1 STUDI PERCEPATAN GEMPA MAKSIMUM PETA GEMPA INDONESIA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing : Riski Purwana Putra : 3108100062 : Teknik Sipil : 1. Tavio, Ir., M.S., Ph.D. 2. Iman Wimbadi, Ir., M.S. 3. Kurdian Suprapto, Ir., M.S ABSTRAK Peta percepatan gempa maksimum yang ada di Indonesia telah disempurnakan sejak diterbitkan dalam PPTI-UG 1983 hingga yang terakhir adalah Peta Revisi Gempa Indonesia pada tahun 2010. Di dalam peta tersebut, wilayah Indonesia dikelompokkan dalam beberapa zonasi gempa dengan nilai percepatan gempa maksimum (Peak Ground Acceleration / PGA) yang berbeda pula. Beberapa studi Tugas Akhir belakangan ini, telah meneliti dan meninjau perhitungan PGA berdasarkan data gempa terbaru namun dalam perhitungannya belum terintegrasi ke dalam sebuah sistem yang terpadu. Beberapa daerah dengan populasi besar di Indonesia, seperti Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merupakan daerah yang berada pada jalur tektonik Indonesia yang dimungkinkan terhadi gempa besar dengan intensitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, studi perhitungan percepatan gempa maksimum di Propinsi DIY menjadi begitu penting sebagai bahan pertimbangan para perencana sebelum merencanakan struktur gedung tahan gempa di Propinsi DIY. Dalam Tugas Akhir ini, penulis akan membahas serta menjelaskan tentang cara perolehan nilai PGA di salah satu titik di Propinsi DIY, berdasarkan data yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS), menggunakan beberapa metode: sepeti Metode Distribusi Gumble; dan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) ke dalam sebuah sistem perangkat lunak yang telah terintegrasi. Kata Kunci: Gempa Bumi, PGA, Metode Distribusi Gumble, PSHA, Perangkat Lunak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia. Hal tersebut menyebabkan wilayah Indonesia menjadi daerah rawan gempa. Salah satu pertemuan lempenglempeng tersebut, membujur dari pesisir barat pantai pulau Sumatera hingga pesisir selatan pulau Jawa. Belum lagi, dengan adanya patahan-patahan lokal yang saling bergerak satu sama lain, semakin memperbesar resiko terjadinya gempa bumi. Peristiwa Gempa Bumi dapat terjadi kapanpun, dan di manapun, tanpa ada yang bisa menundanya. Yang bisa dilakukan oleh manusia, terutama oleh kalangan ahli rekayasa gempa adalah memprediksi terjadinya gempa bumi secara teori probabilitas walaupun tidak secara eksak akan terjadi pada saat yang diperkirakan. Daerah aktif gempa bumi di Indonesia salah satunya adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Propinsi DIY yang terletak di bagian selatan pulau Jawa sangat rentan terhadap kejadian gempa bumi. Salah satu faktor penyebabnya adalah letak geografisnya yang berdekatan dengan pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Propinsi ini memiliki riwayat gempa bumi yang cukup signifikan. Peristiwa mutakhir tentang gempa di daerah ini adalah Gempa Bumi berkekuatan 6.2 Mw yang terjadi pada tanggal 26 Mei 2006. Dampak dari gempa bumi sangat terpengaruh pada atenuasi (berkurangnya energi gempa) karena pengaruh medium rambat (lapisan bawa bumi) menuju permukaan kerak bumi, dan kondisi geologi setempat. Peluruhan energi gempa sangat dipengaruhi kekuatan gempa, jarak serta kedalaman pusat gempa untuk daerah yang akan ditinjau kejadian gempanya. Atenuasi dapat dihitung melalui persamaan atenuasi yang telah dirumuskan oleh sejumlah ahli peneliti kegempaan yang telah melakukan penelitian di sejumlah tempat dan memperoleh persamaan untuk menghitung percepatan gempa setempat. Dari hasil pengolahan data dengan persamaan atenuasi tersebut dapat diperoleh data percepatan gempa yang dapat dipetakan ke dalam peta percepatan gempa maksimum. Peta percepatan gempa berisikan seluruh kejadian gempa yang telah diolah dan diperoleh percepatan maksimum gempanya. Peta percepatan gempa maksimum di Indonesia telah mengalami penyempurnaan sejak muncul dalam PPTI-UG (Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung) – 1983 kemudian diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 yang mengacu pada UBC 1997, dan kemudian pada tahun 2010 yang di usulkan oleh tim Revisi Gempa Indonesia. Dalam Tugas Akhir ini, penulis berusaha untuk membahas serta menampilkan perhitungan percepatan gempa maksimum yang telah terintegrasi ke dalam sistem perangkat lunak untuk wilayah DI Yogyakarta dengan perumusan geologi dan statistika yang selaras dengan perumusan peta percepatan gempa. Data gempa yang digunakan sebagai bahan Tugas Akhir ini didapatkan dari catatan gempa yang dikeluarkan oleh United States Geological Survey (USGS). Maka dengan diadakannya studi perhitungan percepatan gempa maksimum dengan perangkat lunak yang telah terintegrasi kali ini menjadi sangat penting, karena akan melengkapi bahasan studi Tugas Akhir sebelumnya, sehingga dapat menjadi salah satu sumber wawasan yang lebih rinci bagi kalangan ahli rekayasa gempa dalam merencanakan sebuah struktur. 2 1.2 Perumusan Masalah Dari penjelasan diatas, maka didalam penulisan proposal Tugas Akhir ini tercantum permasalahan sebagai berikut: 1.2.1. Permasalahan Utama: 1. Bagaimana cara melakukan perhitungan percepatan gempa di suatu lokasi secara terintegrasi menggunakan sebuah perangkat lunak? 1.2.2.Permasalahan Rinci: 1. Bagaimana cara memperoleh data gempa di suatu daerah? 2. Bagaimana cara mengolah serta melakukan analisa terhadap data gempa yang diperoleh? 3. Bagaimana cara memperoleh persamanaan regresi dari data gempa? 4. Bagaimana cara memperoleh percepatan gempa maksimum dengan menggunakan teori probabilitas? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini antara lain : 1. 2. 3. 4. Dapat memperoleh data gempa Dapat mengolah data gempa Mendapatkan persamaan regresi dari data gempa Mendapatkan percepatan gempa maksimum dengan teori probabilitas. 1.4 Batasan Masalah Untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan terhadap permasalahan yang mungkin meluas dalam proposal Tugas Akhir ini, maka diberikan suatu batasan masalah sebagai berikut: 1. Data gempa yang diambil adalah data di Propinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dengan radius 500km. 2. Regresi dilakukan untuk data gempa M > 5. 3. Perhitungan hanya untuk memperoleh nilai percepatan gempa maksimum untuk tiitik yang ditinjau dengan menggunakan metode Distribusi Gumble dan PSHA. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa bumi merupakan getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km. (Al-rasyid, 2010). 2.2. Gempa Gempa bumi merupakan getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempa yang banyak dikenal terdiri atas 2 tipe, yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik. Beberapa gempa bumi juga dapat terjadi karena pergerakan magma didalam gunung berapi yang disebut juga sebagai gempa vulkanik, sedangkan gempa bumi yang diakibatkan oleh pergeseran kerak bumi (lempeng bumi) biasa disebut sebagai gempa tektonik. Kejadian gempa tektonik adalah suatu peristiwa pelepasan energi pada suatu tempat di perbatasan lempeng-lempeng tektonik. 2.2.1. Sejarah Kegempaan Indonesia Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi. Dalam proposal ini, kami menggunakan bahasa program bantu Microsoft Visual Basic 6.0 Gambar 2.1. Data epicenter di Indonesia untuk Magnituda, M>5.0 1878-2010. (Irsyam et. al, 2010) 3 2.3. Studi Gempa untuk Daerah Istimewa Yogjakarta 2.3.1. Gempa rencana dan Percepatan Gempa Pengaruh faktor beban rencana dari gempa yang ditinjau dalam perencanaan struktur. Akibat pengaruh gempa rencana, struktur harus masih bisa berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan dengan periode ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadi tebatas pada 10% selama umur bangunan 50 tahun (SNI-03-1726-2002). Dari data gempa yang disajikan didalam SNI 03-1726-2002 bahwasanya percepatan gempa maksimum untuk daerah Propinsi DIY dengan periode ulang 500 berada pada wilayah gempa 6 dengan percepatan gempa maksimum pada permukaan batuan berada pada kisaran 0.30g. 2.3.2. Katalog Gempa Dalam membuat model statistik probabilitas dari suatu sumber gempa diperlukan katalog gempa dan data seimogenic. Data kejadian gempa historik yang pernah terjadi di wilayah Indonesia dan sekitarnya dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti dari a) National Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), dimana data ini merupakan gabungan dari katalog gempa yang dikeluarkan oleh The Bureau Central International de Seismlogic (BCIS), International Seismological Summaries (ISS), International Seismological Center (ISC), Preliminary dan beberapa katalog perorangan, katalog diambul dari tahun 1900-2010 di Propinsi Jogjakarta dengan tinjauan sejumlah koordinat dengan menggunakan program bantu dalam menetapkan lokasi dan titik tinjau. 2.3.3. Parameter Kejadian Gempa Dengan memperoleh rekaman data gempa di suatu lokasi, maka resiko tercapai atau terlampauinya intensitas suatu pergerakan tanah setempat dapat diperkirakan melalui penerapan perumusan-perumusan matematika statistik. Perhitungan resiko gempa dilakukan dengan dasar informasi kegempaan dari suatu daerah. Informasi tersebut dapat berupa: Pencatatan gempa yang pernah ada pada lokasi tersebut, Sejarah kejadian gempa pada daerah sekitar lokasi. 2.4. Tatanan Tektonik Dalam lingkup peta teknotik global, terlihat dalam gambar bahwa Pulau Jawa terletak pada pertemuan lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, dimana setiap tahunnya lempeng tersebut menyebabkan pergerakan sebesar 71 mm/tahun ke selatan. Gambar 2.2. Tatanan Tektonik Regional Pulau Jawa (MAE Report, 2010) Beberapa Gempa besar telah terjadi di wilayah pertemuan kedua lempeng tersebut dengan kecenderungan pergerakan dari arah utara. Gempa besar terakhir dalam tatanan tektonik ini adalah gempa dahsyat dengan Mw 9.0 pada bulan Desember 2004 yang menyebabkan terjadinya keretakan pertemuan keduan lempeng sepanjang 1200 km, dan menyebabkan setidaknya 300,000 orang meninggal dunia akibat gelombang besar tsunami yang terjadi setelah gempa. (Bilham et al, 2005). Gambar 2.3. Potensial Gempa Bumi Interplate dan Intraplate di Pulau Jawa (MAE Report, 2010) 4 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Pada metodologi ini digambarkan alur pembuatan program secara umum, seperti pada Gambar 3.1. START Studi literatur dan Tinjauan Pustaka Buku serta peraturan-peraturan yang berkaitan Pengumpulan Data 1. Data gempa dari USGS 2. Data gempa dari ISC Pengolahan Data Gempa Pembuatan Alur Progaram Pembuatan program berdasarkan : metode DSHA metode PSHA Error Running program Not OK OK B A A B Titik yang ditinjau adalah di pesisir selatan Kab.Bantul, dengan koordinat sebagai berikut : Koordinat 7.96o Lintang Selatan dan 110.45o Bujur Timur. Radius gempa ditinjau : 500 KM (Metode pengambilan data circural area) Rentang waktu :01/01/190921/09/2011 Kekuatan gempa : 1 – 9,9 SR Kedalam gempa : 1 – 200 KM Pengambilan data diatas diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) 3.3. Pengolahan Data Gempa 3.3.1.Konversi Magnitude Gempa Kejadian gempa direkan dengan sejumlah instrument yang mempunyai perbedaan metode dalam penentuan ukuran gempa. dalam catalog gempa terdapat ukuran surface wave magnitude (Ms), juga skala magnitude yang lain yaitu Richter local magnitude(ML), body wave magnitude (mb), dan juga moment magnitude (Mw) dalam menentukan ukuran gempa. dengan adanya berbagai ukuran sekala tersebut maka diperlukan konversi kedalam skala magnitude yang sama untuk digunakan dalam analisa resiko gempa. untuk kejadian gempa yang terjadi di Indonesia, Irsyam dkk. (2010) memberikan korelasi korelasi skala magnitudo untuk wilayah Indonesia. Kontrol Perhitungan 3.2. Penjelasan Diagram Alir 3.2.1 Studi Literatur Mempelajari literature-literatur sebagai berikut : a. Penjelasan tentang percepatan gempa dalam SNI 1726-2002. b. Penjelasan tentang percepatan gempa dalam IBC 2009. c. Penjelasan tentang percepatan gempa dalam ASCE 2010. d. Tjokrodimuljo K., Buku Teknik Gempa Jurusan Teknik Sipil UGM.,1995. e. Buku Penjelasan Peta Gempa Indonesia 2010; An Introduction to Probabilistic Seismic Hazard Analysis f. Buku serta paper penunjang lainnya. 3.2.2. Pengambilan Data Gempa Pengambilan data dilakukan dengan metode point source dengan radius pengambilan data gempa adalah 500 km Korelasi Konversi Mw = 0.143Ms2 – 1.051Ms + 7.285 Mw = 0.114mb2 – 0.556mb + 5.560 Mw = 0.787ME – 1.537 mb = 0.125ML2 – 0.389ML – 3.513 ML = 0.717MD + 1.003 (3.1) (3.2) (3.3) (3.4) (3.5) 3.3.2. Perhitungan Jarak Epicenter Gempa Dalam studi ini untuk menghitung jarak epicenter gempa digunakan perumusan haversine yang diusulkan oleh sinnott dengan permodelan bola sederhana. Dengan rumusan haversine (R.W. Sinnott, "Virtues of the Haversine", Sky and Telescope, vol. 68, no. 2, 1984, hal. 159) adalah bebagai berikut : 5 3.3.3.Perhitungan Hiposenter Perhitungan jarak hiposenter dengan lokasi struktur dapat dihitung dengan Teorema Pythagoras: Dimana : R = Jarak hiposenter D = Jarak dari episenter ke titik lokasi yang ditinjau H = Jarak Episenter Dapat pula digambarkan hubungan antara episenter, hiposenter dan jarak hiposenter : Gambar 3.3 Garis Hubung Hiposenter, Episenter, Titik yang Ditinjau Dimana : D = Jarak Episenter ke lokasi struktur (distance) H = Kedalaman Gempa R = Jarak Hiposenter 3.3.4. Fungsi Atenuasi Fungsi atenuasi merupakan suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas gerakan tanah, dan magnitude, serta jarak dari suatu titik dalam daerah radius sumber gempa. fungsi atenuasi telah dipublikasikan oleh sejumlah ahli dan peneliti dengan menggunakan data rekaman gempa untuk suatu daerah. Fungsi ini memberikan hubungan antara parameter gempa dengan faktor-faktor yang mempengaruhi parameter tersebut seperti sumber gempa, jalur gempa, dan kondisi daerah setempat. Sejumlah fungsi atenuasi pernah digunakan untuk malakukan perdekatan perhitungan percepatan gempa di Indonesia. Dari tugas akhir sebelumnya disimpul bahwa metode yang paling mendekati ialah metode MatuschkaSecara umum fungsi atenuasi tergantung pada faktor-faktor berikut: tipe mekanisme sumber gempa daerah yang ditinjau, jarak episenter, kondisi lapisan kulit bumi yang dilintasi oleh gelombang gempa, dan kondisi tanah lokal di sekitar lokasi Untuk Indonesia sendiri belum terdapat rumusan pasti tentang persamaan atenuasi, oleh karena itu persamaan atenuasi yang digunakan nantinya mengadopsi persamaan atenuasi yang telah digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian – penelitian mengenai perolehan persamaan atenuasi telah dilakukan oleh banyak ahli sebelumnya dan menghasilkan sejumlah persamaan atenuasi yang berbeda hasil serta keakuratannya, diantaranya yang akan digunakan dalam analisa studi ini yang nantinya digunakan adalah: Persamaan Matuscha (1980) : a = 119.e0.81.M .(H+25)-1.15 Keterangan : a = percepatan gempa (cm/dt2) e = bilangan natural M = besar gempa menurut skala Ritcher H = jarak hyposenter (km) Dari perumusan diatas dipilih untuk dilakukan perbandingan keakuratan serta kesesuaiannya dengan daerah setempat mengingat Indonesia belum ada persamaan atenuasi yang mewakili untuk Indonesia sehingga digunakanlah persamaan atenuasi tersebut diatas. 3.4. Analisa Hazard Gempa 3.4.1. Resiko dan Periode Ulang Kejadian Gempa Besarnya resiko gempa untuk suatu periode ulang tertentu selama usia bangunan dapat dituliskan sebagai berikut : RN = 1 – (1 – RA)t Dimana : Resiko gempa (RN) merupakan kemungkinan terjadinya gempa dalam periode dan dalam usia layan bangunan tertentu Resiko tahunan (RA) adalah kemungkinan kejadian gempa dengan intensitas tertentu setiap tahunnya t adalah umur rencana bangunan 3.4.2. Metoda Distribusi Gumble I Pada studi ini untuk memperoleh percepatan gempa maksimum digunakan metode distribusi Gumbel dengan persamaan atenuasi yang digunakan. Distribusi gumble dituliskan sebagai berikut : Dimana : α = jumlah gempa rata- rata pertahun β = parameter yang menyatakan hubungan antara distribusi gempa dengan magnitude M = magnitude gempa Dari bentuk persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi persamaan linear sebagai berikut : 6 Identik dengan : Y = A + BX Dimana : Y= Α = eA β = -B X = M atau percepatan Persamaan garis diatas terdiri atas titik – titik xj, yj dimana: xj = Percepatan Gempa ke j j = nomor urut kejadian gempa yang disusun dari nilai a terkecil. Harga untuk a terbesar = N N = selang waktu pengamatan yj = ln(-lnG(M)) = ln(-ln( )) Gambar 3.4 PSHA untuk mendapatkan pergerakan tanah di batuan dasar. (Hasil Studi Revisi Peta Gempa Indonesia 2010). A= B= Hubungan periode ulang (T) dan percepatan (a) ln a Dimana nantinya dalam studi ini nantinya akan menggunakan analisa hazard dengan metode distribusi Gumble I dan PSHA. Secara umum berikut adalah flowchart perhitungan percepatan gempa menggunakan metode Distribusi Gumble: 3.4.4.Metoda Probabilistik (PSHA) PSHA yang merupakan bagian dari SHA (Seismic Hazard Analysis) lebih sering digunakan karena mempertimbangkan sejumlah permodelah untuk dijadikan sebagai pembanding dan barulah kemudian diolah dengan pendekatan probabilistik. Pendekatan probabilistic ditujukan agar diperoleh hasil yang dapat mendekati dengan gambaran dan kondisi daerah yang ditinjau dalam studi. Metode PSHA telah dikembangkan oleh Cornell (1968), yang kemudian dilanjutkan oleh Merz dan Cornell (1973). Model dan konsep dari analisa ini terus digunakan hingga sekarang dan terus dikembangkan oleh Committee on Seismic Risk (1989) memiliki memiliki empat tahap (Gambar 4), yaitu a) identifikasi sumber gempa, b) karakterisasi sumber gempa, c) pemilihan fungsi atenuasi, dan d) perhitungan hazard gempa. Teori ini mengasumsikan magnituda gempa (M) dan jarak (R) sebagai variabel acak independen yang menerus. Gambar 0.5. Diagram alir perhitungan percepatan gempa metode Gumble berdasarkan Persamaan Atenuasi Matuscha. 7 Sementara itu, berikut adalah flowchart perhitungan percepatan gempa maksimum menggunakan Metode Probabilistik (PSHA): Menu Bar Gambar 4.1. Tampilan jendela utama VBE. 1. Menu Bar Terdiri dari tiga menu utama, Gambar 4.1, yang terdiri dari File, Metode, dan Exit. masing-masing berisikan sub-menu yaitu: Gambar 4.2. Komponen-komponen Menu bar. Gambar 0.6. Diagram alir perhitungan PGA metode PSHA File Terdiri dari pilhan: Lihat Data Gempa (bila ingin melihat database gempa bumi yang telah diprogram sebelumnya), dan Sortir Data (bila ingin menyortir kejadian gempa bumi berdasarkan skala magnitude tertentu). BAB 4 PROSEDUR PROGRAM 4.1. Umum Dalam Tugas Akhir ini, Program bantu yang digunakan untuk menganalisa dan mengintegrasikan perhitungan percepatan gempa maksimum beberapa metode, seperti Metode Distribusi Gumble; dan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) adalah sistem perangkat lunak yang menggunakan bahasa program Visual Basic 6.0 . Program analisa percepatan gempa maksimum ini diberi nama VBE (Visual Basic for Earthquake). 4.2. Komponen Program Sebelum menggunakan AEQAP, sebaiknya terlebih dahulu mengenal bagian-bagian programnya. Setelah program dibuka, akan muncul tampilan jendela utama VBEseperti Gambar 4.1. Gambar 4.3. Komponen sub menu File Menu File teridiri dari beberapa sub menu yang telah dijelaskan diatas: Lihat Data Gempa (Gambar 4.4), berisi tentang rangkuman kejadian gempa yang telah disajikan sebagai database menurut suatu tempat tertentu. Sortir Data (Gambar 4.5), berisi tentang rangkuman kejadian gempa yang telah dilakukan pengelompokan berdasarkan kekuatan magnitude yang diinginkan. 8 Result tab Tombol perintah Gambar 4.6. Komponen tampilan sub menu DSHA Tombol Perintah o Hitung, ialah tombol untuk melakukan perintah menghitung hasil output data kejadian gempa yang telah dikelompokkan sebelumnya. o Grafik, ialah tombol untuk menampilkan grafik persamaan regresi atenuasi matuscha o Tabel Percepatan, ialah tombol untuk menampilkan tabel percepatan gempa dengan periode ulang yang direncanakan. o Back, ialah tombol untuk kembali ke menu jendela utama. Result tab; ialah tabel hasil kesimpulan dari persamaan regresi atenuasi matuscha, yang terdiri atas variabel: A, B, α, β. Gambar 4.4. Komponen sub menu Lihat Data Gempa Gambar 4.5. Komponen sub menu Sortir Data Metode PSHA Secara umum berisi tentang beberapa pilihan perintah seperti yang tercantum pada Gambar 4.7: Metode Terdiri dari pilihan : DSHA (bila ingin menganalisa percepatan gempa maksimum menggunakan metode Distribusi Gumble dan PSHA (bila ingin menganalisa percepatan gempa maksimum menggunakan metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis/PSHA).Berikut ini adalah penjelasan beberapa sub menu dari Metode: Metode DSHA Secara umum berisi tentang beberapa pilihan perintah seperti yang tercantum pada Gambar 4.5: Tombol perintah o Grafik Histogram, ialah tombol untuk menampilkan distribusi 9 kejadian gempa berdasarkan magnitude gempa. o Hitung, ialah tombol untuk menampilkan beberapa variabel yang tertera pada Result Tabsesuai dengan pengelompokan magnitude gempa. o Grafik Guttenberg, ialah tombol untuk menampilkan persamaan garis regresi b-line GuttenbergRichter, serta menampilkan beberapa variabel hasil regresi di dalam kotak Hasil Regresi. o Next, ialah tombol untuk menampilkan langkah dari perhitungan selanjutnya, yaitu yang terdiri atas: perhitungan fungsi kerapatan kejadian gempa; perhitungan pertambahan nilai resiko kemungkinan pencapaian suatu percepatan (PGA); serta menampilkannya dalam suatu Hazard Curve dengan beberapa kemungkinan dalam periode ulang tertentu. o Back, ialah tombol untuk kembali. Result tab; ialah tabel kesimpulan dari proses pengelompokan kejadian gempa berdasarkan magnitude tertentu. Hasil regresi; ialah hasil kesimpulan yang terdiri dari beberapa variabel perhitungan persamaan regresi Guttenberg-Richter. Output grafik; ialah hasil grafik persamaan regresi Guttenberg-Richter. Exit Digunakan apabila ingin keluar dari program AEQAP. 4.3. Pengoperasian program Software VBEmerupakan program bantu untuk teknik sipil yang membahas tentang analisa pecepatan gempa maksimum yang telah dipilih sebelumnya. Dalam pengoperasian software ini ada beberapa tahapan utama yang harus dilakukan yaitu: 4.3.1. Proses Input Ketika masuk jendela utama dalam software VBE, user harus memiliki database catatan riwayat gempa dalam sebuah periode tertentu. Dalam hal ini, sumber yang dirujuk adalah catatan gempa yang dimiliki oleh United States Geological Survey (USGS) dan dapat diunduh secara online oleh user atau pengguna internet lainnya. Langkah penting di dalam sub menu Lihat Data Gempa, user harus memasukkan database kejadian gempa daerah tertentu yang telah dimiliki sebelumnya, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan dua metode, yaitu Distribusi Gumble dan PSHA yang tersedia dalam sub menu Metode program VBEini. 4.3.2. Proses Running Setelah memasukkan database riwayat gempa, langkah selanjutnya adalah menganalisis percepatan gempa maksimum menggunakan dua metode (Metode Gumble dan PSHA). Sehingga pada akhirnya, user akan mendapatkan dan membandingkan hasil percepatan gempa maksimum yang diperoleh dari kedua metode tersebut dan menarik kesimpulan yang didapat. Hasil output dari proses analisa program VBEadalah berupa nilai percepatan gempa maksimum yang mewakili suatu daerah yang telah dipilih sebelumnya. Hasil tersebut yaitu dalam satuan g = m/s2. BAB 5 STUDI KASUS Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang langkah langkah perhitungan percepatan gempa maksimum menggunakan program Visual Basic for Earthquake (VBE), dengan kasus lokasi pengambilan titik tinjau di Daerah Istimewa Yogyakarta: 5.1. Pengambilan Data Gempa Data yang diambil merupakan data yang di sajikan dari Ntsional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), yang diunduh dari alamat web http:// earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqarchives/epic/epic_c irc.php. Pada Gambar 5.1 merupakan gambaran area pengambilan data yang dilakukan pada sumber gempa dengan Mw ≥ 5.0 dan radius ≤ 500 km pada titik tinjau berada di Pesisir Selatan Propinsi DIY yang meliputi gempa subduksi dan gempa shallow crustal dimana kedalaman sumber gempa yang ditinjau adalah ≤ 200 km. 10 Gambar 0.1. Radius pengambilan data gempa untuk analisa percepatan gempa di Propinsi DIY. Berikut adalah proses pengambilan data gempa dari katalog USGS untuk Daerah Istimewa Yogyakarta: Radius gempa ditinjau : 500 KM (Metode pengambilan data circural area) Rentang waktu : 01/01/1900 s/d 12/31/2010 Kekuatan gempa : 1 – 9,9 SR Kedalam gempa : 1 – 200 KM Koordinat titik tinjau Gambar 0.3. Input batasan pencarian data gempa USGS. 5.2. Pengolahan Data Gempa Setelah kriteria input data gempa yang diinginkan dimasukkan ke dalam toolbox USGS, maka akan didapatkan file rekapitulasi data gempa yang diinginkan, seperti berikut: :7.96o LS dan 110o BT. Sehingga, berikut ini adalah tampilan input data pada situs USGS: Gambar 0.4. Output pencarian data gempa USGS. Selanjutnya, data rekapitulasi tersebut, akan disimpan dalam format notepad file untuk selanjutnya dijadikan sebagai database program analisa percepatan gempa di dalam program VBE. 5.3. Gambar 0.2. Input data pencarian katalog gempa dalam USGS Konversi Skala Magnitude Kejadian gempa direkam dengan sejumlah instrumen yang mempunyai perbedaan metode dalam penentuan ukuran gempa. Pada data gempa di Propinsi DIY, tercatat memiliki . Melalui program VBE, ketika data mulai dimasukkan, secara sistematis akan menyamakan satuan magnitude data dengan satuan magnitudo yang berbeda ke dalam satuan Mw seperti pada rumus (3.1-3.5) 11 5.5. Perhitungan Jarak Hiposenter Perhitungan jarak hiposenter dengan lokasi struktur dapat dihitung dengan Teorema Pythagoras seperti yang telah disebutkan dalam rumus 3.7. Sama halnya seperti yang tercantum dalam Gambar 5.3, program VBE juga menghitung hyposenter tiap kejadian gempa. Dari data gempa yang telah didapatkan bahwa pada tahun 1973 (baris pertama di Gambar 5.3): Perhitungan Jarak Epicenter Gempa Dalam studi ini untuk menghitung jarak epicenter gempa digunakan perumusan haversine yang diusulkan oleh sinnott dengan permodelan bola sederhana seperti yang telah disebutkan dalam persamaan (3.6) berikut: d = arcos (sin(lat1) . sin(lat2) + cos(lat1) . cos(lat2) . cos(long2−long1)) . R Dimana : R = Diameter Bumi = 6371 km. Dengan menggunakan bantuan program VBE, perhitungan jarak epicenter gempa (d) dapat ditampilkan dalam gambar berikut: = 88 km Maka, nilai untuk jarak hyposenter data gempa tersebut: Gambar 5.5. Output Konversi satuan magnitude gempa pada program VBE. 5.4. Kedalaman gempa = 366.173 km Hal ini menunjukkan hasil perhitungan program VBE dalam kasus menghitung jarak hiposenter gempa adalah sama dengan perhitungan secara manual seperti diatas. 5.6. Pengelompokan Data Gempa Pada program VBE ini, rekapitulasi data yang tersimpan dalam file notepad sebelumnya, akan dilakukan pengelompokan data dengan menyaring paling tidak satu kejadian gempa magnitude maksimum per tahunnya. Jika proses pengelompokan selesai dilakukan, maka hasil data gempa inilah yang akan dipakai untuk menghitung percepatan gempa berdasarkan Metode Distribusi Gumble dan Metode Probabilistik PSHA. Beikut adalah output program VBE dalam hal pengelompokan data gempa yang telah diurutkan sesuai dengan kekuatan M>5 per tahunnya: Gambar 5.6. Output perhitungan jarak epicenter dan hiposenter kejadian gempa pada program VBE. Berikut ini adalah contoh perhitungan manual jarak epicenter gempa di Propinsi DIY berdasarkan data gempa pada Gambar 5.3: Latitude Propinsi DIY = - 7o57’36 = -0.069 rad Longitude Propinsi DIY = 110o30’00 = 1.92 rad Sedangkan koordinat letak gempa pada baris pertama Gambar 5.3 yang terjadi pada tahun 1973: Latitude = -0.132 rad Longitude = 1.871 rad Gambar 5.7. Output sortir data kejadian gempa M>5. 5.7. Persamaan Atenuasi Dari studi tugas akhir sebelumnya, disimpulkan bahwa metode yang paling stabil fluktuasi grafiknya ialah Metode Matuscha (Kurnia,2011). Berikut ini adalah persamaan atenuasi matuscha: 12 a = 119.e0.81.M .(H+25)-1.15 dimana : a = percepatan gempa (cm/dt2) e = bilangan natural M = besar gempa menurut skala Richter H = jarak hyposenter (km) Maka, 5.8. Melalui perhitungan yang dilakukan Program VBE, didapat tabel perhitungan perhitungan percepatan gempa maksimum untuk atenuasi Matuscha berdasarkan periode yang ditentukan sebagai berikut: a =119.e0.81.M .(H+25)-1.15 a = 119 e0.81.(5.573) .(432.657+25)-1.15 a = 9.48 m/s2 Perhitungan percepatan gempa berdasarkan metode Distribusi Gumble Setelah data dikelompokkan dengan kejadian magnitude M>5 seperti yang tercantum pada Gambar 5.4. Program VBE akan memasukkan hasil data gempa yang telah disortir ke dalam sebuah persamaan regresi Matuscha untuk kemudian menghitung konstanta perumusan distribusi Gumble seperti nilai A, B, α, dan β seperti persamaan (3.15-3.16). Hasil output program VBE menghasilkan konstanta dengan data Gempa di Propinsi D.I.Y. sebagai berikut: Gambar 5.8. Output konstanta A, B, α, dan β. Maka, setelah mendapatkan konstanta A,B, α, dan β, proses selanjutnya adalah perhitungan korelasi antara periode ulang T dan percepatan a seperti yang tercantum dalam rumus 3.17: a , dimana: Berikut ini adalah grafik output dari program bantu VBE yang menunjukkan korelasi antara resiko gempa untuk suatu periode ulang tertentu (RN) dan percepatan gempa (a): Gambar 5.9. Grafik Percepatan Gempa (a) vs RN Gambar 5.10. Tabel perhitungan PGA untuk atenuasi Matuscha berdasarkan periode yang ditentukan. Dari running program VBE sebelumnya didapat konstanta-konstanta berikut: A = 1.24 B = -0.072 Jika secara manual untuk menghitung nilai α dan β, maka: = e1.24 = 3.455 β = - B = -(-0.072) = 0.072 Semisal untuk usia bangunan = 50 tahun, maka: a = 71,55 cm/dt2 Sehingga, hal ini menunjukkan hasil perhitungan manual dalam kasus menghitung percepatan gempa (a) adalah sama dengan perhitungan menggunakan Program VBE (Gambar 5.6). 5.9. Perhitungan percepatan gempa berdasarkan metode PSHA Metode PSHA terus berkembang dan yang terakhir dikembangkan oleh EERI Committee on Seismic Risk (EERI,1989) dimana teori ini mengasumsikan magnitude gempa M dan jarak R sebagai variable acak independent yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : P( PGA acc | EQ ) P( PGA acc | EQ : M , R). f ( M ).M . f ( R).R R M Dimana v adalah annual exeedence rate (dengan nilai lebih tinggi dari nilai batas Mo) pada sumber gempa I, f (M) dan f(R) berturut-turut adalah fungsi kepadatan probabilitas magnitude dan jarak. P[ PGA> acc│EQ] adalah probabilitas sebuah gempa dengan magnitude M pada jarak R yang memberikan percepatan maksimum PGA di lokasi tinjauan dengan nilai yang lebih besar dari acc. Pada pengolahan data gempa dalam PSHA adalah data gempa yang independent/ tidak saling bergantung satu dengan yang lain (main event). Untuk melakukan pemisahan antara gempa utama dengan gempa pendahulu 13 dan gempa susulan maka digunakan bantuan software zmap. Proses pemisahan ini disebut sebagai declustering. Dari proses declustering diperoleh gempa utama yang telah dipisahkan dari gempa pendahulu/awalan dan gempa susulan dari keseluruhan data gempa 2630 data. Dalam gambar 5.12 merupakan data gempa setelah dilakukan decluster. Program VBE juga akan menampilkan persamaan regresi Gutterburg Richter untuk mendapatkan nilai-β seperti pada gambar berikut ini: Gambar 0.14. Persamaan regresi Guttenburg Richter Gambar 0.11. Data gempa utama Gambar 0.12. Data gempa utama M>5 Dari data gempa yang telah dilakukan proses declustering diatas dan diambil data gempa dengan magnituda m> 5, kemudian dilakukan perhitungan statistika untuk data-data gempa. berikut merupakan penyajian hasil pengolahan data untuk memperoleh b-line. Dari Gambar 5.14. dapat dihitung juga melalui program VBE konstanta-konstanta regresinya seperti yang terlihat pada gambar berikut ini: Gambar 0.15. Output konstanta regresi Guttenburg Richter Dari data diatas diperoleh nilai = 1.611. Dari nilai tersebut kemudian dilakukan perhitungan menggunakan rumus fungsi dari magnitude : f m (M ) ce ( M m0 ) Pada metode PSHA, program VBE akan memulai analisa perhitungan dengan terlebih dahulu menghitung persamaan Gutterburg-Richter untuk mendapatkan persamaan regresi b-line seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini: c c 1 1 e ( M max m0 ) 1 1 e ( M max m0 ) 1.003571 f m (M ) ce ( M m0 ) 1.616752e1.611( M 5) Gambar 0.13. Tabel distribusi kejadian gempa Guttenburg-Richter Dari perhitungan diatas dapat dilihat dalam tabel 5.12 dengan selang kemunculan ΔM = 0.5 14 Gambar 0.19. Nilai percepatan gempa untuk kejadian dengan probabilitas kekuatan dan jarak tertentu Gambar 0.16. Nilai fungsi probabilitas kerapatan magnitude gempa. Dari data dalam tabel 5.14 kemudian dilakukan perhutingan probabilitas kejadian gempa terlampaui lebih besar dari x, dimana x adalah > 0,05 g. log( acc ) log( PGA) P( PGA acc | EQ : R, M ) 1 log( PGA ) log( 0.05) log( 0.0435) P( PGA acc 0.05 | EQ : R 73.53, M 5.25) 1 0.205 0.3832826 Dimana nilai dari standart deviasi untuk kejadian beruntun menurut (Nishenko dan Buland 1987) adalan = 0.205 Berikut adalah penyajian data peningkatan probabilitas tiap-tiap percepatan (acceleration) dalam tabel yang tercantum di bawah ini. Gambar 0.17. Kurva nilai fungsi probabilitas kerapatan magnitude gempa. Sehingga, didapatkan perhitungan tingkat kejadian (exceedence rate) yang diperoleh menggunakan Program VBE adalah sebagai berikut: Gambar 0.18. Output perhitungan tingkat kejadian (exceedence rate) Dari data diperoleh data jarak gempa dengan membaginya pada empat perolehan jarak dengan yang merupakan rata-rata dari setiap kemungkinan jarak untuk setiap kejadian gempa. data jarak yang diambil adalah : 73,53 ; 189,78 ; 320,84 ; 446,27. Kemudian dari kemungkinan jarak yang terjadi dilakukan analisa percepatan gempa dengan menggunakan atenuasi Matuscha. Gambar 0.20. Output program VBE tentang perhitungan peningkatan peluang kemunculan PGA 15 Perhitungan peningkatan peluang kemunculan diteruskan hingga 1.4g seperti gambar dibawah ini: PGA Dari keseluruhan nilai resiko diatas dapat digabungkan menjadi satu untuk kemudian dapat dilihat peningkatan nilai resikonya. Dalam tabel 5.21 berikut ini akan disajikan data peningkatan resiko dari setiap nilai percepatan x > 0,05 g. Gambar 0.21. Output Program VBE tentang pertambahan nilai resiko kemungkinan pencapaian suatu percepatan (PGA) Data diatas dapat diplotkan dalam satu tabel untuk memperoleh kurva resiko, berikut adalah kurva resiko hasil dari plotting antara PGA>0.05 g dan peluang kemunculannya. 16 Dari kurva diatas yang dihitung menggunakan Program VBE diperoleh bahwa untuk kemunculan gempa dengan P 10% dalam 50 tahun yaitu periode ulang gempa 475 tahun di peroleh nilai PGA 0.16 g, sedangkan untuk periode ulang 2475 tahun yaitu kemunculan gempa dengan P 2% dalam 50 tahun diperoleh nilai PGA 0.25 g. 5.10. Analisa Hasil PSHA Dari hasil perhitungan diatas didapati sebagai berikut: (t) usia bangunan (tahun) RN (%) 50 2 500 0.16 50 10 2500 0.25 (T) Periode ulang a (g) Tabel 0.1. Nilai PGA untuk Propinsi D.I. Yogyakarta Nilai diatas masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan oleh peta gempa 2010 terbaru. Hal ini dimungkinkan karena hasil perhitungan belum menggunakan logic tree dan juga persamaan atenuasi yang digunakan masih belum menggunakan NGA (Next Generation Atenuation) seperti yang digunakan dalam perhitungan PSHA untuk peta gempa 2010 dimana dalam NGA terdapat sejumlah koefisien yang dimasukkan. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisa pada data gempa di Propinsi DIY yang telah dilakukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, maka dapat diperoleh sejumlah kesimpulan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Data gempa yang digunakan adalah data gempa yang hanya diambil dari satu jenis sumber saja. Semakin lengkap data gempa, maka akan semakin akurat hasil PGA yang diperoleh nantinya. Data gempa yang sudah diperoleh haruslah dikonversikan dalam satu satuan (Mw) momen magnitude, dan juga dilakukan pengecekan terhadap jarak dari point source. Data gempa harus dipisahkan terhadap gempa awalan dan gempa susulan. Hasil perhitungan percepatan gempa untuk setiap atenuasi memiliki perbedaan, tergantung pada site (tempat) penelitian. Hasil perhitungan untuk percepatan gempa maksimum dengan menggunakan metode Gumble dipilih hasil dari persamaan Matuscha dengan hasil 0,105 g untuk periode ulang 475 tahun, dan 0,128 g untuk periode ulang 2475 tahun. 6. Hasil perhitungan untuk percepatan gempa maksimum menggunakan PSHA dengan data percepatan menggunakan atenuasi Matuscha diperoleh hasil 0,160 g untuk periode ulang 475 tahun, dan 0,250 g untuk periode ulang 2475 tahun. 7. Dari hasil perhitungan probabilitas dari metode Gumble dan PSHA didapati bahwasanya percepatan gempa maksimum yang dihasilkan dalam perhitungan Gumble lebih kecil ± 50% dari perhitungan PSHA. 8. Percepatan gempa maksimum yang dihasilkan oleh metode PSHA lebih akurat karena hasil yang diperoleh dari perhitungan PSHA sudah memperhatikan jumlah kejadian gempa, kekuatan magnituda, serta jarak kejadian gempa. 9. Hasil dari PSHA masih lebih kecil dari nilai peta gempa 2010 yang terbaru. 10. Penggunaan perangkat lunak seperti dalam tugas akhir ini, yaitu Program Visual Basic for Earthquake (VBE) sangat membantu kemudahan perhitungan percepatan gempa, dan lebih terintegrasi sehingga mudah untuk menelusuri permasalahan apabila terjadi kelak. 6.2. Saran Data dan analisa dalam Tugas Akhir ini barulah sebatas perhitungan dan analisa awalan saja. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dalam perolehan percepatan gempa maksimum maka disarankan : 1. Perlu dilakukan update data setiap tahunnya, sehingga apabila terdapat kejadian gempa yang cukup besar dikemudian hari dapat terhitung dalam analisa. 2. Perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut tentang perhitungan yang yang lebih rinci ke dalam sistem perangkat lunak ini. 3. Penulis berharap nantinya pada studi selanjutnya dapat menggunakan persamaan atenuasi NGA (next generation attenuation) yang lebih akurat karena telah memasukkan nilai faktor jenis tanah.