BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sekilas Mengenai Pasar Modal.
Pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar
modal pun secara formal dapat didefinisikan sebagai tempat bertemunya demand
dana (emiten) dan supply dana (masyarakat/investor) untuk memenuhi
kebutuhannya. Produk yang ditawarkan berupa sekuritas jangka panjang baik
dalam bentuk hutang (obligasi) dan milik sendiri (saham) yang bisa
diperjualbelikan. Jadi pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan.
Dari sisi supply (investor), pasar modal merupakan alternatif investasi
selain sektor real asset. Sebagaimana dengan investasi pada umumnya, tujuannya
adalah mengembangkan dana yang dimilikinya untuk memperoleh return optimal
dimasa yang akan datang. Dari sisi demand (emiten), pasar modal merupakan
alternatif pembiayaan external dengan biaya modal yang lebih rendah dari sistim
perbankan. Sistim perbankan pada umumnya menetapkan spread bunga sebesar
(5-7%) antara deposito dengan kredit. Spread ini merupakan biaya intermediasi
karena bank bertindak sebagai perantara. Penghimpunan dana dari pasar modal
memungkinkan emiten mengurangi biaya intermediasi ini karena penyaluran dana
dari investor ke pihak emiten dilakukan secara langsung.
Walaupun pada kenyataannya pada proses emisi saham dan obligasi
memerlukan floatation cost untuk consultant fee, underwriting fee, selling agent
9
fee dan lain- lain tetapi biaya ini masih lebih rendah dibandingkan perbankan pada
umumnya. Jika jumlah dana yang dihimpun semakin besar, maka prosentase biaya
ini terhadap total dana terkumpul akan makin kecil (Husnan,2005).
Terdapat beberapa daya tarik pasar modal. Pertama: Diharapkan pasar
modal akan bisa menjadi alternatif pembiayaan selain sistem perbankan. Kedua:
Pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai berbagai pilihan investasi
yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Dengan adanya pasar modal, para
pemodal (emiten) memungkinkan untuk melakukan diversifikasi investasi
(pembiayaan) sesuai dengan return (cost of capital) yang mereka harapkan dan
juga risiko yang bersedia ditanggung. Ketiga: Sekuritas yang diperdagangkan di
pasar modal memiliki daya tarik tersendiri yaitu likuiditasnya. Pemodal bisa
melakukan investasi hari ini pada sektor property dan menggantinya bulan depan
pada sektor lain yang lebih menguntungkan seperti: pertambangan yang tidak
mungkin dilakukan pada investasi di real asset.
2.2. Saham dan Obligasi
Banyak jenis sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal tetapi yang
paling umum adalah saham dan obligasi. Obligasi merupakan surat tanda hutang
jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah, BUMN maupun korporasi.
Dengan membeli obligasi, pemilik berhak mendapatkan coupon yang dibayarkan
setiap periode tertentu dan menerima pembayaran nilai nominalnya pada saat
obligasi tersebut jatuh tempo. Selama berjalannya waktu, harga obligasi bisa naik
atau bisa pula turun. Jadi meskipun penghasilan dalam bentuk bunga bersifat tetap
tetapi kalau pemodal ingin menjual obligasi tersebut sebelum jatuh tempo, ada
10
kemungkinan dia akan menerima harga yang lebih tinggi (lebih rendah) dengan
harga pada saat pembeliannya. Hal inilah yang disebut dengan keuntungan
(kerugian) yang diperoleh dari selisih harga atau capital gain (capital loss).
Karena pemegang obligasi merupakan kreditur, maka mereka tidak akan
mendapatkan tambahan pendapatan jika laba perusahaan meningkat. Oleh karena
itu investasi pada obligasi sering juga disebut investasi FIS (fixed income
securities).
Sedangkan kalau pemodal membeli saham berarti mereka membeli
prospek atau turut memiliki perusahaan sesuai dengan porsi sahamnya. Kalau
kondisi ekonomi secara keseluruhan membaik (memburuk) dan prospek
perusahaan membaik (memburuk) maka harga saham akan naik (turun) sehingga
akan memperoleh keuntungan (kerugian) dari selisih harga atau capital gain
(capital loss). Setiap tahun perusahaan yang go public selalu mengadakan RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) untuk menjelaskan kepada investor mengenai
kinerja dan prospek perusahaan. Salah satu agenda yang biasa yang dibicarakan
adalah memutuskan besarnya dividen pay-out ratio yang akan menentukan
besarnya deviden per lembar saham yang akan dibayarkan kepada investor.
Dividen per lembar saham bisa lebih besar, lebih kecil dari tahun sebelumnya atau
tidak membagikan dividen sama sekali. Sekali lagi hal ini tergantung pada kinerja
dan prospek perusahaan, rencana mangement, perbaikan modal kerja/ struktur
hutang, serta adanya kesempatan investasi lainnya. Dipandang dari segi kepastian,
dividen dan capital-gain/loss yang diperoleh dari saham lebih berisiko karena
sifat saham itu sendiri yang berupa sertifikat kepemilikan dimana pemilik saham
11
ikut menaggung risiko jika kinerja perusahaan menurun dan memperoleh return
yang lebih besar jika kinerjanya membaik.
2.2.1 Saham
2.2.1.1 Jenis- Jenis Saham
1. Common Stock
Common stock merepresentasikan kepemilikan dalam suatu perusahaan.
Suatu perusahaan dapat memiliki satu atau beberapa shareholder / pemilik.
Bagaimanapun juga, memiliki common stock dari perusahaan besar tidak
memiliki persamaan dengan kepemilikan rumah. Sebagai contoh, shareholder
IBM Corporation tidak dapat memerintah manajemen IBM untuk menjalankan
perusahaannya atau menentukan tipe komputer seperti apa yang harus
diproduksi. Ini semua karena hak shareholder terbatas.
Karakteristik Dari Common Stock

Voting Right
Suatu karakteristik dari common stock dimana shareholder dapat
mengeluarkan suara pada pokok persoalan penting yang dihadapi
perusahaan seperti pemilihan anggota- anggota dari board of
directors.
Common shareholder juga harus menyetujui dari perubahanperubahan sampai suatu pembentukan yang terjadi dalam perusahaan.
Adapula sebagai pengganti dari kedatangan shareholder meeting
untuk memberikan suara pada seseorang, banyak shareholder
menggunakan a proxy vote. A proxy vote merupakan dokumen legal
12
yang memberikan penunjukan kepada seseorang atas kekuasaan
sementara untuk memberikan suara untuk shareholder yang tidak
dadir pada shareholder meeting.

Claim on Income
Sebagai pemilik dari perusahaan, common shareholder memiliki
suatu hak untuk berbagi dalam net income, setelah bondholder dan
preferred stockholder telah diberikan haknya.

The Advantages of Stock Dividends and Stock Splits
Keuntungan pertama dari point of view perusahaan adalah a
conservation of cash. Dengan merubah suatu deviden saham menjadi
deviden kas, suatu perusahaan dapat menghemat kas nya atau
menggunakannya untuk kesempatan investasi menarik lainnya.
Deviden saham dan stock splits tidak meningkatkan kekayaan dari
stockholder,
melainkan
deviden
kas
meningkatkan
kekayaan
shareholders monetary.

Claim on Assets
Dalam keadaan likuidasi perusahaan, the common shareholders
memiliki
suatu
residual
claim
terhadap
harta
perusahaan.
Bagaimanapun, Ini hanya setelah klaim dari pihak yang memiliki surat
hutang perusahaan telah diselesaikan.

Limited Liability
Limited liability feature of a corporation limits the amount of the
loss of common shareholders in the event of bankruptcy.

Preemptive Rights
13
Sertifikat yang disebut rights diterbitkan untuk shareholder,
memberikan mereka pilihan untuk membeli sejumlah saham baru
yang telah ditetapkan pada harga yang spesifik selama waktu yang
spesifik pula. Right ini dapat di exercised (dimana diperbolehkan atas
pembelian common stock baru pada harga yang lebih rendah dari
harga pasar).
2. Preferred Stock
Jenis lain dari saham adalah preferred stock, yang juga merepresentasikan
suatu kepemilikan ekuitas dalam suatu perusahaan. Ekuitas didefinisikan
sebagai modal yang diinvestasikan dalam perusahaan oleh pemiliknya; utang
adalah modal yang dipinjamkan untuk korporasi, yang harus dibayar kembali.
Preferred stock merupakan jenis hybrid dari sekuritas yang memiliki fitur- fitur
dari utang dan ekuitas.
Karakteristik Dari Preferred Stock

Fixed Dividend
Tidak seperti common stock, dividend rate dari preferred stock
biasanya tetap. Mungkin telah ditetapkan sebagai presentase dari par
value dari preferred stock atau sebagai a fixed dollar amount.

Multiple Classes
Sebagian besar perusahaan memiliki satu kelas common stock,
tetapi ini terlalu biasa untuk melihat perusahaan dengan lebih dari satu
seri preferred stock. Masing- masing kelas preferred stock memiliki
fitur- fitur yang berbeda, seperti perbedaan dividend rates; salah
14
satunya
mungkin
menjadi
cumulative
preferred
issue
yang
memberikan pemilik suatu hak untuk menerima seluruh missed
dividend payment sebelum common shareholder dibayarkan, dan yang
lainnya dalam series a convertible preferred issue dengan suatu call
provision.

Claim on Income and Assets
Preferred stock memiliki preferensi yang lebih dari common stock
dengan perhatian untuk klaim terhadap income dan asset. Perusahaan
harus membayar dividend terhadap preferred stock sebelum mereka
bisa membayar dividend kepada common stock stockholder.

Cumulative Dividend
Sebagian besar preferred stock menerbitkan carry a cumulative
feature, yang berarti jika perusahaan gagal membayar dividen maka
akan harus dapat membayarnya sebelum perusahaan dapat membayar
dividen kepada common shareholder.

Convirtible Feature
Beberapa preferred stock yang diterbitkan memiliki a convertible
feature yang membiarkan pemilik untuk menukar preferred stock
mereka menjadi common stock. Persyaratan dari konversi adalah
dilakukan ketika preferred stock adalah terbitan pertama. Ini termasuk
konversi ratio, yang jumlah dari common stock dari preferred
stokholder akan memperoleh masing- masing preferred share dan
harga konversi dari common stock.

Participation Feature
15
Beberapa perusahaan mencakup a participation feature untuk
membuat the preferred stock issue lebih menarik bagi investor. Fitur
ini membiarkan preferred stockholder untuk berbagi dalam earnings
diluar yang telah dividen ditetapkan.

Call Provision
A preferred stock diterbitkan dengan a call provision memberi hak
dalam penerbitan perusahaan untuk membeli kembali saham pada
option from outstanding preferred stockholder. The call price secara
umum lebih dari preferred stock’s par value.
2.2.1.2 Faktor-faktor yang memengaruhi harga saham
Menurut Arifin (2007 : 115) faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga
saham yaitu:
a.
Kondisi fundamental Emiten
Faktor Fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung dengan
kinerja emiten itu sendiri. semakin baik kinerja emiten maka semakin
besar pengaruhnya terhadapa kenaikan harga saham di pasaran. begitu
juga sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar
pengaruhnya dalam penurunan harga saham sehingga para investor
dapat
memperhatikan
kinerja
emiten
sebagai
acuan
untuk
pengambilan keputusan dalam berinvestasi. Saham-saham yang
berpredikat blue chip, tentu salah satu tujuan para investor
dikarenakan memiliki resiko yang sangat kecil. ini dikarenakan factor
fundamental perusahaan sebagai emiten sangat baik.
16
b. Hukum Permintaan dan Penawaran
Faktor hukum permintaan dan penawaran menjadi faktor penting
kedua setelah faktor fundamental karena para investor selalu
memperhatikan kinerja perusahaan dari faktor ini. Transaksi-transaksi
yang terjadi dalam seharian akan menjadi pertimbangan para investor
dalam menambah ataun mengurangi jumlah saham yang dimiliki
sehingga akan sangat berpengaruh terhadap harga saham dan jumlah
lembar saham yang sedang beredar. Dengan demikian semakin tinggi
jumlah penawaran terhadap saham tersebut maka akan menaikan
harga saham tersebut.
c.
Tingkat Suku Bunga (SBI)
Faktor suku bunga ini penting untuk diperhatikan karena rata-rata
semua orang termasuk investor saham, selalu mengharapkan hasil
yang lebih besar dari saham yang dimilikinya. Dengan adanya
perubahan suku bunga, tingkat pengembalian hasil berbagai sarana
investasi akan mengalami perubahan. Yang dimaksud dengan suku
bunga disini yaitu suku bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia
(BI) selaku bank sentral yang mengontrol dan mengawasi seluruh
kegiatan perbankan. Namun suku bunga yang tinggi akan berdampak
pada alokasi dana investasi para investor. Investasi produk bank
seperti
deposito
atau
tabungan
jelas
lebih
kecil
resikonya
dibandingkan investasi dalam bentuk saham. Karenanya para investor
akan ramai-ramai menjual sahamnya dan dananya kemudian akan
17
ditempatkan di bank. penjualan saham yang serentak ini akan
berdampak pada penurunan harga saham dipasaran secara signifikan.
d. Valuta Asing
Dalam kehidupan perekonomian global yang terjadi dewasa ini
hampir tidak ada satupun Negara di dunia yang bisa menghindari
perekonomiannya dari pengaruh pergerakan valuta asing, khususnya
terhadap pengaruh US Dollar. karena Dollar Amerika telah menjadi
semacam mata uang internasional maka, mau tidak mau setiap Negara
harus mengandalkan mata uang tersebut untuk perdagangan
internasional. Apabila suku bunga Dollar naik, para investor, terutama
investor asing, mengharapkan hal yang sama. Mereka berbondongbondong menjual saham yang mereka miliki untuk ditempatkan dalam
perusahaan dalam bentuk Dollar. secara otomatis harga saham
menjadi turun.
e.
Dana Asing di Bursa
Dana asing di Bursa perlu diketahui karena memiliki pengaruh
yang sangat besar. jika sebuah bura dikuasai oleh investor asing maka
ada kecendrungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada
investor asing tersebut. Investor local pun akan banyak menjadi
pengikut investor asing. jika semakin besar dana asing yang
ditanamkan, hal itu akan menandakan bahwa kondisi investasi di
Indonesia telah kondusif, yang berarti pertumbuhan ekonomi tidak
18
lagi negative yang tentu saja akan merangsang kemampuan emiten
untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada
perkiraan bahwa mereka sedang ragu atas negeri ini, baik atas keadaan
social politik maupun keamanannya. Jadi, besar kecilnya investasi
dana asing di bursa akan sangat berpengaruh terhadap naik turunnya
harga saham.
f.
Indeks harga Saham gabungan (IHSG)
Sebenarnya IHSG lebih mencerminkan kondisi keseluruhan
transaksi bursa saham yang terjadi jika dibandingkan menjadi ukuran
kenaikan maupun penurunan harga saham. Karena bursa saham
merupakan salah satu indicator perekonomian sebuah Negara maka
diperlukanlah sebuah standar perhitungan tentang transaksi yang
terjadi dalam bursa sepanjang periode tertentu. Perhitungan ini yang
akan dipergunakan sebagai tolak ukur kondisi perekonomian dan
investasi sebuah Negara. Untuk di Negara Indonesia khususnya,
perhitungan tersebut adalah Indeks Harga Saham Gabungan.
g.
News dan Rumors
Semua berita yang beredar dimasyarakat yang menyangkut
berbagai hal baik itu masalah ekonomi, social, politik, keamanan,
hingga berita seputar rencana reshuffle cabinet, semuanya disebut
news dan rumors.
19
2.2.1.3 IHSG
Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan
harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan
indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif
atau lesu. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga
saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan
nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat
mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar
20%. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk
menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau
beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan
menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang
cepat pula.
Di Bursa Efek Indonesia terdapat beberapa jenis indeks, antara lain:
1.
Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham
terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang
tercatat di BEI.
2.
Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang
termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan,
pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas
sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka
20
industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan
jasa, dan manufaktur.
3.
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price
Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen
penghitungan indeks.
4.
Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan
mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan
kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang
masuk kedalam LQ 45 tersebut.
2.2.2 Obligasi
2.2.2.1 Jenis- jenis Obligasi
Obligasi sebagai salah satu sekuritas pendapatan tetap telah memberikan
peranan yang cukup besar dalam perekonomian baik di dunia maupun di
Indonesia sendiri. Secara sederhana dijelaskan bahwa obligasi diperdagangkan di
banyak pasar yang pasarnya dikenal dengan sebutan Pasar Modal. Obligasi
tersebut ada yang berdenominasi rupiah dan berdenominasi valuta asing. Obligasi
yang mempunyai nilai dalam valuta asing dikenal dengan obligasi valuta.
Obligasi dapat dikelompokkan berdasarkan kupon obligasi yaitu obligasi
dengan tingkat bunga mengambang (floating coupon) dan obligasi dengan kupon
tetap (fixed coupon). Obligasi dengan kupon tetap yaitu obligasi yang mempunyai
tingkat bunga sama dari awal sampai jatuh tempo. Sedangkan obligasi dengan
tingkat bunga mengambang yaitu kupon obligasiditentukan berdasarkan tingkat
bunga tertentu dan berubah- ubah dari waktu ke waktu. Biasanya kupon bunga
21
obligasi ditentukan sekali dalam enam bulan sebelum kupon sebelumnya jatuh
tempo. Patokan kupon tersebut merupakan rata- rata tingkat suku bunga dari
deposito di beberapa bank dan ditambah premi. Pada sisi lain, ada juga obligasi
yang tidak membayar kupon bunga sampai jatuh tempo obligasi tersebut dikenal
dengan Obligasi Kupon Nil (zero coupon bond). Pemegang obligasi memperoleh
kupon bunga sekaligus pada saat jatuh tempo di mana obligasi tersebut dibeli pada
harga diskon. Selisih harga pembelian obligasi dengan dengan nilai jatuh tempo
merupakan kupon obligasi selama periode investasi dan dapat juga disebut
sebagai imbal hasil yang diperoleh investasi dalam obligasi tersebut.
Selanjutnya, obligasi juga dapat dikelompokkan berdasarkan penerbit
obligasi yaitu obligasi pemerintah dan obligasi perusahaan. Sedangkan obligasi
pemerintah dikelompokkan atas dua yaitu obligasi pemerintah pusat (central
government bond) dan obligasi pemerintah daerah (municipal bond). Obligasi
perusahaan yaitu obligasi atau surat hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Perusahaan yang menerbitkan obligasi dapat dikelompokkan menjadi perusahaan
swasta, dan perusahaan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
masing- masing dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD).
2.2.2.2 Risiko- Risiko Obligasi
Dalam melakukan investasi pada surat hutang maka ada berbagai risiko
yang harus dihadapi oleh investor. Untuk obligasi, ditemukan berbagai risiko yang
diuraikan secara singkat sebagai berikut:
22
1.
Interest- rate risk yaitu risiko utama yang dihadapi investor, karena
kenaikan tingkat bunga akan menurunkan harga obligasi. Risiko ini
juga sering disebut dengan market risk.
2.
Reinvestment risk yaitu risiko yang harus dihadapi akibat investasi
atas bunga yang diperoleh melalui strategi
reinvestment yang
dijalankan. Interest rate risk dan reinvestment risk mempunyai efek
yang saling menghilangkan (offsetting effect). Sebuah strategi yang
didasarkan atas efek penghilangan tersebut disebut dengan immunisasi
(immunization).
3.
Call risk yaitu risiko yang dihadapi oleh investor dimana penerbit
obligasi mempunyai hak untuk membeli kembali (call) atas obligasi
tersebut. Bila tingkat bunga turun di bawah kupon obligasi dan
biasanya penerbit akan menggunakan haknya untuk membeli obligasi
tersebut. Investor biasanya bisa mengkompensasikannya dengan
kenaikan harga tetapi sangat sulit untuk melakukannya.
4.
Default risk yaitu risiko yang dihadapi oleh investor atau pemegang
obligasi karena obligasi tersebut tidak dapat membayar obligai pada
saat jatuh tempo. Oleh karena itu investor harus hati- hati membeli
obligasi terutama obligasi yang tidak termasuk dalam investment
grade (kelas investasi yakni obligasi dengan peringkat AAA sampai
BBB).
23
5.
Inflation risk yaitu risiko yang dihadapi investor yang diakibatkan
inflasi sehingga arus kas yang diterima oleh investor bervariasi dalam
kemampuan membeli (purchasing power).
6.
Exchange risk yaitu risiko yang dihadapi oleh investor akibat adanya
perubahan nilai tukar, biasanya risiko ini akan diketemukan pada
obligasi yang berdenominasi valuta asing.
7.
Liquidity risk yaitu risiko yang dihadapi oleh investor dalam rangka
dapat menjual obligasi tersebut di pasar. Ukuran dari likuiditas dapat
diperhatikan dari selisih antara nilai beli dan jual dari obligasi
tersebut.
8.
Volatility risk yaitu risiko yang dihadapi oleh investor karena obligasi
tersebut dikaitkan dengan opsi yang tergantung pada tingkat bunga.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah gejolak (volatility)
tingkat bunga.
2.2.2.3 Obligasi di Indonesia
Obligasi di Indonesia diterbitkan oleh pemerintah, perusahaan milik
pemerintah dan perusahaan swata. Kupon obligasi secara umum dibayarkan setiap
tiga bulan baik kupon yang tetap maupun yang mengambang. Untuk kupon
mengambang mempergunakan tingkat bunga deposito bank- bank pemerintah
ditambah premium paling sedikit 150 basis point sampai 600 basis point.
Investor di Indonesia lebih menyukai obligasi pemerintah dibandingkan
dengan obligasi perusahaan swasta karena risikonya sangat kecil. Kecilnya risiko
24
yang dimaksud yaitu risiko gagal bayar sedangkan risiko tingkat bunga, risiko
valuta asing masih tetap dimiliki oleh obligasi pemerintah tersebut. Bila obligasi
perusahaan swasta dibandingkan dengan obligasi perusahaan pemerintah yang
dikenal dengan BUMN maka obligasi yang dikeluarkan BUMN lebih diminati
oleh investor. Sering kali terjadi bahwa obligasi BUMN mencapai oversubscribe
(emisi laris) jauh lebih tinggi dari obligasi perusahaan swasta.
Di samping itu, risiko yang dihadapi pemberi kredit (perbankan) sangat
tinggi bila memberikan kredit karena situasi mikro perusahaan yang sangat sulit
dewasa ini. Pada sisi lain, cukup besarnya tingkat bunga obligasi pemerintah yang
membuat keputusan perbankan membeli obligasi pemerintah lebih utama
dibandingkan memberikan kredit pada sektor riil. Selisih bunga yang dikenal
dengan interest margin cukup tinggi bila dana yang dimiliki ditempatkan sebagai
SBI dan obligasi pemerintah dan dananya diperoleh dari deposito yang cukup
murah dewasa ini.
Obligasi yang diterbitkan perusahaan swasta dengan peringkat baik atau
dalam kriteria grade nvestasi oleh perusahaan pemeringkat belum dapat menjadi
pegangan investor. Ada perusahaan- perusahaan yang mempunyai rating A tetapi
tidak mampu membayar, bahkan lembaga rating tersebut cukup terkenal.
Pada sisi lain, ada juga pemilik yang sengaja membuat atau merekayasa
laporan keuangan untuk mendapatkan dana dari publik tetapi selanjutnya tidak
mau atau tidak mampu membayarnya. Artinya investor juga harus bergati- hati
dalam memilih atau berinvestasi pada obligasi berdasarkan rating karena rating
tersebut bukan menjadi patokan.
25
Track record perusahaan yang mengeluarkan atau menerbitkan obligasi
perlu dikaji ulang. Kupon obligasi yang diberikan juga perlu diperhatikan
investor. Karena kupon yang tinggi disebabkan keinginan emiten untuk
mendapatkan dana. Sekuritas yang membantu emiten untuk menawarkan obligasi
kepada publik perlu diteliti, karena sering kali sekuritasnya lepas tangan bila
terjadi persoalan bahwa emiten tidak bisa membayar bunga dan pokok
pinjamannya.
2.2.2.4. Faktor yang mempengaruhi perubahan harga obligasi.
Interest Rate.
Besarnya tingkat suku bunga dipakai oleh pembeli obligasi sebagai
benchmark dasar tingkat return yang diharapkan dan pada sisi emiten sebagai
besarnya biaya modal. Tingkat suku bunga pasar dalam hal ini dapat berupa SBI
rate atau suku bunga pasar pada umumnya. Perubahan tingkat suku bunga akan
diproxy dari perubahan SBI rate karena setiap ada issu/ rencana perubahan pada
SBI rate sudah langsung direspon oleh perubahan harga securitas (semi strong dan
strong efficiency capital market) walaupun suku bunga pasar relatif tetap.
Selama umur obligasi besarnya interest rate dapat berubah sesuai kondisi
perekonomian secara keseluruhan. Dari sisi emiten jika suku bunga turun, beban
biaya
modal
akan
berkurang
sehingga
perusahaan
akan
melakukan
ekspansi/investasi baru (dengan emisi obligasi baru atau credit baru) sehingga
terjadi ekspektasi kenaikan pendapatan perusahaan. Ekspektasi yang positif ini
26
menyebabkan nilai perusahaan naik sehingga terjadi peningkatan harga securitas
(saham dan obligasi). Sebaliknya jika suku bunga naik, beban biaya modal dan
operational cost akan naik sehingga pendapatan operasional (EBIT) emiten akan
turun. Para analis yang bekerja di pasar modal akan mengetahui informasi ini dari
laporan keuangan yang diserahkan secara berkala per triwulan sesuai dengan
persyaratan Bapepam. Informasi ini selanjutnya akan tersebar dan tercermin pada
penurunan harga sekuritas (saham dan obligasi).
Dari sisi bond holder pada saat tingkat suku bunga mengalami kenaikan
sementara besarnya coupon rate tetap (fixed income bond), maka return riil dari
investor relatif lebih kecil dibandingkan dengan suku bunga pasar. Hal ini akan
menyebabkan terjadi aksi jual obligasi sehingga harga obligasi turun. Sebaliknya
pada saat suku bunga turun, besarnya coupon rate tetap, return riil dari investor
akan lebih besar/ naik sehingga terjadi aksi beli obligasi yang menyebabkan harga
obligasi naik.
Sebagai illustrasi, krisis moneter yang terjadi pada semester dua tahun
1998 banyak obligasi yang hanya ditawar dengan harga sebesar (20-40%) dari
nilai nominalnya yang disebabkan tingginya tingkat suku bunga yang berlaku
serta kemungkinan default yang cukup besar dari berbagai perusahaan sebagai
akibat krisis moneter yang terjadi (Husnan, 2005).
2.2.2.5 Yield Obligasi
Yield obligasi merupakan variabel penting dalam transaksi obligasi bagi
investor. Investor selalu menanyakan yield yang diperolehnya bila membeli
obligasi dengan harga tertentu. Maka dari itu bagi para manager investasi yang
27
mengelola portfolio obligasi maka harga dan yield sangat penting untuk
menentukan dibeli atau tidaknya obligasi tersebut.
Ada tiga ukuran yield obligasi yang sering digunakan oleh para dealer dan
portfolio manager yaitu:
1.
Yield Sekarang
Yield sekarang merupakan yield dihasilkan oleh obligasi sekarang ini
dengan dihubungkan kupon yang disetahunkan dan harga pasar dari
obligasi tersebut. Adapun formula dari yield sekarang yaitu:
Yield Sekarang =
2.
Yield sampai Jatuh Tempo
Yield sampai jatuh tempo merupakan tingkat pengembalian internal
dari investasi yang bersangkutan. Yield sampai jatuh tempo dihitung
dengan cara yang sama menghitung tingkat pengembalian internal
yaitu sebagai berikut:
3.
Yield untuk membeli kembali (yield to call)
Ada beberapa yang bisa dibeli kembali sebelum jatuh tempo, sehingga
hasil untuk mengukur sampai dibeli disebut dengan yield to call.
28
Perhitungan dari yield to call yaitu arus kas yang diperoleh sampai
dibeli oleh emiten penerbit dari obligasi tersebut dengan rumusan
matematik sebagai berikut:
2.3 Hubungan antara golongan-golongan aset
Hubungan antara golongan-golongan aset yang berbeda merupakan
persoalan yang mendasar dan penting bagi para manajer investasi. Resiko relatif
antara aset-aset seperti saham dan obligasi secara khusus begitu penting dipahami,
karena kemungkinan terjadi perubahan-perubahan secara terus menerus, yang
menciptakan kebutuhan untuk memperbarui portofolio investasi sehingga
keduanya bisa menunjukkan tingkat resiko yang diinginkan.
Dari sudut pandang teori, hubungan antara saham dengan obligasi dapat
ditinjau dari nilai sekarang (present value). Penambahan tingkat diskon di masa
depan mengakibatkan merosotnya nilai sekarang dari saham dan obligasi,
sehingga menyebabkan harga kedua aset ini merosot. Alasan ini menunjukkan
korelasi positif antara saham dengan obligasi.
Namun ada juga pendapat lain yang menyebutkan mengapa pergerakan
pada saham dan obligasi menjadi hubungan yang positif. Sebagai contoh,
variabel-variabel makroekonomi bisa memengarui keduanya menurut pola yang
sama, sehingga menyebabkan gerakan korelasi positif pada kedua aset yang
berbeda. Di samping faktor-faktor makroekonomi seperti inflasi masa depan,
29
struktur korelasi dapat juga bergantung pada sifat lead-lag antara saham dengan
obligasi, sesuatu yang mungkin berubah dari waktu ke waktu.
Ada pendapat lain dalam pustaka saham dan obligasi mengenai mengapa
gerakan-gerakan pada kedua aset tersebut dapat berkorelasi negatif. Sebagai
contoh, apa yang disebut dengan pendapat “flight to quality” yang menyatakan
bahwa para investor cenderung untuk memasukkan dan mengeluarkan sebagian
golongan aset akibat dari situasi pasar terkini dan akibat dari penilaian resiko
terbaru. Selama tingkat resiko umum di pasar berubah-ubah, para investor
diharapkan merubah bobot portofolio dari aset dengan karakteristik resiko yang
berbeda-beda.
Walaupun pemahaman mengenai hubungan antara aset yang berbeda
golongan seperrti saham dan obligasi penting sekali bagi para manajer investasi,
subyek ini anehnya hanya mendapat sedikit perhatian di dalam pustaka penelitian.
2.4 Hubungan Pasar Saham dan Pasar Obligasi
Saham dan obligasi telah biasa dijelaskan sebagai aset yang saling
melengkapi satu dengan yang lain dan bahwa para investor dapat memadukan
kedua aset yang berbeda ini untuk membentuk portofolio yang sesuai dengan
tingkat resiko yang mereka inginkan. Karakteristik resiko-keuntungan dari saham
dan obligasi biasanya sangat berbeda dalam pengertian bahwa saham
memperlihatkan tingkat volatilitas yang lebih tinggi dan diharapkan menghasilkan
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi. Akan tetapi,
pandangan ini sangat terlalu sering menyederhanakan dan juga hanya memberikan
sebagian yang terbaik dari keseluruhan gambar ketika sampai pada pemahaman
30
dan
menggabungkan
kedua
golongan
aset.
Pertama,
obligasi
dapat
memperlihatkan tingkat volatilitas yang sangat tinggi, paling tidak selama periode
yang lebih pendek. Kedua, dan lebih penting, walaupun kedua bentuk aset
berbeda dalam profil resiko-keuntungan, saling ketergantungan keduanya adalah
penting ketika mendesain portofolio yang optimal.
Hubungan antara saham dengan obligasi telah diteliti dan digunakan pada keadaan
yang berbeda-beda. Sebagai contoh di Amerika, dikenal “Fed Model” yang
menggunakan hubungan antara pasar saham dengan Obligasi Amerika selama 10
tahun guna mengidentifikasi apakah saham dinilai terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Menurut pendukung dari pendekatan penilaian ini, saham dapat
menghasilkan keuntungan yang lebih rendah dan menjadi lebih mahal ketika hasil
obligasi relatif rendah, karena kedua aset ditempatkan sebagai aset yang bersaing.
Cara paling umum yang dapat dibantah dalam memandang saham dan
obligasi adalah dengan menggunakan pendekatan nilai sekarang standar. Dari
sudut pandang nilai sekarang, saham dan ob ligasi menuntut aliran kas masa
depan. Nilai sekarang dari keduanya dapat menjadi sama dengan jumlah dari
aliran kas masa depan yang didiskontokan oleh tingkat diskonto yang sesuai. Ini
artinya baik saham maupun obligasi dengan cara yang sama digunakan untuk
suatu perubahan dalam tingkat diskonto masa depan yang diharapkan dan bahwa
keduanya dapat memperlihatkan pola korelasi yang positif. Meskipun demikian,
penjelasan ini bersandar pada asumsi ceteris paribus yang sangat mungkin tidak
dipakai dalam prakteknya. Satu masalahnya adalah bahwa tingkat diskonto untuk
kedua aset bisa berbeda jika profil resiko keduanya berbeda dan ini sangat
31
mungkin terjadi. Begitu pula, aliran dividen dari saham dan obligasi berbeda
secara signifikan.
Hasil obligasi berbentuk nominal, yang artinya jika terjadi goncangan
inflasi, hasil dari obligasi tersebut terpengaruh secara signifikan. Akan tetapi,
harga dari saham kurang lebih terpengaruh, karena nilai nominal dari aliran
dividen dari saham naik sebagai reaksi atas goncangan inflasi. Reaksi atas
merosotnya tingkat bunga juga berbeda antara saham dengan obligasi.
Merosotnya tingkat bunga menunjukkan pelambanan aktivitas ekonomi di masa
depan, yang berarti bahwa harga saham terpengaruh secara negatif, karena aliran
dividen masa depan yang diharapkan dari perusahaan menurun. Dapat diharapkan
bahwa harga obligasi, pada sisi yang lain, bereaksi pada arah yang berlawanan
karena aliran dividen dari obligasi akan didiskontokan pada tingkat yang lebih
rendah, dengan begitu terjadi peningkatan nilai sekarang dari semua dividen masa
depan.
Salah satu kontribusi penting dari penelitian hubungan antara saham
dengan obligasi dari perspektif nilai sekarang adalah seperti yang dikemukakan
Shiller dan Beltratti (1992). Keduanya berpendapat bahwa harga saham dan hasil
jangka panjang obligasi dapat berkorelasi negatif, karena tingkat diskontonya
memiliki efek berlawanan pada keduanya. Shiller dan Beltratti menggunakan
metode ekonometri rentetan waktu untuk meramalkan tingkat korelasi teoritis
antara saham dengan obligasi di Amerika dan Inggris jika memakai model nilai
sekarang.
32
Shiller dan Beltratti (1992) menunjukkan bahwa korelasi positif antara
harga-harga saham dan obligasi (atau korelasi negatif antara harga saham dengan
hasil obligasi) pada kenyataannya lebih tinggi dibandingkan dengan jika
berdasarkan pada model nilai sekarang.
Dalam penelitian yang lain, Campbell dan Ammer (1993) memerinci
keuntungan ke dalam komponen-komponen yang dihubungkan dengan aliran kas
dan tingkat diskonto masa depan. Dengan mengutip berita mengenai dividen dan
tingkat bunga real, inflasi dan premi resiko yang diharapkan untuk saham dan
obligasi, mereka meneliti efek dari komponen-komponen yang berbeda tersebut
terhadap aset dan bagaimana saham dan obligasi bergerak dari waktu ke waktu.
Di samping pendekatan nilai sekarang untuk saham dan obligasi, ada
pendekatan lain yang terus berkembang yaitu fenomena flight-to-quality yang
banyak berpengaruh kuat terhadap hubungan antara kedua golongan aset. Barsky
(1989) melalui artikelnya membahas hubungan antara saham dengan obligasi
dalam kerangka model penentuan harga aset berbasis konsumsi. Barsky
menganalisis efek dari perubahan-perubahan pada resiko dan pertumbuhan
produktivitas ekonomi real dan pengarunya pada perilaku gabungan saham dan
obligasi. Kesimpulan utama Barsky adalah bahwa saham dan obligasi mungkin
atau juga mungkin tidak bergerak bersamaan dan bahwa hasil akhirnya tergantung
pada tingkat resiko umum agen ekonomi yang tidak disukai. Barsky memulai
tulisannya dengan kutipan dari surat Bank Sentral, yang menyatakan bahwa
investor cenderung mencari aman dan dengan begitu bergerak dari saham ke
33
obligasi yang lebih relatif lebih aman, dengan menurunkan harga-harga saham
dan menaikkan harga-harga obligasi pemerintah sebagai kesudahannya.
Connolly, Stivers dan Sun (2005) menunjukkan bahwa ketidakpastian
pada pasar saham merupakan penentu utama dari korelasi saham dengan obligasi.
Studi-studi lain yang melihat hubungan antara saham dengan obligasi selama
periode krisis antara lain Hartman, Straetmans dan De Vries (2001), Gulko
(2002), serta Baur dan Lucey (2009). Sejumlah kecil peneliian-penelitian tersebut
menggunakan pendekatan yang hampir serupa, memusatkan perhatian pada
struktur korelasi perbedaan waktu antara saham dengan obligasi dan bagaimana
perilakunya selama periode krisis keuangan.
Johansson (2010) menganalisis hubungan antara saham dengan obligasi di
sembilan negara Asia termasuk Indonesia. Dengan menggunakan model bivariate
stochastic volatility, Johansson menunjukkan bahwa terdapat efek volatilty
spillover yang signifikan antara pasar saham dengan pasar obligasi di beberapa
negara Asia. Selanjunya, pola korelasi dinamis menunjukkan bahwa hubungan
antara pasar saham dengan pasar obligasi sangat berubah sepanjang waktu di
semua negara Asia. Korelasi saham dengan obligasi meningkat selama periode
kerusuhan di sejumlah negara, yang menunjukkan bahwa terdapat efek penularan
penyilangan aset. Oleh karena itu, jika terdapat efek flight to quality di pasar-pasar
Asia, nampaknya ikut terjadi untuk semua negara atau untuk semua wilayah
dibandingkan dengan untuk semua aset domestik. Hasilnya memiliki pengaruh
langsung dan penting untuk pembuat kebijakan regional dan juga investor
domestik dan internasional yang berinvestasi pada golongan aset berganda.
34
Johansson (2010) menggunakan data berupa indeks pasar saham dan pasar
obligasi nasional. Data pasar saham disusun oleh indeks saham yang biasa
digunakan masing-masing negara Asia. Data pasar saham diperoleh dari J.P.
Morgan Emerging Local Markets Index Plus (ELMI+) series. Johansson
menggunakan indeks saham dan obligasi mata uang lokal karena ingin
memusatkan perhatian pada hubungan antara kedua aset tanpa harus
mempertimbangkan tingkat kurs. Data yang bersumber dari Datastream disatukan
menurut frekuensi mingguan dari 31 Desember 1993 sampai dengan 2008
sehingga menghasilkan 783 observasi.
Hasil Penelitian Johansson (2010) untuk Indonesia.
Gambar 2.1 Gejolak Saham di Indonesia menurut penelitian Johansson (2010)
Gambar 2.2 Gejolak Obligasi di Indonesia menurut penelitian Johansson (2010)
35
Gambar 2.3 Hubungan Saham dengan Obligasi di Indonesia menurut penelitian
Johansson (2010).
Untuk Indonesia, korelasi saham dengan obligasi sangat tinggi, yaitu mencapai
0.45 selama tahun 2007.
2.5 Suku Bunga
36
Suku bunga Pengertian tingkat suku bunga (interest rate) menurut
Samuelson dan Nordhaus (1995:482) adalah sebagai berikut:
"The interest rate is the amount of interest paid per unit of time. In other words,
people must pay for the opportunity to borrow money. The cost of borrowing
money, measured in dollar per year per dollar borrowed, is the interest rate".
Sedangkan menurut Bernstein dan Wild (1998:292):
“Interest is composition for use money. It is theexcess cah paid or collected
beyond the money (peicipal) borrowed or loaned”.
Penentuan tingkat bunga haruslah memperhatikan tingkat inflasi yang
terjadi. Hal ini diungkapkan oleh Fisher dalam Mankiw (2003;86) bahwa tingkat
bunga nominal akan berubah karena dua alasan yaitu karena tingkat bunga riil
berubah atau karena tingkat inflasi berubah jadi tingkat bunga nominal besarnya
adalah penjumlahan dari tingkat bunga riil ditambah tingkat inflasi.
Tingkat bunga nominal yang terdiri dari tingkat inflasi plus tingkat bunga riil
dinyatakan pula oleh Taylor (1998;521):
“Real interest rate is the interest rate minus the expected rate of inflation,it adjust
the nominal interest rate for inflation. Nominal interest rate is the interest rate
uncorrected for inflation”.
Keynes dalam Kuncoro (2001:38) menyatakan bahwa, tingkat bunga
terjadi
karena
adanya
masyarakat,sedangkan
permintaan
perubahan
dan
penawaran
naik-turunnya
akan
tingkat
uang
suku
dari
bunga
37
mempengaruhi keinginan untuk menga dakan investasi, misalnya pada surat
berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila
tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada
kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain.
Tingkat suku bunga menyatakan tingkat pembayaran atas pinjaman atau
investasi lain, di atas perjanjian pembayaran kembali, yang dinyatakan dalam
persentase tahunan (Dornbusch, et.al., 2008 : 43). Suku bunga mempengaruhi
keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau
menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah
harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga
lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan
penawaran.
Suku bunga mempengaruhi laba perusahaan dalam dua cara yaitu: a)
Karena bunga merupakan biaya, maka makin tinggi suku bunga, makin rendah
laba perusahaan apabila hal lain tetap konstan. b) Suku bunga mempengaruhi
tingkat aktivitas ekonomi sehingga mempengaruhi laba perusahaan.
Suku bunga yang mempengaruhi laba perusahaan, dapat mempengaruhi
harga saham (common stock) dengan tiga cara yaitu: a) Perubahan suku bunga
dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, kondisi bisnis secara umum dan tingkat
profitabilitas perusahaan yang tentunya akan mempengaruhi harga saham di pasar
modal. b) Perubahan suku bunga juga akan mempengaruhi hubungan perolehan
dari obligasi dan perolehan dividen saham, oleh karena itu daya tarik yang relatif
kuat antara saham dan obligasi. c) Perubahan suku bunga juga akan
38
mempengaruhi psikologis para investor sehungan dengan investasi kekayaan,
sehingga mempengaruhi harga saham.
Menurut teori tingkat bunga dari teori klasik, investasi bergantung pada
tingkat bunga. Tingginya tingkat bunga menjadikan keinginan untuk berinvestasi
menjadi lemah. Makin rendah tingkat bunga maka akan mendorong pengusaha
untuk berinvestasi (Boediono, 1996:76). Sebagaimana tercantum dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank
Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam
mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam melaksanakan
tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang antara lain adalah Giro
Wajib Minimum, Fasilitas Diskonton, Himbauan Modal dan Operasi Pasar
Terbuka, sehingga Bank Indonesia dapat melakukan transaksi jual beli surat
berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia.
Tingkat bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga
saham. Tingkat suku bunga yang meningkat akan meningkatkan suku bunga yang
diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga
yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada
saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito.
Weston dan Brigham (1994) mengemukakan bahwa tingkat bunga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap harga saham. Suku bunga yang makin tinggi
memperlesu perekonomian, menaikan biaya bunga dengan demikian menurunkan
laba perusahaan, dan menyebabkan para investor menjual saham dan mentransfer
dana ke pasar obligasi.
39
Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mengalami fluktuasi pada
tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. Terjadi penurunan suku bunga SBI dari
sebesar 14,31 persen pada tahun 2000 menjadi 6,59 persen pada tahun 2009. Suku
bunga SBI sempat mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2001,
2005 dan 2008 yaitu masing‐masing sebesar 17,63 persen, 12,83 persen, dan
11,08 persen. Suku bunga SBI mengalami titik terendah pada tahun 2004 sebesar
7,29 persen.
Adanya trend penurunan suku bunga SBI disertai dengan peningkatan
IHSG. Kontraksi moneter yang mendorong peningkatan suku bunga dapat
menambah cost of capital bagi perusahaan. Selain itu, peningkatan suku bunga
membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik,
sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan portofolio sahamnya.
Meningkatnya aksi jual dan minimnya permintaan akan menurunkan harga saham
dan sebaliknya (Prastowo, 2008:9). Hooker (2004) juga menemukan bahwa
tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap return pasar. Hasil penelitian tersebut
juga didukung oleh Chiarella dan Gao (2004). Gjerde dan Sættem (1999) dalam
penelitiannya yang mengkaji hubungan sebab akibat antara return saham dengan
variabel makroekonomi memperoleh hasil perubahan suku bunga riil berpengaruh
secara negatif dengan harga saham, di sisi lain perubahan suku bunga riil juga
mempengaruhi tingkat inflasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut
konsisten dengan dengan hasil yang diperoleh di Jepang dan Amerika. Hasil ini
juga didukung oleh hasil penelitian Kandir (2008) dimana tingkat bunga
mempengaruhi secara negatif return semua portofolio yang diteliti.
40
Wongbangpo dan Sharma (2002) menemukan bahwa terdapat hubungan
negatif antara harga saham dan tingkat bunga di negara Filipina, Singapura, dan
Thailand, sedangkan hubungan positif terjadi di negara Indonesia dan Malaysia.
Hasil yang diperoleh Gupta, Chevalier dan Sayekt (1997) bahwa terlihat dari
trend, dibandingkan dengan nilai tukar, tingkat bunga lebih memiliki hubungan
sebab akibat dengan harga saham.
2.6. Teori Vector Auto Regression
Vector Auto Regression (VAR) merupakan sistem persamaan yang
memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag
dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem.
Menurut Gujarati (2004), model VAR mengabaikan pemisahan variabel eksogen
dan endogen dan menganggap semua variabel yang digunakan dalam analisis
berpotensi menjadi variabel endogen. Pasaribu (2003) menjelaskan bahwa VAR
adalah model yang a-theory terhadap teori ekonomi namun model ini sangat
berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam
sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam
ekonomi.
Arsana (2006) menjelaskan bahwa VAR menyediakan tiga macam
penggunaan yaitu dalam bentuk:
1.
Forecasting, ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh
variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel.
2.
Impulse Response Functions (IRF), melacak respon saat ini dan masa
depan dari setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel
tertentu,
41
3.
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), prediksi kontribusi
presentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel
tertentu.
Metode VAR memiliki keunggulan sekaligus kelemahan (Gujarati, 2004).
Beberapa keunggulan VAR, yaitu:
1.
Metode VAR sederhana karena tidak membedakan variabel endogen
maupun variabel eksogen, semua variabel VAR adalah endogen.
2.
Estimasi VAR sangat
sederhana, metode OLS biasa dapat
diaplikasikan kepada tiap persamaan secara terpisah.
3.
Peramalan yang diperoleh dari VAR dalam banyak kasus lebih baik
daripada yang diperoleh dari Model Persamaan Simultan yang lebih
kompleks.
Metode VAR juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu :
1.
Tidak seperti model persamaan simultan, metode VAR bersifat atheory (tidak berdasarkan teori ekonomi) karena sedikit menggunakan
informasi lampau.
2.
Metode VAR lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting)
sehingga model VAR dianggap tidak sesuai untuk analisis kebijakan.
3.
Pemilihan panjang lag yang digunakan merupakan tantangan terberat
dalam metode VAR.
4.
Semua variabel dalam VAR harus stasioner. Jika tidak stasioner, maka
ditransformasi lebih dahulu.
42
5.
Interpetasi koefisien yang didapat berdasar model VAR tidak mudah.
2.7. Teori Vector Error Correction Model (VECM)
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Arsana, 2005). Restriksi
tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner
pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi
restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itu, VECM sering
disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari
jangka pendek ke jangka panjang. Adapun spesifikasi model VECM secara umum
adalah sebagai berikut (Nuryati, Siregar, dan Ratnawati, 2006):
ΔYt =
....................(2.1)
dimana :
Yt = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
= vektor intercept
= vektor koefisien regresi
t = time trend
= αx β’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
= variabel in-level
= matriks koefisien regresi
k −1 = ordo VECM dari VAR
43
= error term
2.8. Hubungan antara SBI dengan IHSG dan IBPA
Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang
negatif (Tandelilin, 2010). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi
nilai
sekarang
(present
value)
aliran
kas
perusahaan,
sehingga
kesempatankesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga
yang tinggi jugaTingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai
sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan
investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan
meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan
menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan
meningkat.
44
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Penulis
1.
Suramaya S.
Kewal
2.
Anders C.
Johansson
Judul
Pengaruh Inflasi, Suku
Bunga, Kurs, dan
Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan –
Suramaya. Jurnal
Economia, Volume 8,
Nomor 1, April 2012.
Hasil Penelitian
Penelitian ini menemukan bahwa
secara parsial suku bunga SBI tidak
berpengaruh terhadap IHSG. Nilai
koefisien regresi yang ditemukan
adalah sebesar ‐15,779 dengan t =
‐0,903 dan p = 0,368. Hasil ini
didukung oleh hasil penelitian
Sangkyun (1997) dan Mok (2004)
yang menemukan bahwa suku bunga
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap return saham.
Penelitian ini menemukan bahwa di
Stock and Bond
relationships in Asia. April semua negara Asia menunjukkan
korelasi positif antara saham dengan
2010.
obligasi, kecuali untuk periode yang
pendek di Cina, Korea, dan
Singapura, di mana korelasi saham
dan obligasi sedikit di bawah nol.
Korelasi menunjukkan peningkatan
selama masa krisis keuangan untuk
sejumlah negara, yang menunjukkan
bahwa kemungkinan diversifikasi
aset-aset di negara yang sama
menurun selama masa tersebut.
Tingkat korelasi secara umum relatif
sedang, dengan tingkat maksimum
0.45 yang terjadi di Indonesia pada
tahun 2006-2007.
Download