BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kafein Kafein merupakan senyawa

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada
lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji
kola(2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari
tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan
sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan (Misra et al,
2008).
Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand
Runge, pada tahun 1820. Dia menciptakan istilah “kaffein”, suatu senyawa kimia
dalam kopi, yang dalam bahasa inggeris menjadi “caffeine”(Hays, 2011).
2.1.1.
Sifat Kafein
Gambar 2.1 Rumus bangun kafein
Kafein
merupakan sejenis
alkaloid heterosiklik
dalam
golongan
methylxanthine, yang menurut definisi berarti senyawa organik yang mengandung
nirogen dengan struktur dua-cincin atau dual-siklik. Molekul ini secara alami
terjadi dalam banyak jenis tanaman sebagi metabolik sekunder. Fungsinya dalam
tumbuhan adalah sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan membunuh
serangga yang memakan tumbuhan tersebut. Zat ini dihasilkan secara eksklusif
dalam daun, kacang-kacangan dan buah-buahan lebih dari 60 tanaman, termasuk
daun teh biasa (Camellia sinensis), kopi (Coffea arabica), kacang koko
(Theobroma cacao), kacang kola (Cola acuminata) dan berbagai macam berry
(Reinhardt, 2009).
Kafein dalam bentuk murni muncul sebagai bedak kristal putih yang pahit
dan tidak berbau (Brain, 2000). Rumus kimianya adalah C₈H₁₀N₄O₂ dan memiliki
nama kimia 1,3,7-trimethylxanthine. Nama IUPAC untuk kafein adalah 1,3,7trimethyl-1H-purine-2,6(3H,7H)-dione,
3,7-dihydro-1,3,7-trimethyl-1H-purine-
2,6-dione (Erowid, 2011).
Beberapa sifat fisik kafein:
Berat molekul
: 194.19 g/mol
Densitas
: 1.23 g/cm3, solid
Titik leleh
: 227–228 °C (anhydrous)
234–235 °C (monohydrate)
Titik didih
: 178 °C subl.
Kelarutan dalam air : 2.17 g/100 ml (25 °C)
18.0 g/100 ml (80 °C)
67.0 g/100 ml (100 °C)
Keasaman
: -0,13 – 1,22 pKa
Momen dipole
: 3.64 D
(Mumin et al., 2006)
2.1.2. Sumber dan Penggunaan Kafein
Kafein terkandung dalam sejumlah sumber makanan yang dikonsumsi di
seluruh dunia yaitu, teh, kopi, minuman coklat, bar coklat, dan minuman ringan.
Kandungan kafein dalam berbagai produk dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel
2.2.
Tabel 2.1. Kandungan kafein pada beberapa produk minuman
Produk minuman
Kandungan kafein
Rata-rata
Coca Cola
45,6 mg/12 oz
Pepsi-Cola
38,4 mg/12 oz
RC Cola
36,0 mg/12 oz
Minuman kopi
60-180 mg
115 mg/5 oz
“decaffeinated”
20-90 mg
40 mg/5 oz
2-7 mg
5 mg/8 oz
minuman teh
Minuman coklat susu
(Sianturi, 2001)
Tabel 2.2. Kandungan kafein pada beberapa produk obat
Obat
Kandungan kafein
Beberapa obat analgetika
25-65 mg/tablet
Beberapa obat antiinfluenza
7,5 -50 mg/tablet
Beberapa tonikum
2,5-7,5 mg/sendok teh
Cafergot (antimigrain)
100 mg/tablet
Aludonna (antasida)
7,5 mg/tablet
(Sianturi, 2001)
*1 oz = 29,574 ml
Antara obat-obat analgetika yang mengandungi kafein adalah Bodrex,
Bodrex Extra, Bodrex Migra, Head-O Otto, Neuralgin Rx, Oskadon, Oskadon
Migra dan Saridon. Librofludrine pula merupakan contoh obat antiinfluenza yang
mengandungi kafein (Pramudianto, 2009/2010).
Di Amerika Utara, kopi (60-75%) dan teh (15-30%) adalah sumber utama
kafein dalam diet orang dewasa, sedangkan minuman ringan yang mengandungi
kafein dan cokelat adalah sumber utama kafein dalam diet anak-anak. Kopi juga
merupakan sumber utama kafein dalam diet orang dewasa di dalam beberapa
negara Eropah, contohnya Finland, Sweden, Denmark dan Switzerland. Kopi
tumbuk mengandungi paling banyak kafein (56-100mg/100ml), diikuti oleh kopi
dan teh instan (20-73mg/100ml) dan kola (9-19mg/100ml). Produk-produk koko
dan cokelat juga sumber kafein yang penting (contoh: 5-20mg/100g dalam
permen cokelat) (Nawrot et al., 2002).
Di Kanada, nilai rata-rata pengambilan kafein untuk sehari dari pelbagai
sumber yang telah dipublikasi adalah sekitar 2,4 mg/kg berat badan bagi orang
dewasa dan 1,1 mg/kg berat badan bagi anak-anak 5-18 tahun (Nawrot et al.,
2002). Menurut Brown et al. (2001) dalam P. Nawrot et al. (2002), pengambilan
kafein sehari-hari bagi populasi dewasa (481 laki-laki dan perempuan usia 30-75)
yang tinggal di selatan Ontario, Kanada adalah antara 288 sehingga 426 mg.
Manakala di tempat lain, min pengambilan kafein sehari-hari bagi orang dewasa
dalam kalangan populasi umum adalah sekitar 3 mg/kg berat badan di Amerika
Syarikat, 4 mg/kg berat badan di United Kingdom dan 7 mg/kg berat badan di
Denmark (Nawrot et al., 2002)
2.1.3. Farmakokinetik Kafein
Absorbsi kafein dari saluran pencernaan ke aliran darah adalah sangat
cepat dan mencapai 99% pada manusia yaitu sekitar 45 menit setelah diingesti.
Penyerapannya tidak sempurna apabila diambil sebagai kopi dengan 90% kafein
dalam secangkir kopi akan diabsorbsi dalam waktu 20 menit setelah diminum,
dengan efeknya bermula dalam satu jam dan bertahan selama 3 hingga 4 jam.
Kafein yang diabsorbsi akan didistribusi ke seluruh tubuh. Zat ini dapat melewati
sawar otak, plasenta ke cairan amnion dan fetus, dan ke susu ibu. Kafein juga
pernah dideteksi di dalam semen (Berger, 1988, Arnaud, 1999, Nawrot et al,
2002).
Konsentrasi plasma memuncak setelah 40 hingga 60 menit dengan waktu
paruh kira-kira 6 jam ( 3 sampai 7 jam) pada dewasa sehat. Bagaimanapun, waktu
paruhnya berkurang pada individu yang merokok dan meningkat sehingga 2 kali
lipat pada wanita hamil atau yang menggunakan kontrasepsi oral dalam jangka
waktu panjang (Lee K-H et al, 2009).
Hepar adalah situs utama dalam metabolisme kafein (Stavric and Gilbert
1990, Arnaud 1999, P. Nawrot et al., 2002). Zat ini dimetabolisir secara
demethylation dan oxidation. Jalur metabolisme
mayor akan menghasilkan
paraxanthine (1,7-dimethylxanthine), dan metabolit urin yang utama adalah lmethylxanthine, 1-methyluric acid, dan aceylated uracyl derivative. Jalur
degradasi yang minor melibatkan pembentukan dan metabolime theophylline dan
theobromine. Kadar eliminasi methylxanthine bervariasi di antara individu karena
pengaruh genetik dan lingkungan, sehingga perbedaan yang mencapai empat kali
lipat adalah tidak mengherankan. Metabolisme zat ini juga dipengaruhi oleh agen
lain atau penyakit khusus. Misalnya, merokok dan kontrasepsi oral menyebabkan
peningkatan yang kecil tapi nyata terhadap eliminasi methylxanthine. Waktu
paruh theophylline dapat meningkat dengan signifikan pada penderita sirosis hati,
payah jantung, atau edema paru akut, dengan nilai melebihi 60 jam pernah
dilaporkan (Chawla, 2011).
2.1.4. Mekanisme Kerja Kafein
Efek fisiologis kafein yang beraneka ragam mungkin disebabkan oleh tiga
mekanisme kerjanya, (1) mobilisasi kalsium intrasellular, (2) peningkatan
akumulasi nukleotida siklik karena hambatan phosphodiesterase., dan (3)
antagonisme reseptor adenosine (Nehlig, 2010).
Mobilisasi kalsium intasellular dan inhibisi phosphodiesterase khusus
hanya berlaku pada konsentrasi kafein yang sangat tinggi dan tidak fisiologis.
Oleh sebab itu, mekanisme kerja yang paling relevan adalah antagonisme reseptor
adenosine. Adenosine berfungsi untuk mengurangkan kadar ledakan neuron selain
menghambat transimisi sinaptik dan pelepasan meurotransmiter.
Terdapat empat reseptor adenosine yang dikenal: A1, A2(A dan B) dan
A3. Reseptor A1 dan A2 merupakan subtipe utama yang terlibat dengan efek
kafein karena dapat berikatan dengan kafein pada dosis kecil, A2B pula berikatan
pada dosis yang tinggi dan A3 tidak sensitif terhadap kafein.
Reseptor A1 banyak terdistribusi di seluruh otak dengan densitas yang
tinggi di hipokampus, korteks dan serebelum manakala A2 banyak terdapat di
striatum, nukleus akumbens, tuberkulum olfaktorius dan amygdala serta
mempunyai ekspresi yang lemah di globus pallidus dan nukleus traktus solitarius.
Tidak seperti A1, reseptor A2 berpasangan dengan G protein stimulatorik dan
berhubungan dengan receptor D2 dopamin. Administrasi A2 agonis akan
mengurangkan afinitas ikatan dopamin di reseptor D2 yang terletak di membran
striatal (Chawla, 2011).
Selain memberi efek terhadap tidur dan kewaspadaan melalui aktivasi
neuron kolinergik mesopontin oleh antagonisme receptor A1 (Dixit, Vaney &
Tandon, 2006), kafein juga berinteraksi dengan sistem dopamin untuk
memberikan efeknya terhadap perilaku. Hal ini dicapai melalui penghambatan
reseptor adenosine A2 sehingga kafein dapat mempotensiasi neurotansmisi
dopamin, dengan demikian dapat memodulasi reward system. Selain itu,
konsumsi kafein, toleransi dan ketergantungan mempunyai komponen genetika
berdasarkan beberapa penelitian yang melaporkan adanya hubungan antara
polimorfisme gen A2A dengan sensisitivitas terhadap efek kafein (Temple, 2010).
Antagonisme reseptor adenosin mungkin dapat mempengaruhi proses kognisi
antara lainnya dengan mengaktivasi reseptor D1 dan D2. Penelitian yang
dilakukan pada monyet telah membuktikan bahwa aktivasi reseptor D1 dan D2
dapat meningkatkan prestasi tugas yang menggunakan memori kerja (Dixit,
2006).
2.1.5. Efek Fisiologis Kafein
Methylxanthine
memiliki
efek
pada
sistem
saraf
pusat,
sistem
kardiovaskuler, ginjal, dan otot-otot rangka serta otot polos.
2.1.5.1. Efek pada Sistem Saraf Pusat
Dalam dosis rendah dan moderat, methylxanthine terutama kafein
menyebabkan peningkatan kortikal dengan meningkatkan kewaspadaan dan
penundaan kelelahan. Namun, kafein tidak langsung meningkatkan metabolisme
energi dalam tubuh , bahkan, konsumsi jangka panjang akan menekan
metabolisme energi , yang dapat menyebabkan kelelahan adrenal. Selanjutnya,
menurut “Human Biochemistry and Disease”, dengan menangkal adenosin, kafein
juga dapat mengurangi aliran darah ke otak, yang menyebabkan timbul keluhan
sakit kepala, pusing dan mengurangi koordinasi motorik halus. Namun, kafein
dapat mengurangi sakit kepala migrain yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah di otak(Bond, 2011)
Kafein yang terkandung dalam minuman -misalnya, 100 mg dalam
secangkir kopi- cukup untuk menyebabkan kegelisahan dan insomnia pada
sesetengah individu dan bronkodilatasi pada pasien dengan asma(Katzung, 2004).
Setiap paparan kafein dapat menghasilkan efek stimulan otak. Hal ini terutama
berlaku di daerah-daerah yang mengkontrol aktivitas lokomotor (misalnya,
caudate nucleus) dan struktur yang terlibat dalam siklus tidur-bangun (misalnya,
locus ceruleus, raphe nuclei, dan reticular formation). Pada manusia, tidur
merupakan fungsi fisiologis yang paling sensitif terhadap efek kafein. Umumnya,
lebih dari 200 mg kafein diperlukan untuk mempengaruhi tidur secara signifikan.
Kafein telah terbukti memperpanjang latensi tidur dan memperpendek durasi
tidur(Chawla, 2011).
Bila dosis methylxanthine ditinggikan, akan menyebabkan gugup, gelisah,
insomnia, tremor, hiperestesia, kejang fokal atau kejang umum(Syarif, 2009).
Menurut Chawla, 2011, penggunaan obat yang mengandungi kafein berasosiasi
dengan peningkatan resiko strok hemoragik.
2.1.5.2. Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Methylxanthine memiliki efek kronotropik dan inotropik positif secara
langsung pada jantung. Pada konsentrasi rendah, efek ini timbul akibat daripada
peningkatan pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh penghambatan reseptor
adenosin presinaptik. Pada konsentrasi yang lebih tinggi (> 10 mol / L), influx
kalsium ditingkatkan secara langsung melalui peningkatan cAMP yang
diakibatkan oleh penghambatan phosphodiesterase. Pada konsentrasi yang sangat
tinggi (> 100 mol / L), penyerapan kalsium oleh sarkoplasma retikulum
terganggu. Pada individu yang luar biasa sensitif, konsumsi beberapa cangkir
kopi dapat menyebabkan aritmia, tetapi pada kebanyakan orang bahkan
pemberian parenteral dengan
dosis methylxanthine yang lebih tinggi hanya
menyebabkan timbulnya sinus takikardia dan peningkatan curah jantung(Katzung,
2004). Kafein juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh
darah koroner dan pulmonal(Syarif, 2009).
2.1.5.3. Efek pada Ginjal
Semua xantin meningkatkan produksi urin.
2.1.5.4. Efek pada Otot Polos
Efek terpenting xantin ialah relaksasi otot polos bronkus, terutama bila
otot bronkus dalam keadaan konstriksi secara eksperimental akibat histamine atau
secara klinis pada pasien asma bronkial (Syarif, 2009).
2.1.5.5. Efek pada Otot Rangka
Dalam kadar terapi, kafein ternyata dapat memperbaiki kontraktilitas dan
mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal maupun pada pasien
yang menderita penyakit paru obstruktif kronis (Syarif,2009).
2.1.6. Toleransi Kafein
Menurut News Medical (2013), karena kafein merupakan antagonis
reseptor sistem saraf pusat untuk adenosine neurotransmitter , tubuh individu yang
secara teratur mengkonsumsi kafein beradaptasi dengan kehadiran terus-menerus
zat ini dengan meningkatkan jumlah reseptor adenosin dalam sistem saraf pusat
secara substansial. Peningkatan jumlah reseptor adenosin membuat tubuh lebih
sensitif terhadap adenosin, dengan dua konsekuensi utama. Pertama, efek
stimulasi kafein berkurang secara substansial, sebuah fenomena yang dikenal
sebagai adaptasi toleransi . Kedua , disebabkan respon adaptif terhadap kafein ini
membuat tubuh lebih sensitif terhadap adenosin , pengurangan asupan kafein akan
meningkatkan efek fisiologis normal adenosin , yang mengakibatkan timbulnya
gejala withdrawal yang tidak diinginkan pada pengguna yang toleran .
Toleransi kafein terjadi dengan sangat cepat, terutama di kalangan
individu yang sering mengkonsumsi kopi dan minuman energi. Toleransi kafein
untuk efek gangguan tidur berkembang setelah mengkonsumsi 400 mg kafein 3
kali sehari selama 7 hari. Toleransi kafein terhadap efek subjektif berkembang
setelah mengkonsumsi 300 mg 3 kali per hari selama 18 hari , dan mungkin lebih
awal. Dalam eksperimen lain, toleransi kafein dapat diamati ketika subjek
mengkonsumsi kafein sebanyak 750-1200 mg per hari.
2.2.
Tremor
2.2.1. Definisi Tremor
Menurut McAuley (2000), tremor, yang didefinisikan sebagai gerakan
bolak-balik yang cepat dari bagian tubuh, adalah fenomena motorik yang mudah
terlihat dan mudah diukur yang ditemukan pada individu normal dan sebagai
gejala patologis. Manakala menurut MDGuidelines (2004), tremor adalah gerakan
gementar yang involunter, dan teratur, akibat dari kontraksi dan relaksasi
kelompok otot antagonistik yang berulang-ulang. Ini bisa normal (fisiologis) atau
tidak normal (patologis). Tremor dapat mempengaruhi jari dan tangan, kepala,
lidah, rahang, dan kaki.
2.2.2. Klasifikasi Tremor
Tremor diklasifikasikan sebagai tremor istirahat dan tremor aksi. Tremor
istirahat terjadi apabila bagian tubuh yang tremor tidak aktif
dan didukung
sepenuhnya melawan gravitasi (misalnya, tangan beristirahat di pangkuan).
Tremor aksi dihasilkan oleh kontraksi otot volunter. Tremor aksi dibagi
lagi menjadi tremor postural, isometrik, dan kinetik. Tremor postural terjadi
apabila bagian tubuh yang tremor mempertahankan posisinya melawan gravitasi
(misalnya, menjulurkan lengan di depan tubuh). Tremor isometrik timbul akibat
dari kontraksi otot terhadap objek yang statis (seperti, meremas jari-jari
pemeriksa). Tremor kinetik, yang terjadi dengan gerakan volunter, adalah sama
ada tremor kinetik sederhana atau intention tremor. Tremor kinetik sederhana
dikaitkan dengan gerakan ekstremitas (misalnya, pronasi-supinasi atau gerakan
fleksi-ekstensi pergelangan tangan). Intention tremor terjadi selama gerakan
dipandu secara visual menuju sasaran (misalnya, uji jari-ke-hidung atau jari-kejari), dengan fluktuasi amplitudo yang signifikan sewaktu mendekati target
(Smaga, 2003).
Tabel 2.3. Klasifikasi dan Karakteristik Tremor
Jenis Tremor
Tremor istirahat
Frekuensi
Rendah –
Medium (3
- 6 Hz)
Tremor aksi
-
Tremor
Postural
Mediumtinggi (4-12
Hz)
Tremor Kinetik
1. Kinetic
3-10 Hz
Sederhana
2. Intention
Tremor
Isometrik
(Smaga, 2003)
Rendah (<
5Hz)
Medium
Amplitud
Tinggi;
menurun
dengan
pergerakan
target yang
diarahkan
Rendah;
meningkat
dengan
gerakan
volunter
Tidak berubah
dengan
pergerakan
target yang
diarahkan
Meningkat
dengan
pergerakan
target yang
diarahkan
Kejadian
Tungkai didukung
melawan gravitas;
otot-otot tidak
aktif
Setiap kontraksi
otot volunter
Tungkai
mempertahankan
posisi melawan
gravitasi
Contoh
Parkinson's disease;
parkinsonisme
disebabkan obat
(neuroleptik;
metoklopramid)
Tremor fisiologis,
tremor esensial,
gangguan metabolik,
putus obat atau
alkohol
Pergerakan
tungkai yang
sederhana
-
Pergerakan
dengan target
diarahkan
Lesi serebellum
(strok, sklerosis
multiple, tumor);
diinduksi oleh obat
(lithium, alkohol
Memegang objek
yang berat dengan
satu tangan
Kontraksi otot
terhadap objek
yang statis
2.2.3. Patofisiologi Tremor
Empat mekanisme dasar terkait dengan produksi tremor. Kemungkinan
bahwa kombinasi dari mekanisme ini menghasilkan tremor pada penyakit yang
berbeda. Osilasi mekanikal dari anggota badan dapat terjadi pada sendi tertentu,
mekanisme ini berlaku dalam kasus-kasus tremor fisiologis. Osilasi refleks
ditimbulkan oleh jalur spindle otot aferen dan bertanggung jawab dalam kejadian
tremor kuat dengan sinkronisasi. Mekanisme ini adalah kemungkinan penyebab
tremor pada hipertiroidisme atau keadaan toksik lainnya. Osilator sentral adalah
kelompok sel dalam sistem saraf pusat yang berada dalam talamus, ganglia basal,
dan inferior olive. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk menimbulkan potensial
aksi secara berulang-ulang dan menghasilkan tremor. Tremor Parkinson mungkin
berasal di ganglia basal, dan tremor esensial mungkin berasal dalam inferior olive
dan talamus. Fungsi serebelum yang abnormal dapat menghasilkan tremor. Studi
tomografi emisi positron telah menunjukkan aktivasi cerebellar di hampir semua
bentuk tremor (Ahmed,2009).
2.2.4. Tingkat Penilaian Tremor
Tremor Rating Scale telah dihasilkan oleh para anggota Tremor Research
Group dan terdiri dari item untuk menilai tremor aksi pada kepala, suara, tungkai
dan badan. Tes ini hanya memerlukan pena, kertas dan cangkir.
Skala ini dibuat untuk menghasilkan skala penilaian klinis tremor yang
cepat, reliabel, membutuhkan instrument yang sedikit dan dapat diaplikasi dalam
situasi klinis dan penelitian.
Berikut adalah senarai Tremor Research Group Tremor Rating Scale V
2.0:
1. Tremor kepala : Subyek dalam posisi duduk tegak. Kepala dirotasikan
sepenuhnya kiri dan kanan dan kemudian diamati selama 10 detik pada
pertengahan posisi. Nilai amplitudo terburuk selama ujian.
0 = tidak ada tremor
1 = tremor kecil kelihatan
2 = tremor ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
2. Tremor Wajah : Senyum, tutup mata, buka mulut. Amplitudo tertinggi
dari anatomi wajah yang terlibat dinilai.
0 = tidak ada tremor
1 = hampir tidak kelihatan
2 = tremor ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
3. Tremor Lidah : Subyek dalam posisi duduk tegak. Subyek membuka
mulut selama 5 detik dan menjulurkan lidah selama 5 detik.
0 = tidak ada tremor
1 = hamper tidak kelihatan
2 = tremor ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
4. Tremor Suara : Meminta subyek menghasilkan bunyi “aaa” dan “eee”
yang panjang selama 5 detik setiap satu.
0 = tidak ada tremor
1 = hampir tidak dikesan
2 = ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
5. Tremor Lengan : Subyek dalam posisi duduk tegak. Tremor dinilai
sewaktu tiga maneuver lengan (forward horizontal reach posture,
lateral “wing beating” posture dan kinesis). Setiap lengan dinilai
selama 5 detik dalam setiap posisi. Lengan kanan dan kiri bisa dinilai
bersamaan.
a. Forward outstretched postural tremor : Subyek harus
mengangkat lengannya separas dada dan paralel dengan
tanah. Pergelangan tangan harus lurus dan jari-jari
diabduksi secara maksimal.
b. Lateral “wing beating” postural tremor : Subyek
mengabduksi
lengannya
paralel
dengan
tanah
dan
memfleksi siku supaya kedua tangan tidak menyentih
antara satu sama lain. Jari-jari diabduksi secara maksimal,
dengan jari telunjuk berada di paras bahu.
c. Tremor Kinetik : Subyek hanya mengekstensi jari
telunjuknya. Kemudian subyek menyentuh jari peneliti
yang berada dalam jangkaun subyek. Subyek kemudiannya
menyentuh hidungnya atau dagu. Tindakan ini diulang
sebanyak 5 kali.
0
= tidak ada tremor
1
= tremor hampir tidak kelihatan
1.5 = tremor kelihatan, tetapi < 1 cm
2
= tremor dengan amplitud 1-3 cm
2.5 = tremor dengan amplitud 3-5 cm
3
= tremor dengan amplitud 5-10 cm
3.5 = tremor dengan amplitud 10-20 cm
4
= tremor dengan amplitud >20 cm
6. Tremor Kaki : Subyek dalam posisi duduk. Kemudian subyek diminta
untuk mengangkat kakinya secara horizontal paralel dengan tanah
selama 5 detik. Tremor maksimum pada setiap kaki dicatit.
0 = tidak ada tremor
1 = hampir tidak kelihatan
2 = jelas tapi tremor ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
7. Tremor Berdiri : Subyek dalam posisi berdiri, tanpa dibantu.Jarak
antara kedua lutut subyek sebanyak 10-20 cm dan difleksi dengan
derajat 10-20°. Lengan berada di sisi subyek. Tremor dinilai di setiap
tempat pada kaki dan badan.
0 = tidak ada tremor
1 = hampir tidak kelihatan
2 = jelas tapi tremor ringan
3 = tremor moderat
4 = tremor berat
8. Tulisan Tangan : Meminta pasien menulis ayat standard “Hari ini
merupakan hari yang baik” menggunakan tangan dominan. Subyek
tidak boleh memegang (menstabilisasi) tangannya menggunakan
tangan yang satu lagi. Nilai hanya pada tangan dominan.
0 = tidak ada tremor
1 = sedikit tidak kemas
2 = bisa dibaca, tetapi dengan sedikit tremor
3 = tidak bisa dibaca
4 = tidak bisa menetapkan pen ke atas kertas tanpa
memegang dengan menggunakan tangan yang sebelahnya
9. Memegang Pen : Sedekat mungkin pada titik yang telah dilukis pada
sehelai kertas tanpa menyentuh titik tersebut (jarak ideal sekitar 1mm)
selama 10 detik.
0
= tidak ada tremor
1
= tremor hampir tidak kelihatan
1.5 = tremor kelihatan, tetapi < 1 cm
2
= tremor dengan amplitud 1-3 cm
2.5 = tremor dengan amplitud 3-5 cm
3
= tremor dengan amplitud 5-10 cm
3.5 = tremor dengan amplitud 10-20 cm
4
= tremor dengan amplitud >20 cm
10. Menuang Air dari Satu Gelas ke dalam Gelas yang Lain :
Menggunakan gelas kertas dengan ketinggian sekitar 10 cm. Penuhkan
gelas tersebut sehingga tinggal sisa 1 cm dari atas gelas. Nilai yang
paling teruk antara tiga cobaan. Gelas yang menerima air diletakkan di
atas meja, bukan dipegang. Subyek bisa berdiri atau duduk, tetapi
posisi gelas harus berada di sekitar dada toraks.
0 = tidak ada tremor
1 = lebih berhati-hati dari orang yang tidak ada tremor, air
tidak tumpah
2 = air tertumpah dalam kadar yang sedikit <10%
3 = air tertumpah dalam kadar 10-15%
4 = tidak dapat menuang air tanpa menumpahkan air yang
banyak
( Tremor Research Group, 2003)
2.3.
Mekanisme Kafein Menyebabkan Tremor
Seperti yang kita tahu, kafein merupakan antagonis reseptor adenosine di
mana efeknya berlawanan dengan kerja adenosine. Adenosin berfungsi untuk
mengurangkan kadar ledakan neuron selain menghambat transmisi sinaptik dan
pelepasan neurotransmitter.
Dengan konsumsi kafein, kafein akan berikatan dengan reseptor
adenosine. Hal ini menyebabkan neuron menjadi lebih aktif dan kadar ledakan
neuron meningkat. Potensial aksi ditimbulkan secara berulang-ulang yang
menyebabkan motor unit meningkat dan memicu kejadian tremor.
Download