Pengaruh Pergantian Auditor

advertisement
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laporan Keuangan (Financial Statement)
Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
(IAI, 2002) tujuan penyusunan laporan keuangan adalah untuk memenuhi
kebutuhan pemakainya. Laporan keuangan ini disusun untuk menyediakan
informasi
yang
menyangkut
posisi
keuangan
perusahaan,
struktur
permodalan, aliran kas, kinerja keuangan, dan informasi lain yang
mempunyai relevansi dengan laporan keuangan perusahaan.
Warren dalam Agoes (1996), mendefinisikan beberapa komponen laporan
keuangan sebagai berikut:
1. Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama
periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
2. Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik
yang terjadi selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada
tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.
4. Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran
kas selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
Selain keempat komponen laporan keuangan di atas, masih ada satu
komponen lagi yang terdapat dalam laporan keuangan, yaitu catatan atas
laporan keuangan.
Menurut PSAK (IAI, 2002) para pemakai laporan keuangan terdiri atas:
(1) investor, (2) karyawan, (3) pemberi pinjaman, (4) pemasok dan kreditor
usaha lainnya, (5) pelanggan, (6) pemerintah, dan (7) masyarakat. Sesuai
dengan tujuan dan karakteristiknya, laporan keuangan akan memberikan
manfaat yang optimal bagi para penggunanya terutama pemakai laporan
keuangan dari perusahaan yang go public terutama sebagai dasar
pengambilan keputusan investasi pasar modal. Untuk itulah fungsi audit atas
laporan keuangan menjadi sangat penting.
6
2.2.
Audit Atas Laporan Keuangan
Menurut Boynton dan Kell (2002), terdapat tiga tipe audit, yaitu:
a) Audit laporan keuangan (financial statement audit), berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan
entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporanlaporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
(GAAP).
b) Audit
kepatuhan
(compliance
audit),
berkaitan
dengan
kegiatan
memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah
kegiatan keuangan atau, operasi suatu entitas telah sesuai dengan
persyaratan, ketentuan atau peraturan yang berlaku.
c) Audit operasional (operational audit), berkaitan dengan kegiatan
memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas
kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
tertentu.
Jusup (2001), menyatakan audit atas laporan keuangan adalah salah satu
bentuk jasa yang dilakukan auditor. Dalam pemberian jasa ini, auditor
menerbitkan laporan tertulis yang berisi pernyataan pendapat apakah laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
Lebih lanjut lagi, audit atas laporan keuangan merupakan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi laporan
keuangan suatu entitas ekonomi untuk menyatakan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan. Dalam PSA No. 02 (IAI, 2002) dinyatakan
bahwa tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen
adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas yang sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan auditor merupakan sarana
bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan
mengharuskan untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, minimal ia
harus menyatakan apakah proses auditnya telah dilaksanakan berdasar pada
standar auditing yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
7
Berikut ini akan diperinci pentingnya audit atas laporan keuangan suatu
entitas:
a) Para
pemakai
laporan
keuangan
mempunyai
bermacam-macam
kepentingan dan kepentingan mereka tidak sesuai dengan kepentingan
manajemen yang menyusun laporan keuangan tersebut. Para pemakai
laporan keuangan khawatir akan adanya kemungkinan penyimpangan
terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Oleh karena itu,
mereka ingin memperoleh jaminan dari pihak ketiga yang ahli dan
independen yang dapat menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut
sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum, sehingga
bebas dari segala kecurangan.
b) Para pemakai laporan keuangan menginginkan data yang relevan dan
penjelasan yang memadai karena laporan keuangan merupakan sumber
penting atau bahkan merupakan satu-satunya informasi yang digunakan
para pemakainya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Sehingga
laporan keuangan harus diaudit oleh auditor independen untuk menjamin
laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang
diterima umum dengan pengungkapan memadai.
c) Data
dalam
laporan
keuangan
sangatlah
kompleks,
sehingga
memungkinkan risiko terjadinya kesalahan yang bersifat material dan para
pemakai semakin sulit untuk menilai kualitas dari laporan keuangan
tersebut.
d) Para pemakai laporan keuangan tidak mungkin mengaudit sendiri laporan
keuangan tersebut. Oleh karena itu, alternatif yang terbaik adalah dengan
menerima laporan keuangan yang sudah diaudit oleh pihak ketiga, yaitu
auditor independen.
8
2.3. Standar Auditing
IAI (2002), menyatakan bahwa standar auditing yang telah ditetapkan dan
disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Standar Umum
a) Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
b)
Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c)
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b) Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan
a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan
audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi
tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam periode sebelumnya.
b) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan keuangan.
9
c) Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi (pengecualian)
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai
sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang
dipikulnya.
Menurut Mulyadi (2002), terdapat lima jenis pendapat yang dapat
diberikan oleh auditor, yaitu sebagai berikut:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).
Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak
terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian
yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi
yang diterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi
penerapan prinsip akuntansi yang diterima umum tersebut, serta
pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
(unqualified opinion with explanatory language).
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau
diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat
keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
Menurut IAI (2002), jenis pendapat ini diberikan apabila:
a. Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup
audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi
tidak
mempengaruhi
laporan
keuangan
secara
keseluruhan.
10
Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak
memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion).
Pendapat ini diberikan untuk menyatakan bahwa laporan keuangan
tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia
dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh
auditor, maka informasi yangh disajikan oleh klien dalam laporan
keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai
oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Auditor
harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak
utama dari hal yang menyebabkan pendapat tersebut diberikan terhadap
laporan keuangan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion).
Pernyataan ini layak diberikan, apabila ada pembatasan lingkup audit
yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu dan
auditor tidak independen terhadap klien.
2.4. Bentuk Kepemilikan Kantor Akuntan Publik
Menurut Arens dan Loebecke (2003), membagi bentuk kepemilikan
kantor akuntan publik ke dalam empat kategori sebagai berikut:
1. Kantor Akuntan Publik Internasional
Sebelum tahun 1989 terdapat delapan KAP yang lazim disebut The Big
Eight. Di tahun 1989, terjadi merger antara dua perusahaan, sehingga
menjadi The Big Six. Tidak ada alasan untuk merger ini, tetapi variabel
utama adalah kebutuhan bagi kantor akuntan publik untuk melayani bisnis
internasional seiring dengan adanya globalisasi. Pada tahun 2001, terdapat
KAP yang bertaraf internasional yang menduduki lima besar dunia, mereka
lazim disebut The Big Five. The Big Five ini adalah KAP Arthur Andersen
(di Indonesia berafiliasi dengan KAP Prasetio Utomo & Co), KAP Deloitte
11
Touche Tohmatsu (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hans Tuanakotta
Mustofa), KAP Ernst & Young (di Indonesia berafiliasi dengan KAP
Hanadi, Sarwoko, dan Sandjaja), KAP Pricewaterhouse Coopers (di
Indonesia berafiliasi dengan Drs. Hadi Susanto & rekan), dan KAP
Klynveld Peat Marwick Goerdeler/KPMG (di Indonesia berafiliasi dengan
KAP Sidharta, Sidharta dan Harsono). Namun sekitar tahun 2002, KAP
Arthur Andersen mengalami kasus dan membubarkan diri (Kartika, 2006).
Di Indonesia, partner KAP yang berafiliasi dengan KAP Arthur Andersen
kemudian bergabung dengan KAP yang berafiliasi dengan KAP Ernst &
Young, sehingga berganti nama menjadi KAP Prasetio, Sarwoko dan
Sandjaja (Kartika, 2006). Hingga saat ini hanya terdapat empat Kantor
Akuntan Publik yang ternama dan lebih dikenal dengan sebutan The Big
Four. The Big Four terdiri dari Ernst & Young yang berafiliasi dengan
KAP Purwantono, Sarwoko, dan Sandjaya, Pricewaterhouse Coopers yang
berafiliasi dengan KAP Haryanto Sahari & Rekan, Deloitte Touche
Tohmatsu yang berafiliasi dengan KAP Osman Ramli Satrio dan Rekan,
serta Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan
KAP Sidharta, Sidharta, & Widjaja.
2. Kantor Akuntan Publik Nasional
Beberapa KAP lainnya di Amerika Serikat yang dianggap sebagai
Kantor Akuntan Publik berukuran nasional karena memiliki cabang-cabang
di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Mereka memiliki hubungan
dengan KAP di luar negeri sehingga juga memiliki potensi internasional.
Pada masa belakangan ini semakin banyak Kantor Akuntan Publik jenis ini
yang juga diwakili di Indonesia. Contohnya adalah KAP Hendrawinata
Gani & Rekan yang berafiliasi dengan Grant Thornton International.
3. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional
Sebagian Kantor Akuntan Publik di Indonesia merupakan Kantor
Akuntan Publik lokal atau regional, dan terutama sekali di Pulau Jawa.
Banyak diantaranya yang berafiliasi dengan organisasi Kantor Akuntan
Publik internasional dalam kelompok 30 besar untuk bertukar pandangan
12
dan pengalaman mengenai hal-hal seperti teknik informasi dan pendidikan
lanjutan.
4. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil
Sebagian besar Kantor Akuntan Publik di Indonesia mempunyai
kurang dari 25 orang tenaga profesional pada satu KAP. Mereka
memberikan jasa audit dan pelayanan yang berhubungan dengan badanbadan usaha kecil dan organisasi nirlaba, meskipun ada diantaranya yang
melayani satu dua perusahaan yang go public. Sebagian besar golongan
KAP ini belum tercatat di BAPEPAM.
2.5. Peranan Akuntan dalam Pasar Modal Indonesia
Menurut Putri (2007), wajah dunia pasar modal Indonesia saat ini memang
telah
banyak
mengalami
perkembangan
dibandingkan
tahun-tahun
sebelumnya. Perusahaan publik yang tercatat di PT Bursa Efek Indonesia
(BEI) saat ini telah mencapai 348 perusahaan. Suatu fenomena yang sangat
mengagumkan, namun pencapaian selama tiga puluh tahun berdirinya pasar
modal Indonesia, jelas belum apa-apa bila Indonesia melihat ke pasar modal
negara tetangga atau pasar modal lainnya di dunia internasional. Dimana
aktor utama dari pasar modal adalah perusahaan efek go public yang
kelayakan kinerjanya di mata investor akan dinilai oleh akuntan publik.
Sesuai dengan ketentuan BAPEPAM, setiap perusahaan yang akan go
public diharuskan untuk menyajikan laporan keuangan yang telah diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik. Akuntan publik bertanggung jawab terhadap
kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum yang telah disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pada hasil
akhir dari proses audit, akuntan publik harus membuat laporan audit yang
memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan yang telah
diauditnya secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian
tidak dapat diberikan. Pernyataan yang diberikan oleh akuntan publik di
dalam laporan auditnya sangat berperan penting dalam dunia pasar modal,
dikarenakan
seorang
investor
dalam
mengambil
keputusan
akan
mempertimbangkan semua informasi yang didapatnya, termasuk salah
13
satunya adalah pendapat yang telah diberikan oleh akuntan publik (IAI,
2002).
Meningkatnya kepercayaan publik terhadap perusahaan-perusahaan yang
listing, maka secara otomatis juga akan meningkatkan basis investor lokal.
Hal ini menjadi penting, karena tanpa investor bursa tidak bisa bergerak. Oleh
karena itulah, kehandalan kinerja akuntan publik dalam memberikan pendapat
dan penilaiannya terhadap laporan keuangan perusahaan go public menjadi
kunci utama penarik investor lokal maupun asing (Indah, 1998).
2.6. Keputusan Klien Melakukan Pergantian Auditor/Kantor Akuntan
Publik
Seorang auditor bertanggung jawab untuk memeriksa laporan keuangan
suatu perusahaan (klien yang memberi penugasan), setelah mengauditnya
auditor harus memberikan opini pada laporan keuangan tersebut. Informasi
keuangan dalam laporan keuangan sangat berguna bagi pemilik perusahaan,
kreditor, investor, lembaga keuangan, masyarakat umum, pemerintah dan
pihak-pihak lainnya. Kewajiban auditor independen adalah mengeluarkan
laporan audit atas laporan keuangan klien dalam suatu periode yang berisi
suatu pendapat atas pemeriksaan yang telah dilakukan. Dalam pekerjaannya,
seorang auditor akan dihadapkan pada situasi dilematis. Etika akan
dipertaruhkan melawan nilai-nilai yang bertentangan. Dilema etis dalam
lingkup auditing, misalnya terjadi ketika klien dan auditor tidak sepakat
terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam keadaan ini,
klien dapat mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor.
Dalam situasi seperti inilah, peran independensi baik dalam sikap mental
ataupun fisik dan independensi dalam penampilan sangat diperlukan. Apabila
auditor memenuhi tuntutan klien, maka dia telah melanggar standar dan kode
etik auditor, jika sebaliknya maka kemungkinan yang terjadi adalah auditor
tersebut dihentikan dari penugasan dan klien akan berpindah ke Kantor
Akuntan Publik yang lain. Pada intinya adalah klien menuntut agar auditor
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, tanpa mempertimbangkan
kenyataannya (Muawanah dan Indriantoro, 2001).
14
Menurut Indah (1998), perusahaan yang mengganti auditornya dilatar
belakangi oleh berbagai alasan. Satu diantaranya yang merupakan keterkaitan
dengan kinerja perusahaan adalah manajemen perusahaan mengganti
auditornya untuk meningkatkan penilaian terhadap kinerja operasionalnya. Di
lain pihak, manajer yang mengganti auditornya juga bertujuan untuk
meningkatkan posisinya di perusahaan. Jika dengan penggantian auditor
memungkinan auditor baru disetir oleh keputusan manajerial, maka
perusahaan dapat dengan mudah menaikkan tingkat manajemen laba mereka
setelah terjadinya pergantian. Manajemen laba pun dapat dikatakan sebagai
salah satu variabel yang melingkupi terjadinya auditor changes melalui
pengendalian terhadap opini audit.
Manajemen mungkin juga mengganti auditor ketika opini tidak sesuai
dengan yang diinginkan, disamping itu juga adanya tekanan keuangan.
Misalnya, perusahaan cenderung membuat income naik saat laporan
keuangan distress, yaitu dengan mengubah metode akuntansi dibanding jika
kondisi keuangan perusahaan sehat. Dalam kondisi seperti ini (terdapat isu
bad news dalam laporan keuangan), maka perusahaan akan mencari auditor
baru. Bila dilihat dari sudut pandang perusahaan sebagai klien, manajemen
memerlukan auditor yang kompeten sesuai dengan PABU (Prinsip-prinsip
Auditing yang Berlaku Umum). Jika auditor mempunyai kredibilitas, maka
auditor bisa mendeteksi adanya penyajian kesalahan yang material dan
memberikan nasehat kepada pihak manajemen perusahaan. Implikasi
selanjutnya jika auditor yang dipilih berkualitas, maka shareholders akan
puas dengan kinerja manajemen (Mardiyah, 2003).
Adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.423/KMK.06/2002
tentang jasa akuntan publik dan peraturan Bapepam No.III.A.2 tentang
independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal, sedikit
banyak memang menimbulkan keresahan bagi emiten dan akuntan publik. SK
Menteri Keuangan tersebut memuat pembatasan pemberian jasa audit umum
atas laporan keuangan perusahaan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) selama
lima tahun buku berturut-turut dan Akuntan Publik (AP) selama tiga tahun
berturut-turut. Begitu pula peraturan BAPEPAM, selain berisikan pembatasan
15
sesuai dengan SK Menteri Keuangan juga membatasi pemberian jasa selain
jasa audit. Setiap KAP dan akuntan pulik yang telah memberikan jasa audit,
tidak lagi memberikan jasa non audit lainnya seperti konsultasi manajemen,
konsultasi perpajakan, dan penasehat investasi dan keuangan. Variabel
regulasi pemerintah ini juga menjadi salah satu pendorong terjadinya auditor
changes yang akan berpengaruh positif bagi emiten terutama dalam
penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
dan mewujudkan azas pemerataan. Adanya perpindahan klien yang diaudit
dari satu Kantor Akuntan Publik ke Kantor Akuntan Publik lainnya, memang
merupakan suatu kewajaran dalam dunia persaingan Kantor Akuntan Publik
di Indonesia. Mengingat semakin menjamurnya keberadaan Kantor Akuntan
Publik saat ini, tentunya mereka akan saling berebut klien. Berbagai
persoalan dilematis tersebut akan selalu membayangi independensi profesi
auditor terhadap klien yang diauditnya. Masalah auditor changes menjadi
patut untuk diperbincangkan, ketika pergantian KAP tersebut dilakukan oleh
klien karena dilatar belakangi oleh variabel-variabel yang dipandang negatif
(IAI, 2002).
Beberapa variabel penyebab klien berpindah auditor atau Kantor
Akuntan Publik seperti yang dinyatakan oleh Halim (1997), adalah sebagai
berikut:
1. Merger antara dua perusahaan yang Kantor Akuntan Publiknya berbeda.
Dua perusahaan yang merger dan diaudit oleh KAP yang berbeda, dapat
menyebabkan perusahaan tersebut meneruskan pada salah satu KAP
terdahulu atau menunjuk KAP yang baru.
2. Ketidakpuasan terhadap Kantor Akuntan Publik yang terdahulu, misalnya:
a) Klien merasa fee KAP lama terlalu tinggi, dan klien merasa keberatan.
b) Klien membutuhkan jasa profesional yang lebih luas yang tidak sekedar
audit atas laporan keuangan saja, tetapi jasa profesi lainnya.
c) Klien mencari KAP yang kredibilitasnya tinggi untuk meningkatkan
kredibilitas laporan keuangan di mata pemakainya.
16
d) Tuntutan lembaga yang berwenang, misalnya: Bapepam, Direktorat
Jenderal Pajak, dan sebagainya agar laporan keuangan perusahaan
tersebut diaudit oleh KAP yang berlisensi dari lembaga tersebut.
3. Merger antar Kantor Akuntan Publik.
Adanya merger dari dua atau lebih KAP dapat berakibat pada
berpindahnya klien yang mereka miliki sebelumnya. Hal ini menyebabkan
merger antar KAP tersebut menjadi lebih besar dan klien tidak dapat
mengimbangi keinginan KAP yang merger tersebut sehingga klien
berpindah ke KAP lain.
2.7. Financial Distress
Emery dan Finnerty dalam Indah (1998), mengatakan bahwa suatu
perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress pada saat
perusahaan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi jadwal
pembayaran kembali hutangnya kepada kreditur pada saat jatuh tempo.
Sedangkan Bringham dalam Indah (1998), mengatakan kondisi financial
distress dapat terjadi bila proyeksi arus kas (cash flow) perusahaan
menunjukkan indikasi bahwa pada satu waktu tertentu di masa yang akan
datang
perusahaan
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
memenuhi
kewajibannya.
Menurut Indah (1998), ada berbagai metode untuk memprediksi adanya
financial distress, salah satunya dianggap lebih akurat dalam memprediksi
financial distress, yaitu : Model Z-Score dari Altman, pada awalnya Altman
memiliki sampel 70 perusahaan manufaktur yang terdiri dari 35 perusahaan
yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut. Selanjutnya dipilih
pula 22 variabel (ratio) yang potensial untuk dievaluasi yang dikelompokkan
ke dalam 5 kelompok, yaitu:
a) Liquidity,
b) Profitability,
c) Leverage,
d) Solvency, dan
e) Activity.
17
Dari 22 variabel tersebut kemudian dipilih 5 variabel yang merupakan
kombinasi terbaik untuk memprediksi kebangkrutan. Dari sampel perusahaan
dan kelima rasio tersebut terbentuklah fungsi diskriminan yang juga disebut
Altman Z-Score sebagai berikut:
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5....................1)
Dengan keterangan sebagai berikut:
Z = Over all index
X1 = Working capital/total asset
X2 = Retained earning/total asset
X3 = Earning before interest and taxes/total asset
X4 = Market value equity/book value of total liabilities
X5 = Sales/total asset
Nilai cut-off :
Z < 1,81
bangkrut
1,81 <Z< 2,67
grey area
Z > 2,67
tidak bangkrut
Perkembangan selanjutnya banyak individu yang merasa lebih cocok dengan
formula berikut:
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0 X5…………………..2)
Nilai cut-off :
Z < 1,81
bangkrut
1,81 < Z < 2,99 grey area
Z > 2,99
tidak bangkrut
Model Z-Score cukup efektif untuk dapat memprediksi kebangkrutan 2
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya dan untuk beberapa
kasus model ini dapat memprediksi kebangkrutan 4 atau 5 tahun sebelumnya.
Selain dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur secara tepat
2 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya, Z-score juga
dapat digunakan untuk:
1. Memeriksa kembali calon perusahaan yang akan diakuisisi oleh pemasok
dan perusahaan lain untuk mendeteksi masalah keuangan yang timbul dari
18
perusahaan-perusahaan tersebut yang kemungkinan akan mempengaruhi
bisnis perusahaan kita.
2. Mengukur tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan melalui informasi
yang diperoleh dari laporan keuangan.
2.8. Judgemental Approach
Menurut
Indah
(1998),
adanya
grey
area
dalam
memprediksi
kebangkrutan yang diperkenalkan oleh Altman menyebabkan sulitnya
menentukan posisi sebuah perusahaan. Oleh karena itu Koundinya & Puri
(K&P)
mengusulkan
satu
model
untuk
memprediksi
kebangkrutan
perusahaan dengan menggunakan variabel-variabel resiko finansial (rasio
keuangan) tertentu. K&P model menggunakan analytical hierarchy process
(AHP) untuk memprediksi terjadinya kegagalan bisnis (business failure).
K&P menggunakan AHP dalam modelnya dengan maksud untuk
menggabungkan antara judgement dan perhitungan kuantitatif dari rasio-rasio
keuangan yang dipandang penting untuk mengklasifikasi dan mengukur
terjadinya resiko finansial. Dalam K&P model, digunakan 4 level hirarki
dengan 3 kategori resiko finansial (high, medium, low). Kelompok ukuran
resiko finansial yang digunakan adalah liquidity position, earning power,
asset utilization dan financial flexibility (leverage). Untuk mengukur masingmasing kelompok digunakan rasio keuangan antara lain current atau quick
ratio, net profit margin atau return on investment (ROI), inventory turnover
atau total asset turnover, debt ratio atau debt/equity ratio (DER).
2.9. Penelitian Terdahulu
Mardiyah (2003), meneliti praktik auditor changes dan berkesimpulan
bahwa variabel-variabel seperti kesulitan keuangan perusahaan, penjualan,
prestige KAP, kualitas KAP, market share KAP dan audit fee berpengaruh
signifikan, tetapi sebaliknya, variabel opini, kepemilikan perusahaan dan
IPO (Initial Public Offering) tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor
changes. Namun penelitian ini belum menggunakan statistik dalam mengolah
dan menguji hipotesanya. Schwatz dan Menon dalam Mardiyah (2003), yang
menyimpulkan bahwa kesulitan keuangan akan menyebabkan manajemen
19
melakukan auditor changes Dengan kata lain, distress atas laporan keuangan
akan menyebabkan auditor. changes dibanding yang tidak mengalami
distress laporan keuangan.
Kartika (2006) meneliti variabel klien dalam auditor changes dengan
variabel ukuran KAP, persentase perubahan ROA, dan persentase perubahan
EPS. Dalam penelitian itu disimpulkan bahwa hanya ukuran KAP dan
persentase perubahan ROA yang signifikan terhadap Auditor Changes.
Download