tinjauan keakuratan penetapan kode diagnosis utama

advertisement
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE
DIAGNOSIS UTAMA BERDASARKAN SPESIFIKASI
PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN
REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
PERMATA MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma
(Amd) pada Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Oleh :
DIKA BAYU SETIANTO
NIM D22.2009.00863
PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2013
HALAMAN HAK CIPTA
© 2013
Hak Cipta Karya Tulis Ilmiah ada pada Peneliti
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA
BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA
MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
Disusun oleh :
DIKA BAYU SETIANTO
D22.2009.00863
Disetujui untuk dipertahankan dalam ujian Karya Tulis Ilmiah
Tanggal : 30 Agustus 2013
Pembimbing
( Kriswiharsi Kun S., M.Kes )
iii
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA
BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA
MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
KARYA TULIS ILMIAH
TAHUN 2013
Disusun oleh :
DIKA BAYU SETIANTO
NIM D22.2009.00863
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
Semarang, 18 September 2013
Tim Penguji :
Ketua
( ……………………………… )
: Kriswiharsi Kun S., M.Kes
Anggota : Dyah Ernawati, S.kep, Ns, M.Kes ( ……………………………… )
( ……………………………… )
dr. Lily Kresnowati, M.Kes
Mengetahui,
Dekan
( Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes )
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis ini secara khusus saya persembahkan Kepada :
Mama, Papa yang tak pernah kering akan doa untuk kesuksesan anak-anaknya
Istriku tercinta “Nova” yang selalu memberi motivasi baru dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini
Anakku Tersayang “Erkhel” malaikat kecilku yang merupakan sumber semangat
baru
Teman-temanku Pepho , Tyo , noVan , Nisa dan yang lainnya yang selalu siap
membantu ( Rasah kaRaokenaN tErus bozZzz..... Borosssss!!! )
Kriswihasi Kun S., M.Kes, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di selasela kesibukannya, membimbing, menasehati, membantu dan memberikan motivasi
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan
Serta teman-teman Rekam Medis UDINUS angkatan 2009 yang sama-sama
berjuang untuk menggapai cita-cita luhur
v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: DIKA BAYU SETIANTO
Tempattanggallahir
: Wonosobo, 19 Oktober 1989
JenisKelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Karangrejo Rt : 03 Rw : 02, Selomerto, Wonosobo
Riwayat Pendidikan
:
1. SD Negrei 1 Karangrejo, tahun 1996-2002
2. SLTP Negrei 2 Selomerto, tahun 2002-2005
3. SMA Negeri 2 Wonosobo, tahun 2005-2008
4. Diterima di program studi DIII Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2009.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosis Utama
Berdasarkan Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama Pada Dokumen Rekam
Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Periode 2012.
Penyusunan
Karya
Tulis
ini
merupakan
salah
satu
syarat
untuk
menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Rekam Medis dan Informasi
Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari
berbagai pihak, usaha penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan
berhasil. Dengan penghargaan yang tinggi disertai rasa terima kasih, penulis
sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, selaku Rektor Universitas Dian
Nuswantoro.
2. Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro.
3. Arif Kurniadi, M.Kom, selaku Ketua Progdi DIII RMIK Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro.
4. Kriswihasi Kun S., M.Kes, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, membimbing, menasehati,
membantu dan memberikan motivasi sehingga karya tulis ilmiah ini dapat
diselesaikan.
5. Dyah Ernawati, SKep, Ns, selaku dosen review KTI.
6. Dr. Djoko Widyanto. JS, DHM, MH. Kes, selaku Direktur Rumah Sakit
Permata Medika Semarang.
7. Retno Astuti S, SS, MM selaku dosen wali yang selalu sabar dalam
membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.
8. dr. Farida. S, sebagai Kepala Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Permata
Medika Semarang
vii
9. Seluruh Dosen DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang yang telah memberikan ilmu baik secara formal
maupun informal kepada penulis.
10. Seluruh Staf Instalasi Rekam Medis dan karyawan RS Permata Medika
Semarang yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
11. Seluruh mahasiswa angkatan 2009 Progdi DIII Rekam Medis dan Informsi
Kesehatan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang
telah mendukung dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusuna Karya Tulis Ilmiah ini.
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan dari pembaca demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semarang, September 2013
Peneliti
viii
Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Semarang
2013
ABSTRAK
DIKA BAYU SETIANTO
TINJAUAN KEAKURATAN PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA
BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA
DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PERMATA
MEDIKA SEMARANG PERIODE 2012
Rumah Sakit Permata Medika Semarang merupakan rumah sakit tipe C
yang telah menggunakan ICD-10 sebagai pedoman koding, di rumah sakit
tersebut belum pernah diadakan penelitian untuk mengetahui keakuratan
penetapan kode diagnosis utama berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa
utama pada dokumen rekam medis rawat inap di rumah sakit Permata Medika
Semarang periode 2012.
Dari hasil survei awal dengan menggunakan wawancara dengan petugas
koding didapatkan keterangan bahwa kode yang tidak akurat dikarenakan
petugas koding merangkap sebagai petugas assembling, banyaknya beban kerja
yang dapat mengakibatkan konsentrasi petugas menjadi terganggu.
Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan
crossectional dan jenis penelitian analitik, sedangkan populasi dari penelitian ini
adalah 6.553 berkas rekam medis rawat inap periode 2012 sehingga diperoleh
sampel sebanyak 99 berkas yang diambil dengan menggunakan tekhnik sampel
random sampling.
Hasil pengamatan diketahui bahwa kode diagnosa utama yang akurat
71,7% dokumen rekam medis rawat inap, sedangkan untuk penulisan diagnosa
utama yang spesifik 70,7% dokumen, dan akurasi kode penyakit pada diagnosis
utama yang tidak spesifik sebanyak 72,42 % dokumen rekam medis rawat inap.
Maka kesimpulan yang diperoleh yaitu, bahwa untuk mendapatkan
akurasi kode penyakit, tidak hanya dipengaruhi oleh penulisan diagnosis utama
yang spesifik saja tetapi dipengaruhi juga oleh ketelitian petugas koding serta
factor-faktor lain yang mempengaruhi. Oleh karena itu petugas koding sebaiknya
aktif dalam mencari informasi jika menemukan diagnosis utama yang tidak
spesifik serta perlu adanya peningkatan pengetahuan petugas koding dengan
diikutkan dalam pelatihan koding ICD-10.
Kata kunci
: Spesifikasi diagnosis utama, akurasi kode penyakit ICD-10
Kepustakaan : 10 (1997-2013)
ix
DIII Studies Program Medical Record and Health Information
Medical Faculty of the Dian Nuswantoro University
Semarang
2013
ABSTRACT
DIKA BAYU SETIANTO
REVIEW THE ACCURACY DETERMINATION OF PRIMARY DIAGNOSIS
CODE SPECIFICATION WRITER BASED ON MAIN DIAGNOSTIC MEDICAL
RECORD DOCUMENT IN PERMATA MEDIKA HOSPITAL 2012th PERIODE
Permata Medika hospital Semarang is a type C hospital, that has been
used as guidelines ICD-10 for coding, the hospital had not conducted a study to
determine the accuracy of the determination of primary diagnosis code based on
specification writing primary diagnosis in the medical record document in the
inpatient permata medika hospital 2012th periode.
From the results of the initial survey using interviews with officers received
information obtained information that the code is not accurate because the
coding clerk serves as clerk of assembly, the number of heavy workload can lead
to impaired concentration officers.
This research use observational method with crossectional approach and
type of analytical research, while the population of the study were 6.553 inpatient
medical record file the period 2012 to obtain a sample of 99 files that are
retrieved by using a random sample of sampling techniques.
The result of observations the accuracy of the primary diagnosis code on
the disease as much as 71,7 % inpatient medical record documents, while the
specific primary diagnosis as much as 78,57 %, and accuracy of disease at
primary diagnosis code is not specific documents as much as 72,42 % medical
record hospitalization.
Conclusion obtained that is, to get the accuration of disease code, do not
only influenced by writing diagnosed just specific especial, but influenced also by
correctness of officer coding and also other factor which influencing in
consequence officer koding better be active in searching information if finding
diagnosed especial which is not specific and also need the existence of the
make-up of knowledge of officer koding by joining in training of Coding ICD-10.
Key Word
: Specification of primary diagnosis, the accuracy of ICD-10
disease codes
Bibliography
: 10 (1997 – 2013)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN HAK CIPTA........................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vii
ABSTRAK ........................................................................................................... ix
ABSTRACT ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xiv
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
E. Ruang Lingkup ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 6
A. Rekam Medis ........................................................................................... 6
B. ICD – 10 ................................................................................................... 9
xi
C. Koding .................................................................................................... 10
D. Pengertian Diagnosa Utama .................................................................. 11
E. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO .............................................. 12
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Penyakit ................... 12
G. Aturan Morbiditas ................................................................................... 16
H. Aturan Reseleksi Kondisi Utama ............................................................ 19
I.
Kerangka Teori....................................................................................... 21
J. Kerangka Konsep................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 23
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 23
B. Identifikasi Variabel ................................................................................ 23
C. Definisi Operasional ............................................................................... 24
D. Populasi dan Sampel ............................................................................. 26
E. Instrumen Penelitian .............................................................................. 28
F. Cara Pengumpulan Data ........................................................................ 28
G. Pengolahan Data ................................................................................... 28
H. Analisis Data .......................................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 30
A. Hasil Pengamatan .................................................................................. 30
B. Pembahasan .......................................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 39
A. Kesimpulan ............................................................................................ 39
B. Saran ..................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 42
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori .............................................................................21
Gambar 2.2. Kerangka Konsep..........................................................................22
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Akurasi Kode Diagnosa Utama ........................................................34
Tabel 4.2. Spesifikasi Diagnosa Utama ............................................................35
Tabel 4.3. Akurasi kode pada diagnosa yang spesifik dan tidak spesifik............36
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Akurasi Kode Diagnosa Utama .........................................................34
Grafik 4.2. Spesifikasi Diagnosa Utama .............................................................35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Checklist
2. Buku Pintar ICD-10
3. Protap Pemberian Kode Diagnosis Penyakit (ICD X)
4. Surat Ijin Penelitian
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan pada tiap
unit sarana pelayanan kesehatan perlu adanya dukungan dari berbagai
faktor, diantaranya yaitu terkait dengan perekaman data medis pasien yang
informatif, lengkap dan berkesinambungan. Bentuk dari sarana kesehatan itu
salah
satunya
adalah
rumah
sakit,
dimana
didalamnya
terdapat
penyelenggaraan rekam medis yang baik dan benar. Oleh sebab itu,
ditetapkanlah peraturan Menteri RI No 269 / Menkes / Per / III / 2008. Rekam
medis merupakan suatu berkas yang berisi catatan – catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain pada pasien yang diberikan oleh sarana pelayanan kesehatan.
Pelayanan terutama rumah sakit, tidak terlepas dari peran serta petugas
rekam medis yang akan mendukung dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan rekam medis.(9)
Dalam upaya memperoleh informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu,
dan sesuai kebutuhan dalam pengambilan keputusan, digunakanlah standar
tentang pencatatan data morbiditas, dengan berpedoman pada International
Classification of Deseases 10th Revision (ICD-10) sebagai sistem klasifikasi
penyakit. Sistem klasifikasi diagnosis penyakit adalah suatu tatanan
pengelompokan satuan penyakit yang disusun berdasarkan abjad dan angka
1
2
yang bertujuan untuk mempermudah retrieval san analisis data. Penggunaan
ICD-10 ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 50 /
Menkes / SK / I /1998 tentang perberlakuan ICD-10 tertanggal 13 Januari
1998.(1)
Dalam penggunaannya, ICD-10 kini digunakan sebagai buku pedoman
standar yang digunakan oleh rumah sakit untuk menentukan kode diagnosis
utama pasien. Dalam proses koding, ICD-10 menyediakan pedoman khusus
untuk menyeleksi kausa atau kondisi yang akan dikode dan proses
kodingnya. Aturan dan pedoman tentang seleksi kondisi atau sebab tunggal
yang dipakai untuk tabulasi rutin dalam sertifikat kematian atau rekaman
morbiditas ini telah diadopsi oleh WHO dalam sidang World Health Assembly,
khususnya berkaitan dengan revisi ICD.(3)
Salah satu penentu keakuratan kode diagnosia utama penyakit, adalah
spesifisitas diagnosis utama, masing-masing pernyataan diagnostik harus
berisifat informatif atau mudah dipahami agar dapat menggolongkan kondisikondisi yang ada kedalam kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan
diagnosis yang detail dan spesifik, akan memudahkan penentuan rincian
kode.
Rumah Sakit Permata Medika Semarang, merupakan rumah sakit yang
telah melakukan standar pengkodean dengan menggunakan ICD-10. Namun
dalam pelaksanaanya, masih dijumpai ketidakakuratan kode diagnosis
utama. Dari hasil survei pendahuluan pada 20 dokumen rekam medis rawat
inap yang dipilih secara acak, penulisan diagnosa yang tidak spesifik terdapat
65%, dan penulisan diagnosa yang spesifik terdapat 35%. Dari penulisan
diagnosa yang tidak spesifik terdapat 61,53% kode yang akurat dan 38,47%
3
kode yang tidak akurat, sedangkan dari penulisan diagnosa yang spesifik
terdapat 85,72% kode yang akurat dan 14,28% kode yang tidak akurat.
Dari hasil survei awal dengan menggunakan wawancara dengan petugas
koding didapatkan keterangan bahwa kode yang tidak akurat dikarenakan
petugas koding merangkap sebagai petugas assembling, banyaknya beban
kerja yang dapat mengakibatkan konsentrasi petugas menjadi terganggu.
Mengingat pentingnya spesifikasi penulisan diagnosa utama terhadap
keakuratan kode diagnosa utama yang dihasilkan, dan sebagai salah satu
tolak ukur untuk kontrol kualitas di bagian koding unit rekam redis maka
dalam penulisan tugas akhir ini, peneliti ingin membahas tentangan
“Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosa Utama Berdasarkan
Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana tinjauan keakuratan penetapan kode diagnosa utama
berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa utama.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui keakuratan penetapan kode diagnosa utama berdasarkan
spesifikasi penulisan diagnosa utama di Rumah Sakit Permata Medika
Semarang Periode 2012.
4
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui spesifikasi penulisan diagnosis utama pada dokumen
rekam medis rawat inap dan menghitung tingkat spesifikasi penulisan
diagnosa utama.
b. Mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pada dokumen rekam
medis rawat inap
berdasarkan ICD-10 dan menghitung tingkat
keakuratan kode diagnosa utama.
c. Mengetahui spesifikasi diagnosa utama terhadap keakuratan kode.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan memperluas wawasan serta pengetahuan
tentang pelaksanaan ICD-10, dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menentukan tata cara
koding yang benar menurut ICD-10.
3. Bagi Akademik
Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya sekaligus referensi
yang dapat menambah khasanah keilmuan rekam medis, khususnya
mengenai pelaksanaan ICD-10 dalam koding penyakit.
E. Ruang Lingkup
1. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Rekam Medis.
5
2. Lingkup Materi
International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem – 10th Revision.
3. Lingkup Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan dibagian koding rawat inap Rumah Sakit
Permata Medika Semarang.
4. Lingkup Metode
Penelitian ini menggunakan metode Observasi.
5. Lingkup Obyek
Obyek yang menjadi penelitian adalah dokumen rekam medis rawat inap.
6. Lingkup Waktu
Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rekam Medis
1. Pengertian Rekam Medis
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Rekam Medis adalah
hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai hasil pengobatan
pasien, sedangkan rekam kesehatan yaitu hasil perekaman yang berupa
keterangan mengenai kesehatan pasien.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 269 tahun
2008 tentang rekam medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas
yang
berisikan
catatan
dan
dokumen
tentang
identitas
pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien, dimana pasien adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi
masalah
kesehatannya
untuk
memperoleh
pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu.(2)
Menurut Huffman EK, 1992 menyampaikan batasan rekam medis
adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana
pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang
memuat
pengetahuan
mengenai
pasien
dan
pelayanan
yang
diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi
pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam
hasilnya.(4)
6
7
Dari definisi rekam medis diatas, dapat disimpulkan bahwa rekam
medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan
riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan
saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya
mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
2. Tujuan Rekam Medis
Rekam medis bertujuan untuk menyediakan informasi guna
memudahkan
memudahkan
pengelolaan
dalam
pengambilan
pengorganisasian,
pelayanan kepada
keputusan,manajerial
pelaksanaan,
pengawasan,
pasien
dan
(perencanaan,
penilaian
dan
pengendalian) oleh pemberi pelayanan klinis dan administrasi pada
sarana pelayanan kesehatan.(5)
3. Manfaat Rekam Medis
Menurut Permenkes No. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa
rekam medis memiliki 5 manfaat yaitu :
a.
Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
b.
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
c.
Bahan untuk kepentingan penelitian.
d.
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
e.
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Sedangkan menurut Gilbony 1991 rekam medis memiliki 6 manfaat, yang
terangkum dalam kata ALFRED :
8
a. Administration (Administrasi)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai administarsi karena
isinya
menyangkut
tindakan
berdasarkan
wewenang
dan
tanggungjawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Legal (Hukum)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai hukum, karena
isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas
keadilan. Selain itu, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
c. Financial (Keuangan)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai keuangan karena
isinya dapat dijadikan sebgai bahan untuk menetapkan biaya
pembayaran di rumah sakit.
d. Research (Penelitian)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena
isinya mengandung data atau informasi yang dapat digunakan
sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan.
e. Education (Pendidikan)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan
kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau
referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.
9
f.
Documentation (Dokumentasi)
Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan
dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah
sakit.
B. ICD – 10
1. Pengertian ICD – 10
ICD-10 adalah singkatan The International Statistical Classification
of Disease and Related Health Problem -10th Revision. Dimana ICD-10 ini
digunakan untuk klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang
terekam dalam berbagai jenis rekaman vital dan kesehatan. Pada
praktiknya ICD telah menjadi standard internasional klasifikasi diagnosis
untuk semua tujuan epidemiologi umum dan manajemen kesehatan.(1)
2. Tujuan ICD
Tujuan penyusunan ICD-10 adalah sebagai berikut :
a. Untuk mempermudah perekaman yang sistematis, untuk keperluan
analisis,
interpretasi
dan
komparasi
data
morbiditas
maupun
mortalitas yang dikumpulkan dari berbagai daerah pada saat yang
berlainan.
b. Untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan
lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik, yang memudahkan
penyimpanan, retrieval dan analisis data.(1)
10
C. Koding
1. Pengertian Koding
Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan
huruf atau angka kombinasi huruf dalam angka mewakili komponen data,
sedangkan pengkodean adalah bagian dari usaha pengorganisasian
proses penyimpanan dan pengambilan kembali data yang memberi
kemudahan bagi penyajian informasi tersebut.
2. Tujuan Koding
Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa
pelayanan informasi kesehatan, data klinis yang terkode dibutuhkan untuk
meretreieve informasi guna kepentingan asuhan pasien, penelitian,
peningkatan performasi pelayanan, perencanaan dan manajemen sumber
daya, serta untuk mendapatkan reimbursement yang sesuai bagi jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Langkah-langkah Koding
Adapun langkah-langkah koding adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan di kode, kemudian carilah
dalam buku volume 3 pada bagian yang sesuai.
b. Cari lead term nya.
c. Baca catatan yang tercantum dibawah lead term.
d. Baca semua terminologi yang ada dalam kurung atau parentheses
dibelakang lead term.
e. Ikuti secara hati-hati semua cross-references (kata “see” dan “see
also”) yang termasuk dalam indeks.
11
f.
Rujuk daftar tabulasi dalam volume 1 untuk verifikasi kesesuaian
nomor kode yang telah dipilih.
g. Berpedomanlah pada “inclusion” atau “exclusion terms” yang ada
dibawah kode terpilih, atau dibawah judul bab, blok atau kategori.
h. Tentukan kode yang sesuai.
D. Pengertian Diagnosa Utama
Diagnosa utama merupakan kata / frasa yang digunakan oleh dokter
untuk menyebutkan suatu penyakit yang diderita seorang pasien yang
memerlukan, mencari atau nemerima asuhan medis. Diagnosa diperoleh
pada saat dokter telah melakukan pemeriksaan terhadap pasien sedangkan
diagnosis utama adalah penyakit atau cacat, luka, keadaan sakit yang utama
dari pasien yang dirawat di rumah sakit, adapun batasan-batasan diagnosa
utama adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan setelah cermat dikaji (determined after study).
2. Menjadi alasan untuk dirawat (coused this particular admission).
3. Menjadi fakta arahan terapi, pengobatan atau tindakan lain-lain yang
dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis (focus of treatment).(6)
E. Macam-macam Diagnosis Menurut WHO
1. Principal Diagnosis
Adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama
bertanggung jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit.
12
2. Other Diagnosis
Diagnosis selain principal diagnosis yang menggambarkan suatu
kondisi dimana pasien mendapatkan pengobatan, atau dimana dokter
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan untuk memasukkannya dalam
pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.
3. Complication
Suatu diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi yang muncul
setelah dimulainya observasi dan perawatan di rumah sakit yang
mempengaruhi perjalanan penyakit pasien atau asuhan medis yang
dibutuhkan.(3)
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Penyakit
1. Kelengkapan Rekam Medis
Kelengkapan
dalam
pengisian
rekam
medis
akan
sangat
mempengaruhi mutu rekam medis. Sebelum melakukan pengkodean
diagnosis penyakit, petugas rekam medis diharuskan mengkaji data
pasien dalam lembar-lembar rekam medis tersebut diatas untuk
memastikan rincian diagnosis yang dimaksud, sehingga penentuan kode
penyakit dapat mewakili sebutan diagnosis tersebut secara utuh dan
lengkap, sebagaimana aturan yang digariskan dalam ICD-10.
2. Tenaga Medis
Kualitas kode yang dihasilkan oleh petugas koding terutama
ditentukan oleh data dasar yang ditulis dan ditentukan oleh tenaga medis
penanggung jawab pasien. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis
terkait untuk mengetahui dan memahami proses koding dan data dasar
13
yang dibutuhkan, sehingga dalam proses perekaman dapat memenuhi
beberapa persyaratan kelengkapan data guna menjamin keakurasian
kode. Di sisi lain, petugas koding bertanggung jawab atas keakurasian
kode diagnosis, oleh karenanya apabila ada hal-hal yang kurang jelas
atau meragukan dalam penentuan kode, perlu dikomunikasikan terhadap
dokter penganggung jawab.
3. Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama
Spesifikasi dalam penulisan diagnosa utama akan sangat
mempengaruhi mutu akurasi koding. Karena semua pernyataan diagnosis
yang terekam harus seinformatif mungkin agar dapat menggolongkan
kondisi-kondisi yang ada ke dalam kategori ICD yang paling spesifik.
Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik akan memudahkan petugas
koding dalam menentukan rincian kode sampai dengan karakter ke-4 dan
ke-5. Penulisan diagnosis yang tidak spesifik sering kali menyulitkan
koder dalam pemilihan kode penyakit yang sesuai, dan berujung
kesalahan penetapan kode (miscoding).
4. Tenaga Perekam Medis
Kunci utama dalam pelaksanaan koding adalah koder atau
petugas koding. Akurasi koding (penentuan kode) merupakan tanggung
jawab tenaga rekam medis, khususnya tenaga koding. Kurangnya tenaga
pelaksana rekam medis khususnya tenaga koding baik dari segi kualitas
maupun kuantitas, kualitas petugas koding di URM di rumah sakit dapat
dilihat dari :
14
a. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat
mendukung dalam pelaksanaan tugasnya. Petugas koding yang
berpengalaman dapat menentukan kode penyakit lebih cepat
berdasarkan ingatan dan kebiasaan.
b. Pendidikan
Keakuratan pilihan kode diagnosis dalam ICD adalah essensial
bagi manajemen kesehatan. Kesalahan mengutip, memindahkan dan
memilih kode secara tepat merupakan kesalahan yang sering terjadi
pada saat pengkodean diagnosis penyakit. Salah satu penyebab
kesalahan tersebut umumnya adalah karena kurangnya pengetahuan
mengenai aturan-aturan dalam koding yang menggunakan ICD-10.
Kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi kritis yang
tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain. Karena koding merupakan
salah satu tugas pokok tenaga rekam medis.
c. Pelatihan
Apabila tenaga koding belum mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan khusus dibidang rekam medis dan informasi
kesehatan, maka untuk mendapatkan hasil yang baik, setidaknya
petugas memperoleh pelatihan yang cukup tentang seluk-beluk
pekerjaannya selaku tenaga rekam medis. Pelatihan yang bersifat
aplikatif berupa in-house atau on-the-job training akan sangat
membantu meningkatkan pamahaman dan ketrampilan tenaga
koding, terutama bila latar belakang pendidikan sama sekali tidak
menunjang keakuratan penentuan kode.
15
d. Faktor Lain
Sebagaimana halnya tenaga kerja / SDM pada umumnya,
tentunya kualitas tenaga juga dipengaruhi oleh faktor SDM lain seperti
usia, motivasi, sistem remunerasi, sanksi, dan lain-lain.
5. Sarana ( alat bantu )
Sarana pendukang yang digunakan untuk membantu petugas
koding dalam menetapkan kode meliputi :
a. ICD-10
Terdiri dari 3 Volume yaitu :
1) Volume 1 berisi daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dari
penyakit dan kelompok penyakitbeserta catatan inclution dan
Exclution dan beberapa cara pemberian kode.
2) Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD-10.
3) Volume 3 berisi indeks alfabethklasifikasi.
b. ICOPIM (International Clasification of Procedure in Medicine) yakni
standart pengkodean untuk tindakan Operasi.
c. Kamus Istilah Kedokteran
Digunakan untuk menerjemahkan istilah-istilah medis yang tidak
demengerti oleh petugas koding.(3)
d. Kamus Bahasa Inggris
Untuk membantu petugas koding untuk mengetahui istilah-istilah yang
ditulis dalam bahasa inggris.
6. Kebijakan atau Peraturan
Kebijakan rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk SK Direktur,
Protap (prosedur tetap)atau SOP (standar operating procedures) akan
16
mengikat dan mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat
dalam pengisian lembar-lembar rekam medis untuk melaksanakannya
sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Selain itu
dalam rangka penjaminan kualitas penyelenggaraan pelayanan rekam
medis di rumah sakit, kebijakan yang dituangkan dalam aturan tertulis
akan
sangat
berperan
sebagaidasar
pelaksanaan
dan
pedoman
penyelenggaraan pelayanan rekam medis, sehingga pengawasan juga
menjadi mudah dengan adanya standar atau acuan yang baku. Adanya
akreditasi rumah sakit juga dapat menjadikan acuan penyelenggaraan
pelayanan rekam medis berkualitas di rumah sakit.(1)
G. Aturan Morbiditas
1. Prinsip Umum
Seorang praktisi medis yang bertanggung jawab terhadap
pengobatan pasien harus memilih kondisi utama dan kondisi lain untuk
masing-masing episode asuhan kesehatan. Informasi ini harus disusun
secara sistematis menggunakan standar pencatatan.
2. Detail dan Spesifitas
Semua pernyataan diagnosis yang terekam harus seinformatif
mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada ke dalam
kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan
spesifik akan memudahkan penentuan rincian kode sampai dengan
karakter ke-4 dan ke-5.
Rincian informasi yang diisyaratkan menurut ICD-10 dapat berupa
kondisi akut / kronis, letak anatomik yang detail, tahapan penyakit,
17
ataupun komplikasi atau kondisi penyerta. Penulisan diagnosis yang tidak
spesifik sering kali menyulitkan koder dalam pemilihan kode penyakit
yang sesuai, dan berujung kesalahan penetapan kode (miscoding).
3. Diagnosis atau gejala tak tentu
Bilamana
sampai
dengan
akhir
episode
perawatan
tidak
didapatkan diagnosis pasti (definite) tentang penyakit atau masalah,
maka informasi yang paling spesifik dan kondisi yang diketahui
memerlukan perawatan atau pemeriksaan saat itulah yang direkam. Hal
ini dilakukan dengan menyatakan suatu gejala, masalah atau temuan
abnormal sebagai diagnosis. Pernyataan diagnosis yang ditulis sebagi
“mungkin” (possible), “dipertanyakan” (questionable) atau “dicurigai”
(suspected),
menunjukkan
bahwa
kondisi
tersebut
sudah
dipertimbangkan namun belum dapat dipastikan.
4. Alasan non-morbid kontak dengan pelayanan kesehatan
Episode asuhan kesehatan atau saat kontak dengan pelayanan
kesehatan tidak selalu berkaitan dengan pengobatan atau pemeriksaan
penyakit / cidera saat ini. Episode tersebut juga dapat terjadi manakala
seseorang
yang
(mungkin)
tidak
dalam
keadaaan
sakit
namun
membutuhkan atau menerima pelayanan kesehatan tertentu, rincian dari
keadaan tersebut haruslah direkam sebagai “main condition” (kondisi
utama).
5. Kondisi Ganda
Bilamana suatu periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi
yang saling terkait (misalnya cidera multiple, sekuale multiple dari cidera
atau penyakit sebelumnya, atau kondisi multiple yang terjadi pada
18
penyakit HIV), maka dalam aturan morbiditas ICD-10 dinyatakan bahwa
salah satu kondisi yang jelas paling parah serta membutuhkan lebih
banyak sumber daya dibandingkan dengan yang lainnya harus direkam
sebagai “main condition”(kondisi utama), sedang kondisi yang lain
sebagai “other condition”. Bila tidak ada kondisi yang lebih dominan,
maka istilah seperti “multiple fractures”, “multiple head injuris” atau “HIV
disease resulting in multiple infection” dapat direkam sebagai “main
condition” yang diikuti oleh daftar kondisi tersebut.
6. Kondisi Akibat Sebab Luar
Bilamana suatu kondisi seperti misalnya cidera, keracunan, atau
akibat lain dari sebab luar terekam, sangat penting artinya untuk
menggambarkan secara lengkap kondisi yang ada dan kondisi lingkungan
yang menyebabkan timbulnya hal tersebut. Jadi untuk diagnosis cedera
sebaiknya digunakan kode ganda, satu kode utama untuk kondisi cedera
yang diderita, dan kode tambahan untuk menjelaskan sebab luar apa
yang menyebabkan kondisi tersebut, meliputi jenis sebab luar, tempat
kejadian, dan aktivitas saat kejadian. Kode ini sangat penting artinya jika
dikaitkan dengan epidemiologi cedera dan kecelakaan, khususnya
kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan domestik.
Statistik yang biak untuk sebab cedera ini dapat digunakan untuk upaya
pencegahan dan penanggulangan cedera dan keracunan.
7. Pengobatan untuk Squale
Bilamana suatu episode perawatan ditunjukan untuk perawatan
atau pemeriksaan dari kondisi residual (squale) dari suatu penyakit yang
sudah tidak ada lagi, squale tersebut harus digambarkan secara lengkap
19
dan disebutkan kondisi asalnya, disertai indikasi yang jelas bahwa
penyakit asalnya sudah tidak ada lagi. Jadi kode squale ini diberikan bila
pelayanan kesehatan yang diberikan adalah untuk gejala sisa dari suatu
penyakit disertai bukti atau keterangan bahwa penyakitnya sendiri telah
sembuh.(3)
H. Aturan Reseleksi Kondisi Utama
1. Rule MB 1
Bilamana suatu kondisi minor atau kondisi yang sudah lama
terjadi, atau masalah yang bersifat insidental tercatat sebagai “kondisi
utama”, sedangkan kondisi yang lebih signifikan dan lebih relevan
terhadap pengobatan yang diberikan dan atau yang lebih sesuai dengan
spesialisasi yang merawat pasien, terekam sebagai “kondisi lain”,
mungkin perlu dilakukan reseleksi, dimana yang disebutkan terakhir justru
menjadi “kondisi utama”.
2. Rule MB 2
Bilamana beberapa kondisi yang tak dapat dikode dengan kondisi
multiple ataupun kategori kombinasi, terekam sebagai “kondisi utama”
sedangkan rincian lain pada catatan mengacu pada salah satu kondisi
sebagai “kondisi utama” berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima
oleh pasien, maka pilihlah kondisi yang terakhir ini, atau pilih saja kondisi
yang pertama disebutkan, apabila tidak ada keterangan yang memadai.
3. Rule MB 3
Bila suatu gejala (symptom) atau tanda (sign) yang umumnya
terklasifikasi
dalam
Bab
XVIII,
atau
masalah
non-morbid
yang
20
terklasifikasi pada Bab XXI, terekam sebagai “kondisi utama” dan hal
tersebut secara jelas menggambarkan tanda, gejala atau permasalahan
dari kondisi yang didiagnosis dibagian lain, sedangkan perawatan atau
pelayanan kesehatan yang di berikan kepada pasien tersebut sesuai
dengan gambaran diagnosis tadi, maka lakukan reseleksi dengan memilih
diagnosis yang terakhir tadi sebagai “kondisi utama” yang harus dikode.
4. Rule MB 4
Apabila
diagnosis
yang
terekam
sebagai
“kondisi
utama”
menggambarkan suatu kondisi dengan istilah yang lebih umum (General)
sedangkan terminology yang lebih spesifik atau dapat memberikan
informasi yang lebih presisi tentang lokasi atau gambaran lengkap dari
kondisi tersebut diletakkan dibagian lain, maka reseleksilahkondisi yang
lebih spesifik tadi sebagi “kondisi utama” yang akan di kode.
5. Rule MB 5
Bilamana suatu gejala atau tanda terekam sebagai “kondisi
utama” dengan indikasi bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh
kondisi lainnya, atau sebab lain di luar yang terekam, maka sebaiknya
pilih gejala (symptom) tersebut sebagai “kondisi utama”. Sedangkan bila
terdapat dua atau lebih kondisi yang terekam sebagai pilihan diagnosis
“utama”, dan keduanya memungkinkan untuk dipilih sebagai kondisi
utama, maka pilihlah yang pertama kali direkam.(3)
21
I.
Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Tenaga Medis
Faktor yang
mempengaruhi
kode diagnosis :
(dokter)
Diagnosis utama :
1. Kelengkapan
Rekam Medis
1. Spesifik
Diagnosis utama
2. Tenaga Medis
2. Tidak
Spesifik
3. Tenaga Rekam
Medis
Kode Penyakit
4. Sarana,
Prasarana
5. Kebijakan
Tidak Akurat
Akurat
J. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
Spesifik
Akurat
Tidak
Spesifik
Diagnosa
Utama
Kode
Diagnosa
Utama
Spesifik
Tidak
Akurat
Tidak
Spesifik
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif artinya peneliti memaparkan
hasil – hasil penelitian secara obyektif. Metode penelitian yang digunakan
ialah observasi, maksudnya peneliti mengamati obyek penelitian secara
langsung untuk memperoleh gambaran hasil sesuai dengan keadaan
dilapangan. Sedangkan metode yang digunakan adalah observasi dengan
pendekatan cross sectional yakni pengumpulan data variabel dilakukan pada
saat bersamaan.(7)
B. Identifikasi Variabel
Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan, penilaian atau faktor yang berperan dalam peristiwa dan gejala
yang akan diteliti yaitu :
1. Diagnosa Utama
2. Kode Diagnosa Utama
3. Persentase spesifikasi diagnosa utama dan keakuratan kode diagnose
utama
22
23
C. Definisi Operasional
No
Variabel Penelitian
1
Diagnosa Utama
Definisi Operasional
Diagnosa utama adalah diagnosis yang ditegakkan setelah
dikaji, yang terutama bertanggung jawab menyebabkan
admission
pasien
ke
rumah
sakit
yang
diperoleh
berdasarkan observasi lembar RM 1 yang kemudian di
cross check dengan lembar-lembar RM yang lain seperti
lembar anamnesa, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit,
resume, pemeriksaan penunjang.
Kategori
a. Diagnosa Utama
Spesifik
Penulisan diagnosa utama yang memenuhi kriteria-kriteria
ICD-10
yaitu
ada
etiologi,
topografi,
morfologi
dan
penggunaan terminologi medis yang tidak standar atau
tidak sesuai kesepakatan.
b. Diagnosa utama
Penulisan diagnosa utama yang tidak memenuhi kriteria-
tidak spesifik
kriteria ICD-10 yaitu tidak jelas etiologi, topografi, morfologi,
penggunaan terminologi medis yang standar atau sesuai
kesepakatan dan tidak tertulis pada lembar RM 01.
2
Kode Diagnosa
Kode alfanumerik dari ICD-10 yang diberikan oleh petugas
Utama
koding berdasarkan diagnosa utama yang ditulis dokter
sesuai ketentuan ICD-10 yang diperoleh berdasarkan
observasi lembar RM 1 yang kemudian di cross check
24
dengan lembar-lembar RM yang lain seperti lembar
anamnesa, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit, resume,
pemeriksaan penunjang.
Kategori
a. Kode Akurat
Kode tepat dan sesuai dengan kategori klasifikasi ICD-10.
b. Kode Tidak
Kode tidak tepat dan tidak sesuai dengan kategori yang
Akurat
3
terklasifikasi dalam ICD-10.
Persentase
Proporsi kode diagnosa yang akurat dan tidak akurat dan
spesifikasi diagnosa
proporsi diagnosa utama spesifik dan tidak spesifik dalam
utama dan
bentuk persen (%).
keakuratan kode
diagnosa utama.
Perhitungan ini didapatkan dengan rumus :
Diagnosa Spesifik
=
Diagnosa Tidak Spesifik =
Diagnosa Spesifik
Total Diagnosa
x 100%
Diagnosa Tidak Spesifik
Total Diagnosa
x 100%
25
Kode Akurat
=
Kode Tidak Akurat
=
Kode Akurat
Total Kode
x 100%
Kode Tidak Akurat
Total Kode
x 100%
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah dokumen rekam medis rawat inap
pada bagian filing pada tahun 2012 sebanyak 6.553 Dokumen Rekam
Medis .
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik semi
systematic random sampling (sampel acak semi sistematis) dengan
menggunakan ujung pensil yang dijatuhkan diatas table random, tabel
random diperoleh dari angka acak (random number) menggunakan
komputer, setelah pensil dijatuhkan sekali pada tabel random kemudian
ditarik garis secara vertikal keatas, kekanan dan kebawah dengan
memberi jarak 2 baris untuk diambil nomornya pada tabel random sesuai
dengan jumlah sampel yang ditentukan, nomor urut yang dibaca
sebanyak 3 digit dari belakang pada tabel random untuk dilihat nomor
urutnya pada buku register pasien rawat inap untuk mendapatkan nomor
rekam medis yang kemudian akan dicari pada bagian filing. Adapun besar
sampel yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Rumus Sampel (n) yaitu
n=
N
1 + N(d²)
26
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d²= Tingkat Keakuratan 10 % (0,1)(2)
Dari jumlah 6.553 DRM, akan dihitung jumlah sampel populasi dengan
perhitungan rumus n :
n=
=
=
N
1 + N(d²)
6.553
1 + 6.553.(0,12)
6.553
1 + 6.553.0,01
=
6.553
1 + 65,53
=
6.553
66,53
= 98,49 => 99 DRM
Dengan demikian, didapatkan sampel untuk dokumen rekam medis rawat
inap sejumlah 99 dokumen rekam medis.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Check – list untuk memasukkan kode yang sudah diperolehyang
selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel.
27
2. Tabulating yang akan digunakan untuk mengidentifikasi diagnosa yang
spesifik atau tidak spesifik maupun kode diagnosa yang akurat atau tidak
akurat.
F. Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
Merupakan data yang diperoleh dengan pengambilan data secara
langsung pada lembar RM 1 dan lembar-lembar RM pendukung lainnya
pada dokumen rekam medis rawat inap.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumbernya yang dikumpulkan oleh pihak lain dilokasi penelitian. Sumber
data disini diperoleh melalui data register rawat inap per bangsal untuk
mengetahui nomor rekam medis dokumen rawat inap yang akan diambil
di rak filing.
G. Pengolahan Data
Terhadap data yang diperoleh dilakukan pengolahan data sebagai berikut :
1. Editing, yaitu meneliti kembali penulisan data yang dikumpulkan.
2. Tabulating, yaitu membuat tabel tentang keakuratan kode dan spesifikasi
penulisan diagnosa utama.
3. Penyajian data, yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel sehingga dapat
diketahui gambaran kedalam bentuk naratif.
28
H. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dari dokumen rekam medis yaitu diagnosa utama dan
kode diagnosa utama.
2. Mengidentifikasi diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik.
3. Mengidentifikasi kode diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat pada
masing-masing diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik.
4. Mentabulasikan diagnosa utama yang spesifik dan tidak spesifik serta
kode diagnosa utama yang akurat dan tidak akurat kedalam tabel check
list.(8)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Gambaran Umum Rumah Sakit Permata Medika
Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran
masyarakat akan kesehatan serta dalam upaya untuk pemerataan
pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas
untuk
masyarakat,
maka
keberadaan sebuah rumah sakit bagi masyarakat adalah merupakan
suatu kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak untuk membantu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, PT. Permata Bunda
Utama yang berpusat di Purwodadi merasa ikut terpanggil dan bertekad
untuk turut serta berkiprah dalam menyediakan pelayanan kesehatan
yang berkualitas bagi masyarakat di daerah Semarang Barat khususnya
serta masyarakat di wilayah kota Semarang dan sekitarnya pada
umumnya.
Dalam rangka untuk mewujudkan tekad dan panggilan mulia
tersebut maka pada September 2005 PT. Permata Bunda Utama melalui
PT Permata Panca Utama mulai mencanangkan pembangunan RS.
Permata Medika yang berlokasi di Kelurahan Ngaliyan, Semarang Barat
di atas lahan seluas kurang lebih 13.000 m2. Bangunan fisik rumah sakit
dengan kapasitas 134 tempat tidur ini selesai pada pertengahan tahun
29
30
2007 dan kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada
tanggal 9 Agustus 2007 yang menandai secara resmi beroperasinya RS
Permata Medika.
RS. Permata Medika merupakan rumah sakit swasta dengan
klasifikasi Madya Plus atau setara dengan tipe C Plus yang didukung oleh
tenaga medis yang terdiri dari 29 dokter spesialis, beberapa dokter
subspesialis, 12 dokter umum serta lebih dari 100 orang tenaga
keperawatan, kini terus berbenah diri seiring dengan kemajuan teknologi
dan juga kebutuhan pelayanan dengan melengkapi sarana dan
prasarananya
seperti USG
4
dimensi
dan
CT
Scan,
Program
Pengembangan Pegawai, serta Program ”Quality Assurance” untuk
menjamin kualitas pelayanan serta keselamatan bagi pasien.
Kini RS Permata Medika dengan mottonya ”Layanan Prima Untuk
Semua” telah siap untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Kota
Semarang dan sekitarnya.(10)
2. Gambaran Umum Unit Rekam Medis RS Permata Medika
a. Motto Rumah Sakit Permata Medika
“ Layanan Prima Untuk Semua “
b. Visi Rumah Sakit Permata Medika
“ Menjadi Rumah Sakit yang Unggul, Manusiawi dan Terpilih “
c. Misi Rumah Sakit Permata Medika
1) Memberikan pelayanan Kesehatan paripurna dan bermutu.
2) Mengutamakan keamanan dan keselamatan dalam proses
pelayanan.
3) Menerapkan manajemen profesisonal yang efektif dan efesien.
31
4) Senantiasa melengkapi dan meningkatkan sarana dan prasarana
pelayanan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan.
d. Tujuan Rumah Sakit Permata Medika
“ Menjadi Rumah Sakit yang mampu melayani efektif, efesien dan
inovatif dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan serta
didukung sumber daya manusia yang professional “
3. Bagian Unit Rekam Medis
a. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ)
Pelayanan rekam medis di TPPRJ bertujuan menyediakan
informasi tentang identitas pasien rawat jalan, jenis dan tarif
pelayanan rawat jalan dan formulir, catatan dan laporan untuk
pendaftaran rawat jalan.
b. Unit Rawat Jalan (URJ)
Pelayanan rekam medis di unit rawat jalan bertujuan menyediakan
informasi hasil anamneses, pemeriksaan fisik, diagnosa, terapi, dan
tindakan rawat jalan, waktu pelayanan dan penanggung jawab
pemberi pelayanan rawat jalan.
c. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Pelayanan rekam medis di instalasi gawat darurat bertujuan
menyediakan
informasi
hasil
anamneses,
pemeriksaan
fisik,
diagnosa, terapi, dan tindakan gawat darurat, waktu pelayanan dan
penanggung jawab pemberi pelayanan gawat darurat.
d. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI)
32
Pelayanan reekam medis di TPPRI bertujuan menyediakan
informasi tentang identitas pasien rawat inap, jenis dan tarif
pelayanan rawat inap dan formulir, catatan dan laporan untuk
pendaftaran rawat inap.
e. Unit Rawat Inap (URI)
Pelayanan rekam medis di unit rawat inap bertujuan menyediakan
informasi hasil anamnese, pemeriksaan fisik, diagnosa, terapi, dan
tindakan rawat inap, waktu pelayanan dan penanggung jawab
pemberi pelayanan rawat inap serta jumlah dan nama pasien masuk
dan keluar disetiap bangsal rawat inap.
f.
Instalasi Pemeriksaan Penunjang (IPP)
Pelayanan rekam medis di instalasi pemeriksaan penunjang
bertujuan menyediakan informasi hasil-hasil pemeriksaan penunjang
medis untuk menegakkan diagnosa atau terapi yang diminta oleh
dokter di rumah sakit, oleh dokter atau pasien luar rumah sakit, waktu
pelayanan pemeriksaan penunjang.
4. Spesifikasi Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.2 : Spesifikasi Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat
Inap di RS. Permata Medika semarang periode 2012.
Spesifikasi
∑ Diagnosa Utama
Spesifik
71
Tidak Spesifik
28
Jumlah
99
33
Hasil penelitian tersebut diatas dapat diperjelas dengan gambaran grafik
batang dibawah ini :
Grafik 4.2 : Spesifikasi Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama
80
71,7%
70
60
50
40
28,3%
30
20
10
0
Spesifik
Tidak Spesifik
Dari hasil grafik diatas dapat disimpulkan bahwa penulisan diagnosa
utama yang spesifik 71 (71,7%) lebih besar dari pada yang tidak spesifik
28 (28,3%).
5. Akurasi Kode Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Akurasi Kode Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat
Inap di RS. Permata Medika Semarang periode 2012.
Akurat
Tidak
Akurat
Akurasi Kode
Diagnosa Spesifik
Diagnosa Tidak Spesifik
Diagnosa Spesifik
Diagnosa Tidak Spesifik
∑ Kode Diagnosa Utama
59
69
10
12
30
18
Total
99
34
Hasil
penelitian
tersebut
diatas
dapat
diperjelas
dengan
gambaran grafik batang dibawah ini :
Grafik 4.1 : Akurasi Kode Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
90
85,5%
Akurasi Kode Diagnosa Utama
80
60%
70
60
50
40
40%
30
20
14,5%
10
0
Akurat
Tidak Akurat
Spesifik
Tidak Spesifik
Dari hasil grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kode diagnosa
utama yang akurat dari diagnosa spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa
utama yang akurat dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode
diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode
diagnosa utama tidak akurat dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%).
6. Spesifikasi Diagnosa Utama terhadap Akurasi Kode Diagnosa Utama
Dari 99 sampel yang diteliti diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.3 : Tabel akurasi kode penyakit pada diagnosa yang
spesifik dan tidak spesifik dokumen rekam medis rawat inap
berdasarkan ICD-10 di RS. Permata Medika Semarang periode 2012.
35
Kode Penyakit
Diagnosa Utama
Akurat
Tidak Akurat
∑
%
∑
%
Spesifik
∑
59
85,5%
12
40%
Tidak Spesifik
∑
10
14,5%
18
60%
Total
∑
69
100%
30
100%
Persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang tidak spesifik
18 (60%) lebih besar dari pada persentase kode tidak akurat pada
diagnosa yang spesifik 12 (40%).
B. Pembahasan
1. Spesifikasi Diagnosa Utama
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penulisan diagnosa utama
yang spesifik 71 (71,7%) dan diagnosa yang tidak spesifik 28 (28,3%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian penulisan diagnosa
utama terhadap ICD-10 diantaranya diagnosa utama tidak ditulis, tulisan
dokter yang sulit dibaca, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru.
Faktor-faktor yang menyebabkan seringnya diagnosa utama tidak terisi
diantaranya waktu dokter yang sempit, pasien yang banyak, pasien yang
datang tidak terdaftar sebelunya, beban kerja yang banyak (dituntut kerja
cepat tapi masih ditambah kerja yang lain), memakan waktu yang banyak,
dokumen rekam medis sudah terdistribusi ke bagian lain akan tetapi
semua itu tergantung dari masing-masing dokternya juga. Selain itu juga
36
belum adanya kebijakan yang memberlakukan singkatan dan belum
adanya kebijakan yang mengatur jalannya pengisian diagnosa utama.
Terkadang
perawat
ruangan
juga
membantu
dalam
hal
mengkomunikasikannya dengan dokter, sehingga komunikasi antar
petugas juga sangat diperlukan. Mungkin belum sepenuhnya semua
petugas terkait menyadari akan pentingnya kelengkapan pengisian
dokumen rekam medis khususnya RM 01 dan resume medis yang isinya
mengandung informasi yang penting, karena hal ini berpengaruh
terhadap mutu dan hal-hal yang terkait didalamnya.
2. Keakuratan Kode Diagnosa Utama
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kode diagnosa utama akurat
dari diagnosa yang spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa utama yang akurat
dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode diagnosa utama tidak
akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode diagnosa utama tidak akurat
dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%).. Kode tidak akurat tersebut
disebabkan karena dokter seringkali menuliskan diagnosa utama yang
kurang spesifik seperti yang diisyaratkan ICD-10 yang meliputi kondisi
akut dan kronis, letak anatomik yang detail, tahapan penyakit, ataupun
komplikasi dan kondisi penyerta. Seperti contoh dalam penulisan
diagnosis utama Fraktur Radius pada nomor 5 (lampiran checklist),
seharusnya dokter dapat menuliskan diagnosis yang lebih spesifik yaitu
dengan menambahkan keterangan yang menunjukan rincian letak fraktur
sehingga kode yang dihasilkan akan lebih spesifik.
Sesuai dengan aturan morbiditas dalam ICD-10 volume 2, bahwa
petugas medis yang bertanggung jawab atas pengobatan pasien harus
37
dapat menetapkan diagnosa seinformatif mungkin sesuai ICD-10 dan
disusun secara sistematis dengan menggunakan metode standar
pencatatan, sedangkan petugas rekam medis bertanggung jawab untuk
mengevaluasi kualitas rekam medis guna menjamin konsistensi dan
kelengkapan isinya, sehingga kode penyakit yang dihasilkan akurat dan
sesuai dengan aturan umum koding morbiditas ICD-10. (1)
Selain itu ketidakakuratan kode diagnosa utama juga dikarenakan
faktor-faktor lain, diantaranya yaitu karena kurang telitinya petugas koding
dalam menganalisis lembar-lembar rekam medis rawat inap seperti
Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan lembarlembar rekam medis lainnya yang dapat memberikan informasi tambahan
terkait dengan diagnosa utama yang tertera dalam RM 01. Seperti contoh
dalam penulisan
(lampiran
diagnosis utama Hernia Fomoralis pada nomor 61
checklist),
seharusnya
petugas
coding
melihat
lembar
pendukung seperti anamnesa agar didapatkan kode yang akurat.
Petugas coding juga lebih bergantung pada buku bantu yang
dibuat sendiri. Buku ini didasarkan pada kasus yang sering terjadi
terkadang tanpa menganalisis kembali dan tidak ditelusuri dengan teliti
kode diagnosanya. Buku bantu yang digunakan untuk acuan mengkode
tidak tertulis kode diagnosa penyakit yang spesifik, namun kenyataan di
lapangan pengkodean masih menggunakan buku bantu ini sebagai acuan
dan buku bantu yang digunakan untuk acuan mengkode dari tahun 2008
belum pernah ada pembahuruan.
Petugas masih mengalami kesulitan dalam kegiatan mengkode,
hal ini dikarenakan petugas koding juga merangkap sebagai petugas
38
assembling yang mengakibatkan beban kerja menjadi meningkat. Dilihat
dari segi pendidikan petugas koding sudah DIII rekam medis tetapi
pengalaman kerja petugas yang masih kurang sehingga masih merasa
kesulitan dalam mengkode.
3. Spesifikasi Diagnosa Utama terhadap Keakuratan Kode
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kode tidak akurat pada
diagnosa yang tidak spesifik 18 (60%) lebih besar dari pada persentase
kode tidak akurat pada diagnosa yang spesifik 12 (40%).Ketidakakuratan
kode diagnosis utama pada RM 1 dikarenakan penulisan diagnosa yang
tidak lengkap, penggunaan singkatan yang tidak standar atau tidak sesuai
kesepakatan dan diagnosa yang tidak ditulis pada RM 1, hal ini
menunjukkan bahwa pada penulisan diagnosa utama yang tidak spesifik
akan menghasilkan kode diagnosa utama yang tidak akurat yang lebih
besar dibandingkan dengan penulisan diagnosa utama yang spesifik.
Untuk mendapatkan persentase kode yang lebih akurat, sebaiknya dalam
pengkodean diagnosa utama dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
terdapat pada ICD-10 sehingga data yang didapatkan akurat.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV maka dapat
disimpulkan :
1. Untuk spesifikasi penulisan diagnosa utama pada dokumen rekam medis
rawat inap didapatkan sebesar 71 (71,7%) dokumen rekam medis
penulisan diagnosa yang spesifik, dan 28 (28,3%) dokumen rekam medis
dengan penulisan diagnosa yang tidak spesifik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidaksesuaian penulisan diagnosa utama terhadap ICD10 diantaranya diagnosa utama tidak ditulis, tulisan dokter yang sulit
dibaca, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru. Faktor-faktor yang
menyebabkan seringnya diagnosa utama tidak terisi diantaranya waktu
dokter yang sempit, pasien yang banyak, pasien yang tidak terdaftar
sebelumnya, beban kerja yang banyak dan belum adanya kebijakan yang
memberlakukan singkatan dan belum adanya kebijakan-kebijakan yang
mengatur jalannya pengisian diagnosis utama.
2. Persentase kode penyakit yang akurat adalah pada diagnosa utama
akurat dari diagnosa yang spesifik 59 (85,5%) kode diagnosa utama yang
akurat dari diagnosa tidak spesifik 10 (14,5%), dan kode diagnosa utama
tidak akurat dari diagnosa spesifik 12 (40%) kode diagnosa utama tidak
akurat dari diagnosa tidak spesifik 18 (60%). Penyebab kode tidak akurat
karena dokter seringkali menuliskan diagnosa utama yang kurang spesifik
41
seperti yang diisyaratkan ICD-10 yang meliputi kondisi akut dan kronis,
letak anatomik yang detail, tahapan penyakit ataupun komplikasi dan
kondisi penyerta dan petugas coding juga lebih bergantung pada buku
bantu yang dibuat sendiri.
3. Diketahui bahwa persentase kode tidak akurat pada diagnosa yang tidak
spesifik 18 (60%) lebih besar dari pada persentase kode tidak akurat
pada diagnosa yang spesifik 12 (40%).
B. Saran
1. Untuk Manajemen Rumah Sakit
a. Perlu peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan atau pembelajaran
tentang pengkodean diagnosis utama untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan coder.
b. Perlu adanya audit terhadap koding yang ditulis secara spesifik dan
akurat sebagai pengawasan terhadap mutu koding ICD-10.
c. Meningkatkan evaluasi di setiap bagian dengan membuat kebijakan
agar dapat lebih terkontrol dan menghasilkan mutu yang berkualitas.
2. Untuk Tenaga Rekam Medis
a. Petugas koding sebaiknya lebih aktif dan teliti dalam mencari
informasi jika menemukan diagnosa utama yang tidak spesifik dengan
menganalisis lembar-lembar RM lain, atau jika perlu menanyakan
pada dokter yang menuliskan diagnosa.
42
3. Untuk Peneliti Lain
a. peneliti lain, perlu adanya pengembangan penelitian selanjutnya
untuk menggali faktor penyebab penulisan diagnosa utama tidak
spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kresnowati, Lily. Hand out KPT I General Koding Tidak dipublikasikan.
Semarang. 2010.
2. Shofari, Bambang. Pengolahan Sistem Rekam Medis Kesehatan. Semarang.
2004 (tidak dipublikasikan).
3. Kresnowati, Lily. Hand out KPT II Morbiditas Koding Tidak dipublikasikan.
Semarang. 2010.
4. Huffman, Edna K Health Information Management Physician Record
Company. Borwyn. Lliois. 1999.
5. Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pedoman Pengolahan Rekam Medis Rumah
Sakit di Indonesia. DepKes RI, Jakarta. 1997.
6.
Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pelatihan Penggunaan Klasifikasi International
Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10). Jakarta. 2000.
7. Mahawati, Eni. Modul Metodologi Penelitian. D III Rekam Medis Informasi
Kesehatan Fakultas Kesehatan. Universitas Dian Nuswantoro Semarang
(tidak dipublikasikan).
8. Jihad, Winner. Uji Kebebasan Chi Square. Winner Statistic blogspot. 2008
diakses 1 julin 2011.
9. Shofari, Bambang. Dasar-dasar Pelayanan Rekam Medis. Semarang. 2008
(tidak dipublikasikan).
10. Profil RS. Permata Medika. http://www.permatamedika.com (diakses tanggal
20 Agustus 2013).
43
Download