BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Penelitian Yang Relevan
Pengolahan air limbah batik diperlukan oleh setiap pelaku industri guna
mengurangi kadar zat yang dihasilkan dari proses produksi yaitu zat pewarna.
Kandungan pada zat warna yang berbahaya dapat dikurangi dengan pengolahan
limbah yang baik, maka dari itu untuk mendukung penelitian tersebut maka
penulis kemukakan literatur sebagai tinjauan pustaka.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Soedarsono dan Beny Syahputra, 2008)
menggunakan variasi kombinasi metode elektrokimia, filtrasi dan adsorpsi dengan
plat elektroda aluminium dan seng serta karbon aktif. Dari penelitian diperoleh
efisiensi sebesar 99,25 % dengan ketebalan karbon aktif 20 cm.
Penelitian yang dilakukan oleh (Widya Pangesti Mutiara, 2009) dengan metode
elektrokoagulasi yang memanfaatkan logam besi (Fe) yang teroksidasi sebagai
koagulan dan variasi jumlah lempeng besi yang dipakai sebagai elektroda. Dari
penelitian diperoleh
prosentase tertinggi pada TSS sebesar 63,3% pada plat
elektroda Besi (Fe) dengan jumlah 7 lempeng.
Penelitian oleh (M. Adib Fadli dkk, 2011) dengan metode elektrokoagulasi
kontinyu yang memanfaatkan [Fe(OH)3] sebagai kogulan serta logam aluminium
sebagai plat elektroda dengan jarak antar elektroda 1,5 cm. Dari penelitian
dihasilkan efisiensi penurunan warna sebesar 98,40%
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Budi Utomo dkk, 2012) yang berjudul
Optimasi Kinerja UPAL-RE untuk Melayani Home Industry Batik. Menggunakan
metode elektrokimia dengan plat elektroda Aluminium (Al) dan Besi (Fe) yang
menghasilkan efisiensi warna sebesar 79%.
5
Penelitian yang dilakukan oleh (Pratiwi
elektrokimia yang
Ratna S.,
2013) dengan
metode
menggunakan logam Besi (Fe) dan Aluminium (Al) sebagai
plat elektroda, dari penelitian diperoleh efisiensi penurunan warna sebesar 93,3%.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Hanif Budi Susilo, 2013) dengan metode
elektrokimia dengan kapasitas reaktor sebesar 4 liter yang memanfaatkan logam
Aluminium (Al) sebagai plat elektroda. Diperoleh besarnya efisiensi penurunan
warna yaitu sebesar 67 %.
Penelitian oleh (Tri Murniati dkk, 2014) menggunakan metode elektrolisis dengan
reaktor berkapasitas 2 liter, penelitian melakukan pengambilan sampel di dua
tempat yaitu di outlet industri batik dan di sungai Premulung. Dalam penelitian
yang dilakukan di outlet industri batik diperoleh efisiensi penurunan kadar logam
berat Cr dan Pb sebesar 90 % dan 92,1 % menggunakan plat elektroda Al-Zn
dengan waktu pengolahan 30 menit. Menggunakan plat elektroda dan waktu
pengolahan yang sama penelitian dilanjutkan di sungai Premulung, dari penelitian
dihasilkan efisiensi yang paling optimal dalam menyerap logam Cr dan Pb yaitu
sebesar 98,6 % dan 91,5 %.
Penelitian yang dilakukan oleh (Afif Muchson, 2014) dengan metode elektrokimia
serta variasi rasio elektroda cairan dengan menggunakan reaktor elektokimia
batch, memanfaatkan logam Aluminium (Al) dan Besi (Fe) sebagai elektroda.
Dari percobaan diperoleh efisiensi yang terbesar sebesar 83,16% dan komponen
yang paling optimal adalah 2AB11-5, yang berarti menggunakan plat elektroda
Aluminium dan Besi dengan jarak antar elektoda yaitu 1,5 cm serta waktu
elektrolisis 50 menit dan nilai REC 7,2.
Penelitian yang dilakukan oleh (Suci Alfian Flurianti, 2014) menggunakan
metode dan variasi seperti penelitian yang dilakukan oleh (Afif Muchson, 2014).
Dari penelitian dihasilkan nilai efisiensi tertinggi yaitu sebesar 90,97 % oleh
sampel dengan kode 2AS12-5, menggunakan logam Aluminium dan Stainless
steel dengan jarak antar elektroda 2 cm dan waktu elektrolisis 50 menit serta nilai
REC 7,2.
6
2.1.2. Industri Batik
Industri batik adalah industri yang memproduksi bahan pakaian yang dapat
memenuhi kebutuhan dalam bidang sandang. Industri batik banyak ditemukan
didaerah Yogyakarta, Solo dan Pekalongan. Industri batik merupakan penghasil
devisa nomer satu dibidang non migas dan devisa nomer tiga dari seluruh industri
di Indonesia. Selain dampak positif tersebut industri batik juga mempunyai
dampak negatif antara lain meningkatnya pencemaran yang disebabkan limbah
dari industri batik itu sendiri.
2.1.3. Limbah Industri Batik
Industri batik merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah dalam
jumlah yang besar, tergantung pada jenis proses yang digunakan dalam industri
batik yang memproduksi batik. Seiring dengan pertumbuhan industri batik
tersebut, bertambah pula limbah cair yang dihasilkan, yang berasal dari proses
pembuatan batik sejak tahap pencelupan hingga pencucian. Pengetahuan untuk
pengelolaan limbah cair batik yang relatif rendah membuat sejumlah pengrajin
batik membuang limbah tersebut ke badan sungai, sehingga mencemari air sungai
dan pada akhirnya menurunkan kualitas air sungai.
Limbah batik adalah sisa proses produksi batik, dapat berupa padatan, cairan
maupun gas yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi lagi oleh industri
batik yang bersangkutan. Limbah biasanya mengandung bahan pencemar yang
jenisnya tergantung dari bahan baku, bahan penolong, proses yang digunakan
maupun produksi yang dihasilkan. Oleh sebab itu industri batik mempunyai
kualitas spesifik, artinya untuk industri
yang berbeda akan menghasilkan
limbah yang berbeda pula, bahkan untuk industri yang sejenispun belum tentu
kualitas limbahnya akan sama. Unit pengolahan limbah diterapkan dengan
pertimbangan teknologi dalam skala kecil dan terjangkau oleh masyarakat luas
(terutama industry kecil), terpadu dengan konsep taman (penghijauan dan
estetika) (Siregar, 2005).
7
2.1.4. Pengolahan Air Limbah
Menurut Siregar, Sakti A. (2005) prinsip pengolahan air limbah adalah
menghilangkan atau mengurangi kontaminan yang terdapat dalam air limbah,
sehingga hasil olahan tidak menggangu lingkungan. Tujuan utama pengolahan air
limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel campur, membunuh bakteri
patogen, serta mengurangi komponen beracun agar konsentrasi yang ada menjadi
rendah. Tujuan pengolahan air limbah tergantung dari tipe air limbah yang
dihasilkan. Untuk limbah domestik, tujuan utamanya adalah untuk mereduksi
kandungan senyawa berbahaya yang terkandung dalam air limbah.
Badan perairan yang kualitasnya telah menurun perlu diupayakan peningkatan
kualitas airnya, agar kondisi badan perairan tersebut dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas air yang
tercemar adalah dengan teknik pengolahan limbah elekrokimia. Prinsip dasar dari
teknik ini adalah mengikat zat-zat berbahaya yang ada di dalam air limbah
tersebut, dari proses tersebut menghasilkan suatu lumpur/padatan yang
mengapung atau dapat juga disebut dengan flok. Pengolahan limbah dengan
metode yang lain juga menghasilkan suatu lumpur, yang kemudian lumpur
tersebut akan diolah kembali agar tidak menjadi pencemar bagi lingkungan.
(Sugiharto, 1987)
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Elektrokimia
Secara umum sel elektrokimia dibagi menjadi sel galvani atau sel elektrokimia
dan sel elektrolisis. Proses yang terjadi pada sel galvani ialah reaksi kimia berubah
menjadi energi listrik, sedangkan di dalam sel elektrolisis sebaliknya, dari energi
listrik menjadi energi kimia. Pada sel galvani elektroda positif menjadi katoda,
dan elektroda negatif sebagai anoda, sedangkan pada sel elektrolisis sebaliknya,
yaitu elektroda negatif sebagai katoda, dan elektroda positif sebagai anoda
(Daryoko, M. 2009).
Menurut Sari, N.K. (2009) ketika sel elektrolisis ini terjadi, akan ada pelucutan
ion-ion bermuatan. Selama proses berlangsung, arus listrik mengalir melalui
elektrolit, memberikan energi yang cukup untuk menjalankan reaksi oksidasi dan
8
reduksi. Ion-ion yang bermuatan bergerak, setelah arus listrik mengalir dalam
elektrolit. Ion positif bergerak ke elektroda negatif (katoda) dan ion negatif
bergerak ke elektroda positif (anoda). Saat ion-ion bermuatan saling
bersinggungan dengan elektroda akan terjadi reaksi elektrokimia. Pada elektroda
positif (anoda), ion negatif melepaskan elektron dan teroksidasi. Pada elektroda
negatif (katoda), ion positif menangkap elektron dan tereduksi.
Dalam
proses
itu
akan
muncul
gelembung-gelembung
udara.Kemudian
gelembung-gelembung inilah yang akan mengikat zat-zat yang ada di elektrolit
atau air limbah. Kemudian zat-zat yang terikat pada gelembung-gelembung udara
itu akan terangkat ke permukaan dan mengapung. Zat-zat yang terikat pada
gelembung-gelembung udara yang telah mengapung tadi berbentuk seperti
lumpur yang mengapung yang biasanya disebut dengan flok. Terjadinya flok
pada sel elektrolisis ini merupakan penerapan dari proses flotasi. Berikut ini
adalah ilustrasi dari sel elektrolisis yang disajikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Sel Elektrolisis
(Sumber: google.com)
2.2.2. Teori Faraday
Faraday mengamati peristiwa elektrolisis melalui berbagai percobaan. Dalam
pengamatannya jika arus listrik searah dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit,
mengakibatkan perubahan kimia dalam larutan tersebut. Sehingga Faraday
menemukan hubungan antara massa yang dibebaskan atau diendapkan dengan
arus listrik. Menurut faraday jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan
9
(diendapkan) pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb)
yang dialirkan melalui larutan elektrolit tersebut, dan massa yang dibebaskan atau
diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot ekuivalen zat-zat tersebut
(Zulfikar, 2010).
Dari pernyataan di atas, dapat disederhanakan menjadi Persamaan 2.1 berikut:
…………...........................................................................Persamaan 2.1
dengan:
M = massa zat (gram)
e
= berat ekivalen (gram)
I
= kuat arus (ampere)
t
= waktu (detik)
F
= Faraday (9500)
Dalam peristiwa elektrolisis terjadi reduksi pada katoda untuk mengambil elektron
yang mengalir dan oksidasi pada anoda yang memberikan aliran elektron tersebut.
Dalam hal ini elektron yang dilepas dan yang diambil dalam jumlah yang sama.
Bobot zat yang dipindahkan atau yang terreduksi setara dengan elektron, sehingga
masa yang dipindahkan merupakan ekivalen dan sama dengan mol elektron.
Faraday menyimpulkan bahwa satu Faraday adalah jumlah listrik yang diperlukan
untuk menghasilkan satu ekivalen zat pada elektroda (Zulfikar, 2010).
2.2.3. Deret Volta
Susunan unsur-unsur logam berdasarkan potensial elektroda standarnya
disebut deret elektrokimia atau deret volta. Deret volta dapat dilihat dalam pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Deret volta
(Sumber: google.com)
10
Semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret volta menandakan:
1.
Logam semakin reaktif (semakin mudah melepas elektron)
2.
Logam
merupakan
reduktor
yang
semakin
kuat(mudah
mengalami
korosi);dan
3.
Logam dapat mengusir atau mendesak atau mereduksi logam sebelah kanan
sehingga reaksi dapat berlangsung (spontan).
Sebaliknya, semakin kanan kedudukan logam dalam deret volta menandakan:
1.
Logam semakin kurang reaktif (semakin sukar melepas elektron)
2.
Kationnya merupakan oksidator yang semakin kuat (kuat mencegah korosi)
3.
Logam tidak dapat mengusir atau mendesak atau mengoksidasi logam sebelah
kiri sehingga reaksi tidak dapat berlangsung (tidak spontan)
Jadi, logam yang terletak lebih kiri lebih reaktif daripada logam-logam yang di
kanannya. Oleh karena itu, logam yang terletak lebih kiri dapat mendesak logam
yang lebih kanan dari senyawanya. (Apriani, L. 2012)
2.2.4. Adsorbsi
Secara umum peristiwa adsorbsi yang terjadi pada larutan terbagi atas dua bagian
yaitu adsorbsi fisika dan adsorbsi kimia. Adsorbsi fisika merupakan adsorbsi yang
disebabkan oleh gaya Van der Waals yang ada pada permukaan adsorben, panas
adsorben biasanya rendah dan terjadi di lapisan pada permukaan adsorben yang
umumnya lebih besar dari satu mol. Sedangkan adsorbsi kimia adalah adsorbsi
yang terjadi karena adanya reaksi antara zat yang diserap dan adsorben, lapisan
molekul pada permukaan adsorben hanya satu lapis dan panas adsorbsinya tinggi
(Syabatini, A., 2009).
Adsorpsi merupakan peristiwa pemisahan bahan dari suatu campuran gas/cair
dimana bahan yang akan dipisahkan ditarik oleh permukaan zat padat. Zat yang
diserap disebut fase terserap (adsorbat), sedangkan zat yang menyerap disebut
adsorben. Kecuali zat padat adsorben dapat pula zat cair, oleh karena itu adsorpsi
dapat terjadi antara: zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair
atau zat cair dan gas.
11
Secara umum proses penyerapan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu adsorpsi dan
absorpsi. Dalam adsorpsi penyerapan partikel hanya terjadi di permukaan zat
penyerap, sedangkan pada absorpsi penyerapan partikel terjadi sampai ke seluruh
bagian zat penyerap/diserap masuk ke dalam absorben. Selain dibedakan oleh
daya serapnya, adsorpsi dan absorpsi dibedakan oleh zat yang terlibat dalam
proses penyerapannya. Pada adsorpsi zat yang terlibat adalah adsorbat dan
adsorben sedangkan pada absorpsi zat yang terlibat adalah absorben (zat yang
menyerap absorbat) dan absorbat (zat yang diserap). Adsorpsi dapat dilihat pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.3 Adsorpsi
(Sumber: google.com)
2.2.5. Reaktor Kontinyu
Reaktor kontinyu atau bak reaktor kontinyu adalah bak tempat terjadi reaksi
elektrolisis yang terdapat massa yang masuk dan keluar selama reaksi dan terjadi
secara kontinyu.
Keuntungan penggunaan reaktor kontinyu:
Proses produksi dengan reaktor kontinyu bersifat lebih efisien karena waktu jeda
seperti yang terdapat pada reaktor aliran diam dapat dihindari, seperti: waktu
pengisian, waktu reaksi, waktu pengeluaran dan waktu pembersihan reaktor.
12
Kerugian penggunaan reaktor kontinyu:
Proses pengolahan air limbah batik menggunakan elektrokimia batch akan
menimbulkan kenaikan suhu pada air limbah batik yang diolah, semakin tinggi
suhu maka akan semakin cepat terjadi degradasi warna atau perubahan warna
pada air limbah batik yang diolah. Semakin tinggi suhu dalam cairan maka
semakin besar energi aktifasinya, sehingga kecepatan reaksi akan semakin besar,
kemungkinan proses oksidasi akan semakin cepat (Novianti D. L. dan Tuhu A.,
2014). Karena sifatnya yang kontinyu sehingga suhu yang relative rendah
mempengaruhi proses elektrolisisnya.
2.2.6. Rasio Elektroda Cairan
Rasio elektroda cairan merupakan perbandingan antara luasan kedua sisi suatu
elektroda dibandingkan dengan volume cairan yang merendamnya. Kontak antara
elektroda dengan cairan menimbulkan reaksi. Di dalam sel elektrolisis terjadi
reaksi pada elektroda, yakni reduksi pada katoda dan oksidasi pada anoda. Pada
proses ini perbandingan luasan elektroda dengan volume cairan elektrolit sangat
mempengaruhi kinerja reaktor.
Nilai dari rasio elektroda cairan dapat dilihat pada persamaan 2.2 berikut :
(Utomo, Budi dkk. 2012)
…………………………………………………Persamaan (2.2)
dengan:
REC
Aelektroda
Vcairan
= rasio elektroda cairan
= luasan seluruh sisi elektroda
= volume cairan elektrolit
Dengan demikian rasio elektroda cairan berbanding lurus dengan luasan elektroda
yang digunakan pada komponen suatu reaktor. Pada reaktor elektrokimia batch,
elektroda yang digunakan berupa pelat tipis yang memiliki luasan dari kedua sisi
pelat. Sedangkan volume cairan yang diperhitungkan merupakan volume cairan
yang memiliki kontak langsung dengan pelat (Utomo, Budi dkk. 2012).
Rasio elektroda cairan mempengaruhi penggunaan arus listrik. Sehingga
penggunaan arus listrik dapat dijadikan indicator penggunaan daya yang berkaitan
dengan biaya operasional reaktor.
13
Daya listrik dapat diperoleh dari Persamaan 2.3 berikut:
…………………………………………………………..Persamaan (2.3)
dengan:
P = daya listrik (watt)
V = tegangan (volt)
I = kuat arus (ampere)
2.2.7. Hubungan Jarak Elektroda dengan Suhu
Komponen utama yang berperan dalam proses elektrolisis adalah elektroda. Rasio
Elektroda Cairan
yang
besar menimbulkan suhu yang tinggi, karena arus
yang mengalir pada komponen dengan REC besar juga lebih besar. Hubungan
jarak elektroda dengan suhu memiliki kecenderungan menimbulkan suhu yang
tinggi dengan jarak yang lebih dekat. Karena dengan jarak yang dekat maka
proses elektrolisis akan terjadi dengan siklus yang lebih pendek sehingga
reaksi
yang
cepat
ini
akan menimbulkan suhu yang tinggi. Dengan
demikian, semakin besar REC maka semakin tinggi suhu yang ditimbulkan, serta
semakin kecil jarak antar elektroda akan menghasilkan suhu yang besar (Afif
Muchson, 2014).
2.2.8. Spektrofotometri
Spekfotometri merupakan metode analisi yang didasarkan pada adsorpsi radiasi
electromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap kepekaan mata manusia,
gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya
putih. Cahaya putih meliputi seluruh spectrum Nampak 400nm-760nm (Anonim
2, 1979).
Spekfotometri adalahsuatu metode analisis yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dan tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer,
kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari
suatu cuplikan sebagai fungsi dari kosentrasi.
14
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang
tertentu. Pada spektrofotometer panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih
terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau
celah optis. Spektrofotometer tersusun dari sumber spektrumtampak yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding. Spektrofotometer ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron
dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan
elektron tidak diikuti oleh perubahan alat spin, hal ini dikenal dengan sebutan
tereksitasi singlet. (S M. Khopkar. 2003)
Efisiensi kinerja UPAL-RE diukur berdasarkan serapan gelombang cahaya
dengan teori spektrofotometri. Efisiensi UPAL-RE dapat diperoleh berdasarkan
persamaan 2.4 berikut : (Utomo, Budi dkk 2012).
……………………Persamaan (2.4)
dimana:
Asebelum = Absorbansi sebelum
Asesudah = Absorbansi sesudah
Download