BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya Sebuah perusahaan dalam pengelolaannya diperlukan informasi biaya yang sistematis serta analisis biaya dan laba, informasi biaya tersebut berfungsi untuk membantu manajemen untuk menetapkan sasaran laba perusahaan dan menganalisis serta memutuskan kebijakan apa yang akan diambil. Atas dasar kebutuhan perusahaan yang beragam, maka setiap perusahaan harus dapat menyusun strategi dalam menganggarkan biaya – biaya yang dibutuhkan di dalam perusahaan. 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya merupakan objek utama dalam perhitungan harga pokok produksi. Harga pokok produksi yang akurat sangat tergantung dari informasi biaya yang disajikan. Informasi yang salah dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan. Sebaliknya, dengan informasi biaya yang akurat, pengambilan keputusan menjadi relevan. Oleh karena itu, informasi biaya yang akurat sangat penting bagi manajemen dalam mengambil suatu keputusan. Biaya itu sendiri dapat didefinisikan dalam arti luas dan arti sempit, seperti yang dikemukakan Mulyadi (2010:8) : “Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya dapat 13 14 diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva”. Biaya (cost) adalah sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu ( Horngren,et al, 2011:31). Sedangkan Hansen dan Mowen (2011:47) mengatakan bahwa “Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi”. Mursyidi (2008:14) mendefinisikan biaya sebagai suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang dapat dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang Biaya itu sendiri sering disinonimkan dengan beban, namun sebenarnya kedua istilah tersebut berbeda definisinya. Menurut Hansen dan Mowen (2011:47) “Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan”. Pada perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti pendapatan. Jika biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan pendapatan, maka biaya tersebut dinyatakan kadaluwarsa (expired), dan biaya yang kadaluwarsa tersebut menurut Hansen dan Mowen disebut beban. Carter (2006:30) berpendapat bahwa setiap beban adalah biaya, tetapi tidak setiap biaya adalah beban. Contohnya adalah pada saat membeli aktiva, setiap pengeluaran yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva adalah biaya, tetapi belum menjadi beban. 15 2.1.2 Klasifikasi Biaya Bustami dan Nurlela (2006:9),menyatakan bahwa: “Klasifikasi biaya atau penggolongan biaya adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada kedalam golongan – golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting”. Klasifikasi biaya pengklasifikasiannya. tentunya Mursyidi harus (2008:15) dihubungkan dengan dasar mengemukakan bahwa biaya diklasifikasikan berdasarkan hubungan biaya dengan produk, volume produksi, departemen manufaktur dan periode akuntansi. Selain itu juga biaya diklasifikasikan dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan manajemen. Pengklasifikasian biaya ini menurut Carter (2006:40) sangat penting untuk membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya. a. Biaya dalam Hubungannya dengan Produk Biaya dalam hubungannya dengan produk dibedakan menjadi biaya yang sifatnya berhubungan langsung (direct cost) dengan suatu produk yang dihasilkan dan biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung (indirect cost) dengan suatu produk (Mursyidi, 2008:15). 1) Biaya Langsung Menurut Mulyadi (2010:14), biaya langsung adalah biaya yang terjadi , yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Sementara Mursyidi (2008:304) mendefinisikan biaya langsung sebagai biaya yang dapat ditelusuri dengan mudah dan akurat terhadap objeknya. 16 Biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan produk disebut biaya produksi (Mursyidi, 2008:15). Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk atau barang jadi. Contoh dari biaya langsung yaitu biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:12), biaya utama (prime cost) adalah gabungan antara biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung disebut sebagai biaya utama. 2) Biaya Tidak Langsung Mursyidi (2008:305) mendefinisikan biaya tidak langsung sebagai biaya yang tidak dapat ditelusuri pada objek biayanya. Biaya tidak langsung ini ada yang membentuk harga pokok produk dan dikelompokkan ke dalam biaya produksi. Biaya tidak langsung yang dibebankan terhadap harga pokok produk dikenal dengan istilah biaya konversi, yaitu biaya yang secara tidak langsung mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Contoh dari biaya konversi tersebut adalah biaya overhead pabrik yang terdiri dari bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, depresiasi gedung pabrik dan mesin, pemeliharaan mesin dan gedung pabrik, asuransi dan pajak. Biaya tidak langsung yang tidak dibebankan terhadap harga pokok produk yang dikenal dengan nama beban komersial atau biaya nonproduksi. Biaya non-produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non-produksi, seperti biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. 17 b. Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi Menurut Mulyadi (2010:15), biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas dibedakan menjadi biaya variabel, biaya tetap, biaya semivariabel,dan biaya semifixed. Sedangkan dalam literatur lain, seperti disebutkan oleh Carter (2006:43), klasifikasi biaya dalam hubungannya dalam volume produksi hanya dibedakan menjadi biaya variabel, biaya tetap, dan biaya semivariabel. 1) Biaya Variabel Biaya variabel yaitu biaya yang berubah sesuai dengan volume produksi, setiap pertambahan volume produksi maka biaya variabel akan ikut bertambah dan setiap penurunan jumlah produksi maka biaya akan berkurang. Carter (2006:43) mengatakan bahwa biaya variabel menunjukkan jumlah perunit yang relatif konstan dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya variabel dalam aktivitas produksi adalah biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Kedua biaya tersebut akan berubah sesuai dengan jumlah produk yang diproduksi. Selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, ada beberapa biaya overhead yang bersifat variabel. Contohnya adalah biaya perlengkapan, upah lembur pekerja, dan biaya bahan bakar. 2) Biaya Tetap Biaya tetap yaitu biaya yang tidak berubah-ubah dalam periode tertentu dan tidak dipengaruhi volume produksi. Hansen dan Mowen (2011:98) 18 mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang dalam jumlah keseluruhan tetap konstan dalam rentang yang relevan ketika tingkat keluaran aktivitas berubah. Contoh dari biaya tetap adalah biaya sewa gedung kantor/pabrik, biaya penyusutan gedung atau mesin dan biaya gaji manajer kantor. 3) Biaya Semivariabel Selain biaya variabel dan biaya tetap, ada pula biaya semivariabel. Biaya semi variabel ini merupakan biaya yang tidak dapat dikategorikan sebagai biaya variabel maupun biaya tetap, karena pada biaya semivariabel terdapat unsur biaya variabel dan biaya tetap. Menurut Carter (2006:44) biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Lebih jelas lagi, Mulyadi (2010:15) mengemukakan bahwa biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh dari biaya semi variabel adalah biaya listrik dan telepon. Dalam biaya listrik dan telepon terkandung unsur biaya variabel dan biaya tetap. Contohnya dalam biaya telepon, terdapat biaya tetap yang biasa disebut abodemen, dan biaya variabel akan berubah sesuai pemakaian telepon. 4) Biaya Semifixed Mulyadi (2010:15) mendefinisikan biaya semifixed sebagai biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. 19 c. Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Manufaktur Biaya dalam hubungannya dengan departemen manufaktur dibedakan menjadi biaya langsung departemen (direct departmental charges) dan biaya tidak langsung departemen (indirect departmental charges). 1) Biaya Langsung Departemen Menurut Bustami dan Nurlela (2006:15), biaya langsung departemen yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke departemen bersangkutan. Contohnya adalah biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung seperti gaji mandor pabrik yang digunakan oleh departemen bersangkutan. 2) Biaya Tidak Langsung Departemen Bustami dan Nurlela (2006:15) mendefinisikan biaya tidak langsung departeman adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke departemen bersangkutan. Umumnya pembebanan biayanya dilakukan berdasarkan alokasi dan distribusi biaya ke tiap departemen. Contoh dari biaya tidak langsung departemen adalah biaya penyusutan gedung, pajak, dan asuransi. d. Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi Dalam hubungannya dengan periode akuntansi, biaya dibedakan menjadi pengeluaran modal (capital expenditures) dan pengeluaran pendapatan (revenue expenditures). Perbedaan kedua pengeluaran tersebut adalah pengeluaran modal masa manfaatnya jangka panjang, pengeluaran tersebut akan dilaporkan sebagai aktiva dalam neraca. Sementara pengeluaran 20 pendapatan masa manfaatnya cenderung jangka pendek, biasanya pengeluaran tersebut bertujuan untuk memperoleh pendapatan dan akan dilaporkan sebagai biaya atau beban dalam laporan laba/rugi. 1) Pengeluaran Modal Mulyadi (2010:16) mendefinisikan pengeluaran modal sebagai biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Contoh dari pengeluaran modal adalah pembelian aktiva seperti mesin, gedung dan komputer. 2) Pengeluaran pendapatan Bustami dan Nurlela (2009:16) menyatakan pengeluaran pendapatan adalah biaya yang memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban. Contoh dari pengeluaran pendapatan ini adalah, biaya gaji dan upah, biaya telepon, dan biaya iklan. e. Biaya dalam Hubungannya dengan Suatu Keputusan, Tindakan atau Evaluasi. Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi dibedakan ke dalam biaya relevan (relevant cost) dan biaya tidak relevan (irrelevant cost). 1) Biaya Relevan Biaya relevan adalah biaya yang mempengaruhi suatu keputusan. Yang termasuk ke dalam biaya relevan diantaranya: 21 Biaya Diferensial Yaitu perbedaan biaya yang ditimbulkan oleh dua alternatif keputusan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:16), biaya differensial disebut juga dengan biaya marginal atau biaya incremental. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) Yaitu kesempatan yang akan hilang akibat dari pengambilan suatu keputusan alternatif. Biaya Tersamar Yaitu biaya yang tidak kelihatan dalam catatan akuntansi tetapi mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Contoh biaya tersamar adalah biaya bunga. Biaya Nyata Yaitu biaya yang benar- benar dikeluarkan akibat memilih suatu alternative. Contoh biaya nyata adalah biaya yang dikeluarkan akibat memilih jika menerima pesanan dari luar. Biaya yang Dapat Dilacak Yaitu biaya yang dapat dilacak kepada produk selesai. Contoh biaya yang dapat dilacak yaitu biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. 22 2) Biaya Tidak Relevan Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi suatu keputusan. Bustami dan Nurlela (2006:17) mengelompokkan biaya relevan menjadi dua jenis, yaitu: Biaya Masa Lalu (biaya histori) Yaitu biaya yang sudah dikeluarkan tetapi tidak mempengaruhi keputusan apapun. Contoh biaya masa lalu adalah biaya pembelian mesin. Biaya Terbenam (Sunk Cost) Yaitu biaya yang tidak dapat kembali. Contoh biaya terbenam adalah penyusutan bangunan 2.2 2.2.1 Harga Pokok Produksi Pengertian Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi merupakan biaya – biaya yang berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan biaya tersebut melekat pada produk yang diproduksi. Dalam beberapa literatur, harga pokok produksi merupakan elemen dari harga pokok penjualan. Dari perhitungan harga pokok produksi manajemen perusahaan dapat menentukan harga jual. Mursyidi (2008:14) mengemukankan bahwa, “Harga Pokok adalah biaya yang telah terjadi (expired cost) yang belum dibebankan/dikurangkan dari penghasilan”. Menurut Horngren,et al (2011:45), Harga pokok produksi (Cost of 23 goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan. Harga pokok produksi sering dikenal dengan istilah biaya produksi. Menurut Mulyadi (2010:14), biaya produksi merupakan biaya – biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Selain perusahaan manufaktur istilah biaya produksi juga dapat digunakan dalam dalam perusahaan jasa. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:10), biaya produksi adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. 2.2.2 Komponen Harga Pokok Produksi Komponen biaya yang menjadi unsur perhitungan harga pokok produksi yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. a. Biaya Bahan Baku Langsung Dalam industri manufaktur, bahan baku langsung merupakan komponen utama dalam pembuatan sebuah produk. Tanpa adanya bahan baku langsung ini, maka proses produksi tidak akan berjalan. Dalam perhitungan harga pokok produksi pun biaya bahan baku langsung ini termasuk ke dalam kategori biaya utama (prime cost). Mulyadi (2010:275) mendefinisikan bahwa “Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi”. Biaya bahan baku langsung dapat ditelusuri langsung ke produk selesai. Biaya bahan baku langsung termasuk ke dalam biaya variabel, artinya biaya bahan baku 24 langsung selalu berubah-ubah sesuai dengan volume produksi. Maka total biaya bahan baku yang digunakan untuk produksi adalah tarif biaya bahan baku perunit dikalikan dengan jumlah unit produksi. Pencatatan akuntansi pada saat pembelian bahan baku dan bahan penolong, dapat dicatat sebagai berikut : Jika bahan baku dibeli secara kredit : Persediaan Bahan Rp xxx,- Utang Usaha Rp xxx,- Jika bahan baku dibeli secara tunai : Persediaan Bahan Rp xxx,- Kas Rp xxx,- Pencatatan akuntansi pada saat bahan baku langsung digunakan dalam produksi, maka dicatat sebagai berikut : Barang dalam proses Persediaan Bahan Rp xxx,Rp xxx,- b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Menurut Mursyidi (2008:15), “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat secara langsung mengubah bahan baku menjadi suatu produk dan pembebanan biayanya dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan”. Menurut Carter (2006:40) dalam bukunya akuntansi biaya menjelaskan bahwa “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang 25 melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu”. Menurut Blocher, et al (2011:109) “Biaya tenaga kerja langsung (direct labour) meliputi tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk/jasa ditambah sebagian jam kerja tidak produktif yang normal dan tidak dapat dihindari seperti waktu istirahat dan sholat”. Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang termasuk ke dalam biaya variabel dimana biaya tenaga kerja langsung selalu berubah-ubah sesuai dengan unit produk yang diproduksi. Maka dalam perhitungannya, total biaya tenaga kerja langsung adalah tarif biaya tenaga kerja langsung baik dalam hitungan jam atau unit produksi dikalikan dengan unit atau jam kerja. Pencatatan akuntansi untuk tenaga kerja langsung terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pada saat perhitungan upah atau gaji, saat pembayaran, dan saat pembebanan biaya tenaga kerja. Saat perhitungan upah atau gaji, maka akan dicatat sebagi berikut: Upah dan Gaji Rp xxx,- Utang Upah dan Gaji Rp xxx,- Pada saat pembayaran, ayat jurnalnya adalah: Utang Upah dan Gaji Rp xxx,- Kas Rp xxx,- Sedangkan pada saat pembebanan, maka akan dicatat sebagai berikut : Barang dalam proses Upah dan Gaji Rp xxx,Rp xxx,- 26 c. Biaya Overhead Pabrik Bustami dan Nurlela (2006:10) mengatakan bahwa “Overhead pabrik pada umumnya dikelompokkan menjadi elemen bahan tidak langsung(bahan pembantu atau penolong), tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak langsung lainnya”. Sedangkan Mulyadi (2010:194) menjelaskan bahwa “Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung”. Pada umumnya biaya overhead pabrik merupakan kategori biaya produksi tidak langsung yang dibebankan ke sebuah produk. Biaya Overhead pabrik dapat digolongkan dalam 3 cara yaitu : 1) Biaya Overhead pabrik menurut sifatnya Biaya Bahan Penolong, yaitu bahan yang tidak menjadi bagian dari suatu produk atau menjadi bagian dari suatu produk tapi nilainya relatif kecil. Contohnya adalah lem. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau memelihara asset yang digunakan untuk produksi, misalnya biaya pemeliharaan mesin. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang tidak dapat dibebankan langsung kepada suatu produk atau pesanan tertentu. Misalnya tunjangan kesehatan karyawan pabrik. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya yang termasuk kelompok ini contohnya adalah biaya depresiasi gedung pabrik. 27 Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu. Biaya yang termasuk kelompok ini contohnya adalah biaya asuransi. Biaya Overhead lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai. Biaya yang termasuk kelompok ini contohnya adalah biaya listrik. 2) Biaya Overhead pabrik Menurut Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Produksi. Biaya Overhead Tetap, yaitu biaya overhead yang tidak berubah selama rentang produksi tertentu. Biaya Overhead Variabel, yaitu biaya overhead yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan unit produksi atau volume produksi. Biaya Overhead Semivariable, yaitu biaya overhead yang berubah tidak sebanding dengan volume kegiatan. 3) Biaya Overhead pabrik Menurut Hubungannya dengan Departemen Produksi. Biaya Overhead Pabrik Langsung Departemen, yaitu biaya overhead yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati departemen tersebut. Biaya Overhead Pabrik Tidak Langsung Departemen, yaitu biaya overhead yang manfaatnya dinikmati lebih dari satu departemen. Pada dasarnya biaya overhead tidak dapat langsung dibebankan terhadap suatu produk atau pesanan. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan tarif dasar 28 biaya overhead yang akan dibebankan. Mursyidi (2008:223-224) menjelaskan bahwa tahapan penentuan tarif biaya overhead adalah: jangka waktu tertentu 2. Menentukan dasar pembebanan biaya overhead pabrik ke harga 1. Menyusun biaya overhead pabrik yang diperkirakan timbul dalam pokok produk. Dasar pembebanan bisa berupa; biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, jam tenaga kerja langsung, jam mesin, physical output, atau dasar lain yang ditentukan oleh pihak manajemen. 3. Dalam menentukan dasar pembebanan yang berupa jam atau kapasitas lain harus dipertimbangkan kapasitas mana yang akan digunakan. Ada beberapa level kapasitas yaitu: a. Kapasitas teoritis, yaitu kemampuan fasilitas apabila digunakan dalam kondisi penuh atau setara dengan 100%. b. Kapasitas praktis, yaitu kemampuan suatu fasilitas dengan mempertimbangkan hambatan. Sehingga kapasitas praktis berada di bawah kapasitas teoritis atau tidak mencapai 100%. c. Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan. d. Kapasitas normal, yaitu kemampuan suatu fasilitas dalam jangka panjang dengan memperhatikan hambatan – hambatan yang lebih stabil. 4. Menentukan tarif biaya overhead pabrik dengan rumus biaya overhead yang dianggarkan atau aktual dibagi dengan dasar pembebanan. 29 Dalam memilih dasar pembebanan Mulyadi (2010:199) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan yang dipakai adalah : 1. Jenis biaya overhead pabrik yang paling dominan jumlahnya dalam departemen produksi 2. Sifat – sifat biaya overhead pabrik yang paling dominan dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai. Menurut Mursyidi (2008:224-228), penggunaan dasar pembebanan dalam penentuan tarif terdapat beberapa dasar, yaitu: 1. Dasar biaya bahan baku Dasar biaya bahan baku dalam pembebanan biaya overhead tepat dipergunakan apabila jenis bahan dan nilainya relative homogin, dan mempunyai hubungan yang signifikan antara biaya bahan dan biaya overhead pabrik pada masa lalu, misalnya biaya overhead pabrik didominasi oleh biaya bahan tidak langsung. 2. Dasar biaya tenaga kerja atau jam tenaga kerja langsung Biaya tenaga kerja langsung atau jam tenaga kerja langsung dipergunakan sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik dengan beberapa alasan, antara lain: a. Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang cukup material, dan dibayar berdasarkan jam. 30 b. Biaya overhead pabrik didominasi oleh biaya – biaya tenaga kerja c. Pada masa lalu menunjukan hubungan yang erat antara biaya overhead pabrik dengan biaya tenaga kerja atas dasar jam. 3. Dasar jam mesin tidak langsung. Jam mesin dijadikan dasar pembebanan biaya overhead pabrik apabila hanya mesin(depresiasi, pemeliharaan, dan perbaikan) mendominasi biaya overhead pabrik, artinya komponen biaya yang berhubungan dengan mesin mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan dengan gabungan dari biaya lainnya. 4. Dasar unit produk Unit produk sebagai dasar pembebanan merupakan cara yang paling sederhana, namun paling tepat dipergunakan pada unit produk yang bersifat homogin, baik dari segi harga,ukuran dan jenisnya, jika syarat tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan perhitungan tidak teliti. Pencatatan akuntansi untuk biaya overhead pabrik yaitu pada saat terjadinya biaya dan pada saat pembebanan. Pada saat terjadinya biaya, maka pencatatannya “Biaya Overhead Pabrik” didebit dan biaya dikredit. Contohnya pada saat penggunaan bahan penolong maka akan dicatat : Biaya Overhead Pabrik Aktual Persediaan Bahan Rp xxx,Rp xxx,- Pada saat biaya depresiasi dibebankan, maka akan dicatat : 31 Biaya Overhead Pabrik Aktual Akumulasi Depresiasi Rp xxx,Rp xxx,- Pada saat membeli tunai perlengkapan untuk proses produksi, maka akan dicatat : Biaya Overhead Pabrik Aktual Rp xxx,- Kas Rp xxx,- Sedangkan pada saat pembebanan biaya overhead pabrik maka akan dicatat sebagai berikut: Barang dalam proses Rp xxx,- Biaya Overhead Pabrik Dibebankan Rp xxx,- Ada beberapa alasan mengapa biaya overhead pabrik dibebankan pada harga pokok produk berdasarkan tarif ditentukan di muka (predetermined rate), antara lain: 1. Terdapat biaya overhead yang terjadi secara sporadis, artinya biaya overhead terjadi secara tiba – tiba dan mempunyai nilai yang material, misalnya biaya akibat mesin rusak berat yang membutuhkan perbaikan berat, dan dilakukan pada waktu tertentu. Jika biaya overhead dibebankan berdasarkan biaya sesungguhnya maka akan terjadi ketimpangan harga pokok produk untuk jenis yang sama. 2. Terdapat biaya overhead pabrik yang terjadi secara berkala baik di awal maupun akhir bulan atau tahun, misalnya biaya tenaga kerja tidak 32 langsung dengan gaji bulanan, biaya listrik yang mempergunakan listrik dari perusahaan listrik Negara, air dari perusahaan air minum, dan telepon dari perusahaan telekomunikasi, pajak bumi dan bangunan, biaya keamanan dan lingkungan, biaya pemeliharaan pabrik dan mesin, biaya penyusutan aktiva tetap pabrik, dan biaya asuransi pabrik. 3. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau proses produksi tertentu, misalnya biaya penyusutan gedung pabrik, dan biaya – biaya yang disebutkan diatas tidak dapat ditelusuri berapa yang dinikmati dalam membuat produk tertentu. Mursyidi (2008:222) Menurut Mursyidi (2008:222), Pada proses produksi pesanan, umumnya ada suatu keharusan untuk menentukan tarif ditentukan dimuka. Tarif biaya overhead pabrik dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu: 1. Tarif tunggal (plant wide rate), yaitu penerapan satu tarif untuk satu pabrik, walaupun proses produksi melewati beberapa tahap. 2. Tarif per departemen (departemental overhead rate), yaitu penerapan tarif untuk setiap departemen atau setiap tahap proses produksi. Jadi dalam satu pabrik diterapkan beberapa tarif biaya overhead. 3. Tarif berdasarkan aktifitas (activity based), yaitu penerapan tarif didasarkan pada setiap aktifitas yang ada dalam proses produksi untuk setiap tahap proses produksi. 33 2.2.3 Sistem Perhitungan Harga Pokok Produksi Sistem perhitungan harga pokok produksi adalah cara yang digunakan untuk mengakumulasikan biaya – biaya ke dalam harga pokok produksi. Menurut Mursyidi (2008:25), “Sistem biaya adalah serangkaian kegiatan dalam rangka menentukan biaya produksi dan harga pokok produk dalam suatu proses produksi”. Adapun sistem perhitungan harga pokok produksi ada 2, yaitu sistem standar dan sistem biaya aktual. biaya a. Sistem Biaya Standar Mulyadi (2010:435) mendefinisikan biaya standar sebagai biaya di muka, yang merupakan biaya yang seharusnya untuk membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu di bawah asumsi tertentu. Mursyidi (2008:26) juga mengemukakan bahwa dalam sistem biaya standar, harga pokok produksi serta operasi produksi dihitung berdasarkan biaya yang telah ditentukan di muka. Sistem biaya standar memberikan pedoman kepada manajemen berapa biaya yang seharusnya untuk melaksanakan kegiatan tertentu sehingga memungkinkan mereka melakukan pengurangan biaya dengan cara perbaikan metode produksi, pemilihan tenaga kerja, dan kegiatan lain. Sistem biaya standar seringkali menjadi tidak flexibel, meskipun dalam jangka waktu pendek. Keadaan produksi suatu produk selalu mengalami perubahan, namun pada kenyataannya perubahan standar jarang sekali dilakukan oleh perusahaan. 34 b. Sistem Biaya Aktual Sistem biaya aktual yaitu biaya yang sesungguhnya terjadi. Biasanya biaya aktual ini dapat dihitung setelah proses produksi terjadi. Menurut Horngren,et al (2011:115), kalkulasi biaya aktual (actual costing) adalah sistem kalkulasi biaya yang menelusuri biaya langsung ke objek biaya dengan memakai tarif biaya langsung aktual dikalikan jumlah aktual input biaya langsung. Dalam sistem biaya aktual, seluruh biaya dicatat berdasarkan nilai yang aktual. Sistem ini walaupun secara teori merupakan sistem yang ideal, namun dalam implementasinya kerap menghadapi kendala pengukuran yang sulit diletakkan, terutama dalam pengukuran biaya overhead pabrik. Pada sistem biaya aktual, sistem pembebanan harga pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan harga pokok atau biaya yang sesungguhnya dinikmati. Pada sistem ini harga pokok produk, pesanan, atau jasa baru dapat dihitung pada akhir periode setelah biaya yang sesungguhnya dikumpulkan. Mursyidi (2008:26), menyatakan bahwa : “Dalam situasi tertentu harga pokok produk diperhitungkan dengan biaya sesungguhnya untuk biaya utama (prime cost) dan dengan biaya yang telah ditentukan dimuka untuk biaya overhead pabrik. Hal ini dapat dikatakan bahwa sistem yang dianut adalah sistem hybrid/normal cost system.” 35 2.2.4 Metode Pengumpulan Biaya Produksi Horngren,et al (2011:113) menjelaskan bahwa Akuntan manajemen menggunakan dua jenis dasar sistem kalkulasi biaya untuk membebankan biaya ke produk atau jasa. Dua jenis dasar sistem kalkulasi tersebut adalah metode pengumpulan biaya berdasarkan pesanan (job order costing) dan metode pengumpulan biaya berdasarkan proses (process costing). Kedua sistem tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kegiatan produksi perusahaan. a. Metode Harga Pokok Pesanan (Job-Order Costing) Menurut Bustami dan Nurlela (2006:75) “Penentuan biaya pesanan merupakan suatu sistem akuntansi yang menelusuri biaya pada unit individual atau pekerjaan, kontrak atau tumpukkan produk yang spesifik”. Biasanya perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah perusahaan yang memproduksi produknya berdasarkan permintaan pelanggan. Metode harga pokok pesanan (Job-Order Costing) memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai spesifikasi pesanan pelanggan 2) Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung 3) Biaya produksi langsung adalah biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya overhead pabrik. 36 4) Biaya produksi langsung diperhitungkan berdasarkan biaya sesungguhnya (actual costing). Sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan berdasarkan biaya ditentukan di muka (standar costing). Mulyadi (2010 : 38) b. Metode Harga Pokok Proses (Process Costing) Menurut Mursyidi (2008:75) “Kalkulasi harga pokok proses digunakan pada perusahaan pabrikasi yang berproduksi terus menerus, misalnya industri plastik, minyak, gula, tekstil, suku cadang, semen, dan industri komoditas lainnya”. Pada sistem ini, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa yang identik atau serupa dalam jumlah besar . Contoh perusahaan yang menggunakan pengumpulan biaya proses ini adalah perusahaan makanan ringan. Menurut Mulyadi (2010:64) metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi dan per periode akuntansi. Perhitungan harga pokok produksi perunit dilakukan setiap akhir periode akuntansi dengan cara menghitung total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dalam metode harga pokok proses, tidak perlu adanya penggolongan biaya langsung dan tidak langsung. Selain itu biaya overhead pabrik dibebankan atas biaya sesungguhnya. Biaya overhead pabriknya terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan bahan penolong. 37 2.2.5 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua metode yaitu full costing dan variable costing. Mulyadi (2010:121), menyatakan bahwa: 1. “Metode full costing maupun metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi. Perbedaan pokok yang ada diantara kedua metode tersebut adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang berperilaku tetap. Adanya perbedaan perlakuan terhadap biaya produksi tetap akan berakibat pada: (1) perhitungan harga pokok produksi (2) penyajian laporan rugi-laba” Implikasi Metode Penentuan Harga Pokok Produksi terhadap Perhitungan Harga Pokok Produksi a. Full costing Full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi. Menurut Mulyadi (2010:17), full costing merupakan metode penentuan kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variable maupun tetap. Menurut Mulyadi (2010:122), dalam metode full costing biaya overhead pabrik tetap melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi tersebut telah terjual. Dengan demikian biaya overhead yang melekat pada produk yang belum terjual masih dianggap sebagai aktiva. 38 Jika diilustrasikan, maka perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing adalah sebagai berikut : Harga Pokok Produksi menurut Metode Full Costing Biaya Bahan Baku Rp. XXX,- Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. XXX,- Biaya Overhead Variabel Rp. XXX,- Biaya Overhead Tetap Rp. XXX,- + Harga Pokok Produksi Rp. XXX,- b. Variable Costing Menurut Mulyadi (2010:18), variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya yang berperilaku variabel ke dalam perhitungan harga pokok produksi, yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel saja. Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian biaya overhead pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya Jika diilustrasikan, maka perhitungan harga pokok produksi dengan metode variable costing adalah sebagai berikut : 39 Harga Pokok Produksi menurut Metode Variable Costing Biaya Bahan Baku Rp. XXX,- Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. XXX,- Biaya Overhead Variabel Rp. XXX,- + Harga Pokok Produksi Rp. XXX,- Dengan demikian metode full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan terjual. Jadi, biaya overhead pabrik yang terjadi, baik yang berperilaku tetap maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Sebaliknya metode variable costing tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya overhead pabrik tetap tersebut (atau dengan kata lain tidak menyetujui pembebanan biaya overhead tetap kepada produk). 2. Implikasi Metode Penentuan Harga Pokok Produksi terhadap Laporan Laba-Rugi Perbedaan pokok antara metode full costing dan metode variable costing bila ditinjau dari penyajian laporan rugi – laba terletak pada klasifikasi pos – pos yang disajikan dalam laporan rugi – laba tersebut. Laporan rugi – laba yang disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian unsur – unsur biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi – fungsi pokok yang ada dalam perusahaan (functional-cost classification), seperti fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Sedangkan laporan rugi – laba 40 menggunakan metode variable costing menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan (classification by cost behaviour). Perbedaan perhitungan rugi – laba menurut metode full costing dan menurut metode variable costing terdapat perbedaan dalam beberapa unsurnya, berikut akan dijelaskan berbagai unsur perbedaan perhitungan rugi – laba kedua metode tersebut. 1. Perbedaan pokok antara metode full costing dan metode variable costing adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya overhead tetap. Jika misalnya: a=volume penjualan dalam satuan kuantitas b=volume produksi dalam satuan kuantitas c=biaya overhead pabrik tetap per periode Jumlah biaya overhead pabrik tetap per satuan yang dibebankan kepada produk adalah sebesar c/b. dalam metode full costing, biaya overhead pabrik tetap yang dibebankan kepada produk per periode adalah sebesar hasil kali biaya overhead pabrik tetap per satuan produk (c/b) dengan jumlah produk yang dijual dalam perioe tersebut (a). metode variable costing membebankan seluruh biaya overhead pabrik tetap (c) ke dalam periode terjadinya dan dipertemukan dengan pendapatan (revenues) yang diperoleh dalam periode tersebut. Dengan demikian selisih laba – rugi yang dihitung menurut metode full costing dan variable costing dihitung dengan rumus berikut ini: 41 Beban biaya overhead pabrik tetap menurut full costing Beban biaya overhead pabrik tetap menurut variable costing (c/b) . a c Selisih laba – rugi menurut full costing dengan variable costing c/b(a-b)* *(c/b.a) – c = (c/b.a) – (cb/b) = c/b (a – b) a. Jika volume penjualan sama dengan volume produksi (a=b) maka c/b (a- b) hasilnya sama dengan 0. Dengan demikian laba atau rugi yang dihitung dengan full costing sama dengan laba atau rugi yang dihitung dengan metode variable costing. Jika persediaan akhir sama dengan persediaan awal, maka laba bersih menurut metode full costing akan sama dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena sebagian period cost (biaya overhead pabrik tetap) yang melekat pada persediaan awal yang dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang sama dengan sebagian period cost yang ditunda pembebanannya dalam periode sekarang. b. Jika volume penjualan lebih besar dari volume produksi (a>b), maka rumus c/b (a-b) hasilnya positif, yang berarti metode full costing membebankan biaya overhead pabrik tetap lebih besar jika dibandingkan dengan yang dibebankan dengan metode variable costing, yang mengakibatkan laba full costing lebih rendah dibandingkan dengan laba variable costing. Jadi jika persediaan akhir lebih kecil dari persediaan awal maka laba bersih menurut metode full costing akan lebih kecil dibanding dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena sebagian period cost yang melekat pada persediaan awal yang 42 dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang lebih besar bila dibandingkan dengan sebagian period cost yang melekat pada persediaan akhir yang ditunda pembebanannya. c. Jika volume penjualan lebih kecil dari volume produksi (a<b), maka rumus c/b (a-b) hasilnya negatif, yang berarti metode full costing membebankan biaya overhead pabrik tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan yang dibebankan dengan metode variable costing yang mengakibatkan laba full costing lebih tinggi disbanding dengan laba variable costing. Hal ini disebabkan karena full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap dengan cara memperhitungkan biaya tersebut ke dalam persediaan akhir. Full costing membebankan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya apabila produknya telah terjual, sedangkan metode variable costing membebankan biaya tersebut sebagai biaya dalam periode terjadinya. Oleh karena itu perbedaan pokok antara full costing dengan variable costing adalah terletak pada saat pengakuan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya. Jadi, jika persediaan akhir lebih besar dari persediaan awal, maka laba bersih menurut full costing akan lebih besar dibandingkan dengan laba bersih menurut, karena sebagian period cost yang melekat pada persediaan awal yang variable costing dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang lebih kecil bila dibandingkan dengan sebagian period cost yang melekat pada persediaan akhir yang ditunda pembebanannya dalam periode sekarang. 43 2. Bila volume penjualan konstan dan volume produksi berubah, maka laporan rugi – laba variable costing menunjukkan laba atau rugi yang konstan karena laba atau rugi tidak dipengaruhi oleh perubahan persediaan, sedangkan laporan rugi – laba full costing akan menunjukkan laba atau rugi yang berubah, karena dipengaruhi oleh perubahan persediaan. 3. Bila volume produksi konstan, kedua metode tersebut akan menunjukkan laba yang berubah sesuai dengan penjualannya, yaitu bila volume penjualan naik, maka laba akan naik dan sebaliknya apabila volume penjualan turun, maka laba akan turun. Tetapi perubahan laba dalam kedua metode tersebut tidak sama, karena di dalam full costing, perubahannya dipengaruhi oleh perubahan persediaan. (Mulyadi, 2010:127-132) 2.3 Penentuan Harga Jual 2.3.1 Pengertian Harga Jual Harga jual merupakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan terhadap suatu produk yang menjadi kewajiban pembeli. Pada umumnya harga jual ini terdiri dari harga dasar ditambah mark-up. “Markup adalah persentase yang dibebankan kepada biaya dasar, termasuk di antaranya adalah laba yang diinginkan dari setiap biaya yang tidak termasuk dalam biaya dasar “. (Hansen dan Mowen, 2005:356) 44 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penentuan Harga Jual Harga jual suatu produk juga dapat mempengaruhi minat konsumen untuk membeli produk sehingga akan mempengaruhi volume penjualan. Untuk itu, perusahaan harus dapat menentukan harga jual dengan benar dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga jual. Penentuan suatu harga sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Dalam pasar yang sehat, semakin tinggi harga suatu produk maka permintaan akan turun dan semakin rendah harga suatu produk maka permintaan akan semakin naik. Menurut Horngren, et al (2011:494) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tersebut adalah pelanggan, pesaing dan biaya. a. Pelanggan Selera pelanggan sangat berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya permintaan terhadap suatu produk. Perusahaan harus dapat mengenali karakteristik pelanggan, dimana pelanggan selalu tertarik dengan produk dengan harga yang murah dan berkualitas tinggi. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu menguji keputusan penetapan harga melalui para pelanggan. b. Pesaing Dalam dunia usaha tentunya akan selalu ada kompetisi. Produk dan harga yang ditawarkan oleh pesaing akan sangat mempengaruhi keputusan penetapan harga pada perusahaan dengan produk sejenis. Perusahaan tentunya akan menetapkan harga yang cenderung tidak jauh berbeda dan bahkan lebih ekonomis agar produk dapat disukai oleh konsumen. 45 c. Biaya Semakin rendahnya biaya pembuatan sebuah produk maka perusahaan dapat membuat produk yang lebih banyak dengan harga yang cukup menarik. 2.3.3 Metode Penentuan Harga Jual a. Metode Penentuan Harga Jual Normal (Normal Pricing) Metode penentuan harga jual normal sering disebut dengan metode cost plus pricing. Cost plus pricing adalah penentuan harga jual dengan menambahkan laba yang diinginkan di atas biaya penuh masa yang akan datang untuk memproduksi dan memasarkan produk. Harga jual berdasarkan cost plus pricing dihitung dengan rumus seperti yang digunakan untuk menghitung harga jual dalam keadaan normal, yaitu: Harga Jual = Harga Pokok Produksi + Laba yang Diharapkan b. Penentuan Harga Jual Dalam Cost-type Contract Cost-type contract adalah pembuatan produk atau jasa yang pihak pembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang didasarkan pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah dengan laba yang dihitung sebesar presentase tertentu dari total biaya sesungguhnya tersebut. Jika dalam keadaan normal, harga jual produk atau jasa yang akan dijual di masa yang akan datang ditentukan dengan metode cost-plus pricing, berdasarkan taksiran biaya penuh sebagai dasar, dalam cost-type contract harga jual yang dibebankan kepada pelanggan dihitung berdasarkan biaya penuh sesungguhnya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan memasarkan produk. 46 c. Penentuan Harga Jual Pesanan Khusus (Special Order Pricing) Dalam mempertimbangkan pesanan khusus, informasi akuntansi diferensial merupakan dasar yang dipakai sebagai landasan penentuan harga jual. Jika harga jual yang diminta oleh pemesan (harga jual pemesan khusus) lebih besar dari biaya differensial yang berupa biaya variabel untuk memproduksi dan memasarkan pesanan khusus tersebut, maka pesanan khusus dapat dipertimbangkan untuk diterima. Pesanan khusus merupakan pesanan yang diterima oleh perusahaan diluar pesanan reguler perusahaan. Dengan keadaan ini, manajer perlu mempertimbangkan harga jual untuk pesanan khusus ini. d. Penentuan Harga Jual Produk atau Jasa yang Dihasilkan oleh Pemerintah yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah Produk dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat luas seperti listrik, air, telepon, dan sebagainya diatur dengan peraturan pemerintah. Harga jual produk dan jasa tersebut ditentukan berdasarkan biaya penuh masa yang akan datang ditambah dengan laba yang diharapkan. Dalam penentuan harga jual normal, biaya penuh masa yang akan datang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual dihitung dengan menggunakan salah satu pendekatan yaitu full costing atau variable costing. Untuk memungkinkan wakil rakyat menilai kewajaran biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual diperlukan pedoman rinci unsur – unsur biaya produksi dan biaya non-produksi yang diperhitungkan dalam biaya penuh. Setiap kenaikan harga jual produk atau jasa yang diatur oleh 47 peraturan pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan dilihat dari segi perhitungan biaya penuh yang dipakai sebagai dasar perhitungannya dan kewajaran laba yang ditambahkan di atas biaya penuh tersebut.