Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Windhy Intan Maharani [email protected] Maswar Patuh Priyadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT This research is meant to find out the influence of corporate governance mechanism to the value of the company. The corporate governance mechanism which measured with 4 variables (the Independent Board of Commissioners, institutional ownership, managerial ownership and audit committee), and the value of the company in this research is measured with the value of Tobin’s Q. This research is using purposive sampling method which listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in during the period of 2007-2011 and it obtains 31 companies as the samples. The analysis method in this research is using multiple linier regressions. The result of this research indicates that the corporate governance mechanism which has proxy with the institutional ownership, the managerial ownership and audit committee which has insignificant negative influence to the value of the company. While, the Independent Board of Commissioners has a significant positive influence to the value of the company. Keywords: The Corporate governance, The Value of The Firm, Tobin’s Q. . ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme corporate governance terhadap nilai perusahaan. Mekanisme corporate governance diukur dengan menggunakan 4 variabel (dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit), dan nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan nilai Tobin’s Q. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan jumlah sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2007-2011dan diperoleh 31 perusahaan yang digunakan sebagai sampel. Metode analisis dari penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance yang diproksi dengan kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit mempunyai hubungan negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Kata Kunci: Corporate governance, Nilai Perusahaan, Tobin’s Q. PENDAHULUAN Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai tujuan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) apabila perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup karena keberlanjutan merupakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Krisis yang melanda Indonesia yang dimulai pada pertengahan 1997 salah satunya diakibatkan rendahnya penerapan corporate governance. Hal ini ditandai dengan kurang transparannya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah dan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 2 terkonsentrasinya pemegang saham besar pada beberapa keluarga menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan sangat terasa dan menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang baik. Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipasi dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan. Isu mengenai corporate governance mulai mengemuka, khususnya di Indonesia pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh sangat lemahnya corporate governance yang diterapkan dalam perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktek corporate governance. Penerapan good corporate governance baik di suatu negara ataupun di perusahaan memerlukan suatu identifikasi prinsip-prinsip dari konsep good corporate governance itu sendiri, konsep good corporate governance merupakan konsep yang bersifat general dan universal, namun untuk pelaksanaan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan yang bersangkutan. Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) merumuskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Corporate governance yang mengandung empat unsur penting yaitu keadilan, transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas, diharapkan dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Ada empat mekanisme corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Menurut Siallagan dan Machfoedz (2006) peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi, namun demikian dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan opersional (Zarkasyi, 2008:96). Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Dengan meningkatnya kepemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehinga manajemen akan termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Adanya kepemilikan manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan. Penelitian oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul karena adanya Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 3 insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan meningkat. Jensen dan Meckling (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institutional) oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah mekanisme corporate governance, yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yang lebih panjang yaitu antara 2007-2011 dan penambahan variable independen dalam mekanisme GCG yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Penambahan periode pengamatan dan variable independen dimaksudkan untuk mendapatkan data sampel yang lebih banyak dan hasil penelitian ini mempunyai daya komparabilitas yang lebih baik. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Corporate Governance Konsep Good Governance berkembang seiring dengan tuntutan publik yang menginginkan terwujudnya kehidupan bisnis yang sehat, bersih, dan bertanggung jawab. Penerapan good corporate governance baik di suatu Negara ataupun di perusahaan memerlukan suatu identifikasi prinsip-prinsip dari konsep good governance merupakan konsep yang bersifat general dan universal, namun untuk pelaksanaan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan yang bersangkutan. Secara definitif, Sulistyanto (2008 : 134) mengemukakan good corporate governance sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholdernya. Untuk itu ada dua hal yang ditekankan dalam hal ini, yaitu hak pemegang saham yang harus dipenuhi perusahaan dan kewajiban yang harus dilakukan perusahaan. Sedangkan pengertian good corporate governance menurut Zarkasy (2008 : 7) adalah suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder). Oleh karena itu, sangat logis bila diperlukan sebuah aturan dan ketentuan-ketentuan dalam rangka mendorong penerapan good corporate governance di masing-masing perusahaan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa good corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses-proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai saham, sekaligus bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar. Manfaat Corporate Governance Manfaat dari pelaksanaan good corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 4 kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value, mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, serta pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Asas Corporate Governance Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek dan semua jajaran perusahaan. Menurut Zarkasyi (2008:38-39) asas Corporate Governance meliputi : a. Transparansi (Transparency). Untuk menjaga obyektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah di akses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. b. Akuntabilitas (Accountability). Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. c. Responsilibitas (Responsibility). Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. d. Independensi (Independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus di kelola secara independent sehingga masing-masing organisasi perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain. e. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness). Dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Mekanisme Corporate Governance Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Siallagan dan Machfoedz (2006), mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Masalah keagenan sering muncul karena adanya perpedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Demsetz dan Lehn (dalam Suryani, 2010) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan. Adanya konsentrasi kepemilikan dari institusi dan dari pihak manajerial dianggap bisa mengurangi kecenderungan manajer dalam memanipulasi laba. Cornet et al., (dalam Suryani, 2010) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Mereka menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 5 institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Adanya konsentrasi kepemilikan dalam perusahaan akan membuat pemegang saham ada pada posisi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki kendali terhadap manajemen untuk menuntut mereka melaporkan laporan keuangan secara akurat. Sama halnya dengan peran dewan komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Selain kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial juga dianggap bisa mengurangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Faisal (dalam Suryani, 2010) besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajer yang mempunyai kepemilikan saham di perusahaan akan cenderung bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham karena terdapat kesamaan kepentingan antara keduanya. Komite audit mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control terhadap perusahaan akan lebih baik sehingga konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri dapat diminimalisasi (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan ni;ai perusahaan dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. Dewan memandang aktivitas monitor oleh komisaris eksternal sebagai pusat dari pemecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang efektif (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Ishlahuddin (2008), karena nilai perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegag saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Ishlahuddin, 2008). Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 6 pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Pengembangan Hipotesis Pengaruh dewan komisaris terhadap nilai perusahaan Menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Siallagan dan Machfoedz (2003) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektifitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan Penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menemukan bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan Wahyudi dan Pawestri (2006) dalam penelitiannya mengenai implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai perusahaan (Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi. Kepemilikan institusional, dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Dengan adanya kepemilikan institusional akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pengaruh komite audit terhadap nilai perusahaan Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan. Perumusan hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini serta tinjauan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga mekanisme corporate governance yang terdiri atas : Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Diduga kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit secara parsial berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 7 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011, (2) Perusahaan Perusahaan manufaktur yang mengalami pertumbuhan aset positif secara berturut-turut selama periode pengamatan 2007-2011(3) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan berturut-turut dan memiliki data komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode pengamatan 2007 – 2011. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar. Jumlah saham yang dimiliki institusional KI = ------------------------------------------------------- x 100% Total saham beredar b. Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham, semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri (Siallagan dan Machfoedz, 2006).Secara matematis kepemilikan manajerial dapat diformulasikan sebagai berikut (Siallagan dan Machfoedz, 2006) : Jumlah saham yang dimiliki manajemen KM = -------------------------------------------------------- x 100% Total saham beredar c. Proporsi Dewan Komisaris Independen Dewan Komisaris Independen (DKI) adalah puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, peranan dewan komisaris independent juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas laporan keuangan. Jumlah dewan komisaris di ukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan komisaris independen suatu perusahaan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). d. Komite Audit Komite Audit (KA) suatu kelompok yang sifatnya independent atau tidak memiliki kepemilikan terhadap manajemen dan diangkat secara khusus serta memiliki pandangan antara lain bidang akuntansi dan hal-hal lain yang terkait dengan sistem pengawasan internal perusahaan (Zarkasyi, 2008 : 16). Pengukuran komite audit menggunakan variabel dummy, yaitu apabila perusahaan sampel memiliki komite audit maka akan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 8 diberi angka 1, apabila perusahaan sampel tidak memiliki komite audit maka diberi angka 0. Variabel Dependen Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar.. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan nilai Tobin’s Q. Variabel ini diberi simbol Y. Variabel ini telah digunakan oleh Nurlela dan Ishlahudin (2008). Perhitungan menggunakan rumus: Y ( EMV D) ( EBV D) Keterangan: Y EMV D EBV = Nilai Perusahaan = Nilai pasar ekuitas (EMV= closing price x jumlah saham yang beredar) = Nilai buku dari total hutang = Nilai buku dari total aset Pengujian Hipotesis Regresi Linier Berganda Menurut Ferdinand (2006 : 295), analisis regresi linier berganda adalah suatu prosedur statistik dalam menganalisis hubungan antara variabel satu atau lebih variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) rumus multiple regresinya adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Keterangan : Y = Nilai perusahaan a = Konstanta b1b2b3b4 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas X1 = Kepemilikan Manajerial X2 = Kepemilikan Institusional X3 = Dewan Komisaris Independen X4 = Komite Audit e = Kesalahan Pengganggu Persamaan regresi linier berganda di atas dihitung dengan menggunakan program SPSS 18. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 9 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan nilai perusahaan. Tabel 1 Deskripsi Variabel Tahun 2007-2011 N Nilai Perusahaan 155 Komite Audit 155 Komisaris Independen 155 Kepemilikan 155 Manajerial Kepemilikan 155 Institusional Sumber: Data sekunder yang diolah Minimum Maximum Mean 0,067 0 1 0,00 5,75 1 5 23,34 0,710 0,55 1,98 2,95 Std. Deviation 0,731 0,499 0,997 11,79 3,14 99,00 69,42 17,76 Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 sampai 2011, nilai perusahaan berkisar antara 0,067 sampai 5,75 dengan rata-rata nilai perusahaan sebesar 0,710 dan deviasi standar sebesar 0,731. Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 sampai 2011, jumlah komite audit berkisar antara 0 sampai 1 dengan rata-rata jumlah komite audit sebesar 0,55 dan deviasi standar sebesar 0,499. Proporsi komisaris independen pada tahun 2007 sampai 2011 berkisar antara 1 sampai 5 dengan rata-rata proporsi komisaris independen sebesar 1,98 dan deviasi standar sebesar 0,997. Pada tahun 2007 sampai 2011 proporsi kepemilikan manajerial memiliki nilai rata-rata sebesar 2,95 dan deviasi standar sebesar 11,79 dengan nilai berkisar antara 0,00 sampai 23,34. Berdasarkan tabel juga dapat diketahui bahwa nilai tertinggi kepemilikan institusional pada tahun 2007 sampai 2011 adalah sebesar 3,14, sedangkan nilai terendah adalah sebesar 99,00 dengan rata-rata kepemilikan institusional adalah sebesar 69,42, dan deviasi standar sebesar 17,76. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Autokorelasi. Nilai Durbin-Watson persamaan regresi adalah 1.286, model regresi yang terbentuk tidak terjadi autokorelasi karena mempunyai angka Durbin Watson di antara -2 sampai +2. c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik data tersebar di daerah antara 0-Y dan tidak membentuk pola tertentu, maka model regresi yang terbentuk diidentifikasi tidak terjadi heterokedastisitas. d. Uji Normalitas. Untuk mendeteksi normalitas adalah dengan melihat penyebaran data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik. Data dalam sampel menyebar di sekitar Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 10 garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Uji Hipotesis Analisis Regresi Linear Berganda Model 1 (Constant) KA KD KM Kins Tabel 2 Hasil Regresi Linear Berganda Unstandardized Standardize Coefficients d t Coefficients B Std. Error Beta 0,679 0,291 2,333 -0,216 0,120 -0,148 -1,798 0,153 0,058 0,208 2,635 -0,005 0,005 -0,083 -1,044 -0,002 0,003 -0,048 -0,582 Sig 0,021 0,074 0,009 0,298 0,562 Sumber: Data sekunder yang diolah Tabel di atas menunjukkan persamaan regresi yang dapat menjelaskan ada atau tidaknya pengaruh variabel independen dewan komisaris (KD), proporsi kepemilikan manajerial (KM), proporsi kepemilikan institusional (Kins), dan komite audit (KA) terhadap nilai perusahaan (NP) serta dapat menginformasikan besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel, diperoleh model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: NP = 0,679 - 0,216 KA + 0,153 KD - 0,005 KM - 0,002 Kins + e Analisis Koefisien Determinasi Multiple (R2) Model R 1 0,231a Tabel 3 Koefisien Determinasi Barganda R Square Adjusted R Square 0,0053 0,028 Std. Error of the Estimate 0,325 Sumber: Data sekunder yang diolah Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa koefisien determinasi berganda (R2) atau adjusted R Square adalah sebesar 0,028 atau 2,8 %, ini berarti bahwa dewan komisaris (KD), proporsi kepemilikan manajerial (KM), proporsi kepemilikan institusional (Kins), dan komite audit (KA) secara bersama-sama mampu mempengaruhi nilai perusahaan (NP) sebesar 2,8 %, sedangkan sisanya sebesar 97,2% dipengaruhi variabel lain di luar penelitian ini. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 11 Pengujian Secara Simultan (Uji F) Tabel 4 Analisis of Varians ANOVAb Model Sum of Mean Squares Df Square 1 Regression 6,071 4 1,518 Residual 76,23 150 0,508 Total 82,30 154 a. Predictors: (Constant), Kins, KM, KD, KA b. Dependent Variable: NP F 2,986 Sig. ,021a Sumber: Data sekunder yang diolah Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 2,986 dengan signifikansi uji F sebesar 0,021. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari α = 0,05, dengan demikian maka H0 ditolak. Artinya secara bersamasama terdapat pengaruh antara variabel independen yaitu komite audit, komisaris independen, proporsi kepemilikan manajerial, dan proporsi kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan GCG terbukti dapat meningkatkan nilai perusahaan. Komite Nasional Good Corporate Governance (KNKG, 2006) menyatakan bahwa GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Dengan demikian, penerapan mekanisme corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut konsep GCG perusahaan akan memperoleh nilai perusahaan yang maksimal apabila fungsi dan tugas masing-masing pelaku organisasi bisnis yang modern dapat dipisahkan dengan bentuk: (1) Board of Directors (BOD), dengan syarat mereka bekerja full time dengan tidak boleh merangkap pekerjaan. Mereka mengelola perusahaan melalui berbagai keputusan managerial perusahaan. (2) Board of Commisionners (BOC), meliputi komisaris biasa dan komisaris independen serta berbagai komite yang dibentuknya. Fungsi utama BOC adalah mengawasi arah kepengurusan dan jalannya perusahaan menurut prinsip GCG. Agar fungsi dan tugas Dewan Komisaris (Dekom) berjalan dengan baik, perlu dipastikan bahwa setiap kebijakan dan keputusan Dekom yang dikeluarkan tidak memihak kepentingan BOD sebagai agent, atau bias dengan kepentingan pemilik. Dalam hal ini komisaris independen dapat berperan untuk mewakili pemegang saham minoritas sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Rifai, 2009). Perusahaan yang menerapkan GCG sesuai dengan prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan adanya komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit di perusahaan akan mampu menjalankan aktivitas bisnisnya dengan seimbang dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 12 Pengujian Secara Parsial (Uji t) Tabel 5 Model 1 (Constant) KA KD KM Kins Unstandardized Coefficients B Std. Error 0,679 0,291 -0,216 0,120 0,153 0,058 -0,005 0,005 -0,002 0,003 Standardize d Coefficients Beta -0,148 0,208 -0,083 -0,048 t 2,333 -1,798 2,635 -1,044 -0,582 Sig 0,021 0,074 0,009 0,298 0,562 Sumber: Data sekunder yang diolah Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Secara Parsial terhadap Nilai Perusahaan Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan bahwa variabel komite audit mempunyai hubungan negatif tidak signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,074 (lebih besar dari 0,05). Hasil tersebut menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh komite audit terhadap nilai perusahaan kemungkinan besar dikarenakan belum optimalnya kinerja komite audit dalam memantau dan melaksanakan pengendalian internal perusahaan. Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia, perusahaan-perusahan publik diwajibkan membentuk komite audit, tetapi pada data penelitian menunjukkan bahwa hanya 44% perusahaan yang sudah mempunyai komite audit, sedangkan 56% perusahaan lainnya masih belum mempunyai komite audit. Selain itu, dalam data sampel penelitian ditemukan dalam lima tahun berturut-turut (tahun 2007 sampai 2011) terdapat perusahaan yang tidak secara konsisten membentuk komite audit. Penelitian McMullen dan Randghun (dalam Sutedi, 2011) menyimpulkan adanya hubungan positif antara kompetensi tersebut dengan menurunnya kemungkinan dilakukannya earnings management. Artinya, semakin kompetensi komite audit akan semakin mengurangi kemungkinan praktik rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Effendi (2008) menyatakan bahwa keberadaan komite audit di perusahaan publik sampai saat ini masih sekadar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja. Hal ini ditunjukkan dengan komposisi anggota komite audit di perusahaan publik yang sebagian besar bukan di dasarkan atas kompensasi dan kapabilitas yang mamadai, namun lebih didasarkan pada kedekatan dengan dewan komisaris independen perusahaan. Anggota komite audit semacam ini sulit diharapkan untuk dapat bekerja secara professional sehingga hal ini yang merupakan salah satu faktor komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Padahal secara umum adanya komite audit di perusahaan publik diharap dapat membantu dewan komisaris dalam melakukan pengawasan kepada manajemen untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan telah menggambarkan keadaan perusahaan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum sehingga perusahaan dapat menjalankan kegiatan operasional dengan seimbang dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Variabel komite audit mempunyai nilai signifikansi 0,074, dapat dikatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Kawatu (2009) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rachmawati dan Triatmoko (2007). Adanya komite audit bukan merupakan jaminan bahwa kinerja suatu Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 13 perusahaan akan membaik, sehingga pasar menganggap keberadaan komite audit bukan merupakan faktor yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional mempunyai hubungan negatif tidak signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,562 (lebih besar dari 0,05). Hal ini disebabkan ketika calon investor akan menanamkan saham, para calon investor tidak melihat siapa investor institusionalnya, melainkan melihat manajemen perusahaan dan nilai perusahaan tersebut. Data sampel penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusional 3,14% sampai 99%. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional pada sampel penelitian menunjukkan jumlah yang besar dibandingkan dengan kepemilikan pemegang saham yang lain. Dengan adanya kepemilikan institusional diharap dapat memonitor dan mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Retno dan Priantinah (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permanasari (2010), Wahyudi dan Pawesti (2006), yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional mayoritas memiliki kecenderungan untuk berkompromi atau berpihak kepada manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Anggapan bahwa manajemen sering mengambil tindakan yang cenderung mengarah pada kepentingan pribadi mengakibatkan strategi aliansi antara investor institusional dengan pihak manajemen ditanggapi negative oleh pasar. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan harga saham perusahaan di pasar modal sehingga dengan kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial mempunyai hubungan negatif tidak signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,298 (lebih besar dari 0,05. Jika dilihat dari arah koefisiennya maka pengaruhnya adalah negatif, yang artinya semakin rendah kepemilikan manajerial maka semakin rendah juga nilai perusahaan. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi kepemilikan manajerial maka akan semakin tinggi juga nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Artinya, dengan adanya kepemilikan manajerial masih belum mampu untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai hak kepemilikan saham oleh manajemen. Sampel penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan manajemen yaitu antara 0% sampai 23,34%. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen pada sampel penelitian menunjukkan jumlah yang masih rendah dibandingkan dengan kepemilikan pemegang saham yang lain. Menurut Resmiati (2013) kepemilikan manajemen dipandang sebagai mekanisme control yang tepat untuk mengurangi konflik akibat perbedaan kepentingan antara principal (pemilik) dan agent (manajemen), karena kepemilikan oleh manajemen dipandang dapat menyamakan kepentingan antara pemilik dan manajemen sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan manajemen. Menurut Permanasari (2010) kepemilikan manajemen di Indonesia khususnya untuk perusahaan non keuangan masih rendah sehingga pihak manajemen masih bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri yang dapat merugikan pemegang saham lainnya. Kepemilikan manajemen yang rendah juga mengakibatkan kinerja yang belum maksimal sehingga kepemilikan manajemen belum dapat menjadi mekanisme untuk meningkatkan nilai perusahaan, hasil penelitian ini sejalan dengan Permanasari (2010) dan Resmiati (2013). Tetapi tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Wahyudi Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 14 dan Pawestri (2006), Nurlela dan Islahudin (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan alat bantu SPSS 18.0 menunjukkan bahwa variabel komisaris independen mempunyai hubungan positif signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,009 (lebih kecil dari 0,05). Dalam kaitannya dengan implementasi GCG di perusahaan, diharapkan bahwa keberadaan komisaris maupun komisaris independen tidak hanya sebagai pelengkap, karena dalam diri komisaris melekat tanggung jawab secara hukum. Oleh karena itu, peranan komisaris independen sangatlah penting. Lemahnya pengawasan yang independen dan terlalu besarnya kekuasaan eksekutif telah menjadi sebagian dari penyebab tumbangnya perusahaan-perusahaan dunia. Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap manajemen juga diindikasikan sebagai salah satu penyebab krisis financial di Asia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pemberdayaan komisaris independen yang diharapkan akan menjadi penggerak GCG telah menjadi bagian dari reformasi kehidupan bisnis di Indonesia pascakrisis (Effendi, 2008:19). Dewan komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberi petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi perusahaan. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini didukung dengan penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) yang menggunakan proporsi komisaris independen untuk mengetahui pengaruh nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin's Q, menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan. Fama dan Jensen (dalam Ujiyanto dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Masuknya komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas komisaris independen tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan dalam laporan keuangan. Dengan demikian, dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Dalam menguji secara simultan menggunakan uji F menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance yaitu komite audit, komisaris independen, proporsi kepemilikan manajerial, dan proporsi kepemilikan institusional secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan; (2) Dalam menguji secara parsial menggunakan uji t menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit mempunyai hubungan negatif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, hanya variabel komisaris independen yang mempunyai hubungan positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 15 1. Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas pada empat variabel yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit. 2. Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini hanya berdasarkan pada total persentase kepemilikan saham oleh pihak institusional saja, tanpa mengelompokkan kepemilikan institusional asing dan kepemilikan institusional dalam negeri. 3. Variabel komite audit hanya menggunakan satu karakteristik, yaitu ada atau tidak adanya komite audit tanpa memasukkan karakteristik lain misalnya jumlah komite audit dalam suatu perusahaan. 4. Rendahnya koefisien determinasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masih banyak mekanisme corporate governance selain kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan komite audit yang mempengaruhi nilai perusahaan. 5. Perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini hanya perusahaan manufaktur saja. 6. Periode tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini relatif pendek yaitu 5 tahun, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. DAFTAR PUSTAKA Boediono, G. SB. 2005. Kualitas laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI. Effendi, M. A. 2008. The Power of Good Corporate Governance (Teori dan Implementasi). Jakarta. Salemba Empat. FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II, Edisi 2. Ferdinand. 2005. Metode Penelitian Manajemen. Jakarta : Balai Pustaka. Ghazali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kawatu, F. S. 2009. Mekanisme Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kualitas Laba Sebagai Variabel Interverning. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No.3: 405-417, September. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia. Jakarta. Nurlela, R. dan Ishlahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Permanasari, W. I. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusinal Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro. Rachmawati, A. dan H. Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar, 26-28 Juli. Rifa’I, B. 2009. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Perusahaan Publik. Jurnal Hukum No. 3 Vol. 16 Juli 2009:396-412. Resmiati, D. 2013. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 8 (2013) 16 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi S1. Fakultas Ekonomi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Retno, R.D. dan D. Priantinah. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Jurnal Nominal Volume 1 Nomor 1. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogjakarta. Siallagan, H. dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan. Padang. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-26 Agustus 2006. Sulistyanto, S. 2008. Manajemen Laba. Cetakan Pertama, Jakarta : PT. Grasindo. Suryani, I. D. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdapat Di BEI. Universitas Diponigoro. Sutedi. A. 2011. Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika. Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 26-28 Juli. Wahyudi, U. dan Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan : Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang 23-26 Agustus. Zarkasyi, M. W. 2008. Good Corporate Governance. Bandung : Alfabeta. ●●●