BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1. Sirih Merah (Piper crocatum) a. Taksonomi Menurut Backer (1963), kedudukan taksonomi tanaman sirih merah (Piper crocatum) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Ttracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Magnolidae Ordo : Piperales Famili : Piperacea Genus : Piper Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav b. Morfologi Tanaman sirih merah biasanya mencapai 15 m dengan batang berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas, dan merupakan tempat keluarnya akar (Damayanti & Mulyono, 2006). Tanaman sirih merah merupakan tanaman yang merambat yang tumbuh di daerah tropis (khususnya daerah lembab). Tanaman sirih merah tumbuh dengan baik ditempat berhawa dingin. Tanaman ini tumbuh dengan baik jika mendapatkan 60-75% sinar matahari, namun jika terlalu banyak terkena sinar matahari batangnya cepat mengering, jika disiram berlebihan akar dan batang cepat membusuk. Permukaan atas daun berwarna hijau gelap berpadu dengan tulang daun merah kepekatan, sedangkan permukaan bawah daun berwarna merah keunguan (Sudewo, 2010). Sirih merah dibedakan dari sirih hijau dari daunnya yang berwarna keperakan dan bila daunnya sobek maka akan berlendir dengan aroma yang lebih wangi (Manoi, 2007). Gambar 1. Tanaman Sirih Merah (Mardiana, 2012) c. Kandungan Sirih merah mengandung alkaloid, saponin, tannin, flavonoid, senyawa polifenolat, dan minyak atsiri. Senyawa kimia lainnya yang terdapat dalam sirih merah antara lain hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allyprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen, kadimen, estragol, terpenana, dan fenil propada (Utami & Puspaningtyas, 2013). Zat-zat tersebut diatas memiliki aktivitas antibakteri. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mempunyai integritas sel bakteri (Robbinson, 1991). Senyawa polifenolat berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan hidrogen yang pada kadar rendah akan membentuk kompleks protein fenol yang menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga terjadi kebocoran isi sel dan pada kadar tinggi dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis sel membran (Partawa & Dewi, 2008). Tannin memiliki daya aktivitas antibakteri dengan mempresipitasi protein, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Masduki,1996). Minyak atsiri memiliki aktivitas antibakteri melalui gangguan pada proses terbentuknya membran atau dinding sel (Parwata & Dewi, 2008). Selain itu kandungan flavonoid dalam sirih merah memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suratmo (2008), sirih merah dapat berfungsi sebagai antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 33,44 ppkm. Diketahui bahwa senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika IC50 50-100 ppm, sedang jika IC50 100-150 ppm, dan lemah jika nilai IC50 151-200 ppm (Zuhra et al., 2008). d. Kegunaan Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman obat potensial yang banyak tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia dan termasuk salah satu elemen penting yang harus ada dalam setiap upacara adat di Jawa khususnya di Yogyakarta karena dipercaya memiliki nilai spiritual yang tinggi (Werdhany et al., 2008). Dalam pengobatan tradisional, tanaman sirih merah bermanfaat dalam berbagai penyakit seperti diabetes melitus, hepatitis, batu ginjal, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, dan menghaluskan kulit (Damayanti & Mulyono, 2006). 2.1.2. Pengaruh neuroprotektif kandungan zat yang terkandung pada sirih merah (Piper crocatum) Zat flavonoid memiliki kemampuan neuroprotektif terhadap otak yaitu kemampuannya dalam melindungi neuron dari kerusakan yang diinduksi oleh neurotoksin, menekan neuroinflamasi, serta kemampuannya dalam meningkatkan memori (fungsi kognitif dan pembelajaran) dalam penyakit neurodegeneratif. Efek tersebut didapatkan melalui kerja flavonoid dalam memodulasi protein kinase dan kaskade sinyal lipid kinase seperti PI3 kinase, protein kinase C dan mitogen activated protein (MAP) kinase yang menyebabkan perubahan pada ekpresi gen dan aktivitas kaspase. Hal ini menyebabkan flavonoid mampu menghambat kerusakan sel saraf yang diinduksi oleh stress oksidatif. Dalam mencegah neuroinflamasi, flavonoid berperan dalam menekan ekspresi zat yang berperan dalam kematian neuron yaitu COX-2 dan iNOS, produksi NO, pelepasan sitokin, aktivasi NADPH oksidase, dan pembentukan ROS. Selain itu flavonoid meningkatkan fungsi endothelial dan aliran darah perifer sehingga meningkatkan aliran darah otak (cerebral blood flow/ CBF). Perubahan ini memicu angiogenesis, pertumbuhan sel saraf baru di hipokampus dan perubahan pada morfologi neuron yang berperan dalam memelihara fungsi optimal neuron. Pembentukan sel saraf tersebut akan memiliki hubungan antar sinaps yang efektif sehingga meningkatkan fungsi memori. Sehingga, konsumsi zat yang kaya akan flavonoid dapat memberikan kemampuan dalam mencegah terjadinya neurodegenerasi dan mencegah penurunan kemampuan kognitif oleh usia (Vonzour et al., 2008). Selain flavonoid kandungan zat lain di dalam tanaman sirih merah seperti tannin, saponin dan fenol juga memiliki efek antioksidan. Polifenol mampu menyerap, menetralisasi dan membuang radikal bebas dan menghambat peroksidase lipid (Halim & Ibrahim, 2013). Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Zheng et al. (2014) yang meneliti efek protektif zat alkaloid Piper longum pada tikus cedera neuron dopaminergik parkinson’s disease yang diinduksi 6-OHDA (hydroxidopamine) yaitu memiliki aktivitas antioksidan yang memberikan efek protektif pada sel substansia nigra tikus. 2.1.3. Cortex Cerebri a. Anatomi fisiologis Cortex Cerebri Cortex cerebri adalah bagian dari cerebrum yang yang terdiri atas gray matter atau substasia grisea. Bagian fungsional cortex cerebri merupakan sebuah selaput tipis setebal 2 sampai 5 milimeter dengan jumlah total seperempat meter persegi. Seluruh cortex cerebri mengandung kira-kira 100 miliar neuron dan menutupi seluruh bagian serebrum (Guyton & Hall, 2007). Selain itu pada cortex cerebri terdapat neuron atau sel saraf, neuroglia, dan pembuluh darah. Tipe neuron cortex cerebri adalah sel piramidal, sel stellatum atau granular, sel fusiformis, sel horizontal cajal dan sel martinotti (Snell, 2006). Gambar 2. Gambaran Neuron dan Sel Glia Cortex Cerebri (Fagerberg, 2015) Neuron granular atau stellatum berbentuk poligonal memiliki cabang dendrit multipel dan akson yang pendek yang terutama berfungsi sebagai interneuron yang menjalarkan sinyal-sinyal neuron jarak pendek di dalam cortex. Sel-sel ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi pada area sensorik dan area asosiasi antara area motorik dan sensorik. Selain itu tipe neuron lain yang terdapat dalam cortex cerebri adalan neuron piramidal yang diberikan nama sesuai dengan ukurannya mulai dari 10-50 μm sampai ukuran yang paling besar yaitu 120 μm yang disebut sel Betz. Neuron piramidal memiliki ukuran yang lebih besar dan jumlah yang lebih banyak dari sel fusiformis. Sel fusiformis memiliki aksis vertikal panjang menuju permukaan dan terpusat ke bagian yang paling dalam dengan dendrit yang muncul dari kutub badan sel. Kedua jenis sel ini merupakan sumber serabut saraf yang panjang dan besar yang menuju ke medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007). Sel horizontal cajal merupakan sel kecil, fusiformis, ditemukan di lapisan kortikal yang paling superfisial dan sel martinotti merupakan sel multipolar kecil di seluruh tingkat cortex (Snell, 2006). Cortex cerebri terdiri dari enam lapisan yaitu lapisan molekular (lapisan pleksiformis), lapisan granular eksterna, lapisan piramidal eksterna, lapisan granular interna, lapisan ganglionik (piramidal interna), dan lapisan multiformis (sel-sel polimorfik). Pertama, lapisan molekular adalah lapisan yang terletak di superfisial terdiri dari anyaman serabut padat dan tangensial. Serabut ini berasal dari dendrit apikal neuron piramidal dan fusiformis, akson sel stellatum, serta sel Martinotti. Lapisan ini tampak jelas pada tempat terjadinya sinaps antara berbagai neuron. Kedua, lapisan granular eksterna adalah lapisan yang terdiri dari neuron piramidal dan sel stellatum dengan dendrit yang berakhir di lapisan molekular, akson di lapisan yang lebih dalam, dan masuk ke lapisan substansia alba hemispherium cerebri. Ketiga, lapisan piramidal eksterna adalah lapisan yang terdiri dari neuron piramidal dengan dendrit apikal berjalan ke dalam lapisan molekular dan akson masuk ke substansia alba. Keempat, lapisan granular interna adalah yang terdiri dari selsel stellatum padat yang memiliki serabut tersusun horizontal yang disebut baillarger eksterna. Kelima, lapisan ganglionik atau lapisan piramidal interna adalah lapisan yang mengandung neuron piramidal, sel stellatum, dan sel martinotti. Terakhir, lapisan multiformis atau lapisan sel-sel polimorfik adalah sel-sel fusiformis yang merupakan modifikasi dari neuron piramidal, selain itu juga terdapat sel-sel martinotti (Snell, 2006). Tidak semua area cortex cerebri terdiri dari enam lapisan. Bagian cortex yang tidak terdiri dari enam lapisan disebut heterotopikal sebaliknya yang terdiri dari enam lapisan homotopikal. Area heterotopikal terdiri dari tipe granular dan agrananular. Lapisan granular terdiri atas sel stellatum yang padat dan kompak dimana lapisan granular eksterna dan granular interna berkembang dengan baik dibanding lapisan lainnya sehingga didominansi oleh sel-sel granular. Tipe cortex ini ditemukan pada gyrus postsentralis, temporalis superior, dan hippocampi. Sedangkan lapisan agranular memiliki perkembangan lapisan piramidal eksterna dan lapisan piramidal interna yang padat dan besar dibanding dengan lapisan lainnya. Tipe cortex ini ditemukan pada gyrus presentralis dan area lain di lobus frontalis. Cortex cerebri tersusun atas unit-unit vertikal atau columna aktivitas fungsional dengan lebar 300-600 μm. Unit tersebut tersusun vertikal sampai substansia alba pada keenam lapisan. Setiap unit terdiri dari dari serabut aferen, neuron internuncial, dan serabut eferen (Snell, 2006). Sebagian besar sinyal sensorik spesifik tubuh yang masuk berakhir di lapisan kortikal IV (lapisan granular interna). Sinyal output meninggalkan cortex melalui neuron di lapisan V (lapisan neuron piramidal besar) dan di lapisan VI ( lapisan sel fusiformis atau pleomorfik). Serabut yang besar yang berjalan kearah batang otak dan medulla umumnya berasal dari lapisan V, sedangkan serabut yang berjalan kearah thalamus berasal dari lapisan VI. Lapisan I (lapisan molecular), II (lapisan granular eksterna), III (lapisan neuron piramidal) membentuk fungsi asosiasi intrakortikal dengan lapisan II dan III membuat hubungan horizontal pendek dengan area kortikal berdekatan (Guyton & Hall, 2007). Gambar 3. Struktur cortex cerebri. I, lapisan molekular; II, lapisan granular eksterna; III, lapisan piramidal; IV, lapisan granular interna; V, lapisan sel-neuron piramidal besar; VI, lapisan sel fusiformis atau pleomorfik (Guyton & Hall, 2007) Serabut saraf cortex cerebri tersusun secara radial dan tangensial. Serabut radial berjalan dengan sudut tegak lurus dengan permukaan cortex, termasuk serabut aferen yang memasuki serabut proyeksi, asosiasi, dan comissura yang berakhir di dalam cortex, akson neuron piramidal, stellatum, dan fusiformis yang meninggalkan cortex untuk menjadi serabut proyeksi, asosiasi, dan commissura substansia alba hemisfer cerebri. Serabut tangensial berjalan sejajar dengan permukaan kortikal dengan sebagian besar merupakan cabang terminal dan kolateral serabut aferen yang meliputi akson neuron piramidal dan sel fusiformis (Snell, 2006). Cortex cerebri memiliki hubungan anatomis yang erat dengan thalamus. Hubungannya melalui hubungan dua arah, yang keduanya berasal dari thalamus menuju cortex dan sebaliknya dari cortex menuju thalamus. Bila kedua hubungan ini terputus atau terdapat kerusakan maka akan menyebabkan hilangnya fungsi cerebral. Oleh karena itu satu kesatuan kerja antara cortex dan thalamus bersama-sama disebut sistem talamokortikal (Guyton & Hall, 2007). Gambar 4. Neuron piramidal cortex cerebri (P) dengan pewarnaan HE (Mescher, 2010) b. Area Kortikal Khusus 1) Lobus frontalis Terdapat area precentralis yang terletak di gyrus precentralis membagi daerah posterior dan anterior. Daerah posterior disebut area motorik, area motorik primer atau area Broadmann 4. Sedangkan daerah anterior disebut area premotorik, area motorik, area motorik sekunder, atau area Broadmann 6, 8, 44 dan 45. Area motorik primer berperan dalam menimbulkan gerakan yang terisolasi pada sisi tubuh kontralateral tubuh, otot ekstraokular bilateral, otot bagian wajah bilateral, otot lidah, otot mandibula, otot laring dan otot faring. Area premotorik berperan dalam menghasilkan gerakan otot yang sama dengan yang dihasilkan pada perangsangan area motorik primer, menyimpan program aktivitas motorik yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman yang lalu. Lapangan mata frontal terletak di depan area facialis gyrus yang berperan dalam gerakan mata konjugat. Area bicara motorik Broca terletak pada gyrus frontalis inferior (area Broadmann 44 dan 45) berperan dalam membentuk kata-kata melalui hubungannya dengan stimulasi di area motorik primer seperti otototot laring, mulut, lidah, palatum molle dan otot-otot pernapasan. Area prefrontalis (area broadmann 9,10,11,12) berkaitan dengan pembentukan pribadi individu, regulator kedalaman perasaan seseorang, inisiatif, dan penilaian seseorang. 2) Lobus parietalis Pada lobus parietalis terdapat area somatosensorik primer, area somatosensorik sekunder, dan area somatosensorik asosiasi. Area somatosensorik primer terletak pada permukaan lateral gyrus postcentralis dan permukaan medial bagian posterior lobulus paracentralis (area broadmann 3,1,2). Pada area ini terdapat sel-sel tipe granular dan piramidal. Pada bagian ini mempresentasikan bagian tubuh kontralateral secara terbalik. Area somatosensorik sekunder terletak pada bibir atas crus posterious fissure lateralis. Bagian ini mempresentasikan tubuh secara bilateral pada sisi kontralateral yang dominan. Neuron di daerah ini bereaksi terhadap stimulus kulit sementara seperti gosokan atau ketukan pada kulit. Area somatosensorik asosiasi terletak pada lobules parietalis posterior (area brodmann 5 dan 7) berperan dalam menerima dan mengintegrasikan berbagai modalitas sensorik. 3) Lobus occipitalis Pada lobus occipitalis terdapat area visual primer, area visual sekunder dan lapang pandang okspital. Area visual primer (area brodmann 17) terletak di bagian posterior sulcus carina menerima serabut dari setengah bagian temporal retina ipsilateral dan bagian nasal retina kontralateral dalam. Area visual sekunder (area brodmann 18 dan 19) terletak mengelilingi area visual primer yang menerima serabut aferen area 17, kortikal lain, dan thalamus. Area ini berperan dalam menghubungkan informasi visual yang diterima area visual primer dengan pengalaman masa lalu untuk mengenal dan mengapresiasiakan apa yang dilihat. Lapang pandang oksipital berperan dalam refleks dan gerakan mata ketika mengikuti gerakan benda. 4) Lobus temporalis Pada lobus temporalis terdapat area auditorik primer, area auditorik sekunder, dan area bicara sensorik Wernicke. Area auditorik primer (area broadmann 41 dan 42) mengandung cortex tipe granular (area 41) dan cortex asosiasi auditorik (area 42). Area auditorik sekunder terletak di posterior dari area auditorik primer pada gyrus temporalis superior (area broadmann 22) yang menerima impuls dari area auditorik primer dan thalamus. Terakhir adalah area bicara sensorik Wernicke yang terletak di gyrus temporalis superior yang dihubungkan dengan area Broca oleh serabut saraf yaitu Fasciculus arcuate. Area Wernicke membentuk pemahaman Bahasa tulisan dan lisan, memungkinkan seseorang dapat membaca, mengerti dan mengucapkan kalimat. 5) Area kortikal lain Area kortikal lain adalah area pengecap, area vestibularis, dan insula. Area pengecap terletak di ujung bawah gyrus post-centralis di dinding superior sulcus lateralis dan di daerah insula (area Broadmann 43). Area vestibularis terletak di dekat bagian gyrus post centralis yang berperan dalam penilaian gerakan dan posisi kepala dalam ruangan. Insula terletak dalam sulcus lateralis yang berperan dalam merencanakan atau mengkoordinasikan gerakan artikulasi ketika berbicara. 6) Korteks asosiasi Konsep area ini menerima informasi dari area sensorik primer, dianalisis di cortex asosiasi, dihantarkan ke area motorik. Area ini memiliki berkaitan dengan perilaku, diskriminasi, serta intrepetasi pengalaman sensorik. Terdapat tiga area asosiasi utama yaitu prefrontalis, temporalis anterior, dan parietalis posterior. Cortex temporalis anterior berperan dalam menyimpan pengalaman sensorik. Cortex parietalis posterior mengintegrasikan ke dalam konsep ukuran, bentuk, dan tekstur dari informasi visual dari cortex cerebri occipitalis posterior, input sensorik raba dan tekan, serta proprioseptif dari cortex parietalis anterior. 2.2 Kerangka Teori Daun Sirih merah (piper crocatum) Alkaloid, tannin, saponin, polifenol Zat flavonoid menekan Ekspresi zat COX-2 dan iNOS, produksi NO, pelepasan sitokin, aktivasi NADPH oksidase, dan pembentukan ROS ↑ aliran darah otak (CBF) Perubahan morfologi neuron Pertumbuhan sel saraf baru angiogenesis antioksidan menekan menghambat Kematian neuron Hubungan sinaps efektif Gambar 5. Kerangka Teori 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Tebal cortex cerebri Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah Gambaran histopatologi cortex cerebri Ukuran neuron piramidal Jumlah neuron piramidal Gambar 6. Kerangka Konsep Penelitian 2.4 Hipotesis Terdapat perbedaan positif gambaran histopatologi cortex cerebri mencit strain DDY pada kelompok terpapar dibandingkan kelompok tidak terpapar ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) selama 90 hari.