Pemetaan Kebijakan dan Program AKI: Suatu Observasi

advertisement
Pemetaan Kebijakan dan Program Angka
Kematian Ibu: Suatu Observasi Melalui
Analisis dan Perencanaan Kebijakan
Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta
Research Sharing Day MAMPU, Jakarta 30 November 2015
TUJUAN DAN PERTANYAAN
PENELITIAN
•
Memahami faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap meningkatnya AKI atau menghambat
dalam upaya menurunkan AKI melalui perspektif
kebijakan
•
Mengkaji efektivitas kebijakan-kebijakan terkait
AKI: bukan fokus semata-mata pada kebijakan
tertentu tetapi pada ‘lingkungan kebijakan’
(policy environment) yang menaungi kebijakan
tersebut
•
5 Provinsi dan 10 Kab/kota (Riau, Banten, Jawa
Timur, NTT, Papua)
Cakupan
Pusat Provin Kabupaten/ Sinergi/Ko Koordinasi
penelitian
si
Kota
ntradiksi
Pusat>Pro
vinsi>Kab/
Kota
Ketersediaan
kebijakan AKI
Ketersediaan
program AKI
Ketersediaan
regulasi AKI
Ketersediaan
anggaran AKI
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
450
Angka Kematian Ibu
400
MMR/100.000 LH
350
300
250
200
150
100
50
0
Total
1989-1994
390
DATA AKI
1993-1997
334
1998-2002
307
2003-2007
228
2008-2012
359
AKI DALAM WACANA NASIONAL
DAN MEDIA

- Ibu Hamil Masih Belum Terlindungi (Kompas, 5
Oktober 2015)

- Tingginya Kematian Ibu Terkait Nikah Usia Dini (6
Oktober 2015)

- SMS Menyelamatan Masa Depan Ibu-Bunda
Tektok (Kompas, 27 November 2015)

- Gagalnya mencapai target MDGs (102 per
100.000 2015- 359/100.000). Muncul konsep SDGs
AKAR PENYEBAB KEMATIAN IBU
MELAHIRKAN:WACANA UMUM
•
•
•
•
•
•
- Buruknya layanan kesehatan
- Preferensi kelahiran lebih ke dukun drpd bidan
- Kematian krn Pendarahan, Hipertensi , Infeksi,
- Pengambilan keputusan oleh keluarga lambat
- Fasilitas kesehatan terbatas, tidak ada bidan
- Gizi buruk, pengetahuan reproduksi ibu rendah,
ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan RT,
pernikahan dini, sistem layanan kesehatan tidak
sesuai budaya
FAKTOR PENYEBAB: FAKTA DAN
SOLUSI DALAM MEDIA
’Kematian ibu melahirkan masih dianggap soal
kesehatan semata. Padahal kematian ibu hanya
masalah hilir dari berbagai kondisi yg membuat
kematian ibu beresiko tinggi: masalah mendasar
di sektor kesehatan, sosial ekonomi, pendidikan,
infrastruktur, budaya, rendahnya komitmen
pemerintah’
• Penyiapan ibu hamil mesti dilakukan melalui
berbagai sektor (mis usia nikah: kolaborasi Dinas
agama, pendidikan dan kesehatan) (Kompas, 5
dan 6 Oktober 2015)
•
KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK
MENURUNKAN AKI

- Pusat Pelayanan Kesehatan (Rmh sakit, Puskesmas, PONED)

- Rumah Singgah, Desa Siaga

- Audit Maternal

- Perbaikan Gizi

- KB

- Bidan

- Kemitraan Dukun-Bidan

- Bimbingan teknis Manajemen KIA

- GSI, PKH, PUG
FINDINGS: PR PROFINDINGS:
PROBLEMATIKA KEBIJAKAN
PENYUSUNAN RENSTRA
 Seberapa kuat dipegang sebagai dokumen kebijakan dan
perencanaan ?
 Bagaimana keterkaitan dengan dokumen perencanaan lain ?
 Siapa yang membuat (external atau internal) ?
 Bagaimana Proses Penyusunannya (apakah participatory?, bgm
sosialisasinya internal SKPD? Apakah mencerminkan kebutuhan
SKPD, apakah cukup waktu?)
 Apakah indikator dan target realistis ? Atau harapan ?
 Bagaimana menyesuaiakan dengan kebutuhan daerah
(musrenbang) ? Formalitas dan serapan dari suara akar rumput
rendah
PENYUSUNAN RENSTRA
(LANJUTAN..)
 Fungsi Bappeda (‘tukang coret’ ?), pemikiran SKPD dan
Bappeda ‘tidak nyambung’,alokasi anggaran, Bappeda perlu
terlibat dari awal ?
 Perlu insentif dalam pembuatannya ?
 ‘Timing’: Sinkronisasi dan koordinasi dengan Renstra
Kementerian, Renstra Dinas Provinsi, RPJMD, RPJMN, Renstra
Dinas Kab/Kota
 Apakah kebijakan dan program secara keseluruhan dapat
mencapai tujuan menurunkan AKI?
 Ada gap antara perencanaan dan implementasi. Tidak konsisten
 Tidak ada sanksi dalam Pembuatan Renstra (timing, content)
PENYUSUNAN RENSTRA
(LANJUTAN...)
 Kualitas SDM dalam Dinas menentukan kualitas Renstra
 ,,,’ Saya boleh katakan bahwa mereka tidak paham. Mereka
menjadi pegawai hanya tahu untuk datang pakai baju. Tapi
belum tentu dia miliki semua yang dia mau kerjakan.
Padahal dalam tingkat kebijakan, 42 SKPD kepala pimpinan
mereka tahu, tetapi turun sampai eselon tiga, empat, dan
kebawahnya, belum tentu” (Ibu K, BP3AKB, Papua)
 Semua kembali ke ‘kualitas’ pemerintahan: profesional
dan paham masalah
OTONOMI DAERAH: MUTASI DAN
ROTASI
 ’Masalah pertama dari pemerintahan daerah yang dijumpai
adalah pergantian SKPD. Kalau saya ketua Badan, setelah
satu tahun saya diganti. Nanti, orang berikut masuk lagi,
dia hars mulai dari start, atau kepala bidang yang baru,
Kepala Bidang KB misalnya, dia baru menyusun program
untuk kesana, tapi nanti dia diganti dan kepala bidang
yang baru masuk. Dia harus memahami lagi. Jadi kadangkadang kita mengalami hambatan ini. Semua barang yang
mereka kerjakan, seperti laptop dan komputer, ketika
mereka pulang mereka bawa. Mereka tidak puas karena
belum menduduki jabatannya yang lama” (Ibu X,
Pemberdayaan Perempuan, Papua)
DAMPAK MUTASI DAN ROTASI
 Berpengaruh pada implementasi program
 Berpengaruh terhadap keberlanjutan
program,…’berganti pimpinan, berganti program..tidak
nyambung’
 Kelangkaan dan kecakapan sumber-daya manusia
 ..’nanti kami sudah dipanggil sudah training beberapa
waktu kemudian diganti lagi dengan orang lain akhirnya
program itu putus (Bapak C, BKKBN, NTT)
 Usulan: Pergub ‘anti mutasi’
OTONOMI DAERAH: KELEMBAGAAN
DAERAH
 Penggabungan berbagai urusan dalam 1 SKPD (Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan dan KB; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi ) PP 21 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah,
Kelembagaan Daerah Tidak melebih 18--- Cakupan dan Fungsi Dinas Terlalu luas. Tantangan : kurang fokus,
Berpengaruh pada efektivitas Program. (BP3A dan KB– 5 bidang. 1 bidang
menangani 12 program. 3 bidang menangani 5 program.
 Berpengaruh pada Fokus dan Prioritas Program
 ‘….rencana program banyak yang tidak jalan karena lingkup tugas yang
besar dan luas dan dana tidak mencukupi.
 ……Kita tidak punya dana yang cukup untuk membagi kepada semua. Kita
harus buat prioritas (Ibu X, Pemberdayaan Perempuan, Riau)
 Program antar instansi yang tidak padu (mis: Dinsosnaketrans)
OTONOMI DAERAH DAN MASALAH
KEWENANGAN: KASUS BKKBN
 Lembaga Penting tidak punya “kaki’ di daerah. Kami
ini instansi vertikal, mewakili pemerintah pusat di
provinsi, tetapi kami tidak memerintah teman-teman
di kabupaten secara langsung karena mereka tidak
mau. Yang berhak memerinta mereka kan bupati dan
gubernur. Kami sebatas koordinasi kerja’ (Bapak K,
BKKBN, Papua, Bapak T, NTT; Bapak J, Banten)
SUMBER DAYA, KUALITAS DAN
KESEJAHTERAAN
 Kelangkaan sumber-daya manusia / petugas lapangan dan
kapasitas (Nasional : PLKB menurun dari 40.000 menjadi
15.000).
 Dokter Kandungan, Bidan ---on call di daerah terpencil
(Persaingan antar daerah..dalam membayar dokter)
 Kualitas Lulusan Sekolah Bidan : Sertifikasi dan ijin
Praktek
 Over Supply tenaga Bidan (Bidan partus pandang)
 Tenaga Kesehatan sebagai Tenaga Administrasi
 Kesejahteraan tenaga kesehatan
KOORDINASI DAN SINKRONISASI
 Vertikal dan Horizontal (Pusat-Provinsi-Kab/kota)
 Forum ‘lintas sektoral’ yang tidak dihadiri pimpinan
 Ego sektoral,.. . Isu-isu lintas sektoral masih dilihat sebagai
hal yang maksiat (Bapak T, LSM, NTT)
 Contoh: Dinkes-Bdn PP dan KB dan Dinas Sosial
 Program tumpang tindih / jalan sendiri-sendiri,
berdampak pada efektivitas program
 (contoh di Papua: topik pemberdayaan ekonomi
perempuan dikerjakan Badan PP, BPMK,Dinsos)
 Mencontoh dari Pokja PUG (Pokja AKI)(Gub, Bappeda)
 Koordinasi SKPD dengan LSM tidak jalan
 Data AKI selalu harus merujuk ke Dinas Kesehatan
PROGRAM: EFEKTIVITAS DAN
KEBERLANJUTAN
 Kualitas Program dan Luasnya cakupan (ada dan
Sporadis): kualitas intervensi atau kuantitas/penyebaran
cakupan
 Sosialisasi
 Peningkatan dan penguatan kapasitas/pelatihan
 Supervisi
 Pelayanan
 Tujuan merubah ‘pola-pikir’ masyarakat
 MONEV Masih Lemah
 Menilai Kapasitas Penyuluh dan Masyarakat
PROLIFERASI KEBIJAKAN dan KONFLIK
KEWENANGAN: KASUS DI PAPUA
 Program BK3 mengcover kegiatan-kegiatan yang tidak
diakomodir oleh Dinas karena Dinas menyusun kebijakan
di level Kabupaten. BPMK tidak boleh melakukan
kebijakan yang sudah di jalankan Kabupaten
 Kami (Dinkes Provinsi) fokus pada aktivitas di kampung
dan kampung sendiri tidak banyak jumlahnya ditambah
lagi banyaknya simpang-siur dari lintas sektoral. Jika
semua bisa kolaborasi maka masalah ini akan selesai
(Bapak C, Dinkes Provinsi)
CARUT MARUT PEMBIAYAAN
KESEHATAN
 Anggaran untuk program menurunkan AKI sangat kecil
 Anggaran untuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
sangat kecil
 KPS
 Jamkesmas
 Jampersal
 APBD sebagai ‘back-up’ (?)
 JKN dan BPJS Kuratif dan bukan preventif
 BPJS Membebani dan terlalu birokratis
REKOMENDASI
 Perubahan Kebijakan
 Revitalisasi Kebijakan dan Program BKKBN….
 Penguatan badan Pemberdayaan Perempuan dengan .. Alokasi
anggaran yang lebih besar.
 Sumber Daya Manusia
 Perbaikan Kualitas Bidan, Sekolah Bidan….
 Minimal jumlah pertolongan langsung
 Sertifikasi oleh Kementerian Kesehatan
 Program Magang dalam kurunwaktu tertentu
 Harmonisasi peningkatan kualitas dan kebijakan kepegawaian di
pusat/daerah (kelangkaan SDM vs moratorium)
 Kebijakan Kepegawaian daerah VS Kebutuhan Sektoral
 Penataan dan Peningkatan kesejahteraan PLKB
 Peningkatan Kemampuan
 Peningkatan kemampuan perencanaan dan Penyusunan Renstra
 Dukungan data untuk program (SKPD dan Wilayah).
REKOMENDASI (LANJUTAN..)
 Pembiayaan
1. Pembiayaan Kehamilan dan persalinan untuk
perempuan keluarga kurang mampu melalui Jamkesda
yang diambilkan dari dana APBD
2. Pendaftaran BPJS tidak harus seluruh keluarga yang
memberatkan bagi keluarga kurang mampu–
diperbolehkan misal isteri saja yang sedang hamil

Gender dan KB
1. Menangani budaya patriarkhi
2. Mengatasi pernikahan usia dini : Gagal di MA, apakah
bisa melalui Perda ?
REKOMENDASI (LANJUTAN..)
 Pelibatan masyarakat dalam kebijakan, program dan kegiatan.
Kerjasama dengan organisasi profesi secara terus menerus .
 Pendampingan pada masyarakat rawanyang terus menerus oleh
dinas. Pengendalian, pengawasan, monitoring dan evaluasi.
 Target pembangunan kesehatan ataupun indikator ditentukan
secara realistis, sehingga memungkinkan untuk dicapai.
 Koordinasi dan kerjasama program, lintas sektor dan antar daerah
dalam bidang kesehatan memporeh perhatian dan diperkuat.
 Koordinasi : Dukungan dana untuk tim koordinasi dan harmonisasi
kebijakan daerah --- Fokus pada prioritas misalnya : untuk menekan
AKI.
 Merancang sistem dan mekanisme koordinasi : Alokasi budged
untuk koordinasi
Download