 1 dokter spesialis saraf.
Tempat :
Ruang ICU atau HCU
NEURO OFTALMOLOGI KLINIK
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
Bidang Neuroopthalmologi adalah cabang ilmu Neurologi yang mendalami gejala klinis yang timbul
akibat lesi dan kerusakan anatomik / fungsional dari jaras-jaras visual mulai retina sampai ke pusat
visual beserta asosiasinya. Selain itu dikaji juga manifestasi klinik spesifik mobilisasi okular dalam
kaitannya dengan penyakit neurologik
TUJUAN
Memberikan keterangan pada ahli saraf untuk mengenal
1. gangguan visus karena kelainan neurologi struktural / fungsional
2. gangguan mobilitas okular karena penyakit neurologik struktural / fungsional
3. memberikan saran-saran tindakan-tindakan lanjutan untuk menegakkan diagnosa atau
memberikan saran-saran pengobatan
INDIKASI
Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang mengeluhkan tanda-tanda kelainan gerakan okuler /
bola mata dan gangguan visual /penglihatan, hipertensi dan diabetes.
KONTRAINDIKASI : PERSIAPAN ALAT
1. Oftalmoskop
2. Snellen card
3. Campimetri (Goldmann)
4. Optional digital campimetri
5. Byerrum screen
6. Ischihara chart
7. Lampu sorot mobile
8. Amsler Grid
9. Midriasil & miotikum
10. OKN
PERSIAPAN PENDERITA
Tak perlu ada persiapan pre pemeriksaan hanya penjelasan apa yang akan dilakukan
PROSEDUR
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Tanda Vital
3. Pemeriksaan Status Generalis
4. Pemeriksaan Status Neurologis
5. Pemeriksaan Status Neuro Oftalmologi
KRITERIA TENAGA
Konsultan Neuro Oftalmologi (akreditasi PERDOSSI)
TEMPAT
PENUTUP
Sebagai penutup Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi 2006 ini,
kami haturkan segala puji dan syukur pada ALLAH SWT, yang telah memberikan kekuatan dan
kesempatan sehingga buku pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga buku ini memiliki manfaat
yang luas, khususnya bagi sejawat dokter dan ahli saraf. Dan semoga manfaat tersebut menjadi
kebaikan bagi kami serta para kontributor.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Seperti telah
diutarakan sejak awal, kami menyadari bahwa para sejawat akan banyak menemukan kekurangan
dalam buku ini, meskipun disusun oleh para kontributor yang capable dengan menggunakan
referensi yang terpercaya serta pengalaman klinis yang panjang. Hal ini amat niscaya mengingat
sifat ilmu, khususnya disiplin ilmu yang kita geluti (neurologi) yang senantiasa berubah dengan
cepat. Karena itulah, segala masukan, baik kritik maupun saran amat kami hargai demi perbaikan
untuk masa yang akan datang mengingat pedoman ini akan senantiasa kami revisi secara
berkesinambungan.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu tersusun
dan terbitnya buku pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional
Neurologi 2006 ini. Kami juga mohon maaf atas segala kekurangan kami. Selamat membaca,
menggunakan dan memanfaatkan buku ini.
Lampiran 1
Keluhan yang mengarah pada demensia (trigger)
Gangguan dalam :1. Belajar dan menyimpan informasi baru, 2. Menangani tugas kompleks,
3. Pemecahan masalah, 4. Kemampuan spasial / orientasi, 5. Fungsi berbahasa, 6.Tingkah laku
Esesmen klinik
● Anamnesis : Pasien / Pengasuh
● PD Lengkap (7 langkah)
Tidak
● Esesmen Kognitif: MMSE / CDT
● Esesmen Fungsional: FAQ / ADL / IADL
Ya
Penurunan fungsi kognisi dan
kemampuan fungsional
Delirium atau depresi?
Curiga
demensia
Bukan
demensia
Tidak
Ragu
•
•
•
Demensia
Neuroimaging
Skor iskemik Hachinski
Pemeriksaan : CDT, Trail Making Test,
EXIT 25, CDR, NPI, digit symbol test
Demensia Alzheimer
Demensia Vaskuler
Tatalaksana / follow up
Tatalaksana / follow up
ragu
Ya
Obati
Kriteria Diagnosa
Probable VaD
NINCDS-AIREN
Demensia degenerasi lain, dll
Tatalaksana / follow up
ragu
Rujukan ke spesialis untuk evaluasi lanjut
ragu
Lampiran 2
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL MINI (MMSE)
Sumber : POKDI FUNGSI LUHUR PUSAT (modifikasi FOLSTEIN)
Nama Pasien : .................... (Lk / Pr) Umur : ................ Pendidikan .............. Pekerjaan : ................
Riwayat Penyakit : Stroke ( ) DM ( ) Hipertensi ( ) Peny. Jantung ( ) Peny. Lain ................................
Alasan diperiksa ..................................... Pemeriksa : ................................... Tgl ..............................
Item
Tes
1
2
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa?
Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai / kamar)
3
4
5
6
7
8
9
10
11
REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (Apel, Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda
yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata "WAHYU" (nilai diberi
pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas
BAHASA
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku)
Pasien disuruh mengulang kata-kata : " namun", "tanpa", "bila"
Pasien disuruh melakukan perintah : "Ambil kertas ini dengan tangan anda,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai".
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah "Pejamkanlah mata anda"
Pasien disuruh menulis dengan spontan
Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini
Total
Skor : Nilai : 24 -30 : normal
Nilai : 17-23 : probable gangguan kognitif
Nilai : 0-16 : definite gangguan kognitif
Nilai
mak.
Nilai
5
5
….
….
3
….
5
….
3
….
2
1
3
….
….
….
1
1
1
….
….
….
30
….
PEJAMKAN MATA ANDA
Lampiran 3
Kuesioner Aktivitas Fungsional (FAQ)
Cara Penilaian:
Pilih salah satu diantara 4 kategori dibawah ini yang menggambarkan keadaan pasien saat ini
untuk setiap pertanyaan di atas :
1.
Nilai 3 : Ketergantungan penuh
2.
Nilai 2 : Memerlukan bantuan
3.
Nilai 1 : Dapat melakukan sendiri tapi dengan kesulitan atau tidak pernah melakukan dan
akan mengalami kesulitan saat ini
4.
Nilai 0 : Dapat melakukan sendiri tanpa kesulitan atau tidak pernah melakukan tetapi dapat
melakukannya
Kegiatan
1.
Menulis cek, membayar tagihan, dan melakukan pembukuan buku cek
2.
Mengumpulkan dan mengurus catatan pajak atau surat menyurat bisnis
3.
Berbelanja sendiri pakaian, keperluan rumah tangga dan bahan makanan
4.
Melakukan hobi atau permainan yang memerlukan ketrampilan
5.
Memasak air, membuat kopi, dan mematikan kompor
6.
Menyiapkan makanan
7.
Dapat mengikuti peristiwa-peristiwa yang baru terjadi
8.
Dapat memperhatikan, mengerti dan mendiskusikan acara TV, buku, artikel
majalah
9.
Dapat mengingat janji, hari libur, dan kegiatan-kegiatan keluarga dan waktu
minum obat
10.
Berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumah, membawa kendaraan, bepergian
dengan kendaraan umum
Skor
(Adaptasi dari Pfeffer, Kurosaki TT, Harrah CH, et al. Measurement of functional activities of older adults in the
community. J. Gerontol 1982; 37 (3) : 323-9)
Penilaian
: Skor total antara 0 (mandiri) sampai 30 (ketergantungan total)
Skor total lebih dari 9 atau kesulitan > aktivitas diatas mengindikasikan adanya
gangguan aktivitas fungsional yang signifikan
NB : Pertanyaan harus disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan setempat responden
Lampiran 4
SKALA DEPRESI GERIATRIK 15 (Yesavage)
Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaaan anda dalam satu minggu
terakhir.
1.
Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
2.
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
Ya
TIDAK
kesenangan anda?
YA Tidak
3.
Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
YA Tidak
4.
Apakah anda sering merasa bosan?
YA Tidak
5.
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
Ya
6.
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
YA Tidak
7.
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda?
Ya
8.
Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
YA Tidak
9.
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda
TIDAK
TIDAK
YA Tidak
YA Tidak
dibanding kebanyakan orang?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan
Ya
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini?
YA Tidak
13. Apakah anda merasa anda penuh semangat?
Ya
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan?
YA Tidak
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari pada anda?
YA Tidak
Skor
: Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar
Ø Setiap jawaban bercetak tebal dan berhuruf besar mempunyai nilai 1
Ø Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
Ø Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
TIDAK
Tidak
Lampiran 5
NRI (NEURO -PSYCHIATRY INVENTORY)
Pemeriksaan komprehensif untuk psikopatologi pada Demensia, terdiri dari 12 item perilaku
SYMPTON
1.
Delusi
2.
Halusinasi
3.
Agitasi
4.
Depresi
5.
Ansietas
6.
Euforia
7.
Apatis
8.
Disinhibisi
9.
Iritabilitas
10.
Perilaku motorik
menyimpang
11.
Perilaku di waktu
malam hari
12.
Gangguan makan dan
selera makan
FREKUENSI (F)
KEPARAHAN (K) TOTAL= F x K DISTRESS
Dikutip dari Cummings JL : The Neuropsychiatric Inventory : comprehensive assesment of psychopathology
in dementia. Neurology 44 : 2308-14
Penilaian Frekuensi (F) :
1 : Sesekali – kurang dari sekali dalam seminggu
2 : Sering – kira-kira sekali seminggu
3 : Seringkali – beberapa kali seminggu tapi tidak setiap hari
4 : Sangat sering – setiap hari atau terus menerus ada
Penilaian Keparahan (K):
1 : Ringan – menyebabkan pasien sedikit tertekan
2 : Sedang – lebih mengganggu bagi pasien tapi dapat diatasi oleh caregiver
3 : Berat – sangat mengganggu bagi pasien dan sulit diatasi
Skor Distress:
0 - tidak ada
1 - minimal
2 - ringan
3 - sedang
4 - sedang berat
Lampiran 6
Aktivitas Hidup Sehari-hari
Activities of Daily Living (ADL)
Instrumental Activitis of Daily Living (IADL)
ADL
Nilai ketergantungan pada bantuan :
0 : tidak perlu / mandiri
1 : sedikit membutuhkan bantuan
2 : banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh
No
Ketergantungan
Aktivitas
0
1
2
1
Makan
0
1
2
2
Mengenakan dan melepaskan pakaian
0
1
2
3
Mensisir rambut dan bercukur
0
1
2
4
Berjalan
0
1
2
5
Turun dan naik ke tempat tidur
0
1
2
6
Mandi
0
1
2
7
Ke kamar mandi (toileting)
0
1
2
8
Membutuhkan bantuan untuk belanja, mandi, pekerjaan rumah dan /
atau pergi keluar
0
1
2
9
Inkontinensia skor 0 : bila tidak pernah, skor 1 bila : 1 - 2 x / minggu,
skor 2 bila > 3 minggu
0
1
2
Total skor ADL
Sumber : Katz S, Akpom CA. Index of Independence in ADL. MedCare 1976; 14 : 116-18
15
IADL
Nilai ketergantungan pada bantuan:
0 : tidak perlu bantuan / mandiri
1 : sedikit membutuhkan bantuan
2 : banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh
No
Aktivitas
Ketergantungan
0
1
2
1
Menggunakan telepon
0
1
2
2
Bepergian dengan kendaraan, bis atau taksi
0
1
2
3
Belanja bahan makan dan pakaian
0
1
2
4
Menyediakan makanan / tata meja
0
1
2
5
Melakukan pekerjaan rumah
0
1
2
Lampiran 7
Trail Making Test A
Figure 4-7 The Traail making Test part A, a task using visual spatial and attentional skills, requires the patient to connect
the numbers sequentially. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery, Manual of Directions and Scoring. US
Army Adjutant General’s office, 1994
Lampiran 8
Trail Making Test B
Figure 4-8 The Traail making Test. Part B requires the patient to connect the letters and numbers sequentially.
Alternating attention is required to keep both sequences in order. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery.
Manual of Directions and Scoring. Us Army Adjutant General’s office, 1994
Download