dasar – dasar analisis - Universitas Sumatera Utara

advertisement
Validitas Posisi Yang Dimiliki Arsitektur
NELSON SIAHAAN
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Terjadi fenomena yang menarik berkaitan dengan kualitas arsitektur dalam
dekade terakhir ini di Indonesia. 'Situasi ini membawa kepada pertanyaan tentang
validitas posisi yang dimiliki arsitektur serta kontribusi arsitektur dalam penciptaan
lingkungan binaan di masa mendatang.
Perkembangan yang ada telah mengubah secara subtansial peran tradisional
arsitektur sebagai "master builder" ke arah yang mengutamakan proses sosial:
bersifat multi dimensi dan multi disiplin serta menekankan pemahaman isu-isu yang
berkembang secara holistik agar arsitektur dapat beradaptasi dengan proses-proses
ekonomi yang ada di dalam komunitas.
Kajian ini melihat pentingnya otonomi bagi arsitektur didalam masyarakat
modern yang cukup kompleks.
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini terjadi fenomena menarik pada perkembangan Arsitektur
Kontemporer di Indonesia. Perkembangan ini terutama berkaitan dengan segala
aspek kualitas Arsitektur yang muncul dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Perkembangan aspek kualitas ini sebenarnya terjadi berkaitan dengan percepatan
pembangunan akibat perkembangan ekonomi yang terjadi di kota-kota besar dengan
spektrum yang cukup luas. Kenyataan yang ada saat ini adalah bahwa untuk memilih
bentuk yang dapat mewakili Arsitektur Kontemporer Indonesia dalam periode
tersebut jelas akan mengalami kesulitan yang besar.
Salah satu hal yang menarik untuk dicermati dari fenomena ini adalah
terjadinya percepatan perubahan sikap terhadap kebendaan terutama yang
berhubungan dengan kebutuhan manusia. Hal ini terjadi sebenarnya tak dapat
dipungkiri akibat dari semakin besar jumlah masyarakat di kota-kota besar di
Indonesia yang telah masuk ke dalam kehidupan masyarakat modern layaknya.
Dalam prosesnya, perubahan ini juga telah melahirkan perubahan dalam hal sistem
nilai yang pada akhirnya telah pula mengubah pola-pola hubungan dan perilaku pada
masyarakat di kota-kota besar itu sendiri.
Dalam konteks ini, sadar atau tidak sadar perkembangan sosial-budaya
kontemporer di Indonesia telah dirasuki pengaruh Regionalisme, Globalisasi, dan
Liberalisme yang jauh masuk sampai ke dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini
jelas terlihat berdampak luas di dalam segala aspek kehidupan sehingga pertalian
antara ide yang satu dengan ide yang lainnya dapat saling tertukar dengan cepat
dan serba mungkin terjadi. Sering kali dampak yang muncul sulit dibayangkan
sebelumnya dan menimbulkan distorsi di dalam masyarakat.
Perkembangan dan perubahan ini juga dapat diamati pada Arsitektur
Kontemporer di Indonesia. Beberapa pengamat Arsitektur meyakini bahwa telah lahir
"budaya" Arsitektur canggih yang mengawinkan bentuk-bentuk Arsitektur Modern
dengan Arsitektur Klasik atau Tradisional. Arsitektur "baru" telah lahir dengan
mengambil elemen-elemen tradisional. Tidaklah salah kalau Majelis Arsitek dan
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
1
Pengurus Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pada Nopember 1994 mempertanyakan;
apakah telah terjadi "distorsi" dalam praktek-praktek profesional yang dilakukan
praktisi Arsitektur di Indonesia. Lebih jauh juga Majelis dan IAI mempersoalkan
perlunya segera mengkaji ulang kebutuhan keahlian yang diinginkan "pasar"
pemakai jasa Arsitek. Apa yang digugat disini adalah bahwa para Arsitek muda
belum dibekali materi yang cukup untuk menghadapi perkembangan yang terjadi di
sekitarnya.
Tulisan ini akan membahas Arsitektur Kontemporer di Indonesia dalam
kaitannya dengan validitas posisi yang dimiliki arsitektur saat ini dan bagaimana
tantangan yang dihadapi dunia arsitektur Indonesia dimasa mendatang. Pada tulisan
ini, validitas yang dimiliki dibahas dalam kerangka pemikiran teoritis dan kaitannya
dengan konsep-konsep dan tema-tema arsitektur yang berkembang saat ini.
Walaupun studi ini hanya memberikan gambaran umum tentang validitas posisi yang
dimiliki arsitektur akan tetapi diharapkan cukup membantu usaha memahami dan
menelusuri tantangan yang dihadapi arsitektur di masa mendatang.
Dalam studi ini terminologi "arsitektur" yang digunakan adalah dalam
pengertian yang positif dan pragmatis, yaitu sebagai suatu karya cipta yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan budaya dimana arsitektur itu diwujudkan.
Secara alamiah arsitektur berakar didalam pertumbuhan dan perkembangan
peradaban manusia serta bersifat permanen, universal dan berupa karya cipta
manusia. Bertitik tolak dari pandangan ini maka akan dapat dilakukan pengkajian
tentang validitas posisi yang dimiliki arsitektur yang secara aktif berperan
menciptakan lingkungan binaan dan komunitasnya.
BAB II
LATAR BELAKANG
Ada gugatan yang sering muncul sekarang tentang posisi arsitektur di
Indonesia dan efektifitas yang dimilikinya serta sikap di dalam menentukan perannya
di masa mendatang. Pertanyaan ini menjadi sangat mendasar karena pembahasanpembahasan tentang praktek arsitektur kontemporer pada tahuntabun terakhir ini
menuntut perlunya perubahan-perubahan mendasar yang terfokus pada hal-hal
seperti: bagaimana arsitek harus bekerja terutama dalam hal sumbangannya
terhadap kehidupan manusia seperti lingkungan yang berkelanjutan, pemanfaatan
sumber daya alam secara efisien dan lain sebagainya.
Tidak dapat disangkal ini terjadi sejalan dengan perkembangan masyarakat
yang telah lebih mampu menyuarakan kepentingannya. Disamping itu, harus diakui
pula bahwa teknologi bangunan dengan bangunan-bangunan yang lebih canggih dan
rumit telah mengubah cara kerja arsitek dan cara-cara tradisional yang lebih
berperan sebagai "master builder" ke arah proses sosial yang menekankan
kemampuan dalam menangani masalah-masalah dan peluang-peluang baru yang
terus berkembang,1) Didalam proses ini sudah barang tentu dituntut pemahaman
terhadap berbagai macam isu-isu perancangan yang bersifat multi dimensi dan
disiplin, serta sikap yang lebih menekankan pemahaman isu-isu tersebut secara
holistik.
Situasi diatas memberi gagasan untuk memahami bahwa di satu sisi arsitek
saling berhubungan dan terkait dengan berbagai profesi, disisi lain arsitektur itu jelas
sangat berbeda terutama hubungannya dengan seni serta hubungannya dengan
beragam disiplin ilmu. Pemahaman ini jelas membawa kita pada suatu kontradiksi
antara "Keyakinan" yang dimiliki Arsitek dan "Kenyataan" yang dihadapinya.
Mengutip C. Wright Mills (1958) dalam The American Designer as a Cultural
Workman dikatakan bahwa:
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
2
"His art is business, but his business is art and curious things have been happening
both to the art and to the business-and so to him”2)
Bertolak dari pandangan di atas dimana Arsitek dan berbagai profesi lain
saling terkait terutama bila dihubungkan dengan suatu proyek arsitektur maka jelas
disini akan muncul suatu kompromi yang kuat antara etos dengan situasi dan kondisi
yang ada. Berangkat dari gambaran diatas maka tulisan ini akan mengkaji validitas
posisi yang dimiliki arsitektur dan peranan arsitektur akan dapat dipelajari.
BAB III
PERAN DAN TANTANGAN DUNIA ARSITEKTUR
Dalam membahas validitas posisi yang dimiliki arsitektur, peran dan
tantangan dunia arsitektur pada masa mendatang adalah cukup bijaksana bila kita
menempatkannya pertama sekali dalam suatu kerangka waktu. Jika ditinjau dalam
rentang WaktU 1980 sampai masa sekarang ini maka perkembangan masalah dan
isu-isu lingkungan binaan (Arsitektur) cukup rumit. Untuk jangka waktu ke depan
pun sudah barang tentu masalah yang dihadapi semakin rumit dengan segala aspek
yang terkait didalamnya. Apa yang diresahkan saat ini oleh para praktisi arsitektur di
Indonesia adalah situasi dimana dirasakan ada keterbatasan pemahaman
perbendaharaan "kata" Arsitektur itu sendiri terutama didalam menanggapi tuntutan
perkembangan kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan lingkungan
binaannya.
Bila ditinjau dalam perspektif waktu antara tahun 1960-an dan masa
sekarang, Arsitektur kelihatan telah berubah dari suatu gerakan yang menentang
estetika dan parameter-parameter sosial kepada suatu kondisi yang menginginkan
status quo. Hal ini terutama berkaitan dengan kecenderungan untuk menolak
bentuk-bentuk formal dan kemapanan sosial dalam masyarakat modern. Apa yang
jelas terlihat disini adalah Arsitektur berusaha untuk menyajikan suatu bahasa
formal yang berlaku umum yang terkadang bersifat figuratif dan ekletis. Beberapa
tema-tema
arsitektur
digali
seperti:
Postmodernism;
Regionalism;
Deconstructionism; Neo-modernism dan lain sebagainya, semua ini dimaksudkan
untuk membuat Arsitektur sebagai "alat ekspresi budaya"3). Disini terlihat bahwa
praktisi arsitektur kontemporer cenderung mencari bentuk-bentuk pembenaran
ideologinya. Arsitektur tidak lagi dalam kerangka pemikiran yang berusaha
mengekspresikan arti tersirat dari suatu bentuk produk tetapi lebih kepada makna
yang terlihat sesaat. Kritik dan debat dalam dunia arsitektur berkisar diantara
berbagai macam tema-tema tersebut sehingga perkembangan arsitektur banyak
dipengaruhi kampanye dari beragam ideologi.
Perkembangan diatas berpengaruh besar terhadap profesi arsitek. Terjadi
perubahan dari Arsitek yang secara tradisional dikenal sebagai "master builder" yang
secara estetis sangat puritan kepada arsitek sebagai "trendsetter". Situasi ini
sebenarnya sangat berkaitan dengan perkembangan sosial dan ekonomi yang terjadi
di masyarakat modern dimana segala perangkat kapital lebih menekankan suatu
sistem yang cepat dan serba instant. Jelas keadaan ini berpengaruh pada
masyarakat dengan tidak peduli pada arti hakiki yang tersirat dan suatu bentuk
produk tetapi lebih terpaku pada makna yang terlihat layaknya melihat beragam
gaya kemasan produk komoditi. Apa yang berlaku pada arsitektur juga adalah suatu
skenario dimana arsitektur telah menjelma menjadi bagian integral dari sistem
beroperasinya instrumen kapital. Dalam hal ini arsitektur itu sendiri menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari barang konsumsi dengan berbagai macam "style" yang
berkompetisi di pasaran. Tidaklah salah seperti dikatakan Ventury (1966) bahwa
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3
peranan arsitektur akan menjadi berkurang sejalan dengan perkembangan sosial dan
ekonomi masyarakat modern4). Yang harus menjadi perhatian utama para praktisi
arsitektur sekarang ini adalah : peranan apa yang sebaiknya dilakukan untuk
menghadapi kekuatan kapital dalam 'pasar' jasa arsitektur.
Ada kekhawatiran yang timbul saat ini tentang kemampuan para praktisi
Arsitektur untuk mampu beradaptasi dalam persaingan ketat pada 'pasar' pengguna
jasa Arsitektur. Menghubungkan arsitektur dengan kecenderungan perkembangan
ekonomi saat ini adalah suatu pekerjaan yang sulit. Interaksi antara Arsitektur dan
perkembangan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi pandang yang berbeda. Pertama
berkaitan dengan peranan Arsitektur didalam perkembangan ekonomi. Kedua
peranan Arsitektur sebagai objek budaya. Bila dibandingkan dengan objek budaya
lainnya seperti lukisan, musik, maupun karya sastra jelas Arsitektur sangat berbeda
dalam hal besarnya biaya-biaya yang terpaut didalamnya 5). Walaupun tentu setiap
bentuk karya seni dapat mengekspresikan pengaruh 'pasar', akan tetapi Arsitektur
sebagai bentuk karya seni sangat tergantung kepada sumber daya ekonomi dan
kekuatan politik jauh sampai keseluruh bagian proses perancangan seperti:
pemilihan site, program, budget, bahan, schedule. Parameter-parameter ekonomi ini
sangat membatasi peran 'transgresif' dan 'transformatif' yang dimiliki arsitek.
Walaupun demikian, situasi ini tentu masih memberi peluang untuk membuat
perubahan didalam proses perencanaan dan perancangan arsitektur.
Disini Arsitektur perlu menghindari kesalahan dalam hal cenderung tetap
memandang peran tradisionalnya sebagai 'master builder'. Adalah kenyataan bahwa
secara tradisi arsitek selalu berada ditampuk pimpinan pada tim-tim proyek
Arsitektur. Akan tetapi sekarang ini ada kecenderungan dimana pemberi tugas
terutama yang berskala besar lebih tergantung pada manajer bangunan dari pada
Arsitek. lni erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi masyarakat yang
mempengaruhi pola-pola hubungan kerja antara arsitek dan masyarakat. Yang
penting untuk dicamkan sekarang adalah bagaimana agar arsitektur dapat menyatu
dengan sistem ekonomi yang berkembang. Oleh sebab itu praktisi arsitektur harus
dapat meningkatkan kemampuan dan pemahamannya akan proses-proses ekonomi
yang terjadi sejalan dengan usahanya didalam pembentukan lingkungan binaan.
Situasi diatas memberikan suatu gambaran bahwa validitas posisi yang
dimiliki arsitektur sesungguhnya tergantung pada pengembangan strateginya sendiri
yang dapat sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi begitu cepat
didalam masyarakat modern sekarang ini 6). Peranan Arsitektur yang diharapkan
dalam skenario ini adalah harus lebih bersifat sebagai jasa industri dan berbeda
dengan peranan tradisionalnya. Sudah barang tentu ini akan mengubah sikap dan
etos kerja di dalam dunia arsitektur secara substansial yaitu perubahan yang
menempatkan arsitektur terserap didalam proses-proses ekonomi yang berkembang
didalam komunitas.
Kendala yang mungkin terjadi dari skenario diatas saat ini adalah kurangnya
pemahaman mengenai tantangan-tantangan baru dan peluang-peluang baru yang
berkembang diseputar arsitektur itu sendiri. Kekurangan terhadap hal-hal tesebut
akan mengakibatkan arsitektur terperangkap dalam bentuk-bentuk solusi
perancangan yang bersifat figuratif. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa
perangkat operasi dari kapitalisme dan konsumerisme telah membawa arsitektur
kedalam ekletisme 7).
Adalah cukup relevan untuk dicermati saat ini tentang kemungkinan peranan
Arsitektur di masa mendatang. Arsitektur sebagai agen perubahan harus sejalan
dengan sistem nilai-nilai baru dan etos kerja baru yang berkembang pada
komunitas. Yang penting adalah bahwa solusi arsitektur yang muncul harus
diputuskan berdasarkan sumbangannya pada masyarakat keseluruhan. Oleh karena
itu dibutuhkan arsitektur sebagai bagian dari inftastruktur dan jasa. Disini arsitektur
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
4
harus berkonsentrasi pada kebutuhan-kebutuhan baru demi dan untuk lingkungan
yang berkelanjutan, berfungsi secara maksimal dengan menggunakan segala sumber
daya secara efisien. Selanjutnya perlu ditekankan bahwa keahlian menggambar yang
secara tradisional merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dunia arsitektur
akan semakin kurang relevan dalam proses perancangan. Apa yang lebih dibutuhkan
adalah arsitektur yang terintegrasi dengan sistem ekologi, sistem informasi, sistem
sosial dan model-model ekonomi.
BAB IV
KESIMPULAN
Sebagian dari pertanyaan tentang validitas posisi yang dimiliki arsitektur dan
bagaimana peran dan tantangan yang dihadapi dimasa mendatang telah coba
dibahas pada tulisan ini. Berdasarkan pembahasan ini, ada dua pertanyaan penting
yang dapat diangkat untuk mengkaji dan memahami tantangan yang dihadapi
arsitektur dimasa mendatang. Pertama adalah sejauh mana manajer bangunan
ataupun disiplin ilmu lain dapat mengambil alih peran arsitek? Kedua adalah apakah
mungkin arsitektur mempunyai otonomi sebagai suatu bidang profesi di masa
mendatang?
Dari kedua pertanyaan tersebut, pertanyaan mengenai otonomi arsitektur
sangat menentukan. Jika benar bahwa arsitektur mempunyai otonomi, maka
pertanyaan pertama kurang mempunyai arti dalam hal mana sekarang dikenal
sebagai masalah spesialisasi seperti juga terjadi dalam bidang ilmu lainnya. Akan
tetapi, tanggapan terhadap pertanyaan kedua sangat bergantung pada pengakuan
pada arsitektur secara total, yaitu bahwa arsitektur itu diterima sebagai produk
penelusuran masalah dan sebagai bentuk metapora dari alam dan tidak merupakan
produk dengan identitas yang ditentukan oleh nilai-nilai 'pasar' sebagaimana produk
komoditi. Dengan kata lain, secara umum harus dipahami bahwa arsitektur
sebaiknya dapat mewakili perkembangan peradaban manusia. Hal ini sangat
mendasar bila arsitektur ingin menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam
masyarakat modern yang cukup kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jackson, Davina (1993), The future for architecture: A New Blue Print From
Britain, Architecture Australia, May/June, 72 - 72
2. Mill, C. Wright. (1963). Man in middle: The designer, In Power, Politics and
People, 1sted. L. Horowitz, New York, Oxford Univ. Press, 374-386
3. Jencks, C.A (1980). Late Modern Architecture, New York, Rizoli.
4. Ventury, R. (1966). Complexity and contradiction in Architecture, New York, The
Museum of Modern Art.
5. Colquhoun, A. (1988). Post modernism and structuralism: A Restropective
Glance, Assemblage, Vol. 5:7
6. Johnson, Paul-Alan (1994). The theory of architecture, New York, Van Nostrand
Reinhold.
7. Ghirardo, D. (1996). Architecture After Modernism, New York, Thames & Hudson.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
5
Download