SIKAP DAN PERILAKU SISWA BERBASIS PONDOK PESANTREN SEKOLAH MENENGAH ATAS HIDAYATUL MUHSININ KUBU RAYA ARTIKEL PENELITIAN TRI HARYATI NIM F55009007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2013 1 SIKAP DAN PERILAKU SISWA BERBASIS PONDOK PESANTREN SEKOLAH MENENGAH ATAS HIDAYATUL MUHSININ KUBU RAYA Tri Haryati, Rustiyarso, Amrazi Zakso Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan Email : [email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa berbasis pondok pesantren SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif .Teknik pengumpulan data diantaranya teknik komunikasi langsung, teknik pengamatan langsung dan studi dokumentasi. Dengan alat pengumpulan data adalah panduan wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi. Berdasarkan analisa data secara umum sikap dan perilaku siswa di SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya sudah mencerminkan siswa yang bersekolah berbasis pondok pesantren. Hal ini terlihat dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan berbagai pihak bahwa dapat disimpulkan siswa sudah memahami sikap dan perilaku yang seharusnya dan telah melaksakannya demi perwujudan visi dan misi sekolah. dan membimbing siswa untuk memahami sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter siswa sekolah berbasis pondok pesantren. Kata kunci : Sikap, Perilaku, Berbasis Pondok Pesantren ABSRACT: This study is airned to know the student’s behaviour based on Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin Kubu Raya Region. The method use in this study is descriptive method. Technique of data collecting are including direct communication, observation, and dokumentation study. Based on general data analysis, students actions and behaviour of SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya has already shown students base of pondok pesantren. These things could be seen from the result of interview and observation between the researcher and several subjects that stated the students’ have understood about how they should act and behave appropriately and have already been doing it to achieve school’s missin and vision and supervise the students to understand the actions and behaviour that fit with the character of students’ pondok pesantren base. Keyword: attitude, Behaviour, Based on Pondok Pesantren K etika seseorang melakukan interaksi dengan orang lain, maka akan muncul suatu sikap dan perilaku yang menggambarkan kondisi yang dialami oleh seseorang serta karakter yang terbentuk di dalam dirinya. Sikap dalam istilah asing dikenal dengan attitude sementara perilaku dikenal dengan istilah behavior. Begitu pula bagi siswa yang bersekolah di SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya yang hampir 90% bertempat tinggal atau “mondok” di sekolah 2 tersebut. Selain membawa sikap dan perilaku yang muncul dari dalam dirinya, pihak keluarga, sikap dan perilaku mereka juga dapat terbentuk dari faktor luar seperti sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abid bahwa “Kebanyakan sikap seseorang atau individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya”. (abidfaizalfami11.blogspot. com/2012/12/pengertian-sikap-dan-perilaku.html?m1. Diunduh 12 Juli 2013 ) Pesantren dalam pandangan masyarakat dikenal dengan lembaga pendidikan yang bernuansa pembinaan moral. Sejalan dengan pendapat Manfred Ziemiek dalam (Mujamil Qomar, 1996) tujuan pesantren adalah “membentuk kepribadian, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan.” Dengan tujuan tersebut pesantren mengharapkan lahirnya siswa yang berakhlak baik yang mengamalkan ilmu pengetahuannya dengan wujud perilaku yang baik pula di lingkungan sosial yaitu melalui proses pembelajaran di kelas maupun diluar kelas. Berakhlak baik dapat ditunjukkan seseorang dalam hal ini siswa untuk bersikap dan berperilaku yang berbasis pondok pesantren. Dalam arti kata mencerminkan proses pendidikan yang baik dan lebih mengarah kepada akhlak. Sikap yang berbasis pondok pesantren seperti mematuhi nasehat guru, memberi salam kepada guru, berkata-kata yang lemah lembut, sopan, santun, dan ramah kepada guru, menjenguk bersama-sama teman bila guru dalam keadaan sakit dan bersilaturrahim ke rumah guru, bila perlu bertanya dalam hal kesulitan belajar. Sementara perilaku yang berbasis pondok pesantren diantaranya menghormati orang tua, orang yang lebih tua, guru bila berjalan menunduk di hadapan orang tua, toleransi, rukun dan damai dalam bergaul, amanah, menghindari perilaku yang tidak baik, selalu menolong, adil, berkawan dengan siapa saja, tidak mengganggu teman lain, ramah, kasih dan sayang dengan siapa saja, selalu bersyukur atas nikmat rezeki, berani menghadapi lingkungan yang menantang dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan ( Maswardi Muhammad Amin, 2012). Namun hasil observasi sementara dari 130 orang siswa SMAS Hidayatul Muhsinin masih banyak ditemui adanya siswa yang menampakkan sikap dan perilaku yang kurang sesuai dengan status mereka sebagai siswa sekaligus sebagai santri dalam pembelajaran di kelas. Sikap dan perilaku yang kurang wajar terjadi saat pengamatan peneliti selama pra-riset .Temuan ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan adalah hampir 40% siswa terlambat masuk kelas, 20% siswa tidak memberi salam ketika bertemu guru di luar kelas, 30% siswa berbicara diluar konteks materi saat jam belajar, dan 10% izin keluar ruang kelas dengan alasan kembali ke asrama karena ketinggalan buku pelajaran atau izin untuk buang air dalam waktu yang lama bahkan tidak kembali lagi mengikuti proses pembelajaran dikelas sampai waktu jam pelajaran selesai. Sikap dan perilaku yang ditunjukan siswa merupakan kebiasaan yang dianggap oleh SMAS Hidayatul Muhsinin merupakan sikap dan perilaku yang menyimpang. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Sikap dan Perilaku Siswa Berbasis Pondok Pesantren Sekolah Menengah Atas Swasta Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya”. 3 Secara spesifik Lapierre (1934) dalam Saifuddin Azwar mendefinisikan sikap sebagai “Suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan”. Dalam arti kata, sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya (Mahmud, 2005). Pondok pesantren adalah “Lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya terdapat seorang Kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak) didik”. (Hasbullah, 2007) METODE Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Artinya data yang diperoleh bukan berupa angka melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan dokumen dokumen. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ingin menggambarkan realita empiric di balik fenomena secara mendalam dengan spesifik dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan penelitian ini adalah mencocokkan antara realita atau kenyataan dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif. Informan pada penelitian ini adalah guru mata pelajaran Sosiologi, guru Bimbingan dan Konseling, dan Ketua Lembaga serta beberapa orang siswa. Secara keseluruhan siswa SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kuburaya tahun 2013 yang berjumlah 130 orang. Mempertimbangkan keterbatasan peneliti dari segi waktu, tenaga dan ekonomi, maka akan diambil beberapa orang siswa untuk menjadi informan pada penelitian ini. Informan dari siswa ditentukan dengan pertimbangan siswa yang sering kali melakukan penyimpangan terhadap karakter siswa yang berbasis pondok pesantren, direkomendasikan oleh guru Sosiologi dan Bimbingan Konseling serta hasil pengamatan peneliti sendiri. Pertimbangan guru Sosiologi dibutuhkan karena penilaian sikap dan perilaku yang dilakukan oleh siswa akan diamati pada saat pelajaran Sosiologi berlangsung dimana mata pelajaran Sosiologi terdapat pembahasan mengenai sikap dan perilaku itu sendiri. Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan meliputi bahan-bahan dokumenter, catatancatatan guru dan Buku Hitam atau Buku Kasus guru Bimbingan dan Konseling dan sumber-sumber tertulis lainnya. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:246-253) “Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan: 1. Reduksi Data ( data reduction ) Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya (melalui proses 4 penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara. 2. Display Data ( data display ) Penyajian data dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data kedalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi. 3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi (conclution drawing/verification) Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan. Peneliti mencoba mengambil kesimpulan dari data yang didapat. Awalnya kesimpulan itu kabur, tetapi lama kelamaan menjadi jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung. Menurut Djam’an Satori (2011:100), “Keabsahan suatu penelitian kualitatif tergantung pada kepercayaan akan kredibilitas transferabilitas, dependabilitas, dan conformabilitas”. 1. Kredibilitas Menurut Djam’an Satori (2011:100) bahwa keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui: a. Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan dilapangan. b. Pengamatan secara terus-menerus. c. Triangulasi, baik metode dan sumber untuk mencek kebenaran data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain, dilakukan untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data. d. Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses penelitian. e. Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh, dalam bentuk rekaman, tulisan, copy-an, dll. f. Memberchek, pengecekan, terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atas kesalahan dalam memberikan data yang dibutuhkan peneliti. 5 Pada proses ini, peneliti memposisikan diri sebagai instrumen penelitian. Dimana peneliti terjun langsung untuk melakukan pengamatan yang juga melibatkan pihak lain agar hasil dan temuan lebih objektif. Kemudian hasil dan temuan lapangan dihubungkan dengan teori yang berkaitan dengan penelitian. 2. Transferbilitas Dalam transferbilitas, hasil penelitian yang diperoleh diaplikasikan pemakai penelitian. Penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi bila para pembaca laporan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian. Oleh karena itu, peneliti mendeskripsikan secara naratif dalam bahasa yang baku sehingga akan memunculkan suatu gambaran yang dapat menjelaskan kondisi lapangan serta hasil dan temuan yang diperoleh 3. Dependabilitas dan Conformabilitas Dilakukan dengan audit trail berupa komunikasi dengan pembimbing dan dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan permasalahanpermasalahan yang dihadapi peneliti berkaitan dengan data yang dikumpulkan. Peneliti dalam hal ini melaporkan “progress report” atau laporan kemajuan atau perkembangan atas penelitian kepada pembimbing I dan II beberapa kali. Selain hal tersebut, peneliti juga berkonsultasi dengan beberapa pihak terkait antara lain ketua pondok pesantren, wali kelas, guru bimbingan dan konseling serta guru mata pelajaran Sosiologi dimana mereka merupakan pihak yang aktif berkomunikasi dengan siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu saat proses belajar mengajar sosiologi berlangsung. Observasi dilakukan terhadap siswa. Observasi di kelas pertama menunjukkan bahwa siswa mendengarkan dengan baik nasehat yang disampaikan oleh guru, tidak ada siswa yang membantah atas nasehat yang diberikan. Seluruh siswa menghormati guru baik di dalam kelas, di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Kata-kata dan kalimat yang siswa gunakan ketika berbicara dengan teman maupun dengan guru dapat dikatakan lemah lembut, sopan santun, dan ramah. Toleransi telah dilestarikan oleh siswa, dan hampir tidak ada siswa yang menhindari perlakuan yang tidak baik. Menolong atau membantu ketika menemukan kesulitan terlihat pada saat terdapat siswa yang tidak memahami penjelasan yang diberikan oleh guru. Diantara siswa tidak ada memilih teman-teman, semuanya berkawan satu sama lain. Ketika pelajaran berlangsung tidak ada yang berusaha mengganggu satu sama lain. Pelajaran sosiologi membekali siswa untuk berani menghadapi lingkungan masyarakat dan dapat diterima dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan tanggung jawab mereka terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Pembahasan Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap dan perilaku siswa di SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya telah mencerminkan 6 siswa yang bersekolah, dididik dan dibina pondok pesantren. Walapun ada yang berbuat kesalahan dan bertingkah laku yang menyimpang masih dapat dikatakan masih dalam batas kewajaran. Berikut ini pembahasan secara terperinci. 1. Sikap siswa SMAS Hidayatul Muhsinisn sebagai sekolah berbasis pondok pesantren. Diketahui bahwa pesantren merupakan suatu lingkungan pendidikan yang membentuk siswanya lebih berkembang kepada pribadi berakhlak. Visi SMAS Hidayatul Muhsinin yaitu unggul dalam akhlak cerdas dalam berprestasi, sedangkan misi sekolah yaitu mencetak pribadi-pribadi yang unggul dan berkualitas menuju terbentuknya masyarakat madani. Untuk mewujudkannya sikap dan perilaku siswa perlu diperhatikan agar selalu berjalan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Sebagaimana yang diketahui bahwa sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman seseorang, dan bukan faktor bawaan (faktor intern) seseorang, serta tergantung obyek tertentu (Jalaluddin, 1996:187). Dengan demikian sikap terbentuk oleh adanya interaksi sosial yang di alami oleh individu. Berikut ini penjelasan mengenai sikap seorang siswa yang mencerminkan sekolah berbasis pondok pesantren. Dua dari 3 orang siswa yang menjadi informan dalam penelitian ini selalu berupaya untuk mematuhi nasehat yang diberikan oleh guru karena nasehat guru mengandung kebaikan dan tidak mungkin menyesatkan. Hanya satu orang siswa saja yang hanya mendengarkan saja, karena menurutnya setiap hari guru memberikan ceramah. Hal ini menjelaskan bahwa siswa sudah mengetahui dan mengaplikasikan sikap yang sesuai dengan sekolah berbasis pondok pesantren, bisa diberikan inovasi pada penyampaiannya agar tidak terkesan membosankan dan berulang-ulang. Menghormati guru dan sesama teman telah diterapkan karena guru adalah orang tua di sekolah dan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai suatu materi dan sudah seharusnya guru itu dihormati. Selain itu berupaya untuk berkata-kata yang lemah lembut, sopan, santun dan ramah kepada guru maupun teman termasuk pada saat pembelajaran sosiologi berlangsung telah menjadi kebiasaan bagi siswa karena hal tersebut merupakan kunci agar disenangi banyak orang, memperkecil permusuhan. Pada dasarnya diri mereka sendiri juga senang dan ingin diperlakukan seperti itu. Namun, dapat digaris bawahi, tidak semua siswa dapat berlaku lemah lembut. Terdapat siswa yang berlaku terkesan kasar, namun maksudnya tidak demikian. Hal ini diperoleh dari kebiasaan keluarga. Berdasarkan pemaparan di atas, pembentukan sikap siswa sudah sejalan dengan tujuan pendidikan berbasis pondok pesantren yang dikemukakan oleh Manfred Ziemiek dalam (Mujamil Qomar, 1996:4 ) bahwa tujuan pesantren adalah “membentuk kepribadian, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan.” Keberhasilan tujuan dari pesantren tersebut telihat pada sikap siswa baik dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. 7 2. Perilaku siswa SMAS Hidayatul Muhsinin sebagai seklah berbasis pondok pesantren di Kabupaten Kubu Raya Perilaku juga menjadi indikator terwujudnya visi dan misi SMAS Hidayatul Muhsinin. Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya (Mahmud, 2005: 28). Maka dari itu perilaku siswa menggambarkan bagaimana siswa tersebut dididik. Perilaku berikutnya yang mencerminkan siswa yang bersekolah berbasis pondok pesantren adalah berupaya untuk menghindari perilaku yang tidak baik seperti mengambil hak teman lain. Keseluruhan informan selalu berupaya menghindariperilaku yang tidak baik dan memahami bahwa setiap orang memiliki hak yang tidak boleh diambil sebaliknya harus dihormati serta siswa tersebut juga tidak menginginkan haknya diambil oleh orang lain. Yang utama adalah tidak mengganggu dan tidak diganggu haknya. Perilaku selanjutnya adalah berupaya untuk selalu menolong teman terutama sedang mengalami kesulitan saat pembelajaran sosiologi berlangsung. Semua informan berupaya untuk saling membantu hanya saja kemampuan dan pengetahuan yang terbatas tidak memberikan mereka kepercayaan atas dirinya untuk membantu orang lain. Namun, terdapat informan yang beranggapanbahwa pelajaran sosiologi bukan pelajaran yang sulit. Pelajaran sosiologi merupakan cerminan bersikap kepada orang lain dan lingkungan sekitar sehingga mudah sekali untuk dipelajari. Berupaya berteman dengan siapa saja atau tidak memilih teman juga merupakan cerminan perilaku siswa yang bersekolah berbasis pondok pesantren. Seluruh informan menyepakati bahwa berteman dengan siapa saja tanpa memilih-memilih hal ini dikarenakan setiap orang adalah sama tidak boleh dibeda-bedakan dengan klasifikasi apa saja. Perilaku selanjutnya adalah tidak mengganggu teman saat pembelajaran sosiologi berlangsung. Dua diantara tiga informan pertama dan terakhir menjelaskan bahwa saat proses belajar mengajar sosiologi berlangsung tidak pernah mengganggu teman lainnya karena proses belajar mengajar harus berjalan sebagaimana mestinya. Dengan kata lain setiap pelajaran harus diikuti dengan optimal. Jika mengganggu teman lain maka teman tersebut akan pecah konsentrasinya sehingga tidak fokus dan berakibat tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru. Selebihnya informan mengemukakan kadang-kadang, jika pelajarannya membosankan siswa tersebut lebih memilih mengobrol dengan teman. Dengan kata lain, jika pelajaran tersebut diberikan oleh guru dengan cara yang berbeda atau inovatif akan menciptakan ketertarikan siswa untuk mengikuti dengan baik. Secara tidak langsung meminimalisir pembicaraan dan keributan di luar konteks pembelajaran. Berani menghadapi lingkungan yang menantang dengan bekal yang diberikan dalam pembelajaran sosiologi merupakan perwujudan perilaku siswa berbasis pondok pesantren. Kekurang pahaman siswa mengenai keterkaitan kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar dengan pelajaran 8 sosiologi mengakibatkan siswa kurang memperhatikan esensi dari mata pelajaran sosiologi. Hanya satu orang saja yang memahami bahwa sosiologi memberikan penjelasan bertindak, bersikap dan berperilaku yang baik agar tercipta kerukunan. Perilaku terakhir adalah berupaya untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan pada saat pelajaran sosiologi berlangsung. Keseluruhan informan selalu bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru karena tugas merupakan bentuk penilaian guru dan merupakan kewajiban yang harus diselesaikan agar tidak mendapat nilai jelek. Selain memenuhi kewajiban, tugas juga membantu untuk memahami materi. Hal ini kembali lagi kepada pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Untuk mencapai visi dan misi sekolah, selain dari siswa yang bersangkutan juga didukung oleh berbagai pihak yang terkait pada sekolah tersebut. Garis besarnya terdapat tiga cara yang dilakukan oleh guru dan pihak sekolah dalam membentuk sikap dan perilaku siswa SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya. Diantaranya adalah memberikan nilai-nilai sikap dan perilaku yang harus ditanamkan oleh siswa melalui pesan baik dalam materi maupun interaksi sosial, menegur siswa dan memberikan sanksi bagi siswa yang bersikap maupun berperilaku menyimpang dari karakter siswa berbasis pondok pesantren dan membimbing siswa untuk memahami sikap dan perilaku yang yang sesuai dengan karakter siswa sekolah berbasis pondok pesantren. 3. Cara guru membentuk sikap dan perilaku siswa SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya. Cara yang digunakan untuk memberikan informasi mengenai nilai sikap dan perilaku yang sesuai dengan karakter siswa sekolah berbasis pondok pesantren kepada siswa adalah pada saat mereka masuk sekolah diberikan pengarahan hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Saat sudah menjadi siswa, guru selalu memberikan nasehat terlebih ketika ada siswa yang berusaha membuat pelanggaran. Materi pelajaran yang diajarkan kepada siswa juga terkandung pengetahuan bagaiman bersikap dan berperilaku yang semestinya. Dan secara tidak langsung mata pelajaran sosiologi pada hakikatnya memberikan pengetahuan sikap dan perilaku yang baik sebagai bekal siswa ketika hidup bermasyarakat. Selain materi tersebut, di akhir pelajaran guru selalu berusaha menyelipkan nasehat yang diharapkan dapat berguna bagi siswa. Selama ini sikap dan perilaku siswa sudah mencerminkan siswa pondok pesantren. Walaupun ada beberapa yang tidak, namun masih dapat ditangani oleh guru kelas dan guru BK. Dan masih sesuai sebagai seorang siswa dalam tingkat usia remaja. Frekuensi siswa bersikap dan berperilaku menyimpang dari karakteristik siswa pondok pesantren tidak sering, karena setiap ada perilaku menyimpang langsung diberi tindakan seperti dipanggil oleh guru BK dan diajak diskusi. Jika siswa tersebut masih mengulangi, maka guru BK memanggil orang tua atau wali dari siswa tersebut. Jika masih dilakukan penyimpangan maka siswa tersebut akan di skorsing dengan harapan 9 menimbulkan efek jera. Jika masih menyimpang, jalan terakhir adalah memberhentikan siswa tersebut dari sekolah. Ketika mendapati siswa/i bersikap dan perilaku menyimpang dari karakteristik pondok pesantren guru BK menegur siswa secara personal, menegur di hadapan teman-temannya, memanggil ke ruangan BK, dan memanggil orang tua atau wali siswa tersebut SMAS Hidayatul Muhsinin merencanakan bimbingan lanjutan bagi siswa siswi yang pernah bersikap dan perilaku menyimpang dari karakteristik pondok pesantren. Guru akan lebih memperhatikan tingkah lakunya. Selain itu bimbingan yang pernah dilakukan adalah memberi kepercayaan kepadanya agar siswa lebih merasa dihargai dan dipercaya oleh guru. Sehingga timbul kesadaran untuk bersikap dan berperilaku baik. Pihak sekolah yang berupaya untuk membentuk sikap dan perilaku siswa siswi agar sesuai dengan karakter sikap dan perilaku berbasis pondok pesantren adalah keseluruhan tanpa terkecuali. Hal ini ditujukan agar pembentukan sikap dan perilaku siswa yang bersekolah berbasis pondok pesantren lebih optimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisa data secara umum sikap dan perilaku siswa di SMAS Hidayatul Muhsinin Kabupaten Kubu Raya sudah mencerminkan siswa yang bersekolah berbasis pondok pesantren. Hal ini terlihat dari observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan berbagai pihak bahwa dapat disimpulkan siswa sudah memahami sikap dan perilaku yang seharusnya dan telah melaksakannya demi perwujudan visi dan misi sekolah. Secara khusus, berikut ini penjelasan sesuai dengan spesifikasi masalah. (1) Sikap siswa telah mencerminkan siswa yang bersekolah di sekolah berbasis pondok pesantren dimana sebagai bukti selalu berupaya mematuhi nasehat yang diberikan oleh guru, menghormati guru dan berkata lemah lembut, sopan, santun, dan ramah saat di sekolah seperti proses pembelajaran sosiologi berlangsung dan di luar jam sekolah baik kepada guru maupun teman. (2) Perilaku siswa juga telah menggambarkan perilaku siswa yang bersekolah di sekolah berbasis pondok pesantren sebagai bukti seperti bertoleransi, menghindari perilaku yang tidak baik, selalu menolong dalam kebaikan, berkawan dengan siapa saja, tidak mengganggu teman lain saat proses pembelajaran sosiologi berlangsung, memiliki keberanian menghadapi lingkungan yang menantang serta bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan saat proses pembelajaran sosiologi berlangsung. (3) Cara yang digunakan guru dalam membentuk sikap dan perilaku siswa diantaranya memberikan informasi mengenai nilai-nilai sikap dan perilaku yang ditanamkan oleh siswa, menegur siswa dan memberikan sanksi bagi siswa yang bersikap maupun berperilaku menyimpang, dan membimbing siswa untuk memahami sikap dan perilaku yang yang sesuai dengan karakter siswa sekolah berbasis pondok pesantren. 10 Saran Berdasarkan analisa data dan pengamatan peneliti, berikut ini beberapa saran yang dikemukakan oleh peneliti yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dan pihak sekolah sebagai berikut: (1) Bagi pihak sekolah untuk tidak hanya menempel visi dan misi di dinding sekolah tetapi juga di lingkungan pesantren. Hal ini ditujukan agar visi dan misi dapat terlihat oleh siswa, dengan harapan mengingatkan siswa untuk selalu bersikap dan berperilaku sesuai dengan visi dan misi tersebut. (2) Siswa berusaha untuk menanamkan kesadaran yang muncul dari internal diri sendiri agar dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku agar mencerminkan siswa yang dididik di lingkungan berbasis pondok pesantren. (3) Semua pihak terkait seperti guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, guru wali kelas maupun ketua lembaga memberikan jalan keluar bagi siswa yang berperilaku menyimpang. Karena perilaku yang menyimpang pasti memiliki sebab yang harusnya dapat diselesaikan. DAFTAR RUJUKAN Djam’an Satori dan Aan Komariah. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung. Hasbullah. (2007). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Lexy J. Moleong. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Maswardi Muhammad Amin. (2012). Pendidikan Karakter. Jakarta : Baduose Media Moh. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Riduwan. (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta Salkind. Neil. J. (2009). Teori-Teori Perkembangan Manusia. Bandung: Nusa Media Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi. Bandung :Alfabeta. Wina Sanjaya. (2011). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. 11