501 Keragaan pertumbuhan ikan tengadak alam... (Gleni Hasan Huwoyon) KERAGAAN PERTUMBUHAN IKAN TENGADAK ALAM (HITAM) DAN TENGADAK BUDIDAYA (MERAH) (Barbonymus schwanenfeldii) DALAM PEMELIHARAAN BERSAMA PADA KOLAM BETON Gleni Hasan Huwoyon*), Irin Iriana Kusmini*), dan Anang Hari Kristanto**) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor 16151 E-mail: [email protected] **) Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 *) ABSTRAK Ikan tengadak merupakan jenis ikan endemik yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera. Pada beberapa jenis ikan, warna memiliki peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan maupun nilai jual komoditas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan ikan tengadak hitam dan merah yang dipelihara secara bersama-sama dalam kolam yang dipisah jaring berukuran 1 m3. Ikan yang digunakan berkisar antara 5–6 cm (3–5 g). Padat tebar yang digunakan sebanyak 20 ekor per wadah (10 ekor ikan tengadak hitam dan 10 ekor ikan tengadak merah) dengan ulangan sebanyak 4 kali. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial sebanyak 5% bobot badan per hari. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 30 hari selama 150 hari. Pertumbuhan diamati dengan cara menimbang bobot 10 ekor ikan tengadak untuk setiap warna yang berbeda. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa ikan tengadak merah lebih baik dibandingkan dengan Tengadak hitam untuk pertambahan panjang (merah: 2,1±0,19; hitam: 1,7±0,20), pertumbuhan mutlak (merah: 6,8±1,02; hitam: 5,6±0,30) dan laju pertumbuhan spesifik (merah: 0,65±0,06; hitam: 0,57±0,02). KATA KUNCI: warna, tengadak, Barbonymus schwanenfeldii, genetika PENDAHULUAN Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki keragaman genetik ikan yang melimpah, memiliki sungai terpanjang di Indonesia yaitu Sungai Kapuas dengan panjang 1.038 km. Potensi sektor perikanan untuk budidaya ikan air tawar seluas 11.276 ha (Rochman et al., 2008). Sutikno (1982) mengatakan bahwa produksi ikan perairan umum di Kalimantan Barat sebagian besar berasal dari Kabupaten Kapuas Hulu. Menurut Dudley (1996), Danau Sentarum seluas 80.000 ha yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu di diami oleh 218 jenis ikan, dengan tingkat produksi hasil tangkapan tiap tahun sebesar 10.000–15.000 ton. Permintaan ikan air tawar di Kalimantan Barat semakin meningkat yang diiringi dengan naiknya harga komoditas tersebut. Sedang jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan adalah ikan mas, gurame, nila, betutu, jelawat, patin, udang galah, toman, kalabau, dan ikan tengadak (Kristanto et al., 2008). Salah satu ikan endemik yang berasal dari Kalimantan Barat adalah ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii). Namun keberadaan ikan tersebut sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat penangkapan yang tidak memperhatikan tingkat kelestariannya di alam. Beberapa penangkar mulai membudidayakan benih-benih semah, kalabau, tengadak dari hasil tangkapan di alam. Untuk mendukung kesinambungan budidaya tersebut sangat dibutuhkan pasokan benih ikan yang kontinu. Padahal ketersedian benih di alam terancam punah akibat adanya pencemaran di perairan Sungai Kapuas. Namun demikian domestikasi maupun pembenihan ikan-ikan lokal tersebut belum dikuasai oleh balai-balai benih baik milik pemerintah maupun masyarakat (Asyari, 2007). Secara umum, pada beberapa spesies ikan, warna memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan serta nilai jual komoditas tersebut. Matricia et al. (1989) dalam Huwoyon & Gustiano (2008) melaporkan bahwa ada “ pleiotropic effect ” pada gen pembawa warna pada keragaan pertumbuhan ikan nila. Kasus pleiotropic effect pada berbagai ikan juga telah disampaikan oleh Clark Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 502 (1970) pada ikan “Rainbow Trout”, Barlow (1973) ikan “Midas Cichlid”, Bondari (1984) ikan “American Catfish”, dan Borowsky (1984) ikan “Sword Tail”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan ikan tengadak hitam dan merah yang dipelihara secara bersama-sama dalam kolam yang dipisah jaring berukuran 1 m3. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Pengujian pertumbuhan dilakukan di kolam beton dengan memelihara ikan uji di dalam kolam beton yang dipisah jaring berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Ikan yang digunakan rata-rata berukuran 4–5 cm (3–5 g). Padat tebar yang digunakan sebanyak 20 ekor per wadah (10 ekor ikan tengadak hitam dan 10 ekor ikan tengadak merah) dengan 4 kali ulangan. Ikan tengadak hitam yang digunakan merupakan ikan yang didatangkan dari hasil tangkapan masyarakat di Sekadau, Kalimantan Barat, sedangkan ikan tengadak merah yang digunakan didatangkan dari Depok, Jawa Barat yang merupakan hasil budidaya. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial sebanyak 5% bobot badan per hari. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 30 hari sekali selama 150 hari. Pertumbuhan ikan diamati dengan cara menimbang bobot 10 ekor ikan tengadak untuk setiap warna yang berbeda. Sebagai data penunjang, ditampilkan data kualitas air yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, kecerahan, CO2, amoniak, nitrit, dan nitrat. Pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik dan sintasan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: ΔW = Pertumbuhan mutlak Wt = Rataan pertumbuhan mutlak pada hari ke-150 Wo = Rataan pertumbuhan mutlak pada awal penelitian SGR Wt Wo t = = = = SR = Nt = No = Laju pertumbuhan spesifik (%bt/hari) Bobot ikan pada akhir penelitian (g) Bobot ikan pada awal penelitian (g) Waktu penelitian (hari) Sintasan (%) Jumlah populasi pada akhir penelitian (ekor) Jumlah populasi pada awal penelitian (ekor) HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan pengamatan pertambahan panjang dan bobot badan ikan tengadak merah menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan tengadak hitam (Tabel 1 dan 2) sedangkan pertambahan panjang dan bobot bulanan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan data yang diperoleh, ikan tengadak merah lebih baik dibanding dengan tengadak hitam untuk pertambahan panjang (merah: 2,1±0,19 cm; hitam: 1,7±0,20 cm), pertumbuhan mutlak 503 Keragaan pertumbuhan ikan tengadak alam... (Gleni Hasan Huwoyon) Tabel 1. Pertambahan panjang ikan tengadak hitam dan merah Jenis ikan tengadak Parameter Panjang awal (cm) Panjang akhir (cm) Pertambahan mutlak (cm) Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) Hitam Merah 5,2±0,11 6,8±0,09 1,7±0,20 0,18±0,02 5,2±0,09 7,3±0,19 2,1±0,19 0,22±0,02 Tabel 2. Pertumbuhan bobot ikan tengadak hitam dan merah Jenis ikan tengadak Parameter Bobot awal (g) Bobot akhir (g) Pertambahan mutlak (g) Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) Hitam Merah 4,2±0,06 9,8±0,29 5,6±0,30 0,57±0,02 4,2±0,05 11,0±1,04 6,8±1,02 0,65±0,06 8.0 Panjang badan (cm) 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 Tengadak hitam Tengadak merah 2.0 1.0 0.0 1 2 3 4 5 Sampling bulan keGambar 1. Pertambahan panjang ikan tengadak hitam dan merah 12.0 Bobot badan (g) 10.0 8.0 6.0 4.0 Tengadak hitam 2.0 Tengadak merah 0.0 1 2 3 4 5 Sampling bulan keGambar 2. Pertumbuhan bobot ikan tengadak hitam dan merah 504 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 (merah: 6,8±1,02 g; hitam: 5,6±0,30 g) dan laju pertumbuhan spesifik (merah: 0,65±0,06; hitam: 0,57±0,02). Berdasarkan hasil yang diperoleh, ikan tengadak merah (budidaya) lebih baik dibandingkan dengan tengadak hitam (alam) untuk pertambahan panjang, pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan spesifik namun tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan tengadak hitam (P>0,05), hal ini terjadi karena pada pemeliharaan secara bersama tidak terdapat kompetisi makanan yang berkaitan dengan perilaku makan dan keagresifan ikan uji yang digunakan. Romana-Equia & Doyle (1992), menekankan bahwa interaksi antara lingkungan dan strain pada ikan nila sangat berperanan dalam keragaan pertumbuhan. Huwoyon & Gustiano (2008), melaporkan bahwa ikan nila hitam memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan nila merah untuk pengujian bersama di lingkungan kolam. Pada ikan guppy, peranan warna mempengaruhi pertumbuhan, kasus tersebut dilaporkan oleh Phang & Doyle (1989). Pada penelitian sejenis menggunakan ikan mas, Gustiano (2005) melaporkan bahwa ikan mas berwarna gelap memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan mas berwarna terang. Namun pertumbuhan antara ikan mas berwarna terang dan gelap tidak berbeda nyata apabila ikan mas berwarna gelap dan terang dipelihara dalam wadah yang terpisah. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh perilaku makan ikan yang berkaitan dengan kompetisi dalam memperoleh makanan. Berdasarkan hasil ini, kemungkinan efek perilaku makan ikan tengadak merah yang merupakan hasil budidaya dan tengadak hitam yang merupakan ikan asli dari alam tidak terlalu berpengaruh dalam pemeliharaan secara bersama. Pada penelitian ini untuk data sintasan tidak terdapat perbedaan yang nyata, hal ini dikarenakan jenis ikan tengadak merah dan tengadak hitam merupakan jenis ikan omnivora yang lebih banyak mengkonsumsi tanaman air maupun jenis fitoplankton, sehingga ikan tersebut cenderung tidak menyerang jenis lainnya apabila dalam kondisi kurang pakan pada kolam pemeliharaan. Pulungan (1987) mengatakan ikan ini tergolong sebagai ikan pemakan segala makanan (omnivora) dan tidak mengganggu jenis ikan kecil di perairan di mana dia hidup Dalam usaha budidaya, kualitas air merupakan variabel yang mempengaruhi sintasan, perkembang biakan, pertumbuhan, pengelolaan, dan produksi ikan, yang meliputi suhu, oksigen terlarut, pH, serta senyawa-senyawa lainnya (Boyd, 1982). Sebagai data pendukung pada Tabel 3 ditampilkan data kualitas air selama masa pemeliharaan. Tabel 3. Kualitas air selama penelitian Parameter Suhu (°C) pH Oksigen terlarut (mg/L) Kecerahan (m) CO2 (mg/L) Amoniak (mg/L) Nitrit (mg/L) Nitrat (mg/L) Kisaran 22,2–26,2 6,9–7,3 5,96–8,76 1–1,5 1–2,9 0,05–0,15 0,03–0,04 0,3–0,9 Suhu air media pemeliharaan setiap perlakuan berkisar antara 22,2°C–26,2°C dengan kecerahan air 1–1,5 m dan pH sebesar 6,9–7,3 masih berada pada kisaran optimal untuk dapat tumbuh dan berkembang. Menurut Pulungan (1987), secara umum ikan tengadak dapat dijumpai hidup pada kedalaman 1,0–4,0 m, suhu antara 25°C–30°C, kecerahan antara 40–120 cm, pH berkisar 5–7 dengan keadaan arus lemah atau pada tempat-tempat yang merupakan lubuk. Hidup pada dasar perairan berpasir lumpur dan di tempat-tempat berbatu yang banyak ditumbuhi tanaman air. Selama penelitian kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 5,96–8,76 mg/L, amoniak 0,05–0,15 mg/L, menurut Boyd (1982), kandungan oksigen terlarut di atas 4 mg/L masih sangat 505 Keragaan pertumbuhan ikan tengadak alam... (Gleni Hasan Huwoyon) mendukung untuk reproduksi dan pertumbuhan ikan sedangkan kandungan amoniak masih berada di bawah kisaran akut sebesar 0,1–1,3 mg/L, demikian juga kandungan CO2, nitrit, dan nitrat masih berada di bawah kisaran normal. KESIMPULAN Ikan tengadak merah (budidaya) memiliki pertumbuhan baik panjang maupun bobot badan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan tengadak hitam (alam) pada ukuran 5–6 cm (3–5 g) setelah dipelihara selama 150 hari untuk pertambahan panjang (merah: 2,1±0,19 cm; hitam: 1,7±0,20 cm), pertumbuhan mutlak (merah: 6,8±1,02 g; hitam: 5,6±0,30 g) dan laju pertumbuhan spesifik (merah: 0,65±0,06; hitam: 0,57±0,02). DAFTAR ACUAN Asyari. 2007. Jenis Ikan, Fungsi dan Peraturan di Suaka Perikanan (Danau Lindung) Empangau Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Prosiding seminar Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, hlm. 1-9. Barlow, G.W. 1973. Competition Between Color Morph of Polychromatic Midas Cichlid (Cichlosoma citrinellum). Science, 179: 106–107. Bondari, K. 1984. Comparative Performance of Albino and Normally Pigmented Channel Catfish in Tanks, Cages and Ponds. Aquaculture, 37: 293–301. Borowsky, R. 1984. The Evolutionary Genetics of Xiphophorus. In Evolutionary Genetics of Fishes (Editor: B.J. Turner). Plenum Press, New York, USA, p. 235–310. Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management in Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Company. Amsterdam-Oxford-New York, p. 301. Clark, F.H. 1970. Pleiotropic Effect of the Gene for Golden Color in Rainbow Trout. J. Heredity, 61: 8– 10. Dudley, R.G. 1996. The Fishery of Danau Sentarum Wildlife Reserve. West Kalimantan. Indonesia. A.W.B. Bogor. Indonesia, p. 1–10. Gustiano, R. 2005. Color Polymorphisms on Common Carp Cultured in Indonesia. Zuriat, 16: 85–93. Huwoyon, G.H. & Gustiano, R. 2008. Uji Keragaan Ikan Nila Merah dan Hitam (Oreochromis niloticus) dalam Pemeliharaan Secara Bersama di Kolam. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Kristanto, A.H., Asih, S., Sukadi, M.F., & Yosmaniar. 2008. Prospek Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura Blkr), Tenggalan (Puntius bulu) dan Tengadak (Puntius sp.) Sebagai Ikan Budidaya Baru. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2008. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, hlm. 133–135. Matricia, T., Talbot, A.J., & Doyle, R.W. 1989. Instantaneous Growth Rate of Tilapia Genotypes in Undisturbed Aquaculture Systems I. “Red” and “Grey” Morphs in Indonesia. Aquaculture, 77: 295– 302. Phang, V.P.E. & Doyle, R.W. 1989. Analysis of Early Growth of Guppy Strains (Poecilia reticulata). Theoritical Applied Genetics, 77: 645–650. Pulungan, C.P. 1987. Potensi Budidaya Ikan Kapiek dari Sungai Kampar Riau. (Tidak diterbitkan). Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru, 73 hlm. Rochman, A., Wahyutomo, Riva’i, E., Darsono, A., Suryaman, & Helmiansyah. 2008. Domestikasi Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura Blkr) dalam Karamba Apung yang Dipelihara di Perairan Umum. Seminar Indoaqua. Yogyakarta. Romana-Equia, M.R.R. & Doyle, R.W. 1992. Genotype Environment Interaction in the Response of Three Strains of Nile Tilapia to Poor Nutrition. Aquaculture, 108: 1–12. Sutikno. 1982. Status Perikanan Perairan Umum Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, hlm. 107–114.