” Training “Advanced Geothermal Reservoir Engineering, 6-17 Juli 2009 KARAKTERISASI RESERVOIR PANAS BUMI Nenny Miryani Saptadji Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung, Indonesia [email protected] 1. PENDAHULUAN Karakterisasi reservoir dan potensi dari suatu reservoir panas bumi perlu dievaluasi pada setiap tahap kegiatan, yaitu mulai dari tahap survey pendahuluan, ekplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap eksploitasi dan saat pemanfaatannya. Ketersediaan data tergantung dari kegiatan yang telah dilaksanakan, semakin banyak kegiatan yang telah dilakukan, semakin banyak data yang diperoleh, semakin baik tingkat kepastian dan semakin kecil resiko yang akan dihadapi. Secara garis besar data lapangan yang diperoleh terdiri data geologi, geokimia, geofisika dan data sumur, apabila telah dilakukan pemboran sumur, meliputi data pemboran serta data hasil pengukuran dan pengujian sumur. Evaluasi data dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai sistim di bawah permukaan, antara lain kedalaman, jenis, tekanan dan temperatur, ketebalan dan luas reservoir, sifat batuan dan sifat fluida yang terkandung di dalamnya, serta untuk mendapatkan gambaran mengenai sistim dibawah permukaan atau model konseptual, serta untuk memperkirakan besarnya sumberdaya, cadangan, potensi listrik dan kemampuan reservoir untuk berproduksi dan memasok uap yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik selama minimal 25 tahun. Bab ini membahas tentang karakterisasi reservoir panas bumi dan beberapa metoda yang umum digunakan dalam mengevaluasi karakterisasi reservoir panas bumi serta memperkirakan besarnya sumberdaya dan cadangan (potensi listrik), 2. KARAKTERISASI RESERVOIR PANAS BUMI Ada beberapa jenis reservoir panas bumi, yaitu reservoir hidrothermal (hydrothermal reservoir), reservoir bertekanan tinggi (geopressured reservoir), reservoir batuan panas kering (hot dry rock reservoir) dan reservoir magma (magma reservoir) (Edwards, Chilingar. et al., 1982).. Dari keempat reservoir tersebut, reservoir panas bumi yang paling banyak dimanfaatkan hingga saat ini adalah reservoir dari sistim hidrothermal, yaitu sistim panas bumi dimana reservoirnya mengandung uap, air atau campuran keduanya, tergantung tekanan dan temperatur reservoirnya. Apabila temperatur reservoir lebih rendah dari temperatur saturasi atau temperatur titik didih air pada tekanan reservoir tersebut, maka maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air. Apabila temperatur lebih tinggi dari temperatur saturasi atau temperatur titik didih air pada tekanan reservoir tersebut, maka fluida hanya terdiri satu fasa saja, 1 Nenny Miryani Saptadjil yaitu uap. Pada kondisi tersebut, uap disebut sebagai superheated steam. Apabila tekanan dan temperatur reservoir sama dengan tekanan dan temperatur saturasi air maka fluida terdiri dari dua fasa, yaitu campuran uap dan air. Sistim hidrothermal yang telah ditemukan dan dimanfaatkan saat ini umumnya terletak diperbatasan lempeng tektonik (Gambar 1), antara lain sistim hidrothermal di Italy, New Zealand, Indonesia, Phillipina, Jepang, Amerika, Mexico, El Savador dan beberapa negara lain. Sistim ini diperkirakan terbentuk karena interaksi lempeng-lempeng tektonik yang merupakan bentangan batuan setebal 64 - 145 km yang mengapung di atas astenosfer. Lempeng-lempeng ini bergerak secara perlahan-lahan dan menerus. Di beberapa tempat lempeng-lempeng bergerak memisah sementara di beberapa tempat lainnya lempeng-lempeng saling mendorong dan salah satu diantaranya akan menujam di bawah lempeng lainnya (Gambar 2). Karena panas di dalam astenosfere dan panas akibat gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh, mempunyai temperatur tinggi (proses magmatisasi). Adanya batuan panas ini menyebabkan gradien temperatur di daerah tersebut menjadi lebih besar dari gradien tempetatur rata-rata, sehingga dapat mencapai 70-800C/km, bahkan di suatu tempat besarnya gradien temperatur sangat tinggi sekali hingga besarnya tidak lagi dinyatakan dalam 0C/km tetapi dalam 0C/cm. White (1967) berpendapat, bahwa fluida panas bumi yang terkandung dalam reservoir hidrothermal berasal dari air permukaan, antara lain air hujan (air meteorik) yang meresap masuk ke bawah permukaan dan terpanaskan oleh suatu sumber panas (Gambar 2). Air tersebut akan masuk melalui rekahan-rekahan kedalam batuan permeabel. Apabila disekitar batuan tersebut terdapat sumber panas, maka panas akan dirambatkan melalui batuan (secara konduksi) dan melalui fluida (secara konveksi). Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Batuan pada sistim hidrothermal umumnya merupakan batuan rekah alam. Apabila struktur geologi memungkinkan maka air tersebut akan mengalir melalui rekahan-rekahan dan atau batuan permeabel, dan kemudian muncul di permukaan. Perubahan fasa mungkin saja terjadi dalam perjalanannya ke permukaan, yaitu pada saat temperatur air telah mencapai temperatur saturasinya atau temperatur titik didihnya. Bila hal itu terjadi maka fluida akan berupa campuran uap-air atau mungkin berupa uap satu fasa saja. Hal ini menyebabkan jenis-jenis manifetasi panas bumi permukaan (geothermal surface manifestation) menjadi sangat beragam, ada mata air panas, geyser atau mata air panas yang menyembur ke permukaan hingga ketinggian mulai dari satu meter hingga beberapa puluh meter setiap selang waktu mulai dari beberapa menit hingga beberapa jam atau beberapa hari, kolam lumpur panas (mud pools), kolam air panas, serta manifestasi panasbumi lainnya yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda-beda walaupun letaknya berdekatan. Keanekaragaman sifat batuan dan intensitas panas menyebabkan sistim panas bumi mempunyai karakateristik yang unik, yaitu berbeda satu dengan lainnya, tidak hanya jenis-jenis manifestasi permukaan dan karakteristik reservoirnya, tetapi juga dari kandungan kimia dalam air dan gas. Air meteorik (permukaan) yang masuk ke bawah permukaan melalui daerah resapan, karena terpanaskan oleh sumber panas dapat berubah komposisinya. Disamping itu batuan yang terpanaskan tentunya akan mengalami perubahan bila ada mineral batuan yang ikut larut bersama air yang melaluinya. Selain itu air 2 Nenny Miryani Saptadjil panas dalam perjalanannya ke permukaan juga dapat mengalami perubahan fasa sehingga menjadi fluida dua fasa, yaitu campuran uap air. Fluida panas tersebut dapat juga bercampur dengan fluida lainnya, misalnya dengan fluida magmatik (termasuk gas-gas yang berasal dari magma) dan air dingin dari sumber lain. Komposisi fluida panas juga akan berubah akibat oksidasi di dekat permukaan. Dilihat dari konsentrasi ion yang terkandung didalam air, para ahli membedakan air panas bumi menjadi empat, yaitu air Alkali Klorida, air Asam Sulfat, air Asam Sulfat-Klorida dan air Bikarbonat [6]. Air Alkali Klorida dicirikan oleh kandungan Chlorida yang tinggi, kandungan Na dan K juga tinggi, kandungan SiO2 cukup tinggi (tergantung temperatur) dan pH sekitar 6 – 7. Sebagai contoh pada Tabel 1 diperlihatkan kandungan kimia air yang berbeda-beda dari sumur (di permukaan dan di bawah permukaan) dan dari beberapa mata air di lapangan Cerro Prieto, Mexico. Gambar 1 Lempeng-lempeng Tektonik Gambar 2 Proses Pergerakan Lempeng Tektonik (Gambar dari Geothermal Education Office) dan Model Sistim Hidrothermal dari White (1967). 3 Nenny Miryani Saptadjil Tabel 1 Contoh Kandungan Kimia Dalam Air yang Berasal Dari Diambil Dari Sumur dan Beberapa Mata Air Panas di Lapangan Cerro Prieto Mexico Depth (m) Temp. oC pH SiO2 Ca Mg Na K Li HCO3 SO4 C1 F B Sumur M-26 dipermukaan 100 8.0 1156 971 1 10467 2544 23.8 46 <6 19548 22 CERRO PRIETO (MEXICO) Sumur M-26 dibawah Mata Air Mata Air permukaan Panas 41 Panas 49 1240 292 40 57 2.4 6.5 705 247 45 592 407 283 0.6 87 20 6382 4100 1350 1551 1010 233 14.5 12.1 4.4 28 0 128 <3.5 690 960 11918 8410 2930 13.4 - Mata Air Panas 54 98 7.4 92 492 38 3700 400 8 42 130 6700 - Air Asam Sulfat dicirikan oleh kandungan ion Sulfat (SO4- ) yang tinggi, kandungan Chlorida (Cl-) dan Karbonat (CO3-) yang sangat rendah dan pH rendah, yaitu sekitar 2-3. Air Asam Sulfat-Klorida dicirikan oleh kandungan ion Sulfat (SO4-) dan Chlorida (Cl-) yang tinggi dan pH sekitar 2-5. Air Karbonat dicirikan oleh kandungan ion Karbonat (CO3-) yang tinggi, kandungan Chlorida (Cl-) rendah dengan pH sekitar 5-6. Para ahli panas bumi pada prinsipnya sependapat dengan White (1967) bahwa sistim hidrotermal mempunyai empat komponen utama, yaitu sumber panas, daerah resapan untuk menangkap air hujan dan atau air lelehan salju (air meteorik), batuan reservoir yaitu batuan tempat fluida (umumnya air) panas terakumulasi dan fluida/air yang membawa panas dari reservoir ke permukaan bumi. Menurut Lawless (2008), sumber panas adalah intrusi batuan beku, diperkirakan terdapat pada kedalaman 2 – 5 km. Komposisi intrusi bisa granit atau gabro, tapi yang umum adalah diorit. Host rocks umumnya batuan volkanik. Temperatur reservoir tergantung dari intensitas panas yang merambat dari batuan sumber panas, sifat termal batuan, seperti kemampuan batuan merambatkan panas dan menyimpan panas (konduktivitas dan kapasitas panas batuan), kemampuan batuan mengalirkan fluida (permeabilitas batuan). Karena keanekaragaman sifat batuan, tentunya temperatur dari satu tempat ke tempat lain tidak sama, unik, dalam satu reservoir temperatur tidak homogen dan juga berbeda antara satu reservoir dengan reservoir lainnya. Berdasarkan pada besarnya temperatur, Hochstein (1990) mengelompokan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu: 1. Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur diatas 2250C. 2. Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C. 4 Nenny Miryani Saptadjil 3. Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C. Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim dua fasa dapat merupakan sistem sistem dominasi uap atau dominasi air. Sistim satu fasa merupakan suatu sistim dimana batuan reservoirnya seluruhnya terisi oleh air. Walaupun reservoir hanya mengandung air, kehilangan tekanan yang terjadi dari dasar sumur hingga ke permukaan dapat menyebabkan fluida produksi di permukaan terdiri dari dua fasa, yaitu .campuran uap air. Sistim dominasi uap merupakan suatu sistim dimana kandungan fasa uap di dalam reservoir lebih banyak atau lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya. Sistim dominasi uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai di dunia. Beberapa sistim dominasi uap yang telah ditemukan dan dimanfaatkan adalah di Larderello (Italy), the Geyser (USA), Kamojang (Indonesia) dan Darajat (Indonesia). White et al. (1971) memperkirakan dibawah reservoir dominasi uap terdapat batuan yang berisi air mendidih (boiling brine) [7].. Uap dari air mendidih ini bergerak ke atas dan masuk kedalam reservoir dominasi uap. Uap yang ringan cenderung bergerak terus keatas. Adanya batuan dengan permebilitas rendah di bagian atas reservoir menghambat aliran uap. Kondensasi terjadi karena uap kontak dengan batuan yang mempunyai temperatur lebih rendah. Kondensat karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah. Kondensat tersebut akan meningkat kembali temperaturnya setelah kontak kembali dengan sumber panas. Menurut Grant et al (1982), ada pendapat lain mengenai sistim dominasi uap, yaitu dari D’Amor dan Truesdell (1979) [7]. Mereka berpendapat bahwa aliran uap dari boiling zone, yaitu batuan berisi air mendidih, terjadi hanya pada area atau tempat terbatas (Gambar 3). Batuan sumber panas terbatas tidak mencakup seluruh area reservoir. Dari tempat tersebut uap masuk kedalam reservoir dan mengalir secara lateral. Karena kontak dengan batuan berpemabilitas rendah, terjadi kehilangan panas karena konduksi dan terjadi kondensasi. Kondensat akan cenderung mengalir ke bawah dan selanjutnya menjadi panas kembali setelah kontak dengan sumber panas. (a) (b) Gambar 3 (a) Model Sistim Dominasi Uap dari White (1971) dan (b) Model Sistim Dominasi D’Amor dan Truesdell (1979 dari Grant et al, 1982) Sistim dominasi air merupakan sistim panas bumi yang telah banyak ditemukan dan dimanfaatkan di dunia. Dalam sistim ini kandungan air dalam reservoir lebih banyak atau lebih dominan bila dibandingkan 5 Nenny Miryani Saptadjil dengan kandungan uapnya. Beberapa sistim dominasi uap yang telah ditemukan dan dimanfaatkan adalah di lapangan Wairekai (New Zealand), Cerro Prieto di Mexico , Krafla di Iceland, Olkaria di Kenya, Nesjavellir juga di Iceland, Tongonan di Phillipines, lapangan Broadlands atau Ohaaki. Tabel 2 Data Geokimia Air dari Beberapa Manifestasi Panas Bumi Permukaan di Orakei Korako (New Zealand) dan Perkiraan Temperature Bawah Permukaan dengan Silika Geothermometer (Bignall, 1994) SPRING No. Tanggal Pengukuran T (oC) Laju alir air (ltr/dtk) PH (18oC) Li+ Na+ K+ Rb+ Cs+ Mg2+ Ca2+ SiO2 B NH3 FClSO42HCO3Silica Geothermometer (water equilibrium) 970 24-6-1980 52 15 7.4 0.5 113 3 0.02 < 0.01 0.47 3.4 112 <2 0.11 2.2 41 20 189 661 Thn 1960 50 5 7.2 0.8 155 6 1.1 5.7 110 0.6 0.1 1.2 50 9 378 95 24-6-1980 95 Variabel 8.6 3.8 334 43 0.45 0.56 < 0.02 1.8 354 2 0.1 10.1 314 79 253 95 Thn 1960 99 0.5-1.0 8.7 5.2 390 43 1.1 1.1 210 3.4 0.15 8 312 132 336 98 24-6-1980 83 7 7.4 3.6 300 44 0.45 0.55 0.13 2 333 <2 0.1 9.8 304 111 188 120 24-6-1980 98 3.2 8.8 4 324 49 0.48 0.58 < 0.02 1.6 392 3 < 0.1 10.1 322 100 224 144oC 143oC 223oC 183oC 218 oC 231 oC Ada beberapa data yang sering digunakan sebagai sebagai dasar perkiraan awal tentang jenis reservoir, antara lain adalah dari sifat air dan kandungan kimia air permukaan. Mata air panas yang bersifat netral (pH~7) biasanya merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi dominasi air. Mata air panas yang bersifat netral, yang merupakan manifestasi permukaan dari sistim dominasi air, umumnya kandungan Chloridanya (Cl) relatif tinggi dan jenuh dengan silika (SiO2). Disamping itu air tersebut umumnya jemih dan berwarna kebiruan. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar umumnya di sekitar mata air panas tersebut terbentuk teras-teras silika yang berwarna keperakan (silica sinter terraces atau sinter platforms). Sebaliknya, mata air panas yang bersifat asam biasanya merupakan manifestasi permukaan dari suatu sistim panasbumi yang didominasi uap. Mata air panas yang bersifat asam umumnya tidak terlalu jernih (keruh), kadang berlumpur dan kehijau-hijauan. Air tersebut diperkirakan berasal dari air tanah yang menjadi panas karena pemanasan oleh uap panas. Sifat asam ini disebabkan karena tejadinya oksidasi H2 didalam uap panas. Sebagai contoh, data geokimia air pada Tabel 2 dari beberapa mata air panas di Orakei Korako, New Zealand umumnya mempunyai pH air netral dan 6 Nenny Miryani Saptadjil kandungan Silika relatif tinggi. Dari data tersebut diperkirakan sistim panas bumi di area tersebut adalah sistim dominasi air, Temperatur di bawah permukaan dapat diperkirakan dari data kimia air dengan geothermometer, antara lain Silika (Si) Geothermometer, Sodium-Potasium (Na-K) geothermometer, Sodium-PotasiumCalcium (Na-K-Ca) geothermometer. Sebagai contoh pada Tabel 2 diperlihatkan hasil perkiraan temperatur dengan Silika geothermometer yang mengindikasikan adanya zona temperatur tinggi (T > 225oC) di area panas bumi Orakei Korako, New Zealand. Tabel 3 Data Geokimia Air dari Beberapa Manifestasi Permukaan di Area Panas Bumi Orakei Orakei (New Zealand) dan Perkiraan Temperature Bawah Permukaan dengan Geothermometer Lain (Bignall, 1994) 970 661 95 95 98 120 203 24-6-1980 Thn 1960 24-6-1980 Thn 1960 24-6-1980 24-6-1980 20-6-1980 52 50 95 99 83 98 97 15 5 variabel 0.5-1.0 7 3.2 0.02 PH (18 C) 7.4 7.2 8.6 8.7 7.4 8.8 9.6 Li+ 0.5 0.8 3.8 5.2 3.6 4 2.7 113 155 334 390 300 324 265 3 6 43 43 44 49 32 + 0.02 - 0.45 - 0.45 0.48 0.35 + < 0.01 - 0.56 - 0.55 0.58 0.51 Mg2+ 0.47 1.1 < 0.02 1.1 0.13 < 0.02 0.02 Ca2+ 3.4 5.7 1.8 1.1 2.0 1.6 1.6 SiO2 112 110 354 210 333 392 232 B <2 0.6 2 3.4 <2 3 5 NH3 0.11 0.1 0.1 0.15 0.10 < 0.1 0.15 F- 2.2 1.2 10.1 8 9.8 10.1 8.7 41 50 314 312 304 322 265 Tanggal Pengukuran T (oC) Laju alir air (ltr/dtk) o Na + K+ Rb Cs Cl - SO4 2- 20 9 79 132 111 100 102 189 378 253 336 188 224 138 T (SiO2) 144 143 222 185 222 230 190 T (KMg) 75 82 218 138 178 224 204 T (NaKCa) 118 142 234 233 239 246 226 T (NaK) 90 115 222 205 238 241 215 HCO3Geotemperatures Kajian lebih lanjut dengan menggunakan data geokimia dari sejumlah mata air panas lain dan dengan menggunakan geothermeter lain (Tabel 3) juga mendukung hasil kajian sebelumnya. Agar temperatur hasil perhitungan dengan geothermal merepresentasikan kondisi sebenarnya, data perlu diperiksa terlebih dahulu ion balance-nya. Ion balance merupakan salah satu cara untuk mengecheck baik tidaknya hasil analisa kimia yang dilakukan. Caranya adalah dengan membandingkan jumlah konsentrasi molal ion 7 Nenny Miryani Saptadjil positive dikalikan dengan masing-masing valensinya dengan jumlah konsentrasi molal ion positive dikalikan dengan masing-masing valensinya. Pada saat pemboran, ahli geologi umumnya memperkirakan temperatur dari mineral-mineral tertentu. Ada sejumlah mineral yang merupakan indikator dari temperatur tinggi dibawah permukaan, antara lain epidote, actinolite dan biotite. Epidote mengindikasikan temperatur sekitar 220oC, actinolite sekitar 300oC dan biotite sekitar 325 oC (Hoagland and Elders, 1978). Apabila telah dilakukan pemboran sumur, temperatur dan tekanan dibawah permukaan dapat diketahui dari landaian temperatur dan tekanan hasil pengukuran di lapangan. Sebagai contoh pada Gambar 4 diperlihatkan landaian temperatur dan tekanan di empat sumur eksplorasi yang dibor di area panas bumi Orakei Korako, New Zealand..Landaian temperatur dan tekanan di satu sumur berbeda dengan sumur lainnya. Landaian temperatur mengindikasikan adanya zona temperatur tinggi (>225oC). Gambar 4 Landaian Tekanan dan Temperatur di Sumur-sumur Eksplorasi di Area Panas Bumi Orakei-Korako, New Zealand. Sumber data: Bignall, 1994 Apabila telah dilakukan pemboran sumur, jenis reservoir/sistim panasbumi dapat diperkirakan dari landaian tekanan dan temperatur hasil pengukuran di dalam sumur. Dari data tekanan dan dengan menggunakan Tabel Uap [12], selanjutnya ditentukan temperatur saturasi atau temperatur titik didih. 8 Nenny Miryani Saptadjil Temperatur saturasi kemudian diplot terhadap kedalaman. Kurva biasa disebut sebagai “Kurva BPD”, dimana BPD adalah singkatan dari Boiling Point with Depth. Penentuan jenis reservoir selanjutnya ditentukan dengan cara sebagai berikut: 1. Apabila landaian temperatur dari pengukuran di sumur terletak di sebelah kiri kurva BPD, maka fluida hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air. 2. Apabila landaian temperatur dari pengukuran sumur terletak disebelah kanan dari kurva BPD, maka fluida hanya terdiri satu fasa saja, yaitu uap. 3. Apabila landaian temperatur berimpit dengan kurva BPD maka fluida terdiri dari dua fasa, yaitu uap dan air. Sebagai contoh pada Gambar 5 diperlihatkan landaian temperatur dan kurva BPD di empat sumur eksplorasi yang dibor di area panas bumi Orakei Korako, New Zealand. Semua landaian temperatur terletak disebelah kiri kurva BPD, mengindikasikan fluida dibawah permukan hanya terdiri dari satu fasa saja, yaitu air. Gambar 5 Perbandingan Temperatur di Sumur-sumur Eksplorasi dengan Kurva Titik Didih atau Boiling Point With Depth (BPD). Sumber data: Bignall, 1994 Dalam sistim satu fasa, landaian tekanan meningkat dengan kedalaman, tapi apabila dalam suatu sistim satu fasa uap, landaian tekanan dan temperatur relatif tidak berubah dengan kedalaman. Contoh landaian tekanan dan temperatur diperlihatkan pada Gambar 6. 9 Nenny Miryani Saptadjil Gambar 6 Contoh Landaian Tekanan dan Temperatur di Reservoir Dominasi Uap [Grant, 1982) Kedalaman rekahan atau feed zone atau feed point dapat diperkirakan pada waktu pemboran dan dari data hasil pengujian sumur, yaitu uji hilang air water loss test dan uji aliran (flow test). Pada waktu pemboran, adanya rekahan dapat diindikasikan oleh dua hal, yaitu terjadinya hilang sirkulasi lumpur (lost of circulation), dimana lumpur atau fluida pemboran masuk kedalam formasi, atau oleh adanya peningkatan kandungan Klorida di dalam lumpur (Gambar 7). Kepastian adanya rekahan diperoleh dari uji hilang air atau water loss test , yaitu pengujian yang dilakukan dengan cara menginjeksi air dingin dengan laju tetap dan mengukur besarnya tekanan dan temperatur didalam sumur guna mengetahui profil (landaian) tekanan dan temperatur pada waktu dilakukan injeksi. Sebagai contoh pada Gambar 8 diperlihatkan landaian temperatur di sebuah sumur di East Mesa dan sumur BRI14, Broadlands (New Zealand) pada waktu injeksi air dilakukan. Perubahan gradien temperatur secara tiba-tiba pada kedalaman 2250 m di sumur East Mesa merupakan indikasi terjadinya hilang air pada kedalaman tersebut dan dan perubahan gradien temperatur secara tiba-tiba pada kedalaman 900 m di sumur BRI14 merupakan indikasi terjadinya hilang air pada kedalaman tersebut. Gambar 7 Perkiraan Kedalaman Rekahan dari Kandungan Klorida Pada Waktu Pemboran (PERTAMINA) 10 Nenny Miryani Saptadjil Gambar 8 (a) Landaian temperatur di sumur East Mesa (b) Landaian temperatur di sumur BRI14, Broadlands (Grant et al., 1982) 3. KARAKTERISASI RESERVOIR PANAS BUMI DI INDONESIA Survei (penyelidikan) pendahuluan yang telah dilakukan di Indonesia pada tahun 1972 mengindikasikan adanya 217 area prospek panas bumi yang tersebar hampir diseluruh wilayah kepulauan Indonesia, kecuali Kalimantan (Gambar 9). Penyelidikan terus dilakukan dan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menyatakan bahwa status saat ini sebagai berikut. Ada 256 area prospek panas bumi di Indonesia, yaitu 84 area di Pulau Sumatera, 76 area di Pulau Jawa, 51 area di Pulau Sulawesi, 21 area di Nusatenggara, 3 area di Irian Jaya, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistem panas bumi di Indonesia umumnya sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (125-225oC). sehingga sangat potensial apabila diusahakan untuk pembangkit listrik. Gambar 9 Penyebaran Panas Bumi di Indonesia (Sumber DESDM) 11 Nenny Miryani Saptadjil Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut [9]. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia (Gambar 1). Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng India-Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 - 210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal. Sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunung api andesitisriolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat andesitis-basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi di ujung utara Pulau Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan di Pulau Jawa. Akibat dari sistim penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber-sumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung-gunung api muda. Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sistim panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistim patahan regional yang terkait dengan sistim sesar Sumatera, sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistim panas buminya lebih dikontrol oleh sistim pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistim depresi kaldera yang terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan gunung api yang intensif dan ekstensif. Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa kali deformasi tektonik atau pensesaran setidak-tidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini menyebabkan terbentuknya porositas atau permeabilitas sekunder pada batuan sedimen yang dominan yang pada akhirnya menghasilkan permeabilitas reservoir panas bumi yang besar, lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas reservoir pada lapangan-lapangan panas bumi di Pulau Jawa ataupun di Sulawesi. Dilihat dari karakteristiknya sistim panas bumi yang terletak pada jalur gunung api di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusatenggara, Maluku dan ujung utara Pulau Sulawesi umumnya mempunyai temperatur yang cukup tinggi yang berkaitan dengan kegiatan gunung api muda. Pada daerah ini, sistim panas bumi dapat diklasifikasikan kedalam 2 katagori: sistim panas bumi yang berkaitan dengan gunung api aktif saat sekarang (resen) dan sistim panas bumi yang berkaitan dengan gunung api kuarter yang sudah tidak aktif dan berumur lebih tua. − Sistim panas bumi yang berkaitan dengan gunung api aktif saat sekarang umumnya mempunyai temperatur tinggi dan kandungan gas magmatik yang cukup besar serta permeabilitas bawah 12 Nenny Miryani Saptadjil permukaan yang relatip kecil. Dilihat dari pelamparannya sistim panas bumi ini tidak terhampar luas dan hanya terbatas di sekitar cerobong gunung apinya. − Sistim panas bumi pada katagori kedua yang berasosiasi dengan aktifitas vulkanik kuarter mempunyai pelamparan prospek yang luas dan permeabillitas reservoir yang lebih besar yang diakibatkan oleh perkembangan struktur geologi yang sudah matang (mature). Dari hasil hasil kajiannya, Budihardi (1998) menyimpulkan bahwa: − Sistim panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api berumur lebih kecil dari 400.000 tahun umumnya mempunyai temperatur tinggi. − Sistim panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api yang berumur lebih tua umumnya mempunyai temperatur <200°C. Di daerah lainnya seperti Sulawesi tengah, tenggara, selatan dan Irian Jaya, manifestasi panas di permukaan bersumber dari air meteorik yang terpanasi oleh sistim gunung api tua atau terpanasi oleh sumber panas yang dihasilkan oleh energi mekanis pensesaran. Sistim panas bumi yang berkaitan dengan sistim ini akan mempunyai temperatur fluida reservoir yang rendah. Sistim panas bumi di Indonesia dapat dibagi kedalam dua katagori: sistim dominasi uap dan sistim dominasi air panas. Dua lapangan yang telah terbukti termasuk kedalam sistim dominasi uap yaitu lapangan Kamojang dan Darajat yang keduanya terletak di Pulau Jawa. Kedua lapangan ini dicirikan oleh temperatur reservoir antara 230°C sampai 246°C (Kamojang) dan antara 230°C sampai 250°C (Darajat) dengan kedalaman puncak reservoir panas bumi Kamojang rata-rata berkisar antara 800 m sampai 1200 m dan sekitar 700 m sampai 1000 m untuk lapangan Darajat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa reservoir sistim dominasi uap di Indonesia mempunyai temperatur reservoir yang hampir homogen antara 230°C sampai 250°C dengan kedalaman puncak reservoir yang relatif dangkal 700 sampai 1200 m, jauh lebih dangkal dari reservoir panas bumi sistim dominasi air. Gambar 10. Model Sistim Dominasi Uap di Lapangan Kamojang – Jawa Barat [Hochstein, 1982) Melalui model konseptual pada Gambar 10, Hochstein (1982) menyatakan bahwa di lapangan dominasi uap Kamojang, reservoir terdapat pada kedalaman 500 – 2000 meter dan mempunyai temperatur 13 Nenny Miryani Saptadjil 235-245oC. Uap diperkirakan berasal dari batuan dibawahnya yang berisi air dalam keadaan mendidih (boiling zone). Uap di dalam reservoir cenderung bergerak keatas dan berubah menjadi kodensat di bagian atas reservoir. Lapangan-lapangan panas bumi yang sudah atau sedang dikembangkan dan termasuk kedalam sistim dominasi air terdiri dari lapangan Dieng, G. Salak, Patuha, Bali, Karaha, Wayang-Windu, Ulubelu, Sibayak dan Sarulla. Survei eksplorasi panas bumi di daerah lainnya secara keseluruhan memperlihatkan sistim air panas. Temperatur reservoir pada sistim ini sangat bervariasi dan sering mencapai lebih besar dari 300°C dengan landaian tekanan dikontrol oleh tekanan hidrostatik. Reservoir umumnya diisi oleh air panas NaCl. Pada lapangan-lapangan sistim air panas tersebut di atas, temperatur reservoir bervariasi dari 200°C sampai maksimum 347°C. Sumur-sumur produksi yang menembus reservoir air panas pada lapangan-lapangan tersebut menghasilkan fluida dua fasa. Kedalaman puncak reservoir pada lapanganlapangan tersebut bervariasi dari 1000 m sampai 1500 m untuk lapangan panas bumi di Sumatera (Sibayak, Sarulla, Ulubelu) dan berkisar antara 1000 m sampai 2500 m untuk lapangan panas bumi di Pulau Jawa, Bali dan Sulawesi. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] Bignall, G. (1994): Thermal Evolution and Fluid-Rock Interactions in the Orakei Korako-Te Kopia Geothermal System, Taupo Volcanic Zone, New Zealand, Ph.D Thesis, University of Auckland, 400 pp. Bodvarsson G.S. and Whiterspoon P.A. (1989): Geothermal Reservoir Engineering, Geotherm. Sci. & Tech., Volume 2(1) pp. 1-68. Edwards, L.M., Chilingar, G.V. et al., Editors (1982): Handbook of Geothermal Energy, Gulf Publishing Company, 1982, Chapter 2 Grant, M.A., Donaldson, I.G. and Bixley, P.F. (1982) Geothermal Reservoir Engineering. Academic Press., New York, 3669 pp. Nenny Miryani Saptadji (2001): Teknik Panas Bumi, Diktat Kuliah Prodi Teknik Perminyakan, Penerbit ITB O’Sullivan M.J & McKibbin R. (1989): Geothermal Reservoir Engineering, a Manual for Geothermal Reservoir Engineering Course at the Geothermal Institute – University of Auckland. Ronadl DiPippo (1st edition 2005, 2nd edition 2008): Geothermal Power Plants: Principles, Applications, Case Studies and Environmental Impact Rogers G.F.C. dan Mayhew Y.R. (1980): Thermodynamic and Transport Properties of Fluids, Blackwell Publisher, Fourth Edition, 24 pp. Subir K. Sanyal: Geothermal Resource: Characteristics, Development, Assessment And Management, Proc. WGC2005 14