Informasi laba dalam laporan keuangan pada umumnya penting

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN
Windhy Intan Maharani
[email protected]
Maswar Patuh Priyadi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
This research is meant to find out the influence of corporate governance mechanism to the value of the company.
The corporate governance mechanism which measured with 4 variables (the Independent Board of
Commissioners, institutional ownership, managerial ownership and audit committee), and the value of the
company in this research is measured with the value of Tobin’s Q. This research is using purposive sampling
method which listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in during the period of 2007-2011 and it obtains 31
companies as the samples. The analysis method in this research is using multiple linier regressions. The result of
this research indicates that the corporate governance mechanism which has proxy with the institutional
ownership, the managerial ownership and audit committee which has insignificant negative influence to the
value of the company. While, the Independent Board of Commissioners has a significant positive influence to the
value of the company.
Keywords: The Corporate governance, The Value of The Firm, Tobin’s Q.
.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance terhadap nilai
perusahaan. Mekanisme corporate governance diukur dengan menggunakan 4 variabel (dewan
komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit), dan nilai
perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan nilai Tobin’s Q. Penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dalam menentukan jumlah sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2007-2011dan diperoleh 31 perusahaan yang
digunakan sebagai sampel. Metode analisis dari penelitian ini menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance yang diproksi dengan
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit mempunyai hubungan negatif
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan dewan komisaris independen berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kata Kunci: Corporate governance, Nilai Perusahaan, Tobin’s Q.
PENDAHULUAN
Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok orang yang
bekerja untuk mencapai tujuan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan (sustainable)
apabila perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup karena
keberlanjutan merupakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi,
lingkungan, dan masyarakat.
Krisis yang melanda Indonesia yang dimulai pada pertengahan 1997 salah satunya
diakibatkan rendahnya penerapan corporate governance. Hal ini ditandai dengan kurang
transparannya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah dan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
2
terkonsentrasinya pemegang saham besar pada beberapa keluarga menyebabkan campur
tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan sangat terasa dan
menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma tata kelola
perusahaan yang baik.
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan
antara berbagai partisipasi dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan.
Isu mengenai corporate governance mulai mengemuka, khususnya di Indonesia pada tahun
1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Banyak pihak yang
mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya
corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik
pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam
praktek corporate governance. Penerapan good corporate governance baik di suatu negara
ataupun di perusahaan memerlukan suatu identifikasi prinsip-prinsip dari konsep good
corporate governance itu sendiri, konsep good corporate governance merupakan konsep yang
bersifat general dan universal, namun untuk pelaksanaan harus disesuaikan dengan kondisi
masing-masing perusahaan yang bersangkutan.
Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) merumuskan tujuan dari corporate
governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Corporate governance yang mengandung empat unsur penting yaitu keadilan,
transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas, diharapkan dapat menjadi suatu jalan
dalam mengurangi konflik keagenan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik,
diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Ada empat mekanisme
corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai corporate
governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu komite audit,
komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.
Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal
memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga
terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good
corporate governance. Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena
komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu
mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Menurut Siallagan dan Machfoedz
(2006) peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan
yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat
digunakan investor untuk menilai perusahaan.
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi, namun
demikian dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan opersional
(Zarkasyi, 2008:96). Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan
yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan
fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas
(Boediono, 2005).
Dengan meningkatnya kepemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan
kedudukan manajer dengan pemegang saham sehinga manajemen akan termotivasi untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Adanya kepemilikan manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan.
Penelitian oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajerial
memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan antara kepemilikan manajerial
dengan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul karena adanya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
3
insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan pensejajaran
kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan saham
mereka jika nilai perusahaan meningkat.
Jensen dan Meckling (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi
konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap
keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat
dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan
manipulasi laba.
Struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institutional) oleh
beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu
maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka
miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah mekanisme corporate governance, yang
terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris
independen dan komite audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yang lebih
panjang yaitu antara 2007-2011 dan penambahan variable independen dalam mekanisme
GCG yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Penambahan periode
pengamatan dan variable independen dimaksudkan untuk mendapatkan data sampel yang
lebih banyak dan hasil penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik.
TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
Corporate Governance
Konsep Good Governance berkembang seiring dengan tuntutan publik yang
menginginkan terwujudnya kehidupan bisnis yang sehat, bersih, dan bertanggung jawab.
Penerapan good corporate governance baik di suatu Negara ataupun di perusahaan
memerlukan suatu identifikasi prinsip-prinsip dari konsep good governance merupakan
konsep yang bersifat general dan universal, namun untuk pelaksanaan harus disesuaikan
dengan kondisi masing-masing perusahaan yang bersangkutan. Secara definitif, Sulistyanto
(2008 : 134) mengemukakan good corporate governance sebagai sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu menciptakan nilai tambah (value added)
untuk semua stakeholdernya. Untuk itu ada dua hal yang ditekankan dalam hal ini, yaitu hak
pemegang saham yang harus dipenuhi perusahaan dan kewajiban yang harus dilakukan
perusahaan. Sedangkan pengertian good corporate governance menurut Zarkasy (2008 : 7)
adalah suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan dengan
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder). Oleh karena itu, sangat logis bila
diperlukan sebuah aturan dan ketentuan-ketentuan dalam rangka mendorong penerapan
good corporate governance di masing-masing perusahaan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa good corporate governance adalah sistem
yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses-proses pengendalian usaha untuk
menaikkan nilai saham, sekaligus bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor
dan masyarakat sekitar.
Manfaat Corporate Governance
Manfaat dari pelaksanaan good corporate governance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
4
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders, mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan corporate value, mengembalikan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, serta pemegang saham akan merasa puas dengan
kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Asas Corporate Governance
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Corporate Governance diterapkan
pada setiap aspek dan semua jajaran perusahaan. Menurut Zarkasyi (2008:38-39) asas
Corporate Governance meliputi :
a. Transparansi (Transparency).
Untuk menjaga obyektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah di akses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan.
b. Akuntabilitas (Accountability).
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar.
c. Responsilibitas (Responsibility).
Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
d. Independensi (Independency).
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus di kelola secara
independent sehingga masing-masing organisasi perusahaan tidak saling mendominasi
dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain.
e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness).
Dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran.
Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan
hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang
melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Siallagan dan
Machfoedz (2006), mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua
kelompok yaitu internal dan external mechanisms.
Masalah keagenan sering muncul karena adanya perpedaan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham. Menurut Demsetz dan Lehn (dalam Suryani, 2010)
menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk
menghilangkan masalah keagenan. Adanya konsentrasi kepemilikan dari institusi dan dari
pihak manajerial dianggap bisa mengurangi kecenderungan manajer dalam memanipulasi
laba. Cornet et al., (dalam Suryani, 2010) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa
tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor
insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Mereka menyimpulkan bahwa
tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong
manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga
akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
5
institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses
monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007).
Adanya konsentrasi kepemilikan dalam perusahaan akan membuat pemegang
saham ada pada posisi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki
kendali terhadap manajemen untuk menuntut mereka melaporkan laporan keuangan secara
akurat. Sama halnya dengan peran dewan komisaris dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun
laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono,
2005).
Selain kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial juga dianggap bisa
mengurangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Faisal (dalam Suryani, 2010) besar
kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan
adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajer yang mempunyai kepemilikan saham
di perusahaan akan cenderung bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham
karena terdapat kesamaan kepentingan antara keduanya.
Komite audit mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara
kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan
perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Dengan
berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control terhadap perusahaan akan lebih
baik sehingga konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan sendiri dapat diminimalisasi (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan ni;ai perusahaan
dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan
keuangan. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh
jumlah atau ukuran dewan komisaris. Dewan memandang aktivitas monitor oleh komisaris
eksternal sebagai pusat dari pemecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang
saham) yang efektif (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Proporsi dewan komisaris harus
sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan
cepat serta dapat bertindak secara independen.
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya
penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Ishlahuddin (2008), karena nilai
perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegag saham secara maksimum apabila harga
saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi
kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal
menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun
komisaris (Nurlela dan Ishlahuddin, 2008).
Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan.
Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor
terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa
rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa
memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur
hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas
perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan
seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor
saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
6
pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari
pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah
memaksimumkan nilai perusahaan.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh dewan komisaris terhadap nilai perusahaan
Menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa non-executive director
(komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi
di antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan
nasehat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk
melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.
Siallagan dan Machfoedz (2003) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang
berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektifitas dewan tersebut dalam mengawasi
manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan.
Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan
Penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (dalam Siallagan dan Machfoedz,
2006) menemukan bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka
berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya
sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan.
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan
Wahyudi dan Pawestri (2006) dalam penelitiannya mengenai implikasi struktur
kepemilikan terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2003) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa nilai perusahaan (Tobin’s Q) dipengaruhi oleh
kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi. Kepemilikan institusional,
dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dengan
adanya kepemilikan institusional akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif dan
dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Pengaruh komite audit terhadap nilai perusahaan
Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit
mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang
dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat
meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.
Perumusan hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini serta tinjauan
teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Diduga mekanisme corporate governance yang terdiri atas : Kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit secara
simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Diduga kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,
dan komite audit secara parsial berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
7
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel
adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama periode 2007-2011, (2) Perusahaan Perusahaan manufaktur yang mengalami
pertumbuhan aset positif secara berturut-turut selama periode pengamatan 2007-2011(3)
Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan berturut-turut dan memiliki
data komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite
audit untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode pengamatan 2007 – 2011.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi
(Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang
beredar.
Jumlah saham yang dimiliki institusional
KI = ------------------------------------------------------- x 100%
Total saham beredar
b. Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham, semakin besar kepemilikan
manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk
meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk
kepentingannya sendiri (Siallagan dan Machfoedz, 2006).Secara matematis kepemilikan
manajerial dapat diformulasikan sebagai berikut (Siallagan dan Machfoedz, 2006) :
Jumlah saham yang dimiliki manajemen
KM = -------------------------------------------------------- x 100%
Total saham beredar
c. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan Komisaris Independen (DKI) adalah puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan, peranan dewan komisaris independent juga diharapkan dapat meningkatkan
kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas
laporan keuangan. Jumlah dewan komisaris di ukur dengan menggunakan indikator
jumlah anggota dewan komisaris independen suatu perusahaan (Ujiyantho dan Pramuka,
2007).
d. Komite Audit
Komite Audit (KA) suatu kelompok yang sifatnya independent atau tidak memiliki
kepemilikan terhadap manajemen dan diangkat secara khusus serta memiliki pandangan
antara lain bidang akuntansi dan hal-hal lain yang terkait dengan sistem pengawasan
internal perusahaan (Zarkasyi, 2008 : 16). Pengukuran komite audit menggunakan
variabel dummy, yaitu apabila perusahaan sampel memiliki komite audit maka akan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
8
diberi angka 1, apabila perusahaan sampel tidak memiliki komite audit maka diberi
angka 0.
Variabel Dependen
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar.. Nilai perusahaan
dalam penelitian ini diproksikan dengan nilai Tobin’s Q. Variabel ini diberi simbol Y.
Variabel ini telah digunakan oleh Nurlela dan Ishlahudin (2008). Perhitungan menggunakan
rumus:
Y
( EMV  D)
( EBV  D)
Keterangan:
Y
EMV
D
EBV
= Nilai Perusahaan
= Nilai pasar ekuitas (EMV= closing price x jumlah saham yang beredar)
= Nilai buku dari total hutang
= Nilai buku dari total aset
Pengujian Hipotesis
Regresi Linier Berganda
Menurut Ferdinand (2006 : 295), analisis regresi linier berganda adalah suatu prosedur
statistik dalam menganalisis hubungan antara variabel satu atau lebih variabel independen
(X) terhadap variabel dependen (Y) rumus multiple regresinya adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Keterangan :
Y
= Nilai perusahaan
a
= Konstanta
b1b2b3b4
= Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas
X1
= Kepemilikan Manajerial
X2
= Kepemilikan Institusional
X3
= Dewan Komisaris Independen
X4
= Komite Audit
e
= Kesalahan Pengganggu
Persamaan regresi linier berganda di atas dihitung dengan menggunakan program SPSS 18.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
9
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen,
komite audit dan nilai perusahaan.
Tabel 1
Deskripsi Variabel Tahun 2007-2011
N
Nilai Perusahaan
155
Komite Audit
155
Komisaris Independen 155
Kepemilikan
155
Manajerial
Kepemilikan
155
Institusional
Sumber: Data sekunder yang diolah
Minimum
Maximum
Mean
0,067
0
1
0,00
5,75
1
5
23,34
0,710
0,55
1,98
2,95
Std.
Deviation
0,731
0,499
0,997
11,79
3,14
99,00
69,42
17,76
Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 sampai 2011,
nilai perusahaan berkisar antara 0,067 sampai 5,75 dengan rata-rata nilai perusahaan sebesar
0,710 dan deviasi standar sebesar 0,731.
Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 sampai 2011, jumlah
komite audit berkisar antara 0 sampai 1 dengan rata-rata jumlah komite audit sebesar 0,55
dan deviasi standar sebesar 0,499.
Proporsi komisaris independen pada tahun 2007 sampai 2011 berkisar antara 1
sampai 5 dengan rata-rata proporsi komisaris independen sebesar 1,98 dan deviasi standar
sebesar 0,997.
Pada tahun 2007 sampai 2011 proporsi kepemilikan manajerial memiliki nilai rata-rata
sebesar 2,95 dan deviasi standar sebesar 11,79 dengan nilai berkisar antara 0,00 sampai 23,34.
Berdasarkan tabel juga dapat diketahui bahwa nilai tertinggi kepemilikan institusional
pada tahun 2007 sampai 2011 adalah sebesar 3,14, sedangkan nilai terendah adalah sebesar
99,00 dengan rata-rata kepemilikan institusional adalah sebesar 69,42, dan deviasi standar
sebesar 17,76.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10,
demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas.
b. Uji Autokorelasi. Nilai Durbin-Watson persamaan regresi adalah 1.286, model
regresi yang terbentuk tidak terjadi autokorelasi karena mempunyai angka Durbin Watson
di antara -2 sampai +2.
c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola
grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik data tersebar di
daerah antara 0-Y dan tidak membentuk pola tertentu, maka model regresi yang terbentuk
diidentifikasi tidak terjadi heterokedastisitas.
d. Uji Normalitas. Untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat penyebaran
data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik. Data dalam sampel menyebar di sekitar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
10
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
Uji Hipotesis
Analisis Regresi Linear Berganda
Model
1
(Constant)
KA
KD
KM
Kins
Tabel 2
Hasil Regresi Linear Berganda
Unstandardized
Standardize
Coefficients
d
t
Coefficients
B
Std. Error
Beta
0,679
0,291
2,333
-0,216
0,120
-0,148
-1,798
0,153
0,058
0,208
2,635
-0,005
0,005
-0,083
-1,044
-0,002
0,003
-0,048
-0,582
Sig
0,021
0,074
0,009
0,298
0,562
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel di atas menunjukkan persamaan regresi yang dapat menjelaskan ada atau
tidaknya pengaruh variabel independen dewan komisaris (KD), proporsi kepemilikan
manajerial (KM), proporsi kepemilikan institusional (Kins), dan komite audit (KA) terhadap
nilai perusahaan (NP) serta dapat menginformasikan besarnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Dari tabel, diperoleh model persamaan regresi
linear berganda sebagai berikut:
NP = 0,679 - 0,216 KA + 0,153 KD - 0,005 KM - 0,002 Kins + e
Analisis Koefisien Determinasi Multiple (R2)
Model
R
1
0,231a
Tabel 3
Koefisien Determinasi Barganda
R Square
Adjusted R Square
0,0053
0,028
Std. Error of
the Estimate
0,325
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa koefisien determinasi berganda (R2) atau adjusted
R Square adalah sebesar 0,028 atau 2,8 %, ini berarti bahwa dewan komisaris (KD), proporsi
kepemilikan manajerial (KM), proporsi kepemilikan institusional (Kins), dan komite audit
(KA) secara bersama-sama mampu mempengaruhi nilai perusahaan (NP) sebesar 2,8 %,
sedangkan sisanya sebesar 97,2% dipengaruhi variabel lain di luar penelitian ini.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
11
Pengujian Secara Simultan (Uji F)
Tabel 4
Analisis of Varians
ANOVAb
Model
Sum of
Mean
Squares
Df
Square
1
Regression
6,071
4
1,518
Residual
76,23
150
0,508
Total
82,30
154
a. Predictors: (Constant), Kins, KM, KD, KA
b. Dependent Variable: NP
F
2,986
Sig.
,021a
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan
bahwa nilai F hitung sebesar 2,986 dengan signifikansi uji F sebesar 0,021. Angka signifikansi
tersebut lebih kecil dari α = 0,05, dengan demikian maka H0 ditolak. Artinya secara bersamasama terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu komite audit, komisaris
independen, proporsi kepemilikan manajerial, dan proporsi kepemilikan institusional
terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan GCG terbukti dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Komite Nasional Good Corporate Governance (KNKG, 2006) menyatakan bahwa GCG
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten
dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator,
dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Dengan demikian, penerapan mekanisme corporate
governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut konsep GCG perusahaan akan memperoleh nilai perusahaan yang maksimal
apabila fungsi dan tugas masing-masing pelaku organisasi bisnis yang modern dapat
dipisahkan dengan bentuk: (1) Board of Directors (BOD), dengan syarat mereka bekerja full
time dengan tidak boleh merangkap pekerjaan. Mereka mengelola perusahaan melalui
berbagai keputusan managerial perusahaan. (2) Board of Commisionners (BOC), meliputi
komisaris biasa dan komisaris independen serta berbagai komite yang dibentuknya. Fungsi
utama BOC adalah mengawasi arah kepengurusan dan jalannya perusahaan menurut
prinsip GCG. Agar fungsi dan tugas Dewan Komisaris (Dekom) berjalan dengan baik, perlu
dipastikan bahwa setiap kebijakan dan keputusan Dekom yang dikeluarkan tidak memihak
kepentingan BOD sebagai agent, atau bias dengan kepentingan pemilik. Dalam hal ini
komisaris independen dapat berperan untuk mewakili pemegang saham minoritas sehingga
dapat meningkatkan nilai perusahaan (Rifai, 2009).
Perusahaan yang menerapkan GCG sesuai dengan prinsip-prinsip GCG yaitu
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan
diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit di perusahaan akan
mampu menjalankan aktivitas bisnisnya dengan seimbang dan dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
12
Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Tabel 5
Model
1
(Constant)
KA
KD
KM
Kins
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
0,679
0,291
-0,216
0,120
0,153
0,058
-0,005
0,005
-0,002
0,003
Standardize
d
Coefficients
Beta
-0,148
0,208
-0,083
-0,048
t
2,333
-1,798
2,635
-1,044
-0,582
Sig
0,021
0,074
0,009
0,298
0,562
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Secara Parsial terhadap Nilai
Perusahaan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0
menunjukkan bahwa variabel komite audit mempunyai hubungan negatif tidak signifikan
dengan nilai signifikan sebesar 0,074 (lebih besar dari 0,05). Hasil tersebut menyatakan
bahwa tidak adanya pengaruh komite audit terhadap nilai perusahaan kemungkinan besar
dikarenakan belum optimalnya kinerja komite audit dalam memantau dan melaksanakan
pengendalian internal perusahaan. Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia,
perusahaan-perusahan publik diwajibkan membentuk komite audit, tetapi pada data
penelitian menunjukkan bahwa hanya 44% perusahaan yang sudah mempunyai komite
audit, sedangkan 56% perusahaan lainnya masih belum mempunyai komite audit. Selain
itu, dalam data sampel penelitian ditemukan dalam lima tahun berturut-turut (tahun 2007
sampai 2011) terdapat perusahaan yang tidak secara konsisten membentuk komite audit.
Penelitian McMullen dan Randghun (dalam Sutedi, 2011) menyimpulkan adanya hubungan
positif antara kompetensi tersebut dengan menurunnya kemungkinan dilakukannya
earnings management. Artinya, semakin kompetensi komite audit akan semakin mengurangi
kemungkinan praktik rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Effendi (2008)
menyatakan bahwa keberadaan komite audit di perusahaan publik sampai saat ini masih
sekadar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja. Hal ini ditunjukkan
dengan komposisi anggota komite audit di perusahaan publik yang sebagian besar bukan di
dasarkan atas kompensasi dan kapabilitas yang mamadai, namun lebih didasarkan pada
kedekatan dengan dewan komisaris independen perusahaan. Anggota komite audit
semacam ini sulit diharapkan untuk dapat bekerja secara professional sehingga hal ini yang
merupakan salah satu faktor komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Padahal secara umum adanya komite audit di perusahaan publik diharap dapat membantu
dewan komisaris dalam melakukan pengawasan kepada manajemen untuk memastikan
bahwa laporan keuangan perusahaan telah menggambarkan keadaan perusahaan secara
wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga perusahaan dapat menjalankan
kegiatan operasional dengan seimbang dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Variabel
komite audit mempunyai nilai signifikansi 0,074, dapat dikatakan bahwa komite audit tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan Kawatu (2009) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, tetapi sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rachmawati dan
Triatmoko (2007). Adanya komite audit bukan merupakan jaminan bahwa kinerja suatu
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
13
perusahaan akan membaik, sehingga pasar menganggap keberadaan komite audit bukan
merupakan faktor yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional mempunyai hubungan negatif tidak
signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,562 (lebih besar dari 0,05). Hal ini disebabkan
ketika calon investor akan menanamkan saham, para calon investor tidak melihat siapa
investor institusionalnya, melainkan melihat manajemen perusahaan dan nilai perusahaan
tersebut. Data sampel penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusional 3,14% sampai 99%. Hal ini menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional pada sampel penelitian menunjukkan jumlah yang besar
dibandingkan dengan kepemilikan pemegang saham yang lain. Dengan adanya kepemilikan
institusional diharap dapat memonitor dan mengurangi konflik keagenan yang terjadi
antara manajemen dan pemegang saham. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Retno dan Priantinah (2012) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Permanasari (2010), Wahyudi dan Pawesti (2006), yang
menyatakan bahwa kepemilikan institusional mayoritas memiliki kecenderungan untuk
berkompromi atau berpihak kepada manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang
saham minoritas. Anggapan bahwa manajemen sering mengambil tindakan yang cenderung
mengarah pada kepentingan pribadi mengakibatkan strategi aliansi antara investor
institusional dengan pihak manajemen ditanggapi negative oleh pasar. Hal ini tentunya
berdampak pada penurunan harga saham perusahaan di pasar modal sehingga dengan
kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan
nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial mempunyai hubungan negatif tidak
signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,298 (lebih besar dari 0,05. Jika dilihat dari arah
koefisiennya maka pengaruhnya adalah negatif, yang artinya semakin rendah kepemilikan
manajerial maka semakin rendah juga nilai perusahaan. Begitu pula sebaliknya, semakin
tinggi kepemilikan manajerial maka akan semakin tinggi juga nilai perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Artinya, dengan adanya kepemilikan manajerial masih belum mampu untuk meningkatkan
nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai hak kepemilikan saham
oleh manajemen. Sampel penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan
manajemen yaitu antara 0% sampai 23,34%. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan
manajemen pada sampel penelitian menunjukkan jumlah yang masih rendah dibandingkan
dengan kepemilikan pemegang saham yang lain. Menurut Resmiati (2013) kepemilikan
manajemen dipandang sebagai mekanisme control yang tepat untuk mengurangi konflik
akibat perbedaan kepentingan antara principal (pemilik) dan agent (manajemen), karena
kepemilikan oleh manajemen dipandang dapat menyamakan kepentingan antara pemilik
dan manajemen sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan
manajemen. Menurut Permanasari (2010) kepemilikan manajemen di Indonesia khususnya
untuk perusahaan non keuangan masih rendah sehingga pihak manajemen masih bertindak
untuk memaksimalkan kepentingan sendiri yang dapat merugikan pemegang saham
lainnya. Kepemilikan manajemen yang rendah juga mengakibatkan kinerja yang belum
maksimal sehingga kepemilikan manajemen belum dapat menjadi mekanisme untuk
meningkatkan nilai perusahaan, hasil penelitian ini sejalan dengan Permanasari (2010) dan
Resmiati (2013). Tetapi tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Wahyudi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
14
dan Pawestri (2006), Nurlela dan Islahudin (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan
manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0
menunjukkan bahwa variabel komisaris independen mempunyai hubungan positif
signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,009 (lebih kecil dari 0,05). Dalam kaitannya
dengan implementasi GCG di perusahaan, diharapkan bahwa keberadaan komisaris
maupun komisaris independen tidak hanya sebagai pelengkap, karena dalam diri komisaris
melekat tanggung jawab secara hukum. Oleh karena itu, peranan komisaris independen
sangatlah penting. Lemahnya pengawasan yang independen dan terlalu besarnya kekuasaan
eksekutif telah menjadi sebagian dari penyebab tumbangnya perusahaan-perusahaan dunia.
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap manajemen juga diindikasikan sebagai salah satu
penyebab krisis financial di Asia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pemberdayaan
komisaris independen yang diharapkan akan menjadi penggerak GCG telah menjadi bagian
dari reformasi kehidupan bisnis di Indonesia pascakrisis (Effendi, 2008:19). Dewan komisaris
merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberi petunjuk dan
arahan pada pengelola perusahaan. Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu
karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi perusahaan. Melalui
perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi
pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Penelitian ini didukung dengan penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) yang
menggunakan proporsi komisaris independen untuk mengetahui pengaruh nilai perusahaan
yang diukur dengan Tobin's Q, menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh
secara positif terhadap nilai perusahaan. Fama dan Jensen (dalam Ujiyanto dan Pramuka,
2007) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam
perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan
manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan
yang good corporate governance. Masuknya komisaris independen yang berasal dari luar
perusahaan meningkatkan efektivitas komisaris independen tersebut dalam mengawasi
manajemen untuk mencegah kecurangan dalam laporan keuangan. Dengan demikian,
dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Dalam menguji
secara simultan menggunakan uji F menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance
yaitu komite audit, komisaris independen, proporsi kepemilikan manajerial, dan proporsi
kepemilikan institusional secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan; (2) Dalam menguji secara parsial menggunakan uji t menunjukkan bahwa
variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit mempunyai
hubungan negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, hanya variabel komisaris
independen yang mempunyai hubungan positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
15
1. Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas pada empat
variabel yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen
dan komite audit.
2. Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini hanya berdasarkan pada total
persentase kepemilikan saham oleh pihak institusional saja, tanpa mengelompokkan
kepemilikan institusional asing dan kepemilikan institusional dalam negeri.
3. Variabel komite audit hanya menggunakan satu karakteristik, yaitu ada atau tidak
adanya komite audit tanpa memasukkan karakteristik lain misalnya jumlah komite audit
dalam suatu perusahaan.
4. Rendahnya koefisien determinasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masih
banyak mekanisme corporate governance selain kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, komisaris independen dan komite audit yang mempengaruhi nilai
perusahaan.
5. Perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini hanya perusahaan
manufaktur saja.
6. Periode tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini relatif pendek yaitu 5
tahun, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, G. SB. 2005. Kualitas laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan
Dampak Manajemen Laba dengan menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional
Akuntansi VIII, IAI.
Effendi, M. A. 2008. The Power of Good Corporate Governance (Teori dan Implementasi).
Jakarta. Salemba Empat.
FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance
(Tata Kelola Perusahaan). Jilid II, Edisi 2.
Ferdinand. 2005. Metode Penelitian Manajemen. Jakarta : Balai Pustaka.
Ghazali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Kawatu, F. S. 2009. Mekanisme Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Kualitas Laba Sebagai Variabel Interverning. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.13,
No.3: 405-417, September.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance di Indonesia. Jakarta.
Nurlela, R. dan Ishlahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating.
Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Permanasari, W. I. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusinal Dan
Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Universitas
Diponegoro.
Rachmawati, A. dan H. Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar, 26-28
Juli.
Rifa’I, B. 2009. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance
di Perusahaan Publik. Jurnal Hukum No. 3 Vol. 16 Juli 2009:396-412.
Resmiati, D. 2013. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Dan Corporate Social
Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013)
16
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi S1. Fakultas Ekonomi. Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Indonesia.
Retno, R.D. dan D. Priantinah. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada
Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Jurnal Nominal
Volume 1 Nomor 1. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogjakarta.
Siallagan, H. dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan
Nilai Perusahaan. Padang. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-26 Agustus
2006.
Sulistyanto, S. 2008. Manajemen Laba. Cetakan Pertama, Jakarta : PT. Grasindo.
Suryani, I. D. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat Di BEI. Universitas Diponigoro.
Sutedi. A. 2011. Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika.
Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen
Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 26-28 Juli.
Wahyudi, U. dan Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan
: Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional
Akuntansi IX. Padang 23-26 Agustus.
Zarkasyi, M. W. 2008. Good Corporate Governance. Bandung : Alfabeta.
●●●
Download