9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Etika Etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Munawir, 1997). Etika sangat erat kaitannya dengan perilaku bermoral. Moral adalah sikap mental dan emosional yang dimiliki oleh individu sebagai anggota kelompok sosial dalam melakukan tugas-tugas atau fungsi yang diharuskan kelompoknya serta loyalitas pada kelompoknya (Sukamto, 1991). Etika secara harfiah berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang artinya sama persis dengan moralitas yaitu adat kebiasaan yang baik (Keraf, 1998). Kamus Bahasa Indonesia (1998) menyebutkan etika memiliki tiga arti yang salah satunya adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan etika dalam bahasa latin yaitu ethica yang berarti falsafah moral. Etika adalah tatanan moral yang telah disepakati bersama dalam suatu profesi dan ditujukan untuk anggota profesi (Risa, 2011). Bertens (2000) menyebutkan bahwa teori etika dapat membantu proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan moral dan justifikasi terhadap keputusan tersebut. Menurut Duska (2003), teori etika dikembangkan dalam tiga bagian, yaitu: 9 10 1) Utilitarianism Theory Teori ini membahas mengenai optimalisasi pengambilan keputusan individu untuk memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif. Terdapat dua jenis utilitarisme, yaitu: a. Act Utilitarisme yaitu perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang. b. Rule Utilitarisme yaitu aturan moral yang diterima oleh masyarakat luas. 2) Deonotologi Theory Teori etika ini membahas mengenai kewajiban individu untuk memberikan hak kepada orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk suatu hal harus didasarkan pada kewajiban, bukan konsekuensi perbuatan. 3) Virtue Theory Teori ini menjelaskan disposisi watak seseorang yang memungkinkan untuk bertingkah laku baik secara moral. Ada dua jenis virtue theory, yaitu: a. Pelaku bisnis individual, seperti: kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan. b. Taraf perusahaan, seperti: kemarahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang dimiliki oleh manajer dan karyawan. Auditor BPKP merupakan salah satu profesi yang tidak terlepas dari permasalahan dilema etika. Auditor harus mempertimbangkan berbagai hal didalam mengambil keputusan untuk pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan hasil audit. 11 2.1.2 Teori Perkembangan Moral Kognitif Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey dan selanjutnya dikembangkan lagi oleh Piaget dan Kohlberg. Moral kognitif adalah faktor penentu dalam pengambilan keputusan etis (Kohlberg, 1971). Kohlberg menyatakan bahwa personal value diperoleh melalui suatu proses berpikir dan berpendapat. Terdapat enam tingkatan yang dikembangkan oleh Kohlberg yaitu tahap pertama dan kedua dari perkembangan moral disebut dengan Pre-coventional, yaitu kondisi dimana orang-orang membuat keputusan moral berdasarkan pada imbalan dan hukuman. Tahap tiga dan empat disebut Conventional, dalam tahap ini seseorang sudah memperhatikan aturan-aturan sosial dan kebutuhan-kebutuhan sesama. Tahap kelima dan keenam disebut Postconventional, dimana kebaikan bagi masyarakat telah dimasukkan dalam pemikiran moral (Kohlberg, 1971). Trevino (1986), Hunt dan Vitell (1986) menjelaskan bahwa budaya etis organisasi merupakan faktor organisasional yang berpengaruh pada perilaku etis seseorang. Trevino (1986) menitikberatkan teori yang dikembangkan Kohlberg dalam mengidentifikasi pengaruh individu terhadap keputusan etis. Namun Hunt dan Vitell (1986) memasukkan variabel personal value dalam pengambilan keputusan. 2.1.3 Sensitivitas Etika Hunt dan Vitell (1986) menjelaskan bahwa kemampuan seseorang untuk memahami masalah etis yang dipengaruhi oleh lingkungan budaya, lingkungan 12 industri, lingkungan organisasi, dan pengalaman pribadi. Sensitivitas etika merupakan kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika dalam suatu keputusan (Shaub et al., 1993). Sensitivitas etika diukur melalui penilaian kegagalan akuntan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang diminta, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi, dan subordinasi akuntan dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi. Rest (1983) mengajukan model atau rerangka analisis empat komponen kerangka kerja untuk meneliti pengembangan proses berpikir moral dan perilaku individu dalam mengambil keputusan. Empat komponen tersebut, yaitu: 1) Pengenalan individu akan keberadaan masalah etis dan pengevaluasian. 2) Penentuan perilaku moral secara ideal yang sesuai untuk sebuah situasi. 3) Keputusan pada tindakan yang dimaksud berkaitan dengan berbagai hasil yang dinilai dan implikasi moralnya. 4) Pelaksanaan perilaku yang dimaksud. 2.1.4 Pengalaman Pengalaman audit dapat mengembangkan struktur memori yang luas dan kompleks yang membentuk kumpulan informasi yang dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan audit (Libby, 1993). Pengalaman dapat menghasilkan struktur dalam proses penilaian auditor. Auditor yang berpengalaman memiliki struktur memori mengenai pengetahuan audit dalam mengidentifikasi petunjukpetunjuk dari informasi tertentu yang berpengaruh terhadap kesimpulan hasil audit (Bonner, 1996). Pengalaman auditor akan semakin berkembang dengan 13 bertambahnya pengalaman audit, diskusi audit, pelatihan, dan penggunaan standar (Januarti, 2011). Auditor yang memiliki pengalaman yang lebih lama, memungkinkan auditor lebih terampil dan cepat dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya serta menghasilkan opini audit yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman auditor berkaitan dengan tingkat ketelitian auditor. Gusnardi (2003) menyatakan bahwa pengalaman audit diukur melalui lama auditor bekerja, jabatan auditor, keahlian yang berhubungan dengan audit, dan pelatihan audit yang pernah diikuti. Sehingga auditor yang berpengalaman dianggap lebih konservatif saat menghadapi dilema etika (Larkin, 2000). 2.1.5 Orientasi Etika Cohen et al. (1980) menyatakan bahwa orientasi setiap individu pertamatama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebutuhan tersebut menentukan harapan atau tujuan dalam setiap perilakunya sehingga pada akhirnya individu tersebut menentukan tindakan apa yang akan diambilnya. Higgins dan Kelleher (2005) menjelaskan alternatif pola perilaku untuk menyelesaikan dilema etika dan konsekuensi yang diharapkan oleh fungsi yang berbeda akan menentukan orientasi etis. Tetapi ada penentu lain dari orientasi etis yang dapat menunjukkan adanya perbedaan individu, antara lain standar perilaku individu, standar perilaku dalam keluarga serta standar perilaku dalam komunitas (Tsalikis dan Fritzsche, 1998; wiley, 1998). Higgins dan Kelleher (2005) mengungkapkan alternatif lain dalam menyelesaikan dilema etika yaitu orientasi etika. Orientasi etika dikendalikan oleh dua karakteristik yaitu idealisme dan relativisme (Forsyth, 14 1980). Idealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya oleh individu dengan konsekuensi yang dimiliki dan diinginkannya tidak melanggar nilai-nilai moral sedangkan relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan perilaku etis (Forsyth, 1980). 2.1.6 Komitmen Bline et al. (1992) membedakan komitmen menjadi dua konstruk, yaitu komitmen profesional dan komitmen organisasional. Komitmen profesional dan komitmen organisasional adalah dua hal yang berbeda (Chang dan Choi, 2007). Aranya et al. (1981) serta Araya dan Ferris (1984) mendefinisikan komitmen sebagai berikut: 1) Sebuah kepercayaan dan penerimaan tujuan pada nilai-nilai organisasi dan/atau profesi. 2) Kesediaan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi dan/atau profesi. 3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi dan/atau profesi. Kwon dan Branks (2004) menyatakan bahwa komitmen organisasional berkaitan dengan jenis organisasi karyawan, sedangkan komitmen profesional diperkirakan oleh dukungan untuk kelompok dan sikap positif terhadap profesi dan karakteristik pekerjaan. Komitmen profesional yang kuat akan mengarahkan auditor untuk taat pada aturan (Jeffrey dan Weatherholt, 1996). 15 2.1.7 Budaya Etis Organisasi Schein (1992) menyatakan budaya adalah suatu proses pentransferan nilainilai kepada anggota yang baru sebagai suatu pedoman untuk berperilaku. Budaya dapat berkembang dari upaya yang tidak disadari, tetapi sistematis dalam kurun waktu tertentu. Budaya organisasi merupakan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain (Hofstede, 1994). Budaya etis organisasi merupakan pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pemimpin akan pentingnya etika di perusahaan dan memberikan penghargaan ataupun sanksi atas tindakan tidak bermoral (Hurt et al, 1986). Budaya organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena mencerminkan nilai-nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi pelaku anggota organisasi tersebut. 2.1.7 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah lembaga pemerintahan nonkementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan KKN serta pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perkembangan lembaga pengawasan ini diawali dengan terbentuknya Djawatan Akuntan Negara (DAN) pada tanggal 31 Oktober 1936 dengan bersluit Nomor 44. DAN bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara atau jawatan tertentu. DAN berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementrian 16 Keuangan. Kedudukan DAN ditingkatkan menjadi langsung di bawah Menteri Keuangan setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961. Pada tahun 1966 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 239 tentang pembentukan Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971, khusus pada Departemen Keuangan, tugas pengawasan keuangan Negara dilakukan oleh DDPKN. DDPKN ditransformasikan menjadi BPKP setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. BPKP merupakan lembaga non departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden. Kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen diatur pada Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2005. Hasil pengawasan BPKP dilaporkan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil pengawasan tersebut juga diperlukan oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi yang dipimpinnya. 17 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Irawati dan Supriyadi (2012) meneliti pengaruh orientasi etika pada komitmen profesional, komitmen organisasional, dan sensitivitas etika auditor dengan variabel pemoderasi gender. Sampel penelitian ini adalah auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini memperoleh hasil bahwa gender tidak dapat memoderasi hubungan antara orientasi etika dengan komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika. Penelitian lain dilakukan oleh Januarti (2011) untuk menguji pengaruh pengalaman auditor, komitmen profesional, orientasi etis, dan nilai etika terhadap persepsi dan pertimbangan etis dengan sampel penelitian pada auditor BPK. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi etis berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis, sedangkan pengalaman, komitmen profesional, dan nilai etika tidak berpengaruh terhadap persepsi dan pertimbangan etis. Aziza dan Salim (2007), Shaub (1993) menguji orientasi etika terhadap komitmen dan sensitivitas etika pada auditor di Bengkulu dan Sumatera Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi etika berpengaruh terhadap komitmen, dan komitmen tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Metode analisis data yang digunakan adalah Path Analysis. Fallah (2006) melakukan penelitian mengenai budaya etis organisasi dan orientasi etis terhadap sensitivitas etika pada Bawasda dengan hasil yang menunjukkan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh positif terhadap idealisme dan tidak berpengaruh pada relativisme. Orientasi etika berpengaruh pada sensitivitas etika, khususnya relativisme 18 sedangkan idealisme tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Penelitian ini menggabungkan model Structural Equation Modeling (SEM) dengan Path Analysis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Aziza dan Salim (2007) adalah metode analisis data yang digunakan. Sahub et al., (1993) menggunakan metoda analisis data Multivariate Analysis of Variance (Manova). Khomsiyah dan Nur Indriantoro (1998) meneliti pengaruh orientasi etika terhadap komitmen professional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika auditor Pemerintah DKI Jakarta dengan metode Path Analysis. Hasil yang diperoleh bahwa orientasi etika mempengaruhi komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika. Douglas et al., (2001) menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etis pada etika judgment akuntan. Penelitian tersebut menggunakan Path Analysis membuktikan bahwa budaya etis organisasi mempengaruhi orientasi etika dan etika judgment akuntan. Hasil penelitian sebelumnya merupakan kajian empiris penelitian. Penelitian ini mencoba menggabungkan variabel-variabel dari penelitianpenelitian sebelumnya mengenai sensitivitas etika dengan obyek dan waktu penelitian yang berbeda. Beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai sensitivitas etika dirangkum dalam Tabel 2.1. Uraian dari penelitian – penelitian tersebut terdiri dari nama peneliti dan tahun penelitiannya, variabel penelitian, teknik analisis data yang digunakan serta hasil penelitian. 19 Tabel 2.1 Rangkuman Hasil Penelitian Sebelumnya Peneliti (Tahun) Irawati dan Supriyadi (2012) Dependen Komitmen Profesional, Komitmen Organisasional, dan Sensitivitas Etika Variabel Independen Orientasi Etika Moderasi Gender Teknik Analisis Structural Equation Modeling (SEM) Januarti (2011) Persepsi dan Pertimbangan etis Pengalaman auditor, Komitmen Profesional, Orientasi Etis, dan Nilai Etika Regresi Aziza dan Salim (2007) Komitmen dan Sensitivitas Etika Orientasi Etika Path analysis Falah (2006) Sensitivitas Etika Budaya etis organsasi dan orientasi etis Structural Equation Modeling (SEM) dan Path analysis Khomsiyah dan Nur Indriantoro (1998) Komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika Orientasi Etika Path Analysis Sumber : data diolah 2014 Hasil Penelitian Gender tidak berhasil memoderasi hubungan antara orientasi etika terhadap komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika Orientasi etis berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis pengalaman, komitmen profesional, dan nilai etika organisasi tidak berpengaruh terhadap persepsi dan pertimbangan etis Orientasi etika berpengaruh terhadap komitmen. Komitmen profesional dan organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika Budaya etis organisasi berpengaruh positif dengan idealisme tapi tidak terhadap relativisme, idealisme berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika. Relativisme berpengaruh negatif terhadap sensitivitas etika Orientasi etika berpengaruh pada komitmen profesional, organisasional dan sensitivitas etika