bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biaya
Sebuah perusahaan dalam pengelolaannya diperlukan informasi biaya yang
sistematis
serta analisis biaya dan laba, informasi biaya tersebut berfungsi untuk
membantu manajemen untuk menetapkan sasaran laba perusahaan dan
menganalisis serta memutuskan kebijakan apa yang akan diambil. Atas dasar
kebutuhan perusahaan yang beragam, maka setiap perusahaan harus dapat
menyusun strategi dalam menganggarkan biaya – biaya yang dibutuhkan di dalam
perusahaan.
2.1.1
Pengertian Biaya
Biaya merupakan objek utama dalam perhitungan harga pokok produksi.
Harga pokok produksi yang akurat sangat tergantung dari informasi biaya yang
disajikan. Informasi yang salah dapat menyebabkan kesalahan pengambilan
keputusan. Sebaliknya, dengan informasi biaya yang akurat, pengambilan
keputusan menjadi relevan. Oleh karena itu, informasi biaya yang akurat sangat
penting bagi manajemen dalam mengambil suatu keputusan.
Biaya itu sendiri dapat didefinisikan dalam arti luas dan arti sempit, seperti
yang dikemukakan Mulyadi (2010:8) :
“Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan
akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya dapat
13
14
diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh
aktiva”.
Biaya (cost) adalah sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk
mencapai tujuan tertentu ( Horngren,et al, 2011:31). Sedangkan Hansen dan
Mowen (2011:47) mengatakan bahwa “Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas
yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi”.
Mursyidi (2008:14) mendefinisikan biaya sebagai suatu pengorbanan yang
dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai tujuan, baik yang dapat
dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang
Biaya itu sendiri sering disinonimkan dengan beban, namun sebenarnya
kedua istilah tersebut berbeda definisinya. Menurut Hansen dan Mowen (2011:47)
“Biaya dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan”. Pada perusahaan
yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya berarti pendapatan. Jika
biaya telah dihabiskan dalam proses menghasilkan pendapatan, maka biaya
tersebut dinyatakan kadaluwarsa (expired), dan biaya yang kadaluwarsa tersebut
menurut Hansen dan Mowen disebut beban.
Carter (2006:30) berpendapat bahwa setiap beban adalah biaya, tetapi tidak
setiap biaya adalah beban. Contohnya adalah pada saat membeli aktiva, setiap
pengeluaran yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva adalah biaya, tetapi
belum menjadi beban.
15
2.1.2
Klasifikasi Biaya
Bustami dan Nurlela (2006:9),menyatakan bahwa:
“Klasifikasi biaya atau penggolongan biaya adalah suatu proses
pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan elemen
biaya yang ada kedalam golongan – golongan tertentu yang lebih
ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan
penting”.
Klasifikasi
biaya
pengklasifikasiannya.
tentunya
Mursyidi
harus
(2008:15)
dihubungkan
dengan
dasar
mengemukakan
bahwa
biaya
diklasifikasikan berdasarkan hubungan biaya dengan produk, volume produksi,
departemen manufaktur dan periode akuntansi. Selain itu juga biaya
diklasifikasikan dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan manajemen.
Pengklasifikasian biaya ini menurut Carter (2006:40) sangat penting untuk
membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya.
a. Biaya dalam Hubungannya dengan Produk
Biaya dalam hubungannya dengan produk dibedakan menjadi biaya yang
sifatnya berhubungan
langsung (direct cost) dengan suatu produk yang
dihasilkan dan biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung (indirect
cost) dengan suatu produk (Mursyidi, 2008:15).
1) Biaya Langsung
Menurut Mulyadi (2010:14), biaya langsung adalah biaya yang terjadi ,
yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai.
Sementara Mursyidi (2008:304) mendefinisikan biaya langsung sebagai
biaya yang dapat ditelusuri dengan mudah dan akurat terhadap objeknya.
16
Biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan produk disebut
biaya produksi (Mursyidi, 2008:15). Biaya produksi merupakan biaya yang
dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk atau barang
jadi. Contoh dari biaya langsung yaitu biaya bahan baku langsung dan
biaya tenaga kerja langsung. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:12),
biaya utama (prime cost) adalah gabungan antara biaya bahan baku
langsung dan tenaga kerja langsung disebut sebagai biaya utama.
2) Biaya Tidak Langsung
Mursyidi (2008:305) mendefinisikan biaya tidak langsung sebagai
biaya yang tidak dapat ditelusuri pada objek biayanya. Biaya tidak
langsung ini ada yang membentuk harga pokok produk dan dikelompokkan
ke dalam biaya produksi. Biaya tidak langsung yang dibebankan terhadap
harga pokok produk dikenal dengan istilah biaya konversi, yaitu biaya yang
secara tidak langsung mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Contoh
dari biaya konversi tersebut adalah biaya overhead pabrik yang terdiri dari
bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, depresiasi
gedung pabrik dan mesin, pemeliharaan mesin dan gedung pabrik, asuransi
dan pajak.
Biaya tidak langsung yang tidak dibebankan terhadap harga pokok
produk yang dikenal dengan nama beban komersial atau biaya nonproduksi. Biaya non-produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan non-produksi, seperti biaya pemasaran, biaya administrasi dan
umum.
17
b. Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi
Menurut Mulyadi (2010:15), biaya dalam hubungannya dengan perubahan
volume aktivitas dibedakan menjadi biaya variabel, biaya tetap, biaya
semivariabel,dan biaya semifixed. Sedangkan dalam literatur lain, seperti
disebutkan oleh Carter (2006:43), klasifikasi biaya dalam hubungannya dalam
volume produksi hanya dibedakan menjadi biaya variabel, biaya tetap, dan
biaya semivariabel.
1) Biaya Variabel
Biaya variabel yaitu biaya yang berubah sesuai dengan volume
produksi, setiap pertambahan volume produksi maka biaya variabel akan
ikut bertambah dan setiap penurunan jumlah produksi maka biaya akan
berkurang.
Carter
(2006:43)
mengatakan
bahwa
biaya
variabel
menunjukkan jumlah perunit yang relatif konstan dengan berubahnya
aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya variabel dalam aktivitas
produksi adalah biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
Kedua biaya tersebut akan berubah sesuai dengan jumlah produk yang
diproduksi.
Selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung, ada
beberapa biaya overhead yang bersifat variabel. Contohnya adalah biaya
perlengkapan, upah lembur pekerja, dan biaya bahan bakar.
2) Biaya Tetap
Biaya tetap yaitu biaya yang tidak berubah-ubah dalam periode tertentu
dan tidak dipengaruhi volume produksi. Hansen dan Mowen (2011:98)
18
mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang dalam jumlah keseluruhan
tetap konstan dalam rentang yang relevan ketika tingkat keluaran aktivitas
berubah. Contoh dari biaya tetap adalah biaya sewa gedung kantor/pabrik,
biaya penyusutan gedung atau mesin dan biaya gaji manajer kantor.
3) Biaya Semivariabel
Selain biaya variabel dan biaya tetap, ada pula biaya semivariabel.
Biaya semi variabel ini merupakan biaya yang tidak dapat dikategorikan
sebagai biaya variabel maupun biaya tetap, karena pada biaya semivariabel
terdapat unsur biaya variabel dan biaya tetap. Menurut Carter (2006:44)
biaya semivariabel adalah biaya yang memiliki elemen biaya tetap dan
biaya variabel.
Lebih jelas lagi, Mulyadi (2010:15) mengemukakan bahwa biaya
semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Contoh dari biaya semi variabel adalah biaya listrik dan
telepon. Dalam biaya listrik dan telepon terkandung unsur biaya variabel
dan biaya tetap. Contohnya dalam biaya telepon, terdapat biaya tetap yang
biasa disebut abodemen, dan biaya variabel akan berubah sesuai pemakaian
telepon.
4) Biaya Semifixed
Mulyadi (2010:15) mendefinisikan biaya semifixed sebagai biaya yang
tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah
yang konstan pada volume produksi tertentu.
19
c. Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Manufaktur
Biaya dalam hubungannya dengan departemen manufaktur dibedakan
menjadi biaya langsung departemen (direct departmental charges) dan biaya
tidak langsung departemen (indirect departmental charges).
1) Biaya Langsung Departemen
Menurut Bustami dan Nurlela (2006:15), biaya langsung departemen
yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke departemen
bersangkutan. Contohnya adalah biaya bahan baku langsung dan tenaga
kerja langsung seperti gaji mandor pabrik yang digunakan oleh departemen
bersangkutan.
2) Biaya Tidak Langsung Departemen
Bustami dan Nurlela (2006:15) mendefinisikan biaya tidak langsung
departeman adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke
departemen bersangkutan. Umumnya pembebanan biayanya dilakukan
berdasarkan alokasi dan distribusi biaya ke tiap departemen. Contoh dari
biaya tidak langsung departemen adalah biaya penyusutan gedung, pajak,
dan asuransi.
d. Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi
Dalam hubungannya dengan periode akuntansi, biaya dibedakan menjadi
pengeluaran modal (capital expenditures) dan pengeluaran pendapatan
(revenue expenditures). Perbedaan kedua pengeluaran tersebut adalah
pengeluaran modal masa manfaatnya jangka panjang, pengeluaran tersebut
akan dilaporkan sebagai aktiva dalam neraca. Sementara pengeluaran
20
pendapatan masa manfaatnya cenderung jangka pendek, biasanya pengeluaran
tersebut bertujuan untuk memperoleh pendapatan dan akan dilaporkan sebagai
biaya atau beban dalam laporan laba/rugi.
1) Pengeluaran Modal
Mulyadi (2010:16) mendefinisikan pengeluaran modal sebagai biaya
yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Contoh dari
pengeluaran modal adalah pembelian aktiva seperti mesin, gedung dan
komputer.
2) Pengeluaran pendapatan
Bustami dan Nurlela (2009:16) menyatakan pengeluaran pendapatan
adalah biaya yang memberikan manfaat untuk periode sekarang dan
dilaporkan sebagai beban. Contoh dari pengeluaran pendapatan ini adalah,
biaya gaji dan upah, biaya telepon, dan biaya iklan.
e. Biaya dalam Hubungannya dengan Suatu Keputusan, Tindakan
atau Evaluasi.
Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi
dibedakan ke dalam biaya relevan (relevant cost) dan biaya tidak relevan
(irrelevant cost).
1) Biaya Relevan
Biaya relevan adalah biaya yang mempengaruhi suatu keputusan. Yang
termasuk ke dalam biaya relevan diantaranya:
21

Biaya Diferensial
Yaitu perbedaan biaya yang ditimbulkan oleh dua alternatif
keputusan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:16), biaya
differensial disebut juga dengan biaya marginal atau biaya
incremental.

Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)
Yaitu kesempatan yang akan hilang akibat dari pengambilan suatu
keputusan alternatif.

Biaya Tersamar
Yaitu biaya yang tidak kelihatan dalam catatan akuntansi tetapi
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Contoh biaya
tersamar adalah biaya bunga.

Biaya Nyata
Yaitu biaya yang benar- benar dikeluarkan akibat memilih suatu
alternative. Contoh biaya nyata adalah biaya yang dikeluarkan
akibat memilih jika menerima pesanan dari luar.

Biaya yang Dapat Dilacak
Yaitu biaya yang dapat dilacak kepada produk selesai. Contoh
biaya yang dapat dilacak yaitu biaya bahan baku langsung dan
biaya tenaga kerja langsung.
22
2) Biaya Tidak Relevan
Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi suatu
keputusan. Bustami dan Nurlela (2006:17) mengelompokkan biaya relevan
menjadi dua jenis, yaitu:

Biaya Masa Lalu (biaya histori)
Yaitu biaya yang sudah dikeluarkan tetapi tidak mempengaruhi
keputusan apapun. Contoh biaya masa lalu adalah biaya pembelian
mesin.

Biaya Terbenam (Sunk Cost)
Yaitu biaya yang tidak dapat kembali. Contoh biaya terbenam
adalah penyusutan bangunan
2.2
2.2.1
Harga Pokok Produksi
Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan biaya – biaya yang berhubungan dengan
proses produksi baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan biaya tersebut
melekat pada produk yang diproduksi. Dalam beberapa literatur, harga pokok
produksi merupakan elemen dari harga pokok penjualan. Dari perhitungan harga
pokok produksi manajemen perusahaan dapat menentukan harga jual.
Mursyidi (2008:14) mengemukankan bahwa, “Harga Pokok adalah biaya
yang telah terjadi (expired cost) yang belum dibebankan/dikurangkan dari
penghasilan”. Menurut Horngren,et al (2011:45), Harga pokok produksi (Cost of
23
goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai
selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan.
Harga pokok produksi sering dikenal dengan istilah biaya produksi.
Menurut Mulyadi (2010:14), biaya produksi merupakan biaya – biaya yang terjadi
untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Selain
perusahaan manufaktur istilah biaya produksi juga dapat digunakan dalam
dalam
perusahaan
jasa. Menurut Bustami dan Nurlela (2006:10), biaya produksi adalah
biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
2.2.2 Komponen Harga Pokok Produksi
Komponen biaya yang menjadi unsur perhitungan harga pokok produksi
yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik.
a. Biaya Bahan Baku Langsung
Dalam industri manufaktur, bahan baku langsung merupakan komponen
utama dalam pembuatan sebuah produk. Tanpa adanya bahan baku langsung
ini, maka proses produksi tidak akan berjalan. Dalam perhitungan harga pokok
produksi pun biaya bahan baku langsung ini termasuk ke dalam kategori biaya
utama (prime cost).
Mulyadi (2010:275) mendefinisikan bahwa “Bahan baku merupakan
bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi”. Biaya bahan baku
langsung dapat ditelusuri langsung ke produk selesai. Biaya bahan baku
langsung termasuk ke dalam biaya variabel, artinya biaya bahan baku
24
langsung selalu berubah-ubah sesuai dengan volume produksi. Maka total
biaya bahan baku yang digunakan untuk produksi adalah tarif biaya bahan
baku perunit dikalikan dengan jumlah unit produksi.
Pencatatan akuntansi pada saat pembelian bahan baku dan bahan
penolong, dapat dicatat sebagai berikut :
Jika bahan baku dibeli secara kredit :
Persediaan Bahan
Rp xxx,-
Utang Usaha
Rp xxx,-
Jika bahan baku dibeli secara tunai :
Persediaan Bahan
Rp xxx,-
Kas
Rp xxx,-
Pencatatan akuntansi pada saat bahan baku langsung digunakan dalam
produksi, maka dicatat sebagai berikut :
Barang dalam proses
Persediaan Bahan
Rp xxx,Rp xxx,-
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Menurut Mursyidi (2008:15), “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja
yang dapat secara langsung mengubah bahan baku menjadi suatu produk dan
pembebanan biayanya dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang
dihasilkan”. Menurut Carter (2006:40) dalam bukunya akuntansi biaya
menjelaskan bahwa “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang
25
melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat
dibebankan secara layak ke produk tertentu”.
Menurut Blocher, et al (2011:109) “Biaya tenaga kerja langsung
(direct labour) meliputi tenaga kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk/jasa ditambah sebagian jam kerja tidak produktif
yang normal dan tidak dapat dihindari seperti waktu istirahat dan
sholat”.
Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya yang termasuk ke dalam
biaya variabel dimana biaya tenaga kerja langsung selalu berubah-ubah sesuai
dengan unit produk yang diproduksi. Maka dalam perhitungannya, total biaya
tenaga kerja langsung adalah tarif biaya tenaga kerja langsung baik dalam
hitungan jam atau unit produksi dikalikan dengan unit atau jam kerja.
Pencatatan akuntansi untuk tenaga kerja langsung terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu pada saat perhitungan upah atau gaji, saat pembayaran, dan saat
pembebanan biaya tenaga kerja. Saat perhitungan upah atau gaji, maka akan
dicatat sebagi berikut:
Upah dan Gaji
Rp xxx,-
Utang Upah dan Gaji
Rp xxx,-
Pada saat pembayaran, ayat jurnalnya adalah:
Utang Upah dan Gaji
Rp xxx,-
Kas
Rp xxx,-
Sedangkan pada saat pembebanan, maka akan dicatat sebagai berikut :
Barang dalam proses
Upah dan Gaji
Rp xxx,Rp xxx,-
26
c. Biaya Overhead Pabrik
Bustami dan Nurlela (2006:10) mengatakan bahwa “Overhead pabrik pada
umumnya dikelompokkan menjadi elemen bahan tidak langsung(bahan
pembantu atau penolong), tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak
langsung lainnya”. Sedangkan Mulyadi (2010:194) menjelaskan bahwa
“Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung”.
Pada umumnya biaya overhead pabrik merupakan kategori biaya produksi
tidak langsung yang dibebankan ke sebuah produk. Biaya Overhead pabrik
dapat digolongkan dalam 3 cara yaitu :
1) Biaya Overhead pabrik menurut sifatnya
 Biaya Bahan Penolong, yaitu bahan yang tidak menjadi bagian dari
suatu produk atau menjadi bagian dari suatu produk tapi nilainya
relatif kecil. Contohnya adalah lem.
 Biaya Reparasi dan Pemeliharaan, yaitu biaya yang dikeluarkan
untuk memperbaiki atau memelihara asset yang digunakan untuk
produksi, misalnya biaya pemeliharaan mesin.
 Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung, yaitu biaya tenaga kerja yang
tidak dapat dibebankan langsung kepada suatu produk atau pesanan
tertentu. Misalnya tunjangan kesehatan karyawan pabrik.
 Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap.
Biaya yang termasuk kelompok ini contohnya adalah biaya
depresiasi gedung pabrik.
27
 Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu. Biaya yang
termasuk kelompok ini contohnya adalah biaya asuransi.
 Biaya
Overhead
lain
yang
secara
langsung
memerlukan
pengeluaran uang tunai. Biaya yang termasuk kelompok ini
contohnya adalah biaya listrik.
2) Biaya Overhead pabrik Menurut Perilakunya dalam Hubungannya
dengan Perubahan Volume Produksi.

Biaya Overhead Tetap, yaitu biaya overhead yang tidak berubah
selama rentang produksi tertentu.

Biaya Overhead Variabel, yaitu biaya overhead yang berubah-ubah
sesuai dengan perubahan unit produksi atau volume produksi.

Biaya Overhead Semivariable, yaitu biaya overhead yang berubah
tidak sebanding dengan volume kegiatan.
3) Biaya Overhead pabrik Menurut Hubungannya dengan Departemen
Produksi.

Biaya Overhead Pabrik Langsung Departemen, yaitu biaya
overhead yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya
hanya dinikmati departemen tersebut.

Biaya Overhead Pabrik Tidak Langsung Departemen, yaitu biaya
overhead yang manfaatnya dinikmati lebih dari satu departemen.
Pada dasarnya biaya overhead tidak dapat langsung dibebankan terhadap
suatu produk atau pesanan. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan tarif dasar
28
biaya overhead yang akan dibebankan. Mursyidi (2008:223-224) menjelaskan
bahwa tahapan penentuan tarif biaya overhead adalah:
jangka waktu tertentu
2. Menentukan dasar pembebanan biaya overhead pabrik ke harga
1. Menyusun biaya overhead pabrik yang diperkirakan timbul dalam
pokok produk. Dasar pembebanan bisa berupa; biaya tenaga kerja,
biaya bahan baku, jam tenaga kerja langsung, jam mesin, physical
output, atau dasar lain yang ditentukan oleh pihak manajemen.
3. Dalam menentukan dasar pembebanan yang berupa jam atau
kapasitas lain harus dipertimbangkan kapasitas mana yang akan
digunakan. Ada beberapa level kapasitas yaitu:
a. Kapasitas teoritis, yaitu kemampuan fasilitas apabila digunakan
dalam kondisi penuh atau setara dengan 100%.
b. Kapasitas praktis, yaitu kemampuan suatu fasilitas dengan
mempertimbangkan hambatan. Sehingga kapasitas praktis
berada di bawah kapasitas teoritis atau tidak mencapai 100%.
c. Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan.
d. Kapasitas normal, yaitu kemampuan suatu fasilitas dalam jangka
panjang dengan memperhatikan hambatan – hambatan yang
lebih stabil.
4. Menentukan tarif biaya overhead pabrik dengan rumus biaya
overhead yang dianggarkan atau aktual dibagi dengan dasar
pembebanan.
29
Dalam memilih dasar pembebanan Mulyadi (2010:199) menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar
pembebanan yang dipakai adalah :
1. Jenis biaya overhead pabrik yang paling dominan jumlahnya dalam
departemen produksi
2. Sifat – sifat biaya overhead pabrik yang paling dominan dan eratnya
hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan
dipakai.
Menurut Mursyidi (2008:224-228), penggunaan dasar pembebanan dalam
penentuan tarif terdapat beberapa dasar, yaitu:
1. Dasar biaya bahan baku
Dasar biaya bahan baku dalam pembebanan biaya overhead tepat
dipergunakan apabila jenis bahan dan nilainya relative homogin, dan
mempunyai hubungan yang signifikan antara biaya bahan dan biaya
overhead pabrik pada masa lalu, misalnya biaya overhead pabrik
didominasi oleh biaya bahan tidak langsung.
2. Dasar biaya tenaga kerja atau jam tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung atau jam tenaga kerja langsung
dipergunakan sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik
dengan beberapa alasan, antara lain:
a. Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang cukup material, dan
dibayar berdasarkan jam.
30
b. Biaya overhead pabrik didominasi oleh biaya – biaya tenaga kerja
c. Pada masa lalu menunjukan hubungan yang erat antara biaya
overhead pabrik dengan biaya tenaga kerja atas dasar jam.
3. Dasar jam mesin
tidak langsung.
Jam mesin dijadikan dasar pembebanan biaya overhead pabrik apabila
hanya mesin(depresiasi, pemeliharaan, dan perbaikan) mendominasi
biaya overhead pabrik, artinya komponen biaya yang berhubungan
dengan mesin mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan
dengan gabungan dari biaya lainnya.
4. Dasar unit produk
Unit produk sebagai dasar pembebanan merupakan cara yang paling
sederhana, namun paling tepat dipergunakan pada unit produk yang
bersifat homogin, baik dari segi harga,ukuran dan jenisnya, jika syarat
tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan perhitungan tidak teliti.
Pencatatan akuntansi untuk biaya overhead pabrik yaitu pada saat
terjadinya biaya dan pada saat pembebanan. Pada saat terjadinya biaya, maka
pencatatannya “Biaya Overhead Pabrik” didebit dan biaya dikredit.
Contohnya pada saat penggunaan bahan penolong maka akan dicatat :
Biaya Overhead Pabrik Aktual
Persediaan Bahan
Rp xxx,Rp xxx,-
Pada saat biaya depresiasi dibebankan, maka akan dicatat :
31
Biaya Overhead Pabrik Aktual
Akumulasi Depresiasi
Rp xxx,Rp xxx,-
Pada saat membeli tunai perlengkapan untuk proses produksi, maka akan
dicatat :
Biaya Overhead Pabrik Aktual
Rp xxx,-
Kas
Rp xxx,-
Sedangkan pada saat pembebanan biaya overhead pabrik maka akan
dicatat sebagai berikut:
Barang dalam proses
Rp xxx,-
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan
Rp xxx,-
Ada beberapa alasan mengapa biaya overhead pabrik dibebankan pada
harga pokok produk berdasarkan tarif ditentukan di muka (predetermined rate),
antara lain:
1. Terdapat biaya overhead yang terjadi secara sporadis, artinya biaya
overhead terjadi secara tiba – tiba dan mempunyai nilai yang material,
misalnya biaya akibat mesin rusak berat yang membutuhkan perbaikan
berat, dan dilakukan pada waktu tertentu. Jika biaya overhead
dibebankan berdasarkan biaya sesungguhnya maka akan terjadi
ketimpangan harga pokok produk untuk jenis yang sama.
2. Terdapat biaya overhead pabrik yang terjadi secara berkala baik di
awal maupun akhir bulan atau tahun, misalnya biaya tenaga kerja tidak
32
langsung dengan gaji bulanan, biaya listrik yang mempergunakan
listrik dari perusahaan listrik Negara, air dari perusahaan air minum,
dan telepon dari perusahaan telekomunikasi, pajak bumi dan
bangunan, biaya keamanan dan lingkungan, biaya pemeliharaan pabrik
dan mesin, biaya penyusutan aktiva tetap pabrik, dan biaya asuransi
pabrik.
3. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang tidak dapat ditelusuri ke
produk atau proses produksi tertentu, misalnya biaya penyusutan
gedung pabrik, dan biaya – biaya yang disebutkan diatas tidak dapat
ditelusuri berapa yang dinikmati dalam membuat produk tertentu.
Mursyidi (2008:222)
Menurut Mursyidi (2008:222), Pada proses produksi pesanan, umumnya
ada suatu keharusan untuk menentukan tarif ditentukan dimuka. Tarif biaya
overhead pabrik dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu:
1. Tarif tunggal (plant wide rate), yaitu penerapan satu tarif untuk satu
pabrik, walaupun proses produksi melewati beberapa tahap.
2. Tarif per departemen (departemental overhead rate), yaitu penerapan
tarif untuk setiap departemen atau setiap tahap proses produksi. Jadi
dalam satu pabrik diterapkan beberapa tarif biaya overhead.
3. Tarif berdasarkan aktifitas (activity based), yaitu penerapan tarif
didasarkan pada setiap aktifitas yang ada dalam proses produksi untuk
setiap tahap proses produksi.
33
2.2.3 Sistem Perhitungan Harga Pokok Produksi
Sistem perhitungan harga pokok produksi adalah cara yang digunakan
untuk
mengakumulasikan biaya – biaya ke dalam harga pokok produksi. Menurut
Mursyidi (2008:25), “Sistem biaya adalah serangkaian kegiatan dalam rangka
menentukan biaya produksi dan harga pokok produk dalam suatu proses
produksi”.
Adapun sistem perhitungan harga pokok produksi ada 2, yaitu sistem
standar dan sistem biaya aktual.
biaya
a. Sistem Biaya Standar
Mulyadi (2010:435) mendefinisikan biaya standar sebagai biaya di muka,
yang merupakan biaya yang seharusnya untuk membuat satu satuan produk
atau untuk membiayai kegiatan tertentu di bawah asumsi tertentu. Mursyidi
(2008:26) juga mengemukakan bahwa dalam sistem biaya standar, harga
pokok produksi serta operasi produksi dihitung berdasarkan biaya yang telah
ditentukan di muka. Sistem biaya standar memberikan pedoman kepada
manajemen berapa biaya yang seharusnya untuk melaksanakan kegiatan
tertentu sehingga memungkinkan mereka melakukan pengurangan biaya
dengan cara perbaikan metode produksi, pemilihan tenaga kerja, dan kegiatan
lain.
Sistem biaya standar seringkali menjadi tidak flexibel, meskipun dalam
jangka waktu pendek. Keadaan produksi suatu produk selalu mengalami
perubahan, namun pada kenyataannya perubahan standar jarang sekali
dilakukan oleh perusahaan.
34
b. Sistem Biaya Aktual
Sistem biaya aktual yaitu biaya yang sesungguhnya terjadi. Biasanya biaya
aktual ini dapat dihitung setelah proses produksi terjadi. Menurut Horngren,et
al (2011:115), kalkulasi biaya aktual (actual costing) adalah sistem kalkulasi
biaya yang menelusuri biaya langsung ke objek biaya dengan memakai tarif
biaya langsung aktual dikalikan jumlah aktual input biaya langsung.
Dalam sistem biaya aktual, seluruh biaya dicatat berdasarkan nilai yang
aktual. Sistem ini walaupun secara teori merupakan sistem yang ideal, namun
dalam implementasinya kerap menghadapi kendala pengukuran yang sulit
diletakkan, terutama dalam pengukuran biaya overhead pabrik.
Pada sistem biaya aktual, sistem pembebanan harga pokok kepada produk
atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan harga pokok atau biaya
yang sesungguhnya dinikmati. Pada sistem ini harga pokok produk, pesanan,
atau jasa baru dapat dihitung pada akhir periode setelah biaya yang
sesungguhnya dikumpulkan.
Mursyidi (2008:26), menyatakan bahwa :
“Dalam situasi tertentu harga pokok produk diperhitungkan dengan
biaya sesungguhnya untuk biaya utama (prime cost) dan dengan
biaya yang telah ditentukan dimuka untuk biaya overhead pabrik.
Hal ini dapat dikatakan bahwa sistem yang dianut adalah sistem
hybrid/normal cost system.”
35
2.2.4 Metode Pengumpulan Biaya Produksi
Horngren,et al (2011:113) menjelaskan bahwa Akuntan manajemen
menggunakan
dua jenis dasar sistem kalkulasi biaya untuk membebankan biaya
ke produk atau jasa. Dua jenis dasar sistem kalkulasi tersebut adalah metode
pengumpulan biaya berdasarkan pesanan (job order costing) dan metode
pengumpulan
biaya berdasarkan proses (process costing). Kedua sistem tersebut
dipengaruhi
oleh karakteristik kegiatan produksi perusahaan.
a. Metode Harga Pokok Pesanan (Job-Order Costing)
Menurut Bustami dan Nurlela (2006:75) “Penentuan biaya pesanan
merupakan suatu sistem akuntansi yang menelusuri biaya pada unit individual
atau pekerjaan, kontrak atau tumpukkan produk yang spesifik”. Biasanya
perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah perusahaan yang
memproduksi produknya berdasarkan permintaan pelanggan.
Metode harga pokok pesanan (Job-Order Costing) memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai spesifikasi
pesanan pelanggan
2) Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan
produk yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung
3) Biaya produksi langsung adalah biaya bahan baku langsung dan biaya
tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya
overhead pabrik.
36
4) Biaya
produksi
langsung
diperhitungkan
berdasarkan
biaya
sesungguhnya (actual costing). Sedangkan biaya overhead pabrik
diperhitungkan berdasarkan biaya ditentukan di muka (standar
costing).
Mulyadi (2010 : 38)
b. Metode Harga Pokok Proses (Process Costing)
Menurut Mursyidi (2008:75) “Kalkulasi harga pokok proses digunakan
pada perusahaan pabrikasi yang berproduksi terus menerus, misalnya industri
plastik, minyak, gula, tekstil, suku cadang, semen, dan industri komoditas
lainnya”. Pada sistem ini, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa yang
identik atau serupa dalam jumlah besar . Contoh perusahaan yang
menggunakan pengumpulan biaya proses ini adalah perusahaan makanan
ringan.
Menurut Mulyadi (2010:64) metode harga pokok proses mengumpulkan
biaya produksi per departemen produksi dan per periode akuntansi.
Perhitungan harga pokok produksi perunit dilakukan setiap akhir periode
akuntansi dengan cara menghitung total biaya produksi yang dikeluarkan
selama periode tertentu. Dalam metode harga pokok proses, tidak perlu
adanya penggolongan biaya langsung dan tidak langsung. Selain itu biaya
overhead pabrik dibebankan atas biaya sesungguhnya. Biaya overhead
pabriknya terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja dan bahan penolong.
37
2.2.5
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok
produksi,
terdapat dua metode yaitu full costing dan variable costing.
Mulyadi (2010:121), menyatakan bahwa:
1.
“Metode full costing maupun metode variable costing merupakan metode
penentuan harga pokok produksi. Perbedaan pokok yang ada diantara
kedua metode tersebut adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya
produksi yang berperilaku tetap. Adanya perbedaan perlakuan terhadap
biaya produksi tetap akan berakibat pada: (1) perhitungan harga pokok
produksi (2) penyajian laporan rugi-laba”
Implikasi Metode Penentuan Harga Pokok Produksi terhadap
Perhitungan Harga Pokok Produksi
a. Full costing
Full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi. Menurut Mulyadi (2010:17),
full costing merupakan metode penentuan kos produksi, yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik
yang berperilaku variable maupun tetap.
Menurut Mulyadi (2010:122), dalam metode full costing biaya overhead
pabrik tetap melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan
persediaan produk jadi yang belum laku dijual dan baru dianggap sebagai
biaya apabila produk jadi tersebut telah terjual. Dengan demikian biaya
overhead yang melekat pada produk yang belum terjual masih dianggap
sebagai aktiva.
38
Jika diilustrasikan, maka perhitungan harga pokok produksi dengan
metode full costing adalah sebagai berikut :
Harga Pokok Produksi menurut Metode Full Costing
Biaya Bahan Baku
Rp. XXX,-
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp. XXX,-
Biaya Overhead Variabel
Rp. XXX,-
Biaya Overhead Tetap
Rp. XXX,- +
Harga Pokok Produksi
Rp. XXX,-
b. Variable Costing
Menurut Mulyadi (2010:18), variable costing merupakan
metode
penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya yang
berperilaku variabel ke dalam perhitungan harga pokok produksi, yaitu biaya
bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
variabel saja.
Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan
sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga
biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode
terjadinya. Dengan demikian biaya overhead pabrik tetap di dalam metode
variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual,
tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya
Jika diilustrasikan, maka perhitungan harga pokok produksi dengan
metode variable costing adalah sebagai berikut :
39
Harga Pokok Produksi menurut Metode Variable Costing
Biaya Bahan Baku
Rp. XXX,-
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp. XXX,-
Biaya Overhead Variabel
Rp. XXX,- +
Harga Pokok Produksi
Rp. XXX,-
Dengan demikian metode full costing menunda pembebanan biaya
overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan
terjual. Jadi, biaya overhead pabrik yang terjadi, baik yang berperilaku tetap
maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada
persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Sebaliknya metode variable
costing tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya overhead pabrik tetap
tersebut (atau dengan kata lain tidak menyetujui pembebanan biaya overhead
tetap kepada produk).
2.
Implikasi Metode Penentuan Harga Pokok Produksi terhadap
Laporan Laba-Rugi
Perbedaan pokok antara metode full costing dan metode variable costing
bila ditinjau dari penyajian laporan rugi – laba terletak pada klasifikasi pos – pos
yang disajikan dalam laporan rugi – laba tersebut. Laporan rugi – laba yang
disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian unsur – unsur
biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi – fungsi pokok yang ada dalam
perusahaan (functional-cost classification), seperti fungsi produksi, fungsi
pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Sedangkan laporan rugi – laba
40
menggunakan metode variable costing menitikberatkan pada penyajian biaya
sesuai dengan perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume
kegiatan
(classification by cost behaviour).
Perbedaan perhitungan rugi – laba menurut metode full costing dan
menurut metode variable costing terdapat perbedaan dalam beberapa unsurnya,
berikut
akan dijelaskan berbagai unsur perbedaan perhitungan rugi – laba kedua
metode
tersebut.
1. Perbedaan pokok antara metode full costing dan metode variable costing
adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya overhead tetap. Jika
misalnya:
a=volume penjualan dalam satuan kuantitas
b=volume produksi dalam satuan kuantitas
c=biaya overhead pabrik tetap per periode
Jumlah biaya overhead pabrik tetap per satuan yang dibebankan kepada
produk adalah sebesar c/b. dalam metode full costing, biaya overhead
pabrik tetap yang dibebankan kepada produk per periode adalah sebesar
hasil kali biaya overhead pabrik tetap per satuan produk (c/b) dengan
jumlah produk yang dijual dalam perioe tersebut (a). metode variable
costing membebankan seluruh biaya overhead pabrik tetap (c) ke dalam
periode terjadinya dan dipertemukan dengan pendapatan (revenues) yang
diperoleh dalam periode tersebut. Dengan demikian selisih laba – rugi
yang dihitung menurut metode full costing dan variable costing dihitung
dengan rumus berikut ini:
41
Beban biaya overhead pabrik tetap menurut full costing
Beban biaya overhead pabrik tetap menurut variable costing
(c/b) . a
c
Selisih laba – rugi menurut full costing dengan variable costing c/b(a-b)*
*(c/b.a) – c = (c/b.a) – (cb/b) = c/b (a – b)
a. Jika volume penjualan sama dengan volume produksi (a=b) maka c/b (a-
b) hasilnya sama dengan 0. Dengan demikian laba atau rugi yang
dihitung dengan full costing sama dengan laba atau rugi yang dihitung
dengan metode variable costing. Jika persediaan akhir sama dengan
persediaan awal, maka laba bersih menurut metode full costing akan
sama dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena
sebagian period cost (biaya overhead pabrik tetap) yang melekat pada
persediaan awal yang dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang
sama dengan sebagian period cost yang ditunda pembebanannya dalam
periode sekarang.
b. Jika volume penjualan lebih besar dari volume produksi (a>b), maka
rumus c/b (a-b) hasilnya positif, yang berarti metode full costing
membebankan biaya overhead pabrik tetap lebih besar jika dibandingkan
dengan yang dibebankan dengan metode variable costing, yang
mengakibatkan laba full costing lebih rendah dibandingkan dengan laba
variable costing. Jadi jika persediaan akhir lebih kecil dari persediaan
awal maka laba bersih menurut metode full costing akan lebih kecil
dibanding dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena
sebagian period cost yang melekat pada persediaan awal yang
42
dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang lebih besar bila
dibandingkan dengan sebagian period cost yang melekat pada persediaan
akhir yang ditunda pembebanannya.
c. Jika volume penjualan lebih kecil dari volume produksi (a<b), maka
rumus c/b (a-b) hasilnya negatif, yang berarti metode full costing
membebankan biaya overhead pabrik tetap lebih kecil jika dibandingkan
dengan yang dibebankan dengan metode variable costing yang
mengakibatkan laba full costing lebih tinggi disbanding dengan laba
variable costing. Hal ini disebabkan karena full costing menunda
pembebanan biaya overhead pabrik tetap dengan cara memperhitungkan
biaya tersebut ke dalam persediaan akhir. Full costing membebankan
biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya apabila produknya telah
terjual, sedangkan metode variable costing membebankan biaya tersebut
sebagai biaya dalam periode terjadinya. Oleh karena itu perbedaan
pokok antara full costing dengan variable costing adalah terletak pada
saat pengakuan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya. Jadi, jika
persediaan akhir lebih besar dari persediaan awal, maka laba bersih
menurut full costing akan lebih besar dibandingkan dengan laba bersih
menurut, karena sebagian period cost yang melekat pada persediaan
awal yang variable costing dibebankan sebagai biaya dalam periode
sekarang lebih kecil bila dibandingkan dengan sebagian period cost yang
melekat pada persediaan akhir yang ditunda pembebanannya dalam
periode sekarang.
43
2. Bila volume penjualan konstan dan volume produksi berubah, maka
laporan rugi – laba variable costing menunjukkan laba atau rugi yang
konstan karena laba
atau rugi tidak dipengaruhi oleh perubahan
persediaan, sedangkan laporan rugi – laba full costing akan menunjukkan
laba atau rugi yang berubah, karena dipengaruhi oleh perubahan
persediaan.
3. Bila volume produksi konstan, kedua metode tersebut akan menunjukkan
laba yang berubah sesuai dengan penjualannya, yaitu bila volume
penjualan naik, maka laba akan naik dan sebaliknya apabila volume
penjualan turun, maka laba akan turun. Tetapi perubahan laba dalam kedua
metode tersebut tidak sama, karena di dalam full costing, perubahannya
dipengaruhi oleh perubahan persediaan.
(Mulyadi, 2010:127-132)
2.3 Penentuan Harga Jual
2.3.1 Pengertian Harga Jual
Harga jual merupakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan terhadap
suatu produk yang menjadi kewajiban pembeli. Pada umumnya harga jual ini
terdiri dari harga dasar ditambah mark-up. “Markup adalah persentase yang
dibebankan kepada biaya dasar, termasuk di antaranya adalah laba yang
diinginkan dari setiap biaya yang tidak termasuk dalam biaya dasar “. (Hansen
dan Mowen, 2005:356)
44
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penentuan Harga Jual
Harga jual suatu produk juga dapat mempengaruhi minat konsumen untuk
membeli
produk sehingga akan mempengaruhi volume penjualan. Untuk itu,
perusahaan harus dapat menentukan harga jual dengan benar dengan melihat
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga jual.
Penentuan suatu harga sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran.
Dalam
pasar yang sehat, semakin tinggi harga suatu produk maka permintaan
akan turun dan semakin rendah harga suatu produk
maka permintaan akan
semakin naik. Menurut Horngren, et al (2011:494) faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran tersebut adalah pelanggan, pesaing dan
biaya.
a. Pelanggan
Selera
pelanggan
sangat
berpengaruh
terhadap
tinggi-rendahnya
permintaan terhadap suatu produk. Perusahaan harus dapat mengenali
karakteristik pelanggan, dimana pelanggan selalu tertarik dengan produk
dengan harga yang murah dan berkualitas tinggi. Oleh karena itu, perusahaan
harus selalu menguji keputusan penetapan harga melalui para pelanggan.
b. Pesaing
Dalam dunia usaha tentunya akan selalu ada kompetisi. Produk dan harga
yang ditawarkan oleh pesaing akan sangat mempengaruhi keputusan
penetapan harga pada perusahaan dengan produk sejenis. Perusahaan tentunya
akan menetapkan harga yang cenderung tidak jauh berbeda dan bahkan lebih
ekonomis agar produk dapat disukai oleh konsumen.
45
c. Biaya
Semakin rendahnya biaya pembuatan sebuah produk maka perusahaan
dapat membuat produk yang lebih banyak dengan harga yang cukup menarik.
2.3.3
Metode Penentuan Harga Jual
a. Metode Penentuan Harga Jual Normal (Normal Pricing)
Metode penentuan harga jual normal sering disebut dengan metode cost
plus pricing. Cost plus pricing adalah penentuan harga jual dengan
menambahkan laba yang diinginkan di atas biaya penuh masa yang akan
datang untuk memproduksi dan memasarkan produk. Harga jual berdasarkan
cost plus pricing dihitung dengan rumus seperti yang digunakan untuk
menghitung harga jual dalam keadaan normal, yaitu:
Harga Jual = Harga Pokok Produksi + Laba yang Diharapkan
b. Penentuan Harga Jual Dalam Cost-type Contract
Cost-type contract adalah pembuatan produk atau jasa yang pihak pembeli
setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang didasarkan pada total
biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah dengan laba
yang dihitung sebesar presentase tertentu dari total biaya sesungguhnya
tersebut. Jika dalam keadaan normal, harga jual produk atau jasa yang akan
dijual di masa yang akan datang ditentukan dengan metode cost-plus pricing,
berdasarkan taksiran biaya penuh sebagai dasar, dalam cost-type contract
harga jual yang dibebankan kepada pelanggan dihitung berdasarkan biaya
penuh sesungguhnya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan
memasarkan produk.
46
c. Penentuan Harga Jual Pesanan Khusus (Special Order Pricing)
Dalam
mempertimbangkan
pesanan
khusus,
informasi
akuntansi
diferensial merupakan dasar yang dipakai sebagai landasan penentuan harga
jual. Jika harga jual yang diminta oleh pemesan (harga jual pemesan khusus)
lebih besar dari biaya differensial yang berupa biaya variabel untuk
memproduksi dan memasarkan pesanan khusus tersebut, maka pesanan khusus
dapat dipertimbangkan untuk diterima. Pesanan khusus merupakan pesanan
yang diterima oleh perusahaan diluar pesanan reguler perusahaan. Dengan
keadaan ini, manajer perlu mempertimbangkan harga jual untuk pesanan
khusus ini.
d. Penentuan Harga Jual Produk atau Jasa yang Dihasilkan oleh
Pemerintah yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah
Produk dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat luas seperti listrik, air, telepon, dan sebagainya diatur dengan
peraturan pemerintah. Harga jual produk dan jasa tersebut ditentukan
berdasarkan biaya penuh masa yang akan datang ditambah dengan laba yang
diharapkan. Dalam penentuan harga jual normal, biaya penuh masa yang akan
datang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual dihitung dengan
menggunakan salah satu pendekatan yaitu full costing atau variable costing.
Untuk memungkinkan wakil rakyat menilai kewajaran biaya penuh yang
dipakai sebagai dasar penentuan harga jual diperlukan pedoman rinci unsur –
unsur biaya produksi dan biaya non-produksi yang diperhitungkan dalam
biaya penuh. Setiap kenaikan harga jual produk atau jasa yang diatur oleh
47
peraturan pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan dilihat dari segi
perhitungan biaya penuh yang dipakai sebagai dasar perhitungannya dan
kewajaran laba yang ditambahkan di atas biaya penuh tersebut.
Download