analisis spasial hubungan penggunaan lahan dengan suhu udara

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Suhu
Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan
kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan
yang terjadi
pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari
pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi
mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24
jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah
tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah (Winarso, 2008).
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan
molekul – molekul.
Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan
kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda –
benda lain atau menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem
dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih
tinggi (Yani, 2009).
Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang
berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda,
maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan
panas. Akan tetpi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak
merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan
panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat
capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam.
Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran
energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi
matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang
melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu
udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah
intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada
saat
berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari
(Lakitan, 2002).
Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi
matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di
atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi
tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi
tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang,
sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan
turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih
besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002).
Fluktuasi Suhu Udara
Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya (IPTEK) yang
pesat telah menyebabkan peta ekonomi dan politik dunia berubah secara
mendasar, membawa tantangan, masalah dan peluang, serta harapan baru.
Semakin banyak bermunculan fenomena masalah lingkungan di perkotaan seperti
suhu udara yang semakin meningkat, tingkat polusi udara semakin tinggi, rusak
Universitas Sumatera Utara
atau hilangnya berbagai habitat yang diikuti menurunnya keanekaragaman flora
dan fauna, hilang dan rusaknya pemandangan, serta berbagai macam masalah
sosial. Setiap pembangunan lahan hijau atau vegetasi selalu menjadi korban.
Padahal vegetasi mempunyai peranan penting dalam ekosistem (Irwan, 2005).
Di Indonesia, kurang lebih 70 % pencemaran udara disebabkan oleh emisi
kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang
dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun
terhadap
lingkungan
serta meningkatkan angka kematian bayi Indonesia
(Susanta dan Hari, 2008). Di Indonesia, pembabatan hutan dan perubahan tata
guna lahan memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan emisi rumah kaca
(Irwan, 2005).
Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran
bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk
menunjang aktivitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang
menggunakan CO2 hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2 semakin meningkat
(Susanta dan Hari, 2008).
Miller (1986) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa bangunan beton
dan jalan aspal menyerap panas sepanjang hari dan melepaskannya dengan lambat
pada malam hari. Pusat kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota tetapi juga
kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin,
dan kelembapannya rendah. Hasil penelitian Duckworth et al (1954) dalam Irwan
(2005) menunjukkan kesan suhu udara kota yang lebih panas daripada lingkungan
di sekitarnya, seolah-olah sebuah pulau panas terapung di atas media yang lebih
dingin. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa suhu udara maksimum di
Universitas Sumatera Utara
sebuah kota biasanya terletak di daerah padat penduduk yang merupakan pusat
kota terpanas. Sedangkan suhu udara terendah terletak di tepi kota, dan dipinggir
pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota, dan dipinggir pulau
panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar
dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya
menjadi masalah penting (Irwan, 2005).
Hal ini terjadi karena adanya penambahan panas yang berasal dari
aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan
bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding
bangunan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga
siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari
terbenam (Irwan, 2005).
Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global akan meningkatkan
berbagai macam penyakit terhadap manusia, juga akan berpengaruh langsung
terhadap ketahanan pangan karena tumbuhan terganggu. Selain itu, perubahan
iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai karena
gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan
yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, serta penyebaran berbagai
penyakit (Susanta dan Hari, 2008).
Pengukuran Suhu
Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Termometer Merkuri
adalah jenis termometer yang sering digunakan oleh masyarakat awam. Merkuri
digunakan pada alat ukur suhu termometer karena koefisien muainya bisa
Universitas Sumatera Utara
terbilang konstan sehingga perubahan volume akibat kenaikan atau penurunan
suhu hampir selalu sama (Rotib, 2007).
Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan
kandungan Merkuri di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat
sedemikian rupa sehingga hampa udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan
mengembang naik ke arah atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di
sekitar alat ukur sesuai dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang
paling banyak dipakai di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan poin 0 untuk
titik beku dan poin 100 untuk titik didih (Rotib, 2007).
Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit.
Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca dengan
skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu.
Cara kerja termometer Merkuri :
1. Sebelum terjadi perubahan suhu, volume Merkuri berada pada kondisi awal.
2. Perubahan suhu lingkungan di sekitar termometer direspon Merkuri dengan
perubahan volume.
3. Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan menyusut
jika suhu menurun.
4. Skala pada termometer akan menunjukkan nilai suhu sesuai keadaan
lingkungan.
Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara
Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial
dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan.
Universitas Sumatera Utara
Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu
bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan
pertanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota.
Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent)
yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus et al, 2006).
Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang
lahan, sedangkan pada penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyekobyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap
obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat
penutup lahan alami. Klasifikasi penutupan lahan adalah upaya pengelompokan
berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai
dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutupan lahan digunakan sebagai pedoman
atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan
pemetaan penutupan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan
yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau
pada waktu tertentu (Sitorus et al, 2006).
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menunjukkan
bahwa bagian tengah kota menunjukkan suhu yang lebih tinggi 3-4° Celcius
dibandingkan dengan wilayah sekitarnya (Caldwell, 1981 dalam Widyawati et al
2006). Perbedaan ini terjadi sepanjang tahun. Namun pada musim panas,
perbedaan suhu tersebut nampak lebih tajam. Ada beberapa hal yang
menyebabkan gejala ini terjadi. Hal utama yang ditemukan oleh Caldwell adalah
luasnya tutupan lahan yang berupa pengerasan (seperti semen dan aspal). Semakin
kering tanah, semakin sedikit panas yang dipancarkan melalui evaporasi.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, kota cenderung memiliki udara yang lebih buruk untuk melepaskan
panas dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena luasnya
daerah tutupan berupa pengerasan dan rapatnya bangunan. Hasil penelitian ini
menunjukkan betapa pentingnya penataan ruang yang baik agar masyarakat dapat
hidup nyaman (Widyawati et al, 2006).
Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Stabilitas Suhu Udara
Kota membutuhkan vegetasi (tumbuh-tumbuhan), karena tumbuhtumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan makhluk hidup selain
nilai keindahan bagi masyarakat. Tumbuhan yang ada di pekarangan dan halaman
bangunan kantor, sekolah, atau di halaman bangunan lainnya serta tumbuhan yang
ada di pinggir jalan, baik jumlah dan keanekaragamannya semakin menurun.
Sebagai akibatnya fungsi tumbuhan sebagai penghasil oksigen yang sangat
diperlukan oleh manusia untuk proses respirasi (pernafasan) serta untuk
kebutuhan aktivitas manusia semakin berkurang, karena proses fotosintesis dari
vegetasi semakin berkurang. Sebaliknya, keberadaan gas CO2 semakin tinggi
karena semakin meningkatnya asap kendaraan bermotor, limbah industri, dan
aktivitas lainnya dari penduduk kota semakin meningkat (Irwan, 2005).
Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan di perkotaan mengingat proses
fotosintesis tumbuhan yang terjadi apabila ada sinar matahari dan dibantu oleh
enzim, yaitu suatu proses di mana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil
diubah menjadi anorganik, karbohidrat serta O2. Tumbuhan hijau akan menjaring
CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Grey dan Deneke (1978) dalam Irwan
(2005) mengemukakan bahwa setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini
Universitas Sumatera Utara
mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta hidrogen
dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan
450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg
CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskn oleh napas manusia sekitar
200 orang dalam waktu yang sama. Pentingnya peranan tumbuhan di bumi ini
dalam upaya penanganan krisis lingkungan terutama di perkotaan sehingga sangat
tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan
penghijauan perkotaan/ hutan kota (Irwan, 2005).
Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya
akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh
adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara,
cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa
suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di
luarnya, bisa mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius. RTH
membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara
alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara
dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang
paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang,
peredam kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi
tiupan angin kencang diatas kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan
menyebar
lebih
luas
dan
kadarnya
pun
akan
semakin
meningkat
(Dwiyanto,2009).
Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota, sebuah
ekosistem dengan sistem terbuka. Pengertian hutan kota berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
pengertian hutan yang dipahami selama ini. Hutan kota diharapkan dapat
mengatasi masalah lingkungan di perkotaan dengan menyerap hasil negatif yang
disebabkan aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang
meningkat setiap tahun (Irwan, 2005).
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang
tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, meyebar, atau
bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam,
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan
lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Hasil negatif kota antara lain meningkatnya
suhu udara, menurunnya kelembaban, kebisingan, debu, polutan lainnya, dan
hilangnya habitat berbagai burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH.
Dalam hal ini diharapkan hutan kota dapat menyerap panas, meredam suara bising
di kota, mengurangi debu, memberikan estetika, membentuk habitat untuk
berbagai jenis burung atau satwa lainnya (Irwan, 2005).
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Pada Pemetaan Suhu
Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen,
proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis (Nuarsa,
2005) sedangkan menurut Husein (2006) SIG merupakan komputer yang berbasis
pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan
analisa terhadap permukaan geografi bumi. Defenisi SIG selalu berubah karena
SIG merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer
dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data
manual atau informasi manual, adalah memperkecil kesalahan manusia,
kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG
secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut tetapi penggabungan batas
agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan
lingkungan data statistik dan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan
memperhatikan perubahan lingkungan data statistic dan batas-batas dan area yang
Nampak pada peta (Howard, 1996).
Keuntungan utama dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk
mengindentifikasi hubungan spasial diantara data geografis dalam bentuk peta.
SIG tidak hanya sekedar menyimpan peta menurut pengertian konvensional yang
ada dan SIG tidak pula sekedar menyimpan citra atau pandangan dari area
geografi tertentu. Akan tetapi, SIG dapat menyimpan data menurut kebutuhan
yang diinginkan dan menggambarkan kembali sesuai dengan tujuan tertentu. SIG
menghubungkan data spasial dengan informasi geografi tentang feature tertentu
pada peta. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature
yang disajikan secara grafik (Pardede, 2008).
SIG adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk
memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga
dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi.
Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi
informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabadabad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose)
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas administratif
suatu wilayah atau negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus
menampilkan
distribusi
keruangan
(spatial
distribution)
kenampakan-
kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya
alam lainnya (Nugrahani,2006).
Analisis Citra Satelit
Analisis citra visual atau interpretasi foto dapat didefenisiskan sebagai
aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi
yang tergambar di dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai
maknanya. Interprtasi visual merupakan kegiatan pemecahan masalah yang
meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada foto udara, dengan
mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial,
dan kadang-kadang di dalam kehutanan dengan melalui kondisi temporalnya.
Adapun unsur-unsur pengenalan citra yang penting adalah enam buah, yakni rona
atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan dan pola, tinggi, situs dan asosiasi
serta adanya perubahan terhadap unsur waktu (Howard,1996).
Landsat TM (Thematic Mapper) dan SPOT (System Pour 1’Observation
de la Terre) merupakan satelit yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan
tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Howard (1996), landsat TM
memiliki kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak/inframerah
dan 1 saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m. Resolusi spasial
yang semakin tinggi dengan dikombinasikan perluasan spektral ternyata sangat
membantu dalam pemetaan tematik sumberdaya hutan.
Universitas Sumatera Utara
Sistem citra Landsat TM meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km,
direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang , yaitu tiga
saluran panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang inframerah
dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang
yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM adalah saluran dengan
gelombang biru (0,45-0,52) µm, saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60)
µm, saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69) µm, saluran 4 dengan
gelombang inframerah dekat (0,76-0,90) µm, saluran 5 dengan gelombang
inframerah pendek (1,55-1,75) µm, saluran 6 dengan gelombang inframerah
termal (10,40-12,50) µm, dan saluran 7 dengan gelombang inframerah pendek
(2,08-2,35) µm. Satelit Landsat 7 akan dilengkapi dengan fasilitas penerima
system posisi lokasi (Ground
Positioning Sistem/GPS
receiver) untuk
meningkatkan ketepatan letak satelit didalam jalur orbitnya (Purwadhi, 2001).
Normalized Diferential Vegetation Index (NDVI)
Vegetasi perkotaan dapat mempengaruhi udara disekitarnya secara
langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer
lingkungan udara. PP RI No. 63/2002 menyebutkan bahwa fungsi vegetasi di
perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap
polutan, penyerap kebisingan, penahan angina dan peningkatan keindahan.
Kondisi dan keberadaan vegetasi di daerah perkotaan dapat diketahui dengan
berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemanfaatan penginderaan jauh dengan
melihat nilai indeks vegetasi (Syakur dan Sandi, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase
penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup. Indeks vegetasi adalah pengukuran
kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan
untuk mengukur biomassa atau intensitas vegetasi di permukaan bumi
(Tampubolon et al, 2008).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3.6 % dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dibandingkan dengan kota/kabupaten
lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah
penduduk yang relatif besar (BPS, 2002). Secara geografis kota Medan terletak
pada 3º 30' - 3º 43' Lintang Utara dan 98º 44' Bujur Timur dengan batas-batas
sebagai berikut :
-
Batas Utara
: Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
-
Batas Selatan
: Kabupaten Deli Serdang
-
Batas Timur
: Kabupaten Deli Serdang
-
Batas Barat
: Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut
Tabel 1. Luasan Kota Medan Hingga Tahun 2005
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Lokasi
Pemukiman
Perkebunan
Lahan Jasa
Sawah
Perusahaan
Kebun Campuran
Industri
Hutan Rawa
Total
Sumber : BPS Kota Medan, 2005
Luas sebenarnya
Luas (Ha)
Luas (%)
9.623
36,3
822
3,1
503
1,9
1.617
6,1
1.113
4,2
12.035
45,4
398
1,5
477
1,8
26.510
100
Universitas Sumatera Utara
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut
Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC. Suhu maksimum
berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya
berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 8485%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju
penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001
rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm
(menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia (BPS, 2002).
Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya
sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara,
Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai
kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling
memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (BPS, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Download