PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan pohon dan macam pohon apa yang tumbuh di suatu lokasi tergantung atas faktor tapak atau tempat tumbuh (Syafii Manan, 1992 dalam Manual Kehutanan). Lebih lanjut disampaikan bahwa tapak adalah sebuah tempat dipandang dari segi faktor- faktor ekologi dalam hubungan kemampuannya untuk menghasilkan hutan atau vegetasi lainnya, atau dengan kata lain gabungan kondisi biotik, iklim dan tanah dari sebuah tempat. Faktor iklim dan keadaan tanah merupakan faktor dominan dalam pertumbuhan tanaman. Iklim terdiri atas unsure- unsur temperatur, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin, sedangkan keadaan tanah meliputi sifat - sifat fisik tanah, biologi dan kelembaban tanah. Respon tanaman sebagai akibat faktor lingkungan terlihat pada penampilan fisiologi dan morfologi tanaman. Berdasarkan formasi klimatis tipe hutan terdiri dari tipe hutan tropika, hutan mu sim dan hutan gambut, sedangkan berdasarkan formasi edafis terdiri dari tipe hutan rawa, hutan payau dan hutan pantai. II. KLASIFIKASI TIPE HUTAN BERDASARKAN FORMASI KLIMATIS 1). Hutan Hujan Tropika Tipe hutan ini terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A dan B, jenis tanah didominir oleh jenis litosol, alluvial dan regosol dan berjarak relatif jauh dengan pantai. Terdiri dari : - Hutan hujan tropika bawah (0- 1000 m dpl). Hutan ini didominir oleh famili Dipterocarpaceae, terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatica, Dryobalanops dan Cotilobium. Jenis lain yang dijumpai adalah dari famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicae dan Ebenaceae. - Hutan hujan tropika tengah (1000- 3300 m dpl). Hutan ini umumnya didominir Di Aceh dan Sumatera Utara terdapat Albizia motana. Di Podocarpus dan di Jawa Timur - oleh genus Quercus, Catanopsis dan Nothogus. terdapat Pinus merkusii dan di Jawa Tengah Sulawesi terdapat kelompok Agathis sp dan terdapat kelompok Casuarina spp. Hutan hujan tropika atas (3300- 4100 m dpl). Umumnya merupakan kelompok-kelompok yang terpisah- pisah oleh padang rumput dan belukar. Di Irian Jaya terdapat jenis Dacrydium, Libercedrus dan Podocarpus. 2). Hutan Musim - Tipe hutan ini dijumpai pada daerah yang memiliki tipe iklim C dan D. Hutan musim bawah (0-1000 m dpl). Jenis pohon yang merupakan ciri khas hutan ini di Jawa, diantaranya adalah jenis Tectona grandis, Acacia leucoploea, Azideracta indica dan Caesalpinia dugiana. Di kepulauan Nusa Tenggara terdapat Eucalyptus alba, Santalum album, sedangkan di Maluku dan Irian Jaya dijumpai adanya jenis Melaleuca leucadendron, Eucalyptus spp dan Timonius ceppycus. - Hutan musim tengah dan atas (1000- 4100 m dpl). Jenis-jenis yang merupakan ciri khas untuk tipe hutan ini adalah di Jawa Tengah dan Jawa Timur Casuarina junghuiana dan Indonesia Timur Eucalyptus spp. Dan di Sumatera Pinus merkusii. 3). Hutan Gambut Hutan ini terletak pada daerah yang mempunyai iklim tipe A dan B dengan jenis tanah organosol yang memiliki gambut setebal 50 cm atau lebih. Di Indonesia terdapat di sepanjang Sungai Barito, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya bagian Selatan. Jenis pohon yang mendominasi diantaranya adalah Alstonia spp, Dyera spp, Diospyros serta Myrestica. Di Sumatera Selatan dan di Kalimantan banyak dijumpai je nis Gonystylus spp. III. KLASIFIKASI TIPE HUTAN BERDASARKAN FORMASI EDAFIS 1). Hutan Rawa Tipe hutan ini dapat dijumpai pada daerah- daerah yang selalu tergenang air, tidak terpengaruh oleh iklim. Pada umumnya terletak di belakang hutan payau dengan jenis tanah alluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon yang mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk. 2). Hutan payau Penyebaran hutan ini terdapat pada daerah- daerah pantai yang selalu teratur tergenang oleh air laut dan terpengaruh pasang surut. Jenis pohon utama adalah Avecenia spp, Sonneratia spp, Rhizophora spp dan Bruguera spp. 3). Hutan pantai Terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai, tidak terpengaruh oleh iklim, tanah berpasir dan berbatu- batu dan terletak di garis pasang tertinggi. Jenis pohon yang terdapat diantaranya adalah Barringtonia speciosa, Terminalia cattapa, Callophyllum inophylum, Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia dan Pisonia grandis. ©2004 Digitized by USU digital library 2 IV. POHON YANG BIASA HIDUP DI ELEVASI TINGGI DI TANAM DI ELEVASI RENDAH Seperti telah disinggung di atas bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap penampilan fisiologis tanaman dan morfologi tanaman. Tanaman yang biasa hidup di daerah elevasi tinggi adalah jenis yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi iklim yang temperaturnya rendah, kelembaban tinggi dan intensitas matahari kurang. Faktor- faktor ini berpengaruh terhadap fotosintesis dan kegiatan fisiologi lainnya. Untuk itu morfologi tanaman juga menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dengan maksud agar proses fisiologi tanaman dapat berjalan dengan optimal. Bentuk morfologi tanaman yang nyata untuk jenis tanaman yang biasa hidup di daerah tinggi adalah bentuk daunnya kecil, batang pohon tinggi dan tajuk berbentuk kerucut. Ciri- ciri ini identik dengan cirri- ciri jenis pohon konifer atau daun jarum. Untuk itu jenis vegetasi pada daerah elevasi tinggi banyak didominasi oleh jenis daun jarum. Jumlah daun jarum pada suatu pohon jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah daun pada jenis pohon daun lebar. Jumlah daun yang banyak tersebut memungkinkan jumlah klorofil dan luas penampang permukaan daun menjadi banyak, sehingga pohon tersebut mampu memanfaatkan intensitas sinar matahari yang tidak terlalu tinggi untuk kegiatan fotosintesis secara optimal. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi, akan menyebabkan proses transpirasi (penguapan) terhambat, sedangkan di sisi lain jumlah air yang terserap oleh akar dan digunakan untuk proses metabolisme banyak. Dengan jumlah penampang daun yang besar tersebut serta bentuk tajuk yang kerucut akan membantu percepatan proses penguapan, sehingga proses penguapan dapat berlangsung dengan baik. Kondisi lain pada daerah yang memiliki elevasi tinggi adalah jumlah konsentrasi CO2 yang relatif lebih kecil bila dibandingkan pada daerah yang lebih rendah. Padahal CO2 adalah bahan baku dalam proses fotosintesis untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan jumlah klorofil yang banyak, maka dapat dimungkinkan jumlah CO2 yang tertangkap juga lebih banyak, sehingga hasil fotosintesis juga menjadi banyak. Dengan kondisi tersebut di atas maka jenis konifer mempunyai daerah sebaran hidup berdasarkan ketinggian tempat yang beragam bila dibandingkan dengan jenis daun lebar,. Sebagai contoh adalah jenis pohon Agathis spp (damar) yang mampu hidup dengan baik mulai ketinggian 10 m dpl sampai 1650 m dpl. Data dimaksud disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Ukuran tingi dan diameter beberapa jenis Agathis spp. Jenis Tinggi Diameter Lokasi Elevasi (m) (cm) (m dpl) Agathis alba 60 110 Maluku Utara 10-1000 A beccarii 40 125 Kalimantan 25-1000 A beckingi 32 80 Sulawesi Selatan 500-1650 A celebica 65 150 Sulawesi Utara 500-1100 A hamii 60 160 Maluku Selatan 50-600 A lorantifolia 58 180 Maluku Selatan 10-1400 Sumber : Yusup, 1978. Tesis Max Jondodago Tokede. Fak. Pascasarjana IPB. 1989 Berdasarkan uraian dan data pertumbuhan jenis damar pada berbagai elevasi, maka jenis pohon yang biasa hidup di elevasi tinggi ditanam di elevasi yang rendah, pohon tersebut masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan, pada daerah yang rendah temperatur lebih panas, kelembaban lebih ©2004 Digitized by USU digital library 3 rendah dan intensitas sinar matahari lebih besar. Kayu daun jarum akan memanfaatkan intensitas sinar matahari sesuai kebutuhannya, maksudnya bila terlalu lebih maka akan dimanfaatkan sesuai dengan kemampuan klorofil yang dimilikinya. V. POHON YANG BIASA HIDUP DI ELEVASI RENDAH DITANAM DI ELEVASI TINGGI. Tidak demikian halnya bila pohon biasa hidup di elevasi rendah, kemudian ditanam di elevasi tinggi, maka jenis pohon ini pertumbuhannya akan menjadi lambat. Hal ini disebabkan karena pohon yang biasa hidup di daerah elevasi rendah dengan kondisi iklim yang umumnya temperatur tinggi, kelembaban rendah dan intensitas sinar matahari besar, memiliki kepekaan menangkap sinar mat ahari yang lebih rendah. Sehingga bila ditanam pada elevasi tinggi yang memiliki intensitas sinar matahari rendah akan sangat mengganggu kegiatan fotosintesisnya, sehingga pertumbuhannya juga akan lebih lambat. Berikut ini kami sajikan data hasil penelitian Bernadus Benedectus Rettob pada tahun 1996 yang mengamati prosentase kayu teras pada jenis kayu matoa (Pometia piñata) pada tipe iklim dan elevasi yang berbeda, disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Persen kayu teras menurut daerah iklim dan kelas ketinggian tempat. Tipe Iklim Kelas ketinggian Interaksi iklim dan ketinggian Af Am T1 T2 T3 AfT1 AfT2 AfT3 AmT1 AmT2 65,9 66,8 66,1 64,9 67, 63,13 66,08 68,51 69,25 63,86 1 4 9 7 96 Keterangan : AF = curah hujan = 2649,9 mm Am = Curah hujan = 1443 mm T1 = 0-50 m dpl T2 = 200- 250 m dpl T3 > 350 m dpl AmT3 67,41 Dari data di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi elevasinya maka jumlah prosentase kayu terasnya semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembentukan sel baru yang berasal dari pembelahan adalah sangat lambat dan yang lebih banyak terjadi adalah proses penuaan sel. Di dalam kayu teras semua sel- sel penyusunnya adalah sel yang sudah mati dan tidak mengalami penambahan besarnya sel. Lebih lanjut dapatlah diketahui bahwa riap atau pertambahan volume pohon juga kecil atau pertumbuhannya lebih lambat bila dibandingkan pada daerah yang ketinggiannya lebih rendah. Jenis matoa adalah salah satu contoh jenis tanaman daun lebar, yang pada umumnya hidup baik pada daerah yang elevasi rendah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bila jenis pohon yang biasa hidup di elevasi rendah kemudian ditanam pada daerah yang elevasinya lebih tinggi, maka pertumbuhannya akan menjadi lambat. Untuk memudahkan pemahaman fenomena tersebut di atas, maka kami sajikan diagram alir di bawah ini. ©2004 Digitized by USU digital library 4 Diagram 1. Fenomena pertumbuhan pohon dengan elevasi. Pertumbuhan pohon Faktor genetik Biasa di elevasi rendah Faktor lingkungan Biasa di elevasi tinggi - Umumnya daun lebar - Klorofil sedikit - Penampang daun kecil - Umumnya daun jarum - Klorofil banyak - Penampang daun lebar Pertumbuhan pohon masih memungkinkan baik Elevasi tinggi Elevasi rendah - Intensitas sm tinggi - Kelembaban rendah - Temperatur panas - Intensitas sm rendah - Kelembaban tinggi - Temperatur rendah Pertumbuhan pohon cenderung lambat VI. KESIMPULAN 1. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap penampilan fisiologis tanaman dan morfologi tanaman. 2. Tanaman yang biasa hidup di daerah elevasi tinggi adalah jenis yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi iklim yang temperaturnya rendah, kelembaban tinggi dan intensitas matahari kurang. Faktor- faktor ini berpengaruh terhadap fotosintesis dan kegiatan fisiologi lainnya. 3. Bila pohon biasa hidup di elevasi rendah, kemudian ditanam di elevasi tinggi, maka jenis pohon ini pertumbuhannya akan menjadi lambat. Hal ini ©2004 Digitized by USU digital library 5 disebabkan karena pohon yang biasa hidup di daerah elevasi rendah dengan kondisi iklim yang umumnya temperatur tinggi, kelembaban rendah dan intensitas sinar matahari besar, memiliki kepekaan menangkap sinar matahari yang lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA Bennedictus R.B., 1996. Beberapa Sifat Anatomi dan Fisika Kayu Matoa (Pometia piñata). Thesis Program Pascasarjana IPB Bogor. Bogor. Haygreen G. J. dan J. I. Bowyer., Forest Product and Wood Science an Introduction. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Jondudago M.T., 1989. Kualitas Tempat Tumbuh dan Volume Tegakan Agathis labillardieri Warb. Thesis Program Pascasrjana IPB Bogor. Bogor. Wartono K et. Al. 1992. Indonesia. Jakarta. Manual Kehutanan. ©2004 Digitized by USU digital library Departemen Kehutanan Republik 6