PERKEMBANGAN TEORI.TEORI PERENCANAAN KOTA SEIAK REVOLUSI INDUSTRI Ing. Arch. Madrim D. Gondokusumo, MSi" Abstract Concurrent with the deaelopment of modern philosophy, science and technology, changes of social-cultural dimensions occurred in societies of the Western World, Europe and the United State of America. The social-cultural changes and the deaelopment of philosophy and science mentioned aboae, affected town planning theories. This paper examines briefu the deoelopment of town plnnning theories sincc the beginning of the industrial towns of Europe, causing the rise of infectious diseases eaeryuthere. This period witnesses the beginning of a mechanistic architecture and the modern town planning's era. The paper also deals with town planning based on the principles of sustainability, which emphasized the importance of participation and empowerment of the society (bottom-up planning), while top-down planning based on the principles of blue-print planning and intuition (art and craft), including forecasting methods using mechanistic system approaches, were all left behind. 1. LATAR BELAKANG Perkembangan kota-kota sebelum terjadinya Revolusi Industri di Eropa pada akhir abad ke 18 berjalan dengan sangat lambat sejalan dengan pertumbuhan penduduk kota beserta kebutuhan-kebutuhan hidupnyal. Budaya masyarakat penghuni kota memperlihatkan pola-pola sebuah kota pada periode tertentu. Bila kota-kota di zarnan Gotik (abad pertengahan) di Eropa (abad ke-10 - ke-15) selalu ditandai denganbangunan-bangunan istana raja atau bangsawan penguasa kota yang megah beserta gereja-gereja dengan menara-menara menjulang tinggi menandai panorama kota, maka kota-kota di zaman Renaissance (abad ke-1"6 -ke-L7) ditandai dengan adanya plazaatau jalan utama lebar menuju ke rumah-rumah mewah para bangsawan, gedunggedung museum, kesenian, balai kota, serta dilengkapi denganberbagaibendabenda seni yang menghiasi rumah/gedung dan jalan-jalan. . Dosen ]urusan Arsitektur Fakultas Disain dan Teknik Perencanaan tlniversitas Pelita Harapan VoL 5, No. l, April 2002 33 Zaman Renaissance di Eropa, zaman pencerahan, ditandai dengan kembalinya pemikiran-pemikiran yang menghargai eksistensi manusia di dunia. Pemikiran ini menggantikan pemikiran abad pertengahan yang berfokus pada kehidupan setelah mati (agama). Filsafat dan ilmu pengetahuan yang semula berkembang sebagai safu kesafuan pemikiran, mulai berkembang secara terpisah. Filasafat merupakan refleksi kritis tentang semua yang diketahui dan bertujuan mencari hakekat sehingga sifatnya abstrak, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat secara sistematis berdasarkan obyek dankejadianyang ada, diobservasi, dianalisis dan disintesis, sehingga melalui teknologi, ilmu pengetahuan dapat diimplementasikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan manusia secara materiel. Pada abad ke-17, perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang berjalan dengan pesat menimbulkan suatu Revolusi Ilmu Pengetahuan. Pendekatan filosofis terhadap dunia ditinggalkan dan diganti dengan pendekatan matematis serta eksperimen. Dunia dipandang dengan prinsip mekanistis, yang merupakan ciri pokok filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Perkembangan pemikiran modern yang dirintis oleh Francis Bacon'(1561 1625) telah berpengaruh pada berbagai cabang ilmu pengetahuan, filsafat, arsitektur dan kesenian. Filsafat modern yang timbul pada abad ini memiliki dua cabang, yakni aliran rasionalisme yang dirintis oleh bapak filsafat modern Rene Descartes (1,596 - 1650) dan aliran empirisme yang diyakini antara lain oleh para pemikir Hobbes, Locke, dan Hume. Baik rasionalisme maupun empirisme berusaha keras memperoleh teori-teori yang bersifat ilmiah dan membebaskan diri dari kepentingan-kepentingan. Pada perkembangan filsafat berikutnya, positivisme yang dirintis oleh August Comte (1798 --1,857) menganggap pengetahuan mengenai fakta obyektif sebagai pengetahudh yang sahih. Positiviime berusaha memperoleh pengetahuan demi pengetahuan dan mencita-citakan suafu ilmu pengetahuan yang terpadu. Pemikiran positivisme yang mengklaim diri sebagai ilmu pengetahuan sejati dan. dapat menghasilkan satu-satunya kebenaran (the ultimate truth) telah meliputi segala bidang, termasuk kehidupan manusia. Positivisme ini kemudian dikritik dan ditolak oleh para pemikir berikutnya, terutama dalam konteks kehidupan sosial manusia. Pemikiran positivisme ini pula yang menyebabkan manusia merasa berada dalam posisi lebih tinggi dari pada lingkungan alam dan dapat menaklukkan alam serta mengruruirryu demi kepentingan manusia. 34 VoL 5, No. 1, April2002 Sejalan dengan perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi itu, pola kehidupan masyarakat pun berubah. Struktur masyarakat feodal yang dominan sejak abad pertengahan digantikan oleh struktur masyarakat borjuis yang dominan pada abad ke-L8 dan selanjutnya berkembang menjadi masyarakat modern yang bercirikan industrialisasi, yakni masyarakat kapitalis yang kolonialis-imperialistis. Dalam periode yang sama berkembang pula masyarakat sosialis yang mula-mula mengkritisi feodalisme, kemudian kapitalisme. Perkembangan filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi modern tersebut berpengaruh besar pada perkembangan kota-kota, terutama kota-kota industri yangbesar. Berkembangnya masyarakat modern itu juga menyebabkan |<risiskrisis lingkungan hidup, seperti eksploitasi sumberdaya alam secara besarbesaran demi perfumbuhan ekonomi, pencemaran air, udara dan tanah. Daerah perkotaan, terutama kota industri berubah menjadi lingkungan hidup yang sangat buruk akibat pencemaran air dan udara serta dipenuhi permukiman kumuh yang dihuni oleh penduduk atau pekerja miskin. Permukiman kumuh dengan pengudaraan buruk, sanitasi buruk dsan kepadatan orang dalam hunian yang tinggi menyebabkan kesehatan buruk dan mudahnya berjangkit wabah penyakit menular. Permasalahan tersebut menyebabkan munculnya pemikir-pemikir utopis yang mempersoalkan kondisi buruk daerah perkotaan. Pemikiran mereka mempengaruhi teori-teori perencanaan kota. 2. TEORI.TEORI PERENCANAAN KOTA Teori-teori perencanaan kota selalu mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan bagaimana kota dapat menampung kegiatan semua penduduknya dengan sebaik-baiknya, sehingga kehidupan di kota tersebut dapat berlangsung dengan baik pada waktu kota itu direncanakan dan dibangun serta untuk waktu yang akan datang. 2.1,. Era Permulaan Industrialisasi Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa masyarakat Barat ke dunia industrialisi yang menyebabkan berpindahnya penduduk perdesaan ke perkotaan, urbanisme, secara besar-besaran di Eropa. Sebagian besar pendatang dari luar kota bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik yang VoL 5, No. l, April2002 35 berkembang di dalam kota. Namun karena pesatnya perkembangan industri dan mengelompoknya penduduk dalam jumlah besar itu tidak diimbangi dengan infrastruktur dan fasilitas bagi permukiman para buruh atau industri, maka timbulah permukiman kumuh yang sangat buruk, seperti contohnya di Manchester, London atau Paris. Rumah-rumah sempit tanpa atau dengan ventilasi udara minimum, air bersih, dan sanitasi serta upah buruh yang rendah telah menyebabkan berjangkitnya penyakit menular di mana-mana. Friederich Engels, 1845, dalam bukunya "The Condition of the Working Class in England", menceritakan dengan lugas kondisi kemiskinan para buruh industri yang bermukim di kota Manchester pada waktu itu. Ia menceritakan bagaimana kota tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dgngan nyata memisahkan kehidupan antara kelas rendah (para buruh yang miskin), dan kelas menengah (para manajer) serta kelas atas (pemilik industri), yang kaya. Antar kelas tersebut tidak pernah terjadi hubungan sosial, yang ada hanyalah hubungan kerja. Hubungan antara manusia yang hanya berdasarkan hubungan kerja atau produksi itu dikembangkan oleh kritisi sosial saat itu, Karel Marx, dalam pemikirannya mengenai Teori Kritis Masyarakat. Kondisi kemiskinan, lingkungan buruk, penyakit menular di perkotaan yang dialami oleh kaum buruh di kota-kota besar Eropa itu telah menimbulkan reaksi besar di bidang perencanaan kota. Pemerintah kota harus berpikir keras untuk memperbaiki lingkungan perkotaan yang buruk, tetapi hanya dengan tujuan menghindarkan masyarakat kelas atas dari wabah penyakit menular. Pada waktu yang sama muncul pula para pemikir humanis, utopis, yang mengkritisi kondisi sosial masyarakat perkotaan yang buruk. Mereka mengajukan pemikiran-pemikiran baru untuk perbaikan lingkungan permukiman para buruh miskin. Perencanaan kota yang bersifat utopis itu merupakan salah satu jenis teori perencanaan kota yang tak dapat dilupakan hingga kini, karena ternyata dalam beberapa hal sampai sekarang masih relevan. Robert Owen, Ebenezer Howard dan Patrick Geddes adalah contohcontoh utopis yang berpengaruh pada perkembangan teori perencanaan kota. Pada permulaan abad ke-19, Robert Owen, seorang industrialis dan utopis sosiaiis, bersama dengan Charles Fourier dan Saint Simon mengkritisi kondisi fisik dan sosial kota-kota besar. Robert Owen adalah orang pertama yang mempunyai pemikiran mengenai permukiman kota, karena sebelumny a par a pendahulunya bila membicarakan kota selalu memikirkannya secara keseluruhan, bukan khusus permukimannya, tetapi lebih pada bangunan- 36 Vol. 5, No. I, April2002 bangunan umum dan jalan-jalan utama. Ciri-ciri penting pemikiran utopis pada waktu itu adalah: (1) hubungan sosial baru yang lebih baik dalam masyarakat di daerah permukim an; (2) untuk pertama kalinya terdapat pemikiran perlunya bangunan-bangunan untuk kegiatan bersama dalam suatu kelompok permukiman: fasilitas umum. (Hruza,7965) Sampai sekarang, pemikiran ini masih relevan. Utopis lain, Ebenezer Howard (1850 -1926) sejak lahir telah akrab dengan pencemaran dan hubungan sosial buruk dalam sebuah kota industri besar: London. Idenya mengenai perencanaan kota ideal ditulis dalam buku Garden City of Tomorrow. 1898. Idenya mengenai Kota Taman (Garden City) yang nyaman dihuni merupakan suatu protes terhadap kepadatan berlebih di daerah perkotaan. Ia mengusulkan perencanaan kota dengan desain berbentuk konsentris yang tergambar dalam suatu diagram dan menawarkan bentuk masyarakat baru berbasis "magnit kota-desa". Idenya mengenai desentralisasi, zoning, mengintegrasikan elemen alam ke dalam kota, greenbelt dan pengembangan masyarakat kota baru yang mandiri dan berada di luar pusat kota telah menjadi dasar tradisi perencanaan kota modern. Ide Kota Taman itu kemudian untukpertama kalinya direalisasikan di Letchworth danWelwyn, tetapi kemudian menyebar ke hampir seluruh negara-negara Eropa dan Amerika serta bagian dunia lainnya (LeGates R dan Stout F,1996: haI. 345). Namun perkembangan perkotaan pada dua dekade akhir abad ke-20 memperlihatkanbahwa pemikiran mengenai zoning yang semula sangat kaku diterapkan dalam perencanaan-perencanaan kota itu mulai dipertanyakan relevansinya. Pertumbuhan penduduk dan kompleksitas kegiatan di daerah perkotaan, terutama kota-kota besar, serta perkembangan sosial masyarakat yang membutuhkan keadilan dan kesetaraan dalam mendapatkan akses pada pelayanan kota telah menyebabkan pemikiran mengenat zoning tidak diterapkan secara kaku lagi. Seorang.ilmuwan dan ahli filsafat dari Scotlandia, Patrick Geddes (1854L932), menekuni botani dan biologi, statistik dan ekonomi, serta ahli ilmu sosial dan ilmu-ilmu yang sistematik lainnya, merupakan salah seorang yang menginginkan perbaikan permukiman, terutama bagi masyarakat miskin di kota-kota besar. Ia ikut menyebarkan ide Kota Taman di seluruh dunia. Ia merintis konsep modern mengenai lingkungan hidup dengan menyatakan bahwa perencanaan harus dilakukan dalam lingkup regional dan harus berakar kuat pada kondisi geogfafi setempat Vol. 5, No. l, April2002 / lokal. Pemikirannya tersebut 37 merupakan suafu pemikiran radikal pada zamarffiya, karena pada waktu itu semua perencana kota masih meyakini bahwa dasar perencanaan kota yang utama adalah estetika dan seni. Ia juga telah memulai melakukan advokasi untuk pemberdayaan masyarakat di permukiman kumuh dalam proyek di Edinburg. Dalambukunya Cities inEoolution,lgLi,ia menulis: "slutn, semi-slum, and super-slum, to this has come the Eaolution of Cities". (LeGates R dan Stout F, 1996: hal361). Pemikiran-pemikiran P. Geddes secara luas mempengaruhi para ahli perkotaan abad ke-20, di antaranya Patrick Abercombie dan Lewis Mumford. 2.2. Era Tahun 1930 - 1950an Sebagian besar perencanaan kota sebelum Perang Dunia Kedua (PD II) sampai tahun 1950an dilakukan dengan metode perancangan(design) fisik oleh para arsitek yang menekankan rasa estetika dan keindahan seni atau oleh para insinyur (teknisi) yang ahli di bidang penerapan teknologi. Mereka mendapatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai perkotaan melalui institusi-isntitusi akademis. Ciri utama filsafat dan ilmu pengetahuan modern dianut dan tercermin jelas dalam kreasi arsitektur modern, yakni bersifat mekanistis, universalis. Arsitektur gayaintemasional(lnternational Style) dengan cepat menyebar hampir di seluruh dunia. Bangunan bertingkatyang menggunakan bahan dari beton,baja dan kaca terdapat di mana-mana, tanpa mempertimbangkan kondisi bahan bangunan, geografi maupun iklim lokal. Tak dapat dihindari lagi bahwa kemajuan teknologi dan perkembangan arsitektur modern itu juga mempengaruhi perkembangan perencanaan kota. Congres Internationaux d'Architecture Moderne (CIAM) pada L928 merupakan permulaan dari tahap akademis dari arsitektur modem. Pada CIAM 1V,1933, di Athena yang bertema "The Functional City" dicefuskan Athens Charter (Piagam Atena) dengan sebagian isinya adalah kondisi perkotaan pada saat itu dan usulan-usulan perbaikannya. Permasalahan perkotaan dikelompokkan menjadi lima, yakni (1) Permukiman, (2) Rekreasi, (3) Tempat Kerja, (4) Transportasi dan (5) Bangunan-bangunan Bersejarah. Usulan perbaikan kota tersebut bersifat dogmatis dan universal, sejalan dengan sifat ilmu pengetahuan modern. Permasalahan perkotaan dan usulan perbaikan yang digeneralisasi dan bersifat universal ifu merupakan suafu konsep sempit dahm perkembangan arsitektur dan perencanaan kota serta mengakibatkan kreatifitas seakan lumpuh selama 38 Vol. 5, No. l, April2002 hampir tigapuluh tahun, karena: (a) fungsional zoning yang kaku dalam pe.et',canaan kota, dan (b) hanya ada satu jenis / tipe perumahan dalam kota (blok-blok apartemen di daerah-daerah padat penduduk). Setelah Perang Dunia Kedua, L945, usulan-usulan Piagam Athena tetap merupakan suafu dogma untuk pembuatan cetak bru(blueprint) yanguniversal di seluruh dunia (Hatje, G, ed, 1965). Bahkan perencanaan kota di Indonesia pun tak luput dari dogma Piagam Athena, hingga kini. Le Corbusier (1887- 1969) adalah salah seorangbapak gerakan arsitektur modern d,an international style yangsangat antusias menerima jiwa filsafat dan ilmu pengetahuan modern abad ke-20 yang sangat mekanistis, bahkan bangunan perumahan modern yang dirancangnya Pun dinamakan"mqchines of liaing".OiUidang perkotaan, iamerancartg" AContemporary City ofThruMillion People" ,lgl2,yang menyebabkan orang terperangah melihat konsep pola garis (gridpattern) yangsangat kaku, deretan ruang-ruang yang identik danbentukbentuk geometris gedung pencakar langit, semuanya berkonsep mekanistis. Walaupun perencanaan kotanya tidak direalisasi, tetapi prinsip pembangunan gedung pencakar langit di taman banyak ditiru di mana-mana. Berlawanan derlgan eontumporary City oleh Le Corbusier yang prinsipnya terpusat, Frank Lloyd Wright (1,867 - 1959) dari Amerika Serikat mencetuskan pemikiran mengenai perencanaan kota yang disebut "Broadacre City" ,1935. Dengan prinsip desentralisasi, Broadacre City rnenggambarkan bagaimana seharusnya kehidupan ideal di kota dapat terjadi, sehingga tidak ada kemiskinan atau pun - kejahatan. Patrick Abercombie yang dipengaruhi oleh pemikiran Patrick Geddes, Inggris, membuat rencana pembangunan kembali kota London yang rusak beiit akibat PD II. Karyanya Greater London Plan, 1.944, jelas mempertimbangkan konsep perencanaan regional yang dirintis oleh P. Geddes. Rencina kota di atas lahan seluas 6700 krnz untuk 6 juta penduduk itu merupakan rencana terbesar pembangunan kembali sebuah kota yang berhasil direalisasikan dan hingga kini merupakan karya klasik (Htuza,J,1965). 2.3. Era Tahun 1950an - 1970an Tahun 1950an adalah era pembangunan kembali kota-kota yang rusak akibat PD II dan timbulnya kota-kota baru. Pada saat itu pertumbuhan penduduk di kota-kota negara-negara Eropa dan Amerika meningkat dengan Vol. 5, No. l, April2002 39 pesat yang menyebabkan para perencana kota menghadapi permasalahan pelik. Para ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan ikut bergabung dengan para arsitek dan insinyur dalam perencanaan kota, seperti para ahli ekonomi, geografi dan sosial serta ilmu-ilmu sistematik. Penggunaan pendekatan sistem ( systems approach) berdasarkan model matematik berkembang menggantikan perencanaan kota yang berdasarkan pada seni (*aft) dan mengandalkan intuisi. Cara peramalan(forecasting) digunakanberdasarkan data yang diproses komputer. Tetapi ter-nyata terjadi pula kegagalan-kegagalan. Kegagalan dari metode yang menggu-nakan intuisi dan seni adalah karena rencana itu digambar mendahului kebu-tuhan masyarakat yang sebenarnya. Sedangkan kegagalan metode peramalan adalah teiutama karena asumsi dan data yang salah (Ostrowski, W, 1970). Industrialisasi dan gaya hidup modern yang konsumtif berkembang dengan pesat setelah PD II dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan pembangunan masyarakat modern sangat mempengaruhi perencanaan kota. Perencanaan kota pun dipengaruhi perkembangan pemikiran pada waktu itu. Filsafat kritis, yang berkembang dari kritik ideologi Marx, merupakan salah satu aliran utama filsafat abad ke-20. Teori Kritis Masyarakat menemui jalan baru menjadi Teori Komunikasi Masyarakat yang dikembangkan oleh pemikir/ filsuf ]urgen Habermas dan kemudian berpengaruh luas dalam masyarakat de-mokratis, dimulai dari Eropa Barat dan Amerika Serikat. Kritik-kritik dilakukan secara demokratis melalui dialog-dialog emansipatoris yang bertujuan mencari perbaikan-perbaikan. Hal itu menyebabkan metode perencanaan kota berubah. Sebelumn y a p araperencana kota, yang bekerjasama dengan pemerintah kota, selalu menggunakan metode "top-dotnn" untuk mencapai tujuannya, sehingga masyarakat harus menerima apa saja yang diberikan dari atas (pemerintah). Pada tahun l97 0 an metode " b ot t om-up ", y ak rripendekatan yang mempertimbangkan aspirasi masyarakat, mulai banyak digunakan karena funfutan masyarakat demokratis dengan pemikiran yang kritis emansipatoris. Metode "bottom-up"ini menuntut para perencana kota bertindak sebagai advokator /fasilitator yang dapat berkomunikasi langsung dengan masyarakat mengenai tujuan dan rencana pembangunan yang akan melibatkan wilayah mereka. Metode ini ternyata lebih berhasil dibandingkan metode-metode lain sebelumnya. 40 Vol. 5, No. 1, April 2002 2.4. Era Tahun 1980an Hingga Kini i"r Masyarakat modern mulai dihadapkan pada krisis-krisis lingkungan sejak tahun 1970an. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang bertujuan menaklukkan alam demi kepentingan manusia telah menyebabkan kerusakan lingkungan di mana-mana. Tujuan pembangunan masyarakat modern yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan jalan memproduksi sebanyakbanyaknya barang dan bahan makanan telah menyebabkan tak terkendalinya eksploitasi sumber daya alam dan terjadinya pencemaran air, udara serta tanah. Sebagai kritik terhadap cara berpikir masyarakat modern yang anthropocentris (alam untuk kepentingan manusia) yang menimbulkan krisis lingkpngan hidup, timbul pemikiran mengenai cara pembangunan yang baru, yakni pembangunan berkelanj utan. Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm, 197 2, memperlihatkan bahwa masalah lingkungan hidup bersifat global dan untuk menyelamatkan lingkungan hidup serta semua makhluk hidup yang ada di dalamnya, maka perlu dilakukan dengan paradigmabaru, yakni paradigma pembangunan berkelanjutan. Dua puluh tahun kemudian, L992, kesepakatan mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan itu kembali diperbaharui di Rio de Janeiro dan menghasilkan Agenda 21. yang pada dasarnya adalah kesepakatan masyarakat intemasional unfuk mencapai pembangunan berkelanjutan abad ke-21". Prinsip pembangunan berkelanjutan yang telah bergaung sejak tahun 1980an dan masih mencari pemantapannya hingga kini itu tentunya juga mempengaruhi teori-teori ataupun metodemetode perencanaan kota. Dalam paradigma pembangunan berkelanjutan, semula ditekankan pentingnya ekologi dalam pertimbangan ekonomi. Namun prinsip-prinsip ekonomi modern yang telah mempertimbangkan ekologi dalam pembangunan ternyata masihbelum dapat memperbaiki kondisi lingkungan dan masyarakat di dunia ini. Lingkungan rusak, dan sebagian besar masyarakat di dunia sengsara serta meningkatnya kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin, antara kelompok masyarakat kaya dan kelompok masyarakat miskin, adalah hasil pembangunan ekonomi modern. Permukiman kumuh di negaranegara sedang berkembang atau miskin makin bertambah banyak. Tantangan bagi para perencanA kota lebih besar dan lebih sulit dibandingkan waktu yang sudah lampau: jumlah penduduk yang terus bertambah, permukiman kumuh, Vol. 5, No. I, April2002 4t kemiskinan, kekurangan airbersih, fasilitas umum dan infrastruktur kota yang tidak memadai, pencemaran air dan udara serta transportasi umum yang buruk dan rasa aman yang hilang adalah masalah-masalah kota besar yang perlu diatasi. Paradigma ekonomi dengan pertimbangan ekologi ternyata tidak cukup dapat menyelesaikan masalah-masalah pembangunan, oleh karena itu prinsip pembangunan berkelanjutan perlu diperbaharui, yakni dengan memasukkan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat, dimana proses-proses sosial diperhitungkan ke dalam pertimbangan ekologi dan ekonomi. Dengan pengetahuan mengenai proses-proses sosial, mulai dipertanyakan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya dan teori-teori me4genai etika lingkungan pun mulai berkembang. Teori-teori mengenai etika lingkungan itu berkembang menjadi gerakan yang memperjuangkan perbaikan sosial masyarakat, di antaranya masyarakat perkotaan dan tentu saja hal ini mempengaruhi perkembangan teori perencanaan kota. Salah satu etika lingkungan yang tidak hanya mengembangkan teori tetapi juga menjadi suatu gerakan adalah ekofeminisme dan bioregionalisme. Teori ekofeminisme adalah gabungan antara ekologi dan feminisme. Dari ekologi diambil prinsip interdependensi dan diversitas, sedangkan dari feminisme diambil cara-cara analisis sosial. Baik ekofeminisme maupun bioregionalisme menentang prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modem yang mekanistis, universal, dogmatis dan bebas nilai. Mereka menghargai nilai-nilai, pluralitas dan konteksfual. Mereka memperjuangkan keadilan sosial dan kesetaraan akses unfuk semua jenis kebutuhan dalam kehidupan. Sedangkan bioregionalisme menekankan pelaksanaan pembangunan berdasarkan kondisi lokal. Dalam perencanaan kota, gerakan ekofeminisme dan bioregionalisme saat ini sangat relevan sejalan dengan berkembangnya masyarakat yang demokratis dan pengembangan hubungan sosial berlandaskan komunikasi yang emansipatoris. Kegiatan perencanaan kota yang menggunakan metode advokasi serta partisipasi dan pengembangan masyarakat adalah contoh bahwa prinsip-prinsip ekofeminisme dan bioregionalisme dapat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana membangun kota yang baik untuk masyarakat masa kini dan yang akan datang. Hal ini diperkuat dengan yang tercantum dalam hasil Konferensi Habitat II,7996, yakni: o . . 42 Participatory approachto sustainablehumandeaelopment; Dialog especially withwomen; Shift ofbasicaalues:from greatness topeace,frompou)er to justice,frompride to humility. Vol. 5, No. l, April2002 3. KESIMPULAN Pada waktu permulaan industrialisasi di Eropa, kondisiburuk kehidupan kaum buruh sebagai korban pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi modemserta ind.ustri dan sistemekonomiborjuis kapitalis, telahmenyebabkan para pemikir humanis mengusulkan perbaikan-perbaikan kondisi perkotaan yang pada saat itu disebut utopia. Teori-teori perencanaan kota dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang pada zamannya dianggap utopis, tetapi pada era selanjutnya ternyata relevan untuk melakukan perbaikan-perbaikan kehidupan di perkotaan. Setelah puluhin tahun para perencana kota asyik sendiri dengan r4etodemetode perencar,uan fisik yang berdasarkan estetika dan seni, atau pun metode statistik, rn odelingdan sistem analisisberdasarkanmatematika,atan)pun dengan analisis-analisis sosial berdasarkan teori normatif dan konflik antar kelas sosial (teori Marxisme), maka sekarang, pada dua dekade akhir abad ke-20 dan permulaan abad ke-21., kegiatan pemberdayaan masyarakat (yang semula dilakukan oleh Patrick Geddes 1915) kembali menjadi fokus penting yang dicoba untuk diterapkan dalam metode dan pendekatan perencanaan kota. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sejalan dengan prinsipprinsip yang dianut oleh ekofeminisme dan bioregionalisme, ! angmerupakan etit u lingkungan dengan tujuan utama memperbaiki lingkungan hidup (perkotaan dan perdesaan) dengan jalan melakukan perubahan perilaku berdasarkan sebuah etika yang prinsip kuncinya adalah keberlanjutan. DAFTAR PUSTAKA 1. Armstrong, Susan ] and Botz\er, Richard G.1993. "Erroirontnental Ethics. Dioergence and Conaergence". MacGraw-Hill, Inc. USA. 2. Hardiman, Budi F. 1993 (Cetakan Kedua). "Kritik ldeologi. Pertautan P eng et ahu 3. an d an Kep enting an" . P enerbit Kanisius, Yo gyakarta. Hruza,J.lg6s. "TeoiMesta".NakladatelsviCeskoslovenskeAkademieVed. Praha. 4. Hatje, G. 1965. "Encyclopedia of Moiletn Architecture". Thames and Hudson, London. Vol.5,No. l,April2002 43 5. LeGates, R.T. and Stout, F.1996. "The City Reader." Routledge, London and New York. Newman, Peter. 1995.'lSustainability and the post-modern city: some guidelines for urban planning and transport practice in an age of uncertainty", Maj alah The Enoir onment alist, V olume L 5, Np. 4, W int er 19 I 5 . Editor John F. Potter. Chapman & Hall,International Thompson Publishing Services Ltd. UK. 7. 44 Ostrowski, W. 1970. " Contemporary Town Planning. Present Trends". hrternational Federation For Housing and Planning Centre De Recherche D'Urbanisme. Paris. Vol.5, No. l, April2002