BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Definisi Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek - aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2004). Apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan mencelakakan. 1 Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Tujuan utama ergonomi ada empat (Santoso, 2004; Notoatmodjo, 2003), yaitu : 1. Memaksimalkan efisiensi karyawan. 2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja. 3. Menganjurkan agar bekerja dengan aman, nyaman dan bersemangat. 4. Memaksimalkan bentuk kerja Menurut Nurmianto (2004), peranan penerapan ergonomi antara lain : a. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain – lain. b. Desain pekerjaan pada suatu organisasi. Misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain – lain. c. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya : desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan 1 instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dan lain – lain. 2.1.2. Antropometri Antropometri berasal dari kata antropos dan metricos. Antropos berarti manusia dan metricos berarti ukuran. Antropometri adalah ukuran – ukuran tubuh manusia secara alamiah baik dalam melakukan aktivitas statis (ukuran sebenarnya) maupun dinamis (disesuaikan dengan pekerjaan) (Wignjosoebroto, 2003). Antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat gravitasi dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran – ukuran tubuh manusia sangat bervariasi, bergantung pada umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan periode dari masa ke masa. Pengukuran dimensi – dimensi tubuh manusia merupakan bagian yang terpenting dari antropometri karena akan menjadi data dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses dan tempat kerja (Harrianto, 2008). Ukuran tubuh yang penting untuk penerapan ergonomi, yaitu : 1. Pada sikap berdiri : tinggi badan berdiri, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi pangkal jari tangan, tinggi ujung – ujung jari. 2. Pada sikap duduk : tinggi duduk, tinggi posisi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tebal paha, jarak bokong – lutut, jarak bokong – lekuk lutut, tinggi lutut, lebar bahu, lebar pinggul (Harrianto, 2008). Penerapan data antropometri dapat dilakukan jika tersedia nilai rata – rata ( ) dan standar deviasi (SD) dari suatu distribusi normal. Sedangkan persentil adalah 1 suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang ukurannya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut (setelah perhitungan persentil). Misalnya 95th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau berada di bawah ukuran tersebut; sedangkan 5th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu (Wignjosoebroto, 2003). Pemakaian nilai – nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan antropometri dapat dilihat pada tabel 2.1. di bawah ini: Tabel 2.1. Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal Persentil 1st 2,5th 5th 10th 50th 90th 95th 97,5th 99th Perhitungan - 2,325*SD – 1,96*SD – 1,645*SD – 1,28*SD + 1,28*SD + 1,645*SD + 1,96*SD + 2,325*SD Alat antropometer dapat digunakan untuk mengetahui ukuran tubuh. Selain itu, pengukuran tubuh dapat dilakukan dengan metode ukur tukang jahit menurut Suma’mur (antropometry by Suma’mur’s tailor method) (Suma’mur, 1989). 2.1.3. Sikap Kerja Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu : 1 a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot – otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan juga untuk mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas (Tarwaka, 2004). Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari : 1. Sikap kerja duduk. Sikap kerja duduk merupakan sikap kerja yang kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Kegiatan bekerja sambil duduk harus dilakukan secara ergonomi sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam bekerja. Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah – masalah punggung. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% ; maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan 1 tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190% (Nurmianto, 2004). Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung (Suma’mur, 1989). Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks (Wasisto, 2005). Gambar 2.1 Sikap kerja pada Visual Display Terminal (VDT) yang direkomendasikan oleh Cakir et al. (1980) (kiri) dan Grandjean et al. (1982, 1984) (kanan). (Sumber : Pheasant, S, 1986) 1 Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut : a. Kurangnya kelelahan pada kaki. b. Terhindarnya sikap – sikap yang tidak alamiah. c. Berkurangnya pemakaian energi dalam bekerja. d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah. Namun, kegiatan bekerja sambil duduk juga dapat menimbulkan kerugian/ masalah bila dilakukan secara tidak ergonomis. Kerugian tersebut antara lain : a. Melembeknya otot – otot perut. b. Melengkungnya punggung. c. Tidak baik bagi organ dalam tubuh, khususnya pada organ pada sistem pencernaan jika posisi dilakukan secara membungkuk. 2. Sikap kerja berdiri. Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007). 1 2.2. Keluhan Muskuloskeletal 2.2.1. Definisi Keluhan Muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, 2004), yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible) Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent) Keluhan menetap yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot – otot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. 1 2.2.2. Penyebab Keluhan Muskuloskeletal Menurut Peter Vi (2000) yang dikutip oleh Rizki (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : 1. Peregangan Otot yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal. 2. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat – angkut dan lain – lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus – menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak 1 alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4. Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu : a. Tekanan Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. b. Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. c. Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme 1 karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot. 5. Penyebab kombinasi. Selain faktor – faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal. 2.2.3. Nordic Body Map Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Pembagian bagian-bagian tubuh serta keterangan dari bagian-bagian tubuh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.2 Nordic Body Map (Sumber : Santoso, 2004) Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri 3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung 6. Lengan atas kanan 7. Pinggang 8. Bawah pinggang 9. Bokong 10. Siku kiri 11. Siku kanan 12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri 17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kanan 21. Lutut kiri 22. Betis kiri 23. Betis kanan 24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan 1 2.3. Komputer 2.3.1. Definisi Komputer Istilah komputer (computer) diambil dari computare (bahasa Latin) yang berarti menghitung (to compute atau to reckon). Robert H. Blissmer dalam buku Computer Annual mendefinisikan komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan beberapa tugas seperti menerima input, memproses input tadi sesuai dengan programnya, menyimpan perintah-perintah dan hasil pengolahan serta menyediakan output dalam bentuk informasi. Donald H. Sanders dalam buku Computer Today mendefinisikan komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya dan menghasilkan output di bawah pengawasan suatu langkah-langkah, instruksi-instruksi program yang tersimpan di memori (stored program) (Wardhana, 1997). Secara luas, komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu informasi berdasarkan program dan data yang ada. Adapun komponen komputer adalah meliputi : layar Monitor, CPU, keyboard, mouse dan printer (sebagai pelengkap). Tanpa printer komputer tetap dapat melakukan tugasnya sebagai pengolah data, tetapi sebatas terlihat di layar monitor belum dalam bentuk print out (Wikipedia, 2010). 1 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komputer adalah : a. Alat elektronik b. Dapat menerima input data c. Dapat mengolah data d. Dapat memberikan informasi e. Menggunakan suatu program yg tersimpan di memori komputer (stored program) f. Dapat menyimpan program dan hasil pengolahan g. Bekerja secara otomatis. 2.3.2. Peralatan Pada Tempat Kerja (Work Station) Personal Computer Peralatan yang dipergunakan pada stasiun kerja personal computer meliputi: mouse, keyboard, layar / monitor, meja dan kursi komputer. Masing-masing dari peralatan tersebut jenisnya bermacam-macam. 1. Mouse Mouse ini merupakan alat untuk menggerakkan kursor. Mouse harus pada ketinggian di mana lengan, pergelangan tangan, dan tangan sejajar. Tempatkan mouse sedemikian rupa sehingga tidak perlu menggapai terlalu jauh dari jangkauan tangan (dekat ke keyboard adalah yang terbaik). 2. Keyboard Keyboard adalah peralatan untuk input. Data atau perintah dapat dimasukkan ke dalam komputer melalui keyboard. Jadi, keyboard merupakan penghubung antara manusia dan komputer. 1 Beberapa bentuk keyboard yang pernah diciptakan, yaitu: a. Keyboard jenis Qwerty. Gambar 2.3 Keyboard Qwerty (Sumber : Wardhana, 1997 ) Sejak awal keyboard Qwerty diciptakan tidak memperhatikan masalah ergonomi, sehingga sangat memungkinkan timbulnya gangguan atau keluhan terhadap tubuh manusia. Keyboard Qwerty ternyata belum memberikan beban yang sama untuk jari- jari tangan kiri dan tangan kanan. b. Keyboard jenis Dvorak yang dibuat pada tahun 1936. Keyboard Dvorak diciptakan berdasarkan prinsip kerja biomekanis dan efisiensi. Susunan letak tombol huruf lain dengan jenis Qwerty yaitu dibuat sedemikian rupa, sehingga 56 % ketukan ada pada tangan kanan dan jari-jari yang bekerja lebih banyak adalah jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Gambar 2.4 Keyboard Dvorak (Sumber : Wardhana, 1997) 1 c. Keyboard jenis Klockenberg dibuat dengan maksud menyempurnakan jenis keyboard yang sudah ada, yaitu dengan memisahkan kedua bagian keyboard (bagian kiri dan kanan). Bagian kiri dan kanan keyboard dipisahkan dengan sudut 15 derajat dan dibuat miring ke bawah. Keyboard Klockenberg sudah lebih baik dalam hal pengurangan beban pada jari dan lengan, sehingga nyeri otot pada bahu dan pergelangan sangat sedikit (Wardhana, 1997). Gambar 2.5 Keyboard Klockenberg (Sumber : Wardhana, 1997) Keyboard harus ditempatkan pada ketinggian tertentu sehingga lengan atas, pergelangan tangan, dan tangan berada dalam posisi sejajar ketika sedang mengetik. Alangkah lebih baik jika penyangga atau meja tempat keyboard diletakkan dapat disesuaikan. 3. Layar/Monitor Layar komputer atau monitor adalah peralatan untuk menampilkan obyek yang akan ditampilkan. Obyek tersebut bisa tulisan, angka, ataupun gambar. Bentuk layar komputer juga terus mengalami perubahan. Monitor harus sejangkauan lengan atau lebih jauh dari mata. Kebijakan ergonomi konvensional umumnya menyarankan bahwa pusat layar monitor seharusnya pada titik di mana tatapan mata jatuh secara alamiah dan monitor harus agak miring untuk 1 menyesuaikan dengan sudut pandang seseorang. Penyangga monitor yang dapat disesuaikan akan membantu membuat penyesuaian (Anderson, 2002). Letak monitor akan sangat banyak mempengaruhi posisi kepala yang berdampak terutama pada otot – otot leher, dimana ketinggian yang berlebihan pada letak monitor ini akan menyebabkan keluhan – keluhan pada otot leher. Arah penglihatan untuk pekerjaan duduk adalah 32º - 44º di bawah garis horizontal mata. Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirahat (relaxed) (Suma’mur, 2009). 4. Meja dan Kursi Komputer a. Meja Komputer Beberapa persyaratan yang dibutuhkan untuk sebuah meja komputer ergonomis adalah : 1. Meja dibuat dekat dengan pengguna agar terhindar dari penjangkauan yang terlalu jauh. 2. Permukaannya harus dibuat sedemikian rupa agar tidak memancarkan cahaya silau. 3. Memiliki tempat pergerakan kaki yang cukup. 4. Tinggi permukaan kerja untuk keyboard dibedakan dengan tinggi untuk monitor komputer. 5. Mempunyai jarak yang cukup antara kursi dan monitor komputer. 6. Cukup untuk ruang dari peralatan yang digunakan. Konstruksi dan ukuran dari meja/ kursi harus disesuaikan dengan ukuran dari tubuh manusia (antropometri) yang akan menggunakannya. Kesesuaian 1 ini akan menciptakan kenyamanan dan efisiensi dalam bekerja. Ukuran yang sesuai dengan antropometri orang Indonesia adalah sebagai berikut : a. Tinggi meja Tinggi permukaan atas dari meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap tubuh pada waktu bekerja. Untuk sikap duduk, tinggi meja yang diusulkan adalah 64 – 74 cm yang diukur dari permukaan daun meja sampai ke lantai. b. Tebal daun meja Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan bergerak pada kaki. Jarak antara permukaan bawah daun meja dengan permukaan atas alas duduk > 15 cm. c. Permukaan meja Permukaan meja harus rata dan tidak menyilaukan. d. Lebar meja Lebar meja tidak melebihi jarak jangkauan tangan pekerja. Ukuran yang diusulkan adalah kurang dari 80 cm (Laurensia, 2004). b. Kursi Komputer Kursi yang ergonomis dapat membantu mengatur posisi tulang belakang pada postur yang optimal dengan memberikan pendukung yang tepat. Satu jenis kursi untuk semua kegiatan dan semua ukuran dan bentuk adalah tidak tepat. Untuk menilai tepat tidaknya kursi, perlu dipelajari keluhan – keluhan tenaga kerja yang meliputi : keluhan kepala, keluhan leher dan bahu, keluhan 1 pinggang, keluhan bokong, keluhan lengan dan tangan, keluhan lutut dan kaki serta keluhan paha (Suma’mur, 1989). Untuk kenyamanan dan kesesuaian yang lebih tepat, maka kursi komputer harus mengikuti penyesuaian berdasarkan penggunanya dengan pilihan seperti : 1. Tempat duduk (dudukan) memiliki persyaratan seperti : dudukannya dapat disesuaikan dengan tinggi pengguna dan tinggi permukaan kerja, telah memiliki penyesuaian kemiringan untuk berbagai sudut dalam menciptakan kenyamanan postur untuk berbagai pekerjaan, kedalaman kursi harus sesuai untuk kedua kaki, dan berjarak 1 – 2 inchi di antara ujung kursi dan belakang lutut (CCOHS, 2005). 2. Belakang kursi memiliki persyaratan seperti : dapat disesuaikan tinggi rendahnya untuk mendukung kenyamanan tulang belakang, bentuk belakang kursi yang mengikuti garis tulang belakang, sudut dari belakang kursi dapat disesuaikan untuk pekerjaan yang berbeda, bergerak maju/mundur (CCOHS, 2005). 3. Lengan kursi memiliki persyaratan seperti : sebagai syarat tambahan untuk mendukung tulang belakang ketika mengambil minuman atau beristirahat diantara mengetik dan menulis, tinggi lengan tersebut sesuai dengan tinggi lengan pengguna yang dapat digunakan untuk berisitirahat dengan bahu dalam posisi santai, lebar yang dibutuhkan utamanya sesuai dengan pengguna atau rata – rata pengguna (CCOHS, 2005). 1 Ukuran kursi yang sesuai dengan antropometri orang Indonesia adalah sebagai berikut : a. Tinggi alas duduk Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas dari bagian depan alas duduk. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari jarak antara lutut dan telapak tangan. Ukuran yang dianjurkan adalah 38 – 54 cm. b. Panjang alas duduk Diukur dari permukaan garis proyeksi permukaan dengan sandaran duduk pada permukaan atas alas duduk sampai ke bagian depan alas duduk. Panjang alas duduk harus lebih pendek dari jarak antara lekuk lutut dan garis punggung. Ukuran yang dianjurkan adalah 40 cm. c. Lebar alas duduk Diukur pada garis tengah dengan alas duduk melintang. Lebar alas duduk harus lebih besar dari pinggul. Ukuran yang dianjurkan adalah 40 – 44 cm. d. Sandaran pinggang Bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul. Tinggi sandaran pinggang tidak melebihi tinggi bahu dan lebar sandaran pinggang lebih kecil sama dengan lebar bahu (Laurensia, 2004). 2.3.3. Interaksi Antara Tempat Kerja dan Individu Pekerja Lokasi ruang kerja (work place) adalah area fisik tempat seorang pekerja melakukan aktivitas kerja. Tempat kerja (work station) adalah lokasi ruang kerja serta 1 bagian dari mesin dan peralatan kerja, tempat seorang pekerja melakukan berbagai aktivitas kerja; tempat pekerja menghabiskan seluruh atau sebagian hari kerjanya. Misalnya : 1. Meja kerja dengan komputer dan kelengkapannya bagi seorang pekerja pemasok data komputer. 2. Meja kerja dan mikroskop bagi seorang pekerja laboratorium. 3. Meja kerja, alat patri dan peralatan lainnya bagi seorang pekerja perakitan elektronik. Salah satu penyebab terjadinya stres fisik akibat kerja adalah terjadinya ketidaksesuaian ukuran – ukuran komponen tempat kerja dengan pekerja sehingga mengharuskan pekerja bekerja dengan posisi sulit seperti membungkuk, mengangkat lengan dan bahu terlalu tinggi atau aktivitas hanya dapat dilakukan dengan satu tangan dan lain – lain. Gangguan muskuloskeletal sering kali terjadi karena umumnya meja kerja, peralatan kerja dan mesin didesain dengan ukuran yang lebih besar (untuk pekerja yang rata – rata besar), agar dapat dipakai juga pada pekerja yang lebih kecil. Prinsip ergonomi yang benar mengharuskan meja kerja yang sesuai atau dapat disesuaikan dengan ukuran individu yang menggunakannya (Harrianto, 2008). 1 Gambar 2.6 Stasiun Kerja Komputer (Sumber : Anderson, 2002) 2.3.4. Gangguan Kesehatan Akibat Penggunaan Komputer 1. Gangguan Pada Mata. Penggunaan komputer dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan gangguan ketajaman, gangguan pada mata itu sendiri, mata lelah, penglihatan kabur, mata kering, iritasi dan mata berair dan peningkatan sensitivitas terhadap cahaya. 2. Gangguan Muskuloskeletal Gangguan muskuloskeletal yang ditimbulkan akibat penggunaan komputer mulai dari kelemahan otot dan tendon atau nyeri leher dan punggung sampai dengan trauma yang kumulatif. Penyebab gangguan muskuloskeletal ini antara lain postur tubuh yang tidak sesuai terjadi terus menerus saat menggunakan komputer, penyokongan punggung yang tidak sesuai, duduk dengan posisi yang sama dengan jangka waktu yang lama 1 dan desain yang tidak ergonomis (baik desain stasiun kerja maupun desain alat kerja). 2.4. Kerangka Konsep Penelitian Antropometri Duduk Sikap Duduk Ukuran Meja, Kursi dan Tinggi Layar Monitor 1 Keluhan Muskuloskeletal