BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh meningkatnya kadar gula darah yang lebih tinggi dari batas normal yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya sehingga memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius (Tandra, 2007). Kelainan sekresi insulin tersebut disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi pemicum utama meningkatnya penyakit DM di Indonesia. Gaya hidup yang tidak sehat itu seperti tingginya jumlah penduduk yang mengalami obesitas (kegemukan), kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, kurang melakukan kegiatan fisik dan merokok (Tandra, 2007). Menurut Waspadji (2007) diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif. 2. Penyebab Diabetes Mellitus Menurut Smeltzer (2002) Penyakit diabetes mellitus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah : (a) Kelainan genetik/keturunan sangat memungkinkan seseorang menderita diabetes mellitus karena jika ada riwayat keluarga yang ada salah satu anggotanya menderita diabetes mellitus dimungkinkan akan menurunkan kepada anaknya. (b) Faktor usia memungkinkan pada orang dewasa yang berusia 45 tahun ke atas atau orang – orang yang berusia dibawah 45 tahun tetapi mengalami kegemukan. (c) Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis- manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk 8 9 meredakan stresnya . Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit diabetes mellitus. (d) Pola makan yang salah cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan bersifat manis akan cepat meningkatkan kadar gula darah seseorang sehingga pola makan yang salah harus dikendalikan dengan cara mengendalikan mengkonsumsi makanan yang bersifat manis. 3. Penatalaksanaan/perawatan penyakit Diabetes Mellitus Pencegahan perlu dilakukan oleh penderita supaya tidak terjadi komplikasi dan kematian. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh penderita dengan mengontrol kadar gula darah tetap stabil dan tidak melebihi batas normal (Sugiarto, 2010). Seseorang yang memiliki kadar gula darah tinggi umumnya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Tapi biasanya semakin tinggi kadar gula darah, maka seseorang akan semakin sering merasa haus dan ingin buang air kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, kadar gula darah yang tinggi ini bisa merusak jaringan fungsi sel beta yang berfungsi mengeluarkan insulin dan menyebabkan pembuluh darah mengalami stress sehingga lama kelamaan bisa memicu terjadinya pengerasan di pembuluh darah dan ini sangat beresiko terkena stroke (Sidartawan, 2011). Guna mencegah dan menghindari kejadian stroke di atas, penderita diabetes mellitus harus mendapatkan perawatan yang tepat. Kadar gula darah penderita diabetes mellitus harus dijaga agar tetap dalam batas normal. Menurut Smeltzer (2002), utuk mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien, ada beberapa usaha yang dilakukan oleh penderita DM dan keluarga, yaitu : a. Pemantauan mandiri (home monitoring). Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga pasien dan keluarga perlu melakukan pemantauan 10 kadar glukosa darahnya serta penyakitnya di rumah. Di samping itu, keluarga harus mengetahui komplikasi yang sering terjadi seperti hipoglikmia dan cara-cara mengatasinya. b. Penyesuaian diet. Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi insulin intesif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan seperti kebiasaan makan tinggi karbohidrat , lemak dan lainlain. c. Olahraga. Olahraga akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat enurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes. Tetapi perlu di perhatikan sebelum melakukan oahraga penderita DM perlu melakukan pemeriksaan kadar gula darah untuk menghindari hipoglikemia. d. Terapi insulin. Terapi isulin akan membantu kerja insulin dalam tubuh. Setiap kali kadar gula darah naik setelah makan, pankreas segera memproduksi insulin tambahan untuk menurunkannya, proses itu merupakan sistem umpan balik untuk menjaga agar kadar glukosa darah tetap stabil. 11 4. Kepatuhan pasien Diabetes Mellitus Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya dapat berakibat fatal (Hussar, 1995 dalam Ramadona, 2011). Kepatuhan adalah melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Sarafino, 1990 dalam Paratita, 2012). Perilaku tidak patuh pada umumnya akan meningkatkan resiko yang terkaitdengan masalah kesehatan dan semakin memperburuk penyakit yang sedang diderita.Banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan akibat dari ketidakpatuhanpasien dalam menjalankan aturan pengobatan (Sarafino, 1990 dalam Paratita, 2012). Pasien yang patuh dipandang sebagai orang yang memperhatikan kesehatannya, dan masalah ini dianggap sebagai “masalah kontrol” (Smet, 1994 dalam Paratita, 2012). Perilaku kepatuhan sering diartikan sebagai usaha untuk mengendalikan perilaku, bahkan jika perilaku yang akan dikendalikan bias menimbulkan resiko mengenai kesehatan (Sarafino, 1990 dalam Paratita, 2012). Kepatuhan sebagai fungsi dari keyakinan-keyakinan tentang kesehatan, ancaman yang dirasakan, persepsi kekebalan, pertimbangan mengenai hambatan atau kerugian (biaya, waktu) dan keuntungan (efektifitas pengobatan) (Smet, 1994 dalam Paratita, 2012). 12 Kepatuhan merupakan perilaku yang tidak mudah untuk dijalankan maka ketidakpatuhan sebagai masalah medis yang berat, oleh karena itu sejak tahun 1990 sudah mulai diteliti di negara-negara maju (Smet, 1994 dalam Paratita, 2012). Penderita mungkin tidak patuh untuk meminum obat sebagai cara pengobatan, misalnya tidak minum cukup obat, minum obat terlalu banyak, minum obat tambahan tanpa resep dari dokter, dan sebagainya. Pola hidup sehat pada penderita Diabetes Mellitus perlu dijaga dalam hal ini meliputi (a) perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang seimbang yaitu diet Diabetes Mellitus untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik dengan memperhatikan 3 J yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang harus diperhatikan, mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi kecukupan sumber zat tenaga (beras, jagung, tepung), zat pembangun (kacang-kacangan, tempe, tahu) dan zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Selain itu membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner, (b) bagi penderita Diabetes Mellitus untuk selalu rutin mengontrol gula darah normal maupun sewaktu dan melakukan pengobatan yaitu pemakaian obat-obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin (Moehyi, 1998 dalam Noerhayati, 2014). Tablet atau suntikan anti Diabetes Mellitus diberikan dimana diit tidak boleh dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang menyertai atau suntikan insulin, melakukan aktifitas fisik secara teratur yaitu 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit yang bersifat continues, rythmical, interval, progresive, endurancetraining yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Sidartawan, 2010 dalam Pratita, 2012). 13 B. Pengetahuan dan Dukungan Keluarga 1. Pengetahuan keluarga a. Pengertian pengetahuan keluarga Menurut Friedman (2010), mendefenisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterkaitan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004). Ada pula pengertian keluarga adalah kumpulan individu yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan dengan atau tanpa ikatan darah (Ali, 2002). Berbicara tentang keluarga, tentunya masing-masing keluarga memiliki pengetahuan. Dimana pengetahuan secara umum adalah apa yang anda ketahui (Rubenfeld dan Scheffer, 2007). Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan anggota keluarga adalah segala sesuatu yang yang diketahui oleh keluarga tentang suatu penyakit yang di derita oleh anggota keluarga mereka. Pengetahuan juga berarti segala sesuatu yang ada di kepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007 dalam Noerhayati, 2014). b. Tingkat pengetahuan Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dibandingkan perilaku yang tidak 14 didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh kesadaran, rasa tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap positif(Notoatmodjo, 2002 dalam Senuk, 2013). Tingkatan pengetahuan terdiri atas 6 tingkatan yaitu : (1) Tahu (Know) adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, “Tahu“ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah gunanya untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. (2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menjelaskan materi tersebut dengan benar. (3) Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. (4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (Syntesis)menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria–kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2002 dalam Senuk, 2013). c. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin 15 diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatantingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2002 dalam Senuk, 2013). 2. Dukungan keluarga a. Pengertian dukungan keluarga Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi pencegahan penyakit hingga fase rehabilitasi (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011). Dukungan anggota keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Kuncoro, 2002). Menurut Anggina (2010), dukungan sosial keluarga merupakan keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain sehingga orang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Pada umumnya di Indonesia, seseorang tinggal bersama-sama dengankeluarganya. Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam Pratita (2012), keluarga merupakan unitterkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga, suami istri dan beberapaorang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaansaling ketergantungan. Setiap anggota keluarga umumnya berada di bawahpengawasan anggota keluarga yang lainnya seperti pasangan, yang dimana mereka saling menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling melayani, salingmemberikan dorongan dan dukugan (Gunarsa, 2000). Banyak fungsi-fungsiyang dilakukan sesama pasangan yang berkeluarga antara lain memberikankasih 16 sayang, rasa aman dan perhatian (al-Maqassary,1998 dalam Pratita, 2012). Adanya dukungan sosialyang didapat dari pasangan hidup dalam keluarga atau signifikan person dapatmembantu penderita untuk tetap menjalani proses pengobatan yang diberikan olehdokter. b. Bentuk dukungan keluarga Menurut Kuncoro (2002), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu : (1) Dukungan penghargaan (Appraisal Support). Merupakan suatu dukungan sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu perhatian yang khusus. (2) Dukungan materi (Tangible Assistance). Adalah dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-barang. Pemberian dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahabatan. (3) Dukungan informasi (Information Support). Merupakan dukungan yang berupa pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih mudah. (4) Dukungan emosional (Emosional Support). Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.merupakan dukungan emosional yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya penegasan, reward, pujian, dan sebagainya. c. Sumber dukungan keluarga Menurut Rook dan Dooley dalam Susanti (2013), ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang 17 berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang di rancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut terletak pada : keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan, sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan, sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama, sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam,sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari bebas dan label psikologis (Setiadi, 2008). d. Fungsi keluarga Fungsi keluarga menurut model Friedman (1998) dalam Nadirawati (2011) adalah sebagai berikut : (1) Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota keluarga, uuntuk memiliki dan dimiliki dalam keluarga, untuk dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain,untuk saling menghargai dan kehangatan didalam keluaraga. (2) Fungsi sosialisasi merupakan interaksi atau hubungan dalam keluarga bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku. (3) Fungsi reproduksi bertujuan untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk kelangsungan 18 hidup masyarakat. (4) Fungsi ekonomi bertujuan untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian sumbersumber tersebut secara efektif. C. Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan PasienDiabetes Mellitus Keberadaan pengetahuan serta dukungan keluarga yang adekuat secara spesifik saling berhubungan dengan status kesehatan yaitu terjadinya perubahan perilaku sehingga menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari sakit. Jadi dengan adanya pengetahuan serta dukungan dari keluarga maka status kesehatan penderita lebih meningkat. Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan dalam perawatan diabetes mellitus pada pasien salah satunya dengan adanya keterlibatan keluarga, lingkungan sosial. Perawatan kesehatan penting untuk mendapatkan informasi mengenai praktek kesehatan keluarga untuk membantu keluarga dalam memelihara, meningkatkan kesehatan serta dapat memenuhi fungsi perawatan kesehatan dengan baik dengan menggunakan pelayanan perawatan kesehatan profesional, tingkat pengetahuan dalam bidang kesehatan dan sikap terhadap kesehatan yang baik (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramadona (2011) yang berjudul “Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang” meliputi 50 responden didapat hasil terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan kadar glukosa darah puasa sebelum dan setelah konseling dengan menggunakan analisis uji t berpasangan. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa 19 konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien yang akan berpengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Selain penelitian yang di atas adapun penelitian yang dilakukan oleh Maemunah (2010), dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak”. Menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet diabetes mellitus di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak. Hasil diperkuat. Berdasarkan hasil uji statistic didapatkan ada nilai ekspetasi < 5 lebih dari 20% sehingga syarat chi-square tidak terpenuhi, jadi dilakukan penggabungan data dan hasilnya diperoleh X2 18,506 (< 0,05) sehingga syarat chi-square terpenuhi. Penelitian serupa berjudul “Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengankepatuhan menjalani diet diabetes melitus di Poliklinik RSUD kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara oleh Senuk (2013). Teknik pengambilang sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dimana sampel diambilsesuai dengan yang dikehendaki peneliti untuk dijadikan sampel yaitu 69 orang. Teknik analisadata dengan menggunakan uji ChiSquaredengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan kepatuhan menjalani diet diabetes melitus dengan uji chi square didapatkan nilai p = 0,023 < α = 0,05 didapatkan nilai p = 0,021 < α = 0,05yang berarti H0 ditolak. Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat hubungan pengetahuan dandukungan keluarga dengan kepatuhan menjalani diet diabetes melitus di poliklinik RSUD KotaTidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini diperkuat juga dengan penelitian yang berjudul “Dukungan keluarga meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di ruang rawat inap rs. baptis Kediri” oleh Susanti (2013), dimana sampelnya 25 orang 20 dan dipilih dengan tekhnik accidental sampling. Analisa data menggunakan uji “Wilcoxon Macth Pair”. Hasil penelitian menunjukkan terbukti dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri berdasarkan taraf kemaknaan ά ≤0,05 didapatkan ρ =0,00 dan ρ≤ά. Kesimpulannya dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri. D. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Pengetahuan keluarga Dukungan keluarga Variabel Dependen Kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam proses perawatan E. Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam proses perawatan di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2014. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam proses perawatan di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2014.