TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Suhu Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah (Winarso, 2008). Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul – molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda – benda lain atau menerima panas dari benda – benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi (Yani, 2009). Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetpi hubungan antara satuan panas dengan satuan suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002). Universitas Sumatera Utara Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara (dan suhu tanah) berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Pada siang hari, sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel-partikel padat yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus, yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 2002). Permukaan bumi merupakan permukaan penyerap utama dari radiasi matahari. Oleh sebab itu permukaan bumi merupakan sumber panas bagi udara di atasnya dan bagi lapisan tanah di bawahnya. Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya suhu permukaan akan turun. Karena perannya yang demikian maka fluktuasi suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Lakitan, 2002). Fluktuasi Suhu Udara Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya (IPTEK) yang pesat telah menyebabkan peta ekonomi dan politik dunia berubah secara mendasar, membawa tantangan, masalah dan peluang, serta harapan baru. Semakin banyak bermunculan fenomena masalah lingkungan di perkotaan seperti suhu udara yang semakin meningkat, tingkat polusi udara semakin tinggi, rusak Universitas Sumatera Utara atau hilangnya berbagai habitat yang diikuti menurunnya keanekaragaman flora dan fauna, hilang dan rusaknya pemandangan, serta berbagai macam masalah sosial. Setiap pembangunan lahan hijau atau vegetasi selalu menjadi korban. Padahal vegetasi mempunyai peranan penting dalam ekosistem (Irwan, 2005). Di Indonesia, kurang lebih 70 % pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan serta meningkatkan angka kematian bayi Indonesia (Susanta dan Hari, 2008). Di Indonesia, pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan emisi rumah kaca (Irwan, 2005). Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang aktivitas manusia. Di sisi lain, jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO2 hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2 semakin meningkat (Susanta dan Hari, 2008). Miller (1986) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa bangunan beton dan jalan aspal menyerap panas sepanjang hari dan melepaskannya dengan lambat pada malam hari. Pusat kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota tetapi juga kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin, dan kelembapannya rendah. Hasil penelitian Duckworth et al (1954) dalam Irwan (2005) menunjukkan kesan suhu udara kota yang lebih panas daripada lingkungan di sekitarnya, seolah-olah sebuah pulau panas terapung di atas media yang lebih dingin. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa suhu udara maksimum di Universitas Sumatera Utara sebuah kota biasanya terletak di daerah padat penduduk yang merupakan pusat kota terpanas. Sedangkan suhu udara terendah terletak di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota, dan dipinggir pulau panas. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah penting (Irwan, 2005). Hal ini terjadi karena adanya penambahan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam (Irwan, 2005). Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global akan meningkatkan berbagai macam penyakit terhadap manusia, juga akan berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan karena tumbuhan terganggu. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai karena gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, serta penyebaran berbagai penyakit (Susanta dan Hari, 2008). Pengukuran Suhu Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Termometer Merkuri adalah jenis termometer yang sering digunakan oleh masyarakat awam. Merkuri digunakan pada alat ukur suhu termometer karena koefisien muainya bisa Universitas Sumatera Utara terbilang konstan sehingga perubahan volume akibat kenaikan atau penurunan suhu hampir selalu sama (Rotib, 2007). Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan kandungan Merkuri di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke arah atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang paling banyak dipakai di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan poin 0 untuk titik beku dan poin 100 untuk titik didih (Rotib, 2007). Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit. Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca dengan skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu. Cara kerja termometer Merkuri : 1. Sebelum terjadi perubahan suhu, volume Merkuri berada pada kondisi awal. 2. Perubahan suhu lingkungan di sekitar termometer direspon Merkuri dengan perubahan volume. 3. Volume merkuri akan mengembang jika suhu meningkat dan akan menyusut jika suhu menurun. 4. Skala pada termometer akan menunjukkan nilai suhu sesuai keadaan lingkungan. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Suhu Udara Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Universitas Sumatera Utara Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan pertanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lahan sebelumnya (Sitorus et al, 2006). Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan pada penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyekobyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami. Klasifikasi penutupan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutupan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutupan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus et al, 2006). Beberapa penelitian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menunjukkan bahwa bagian tengah kota menunjukkan suhu yang lebih tinggi 3-4° Celcius dibandingkan dengan wilayah sekitarnya (Caldwell, 1981 dalam Widyawati et al 2006). Perbedaan ini terjadi sepanjang tahun. Namun pada musim panas, perbedaan suhu tersebut nampak lebih tajam. Ada beberapa hal yang menyebabkan gejala ini terjadi. Hal utama yang ditemukan oleh Caldwell adalah luasnya tutupan lahan yang berupa pengerasan (seperti semen dan aspal). Semakin kering tanah, semakin sedikit panas yang dipancarkan melalui evaporasi. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, kota cenderung memiliki udara yang lebih buruk untuk melepaskan panas dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena luasnya daerah tutupan berupa pengerasan dan rapatnya bangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya penataan ruang yang baik agar masyarakat dapat hidup nyaman (Widyawati et al, 2006). Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bagi Stabilitas Suhu Udara Kota membutuhkan vegetasi (tumbuh-tumbuhan), karena tumbuhtumbuhan mempunyai peranan dalam segala kehidupan makhluk hidup selain nilai keindahan bagi masyarakat. Tumbuhan yang ada di pekarangan dan halaman bangunan kantor, sekolah, atau di halaman bangunan lainnya serta tumbuhan yang ada di pinggir jalan, baik jumlah dan keanekaragamannya semakin menurun. Sebagai akibatnya fungsi tumbuhan sebagai penghasil oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia untuk proses respirasi (pernafasan) serta untuk kebutuhan aktivitas manusia semakin berkurang, karena proses fotosintesis dari vegetasi semakin berkurang. Sebaliknya, keberadaan gas CO2 semakin tinggi karena semakin meningkatnya asap kendaraan bermotor, limbah industri, dan aktivitas lainnya dari penduduk kota semakin meningkat (Irwan, 2005). Kehadiran tumbuhan sangat diperlukan di perkotaan mengingat proses fotosintesis tumbuhan yang terjadi apabila ada sinar matahari dan dibantu oleh enzim, yaitu suatu proses di mana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi anorganik, karbohidrat serta O2. Tumbuhan hijau akan menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Grey dan Deneke (1978) dalam Irwan (2005) mengemukakan bahwa setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini Universitas Sumatera Utara mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskn oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama. Pentingnya peranan tumbuhan di bumi ini dalam upaya penanganan krisis lingkungan terutama di perkotaan sehingga sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan/ hutan kota (Irwan, 2005). Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius. RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang diatas kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat (Dwiyanto,2009). Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Pengertian hutan kota berbeda dengan Universitas Sumatera Utara pengertian hutan yang dipahami selama ini. Hutan kota diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan di perkotaan dengan menyerap hasil negatif yang disebabkan aktivitas kota. Aktivitas kota dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun (Irwan, 2005). Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, meyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Hasil negatif kota antara lain meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban, kebisingan, debu, polutan lainnya, dan hilangnya habitat berbagai burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH. Dalam hal ini diharapkan hutan kota dapat menyerap panas, meredam suara bising di kota, mengurangi debu, memberikan estetika, membentuk habitat untuk berbagai jenis burung atau satwa lainnya (Irwan, 2005). Aplikasi Sistem Informasi Geografis Pada Pemetaan Suhu Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis (Nuarsa, 2005) sedangkan menurut Husein (2006) SIG merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi. Defenisi SIG selalu berubah karena SIG merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru. Universitas Sumatera Utara Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data manual atau informasi manual, adalah memperkecil kesalahan manusia, kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut tetapi penggabungan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistik dan batas agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatikan perubahan lingkungan data statistic dan batas-batas dan area yang Nampak pada peta (Howard, 1996). Keuntungan utama dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk mengindentifikasi hubungan spasial diantara data geografis dalam bentuk peta. SIG tidak hanya sekedar menyimpan peta menurut pengertian konvensional yang ada dan SIG tidak pula sekedar menyimpan citra atau pandangan dari area geografi tertentu. Akan tetapi, SIG dapat menyimpan data menurut kebutuhan yang diinginkan dan menggambarkan kembali sesuai dengan tujuan tertentu. SIG menghubungkan data spasial dengan informasi geografi tentang feature tertentu pada peta. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature yang disajikan secara grafik (Pardede, 2008). SIG adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi dan dapat juga dipakai untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Teknologi ini berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informatika atau teknologi komputer. Informasi permukaan bumi telah berabadabad disajikan dalam bentuk peta. Peta-peta umum (general purpose) Universitas Sumatera Utara menggambarkan suatu topografi suatu daerah ataupun batas-batas administratif suatu wilayah atau negara. Sedangkan peta tematik (thematic) secara khusus menampilkan distribusi keruangan (spatial distribution) kenampakan- kenampakan seperti geologi, geomorfologi, tanah, vegetasi, atau sumber daya alam lainnya (Nugrahani,2006). Analisis Citra Satelit Analisis citra visual atau interpretasi foto dapat didefenisiskan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam foto tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya. Interprtasi visual merupakan kegiatan pemecahan masalah yang meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada foto udara, dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial, dan kadang-kadang di dalam kehutanan dengan melalui kondisi temporalnya. Adapun unsur-unsur pengenalan citra yang penting adalah enam buah, yakni rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan dan pola, tinggi, situs dan asosiasi serta adanya perubahan terhadap unsur waktu (Howard,1996). Landsat TM (Thematic Mapper) dan SPOT (System Pour 1’Observation de la Terre) merupakan satelit yang sering digunakan dalam kegiatan perencanaan tata guna lahan dan tata ruang kota. Menurut Howard (1996), landsat TM memiliki kelebihan pada resolusi spektral dengan 6 saluran tampak/inframerah dan 1 saluran termal dengan resolusi spasialnya sebesar 30x30 m. Resolusi spasial yang semakin tinggi dengan dikombinasikan perluasan spektral ternyata sangat membantu dalam pemetaan tematik sumberdaya hutan. Universitas Sumatera Utara Sistem citra Landsat TM meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang , yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM adalah saluran dengan gelombang biru (0,45-0,52) µm, saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60) µm, saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69) µm, saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90) µm, saluran 5 dengan gelombang inframerah pendek (1,55-1,75) µm, saluran 6 dengan gelombang inframerah termal (10,40-12,50) µm, dan saluran 7 dengan gelombang inframerah pendek (2,08-2,35) µm. Satelit Landsat 7 akan dilengkapi dengan fasilitas penerima system posisi lokasi (Ground Positioning Sistem/GPS receiver) untuk meningkatkan ketepatan letak satelit didalam jalur orbitnya (Purwadhi, 2001). Normalized Diferential Vegetation Index (NDVI) Vegetasi perkotaan dapat mempengaruhi udara disekitarnya secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merubah kondisi atmosfer lingkungan udara. PP RI No. 63/2002 menyebutkan bahwa fungsi vegetasi di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan, penyerap kebisingan, penahan angina dan peningkatan keindahan. Kondisi dan keberadaan vegetasi di daerah perkotaan dapat diketahui dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemanfaatan penginderaan jauh dengan melihat nilai indeks vegetasi (Syakur dan Sandi, 2009). Universitas Sumatera Utara Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup. Indeks vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomassa atau intensitas vegetasi di permukaan bumi (Tampubolon et al, 2008). Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3.6 % dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar (BPS, 2002). Secara geografis kota Medan terletak pada 3º 30' - 3º 43' Lintang Utara dan 98º 44' Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut : - Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka - Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang - Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang - Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang Luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut Tabel 1. Luasan Kota Medan Hingga Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 Lokasi Pemukiman Perkebunan Lahan Jasa Sawah Perusahaan Kebun Campuran Industri Hutan Rawa Total Sumber : BPS Kota Medan, 2005 Luas sebenarnya Luas (Ha) Luas (%) 9.623 36,3 822 3,1 503 1,9 1.617 6,1 1.113 4,2 12.035 45,4 398 1,5 477 1,8 26.510 100 Universitas Sumatera Utara Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC. Suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 8485%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia (BPS, 2002). Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (BPS, 2005). Universitas Sumatera Utara