BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh meningkatnya
kadar gula darah yang lebih tinggi dari batas normal yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya sehingga
memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius (Tandra, 2007).
Kelainan sekresi insulin tersebut disebabkan oleh gaya hidup yang tidak
sehat. Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi pemicum utama
meningkatnya penyakit DM di Indonesia. Gaya hidup yang tidak sehat itu
seperti
tingginya
jumlah
penduduk
yang
mengalami
obesitas
(kegemukan), kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, kurang
melakukan kegiatan fisik dan merokok (Tandra, 2007). Menurut
Waspadji (2007) diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relatif.
2. Penyebab Diabetes Mellitus
Menurut Smeltzer (2002) Penyakit diabetes mellitus biasanya disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah : (a) Kelainan genetik/keturunan
sangat memungkinkan seseorang menderita diabetes mellitus karena jika
ada riwayat keluarga yang ada salah satu anggotanya menderita diabetes
mellitus dimungkinkan akan menurunkan kepada anaknya. (b) Faktor
usia memungkinkan pada orang dewasa yang berusia 45 tahun ke atas
atau orang – orang yang berusia dibawah 45 tahun tetapi mengalami
kegemukan. (c) Stres kronis cenderung membuat seseorang makan
makanan yang manis- manis untuk meningkatkan kadar lemak serotonin
otak. Serotonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk
8
9
meredakan stresnya . Tetapi gula dan lemak berbahaya bagi mereka yang
beresiko mengidap penyakit diabetes mellitus. (d) Pola makan yang salah
cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung gula dan bersifat
manis akan cepat meningkatkan kadar gula darah seseorang sehingga
pola makan yang salah harus dikendalikan dengan cara mengendalikan
mengkonsumsi makanan yang bersifat manis.
3. Penatalaksanaan/perawatan penyakit Diabetes Mellitus
Pencegahan perlu dilakukan oleh penderita supaya tidak terjadi
komplikasi dan kematian. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh
penderita dengan mengontrol kadar gula darah tetap stabil dan tidak
melebihi batas normal (Sugiarto, 2010). Seseorang yang memiliki kadar
gula darah tinggi umumnya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Tapi
biasanya semakin tinggi kadar gula darah, maka seseorang akan semakin
sering merasa haus dan ingin buang air kecil. Jika tidak ditangani dengan
baik, kadar gula darah yang tinggi ini bisa merusak jaringan fungsi sel
beta yang berfungsi mengeluarkan insulin dan menyebabkan pembuluh
darah mengalami stress sehingga lama kelamaan bisa memicu terjadinya
pengerasan di pembuluh darah dan ini sangat beresiko terkena stroke
(Sidartawan, 2011).
Guna mencegah dan menghindari kejadian stroke di atas, penderita
diabetes mellitus harus mendapatkan perawatan yang tepat. Kadar gula
darah penderita diabetes mellitus harus dijaga agar tetap dalam batas
normal. Menurut Smeltzer (2002), utuk mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien, ada beberapa usaha yang dilakukan oleh penderita DM
dan keluarga, yaitu :
a. Pemantauan
mandiri
(home
monitoring).
Diabetes
mellitus
merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka
panjang sehingga pasien dan keluarga perlu melakukan pemantauan
10
kadar glukosa darahnya serta penyakitnya di rumah. Di samping itu,
keluarga harus mengetahui komplikasi yang sering terjadi seperti
hipoglikmia dan cara-cara mengatasinya.
b. Penyesuaian diet. Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan
harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan
tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar
belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi
insulin intesif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan
mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan
makan seperti kebiasaan makan tinggi karbohidrat , lemak dan lainlain.
c. Olahraga. Olahraga akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki
dengan berolahraga. Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes
karena dapat enurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini
sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada
diabetes. Tetapi perlu di perhatikan sebelum melakukan oahraga
penderita DM perlu melakukan pemeriksaan kadar gula darah untuk
menghindari hipoglikemia.
d. Terapi insulin. Terapi isulin akan membantu kerja insulin dalam
tubuh. Setiap kali kadar gula darah naik setelah makan, pankreas
segera memproduksi insulin tambahan untuk menurunkannya, proses
itu merupakan sistem umpan balik untuk menjaga agar kadar glukosa
darah tetap stabil.
11
4. Kepatuhan pasien Diabetes Mellitus
Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan petugasnya, sikap dan pola
hidup pasien beserta keluarganya, tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan
pasien terhadap pengobatannya. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat
optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat
menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi
yang sangat merugikan dan pada akhirnya dapat berakibat fatal (Hussar,
1995 dalam Ramadona, 2011).
Kepatuhan adalah melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokter atau orang lain (Sarafino, 1990 dalam Paratita,
2012). Perilaku tidak patuh pada umumnya akan meningkatkan resiko
yang terkaitdengan masalah kesehatan dan semakin memperburuk
penyakit yang sedang diderita.Banyaknya pasien yang dirawat di rumah
sakit merupakan akibat dari ketidakpatuhanpasien dalam menjalankan
aturan pengobatan (Sarafino, 1990 dalam Paratita, 2012). Pasien yang
patuh dipandang sebagai orang yang memperhatikan kesehatannya, dan
masalah ini dianggap sebagai “masalah kontrol” (Smet, 1994 dalam
Paratita, 2012).
Perilaku kepatuhan sering diartikan sebagai usaha untuk mengendalikan
perilaku, bahkan jika perilaku yang akan dikendalikan bias menimbulkan
resiko mengenai kesehatan (Sarafino, 1990 dalam Paratita, 2012).
Kepatuhan sebagai fungsi dari keyakinan-keyakinan tentang kesehatan,
ancaman yang dirasakan, persepsi kekebalan, pertimbangan mengenai
hambatan atau kerugian (biaya, waktu) dan keuntungan (efektifitas
pengobatan) (Smet, 1994 dalam Paratita, 2012).
12
Kepatuhan merupakan perilaku yang tidak mudah untuk dijalankan maka
ketidakpatuhan sebagai masalah medis yang berat, oleh karena itu sejak
tahun 1990 sudah mulai diteliti di negara-negara maju (Smet, 1994 dalam
Paratita, 2012). Penderita mungkin tidak patuh untuk meminum obat
sebagai cara pengobatan, misalnya tidak minum cukup obat, minum obat
terlalu banyak, minum obat tambahan tanpa resep dari dokter, dan
sebagainya.
Pola hidup sehat pada penderita Diabetes Mellitus perlu dijaga dalam hal
ini meliputi (a) perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang
seimbang yaitu diet Diabetes Mellitus untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik
dengan memperhatikan 3 J yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal
makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang harus diperhatikan,
mengkonsumsi aneka ragam makanan agar terpenuhi kecukupan sumber
zat tenaga (beras, jagung, tepung), zat pembangun (kacang-kacangan,
tempe, tahu) dan zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Selain itu
membatasi konsumsi lemak, minyak dan santan yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner, (b)
bagi penderita Diabetes Mellitus untuk selalu rutin mengontrol gula darah
normal maupun sewaktu dan melakukan pengobatan yaitu pemakaian
obat-obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin (Moehyi,
1998 dalam Noerhayati, 2014).
Tablet atau suntikan anti Diabetes Mellitus diberikan dimana diit tidak
boleh dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang menyertai atau
suntikan insulin, melakukan aktifitas fisik secara teratur yaitu 3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit yang bersifat continues,
rythmical, interval, progresive, endurancetraining yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Sidartawan, 2010
dalam Pratita, 2012).
13
B. Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
1. Pengetahuan keluarga
a. Pengertian pengetahuan keluarga
Menurut Friedman (2010), mendefenisikan bahwa keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterkaitan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut UU
No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami-istri dan anaknya,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004). Ada
pula pengertian keluarga adalah kumpulan individu yang hidup
bersama sebagai suatu kesatuan dengan atau tanpa ikatan darah (Ali,
2002).
Berbicara tentang keluarga, tentunya masing-masing keluarga
memiliki pengetahuan. Dimana pengetahuan secara umum adalah apa
yang anda ketahui (Rubenfeld dan Scheffer, 2007). Pengetahuan
merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan anggota
keluarga adalah segala sesuatu yang yang diketahui oleh keluarga
tentang suatu penyakit yang di derita oleh anggota keluarga mereka.
Pengetahuan juga berarti segala sesuatu yang ada di kepala kita. Kita
dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman yang kita miliki.
Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita diberitahu oleh
orang lain. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007
dalam Noerhayati, 2014).
b. Tingkat pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik dibandingkan perilaku yang tidak
14
didasari oleh pengetahuan karena didasari oleh kesadaran, rasa
tertarik, dan adanya pertimbangan dan sikap positif(Notoatmodjo,
2002 dalam Senuk, 2013).
Tingkatan pengetahuan terdiri atas 6 tingkatan yaitu : (1) Tahu
(Know) adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali
(Recall) terhadap suatu yang khusus dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu,
“Tahu“ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah gunanya
untuk mengukur bahwa orang tahu yang dipelajari seperti:
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan
sebagainya. (2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan secara benar tentang objek yang diketahui, dapat
menjelaskan materi tersebut dengan benar. (3) Aplikasi (Application)
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. (4) Analisis (Analysis)
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis
(Syntesis)menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. (6) Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria–kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2002 dalam
Senuk, 2013).
c. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin
15
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatantingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksudkan
untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam
tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2002 dalam Senuk, 2013).
2. Dukungan keluarga
a. Pengertian dukungan keluarga
Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan
anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek
perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi
pencegahan penyakit hingga fase rehabilitasi (Friedman, 1998 dalam
Nadirawati, 2011). Dukungan anggota keluarga adalah persepsi
seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang
didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Kuncoro, 2002).
Menurut Anggina (2010), dukungan sosial keluarga merupakan
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
sehingga orang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai dan mencintainya.
Pada umumnya di Indonesia, seseorang tinggal bersama-sama
dengankeluarganya. Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam
Pratita (2012), keluarga merupakan unitterkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga, suami istri dan beberapaorang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaansaling ketergantungan. Setiap anggota keluarga umumnya
berada di bawahpengawasan anggota keluarga yang lainnya seperti
pasangan, yang dimana mereka saling menginginkan kebersamaan,
saling membutuhkan, saling melayani, salingmemberikan dorongan
dan dukugan (Gunarsa, 2000). Banyak fungsi-fungsiyang dilakukan
sesama pasangan yang berkeluarga antara lain memberikankasih
16
sayang, rasa aman dan perhatian (al-Maqassary,1998 dalam Pratita,
2012). Adanya dukungan sosialyang didapat dari pasangan hidup
dalam keluarga atau signifikan person dapatmembantu penderita
untuk tetap menjalani proses pengobatan yang diberikan olehdokter.
b. Bentuk dukungan keluarga
Menurut Kuncoro (2002), bentuk dukungan keluarga terdiri dari
empat macam dukungan yaitu : (1) Dukungan penghargaan
(Appraisal Support). Merupakan suatu dukungan sosial yang berasal
dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa
atas kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu
perhatian yang khusus. (2) Dukungan materi (Tangible Assistance).
Adalah dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan
pemberian barang-barang. Pemberian dukungan materi
dapat
dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahabatan. (3) Dukungan
informasi (Information Support). Merupakan dukungan yang berupa
pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana
seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih
mudah. (4) Dukungan emosional (Emosional Support). Keluarga
sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan
serta membantu penguasaan terhadap emosi.merupakan dukungan
emosional yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya penegasan,
reward, pujian, dan sebagainya.
c. Sumber dukungan keluarga
Menurut Rook dan Dooley dalam Susanti (2013), ada dua sumber
dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial.
Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi
sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang
17
berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami,
dan kerabat) teman dekat atau relasi.
Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan
keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang di rancang kedalam
kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat
bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber
dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika
dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut
terletak pada : keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat
apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan
bersifat spontan, sumber dukungan keluarga yang natural memiliki
kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus
diberikan, sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari
hubungan yang telah berakar lama, sumber dukungan keluarga yang
natural memiki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial,
mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui
seseorang dengan menyampaikan salam,sumber dukungan keluarga
yang natural terbebas dari bebas dan label psikologis (Setiadi, 2008).
d. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut model Friedman (1998) dalam Nadirawati
(2011) adalah sebagai berikut : (1) Fungsi afektif (fungsi
pemeliharaan kepribadian) untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa,
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota keluarga, uuntuk
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, untuk dukungan keluarga
terhadap anggota keluarga lain,untuk saling menghargai dan
kehangatan didalam keluaraga. (2) Fungsi sosialisasi merupakan
interaksi atau hubungan dalam keluarga bagaimana keluarga belajar
disiplin, norma, budaya dan perilaku. (3) Fungsi reproduksi bertujuan
untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk kelangsungan
18
hidup masyarakat. (4) Fungsi ekonomi bertujuan untuk mengadakan
sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian sumbersumber tersebut secara efektif.
C. Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
PasienDiabetes Mellitus
Keberadaan pengetahuan serta dukungan keluarga yang adekuat secara
spesifik saling berhubungan dengan status kesehatan yaitu terjadinya
perubahan perilaku sehingga menurunnya mortalitas dan lebih mudah
sembuh dari sakit. Jadi dengan adanya pengetahuan serta dukungan dari
keluarga maka status kesehatan penderita lebih meningkat. Dari berbagai
strategi untuk meningkatkan kepatuhan dalam perawatan diabetes mellitus
pada pasien salah satunya dengan adanya keterlibatan keluarga, lingkungan
sosial. Perawatan kesehatan penting untuk mendapatkan informasi mengenai
praktek kesehatan keluarga untuk membantu keluarga dalam memelihara,
meningkatkan kesehatan serta dapat memenuhi fungsi perawatan kesehatan
dengan baik dengan menggunakan pelayanan perawatan kesehatan
profesional, tingkat pengetahuan dalam bidang kesehatan dan sikap terhadap
kesehatan yang baik (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya keberhasilan suatu pengobatan
tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas pelayanan kesehatan, sikap dan
keterampilan petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta keluarganya,
tetapi dipengaruhi juga oleh kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramadona (2011) yang berjudul
“Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Poliklinik khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang” meliputi 50
responden didapat hasil terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan kadar
glukosa darah puasa sebelum dan setelah konseling dengan menggunakan
analisis uji t berpasangan. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa
19
konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien yang akan
berpengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatannya.
Selain penelitian yang di atas adapun penelitian yang dilakukan oleh
Maemunah (2010), dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan menjalankan terapi diet pada penderita diabetes mellitus di
Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak”. Menyatakan bahwa ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan terapi
diet diabetes mellitus di Puskesmas Mranggen I Kabupaten Demak. Hasil
diperkuat. Berdasarkan hasil uji statistic didapatkan ada nilai ekspetasi < 5
lebih dari 20% sehingga syarat chi-square tidak terpenuhi, jadi dilakukan
penggabungan data dan hasilnya diperoleh X2 18,506 (< 0,05) sehingga
syarat chi-square terpenuhi.
Penelitian serupa berjudul “Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga
dengankepatuhan menjalani diet diabetes melitus di Poliklinik RSUD kota
Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara oleh Senuk (2013). Teknik
pengambilang sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dimana
sampel diambilsesuai dengan yang dikehendaki peneliti untuk dijadikan
sampel yaitu 69 orang. Teknik analisadata dengan menggunakan uji ChiSquaredengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitianmenunjukkan
bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan kepatuhan menjalani diet
diabetes melitus dengan uji chi square didapatkan nilai p = 0,023 < α = 0,05
didapatkan nilai p = 0,021 < α = 0,05yang berarti H0 ditolak. Kesimpulan
penelitian ini yaitu terdapat hubungan pengetahuan dandukungan keluarga
dengan kepatuhan menjalani diet diabetes melitus di poliklinik RSUD
KotaTidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara.
Penelitian ini diperkuat juga dengan penelitian yang berjudul “Dukungan
keluarga meningkatkan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus di ruang
rawat inap rs. baptis Kediri” oleh Susanti (2013), dimana sampelnya 25 orang
20
dan dipilih dengan tekhnik accidental sampling. Analisa data menggunakan
uji “Wilcoxon Macth Pair”. Hasil penelitian menunjukkan terbukti dukungan
keluarga dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus di
Ruang Rawat Inap RS. Baptis Kediri berdasarkan taraf kemaknaan ά ≤0,05
didapatkan ρ =0,00 dan ρ≤ά. Kesimpulannya dukungan keluarga dapat
meningkatkan kepatuhan diet pasien Diabetes Mellitus di Ruang Rawat Inap
RS. Baptis Kediri.
D. Kerangka Konsep
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Pengetahuan keluarga
Dukungan keluarga
Variabel Dependen
Kepatuhan pasien diabetes
mellitus dalam proses
perawatan
E. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam proses perawatan di
Puskesmas Mandala Medan Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien diabetes mellitus dalam proses perawatan di
Puskesmas Mandala Medan Tahun 2014.
Download