15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik

advertisement
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah negara yang kaya dengan hasil bumi yang
melimpah ruah termasuk dalam hal ini kekayaan alam berupa minyak dan gas bumi.
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang
dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup
orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional
sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemanfaatannya dalam pelaksanaan
pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat
dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan
bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”.1 Demikian pula bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengingat minyak
dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang dikuasai
1
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar 1945
1
Universitas Sumatera Utara
16
negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam
penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dan
penghasil devisa negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan
seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
Kekayaan alam yang berupa minyak bumi dan gas dalam penggunaannya
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan
karena minyak bumi dan gas tersebut pada saat ini menjadi salah satu penunjang
untuk melengkapi kehidupan masyarakat khususnya di sektor industri dan rumah
tangga.
Salah satu jenis produk minyak bumi yang digunakan oleh seluruh lapisan di
Indonesia yaitu minyak tanah (kerosene) sehingga kebutuhan akan minyak tanah
sangat tinggi khususnya bagi masyarakat ekonomi lemah. Kebutuhan akan minyak
tanah juga digunakan pengusaha industri berskala menengah atau industri rumah
tangga seperti industri makanan, industri minuman dan industri mabel dan industri
lainnya yang mengunakan minyak tanah maupun sebagai bahan campuran untuk
menghasilkan suatu produk tertentu. Dengan demikian, kegiatan usaha minyak dan
gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata
kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan.
Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi,
sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor 22
Universitas Sumatera Utara
17
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin efektivitas
pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan
niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha
yang wajar, sehat, dan transparan.
Guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada salah satu Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. PERTAMINA (Persero) selanjutnya disebut
“PERTAMINA”, untuk melaksanakan kegiatan yang mencakup pengusahaan
pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok
tanah air.
PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini
berganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN. PERTAMIN
di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. PERTAMINA. Setelah bergulirnya
Undang Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi Negara, sebutan perusahaan berubah menjadi PERTAMINA. Sebutan ini
tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT.
PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-
Universitas Sumatera Utara
18
Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.2
PT. PERTAMINA (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis
Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri
Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09
Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 12 tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara
(PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) .3
Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud dari didirikannya PERTAMINA
adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero), tujuan dari PT. PERTAMINA adalah :
2
PT.PERTAMINA (Persero), “Sejarah PERTAMINA”, http://www.PERTAMINA.com
Diakses September 2010.
3
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
19
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara
efektif dan efisien.
2. Memberikan
kontribusi
dalam
meningkatkan
kegiatan
ekonomi
untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
PERTAMINA melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai
maksud dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan
turunannya.
2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang
telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik PERTAMINA.
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG) dan
produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.
Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh
PERTAMINA, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi
beserta hasil olahan dan turunannya, maka PERTAMINA memproduksi antara lain
produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak
(yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan
minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan
Universitas Sumatera Utara
20
gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan
Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan).
PERTAMINA kemudian melaksanakan pendistribusian dan pemasaran
atas keseluruhan produknya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan pendistibusian produk PERTAMINA,
khususnya BBM, PERTAMINA dituntut untuk melaksanakan pendistribusian ke
seluruh pelosok tanah air dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, mutu yang
baik dengan harga yang layak (sesuai ketentuan yang berlaku).
Luasnya wilayah
yang harus dijangkau oleh PERTAMINA dalam
pendistribusian BBM mengharuskan PERTAMINA melakukan kerja sama dengan
pihak ketiga sebagai mitra kerja atau dalam praktek dikenal dengan agen yang akan
menyalurkan BBM dan BBK, serta produk lain yang disediakan dan dijual oleh
PERTAMINA termasuk minyak tanah. Terhadap penyaluran minyak tanah ini pihak
PERTAMINA mendelegasikan kewenangannya dalam mendistribusikan
minyak
tanah kepada agen-agen yang selanjutnya menyalurkan kepada masyarakat. Dalam
hal ini agenlah yang menjadi salah satu pilar dalam memasok kebutuhan masyarakat
terhadap minyak tanah, dimana agen membeli minyak tanah dari PERTAMINA dan
menyalurkan atau menjualnya kembali kepada masyarakat.
Ketentuan kontrak atau perjanjian antara PERTAMINA dengan agen minyak
tanah secara umum tunduk pada ketentuan perjanjian yang merupakan perwujudan
dari asas kebebasan berkontrak seperti diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) yang tetap tidak terlepas dari
Universitas Sumatera Utara
21
keharusan untuk memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata.
Perjanjian yang dimaksud disini adalah merupakan bagian dari hukum
perikatan, bahkan sebagian ahli hukum menempatkan kontrak sebagai bagian
tersendiri
dari hukum perjanjian karena perjanjian sendiri ditempatkan sebagai
perjanjian tertulis. Pembagian antara hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak
dikenal dalam KUH Perdata, karena hanya dikenal perikatan yang lahir dari
perjanjian dan yang lahir dari undang-undang.4
Perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undangundang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya,
perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua
yaitu, perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.5
Menurut Soedjono Dirdjosisworo :
Kontrak diadakan secara sukarela oleh masing-masing pihak. Syarat-syarat
kontrak merupakan "Hukum Perdata" bagi para pihak. Pengadilan selalu
menyatakan bahwa kontrak antara pihak-pihak merupakan hukum atau
undang-undang, diantara mereka dan pengadilan diwajibkan untuk
memberikan akibat hukum terhadap kontrak-kontrak seperti itu sesuai dengan
kepentingan-kepentingan sebenarnya dari para pihak yang bersangkutan.
Walaupun begitu, sebagian besar kontrak dibuat tanpa bantuan kewenangan
pengadilan, biasanya dikarenakan pihak-pihak lebih merasakan adanya
kewajiban moral untuk melaksanakan kontrak sesuai dengan yang
diperjanjikan.6
4
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, hal. 1
5
Ibid, hal. 2.
6
Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis (Menurut Sistem Civil Law, Common Law dan
Praktek Dagang Internasional), Mandar Madju, Bandung, 2003, hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
22
Salim H.S. mengatakan bahwa pada prinsipnya kontrak dari aspek namanya
dapat digolongkan dalam 2 macam, yaitu :
(1) Kontrak Nominaat, merupakan kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam KUH
Perdata seperti, jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam,
pinjam pakai, persekutuan perdata, hibah, penanggungan hutang, perjanjian
untung-untungan, dan perdamaian.
(2) Kontrak Innominaat, merupakan perjanjian di luar KUH Perdata yang tumbuh
dan berkembang dalam praktik atau akibat adanya asas kebebasan berkontrak
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1), seperti kontrak product sharing,
kontrak karya, kontrak konstruksi, sewa beli, leasing, dan lain sebagainya.7
Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji
kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Apabila seseorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut
merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak di mana hanya
seorang saja yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang
yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra
prestasi) atas sesuatu yang diterimanya.
Di dalam kontrak pada umumnya janji-janji para pihak itu saling
“berlawanan”, misalnya dalam perjanjian jual beli, tentu saja satu pihak
menginginkan barang, sedangkan pihak lain menginginkan uang karena tidak
mungkin terjadi jual beli kalau kedua belah pihak menginginkan hal yang sama.
Dengan demikian kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat
dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal
7
Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2003, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
23
ini berbeda dari kegiatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati
karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang
menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.
Ketentuan ini juga berlaku dalam pelaksanaan jual beli minyak tanah antara para agen
minyak tanah dengan PERTAMINA, oleh karena itu para pihak dituntut untuk cermat
dan jeli dalam memahami berbagai ketentuan yang diperjanjkan.
Dalam membuat sebuah kontrak atau perjanjian agar tidak terjadi
kesalahpahaman para pihak yang terkait dalam perjanjian harus memperhatikan halhal sebagaimana yang dikemukakan oleh Arie S. Hutagalung, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kewenangan hukum para pihak
Perpajakan
Alas hak yang sah
Masalah keagrariaan
Pilihan hukum
Penyelesaian sengketa
Pengakhiran kontrak
Bentuk perjanjian standar.8
Kontrak agen minyak tanah atau Perjanjian Penunjukkan Agen Minyak Tanah
merupakan dasar dari banyaknya kegiatan yang menjadi landasan para agen minyak
tanah untuk menjalankan atau mekanisme penyaluran minyak tanah sehari-hari bagi
masyarakat (rumah tangga dan industri kecil) seperti orang menjual jajanan gorengan
dipingir jalan yang membutuhkan minyak tanah subsidi yang diberikan oleh
pemerintah.
8
Arie S Hutagalung, Hukum Perjanjian di Indonesia, Masalah-masalah Praktis dalam
Perjanjian Bisnis, Makalah disajikan pada acara Workshop Comparative Contract, Kerja sama antara
Elips Project dengan fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, tanggal 4 Desember 1993.
Universitas Sumatera Utara
24
Dalam penyaluran minyak tanah di daerah Provinsi Aceh seperti halnya
di wilayah lain di Indonesia, prosedur penyaluran minyak tanah juga dibuat
dalam suatu perjanjian antara agen minyak tanah dengan PERTAMINA, yaitu
kesepakatan kerjasama penyaluran minyak tanah yang dikenal dengan “Surat
Perjanjian Penunjukkan Agen Minyak Tanah”. Di dalam kontrak tersebut diatur
berbagai bentuk-bentuk hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh para agen
minyak tanah dalam menyalurkan minyak tanah untuk masyarakat.
Kontrak kerjasama para agen minyak tanah dengan PERTAMINA merupakan
media untuk menuangkan maksud pihak-pihak dalam berbagai hubungan hukum
yang menyangkut berbagai aspek penjualan serta mekanisme penyaluran minyak
tanah untuk masyarakat. Di dalam perjanjian tersebut menjelaskan bahwa pangkalan
minyak tanah menjual minyak tanah kemasyarakat sesuai dengan Harga Eceran
Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa perjanjian atau kontrak keagenan yang
dibuat antara PERTAMINA dengan Agen Minyak Tanah termasuk di Provinsi Aceh
adalah untuk penyaluran atau distribusi minyak tanah yang bersubsidi kepada
masyarakat dalam hal ini pengguna rumah tangga dan industri kecil. Agen dan
pangkalan minyak tanah di Provinsi Aceh mempunyai tanggung jawab penyaluran
dan pemenuhan kebutuhan minyak tanah ke masyarakat. Apabila terdapat
penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran dalam pendistribusian minyak tanah
yang menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak tanah maka agen yang
bersangkutan dapat dikenakan sanksi.
Universitas Sumatera Utara
25
Selanjutnya akibat krisis ekonomi dan naiknya harga minyak mentah dunia
yang menyebabkan tingginya harga minyak termasuk minyak tanah yang dalam
pemasaran dalam negeri mendapat subsidi dari pemerintah. Dalam hal ini pemerintah
mengambil kebijakan untuk melakukan konversi penggunaan minyak tanah ke
Liquefied Petroleum Gas (LPG), yang dalam masyarakat dikenal dengan Elpiji.
Kebijakan yang diambil pemerintah dengan konversi minyak tanah ke gas elpiji hal
ini tentunya berpengaruh pula terhadap pelaksanaan perjanjian keagenan minyak
tanah, di mana dalam hal ini dengan berkurang dan digantinya minyak tanah dengan
Elpiji akan berakibat pada pendapatan dari Agen yang sebelumnya menjadi penyalur
minyak tanah. Akibat digantinya minyak tanah dengan Elpiji pihak agen tidak lagi
menjadi penyalur minyak tanah tetapi menjadi penyalur elpiji sehingga berbagai
kebutuhan termasuk dalam hal ini fasilitas dalam penyaluran elpiji menjadi beban
bagi agen di samping keuntungan dari minyak tanah jadi hilang dan juga fasilitas
untuk penjualan minyak tanah jadi tidak terpakai.
Kondisi ini, selanjutnya menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai
pelaksanaan perjanjian keagenan minyak tanah dalam praktek dan perlindungan bagi
para pihak setelah dilakukannya konversi penggunaan minyak tanah ke elpiji. Hal
inilah yang mendasari dilakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis Yuridis
Terhadap Kontrak Keagenan Minyak Tanah Pada PERTAMINA di Provinsi
Aceh”.
Universitas Sumatera Utara
26
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok dalam permasalahan
tesis ini adalah :
1. Bagaimanakah tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak atas kontrak keagenan
minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA dengan
dilakukannya konversi minyak tanah ?
3. Upaya yang dilakukan apabila terjadi sengketa atas kontrak keagenan minyak
tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka yang menjadi pokok
penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan kontrak
keagenan minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap para pihak atas kontrak
keagenan minyak tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA
dengan dilakukannya konversi minyak tanah.
3. Upaya yang dilakukan apabila terjadi sengketa atas kontrak keagenan minyak
tanah yang dibuat antara para agen dengan PERTAMINA
Universitas Sumatera Utara
27
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis. Mengacu pada latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian
ini dapat bermanfaat antara lain :
1. Secara teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi akademis maupun sebagai bahan pertimbangan
hukum bagi para pihak yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan.
b. Memberikan
informasi
mengenai
system
kontrak
kerjasama
PT.
PERTAMINA dengan para agen minyak tanah di Provinsi Aceh.
2. Secara praktis
a. Memberikan masukan kepada PT. PERTAMINA dan masyarakat luas serta
instansi terkait lainnya dengan memberikan suatu kontribusi dalam pembuatan
kontrak perjanjian kerjasama dalam mekanisme penjualan minyak bersubsidi
khususnya penjualan minyak tanah kepada masyarakat.
b. Mencari solusi untuk mengatasi permasalahan dan meminimalisasi persoalan
bilamana timbul dalam pelaksanaan kerjasama tersebut.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis
lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang
Universitas Sumatera Utara
28
diketahui, ditemukan beberapa judul penelitian yang menyangkut dengan Perjanjian
Keagenan diantaranya :
1. Penelitian dengan Judul ”Tanggung Jawab Hukum PT. PERTAMINA (Persero)
Terhadap Penyaluran Minyak Tanah dari Agen dan Pangkalan Ke Masyarakat
(Studi Kasus Pada PT. PERTAMINA (Persero) Unit Pemasaran I Medan)” Oleh :
Syahrul Nizam, NIM : 0470110066.
2. Penelitian dengan Judul “Kedudukan dan Tanggung Jawab Para Pihak
Dalam Hukum Perjanjian Keagenan (Kajian Pada Perjanjian Keagenan Cat ICI
Indonesia Di Medan)”, Oleh : M Imanullah Rambey NIM : 017011076/MKn.
3. Penelitian dengan Judul “Analisis Hukum Kontrak Kerjasama Bagi Hasil (Profit
Sharing) PT. Telkom Dengan Pelaku Usaha Warung Telekomunikasi (Suatu
Penelitian Di Kota Medan), Oleh : Doni Freddi Manurung NIM : 030200195/H.
Pdt.
Dilihat dari topik yang dikaji pada kedua diatas jelas sangat berbeda dengan
penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang “Analisis Yuridis
Kontrak Keagenan Minyak Tanah pada PT. PERTAMINA di Provinsi Aceh”, belum
pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara
akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum
ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
29
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,9 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.10 Hal ini sesuai dengan
Soerjono Soekanto yang mengatakan bahwa perkembangan ilmu hukum selain
bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat
ditentukan oleh teori.11 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa
gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.12
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
pegangan teoritis.13
Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata
sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat dalam lapangan hukum
9
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI,
Jakarta, 1996, hal. 203. lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju,
Bandung, 1994, hal. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai
gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana
pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan
suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar
bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
10
Ibid, hal. 16.
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal. 6.
12
J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press,
Jakarta, , 1996, hal. 203.
13
M. Solly Lubis, Op.Cit., hal 80.
Universitas Sumatera Utara
30
kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas
dalam penelitian ini, dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin yang
mengartikan:
Hukum itu sebagai a comand of the lawgiver (perintah dari pembentuk
undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang
kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap
sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup (closed logical
system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilantidak
didasarkan pada penilaian baik-buruk.14
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin, juga
digunakan teori sistem dari Mariam Darus Badrulzaman yang mengemukakan bahwa
“Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan
diatas mana dibangun tertib hukum.15 Hal yang sama juga dikatakan oleh Sunaryati
Hartono bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen
yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau
beberapa asas.16
Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi
dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.
14
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filasafat Hukum, Mandar Maju, Bandung 2002,
hal. 55.
15
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung
1983, hal 15.
16
Lihat, Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hal 15, menyatakan bahwa
disebut demikian karena dua hal, yakni pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas
bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bias dikembalikan
kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio
legis dari peraturan hukum.
Universitas Sumatera Utara
31
Pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas
hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.
Salah satu teori yang diterapkan dalam pembuatan perjanjian antara
PERTAMINA dan agen minyak tanah adalah teori hasrat yaitu teori yang merupakan
prestasi kedua belah pihak dalam suatu kontrak yang menekankan kepada pentingnya
“hasrat” (will atau intend) dan pihak yang memberikan janji. Ukuran dan eksistensi,
kekuatan berlaku dan substansi dan suatu perjanjian diukur dan hasrat tersebut, yang
terpenting dalam suatu kontrak atau penjanjian bukan apa yang akan dilakukan oleh
para pihak dalam kontrak tersebut, tetapi apa yang mereka inginkan. Jadi suatu
perjanjian mula-mula dibentuk berdasarkan kehendak para pihak.17
Selanjutnya menurut teori yang dikemukan oleh Van Dunne, yang
mengartikan tentang perjanjian, yaitu “suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.18
Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat
perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat
perjanjian, yaitu :19
1. Tahap pra contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan
17
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dan Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,,
Bandung, 2001, hal. 5
18
Lely Niwan, Hukum Perjanjian. Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia
Proyek Hukum Perdata, Yogyakarta 1987, hal. 26
19
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Mataram, 2002 hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
32
2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para
pihak;
3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian
Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai
kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai
materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling penting dalam
perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-syarat atau
ketentuan yang disepakati.
Dalam membuat perjanjian antara pihak-pihak pasti akan menimbulkan
hubungan hukum yang kemudian disertai akibat hukum, dan akibat hukum tersebut
akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara keduanya.
Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menangung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersamakan, diperkarakan).20
Menurut teori Holmes tentang Tanggung Jawab Hukum (Legal Liability) yang
berkenaan dengan kontrak/perjanjian. Teori-teori Holmes pada prinsipnya mendasari
pada dua prinsip sebagai berikut :
a. Tujuan utama dari teori hukum adalah untuk menyesuaikan hal-hal eksternal
kedalam aturan hukum, dan
b. Kesalahan-kesalahan moral bukan unsur dari suatu kewajiban.21
20
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal 1006.
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
33
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa pembentukan hukum dalam bentuk
hukum positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan
hukum tersebut.22 Oleh sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangatlah
penting dalam menganalisis kontrak kerjasama antara PT. PERTAMINA dengan Para
Agen Minyak Tanah. Dengan teori sistem hukum tersebut maka analisa masalah yang
diajukan adalah lebih berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai
substantif hukum, yakni dalam ketentuan peraturan peraturan-perundangan tentang
kontrak tersebut.
Istilah kontrak dalam terminologi sehari-hari nampaknya sangat populer,
istilah-istilah seperti kontrak sewa menyewa, kontrak jual beli, kontrak kerja, hampir
tidak perlu klarifikasi bagi kaum awan dan seringkali bertolak dari pandangan bahwa
yang dimaksud dengan kontrak sebuah dokumen tertulis.23 Kontrak adalah kata
bahasa Belanda yang berasal dari kata Latin "Contractus", dari bahasa Latin
dijabarkan menjadi "Contract" (Perancis), "Contract" (Inggris) dan “Kontrakt"
(Jerman).24
Kontrak yang dalam bahasa lnggris dikenal dengan "contract", sebagaimana
dikutip J Satrio :
Agreement between two or more persons which treaties an obligation to do
or not to do a particular thing. Its essentials are competent parties, subject
matters, a legal consideration, mutuality of agreement, and mutuality of
obligation .... the writing which contains the agreement of parties, with the
22
Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis (Menurut Sistem Civil Law, Common Law dan
Praktek Dagang Internasional, Mandar Madju, Bandung , Cetakan 1, 2003, Hal. 65
23
Ibid, Hal. 65
24
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, Hal. 33
Universitas Sumatera Utara
34
terms and conditions, and which serves as a proof the obligations.25
Pengertian tersebut di atas menjelaskan bahwa kontrak adalah suatu perjanjian
(tertulis) di antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan (hak) dan
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal khusus. Suatu kontrak
dari definisi di atas "memiliki unsur-unsur, yaitu "pihak-pihak yang kompeten, pokok
yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban
timbal balik."26
Menurut Munir Fuady, "banyak definisi tentang kontrak telah diberikan, dan
masing-masing bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut
yang
dianggap
sangat
penting
dan
bagian
tersebutlah
yang
ditonjolkan
dalam definisi tersebut."27 Istilah kontrak dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah
ada, dan bukan merupakan istilah asing. Misalnya dalam hukum perdata di Indonesia
sudah lama dikenal istilah "kebebasan berkontrak" bukan kebebasan "berperjanjian",
"berperhutangan", atau "berperikatan".28 KUHPerdata menyamakan istilah "kontrak
dengan perjanjian, dan bahkan juga dengan persetujuan.” 29
Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”.30 Dari ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas dapat
25
Ibid, Hal. 33
Ibid, hal. 36
27
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 4
28
Ibid, hal. 2
29
J. Satrio, Op.Cit, hal. 19
30
Lihat Pasal 1313 KUHPerdata
26
Universitas Sumatera Utara
35
dipahami, pengertian perjanjian hanya mengenai perjanjian sepihak termasuk juga
pada perbuatan dan tindakan, seperti zaakwarneming, onregmatige daad. Abdulkadir
Muhammad mengatakan Pasal 1313 KUH Perdata kurang memuaskan karena ada
kelemahannya yaitu :
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Kata kerja
“mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah
pihak. Seharusnya rumusan itu saling “mengikat diri” terlihat dari adanya
consensus dari kedua belah pihak.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus maksudnya dalam pengertian
“perbuatan” termasuk tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa
(zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum yang tidak mengandung adanya
consensus. Seharusnya dipakai kata “persetujuan” saja.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Dikatakan terlalu luas karena terdapat juga
dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat dalam buku I seperti janji kawin,
pelangsungan perkawinan. Sedangkan perjanjian yang dikehendaki oleh buku III
KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan
bersifat personal.
4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian,
sehingga para pihak mengikat dirinya tidak untuk apa.31
Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas menurut Abdulkadir
Muhammad, perjanjian adalah “Suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.32
Menurut R. Subekti perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang
31
32
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992, hal. 78.
Ibid, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
36
mengikatkan diri kepada orang lain atau lebih dimana orang tersebut saling berjanji
untuk melakukan suatu hal”.33
Berdasarkan rumusan perjanjian di atas dijumpai beberapa unsur dalam suatu
perjanjian, yaitu sebagai berikut.
(1) Perikatan (hubungan hukum).
(2) Subyek hukum.
(3) Isi (hak dan kewajiban).
(4) Ruang lingkup (lingkup hukum harta kekayaan).
Menurut J. Satrio, bahwa “Pembuat Undang-Undang dalam Pasal 1313 KUH
Perdata mencoba memberikan perumusan tentang apa itu yang disebut perjanjian,
tetapi ia sama sekali tidak menjelaskan apa itu perikatan”.34 Mariam Darus
Badrulzaman, mengartikan bahwa “Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di
antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan,
dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu”.35
Menurut M. Yahya Harahap, bahwa “Perjanjian atau Verbintenis mengandung
pengertian : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau
33
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, hal. 14.
J. Satrio, Op.Cit., hal 1.
35
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung
2001, hal 1.
34
Universitas Sumatera Utara
37
lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan
sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.36
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut terlihat masih belum ada kesepakatan
dalam penggunaan kata perjanjian dan perikatan, karena walaupun menggunakan kata
yang berbeda namun pada umumnya tetap mengacu kepada pengertian mengenai
perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, namun penulis dalam
penulisan ini menggunakan istilah “Perikatan” untuk “Verbintenis” sedangkan
“Perjanjian” untuk istilah “overeenkomst”.
Pasal 1313 KUH Perdata dan pendapat tersebut di atas, dapatlah dijelaskan
bahwa dalam suatu perjanjian terdapat hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian untuk adanya suatu perjanjian paling
sedikit harus ada dua pihak yaitu kreditur dan debitur. Sesuai dengan uraian tersebut
dapatlah dimengerti bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua
orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan sesuatu.37
Pengertian di atas juga menunjukkan bahwa perjanjian terjadi pada saat
persetujuan itu disepakati. Dalam hal ini jelaslah persetujuan merupakan hal
yang utama karena setiap pihak yang membuat perjanjian telah memikirkan tentang
hak yang akan diperoleh sebagai keuntungam baginya dan kewajiban sebagai beban
prestasi yang harus dilaksanakan.
36
37
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal 6.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
38
Perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji
kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Apabila seseorang berjanji kepada orang lain, maka perjanjian
tersebut merupakan perjanjian yang biasa diistilahkan dengan perjanjian sepihak, di
mana hanya seorang saja yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain,
sedangkan orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai
balasan (kontra prestasi) atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua
orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak berhak untuk menerima apa
yang diperjanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak
dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.38
Dengan demikian kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat
dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal
ini berbeda dari kegiatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati
karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang
menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.
Pada dasarnya kontrak atau perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas
antara dua pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum (pemenuhan syarat
subjektif) untuk melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat luas (pemenuhan syarat objektif). Namun, adakalanya
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
39
“kedudukan” dari kedua belah pihak dalam suatu negosiasi tidak seimbang, yang
pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang “tidak terlalu menguntungkan” bagi
salah satu pihak.
Hal ini juga terjadi dalam Perjanjian Penunjukkan Agen Minyak Tanah yang
di dalamnya mengatur tentang penyaluran minyak tanah di daerah Provinsi Aceh
seperti halnya di di wilayah lain di Indonesia, prosedur penyaluran minyak tanah juga
dibuat dalam suatu perjanjian antara agen minyak tanah dengan PERTAMINA yaitu
kesepakatan kerjasama penyaluran minyak tanah. Bentuk perjanjian tersebut berlaku
sama dengan perjanjian di seluruh wilayah Indonesia yang dikenal dengan “Surat
Perjanjian Penunjukkan Agen Minyak Tanah”. Hal ini dapat dikatakan bahwa
perjanjian yang dibuat tersebut dapat digolongkan dalam perjanjian baku.
Kontrak atau perjanjian mengatur bentuk-bentuk hak dan kewajiban yang
harus dijalankan oleh para agen minyak tanah dalam menyalurkan minyak tanah
untuk masyarakat.
Kontrak
kerjasama
para
agen
minyak
tanah
dengan
PERTAMINA merupakan media untuk menuangkan maksud pihak-pihak dalam
berbagai hubungan hukum yang menyangkut berbagai aspek penjualan serta
mekanisme penyaluran minyak tanah untuk masyarakat.
Salim HS mengatakan bahwa “istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan
dari bahasa Inggris, yaitu “standard contract”. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
Universitas Sumatera Utara
40
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah”.39
Munir Fuady mengartikan kontrak baku adalah :
Suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak
tersebut, bahkan sering kali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk
formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika
kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan datadata informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi
atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak
tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang
kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan
untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi “take it or leave it”. Dengan
demikian, oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat
yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak tersebut. Karena itu
pula, untuk membatalkan suatu kontrak baku, sebab kontrak bakuan adalah
netral.40
Hondius sebagaimana dikutip Salim mengatakan mengemukakan bahwa
syarat-syarat baku adalah “syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa
perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tentu, tanpa membicarakan
isinya lebih dahulu”.41
Inti dari perjanjian baku menurut Hondius tersebut adalah bahwa isi perjanjian
itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta
untuk menerima atau menolak isinya. Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan
39
Salim. H.S., Op.Cit , hal. 145.
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hal.76.
41
Salim. H.S., Op.Cit., hal.147.
40
Universitas Sumatera Utara
41
bahwa standard contract merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Mariam
Badrulzaman juga mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku, yaitu :
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat;
2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi
perjanjian;
3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu;
4. Bentuk tertentu (tertulis);
5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.42
Sutan Remi Sjahdeni mengemukakan bahwa :
Perjanjian standar sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya
dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun
yang belum dibakukan hanya beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis,
harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang spesifik dari
objek yang diperjanjikan. Sjahdeni menekankan, yang dibakukan bukan
formulir perjanjian tersebut, melainkan klausul-klausulnya. Oleh karena itu
suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris
dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang
telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas
klausul-klausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun
adalah juga perjanjian baku”.43
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan
perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak yang ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur
menerima isinya perjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi
42
Ibid., hal. 147.
Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para
Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia (IBI), Jakarta, 1993,
hal. 66.
43
Universitas Sumatera Utara
42
apabila
ia menolak, perjanjian itu dianggap tidak ada karena debitur tidak
menandatangani perjanjian tersebut.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa unsur-unsur dalam suatu kontrak
baku, yaitu (1) diatur oleh kreditor atau ekonomi kuat; (2) dalam bentuk sebuah
formulir; dan (3) adanya klausul-klausul eksonerasi/ pengecualian.
Perbuatan hukum yang mengikat antara pihak agen minyak tanah dengan
PERTAMINA dalam perjanjian penunjukkan agen minyak tanah ini diawali dengan
adanya perjanjian yang dasar hukumnya terdapat dalam Buku III KUHPerdata.
Dalam membuat perjanjian terhadap suatu asas yang disebut dengan asas kebebasan
berkontrak sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang menentukan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditetapkan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjian harus dipenuhi empat syarat yaitu (1) Sepakat mereka yang mengikat
dirinya; (2) Kecakapan untuk memuat suatu perikatan; (3) Suatu hak tertentu; dan (4)
Suatu sebab yang halal.
Para pihak bebas menentukan objek perjanjian, sesuai
dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata, ditegaskan bahwa setiap perjanjian harus diaksanakan dengan itikad
baik. Sedangkan wujud dari suatu perjanjian menurut Pasal 1234 KUHPerdata dapat
berupa pemberian sesuatu, berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
43
Dalam pelaksanaan perjanjian penunjukkan agen minyak tanah selain
berpedoman pada ketentuan KUH Perdata, juga diatur dengan ketentuan berpedoman
pada ketentuan undang-undang, seperti Undang-undang Dasar 1945 (Pasal 33) dan
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Hal ini tergambar dari salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 huruf UndangUndang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin
efektivitas
pelaksanaan
dan
pengendalian
usaha
pengolahan,
pengangkutan,
penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui mekanisme
persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Untuk mewujudkan tujuan
penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah melimpahkan
kewenangannya kepada PT.PERTAMINA (Persero) untuk melaksanakan kegiatan yang
mencakup pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya
ke seluruh pelosok tanah air.
Selanjutnya kewenangan kewenangannya kepada PERTAMINA tersebut, akibat
luasnya wilayah yang harus dijangkau dalam pendistribusian BBM mengharuskan
PERTAMINA melakukan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan
menyalurkan BBM dan BBK, serta produk lain yang disediakan dan dijual oleh
PERTAMINA termasuk minyak tanah kepada Agen Minyak tanah.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
Universitas Sumatera Utara
44
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan realitas.44 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus,
45
yang disebut dengan defenisi
operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu,
dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Untuk itu
dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional
sebagai berikut:
a. Analisis Yuridis adalah suatu upaya untuk menganalisis suatu permasalahan yang
dilakukan dan yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.
b. Agen adalah pihak yang menerima perintah/kuasa untuk melaksanakan suatu
perbuatan hukum tertentu dan perbuatan hukum yang harus dilakukan tersebut
biasanya tercantum dalam perjanjian termaksud.46
c. Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) di antara dua atau lebih orang (pihak)
yang menciptakan (hak) dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu hal khusus.47
d. Kontrak/perjanjian keagenan adalah suatu perjanjian atau kontrak (tertulis) yang
dibuat untuk menunjuk agen yang melaksanakan kegiatan penyaluran suatu
44
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989, Hal. 34
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, Hal. 4
46
Badan Pembinaan Hukum Nasional , Laporan Akhir Pengkajian Tentang Beberapa Aspek
Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1994, hal. 24.
47
J. Satrio, Op.Cit., hal 33.
45
Universitas Sumatera Utara
45
produk dalam hal ini minyak tanah
e. Minyak tanah adalah salah satu jenis bahan bakar yang menjadi kebutuhan dasar
masyarakat dimana standar serta mutunya telah ditetapkan oleh pemerintah.48
f. Agen Minyak Tanah adalah Usaha Dagang, Perseroan Terbatas, Koperasi, Badan
Usaha yang melaksanakan kegiatan penyaluran minyak tanah dalam
hal ini
Pangkalan Minyak Tanah untuk konsumen rumah tanggal dan usaha kecil.49
g. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menangung segala sesuatunya (kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersamakan, diperkarakan)50, tanggung jawab
mana lahir dengan adanya suatu perjanjian
h. Perjanjian baku adalah suatu bentuk perjanjian tertulis yang dipersiapkan secara
kolektif dan isinya ditetapkan oleh salah satu pihak, debitur sama sekali tidak
ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian karena terdorong oleh kebutuhan
terpaksa menerima perjanjian, seperti dapat terlihat dalam bidang angkutan,
perbankan, asuransi dan lain-lain termasuk dalam hal ini Perjanjian Penunjukan
Agen Minyak Tanah.
G. Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian pada hakekatnya mempunyai metode penelitian
masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan
48
Lihat Pasal 1 angka 3 Surat Perjanjian Penunjukan Agen Minyak Tanah
Lihat Pasal 1 angka 1 Surat Perjanjian Penunjukan Agen Minyak Tanah
50
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op.Cit., hal 1006.
49
Universitas Sumatera Utara
46
penelitian.51 Kata metode berasal dari Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan
sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja
untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.52
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya dari data penelitian
yang dianalisis dapat menggambarkan fakta dan pelaksanaan Kontrak antara PT.
PERTAMINA (persero) dengan agen minyak tanah sesuai permasalahan yang
dikemukakan. “Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan
gabungan antara yuridis normatif dan yuridis sosiologis yang didukung oleh data
primer dan data sekunder”53
2. Lokasi dan Populasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan cermin kelayakan akan terungkapnya data
primer atau data dasar.54 Untuk itulah dalam hal ini lokasi penelitian dilakukan di PT.
PERTAMINA (Persero) Unit Pemasaran I Provinsi Aceh. Sedangkan populasi
penelitian meliputi Pejabat Pertamina dan Agen Minyak Tanah di Provinsi Aceh dan
untuk memperoleh informasi yang dikehendaki dalam hal ini dipakai metode
sampling adalah prosedur yang digunakan untuk dapat mengumpulkan kareteristik
51
Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, hal. 328.
52
Koenjtaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama, 1977, hal. 16.
53
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
1980, hal 11
54
Data Primer atau data dasar adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai
sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian
Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal 36.
Universitas Sumatera Utara
47
dari suatu populasi meskipun hanya sedikit saja yang diwawancarai.55 Golongan
Sampling adalah Non Probability sampling dengan jenis purposive/judgmental
sampling yaitu sample yang dipilih berdasarkan pertimbangan penulis dan
menentukan sendiri responden dan informan yang dianggap mewakili populasi.56
Dengan demikian, yang dijadikan dan bertindak sebagai narasumber dalam
penelitian ini, yaitu Pejabat Pertamina Unit Pemasaran I Aceh dan Agen
Minyak Tanah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau
doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang
berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian
lapangan (field research) guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan,
yang dapat berupa wawancara langsung dengan Pejabat Pertamina dan Agen Minyak
Tanah, yang dalam penelitian ini dipilih sebagai informan dan narasumber.
4. Sumber Data
Sumber data yang berupa bahan hasil penelitian kepustakaan, dalam hal ini
“Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian hukum
55
56
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 78
Ibid., hal 87.
Universitas Sumatera Utara
48
normatif dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas “bahan hukum primer,
sekunder dan tertier”.57 Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :
(1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari ;
a. Pancasila
b. Undang-undang Dasar 1945
c. Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
d. Kontrak atau Perjanjian Penunjukan Agen Minyak Tanah.
(2) Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian
ini.
(3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder,
seperti kamus umum dan kamus hukum, serta bahan-bahan primer, sekunder dan
tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang
teknologi informasi dan komunikasi, ekonomi, filsafat dan ilmu pengetahuan
lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang
dari penelitian ini.
4. Alat Pengumpul Data
57
Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni Norma ( dasar)
atau kaidah dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, selanjutnya bahan hukum
tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali, Jakarta 1996, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
49
Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini maka
teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Studi dokumen, adalah penelitian dari dokumen-dokumen tentang perjanjian
antara PT. PERTAMINA (persero) dengan agen minyak tanah, dokumen ini
merupakan sumber informasi yang penting.
b. Pengamatan (observasi), pengamatan ini dipergunakan dengan tujuan untuk
menambah kejelasan yang jujur dan seksama atas suatu situasi tertentu sehingga
mendapatkan perimbangan sejumlah data yang objektif .
c. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide).
“Wawancara dilakukan terhadap nara sumber dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya, wawancara ini dilakukan dengan
cara terarah maupun wawancara bebas dan mendalam (dept interview)”.58
5. Analisis Data
Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian,
untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. “Sebelum analisis
dilakukan terlebih dahulu diadakan pemeriksaaan dan evaluasi terhadap
semua
data yang ada untuk mengetahui validitas, selanjutnya diadakan pengelompokan
58
Ibid, hal.71 yang menyatakan, wawancara merupakan alat pengumpul data untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberpa faktor yang mempengaruhi arus
informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara, responden, pedoman wawancara, dan situasi
wawancara.
Universitas Sumatera Utara
50
terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan, sedangkan
evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif “.59
Analisis secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkannya
dengan peraturan-peraturan yang berlaku menghubungkannya dengan pendapat para
pakar hukum dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif
dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan metode
induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan
dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini sehingga diperoleh kesimpulan
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
59
Lihat, Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta 1996,
hal.76-77, menyatakan terhadap data yang sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila :
1) Data yang terkumpul tidak berupa angka – angka yang dapat dilakukan pengukurannya, 2) data
tersebut sukar diukur dengan angka, 3) hubungan antara variabel tidak jelas, 4) Sampel lebih bersifat
non probabilitas, 5) pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pemetaan, 6)
penggunaan teori kurang diperlukan. Bandingkan dengan pendapat Maria.S.W,Sumardjono, yang
menyatakan bahwa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif tidak harus dipisahkan sama sekali,
apabila digunakan dengan tepat sepanjang hari itu mungkin keduanya dapat saling menunjang .
Universitas Sumatera Utara
Download