Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun

advertisement
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
11
PENGARUH VARIASI KECEPATAN ELEKTRODA LAS GMAW DAN PERLAKUAN
PANAS TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON SS400
Riswan Eko Wahyu Susanto [1[ dan Putut Jatmiko Dwi Prasetio [2[
[1, 2[ Dosen Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin - Politeknik Kediri.
Abstrak
Dalam industri manufaktur banyak menggunakan bahan baku logam, pengelasan
merupakan proses pengerjaan yang memegang peranan sangat penting, dalam merancang
suatu konstruksi permesinan atau bangunan. Untuk memenuhi kekuatan yang
dibutuhkan, bahan baja diperlukan dengan perlakuan panas merupakan solusi untuk
menekan biaya dan meningkatkan sifat mekanik baja SS400 memiliki Melting Point pada
suhu 1497oC, sedangkan specific heat baja 460 J/kg.oC dengan thermal conductivity baja 73
J/kg.oC.s.
Metode penelitian ”Pengaruh Variasi Kecepatan elektroda las GMAW dan perlakuan
panas terhadap sifat mekanik baja karbon rendah SS400” yang telah dilaksanakan
merupakan true experimental research. Penelitian ini terdapat satu variabel bebas dan dua
variabel tetap. Variabel bebas yang digunakan adalah kecepatan 3, 5, dan 7 dalam (10
mm/detik) dan temperatur 650oC, 750oC, dan 850oC dalam waktu 1 jam. Dan uji statistik
menggunakan Anova.
Hasil penelitian diperoleh temperatur dan kecepatan pengelasan terhadap kekuatan
tarik memberikan pengaruh pada proses las GMAW terhadap kekuatan tarik. Diperoleh
kesimpulan bahwa semakin besar temperatur perlakuannya maka nilai kekuatan tariknya
semakin rendah. Dengan hasil kekuatan tarik terbesar 5,067 kN pada kecepatan 3 mm/dtk
dan terendah 3,307 kN pada temperatur 850 OC dengan kecepatan 7 mm/dtk. Sehingga
temperatur dan kecepatan pengelasan menghasilkan kekuatan sambungan las dengan
resiko kesalahan 5%. Dengan model polinomial orde 2, yang ditunjukkan dengan nilai R2
(0,949).
Kata Kunci: Kecepatan Las, GMAW, Perlakuan Material, Keutan Mekanis
PENDAHULUAN
Dalam industri manufaktur banyak
menggunakan
bahan
baku
logam,
pengelasan merupakan proses pengerjaan
yang memegang peranan sangat penting.
Dewasa ini hampir tidak ada logam yang
tidak dapat dilas, karena telah banyak
teknologi baru yang ditemukan dengan
cara-cara
pengelasan.
Pengelasan
didefinisikan sebagai penyambungan dua
logam atau paduan logam dengan
memanaskan diatas batas cair atau dibawah
batas cair logam disertai penetrasi maupun
tanpa penetrasi, serta diberi logam pengisi
atau tanpa logam pengisi disebut. Dalam
merancang suatu konstruksi permesinan
atau
bangunan
yang
menggunakan
sambungan las banyak faktor yang harus
diperhatikan seperti keahlian dalam
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
mengelas, pengetahuan yang memadai
tentang prosedur pengelasan, sifat-sifat
bahan yang akan di las dan lain-lain. Yang
termasuk prosedur pengelasan adalah
pemilihan parameter las seperti : tegangan
busur las, besar arus las, penetrasi,
kecepatan pengelasan dan beberapa kondisi
standar pengelasan seperti : bentuk alur las,
tebal pelat, jenis elektroda, diameter inti
elektroda, dimana parameter-parameter
tersebut mempengaruhi sifat mekanik
logam las.
Kecepatan volume alir gas pada las
GMAW adalah contoh lain parameter las.
Makin tinggi kecapatan volume alir gas
makin tinggi pula penetrasi, memperbaiki
penguatan manik, serta memperkecil
terjadinya rongga-rongga halus pada lasan
sehingga
sifat-sifat
mekanis
terjaga.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
(Wiryosumarto;1996). Dengan terjadinya
proses pengelasan akan terjadi perubahan
sifat-sifat
mekanis
terutama
sifat
ketangguhan dari proses pengelasan yang
dialami
material.
Material
tersebut
diantaranya baja karbon, baja merupakan
bahan kontruksi penting.
Untuk memenuhi kekuatan yang
dibutuhkan, bahan baja diperlukan dengan
perlakuan panas merupakan solusi untuk
menekan biaya dan meningkatkan sifat
mekanik baja. Penyambungan bahan sejenis
dianjurkan dalam guna diperolehnya sifat
fisik, mekanik, termal dan metalurgi kedua
material. Baja SS400 Melting Point pada
suhu 1497oC, sedangkan specific heat baja
460 J/kg.oC dengan thermal conductivity
baja 73 J/kg.oC.s. Dari hal ini mendorong
penulis untuk melakukan penelitian
mengenai “pengaruh variasi kecepatan
elektroda las GMAW dan perlakuan panas
terhadap sifat mekanik baja karbon rendah
SS400”.
Dalam penelitian ini baja karbon
rendah banyak digunakan sebagai bahan
pembentuk konstruksi ringan seperti meja,
kursi, dan perlatan lain. Diharapkan dengan
penelitian ini dapat diketahui peningkatan
sifat mekanis baja tersebut melalui variasi
kecepatan
volume
elektrode
yang
digunakan untuk penyambungan dengan
menggunakan mesin las GMAW, yang
kemudian hasil pengelasan di lakukan
perlakuan material pada temperatur
terntentu. Material yang telah diperlakukan
panas tadi kemudian diuji dengan uji tarik,
uji impact, dan uji kekerasan. Berdasarkan
latar belakang diatas, diambil suatu
rumusan
masalah
sebagai
berikut:
“Bagaimana Pengaruh Variasi Kecepatan
elektroda las GMAW dan perlakuan panas
terhadap sifat mekanik baja karbon rendah
SS400?”.
Batasan masalah yang diambil,
yaitu: 1) Hanya membahas tentang Variasi
kecepatan elektroda las GMAW dan
perlakuan panas baja karbon SS 400. 2)
Hanya membahas sifat mekanik logam
seperti Kekuatan Tarik, Kekuatan Impact
dan kekerasan logam baja karbon ss400.
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
12
Target Luaran yang dapat dihasilkan dari
penelitian pengaruh Variasi Tegangan dan
kecepatan elektroda las GMAW terhadap
Kekuatan Tarik dan Kekuatan Impact
Material Mild Steel ini yaitu: “Publikasi
ilmiah dari penelitian Pengaruh Variasi
Kecepatan elektroda las GMAW dan
perlakuan panas terhadap sifat mekanik
baja karbon rendah SS400.”
KAJIAN PUSTAKA
1. Penelitian sebelumnya
Pada penelitian Krishna Muku I.D.
tahun 2009 meneliti tentang kekuatan
sambungan las Aluminium seri 1100 karena
variasi kuat arus listrik pada proses las
metal inert gas (MIG). Spesimen uji yang
digunakan menggunakan standar ASTM E
8. Variasi kuat arus yang dipakai adalah 150
A, 165 A, 180 A, 195 A dan 210 A, dengan
tegangan konstan 24 V dan kecepatan
konstan 25 inchi/menit. Data hasil
penelitian dievaluasi dengan analisa varian
dan analisa regresi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa; kuat arus listrik
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
kekuatan tarik sambungan las aluminium
seri 1100 dengan proses las MIG; pola
hubungan yang paling mendekati antara
kuat
arus
dengan
kekuatan
tarik
sambungan las aluminium seri 1100 dengan
proses las MIG adalah model hubungan
polinomial orde 2; kekuatan sambungan las
tertinggi diperoleh pada pengelasan dengan
menggunakan kuat arus 180 Ampere,
dengan kekuatan sambungan las yang
dihasilkan sebesar 11,900 kgf/mm2.
W.J So et al, tahun 2010, meneliti
tentang weldability sambungan las Gas
Metal Arc Welding (GMAW) baja fasa
ganda untuk bodi mobil dengan las GMAW.
Material yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ER 70S-6, Hasil analisa
menunjukan bahwa welding speed 0,5mpm
dengan kuat arus 200A merupakan kondisi
pengelasan yang sesuai untuk material
DP780, dengan low heat input (kecepatan
pengelasan tinggi, arus pengelasan rendah)
maka terjadi kurang fusi (lack of fusion),
sebaliknya jika heat input tinggi (kecepatan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
pengelasan rendah, arus pengelasan tinggi)
maka terjadi burn-through.
Pada tahun 2001 Sukoco meneliti
pengaruh perlakuan panas temper terhadap
sifat fisis dan mekanis baja tahan karat
martensitik 13Cr4NiMo akibat proses
pengelasan. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode las busur tebungkus
atau shielded metal arc welding (SMAW)
menggunakan logam pengisi (filler) jenis
austenitik yaitu AWS E312. Spesimen
divariasikan menjadi beberapa bagian yaitu
logam induk (raw material), logam las
tanpa perlakuan panas, logam las denga
perlakuan panas hardening (1050oC/30
menit) dan logam las dengan perlakuan
panas hardening dilanjutkan temper
(600oC/2jam).
Hasil
pengujian
menunjukkan terjadinya retak pada logam
induk akibat perakuan panas temper,
sedangkan pada logam lasan tidak terjadi
perubahan struktur mikro karena sifat
logam lasan tidak dapat dikeraskan (non
hardenable).
Prabhu (1980) meneliti pengaruh variasi
suhu temper terhadap ketangguhan baja
tahan karat martensitik yang mengandung
karbon 13%. Suhu temper dilakukan dari
200oC s/d 600oC dengan interval 50oC
selama 2 jam. Hasilnya adalah terjadinya
retak mikro batas butir pada spesimen yang
mengalami temper pada suhu antara 450oC
s/d 550oC. Pada daerah tersebut terjadi
penurunan ketangguhan. Pada suhu 600oC
mulai terjadi peningkatan ketangguhan.
2. Las Arc Welding
Pengelasan suatu proses penyambungan
logam, di mana logam menjadi satu dengan
atau tanpa tekanan. dan dapat di
defenisikan sebagai ikatan metalurgi yang
di timbulkan oleh gaya tarik-menarikantara
atom.
sebelum
ato-atom
tersebut
membentuk ikatan, permukaan yang akan
menjadi satu perlu bebas dari gas yang
terserap atau oksida-oksida. Untuk arus AC
(arus bolak-balik) apabila kabel + dan –
terbalik tidak masalah tetapi untuk arus DC
(arus searah) harus hati-hati tidak boleh
terbalik dan ada perbedaan.
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
13
Gambar.1. Klasifikasi teknologi Las
Sumber: Widharto,2009
Pengelasan dengan memanfaatkan busur
listrik yang terjadi antara elektroda dengan
benda kerja. Elektroda dipanaskan sampai
cair dan diendapkan pada logam yang akan
disambung sehingga terbentuk sambungan
las.
Mula-mula
elektroda
kontak/bersinggungan dengan logam yang
dilas sehingga terjadi aliran arus listrik,
kemudian elektroda diangkat sedikit
sehingga timbullah busur. Panas pada
busur bisa mencapai 5.5000C. Las busur
bisa menggunakan arus searah maupun
arus bolak-balik. Mesin arus searah dapat
mencapai kemampuan arus 1000 amper
pada tegangan terbuka antara 40 sampai 95
Volt. Pada waktu pengelasan tegangan
menjadi 18 sampai 40 Volt. Ada 2 jenis
polaritas yang digunakan yaitu polaritas
langsung dan polaritas terbalik. Pada
polaritas langsung elektroda berhubungan
dengan terminal negatif sedangkan pada
polaritas terbalik elektroda berhubungan
dengan terminal positif.
3.
Gas Metal Arc Welding
Gas Metal Arc Welding (GMAW)
adalah proses pengelasan yang energinya
diperoleh dari busur listrik. Busur las
terjadi diantara permukaan benda kerja
dengan ujung kawat elektroda yang keluar
dari nozzle bersama sama dengan gas
pelindung. GMAW biasanya dioperasikan
secara semi otomatis, sehingga dengan
pesatnya perkembangan dunia kerja
konstruksi yang membutuhkan pengelasan
yang cepat dan kualitas tinggi, maka proses
GMAW sudah dijadikan alternatif proses
pengelasan yang banyak digunakan, mulai
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
dengan pekerjaan konstruksi ringan sampai
berat. Hal yang penting adalah memilih
kawat las dan gas pelindung yang benar.
GMAW dapat juga digunakan untuk
mengelas jenis jenis baja dan logam non
ferro.
Gambar .2. Globular hasil las GMAW
Proses las cair ini menggunakan
bahan, kawat las dan gas, dibandingkan
dengan las busur manual GMAW
mempunyai kemampuan dan kecepatan
yang lebih tinggi. Panas yang tinggi dari
logam diperoleh dari busur, logam pengisi
mencair dalam sambungan dan busur listrik
menyediakan panas yang cukup untuk
memadukan permukaan. Gas pelindung
melindungi cairan kawah las dari
kontaminasi oksigen dan nitrogen dari
atmosfir.
GMAW banyak digunakan pada
pekerjaan keteknikan mulai yang ringan
sampai berat dan pada industri kendaraan.
Pemakaian di lapangan/ditempat terbuka
dapat menghembus/menghilangkan gas
pelindung.
Untuk melaksanakan pekerjaan las
ini diperlukan peralatan utama yang relatif
lebih rumit jika dibandingkan dengan
peralatan Las Busur Manual (SMAW), di
mana disamping pembangkit tenaga dan
kabel-kabel las juga diperlukan perangkat
pengontrol kawat elektroda, botol gas
pelindung serta perangkat pengatur dan
penyuplai gas pelindung. Sedang alat-alat
bantu serta keselamatan dan kesehatan
kerja adalah relatif sama dengan alat-alat
bantu pada proses pengelasan dengan
SMAW.
4. Penyetelan Peralatan GMAW
Sebelum dilakukan pengelasan, perlu
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
14
dilakukan penyetelan-penyetelan pada
peralatan las. Hal ini dilakukan agar
peralatan/ mesin las disiapkan sesuai
dengan jenis dan tuntutan pekerjaan.
Penyetelan-penyetelan tersebut dilakukan,
baik pada mesin las maupun pada alat-alat
pendukung lainnya, seperti: wire feeder
dan pada tang las serta nozzle.
Pada mesin las tidak banyak
diperlukan penyetelan, kecuali hanya
penyetelan
penggunaan
jenis
arus
pengelasan, yaitu DCRP atau DCSP atau
disesuaikan
dengan
jenis/tuntutan
pekerjaan.
Namun,
khusus
untuk
penggunaan kawat elektroda solid (solid
wire) selalu menggunakan pengkutuban
DCRP ( tang las dihubungkankan dengan
kutup positif )
Penyetelan
pada
wire
feeder
merupakan hal yang penting dalam
pengelasan dengan GMAW, di mana pada
wire feeder
terdapat roda (rol) yang
berjumlah 2 atau 4 buah yang berfungsi
untuk memutar atau mendorong kawat
elektroda pada saat proses pengelasan
terjadi. Penyetelan yang dilakukan adalah:
Menyesuaikan ukuran alur roda dengan
ukuran kawat elektroda. Beberapa tipe roda
hanya cukup dengan membalik posisi roda
supaya sesuai dengan ukuran kawat
elektroda, tapi pada pada tipe yang yang
lain kadan kala harus mengganti ukuran
roda yang sesuai. Mengatur/menyetel
tekanan roda terhadap kawat elektroda agar
kawat dapat terputar secara lancar..
Ada dua hal utama yang perlu
dilakukan pada tang las (welding/ eletrode
gun), yaitu menyesuaikan ukuran contact
tip dengan diameter kawat elektroda dan
menyesuaikan
tipe
nozzle
dengan
kebutuhan pekerjaan.
5. Ketentuan-ketentuan Pengelasan Las
GMAW
a. Pengaturan Besar Arus dan Tegangan
Pengelasan
Besarnya
arus
dan
tegangan
pengelasan adalah tergantung pada tebal
bahan dan diameter kawat elektroda serta
posisi pengelasan atau berdasarkan WPS
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
pekerjaan tersebut. ketentuan umum
penyetelan/ pengaturan besaran arus dan
tegangan pengelasan berdasarkan diameter
kawat elektroda.
b. Baja Karbon
Besi dan tembaga termasuk logam
transisi yang sangat luas penggunaannya di
industri. Keberadaannya di alam dalam
bentuk
senyawanya sehingga untuk
memperoleh
kedua
logam
tersebut,
diperlukan proses ekstraksi.
Besi diekstraksi dari bijih besi yang
mengandung senyawa besi seperti hematit
(Fe2O3), limonit (2Fe2O3 3H2O), magnetit
(Fe3O4), dan siderit (FeCO3). Proses
ekstraksi dilakukan dalam tungku yang
disebut tanur tiup (blast furnace) dengan
menggunakan metode reduksi. Proses
ekstraksinya Fe dari biji besi: Bijih besi, batu
kapur (CaCO3), dan kokas (C) dimasukkan
dari bagian atas tanur.Kemudian, udara
panas ditiupkan ke bagian bawah tungku
agar C bereaksi dengan OZ membentuk
CO2. Gas CO2 yang terbentuk selanjutnya
akan bergerak ke atas dar lebih lanjut
dengan C untuk membentuk CO. Reaksi ini
bersifi endotermik, sehingga terjadi sedikit
penurunan suhu proses. Produk reaksi
yakni gas CO kemudian bergerak naik dan
mulai mereduksi senyawa-senyawa besi
pada biji besi. Reaksi keseluruhannya dapat
ditulis sebagai berikut: Fe2O3(s) + 3CO(s)
menjadi 2Fe(l) + 3CO2(g) Fe yang terbentuk
akan mengalir dan berkumpul di bawah.
Karena suhu di bawah tinggi sekitar
2000°C, Fe akan berada dalam bentuk
lelehannya. Sementara itu, CaCO3 dalam
tanur akan terurai menjadi CaO. CaO yang
terbentuk akan bereaksi dengan pengotor
yang bersifat asam yang ada dalam bijih
besi, seperti pasir silika. Reaksi ini
menghasilkan senyawa dengan titik didih
rendah yang disebut terak (slag). Lelehan
terak kemudian akan mengalir ke bagian
bawah tanur. Karena kerapatan lelehan
terak yang lebih rendah dibandingkan
lelehan besi, maka lelehan terak berada di
atas lelehan besi sehingga keduanya dapat
dikeluarkan secara terpisah. (Secara tidak
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
15
langsung, lelehan terak ini melindungi
lelehan besi dari teroksidasi kembali. Besi
yang terbentuk di dalam tanur tiup masih
mengandung pengotor dan bersifat cukup
rapuh. Besi ini disebut juga besi gubal (pig
iron). Besi gubal mengandung sekitar 3 –
4% C, 2% Si, dan sejumlah pengotor lain
seperti P dan S. Besi gubal dapat dicetak
langsung menjadi besi tuang (cast iron) atau
diproses lebih lanjut menjadi baja,
tergantung dari aplikasinya
2. Pembuatan Baja
Pembuatan Tahapan proses adalah
sebagai berikut. Sekitar 70% lelehan besi
gubal dari tanur tiup dan 30% besi/baja
bekas dimasukkan ke dalam tungku,
bersama dengan batu kapur (CaCO3).
Selanjutnya, O2 murni dilewatkan melalui
campuran lelehan logam. O2 akan bereaksi
dengan karbon (C) di dalam besi dan juga
zat pengotor lainnya seperti Si dan P, dan
membentuk
senyawa-senyawa
oksida.
Senyawa-senyawa oksida ini kemudian
direaksikan dengan CaO, yang berasal dari
peruraian batu kapur (CaCO3), membentuk
terak, seperti CaSiO3 dan Ca3(PO4)2.
Kandungan C pada baja yang dihasilkan
bervariasi dari ~0,2% sampai 1,5%.
Berdasarkan kadar C ini, kita mengenal tiga
macam baja seperti yang ditunjukkan tabel
berikut.
tabel 2.4. Propertis Baja
c. Baja Karbon SS400
Karena
perbedaan
sifat
fisik,
mekanik, termal dan metalurgi kedua
material. Melting Point yang rendah
dibanding dengan baja, baja SS400 Melting
Point pada suhu 1497oC, sedangkan specific
heat baja 460 J/kg.oC dengan thermal
conductivity baja 73 J/kg.oC.s.
tabel 2.4. Propertis Baja SS400
d. Sifat-sifat Material
Sifat mekanik adalah sifat yang
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
menyatakan kemampuan suatu material /
komponen untuk menerima beban, gaya
dan energi tanpa menimbulkan kerusakan
pada material/komponen tersebut.
Beberapa sifat mekanik yang penting antara
lain:
1. Kekuatan (strength),
2. Kekakuan (stiffness),
3. Kekenyalan (elasticity),
4. Plastisitas (plasticity),
5. Keuletan (ductility),
6. Ketangguhan (toughness),
7. Kegetasan (brittleness),
8. Kelelahan (fatigue),
9. Melar (creep),
10. Kekerasan (hardness),
11. Load,
12. Tegangan,
13. Regangan,
14. Tensile Stress / Tegangan Tarik.
15. Compressive Stress / Tegangan Tekan,
16. Shear Stress / Tegangan Geser
17. Modulus Young,
18. Bearing Stress / Tegangan Dukung,
19. Bending Stress / Tegangan Tekuk,
20. Heat treatment,
Dari sebuah rangkuman yang ditulis
oleh Avner (1974: 676) menyatakan bahwa
perlakuan panas (heat treatment) adalah:
“Heating and cooling a solid metal or alloy
in such away as to obtain desired conditions
or properties. Heating for the sole purpose
of hot-working is excluded from the
meaning of this definition”. Perlakuan
panas adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat
untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya.
Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus
dan kemampuan memotong meningkat
atau dapat dilunakan untuk memudahkan
proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan
panas yang tepat, tegangan dalam dapat
dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar
atau diperkecil. Selain itu ketangguhan
ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu
permukaan yang keras disekeliling inti
yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan
panas tepat, komposisi kimia baja harus
diketahui karena perubahan komposisi
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
16
kimia,
khususnya
karbon
dapat
mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis.
Penambahan unsur karbon ke besi
memberikan perubahan yang besar pada
fasa-fasa yang ditunjukan oleh diagram
keseimbangan besi karbon. Selain Karbon
pada baja terkandung juga unsur-unsur lain
seperti Si, Mn dan unsur pengotor lain
seperti P, S dan sebagainya. Unsur-unsur ini
tidak memberikan pengaruh utama kepada
diagram fasa sehingga diagram tersebut
dapat digunakan tanpa menghiraukan
adanya unsur-unsur tersebut. (Surdia dan
Saito, 1999: 69).
e. Pengerasan (Hardening )
Hardening atau pengerasan dan
disebut juga penyepuhan merupakan salah
satu proses perlakuan panas yang sangat
penting dalam produksi komponenkomponen mesin. Untuk mendapatkan
struktur baja yang halus, keuletan,
kekerasan yang diinginkan, dapat diperoleh
melalui proses ini. Menurut Kenneth
Budinski (1999: 167), pengerasan baja
membutuhkan perubahan struktur kristal
dari body-centered cubic (BCC) pada suhu
ruangan ke struktur kristal face-centered
cubic (FCC). Dari diagram keseimbangan
besi karbon dapat diketahui besarnya suhu
pemanasan logam yang mengandung
karbon untuk mendapatkan struktur FCC.
Logam tersebut harus dipanaskan dengan
sempurna sampai daerah austenit.
Pengerasan
meliputi
pekerjaan
pendinginan yang menyebabkan karbon
terbentuk
dalam
struktur
kristal.
Pendinginan
dilakukan
dengan
mengeluarkan dengan cepat logam dari
dapur pemanas (setelah direndam selama
waktu yang cukup untuk mendapatkan
temperatur
yang
dibutuhkan)
dan
mencelupkan kedalam media pendingin air
atau oli.
f. Pelunakan (Annealing)
Selain untuk tujuan pengerasan
perlakuan panas dapat dilakukan untuk
tujuan pelunakan. Hal ini diperlukan untuk
perlakuan baja-baja yang keras, sehingga
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
dapat dikerjakan dengan mesin. Disamping
itu juga pelunakan di lakukan untuk tujuan
meningkatkan keuletan dan mengurangi
tegangan dalam yang menyebabkan
material berperilaku getas. Secara umum
proses pelunakan dapat berupa proses
normalizing,
full
annealing
dan
spheroidizing.
g. Normalizing.
Normalizing
merupakan
proses
perlakuan panas yang bertujuan untuk
memperhalus dan, menyeragamkan ukuran
serta distribusi ukuran butir logam. Proses
ini diperlukan untuk komponen atau
material
yang
mengalami
proses
pembentukan seperti pengerolan dingin,
tempa dingin dan pengelasan.
Proses normalizing yaitu dengan cara
memanaskan material pada temperatur 55
sampai 85 0C diatas temperatur kritis.
Kemudian ditahan untuk beberapa lama
hingga fasa secara penuh bertransformasi
ke fasa austenit. Selanjutnya material
didinginkan pada udara terbuka hingga
mencapai suhu kamar.
f. Full annealing.
Full annealing merupakan proses
perlakuan panas yang bertujuan untuk
melunakkan logam yang keras sehingga
mampu dikerjakan dengan mesin. Proses
ini banyak dilakukan pada baja medium.
Proses
ini
dilakukan
dengan
cara
memanaskan material baja pada temperatur
15 hingga 40 0C di atas temparatur A3 atau
A1 tergantung kadar karbonnya. Pada
temperatur tersebut pemanasan ditahan
untuk beberapa lama hingga mencapai
kesetimbangan.
Selanjutnya
material
didinginkan dalam dapur pemanas secara
perlahan-lahan
hingga
mencapai
temperature kamar. Struktur mikro hasil
full annealing berupa pearlit kasar yang
relatif lunak dan ulet.
c. Spheroidizing.
Baja karbon medium dan tinggi
memiliki kekerasan yang tinggi dan sulit
untuk dikerjakan dengan mesin dan
dideformasi. Untuk melunakkan baja ini
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
17
dilakukan proses spheroidizing. Proses
spheroidizing dilakukan dengan cara
memanaskan baja pada temperatur sedikit
dibawah temperatur eutectoid, yaitu sekitar
7000C. Pada temperatur tersebut ditahan
selama 15 hingga 25 jam. Kemudian
didinginkan secara perlahan-lahan di dalam
tungku
pemanas
hingga
mencapai
temperatur kamar.
METODOLOGI PENENELITIAN
Metode
penelitian
yang
telah
dilaksanakan merupakan true experimental
research, tahapan penelitian ini dibagi
dalam 3 bagian yaitu studi literatur,
pembuatan serta pengujian spesimen,
pembuatan laporan. Waktu penelitian
dilaksanakan selama tiga bulan, dengan
rincian yaitu untuk studi literatur
dilaksanakan selama 2 minggu, , kemudian
pada pembuatan dan pengujian spesimen
selama 4 minggu, sedangkan untuk
pengolahan data dan evaluasi 2 minggu.
Beberapa tempat yang digunakan untuk
penelitian yaitu: untuk studi literatur
dilaksanakan di Politeknik Kediri Lab.
Fabrikasi dan lab. Uji Material Program
Studi Perawatan dan Perbaikan.
Variabel Penelitian ini terdapat satu
variabel bebas dan dua variabel tetap.
Variabel bebas yang digunakan adalah
kecepatan 3, 5, dan 7 dalam 10 mm/detik
dan temperatur 650oC, 750oC, dan 850oC
dalam waktu 1 jam. Variabel terikat yang
digunakan pada penelitian ini adalah :
Kekuatan Tarik, Kekuatan Impact, dan
Kekerasan. Variabel kontrol pada penelitian
ini adalah: Tegangan las 2 dalam 10 volt,
Waktu Temperatur perlakuan 1 jam,
Elektroda tipe EN 6010, Mesin GMAW 200
1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : Mesin Las GMAW
200, Gerinda, Mesin Uji Impact, Mesin
Pengujian
Tarik
(Universal
Machine
Testing), Tanur pemanas, Mesin Uji
Kekerasan Brinell, Kamera digital.
Bahan-bahan
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah : Baja karbon
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
rendah SS 400 pxl : 210 x 270 cm, Elektroda
tipe EN 6010.
18
4.2. berikut ini:
Tabel 4.2. Hasil rata-rata penelitian Uji Tarik
2. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengujian Tarik
Dari pelaksanaan percobaan Uji Tarik
yang telah dilaksanakan, didapat data-data
seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1. Data penelitian Uji Tarik
Tabel 4.1. merupakan hasil pengujian
tarik dari tiga kali perulangan spesimen
pada bahan baja SS400 yang disambung
menggunakan las GMAW dengan tipe
sambungan butt joint, yang ditakik.
Kekuatan tarik yang menggunakan mesin
UTM-20D dengan beban 20 kN diperoleh
dalam (kN). Sehingga diperoleh hasil ratarata uji tarik yang ditunjukkan pada tabel
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
Hasil rata rata diperoleh pada
perlakuan baja SS400 dengan temperatur
650 OC dengan kecepatan 3 mm/dtk sebesar
5,067 kN, dengan kecepatan 5 mm/dtk
sebesar 4,84, dengan kecepatan 7 mm/dtk
sebesar 4,667 kN. Pada perlakuan baja
SS400 dengan s temperatur 750 OC dengan
kecepatan 3 mm/dtk sebesar 4,473 kN,
dengan kecepatan 5 mm/dtk sebesar 4,087
kN, dengan kecepatan 7 mm/dtk sebesar
3862 kN. Kemudian pada perlakuan baja
SS400 dengan temperatur 850 OC dengan
kecepatan 3 mm/dtk sebesar 3,373 kN,
dengan kecepatan 5 mm/dtk sebesar 3,332
kN, dengan kecepatan 7 mm/dtk sebesar
3,307 kN.
2. Pembahasan Hasil Uji Tarik
Dari hasil rata-rata uji tarik diperoleh pada
perlakuan baja SS400 dengan temperatur
650 OC dengan kecepatan 3 mm/dtk sebesar
5,067 kN, dengan kecepatan 5 mm/dtk
sebesar 4,84, dengan kecepatan 7 mm/dtk
sebesar 4,667 kN. Pada perlakuan baja
SS400 dengan temperatur 750OC dengan
kecepatan 3 mm/dtk sebesar 4,473 kN,
dengan kecepatan 5 mm/dtk sebesar 4,087
kN, dengan kecepatan 7 mm/dtk sebesar
3862 kN. Kemudian pada perlakuan baja
SS400 dengan temperatur 850OC dengan
kecepatan 3 mm/dtk sebesar 3,373 kN,
dengan kecepatan 5 mm/dtk sebesar 3,332
kN, dengan kecepatan 7 mm/dtk sebesar
3,307 kN.
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
19
tabel diperoleh 2,759 yang berarti Fhitung >
F tabel . Hasil uji ini menunjukkan bahwa
temperatur dan kecepatan pengelasan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kekuatan tarik sambungan las baja SS400.
Dari tabel pelaksanaan uji Tarik yang telah
dilaksanakan, didapat Analisa varian
seperti pada bagan berikut ini:
Gambar 4.1.diagram pengaruh kecepatan
pengelasan terhadap kekuatan tarik
Pada gambar 4.1. menunjukkan
bahwa temperatur 650 OC memiliki
kekuatan tarik yang semakin menurun
diikuti
dengan
kenaikan
kecepatan
pengelasan, hal ini juga terjadi pada
temperatur 750 OC dan 850 OC. sehingga
semakin besar kecepatannya kekuatan
tariknya semakin kecil. Dengan nilai
terbesar pada kecepatan 3 mm/dtk dan
terendah pada kecepatan 7 mm/dtk.
Gambar 4.2. pengaruh temperatur dan
kecepatan pengelasan terhadap kekuatan
tarik
Dari gambar 4.2. menunjukkan
bahwa suhu 650OC memiliki kekuatan tarik
terbesar dari pada suhu 750OC suhu dan
850OC. Sehingga dapat nyatakan bahwa
semakin besar suhu perlakuannya maka
nilai kekuatan tariknya semakin rendah.
Dengan hasil kekuatan tarik terbesar 5,067
kN pada kecepatan 3 mm/dtk dan terendah
3,307 kN pada temperatur 850OC dengan
kecepatan 7 mm/dtk.
3. Analisa Varian Hasil Uji Tarik
Dari hasil analisa variance pada tabel
5, diperoleh Fhitung 18,929, sedangkan F
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
Temperatur
dan
kecepatan
pengelasan
yang
berbeda
akan
menghasilkan kekuatan sambungan las
yang berbeda pula dengan resiko kesalahan
5%. Sedangkan model terbaik untuk
menunjukkan hubungan antara temperatur
dan
kecepatan
pengelasan
terhadap
kekuatan tarik sambungan las adalah
dengan model polinomial orde 2. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai R2 (0,949) untuk
model ini paling tinggi dibandingkan
dengan model model yang lain. Hal ini
berarti bahwa terdapat 94,9 % pasangan
data yang fit jika digunakan pendekatan
dengan model polynomial orde 2. Dapat
diketahui bahwa makin rendah temperatur
dan kecepatan pengelasan maka kekuatan
tarik sambungan las akan meningkat
sampai
mencapai
puncaknya
pada
O
temperatur
650 C
dan
kecepatan
pengelasan 3 mm/dtk dengan kekuatan
sambungan las 5,067 kN .
Penambahan
temperatur
dan
kecepatan
pengelasan
justru
akan
menurunkan kekuatan sambungan lasnya.
Hal ini disebabkan oleh pemindahan logam
cair elektrode, dimana pada temperatur dan
kecepatan pengelasan yang lebih rendah
maka
butiran
logam
cair
yang
mengelompok menetap pada temperatur
dan kecepatan pengelasan semakain besar
yang menyebabkan daya ikatnya akan
semakin meningkat. Kondisi yang ideal
dicapai pada penggunaan temperatur 650OC
dan kecepatan pengelasan 3 mm/dtk.
Sedangkan jika temperatur dan kecepatan
pengelasan ditingkatkan lagi, maka akan
Jurnal Teknik Mesin, Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017
terjadi penetrasi yang besar pada logam
induk yang mengakibatkan kekuatan
sambungan akan menurun.
KESIMPULAN
Temperatur
dan
kecepatan
pengelasan
terhadap
kekuatan
tarik
merupakan interaksi ke dua parameter
tersebut, memberikan pengaruh pada
proses las GMAW terhadap kekuatan tarik.
Diperoleh kesimpulan bahwa suhu 650 OC
memiliki kekuatan tarik terbesar dari pada
suhu 750 OC suhu dan 850 OC. Sehingga
dapat nyatakan bahwa semakin besar suhu
perlakuannya maka nilai kekuatan tariknya
semakin rendah. Dengan hasil kekuatan
tarik terbesar 5,067 kN pada kecepatan 3
mm/dtk dan terendah 3,307 kN pada
temperatur 850 OC dengan kecepatan 7
mm/dtk.
Sehingga
temperatur
dan
kecepatan pengelasan yang berbeda akan
menghasilkan kekuatan sambungan las
yang berbeda pula dengan resiko kesalahan
5%. Sedangkan model terbaik adalah
dengan model polinomial orde 2, yang
ditunjukkan dengan nilai R2 (0,949).
DAFTAR RUJUKAN
Askeland. R. Donald, 1984, The Science And
Engineering Of Materils, Adivision
of Wadsworth, Inc.
American Welding Society, 1976, Welding
Handbook, 8th Edition Vol. 1,
Fundamental of Welding, Miami
Florida.
Amstead, alih bahasa Sriati Djaprie (1992).
Teknologi Mekanik, Versi S1,
Erlangga, Jakarta.
Anwir. B.S, Rosnim D (1976) Kamus Teknik,
Cetakan Ke-1, PT.Pradnya Paramita,
Jakarta.
Cary, B. Howard (1989). Modern Welding
Technologi, second edition, Prentice
Hall International, Inc. Engewood.
New Jersy.
Douglas C. Montgomery, 1976, Design and
Analysis of Exsperiment, John
Wiley & Son, USA
Ginting Dines dan Kenyon W. 1985,
P- ISSN 2252-4444
E- ISSN 1559-2063
20
Dasardasar Pengelasan, Erlangga,
Jakarta.
Hartomo. A.J. (1992), Komposit Metal,
Cetakan
Ke-1,
Andi
Offset,
Yogyakarta.
Howard B.C., 1989, Modern Welding
Technology, Second Edition, United
State of America.
Lawrence H. Van Vlack, 1989, Ilmu dan
Teknologi
Bahan,
Terjemahan
Sriatie Djaprie. Erlangga Jakarta
Smallman, alih bahasa Sriati Djaprie dkk
(1991). Metalurgi Fisik Moderen,
Edisi Ke-4, PT. Gramedia, Jakarta.
Spiegel, Murray. R (1961). Statistik, versi S1,
Erlangga, Jakarta.
Sujana (1995). Desain dan Analisis
Eksperimen, Edisi Ke-4, PT Tarsito,
Bandung.
Suherman Wahid (1988), Ilmu Logam II,
Diktat jurusan Teknik Mesin , ITS
Sumanto (1994), Pengetahuan Bahan, Andi
Offset, Yogyakarta.
Suratman, R. dan Sonawan W. 2003,
Pengantar Untuk Memahami Proses
Pengelasan
Logam,
Alfabeta,
Bandung.
Tata
Surdia,
Shinroku
Saito
(1995).Pengetahuan Bahan Teknik,
Cetakan
Ke-3,
PT.
Pradnya
Paramita, Jakarta.
Vincent Gaspersz (1991), Teknik Analisis
Dalam
Penelitian
Percobaan,
Tarsito, Bandung.
Wiryosumarto, Harsono, Toshi Okumura,
1996, Teknologi Pengelasan Logam,
Cetakan ke-8 , PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Download