Universitas Gadjah Mada 1 BAB II PEMERIESAAN SELAPUT

advertisement
BAB II PEMERIESAAN SELAPUT LENDIR
A. PENDAHULUAN
Struktur selaput lendir banyak menunjukkan kesamaan dengan kulit. Pada luh
darah dan tersusun dari epitel skuamosa. Di bawahnya terletak lapisan jaringan ikat yang
bervaskuler (lamina propria). Saluran kelenjar submukosa menembus lapisan ini.
Pemeriksaan selaput lendir genital sering kurang dapat memberi arti karena selaput lendir
tersebut sifatnya sangat dipengaruhi oleh siklus seksual atau sering mengalami
keradangan. Sementara selaput lendir hidung hanya dapat digunakan dalam evaluasi bila
selaput lendir tersebut tidak berpigmen
Pada bab II .ini akan membicarakan tentang selaput lendir pada hewan kecil
maupun besar. Bahan kuliah ini akan disajikan dalam 2 jam tatap muka. Tujuan
instruksional bab ini adalah setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat melakukan
pemeriksaan klinis terhadap selaput lendir pada pasien
B. PENYAJIAN
Biasanya pemeriksaan selaput lendir meliputi pemeriksaan konjungtiva mata,
selaput lendir mulut dan hidung, vagina/vulva, penis, preputium dan rektum. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan dalam kondisi terang dengan menggunakan sinar alamiah, namun
jika dipandang kurang dapat digunakan lampu baterai (tangan, kepala) dan reflektor yang
memeliki sinar yang cukup terang dan memiliki kesamaan dengan sinar alamiah. Untuk
memeriksa selaput lendir vagina dan rektum perlu digunakan spikula untuk membuka
saluran tersebut. Hal yang diperhatikan dalam pemeriksaan tersebut meliputi: 1).
lingkungan sekitar lobang tubuh tersebut, 2). ekskret, 3). warna, dan 4). berbagai
perubahan (seperti perdarahan, kebengkakan, produk keradangan dn.).
Dalam kondisi fisiologis tidak ditemukan adanya perubahan disekitar lobang
tubuh dan tidak dijumpai adanya ekskret. Warna selaput lendir secara umum berwarna
rosa pucat, pada hewan besar selaput lendir hidung dan kelamin berwarna merah rosa
dan pada konjungtiva mata babi berwarna merah bata. Warna selaput lendir ini sangat
dipengaruhi oleh status aliran darah yang ada. Jumlah darah yang mengalir dan
kandungan eritrosit dan hemoglobin sangat mempengaruhi warna selaput lendir.
Perubahan warna dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Perubahan kuantitatif
meliputi peningkatan warna merah yang disebut hiperemia (ringan, menengah atau
berat) atau penurunan warna merah zang disebut anemia (ringan, sedang atau berat).
Hiperemia dapat terjadei akibat adanya pelebaran kapiler akibat bendung panas atau
peningkatan aliran darah, rangsangan lokal pada selaput lendir tersebut (seperti
Universitas Gadjah Mada
1
pernafasan yang terforsir) atau merupakan tanda awal dari suatu proses keradangan.
Sedangkan penurunan warna dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah atau
penurunan zat warna darah. Penurunan aliran darah dapat bersifat lokal (ischemia) atau
umum (kelemahan sirkulasi perifer atau kardial). Bilamana tidak ada gangguan
hemodinamik maka penurunan warna selaput lendir biasanya berkaitan dengan
penurunan eritrosit atau hemoglobin (anemia).
Perubahan kualitatif selaput lendir dapat dikelompokkan menjadi berwarna biru,
kuning atau kelabu. Selaput lendir berwarna biru (sianosis) dapat dibedakan dalam 3
tingkatan: ringan, sedang dan berat. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan
kandungan oksigen dalam darah. Sianosis tidak disebabkan oleh peningkatan jumlah
konsentrasi CO2 dalam darah. Pada kondisi jumlah eritrosit menurun (eritrositopenia)
atau hipokromia sianosis tidak akan terjadi karena kandungan hemoglobin yang terlalu
sedikit sehingga perubahan warna menjadi kebiruan tidak tercapai. Sebaliknya, bilamana
terjadi eritrositosis (peningkatn jumlah eritrosit) akan terjadi sianosis meskipun
kandungan oksigen darah dalam batas fisiologis.
Ikterus atau warna kuning pada selaput lendir dikategorikan menjadi ringan,
sedang dan berat. Bilamana warna kuning tidak begitu nyata maka dapat disebut dengan
subikterik. Ikterik yang ringan hanya dapat diketahui pada selaput lendir yang bersifat
anemik, sedang ikterik sedang dapat teramati pada selaput lendir dengan aliran darah
yang normal. Oleh sebab itu uantu mengetahui adanya ikterik dapat diperiksa pada
selaput lendir yang rendah aliran darah seperti sklera (semua hewan piara) dan penis
(pada anjing jantan). Ikterus disebabkan oleh adanya timbunan zat warna empedu yang
terjadi bilamana tidak ada keseimbangan antara produksi dan pembuangan zat warna
empedu. Ikterus tergantung pada ikatan antara pigmen empedu dan protein plasma dan
difusinya ke dalam jaringan.
Selaput lendir yang keabu-abuan sering dikemukanakan dengan menambahkan
keterangan istilah kotor pada warna dasar selaput lendir yang teramati seperti merah
kotor
atau ikterik kotor. Hal ini terjadi akibat adanya pengeluaran plasma pada keadaan
pembuluh kapiler yang tidak rapat (pengaruh mediator keradangan, endotoksin atau
bahan toksik lain).
Pada selaput juga dapat ditemukan adanya ekskret yang mengandung darah
yang muncul dalam bentuk ekimosis, ptechia, suggilasi, vibices dan berbagai
efflorescen sebagaimana ditemukan pada kulit.
Luaran baik melalui lobang-lobang tubuh alami maupun patologik mesti
diperhatikan mengenai jenis, derajat dan kontinyuitasnya, sedang yang mengenai mata,
telinga dan hidung harus dicermati pula apakah terjadi secara unilateral atau bilateral.
Universitas Gadjah Mada
2
Pembuangan tubuh alamiah seperti urin dan tinja disebut ekskret, sedang pembuangan
produk suatu kelenjar (ludah, air mata, lendir) disebut sekret dan pembuangan produk
keradangan disebut eksudat. Luaran dapat pula berasal dari pengeluaran plasma
melalui dinding pembuluh darah yang disebut transudat atau dari pembuluh darah yang
recah/rusak (perdarahan). Dari mulut dan hidung sering ditemukan adanya luaran
berupa makanan yang padat maupun cair, dari penis dan vagina dapat ditemukan
adanya semen dan urin, dan dari anus ditemukan adanya tinja.
Luaran seros bersifat jernih encer, sedikit kekuningan atau kelabu. Luaran mukos
bersifat keruh, biru kelabu dan likat (bila ditarik seperti benang), sedang luaran bernananh
bersifat kuning sampai kuning kecoklatan tidak tembus pandang, rahmartig (akibat
kandungan lekosit tinggi) dan selalu merupakan produk keradangan. Luaran berupa
darah dapat murni darah atau campuran. Sering pula dijumpai luaran yang merupakan
campuran dari berbagai jenis luaran tersebut. Derajat luaran ditentukan berdasarkan
garistengah luaran tersebut dan dikategorikan sebagai ringan, sedang atau berat. Namun
demikian kategori tersebut sangat relatif bervariasi tergantung hewan dan lokasi leleran.
Kontinyuitas luaran dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu kontinyu dan diskontinyu.
Bilamana terjadi pengeluaran luaran yang berlangsung dalam waktu yang lama, maka
sering ditemukan adanya perubahanperubahan kulit di wilayah tersebut (rontok rambut,
pembentukan krusta, depigmentasi).
Lebih dari pemeriksaan tersebut diatas, terhadap luaran yang ada dapat dilakukan
pemeriksaan kimiawi, mikroskopik, parasitologik, bakteriologik dan virologik.
Rangkuman
Pemeriksaan terhadap selaput lendir dilakukan dengan metoda adspeksi/inspeksi.
Hal-hal yang diperhatikan meliputi warna, ekskret dan berbagai perubahan yang ada.
Selain itu juga bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan kimiawi, mikroskopik, parasitologik
dan mikrobiologik terhadap ekskret yang ada.
C. PENUTUP
Latihan
1.
Sebutkan selaput lendir yang seharusnya diperiksa pada hewan besar maupun kecil!
2.
Sebutkan metoda pemeriksaan yang dapat dilakukan terhadap selaput lendir dan
ekskret yang ditemukan!
Universitas Gadjah Mada
3
Download