LAPORAN PENELITIAN LANGGAM ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL DAERAH MINANGA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Oleh CHAIRUL MUROD, DKK Dibiayai Oleh Dana Rutin Universitas Sriwijaya TA 2002 PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2002 LEMBAR PENGESAHAN 1.a. JUDUL PENELITIAN b. BIDANG ILMU c. KATEGORI PENELITIAN : LANGGAM ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL DAERAH MINANGA di Kabupaten OGAN KOMERING ULU : Arsitektur dan Konstruksi : Penelitian Dana Rutin 2. KEPALA PROYEK PENELITIAN a. Nama Lengkap dengan Gelar b. Jenis Kelamin c. Pangkat / Gol, NIP. d. Jabatan Sekarang e. Jurusan / Fakultas f. Universitas g. Bidang yang Diteliti 3. JUMLAH TIM PENELITI 4. LOKASI PENELITIAN : Ir. Chairul Murod, MT. : Laki - laki : Asisten / III-B, 131 572 475 : Dosen Program Studi Teknik Arsitektur : Teknik Sipil / Fakultas Teknik : Sriwijaya : Arsitektur dan Konstruksi : 3 (tiga) Orang : Desa Minanga, Kecamatan Cempaka, Kabupaten. Ogan Komering Ulu 5. JANGKA WAKTU PENELITIAN : 5 (lima) bulan 6. BIAYA PENELITIAN : Rp. 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah 7. SUMBER DANA : DIK-Rutin UNSRI Tahun anggaran 2002 Mengetahui : Dekan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Kepala Proyek Penelitian Ir. H. Fuad Rusydi Suwardi, MS NIP. 130 686 232 Ir. H. Chairul Murod, MT. NIP. 131 572 475 Mengetahui : Ketua Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya Dr. Ir. HRM. Saleh, MSc. ABSTRAK LANGGAM ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL DAERAH MINANGA di KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Seperti halnya dengan kota-kota di Indonesia yang mempunyai khazanah budaya beragam, Ogan Komering Ulu mempunyai ragam kekayaan sejarah dan budaya yang sangat menakjubkan. Salah satu peninggalan tersebut adalah arsitektur tradisional Rumah Ulu. Keberadaan rumah Ulu masih dapat dijumpai di daerah Minanga kabupaten Ogan Komering Ulu. Beberapa rumah tradisional tersebut telah berumur lebih dari 50 tahun serta menyimpan nilai sejarah, budaya dan arsitektur yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Rumah Ulu seperti bangunan-bangunan tua yang spesifik misalnya bangunan tipe Limas, mengalami ancaman yang serius dari kehancuran bahkan kepunahan. Ancaman tersebut disebabkan karena usia tua, pemilik tidak mempunyai dana cukup untuk perbaikan atau karena tanah mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi sehingga rumah tersebut dihancurkan untuk bangunan baru yang fungsinya lebih kearah ekonomi. Pada sisi lain, kurangnya perhatian pemerintah baik pusat maupun setempat terhadap keberadaan arsitektur Rumah Ulu tersebut. Padahal, ia memiliki potensi yang tinggi baik dari sisi budaya dan arsitektur, bagi sumber kearsitekturan, keilmuan yang merupakan aset yang tidak terharga nilainya. Belum ada data inventaris dan pendokumentasian yang memadai tentang Rumah Ulu di Minanga. Beberapa buku dan peneliti hanya memusatkan perhatian pada beberapa rumah saja misalnya rumah Ulu di Pasemah, Semendo dan Lahat. Data inventaris dan dokumentasi dari beberapa rumah Ulu tersebut juga dipandang masih sangat terbatas. Pada penelitian ini diyakini bahwa beberapa rumah Ulu di daerah Minanga layak ditampilkan untuk mengungkapkan kekayaan budaya masyarakat Ogan Komering Ulu di bidang arsitektur. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang Arsitektur Tradisonal di Minanga dengan tujuan : 1). Mengidentifikasi dan mendokumentasi arsitektur tradisional di Minanga agar dapat dijadikan sumber kearsitekturan khususnya dan sumber keilmuan umumnya. 2). Mengungkap langgam arsitekturnya dengan menggali makna dan atau nilai-nilai filosofis yang terkandung didalamnya. 3). Meletakan dasar dalam upaya perlindungan arsitektur tradisional di Minanga sebagai bangunan cagar budaya di wilayah kabupaten Ogan Komering Ulu khususnya dan Provinsi Sumatera Selatan umumnya. Dari penelitian ini telah dapat didokumentasikan dalam bentuk gambar dan foto arsitektur tradisional Rumah Ulu Minanga. Terungkap bahwa arsitektur Rumah Ulu Minanga memiliki langgam tersendiri yang cukup spesifik, walaupun terdapat beberapa kesamaan dengan arstektur Rumah Ulu lainnya di Sumatera Selatan. Di dalam arsitektur tradisional Rumah Ulu Minanga terkandung makna dan nilai-nilai filosofis yang mendasari langgamnya tersebut khususnya, maupun sosok arsitekturnya secara keseluruhan. Aspek ekologi, penyatuan dengan alam, disamping aspek keagamaan merupakan aspek-yang mendasari Arsitektur tradisional Rumah Ulu Minanga. Di rasakan penelitian ini masih belum mengungkap secara menyeluruh tentang arsitektur Rumah Ulu Minanga, dan juga masih belum mendalam, sehingga masih perlu adanya penelitian lanjutan. Namun hal yang penting, hendaknya pemerintah setempat segera melakukan tindakan perlindungan terhadap arsitektur Rumah Ulu Minanga ini sebagai benda cagar budaya, sebelum terlanjur mengalami kepunahan. DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ……………………………….…………………………………………………………………. i DAFTAR ISI………………………………………………………...………………………………. ii DAFTAR GAMBAR…………………………………..………………………….…………………… iv BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………….…………. 1 - 4 I.1. Latar Belakang. ……………............…………………………………………………………. I.2. Perumusan Masalah. ………............…………………………………………………………. I.3. Tujuan Penelitian ……………............……………………………………………………….. I.4. Manfaat Penelitian …………………............………………………………………………… I.5. Obyek dan Batasan …………………............………………………………………………... BAB II. KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………..………………... II.1. Arsitektur Tradisional di Sumatera Selatan ……...........………………………….…………. II.2. Arsitektur Tradisional Rumah Ulu …………...…............……………………………….….. II.3. Arsitektur Tradisional di Minanga ………………………………….…...........…………….. II.4. Gaya dan Langgam dalam Arsitektur …………..........……….…………………………...… 1 2 2 3 3 5 - 10 5 6 8 9 BAB III. METODOLOGI ……………………………………………………………………………..……….. 11 - 15 III.1. Metode Penelitian …………………………….........………………………………..….…. 11 III.2. Pengumpulan dan Analisis Data …………..........……………………………..……….….. 13 III.3. Metode Kajian-Bahasan ………………….…........…………………………...……….…... 14 BAB IV. TINJAUAN OBYEK ……………………………………..……………..…………. 16 - 28 IV.1. Kesejarahan ……………………………………................................................………….. IV.2. Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi …………...........…………………………….….. IV.3. Ragam Arsitektur Tradisonal di Minanga…………................................................………. IV.3.1. Tipe Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga …............................................................ IV.3.2. Karakteristik Arsitektur Tradisional di Minanga …........................................................... IV.4. Tata Lingkungan dan Pertapakan ………………….................................................………. IV.5. Arsitektur Tradisional Rumah Ulu Minanga …….................................................………… 16 18 18 18 20 25 27 BAB V. KAJIAN dan BAHASAN……………………………………………. 29 - 47 V.1. Arsitektur Tradisonal Minanga ……………………….................................................…….. 29 dalam Kesejarahan dan Konteks Budaya V.2. Tampilan Wajah Arsitektur Rumah Ulu …………................................................…………. 30 sebagai Sosok Arsitektur Tradisional Minanga V.3. Peruangan dalam Arsitektur Rumah Ulu …………………………………........…………… 38 sebagai Sosok Arsitektur Tradisional Minanga... V.4. Tata Lingkungan dan Pertapakan ………………........…………… 43 Arsitektur Tradisonal Minanga BAB VI KESIMPULAN dan REKOMENDASI…….……………………….…………… 48-50 VI.1. Kesimpulan……………………............……………………………….…………………… 48 VI.2. Rekomendasi………………………...........………………………………………………… 50 DAFTAR PUSTAKA…………..……………………………………….………………………. 51 GLOSARIUM………………………………………………………….………………..………. 52 LAMPIRAN………………………………………………………….………………………….. 53 PERSONALIA PENELITI……………………………………..……………………………..… 57 DAFTAR GAMBAR No Urut dan No.Gambar Nama Gambar Hal No. 01. 01 - 04 Rekaman Visual Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga 19 No. 01. 05 - 07 Rekaman Visual Percungkupan – Atap 20 No. 02. 01. – 03 Sketsa Denah-denah dari Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga 21 No. 02. 04 – 05 Sketsa elevasi lantai dari Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga 22 No. 01. 08 - 10 Rekaman Visual Teras/Garang danTangga 24 No. 01. 11 - 16 Rekaman Visual Ragam Hias 24 No. 01. 17 - 20 Rekaman Visual Tata Lingkungan Pertapakan di Minanga 27 No. 03. 01 - 04 Rekaman Visual Percungkupan – Atap 32 No. 03. 05 - 10 Rekaman Visual Elemen Dinding 34 No. 03. 11 - 15 Rekaman Visual Elemen Tiang 36 No. 03. 16 - 19 Rekaman Visual Teras/Garan dan Tangga 37 No. 01. 20 - 24 Rekaman Visual Elemen Denah 40 No. 01. 25 - 27 Rekaman Visual Elemen Lantai 41 No.01. 28 - 30 Rekaman Visual Elemen LangitLangit dan Plafond 43 No. 01 – 31 Sketsa Orientasi dan Tata Letak Bangunan 45 No. 01 – 32 Sketsa Hubungan antar Bangunan 46 No. 01 – 33 Sketsa Ruang Publik dan atau Ruang Terbuk 47 BAB I. PENDAHULUAN. I.1. LATAR BELAKANG. Seperti halnya dengan kota-kota di Indonesia yang mempunyai khazanah budaya beragam, Ogan Komering Ulu mempunyai beragam kekayaan sejarah budaya yang sangat menakjubkan. Budaya yang menunjukkan ekspresi masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup. Salah satu peninggalan budaya tersebut tergolong dalam bidang arsitektur ialah arsitektur tradisional Rumah Ulu. Rumah Ulu terlihat anggun dan gagah karena bentuknya yang proporsional, dengan atap berbentuk pelana yang dominan. Keberadaan rumah Ulu masih dapat dijumpai di daerah Minanga kabupaten Ogan Komering Ulu. Beberapa rumah tradisional tersebut telah berumur lebih dari 50 tahun serta menyimpan nilai sejarah, budaya dan arsitektur yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Rumah Ulu seperti bangunan-bangunan tua yang spesifik misalnya bangunan tipe Limas, mengalami ancaman yang serius dari kehancuran bahkan kepunahan. Ancaman tersebut disebabkan karena usia tua, pemilik tidak mempunyai dana cukup untuk perbaikan atau karena tanah mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi sehingga rumah tersebut dihancurkan untuk bangunan baru yang fungsinya lebih kearah ekonomi. Pada sisi yang lain, Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu umumnya dan Perangkat Kecamatan Minanga atau Perangkat di bawahnya kurang perhatiannya terhadap keberadaan arsitektur Rumah Ulu tersebut. Padahal, ia memiliki potensi yang tinggi baik dari sisi budaya dan arsitektur, bagi sumber kearsitekturan, keilmuan maupun sebagai suatu aset yang tidak terharga nilainya. Belum ada data inventaris dan pendokumentasian yang memadai tentang rumah Ulu di Minanga. Beberapa buku dan peneliti hanya memusatkan perhatian pada beberapa rumah saja misalnya rumah Ulu di Pasemah, Semendo dan Lahat. Data inventaris dan dokumentasi dari beberapa rumah Ulu tersebut juga dipandang masih sangat terbatas. Pada penelitian ini diyakini bahwa beberapa rumah Ulu di daerah Minanga layak ditampilkan untuk mengungkapkan kekayaan budaya masyarakat Ogan Komering Ulu di bidang arsitektur. I.2. PERUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1). Pengungkapkan karakter arsitektur tradisional di Minanga umumnya dan Rumah Ulu khususnya, atas dasar aspek-aspek dan unsur-unsur dalam arsitektur. 2). Pengiventarisasian dan pendokumentasian peninggalan budaya yang merupakan aset daerah Minanga, Kabupaten Ogan Komering Ulu I.3. TUJUAN PENELITIAN Dalam kerangka penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah seperti berikut: 1). Identifikasi dan dokumentasi arsitektur tradisional di Minanga agar dapat dijadikan sumber kearsitekturan khususnya dan sumber keilmuan umumnya. 2). Mengungkap langgam arsitekturnya dengan menggali makna dan atau nilai-nilai filosofis yang terkandung didalamnya. 3). Sebagai langkah awal dalam upaya perlindungan arsitektur tradisional di Minanga sebagai bangunan cagar budaya di wilayah kabupaten Ogan Komering Ulu khususnya dan Provinsi Sumatera Selatan umumnya.. I.4. MANFAAT PENELITIAN Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat seperti berikut: 1). Dokumentasi berupa tulisan dan gambar grafis dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menetapkan rumah Ulu di daerah Minanga tersebut sebagai bangunan cagar budaya yang harus dilindungi 2). Dapat menentukan strategi untuk pelestarian dan tata cara pelestarian (melalui renovasi) yang masih diperkenankan. 3). Melindungi rumah Ulu sebagai obyek menarik (interesting place) dan bagian dari sejarah masyarakat di kabupaten Ogan Komering Ulu untuk dikunjungi wisatawan. I.5. OBYEK dan BATASAN PENELITIAN Pada prinsipnya obyek penelitian arsitektur rumah tradisonal Minanga terbatas pada Rumah Ulu. Walaupun demikian juga di tinjau ujud arsitektur tradisional Minanga lainya yang terbatas pada tinjauan obyek yang akan dapat memberikan gambaran ragam arsitektur tradisonal Minanga secara keseluruhan. Obyek penelitian tersebut di arahkan pada Rumah Ulu yang telah berumur lebih dari 50 tahun yang masih asli dan masih berfungsi sebagai tempat tinggal. Akan tetapi juga dilihat Rumah Ulu yang telah di renovasi sebagai pembanding dalam mendapatkan gambaran akan penanganan renovasi; apakah mengikuti kaidah-kaidah penanganan bangunan yang dilindungi sebagai benda cagar budaya. Adapun wilayah penelitian adalah terbatas pada satu lingkungan yang merupakan bagian dari desa Minanga, kecamatan Cempaka, kabupaten Ogan Komering Ulu. Pemilihan lokasi penelitian tersebut berdasarkan pada keberadaan arsitektur tradisional di Minanga yang dianggap masih mewakili dan masih utuh, masih berfungsi sebagai tempat tinggal, adanya kehidupan sosial–budaya dan adat istiadat masyarakat yang masih cukup kuat, yang kesemuanya masih dapat ditelusuri kaitannya dengan masa lalu. BAB II. KAJIAN PUSTAKA. II. 1. Arsitektur Tradisional di Sumatera Selatan Dari beberapa sumber literatur, diantaranya Ari Siswanto, dkk (19..) ditinjau atas dasar wilayah geografis arsitektur tradisional di Sumatera Selatan umumnya dikenali dengan arsitektur tradisional Rumah Limas dan Rumah Ulu. Rumah Limas yang juga lebih dikenal dengan sebutan Rumah Bari pada umumnya terdapat di Palembang dan sekitarnya, sehingga Rumah Limas adalah identik dengan Palembang. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh sejarah bahwa Palembang sebagai pusat Pemerintahan Kesultanan Palembang sebagai orientasi utama daerah-daerah ulu. Oleh sebab itu bentuk rumah yang berbeda dengan Limas dan terletak di luar, pedalaman, atau di daerah hulu yang lebih dikenal dengan sebutan uluan Palembang disebut Rumah Ulu. Keadaan ini juga mempertegas tentang konsep Ulu – Ilir yang berkembang di tengah masyarakat. Walaupun demikian keberadaan Rumah Limas ternyata tidak hanya terdapat di Palembang dan sekitarnya akan tetapi terdapat di daerah-daerah ulu Kelihatannya keberadaan Rumah Limas di daerah-daerah ulu umumnya berdampingan dengan rumah ulu. Secara umum, rumah tradisional di wilayah Sumatera Selatan merupakan rumah panggung yang berdiri di atas beberapa tiang penyanggah. dengan dominasi kontruksi dan bahan kayu. Dalam hal ini memperlihatkan bahwa arsitektur tradisional sangat erat kaitannya dengan adaptasi terhadap lingkungannya yang mana karakter fisik geografis wialyah Sumatera Selatan yang merupakan daerah rawa dan lingkungan sungai. II.2. Arsitektur Tradisional Rumah Ulu Menurut Sukanti dkk (1994) dalam buku Rumah Ulu, menyebutkan bahwa : Rumah Ulu antara golongan bangsawan dan rakyat biasa mempunyai perbedaan mendasar pada bentuk dan susunan lantainya. Rumah untuk rakyat kebanyakan memiliki lantai pada satu ketinggian atau tidak berundak. Sebaliknya, lantai rumah untuk keturunan pangeran atau bangsawan memiliki ketinggian berbeda, atau dibuat berundak yang terdiri dari tiga tingkatan/pangkat. Pangkat I, paling atas dipergunakan oleh keluarga atau keturunan pangeran saat acara perkawinan atau selamatan. Pangkat II ditempati oleh masyarakat yang mempunyai marga, sedangkan pangkat II untuk rakyat biasa. Keadaan ini memiliki kemiripan dengan rumah limas yang mempunyai lantai berundak atau kekijing. Walaupun demikian, terdapat juga rumah limas yang hanya mempunyai satu ketinggian lantai dan dikenal sebagai rumah Limas Gudang. Rumah Ulu pada dasarnya dihiasi juga dengan ornamen dan ukiran yang terletak pada tiang, balok, pintu dan listplank. Ornamen tersebut menunjukkan dengan jelas pengaruh agama Islam di masyarakat. Ragam hias non geometris pada rumah ulu pada umumnya berupa motif tumbuh-tumbuhan atau flora. Motif hewan jarang dijumpai. Motif yang paling banyak ditemui adalah motif sukuran yang menyiratkan tentang kehidupan yang berkesinambungan. Motif dari bunga tertentu dan matahari pada rumah Ulu, juga memberikan arti yang dalam serta terkait dengan kehidupan manusia. Menurut buku Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Selatan (1991) salah satu bentuk Rumah Ulu yang sangat unik terdapat di desa Pelang Kenidai, Pagar Alam. Rumah panggung yang mempunyai atap pelana tampak menjorok ke depan dan ke belakang di bagian tengahnya. Terdapat 3 tipologi rumah yang dapat menjelaskan status sosial pemilik rumah untuk jenis rumah tradisional Pasemah di Pelang Kenidai. Rumah Tatahan mempunyai ukiran halus di beberapa bagian rumah. Bentuk kedua adalah rumah Kilapan, yaitu rumah panggung yang tidak berukir dan bentuk ketiga adalah rumah Padu Kingking yang berupa rumah panggung yang mengkombinasikan kayu dengan bambu. Rumah Ulu pada umumnya mempunyai bentuk dasar denah berupa segiempat yang terdiri dari beruge atau garang di bagian depan sedangkan bagian tengah terdiri dari sengkar bawah dan sengkar atas. Selain itu pada Rumah Ulu terdapat hal yang menarik berupa semacam plafond tetapi hanya untuk sebagian ruangan yang diberi nama pagu hantu. Pagu hantu berfungsi untuk tempat menyimpan barang maupun bahan makanan. Walaupun diklasifikasikan sebagai Rumah Ulu, rumah tradisional Pasemah berbeda dengan rumah Ulu di desa Surabaya, kecamatan Banding Agung, Ogan Komering Ulu yang dikenal sebagai rumah tradisional Lamban Tuha, berbeda pula dengan Rumah Ulu di daerah Pulau Panggung Kabupaten Ogan Komering Ilir. Rumah tradisional Pasemah mempunyai banyak kemiripan dengan rumah tradisional Semendo di kabupaten Muaraenim. Dari penjelasan tersebut, telah jelas bahwa Rumah Ulu di beberapa daerah mempunyai perbedaan-perbedaan dan hal tersebut sangat menarik karena menambah kekayaan khazanah budaya nenek moyang masyarakat Sumatera Selatan. Sebagaimana halnya dengan rumah tradisional lainnya, Rumah Ulu mempunyai nilai arsitektur yang tinggi. Hal ini bisa dimengerti karena Rumah Ulu mempunyai proporsi yang baik, sesuai dengan iklim tropis dan lingkungan setempat dan dapat menunjukan ekspresi dari pemilik rumah. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dapat dimengerti apabila rumah tradisional di daerah Minanga yang diantaranya termasuk klasifikasi Rumah Ulu perlu diidentifikasikan dan seharusnya dilestarikan sebelum asset yang berharga dari nenek moyang tersebut hilang selamanya. Berdasarkan uraian di atas maka rumah tradisional di daerah-daerah ulu yang bukan merupakan Rumah Limas dapat dikelompokkan sebagai Rumah Ulu, demikian pula halnya dengan di Minanga. Karakter yang mudah terlihat pada rumah tradisional tersebut adalah penggunaan atap pelana dan rumah panggung. Keberadan arsitektur tradisional Rumah Ulu ini masih cukup banyak ditemukan di wilayah kabupaten-kabupaten, provinsi Sumatera Selatan. II.3. Arsitektur Tradisonal di Minanga Minanga merupakan daerah yang cukup berkembang. Terdapat beberapa peninggalan budaya dan arsitektur di daerah Minanga. Bila dilihat dari uraian tentang arsitektur tradisional di Sumatera Selatan dan arsitektur tradisional rumah ulu seperti diuraikan pada bagian II.1 dan II.2 di atas, di Minanga terdapat peninggalan arsitektur tradisional rumah limas dan arsitektur tradisonal rumah ulu sebagai bagian dari arsitektur tradisonal di Sumatera Selatan. Kondisi Rumah Ulu di daerah Minanga yang umumnya telah berumur lebih dari 50 tahun terlihat cukup menyedihkan, buruk serta kurang terawat. TAMPILAN ARSITEKTUR TRADISIONAL MINANGA Sebagaimana dengan karakter arsitektur tradisional di Sumatera Selatan, arsitektur tradisional di daerah Minanga terutama rumah Ulu yang dikenal mewakili arsitektur tardisonal Minanga mempunyai ciri yang sangat mudah dikenal. Ciri tersebut yaitu ia merupakan rumah panggung yang berdiri di atas beberapa tiang penyangga, kanstruksi kayu, bahan bangunan dominan dari kayu baik dinding, lantai langit dan elemen kecuali penutup atap, kaya dengan ragam hias/ ornamen , misalnya pada kolom, listplank dan balok. II.4 Gaya dan Langgam dalam Arsitektur Dalam mengartikan dan memahami gaya dan langgam dalam arsitektur masih ada yang berpendapat bahwa gaya dan langgam adalah hal yang sama. Dalam arsitektur gaya dapat diartikan sebagai Mode dan juga dapat diartikan sebagai Langgam. Gaya dalam arsitektur yang tidak mengandung makna di dalamnya disebut gaya sebagai Mode atau Fashion. Sedangkan Gaya dalam arsitektur yang terkandung makna dan adanya tata atur/ordering didalamnya disebut Langgam. Dalam kajian tentang “Apa dan Bagimana Tipologi ” dalam sub judul “Tipologi Langgam” oleh Jurusan Arstektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institiut Teknologi Sepuluh November Surabaya dibahas tentang aspek-aspek langgam. Dalam bahasan tersebut diutarakan aspek rupa (form) dan aspek makna (content/substance) serta aspek langgam beserta beberapa unsur-unsurnya yang berupa aspek wujud dan aspek makna. Lihat diagram berikut ini: ASPEK-ASPEK ASPEK-ASPEK LANGGAM LANGGAM dan UNSUR-UNSURNYA Rupa/Wujud/Sosok RUPA(Form) LANGGAM RUPA(Form) Rerangka/Structure LANGGAM MAKNA/ (Content/Subtance) Geometrika MAKNA/ (Content/Subtance) Komenserasi/Inkomenserasi Aturan/Tertib (order) ASPEK UNSUR Dari beberapa pandangan tentang gaya dalam arsitektur tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa dalam penelitin ini gaya yang dimaksudkan adalah gaya dalam arti langgam. Dengan demikian dalam melihat gaya arsitektur tradisional Minanga terlebih dahulu dilihat makna yang terkandung dalam unsur-unsurnya. Makna yang terkandung tersebut adalah merupakan nilai-nila filosofis yang mendasari suatu ujud arsitektur dalam setiap unsur arsitekturalnya. Sedangkan rupa atau wujudnya adalah tampilan arsitekturnya yang umumnya terlihat pada unsur-unsur: atap, dinding termasuk elemen pintu dan jendela, kolom/tiang, unsur lainnya seperti elemen tangga dan balkon/teras. ELEMEN ARSITEKTUR TANGGA, PINTU DAN JENDELA Altman , Irwin dan Chemers (1980) dalam bukunya Culture and Environment meyatakan bahwasanya perencanaan/perancangan dan fungsi suatu kota didasari dari hubungan dengan beberapa faktor : lingkungan fisik (termasuk sumberdaya, iklim), politik, ekonomi, dan sosial budaya (termasuk relegi, cosmologi pandangan-pandangan dunia, struktur sosial). Selanjutnya sesuai dengan analisanya bahwa suatu kota merupakan refleksi dari variasi beberapa faktor yan mendasarinya tersebut. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa berhubungan dengan perencanaan/perancangan dan fungsi suatu kota adalah didasari oleh salah satu atau variasi beberapa faktor yang mendasarinya tersebut, dan faktor-faktor tersebut akan terefleksi dalam wujud kotanya.Walaupun apa yang dinyatakan oleh Altman, Irwin dan Chemers tersebut dalam konteks kota, namun mengingat kota adalah merupakan suatu ujud lingkungan binaan sedangkan arsitektur pada dasarnya adalah termasuk dalam lingkungan binaan maka hal tersebut juga dapat berlaku dalam arsitektur. DETAIL KONSTRUKSI PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL MINANGA Dalam penelitian ini dalam mengkaji gaya arsitektur tradisional Minanga adalah dengan terlebih dahulu menggali nilai-nilai filosofis yang mendasarinya. Nilai-nilai filosofis tersebut dicoba digali melalui faktor-faktor yang dinyatakan oleh Altman, Irwin dan Chemers di atas yang terkandung dalam unsur-unsur kearsitekturan baik tampilan wujud arsitektur maupun pertapakannya. Bab. III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitan Dari beberapa literatur tentang arsitektur tradisional baik di Indonesia maupun di Sumatera Selatan belum ditemukan yang mengungkap akan arsitektur tradisional di Minanga. Yang ada terbatas mengungkap tentang kesejarahan Minanga. Berhubungan dengan keterbatasan literatur tersebut, dalam penelitian dilakukan studi lapangan dan studi literatur arsitektur tradisional Sumatera Selatan. Dari temuan di lapangan akan di perbandingkan dengan arstektur tradisonal Sumatera Selatan yang didasari atas studi literatur yang dilakukan tersebut. Proses penelitian ini diawali dengan proses identifikasi untuk mendapatkan gambaran karateristik fisik arsitekturnya. Dari karakteristik fisik tersebut didapatkan ragam arsitektur tradisional di Minanga. Dari ragam arsitektur tradisional yang ada di Minanga tersebut diambil arsitektur yang dominan yang dapat mewakili arsitektur tradisonal Minanga. Selanjutnya dari arsitektur yang mewakili tersebut dikaji gaya/langgam arsitekturnya melalui nilai-nilai filosfis yang terkandung didalamnya. Lihat diagram proses pendekatan penelitian seperti berikut. DIAGRAM PROSES PENDEKATAN OBYEKTIF (Arsitektur Tradisional di Minanga) IDENTIFIKASI Arsitekur Tradisional di Minanga : SURVEY LAPANGAN STUDI LITERATUR ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH ULU MINANGA: PERTAPAKAN : TAMPILAN: ORIENTASI,TATA LETAK, DAN PERUANGAN ATAP, DINDING, TIANG/KOLOM, TERAS dan TANGGA. NILAI-NILAI FILOSOFIS GAYA/-LANGGAM III.2. Pengumpulan dan Analisa Data Penentuan sample rumah tradisional dilakukan di daerah Minanga, kecamatan Cempaka, kabupaten Ogan Komering Ulu sebanyak 3 (tiga) buah rumah. Penentuan sample rumah tradisional didasari atas arsitektur rumah tardisional yang berumur lebih dari 50 tahun, yang masih asli, belum sama sekali dilakukan tindakan renovasi. Disamping itu juga diambil satu sample yang telah mengalami renovasi tetapi masih dalam bentuk asli dan juga berumur lebih dari 50 tahun. 1. Data Primer Data primer yang dibutuhkan terbagi dalam dua jenis: data sosok wujud arsitektur dan data nilai-nilai kesejarahan dan makna atau filosofi yang terkandung dalam arsitekturnya. Data sosok wujud arsitektur didapat dari langsung melalui survey lapangan dan hasilnya direkam melalui rekaman foto dan dokumentasi gambar arsitektur. Data nilai-nilai kesejarahan dan makna atau filosofis yang terkandung dalam arsitekturnya didapat melalui wawancara langsung terhadap possesive responder Data-data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis secara qualitatif. Data berupa fisik sosok wujud arsitekur diolah mejadi dokumentasi foto dan gambar arsitektur. Data lainnya disusun secara diskriftif. 2. Data Sekunder Untuk mendukung penelitian dibutuhkan data sekunder yang didapat dari literutur. Data sekunder diperlukan untuk mengeksflorasi aspek kesejarahan dan budaya yang biasanya sangat erat pengaruhnya terhadap suatu arsitektur tradisional. Data sekunder juga sebagai pembanding terhadap data primer yang diperoleh melalui survey lapangan. III.3. Metode Kajian-Bahasan Dari diagram pendekatan penelitian yang digambarkan pada butir III.1 pada halaman 13 di atas, dalam menggali makna atau nilai-nilai filosfis yang terkandung dalam arsitektur tradisional rumah ulu Minanga dan gaya/langgamnya, maka kajian akan dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama adalah melakukan kajian aspek kesejarahan dan sosial, budaya dan ekonomi yang mempengaruhi arsitektur tradisonal di Minanga. Bagian kedua, ketiga dan keempat adalah kajian terhadap unsur tampilan wajah arsitekturnya, unsur peruangan, dan unsur pertapakannya yang akan menelusuri makna atau nilai-nilai filosfisnya dengan memperhatikan keterpengaruhannya dari kajian bagian pertama. Pada kajian bagian pertama dilakukan tinjauan kesejarahan Minanga termasuk asalusulnya dan tinjauan kehidupan sosial, budaya dan ekonominya pada masa lalu. Dari hal ini diharapkan dapat ditelusuri keterpengaruhannya terhadap arsitektur tradisional di Minanga. Pada kajian bagaian kedua akan dilakukan kajian terhadap unsur peruangan dengan elemenelemen: peruangan dalam arsitektur umumnya yaitu: atap, denah, dinding, lantai dan plafond. Dari hal ini diusahakan dapat digali makna atau nilai-nilai filosofisnya. Pada kajian bagian ketiga sama dengan pada bagian kedua, dikaji melalui elemen-elemen yang berpengaruh dalam suatu tampilan wajah arsitektur. Elemen-elemen yang diamati didasari atas pertimbangan kondisi yang ada di Indonesia dan mengacu pada elemen-elemen yang dihadirkan oleh Krier, Gamberini, Newcomb, Colloway dan Curtis.1 Sehingga pada bagian elemen-elemen yang dikaji adalah : atap, dinding termasuk pintu dan jendela, dinding bagian luar, tiang/kolom, serta teras/garang dan tangga. Sedangkan kajian bagian keempat juga sama dengan pada bagian kedua dan ketiga, adapun elemen-elemen yang dikaji berdasarkan pada elemen-elemen pokok pertapakan dalam arsitektur umumnya yaitu : orientasi, tata letak, jaringan pergerakan, dan ruang publik dan atau ruang terbuka. 1 Lihat lampiran 1. BAB IV. TINJAUAN OBYEK IV.1 Kesejarahan Sejarah Minanga terkait dengan kesejarahan Siriwjaya. Menurut H.M. Arlan Ismail (1998) Minanga diindikasikan sangat kuat sebagai ibukota kerajaan Sriwajaya Pemula.2 Masih menurut Arlan Ismail (1999) Sriwijaya Pemula sangat kuat diindikasikan beribukota di Minanga yang diidentifikasi adalah Minanga yang dimaksud sekarang ini, berada di daerah Komering Ulu Sumatera Selatan3.hal tersebut dinyatakan seperti berikut: “Minanga yang kita identifikasi sebagai ibukota Sriwijaya Pemula (Shih-Li-FoShih) sekarang adalah merupakan nama sebuah desa yang berada di pedalaman Sumatera Selatan di pinggir sungai Komering. Jarak Minanga dengan pantai timur Sumatera sekarang jika ditarik garis lurus horizontal berkisar lebih dari 100 KM”4 Dari beberapa literatur kesejarahan diketahui bahwa wilayah basis daerah Kesultanan Palembang adalah sekitar kota Palembang ditambah dengan beberapa daerah-daerah yang langsung di bawah pemerintahan Sultan yaitu daerah Belida dan Pegagan (Ogan Ilir). Daerahdaerah lain di Sumatera Selatan pada awalnya merupakan daerah bebas dengan pemerintahan sendiri yang disebut dengan pemerintahan Marga. Akan tetapi karena desakan ekonomi pada akhirnya seluruh daerah-daerah di Sumatera Selatan berada dibawah pengaruh Kesultanan Palembang, Daerah-daerah tersebut tidak ditundukan dengan cara kekerasan, oleh karena itu campur tangan Sultan/Raja terhadap sistim pemerintahan Marga tidaklah mendalam. Setiap Marga menjadi “Raja Kecil” didaerahnya dan tetap mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk daerah Minanga. Selanjutnya setelah Kesultanan Palembang ditundukkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, maka hampir seluruh daerah-daerah di Sumatera Selatan juga dibawah kekuasaan pemerintahan Kolonial Belanda, termasuk pula daerah Minanga. Dengan demikian dalam kesejarahan Minanga terkait dengan Kesultanan Palembang dan Pemerintahan Kolonial Belanda pada masa penjajahannya di Indonesia di samping keterkaitannya dengan 2 Arlan Ismail, (1988), Marga diSriwijaya hal. 11. Arlan Ismail, (1989), Periodesasi Sejarah Sriwijaya hal. 38-51. 4 Ibid., hal. 43 3 Kerajaan Siriwijaya. Adanya keterkaitan kesejarahan tersebut tentunya dapat berpengaruh pada beberapa aspek kehidupan di Minanga, termasuk aspek sosial, budaya dan arsitekturnya Dilihat dari asal-usulnya, menurut J.W. Van Royen (1927) dalam “De Palembangsche Marga mengungkapkan bahwa 5: “Penduduk pedalaman Sumatera Selatan bermula atau bersumber dari tiga pusat pegunungan, yaitu : di sekitar Danau Ranau. Di dataran tingi Pasemah, dan daerah Rejang. Tiga pusat pegunungan tersebut kini dikenal dengan nama Gunung Seminung, Gunung Dempo, dan Gunung Kaba. Dari daerah Gunung Seminung/Danau Ranau, Jelma Daya turun kemudian menyusuri sungai, sungai komering sampai di Gunung Batu. Dari gunung Dempo dan sekitarnya, orang-orang Pasemah (dan Serawai) menyebar menempati pinggiran sungai-sungai Lematang, Enim, Kikim, Lingsing, Musi bagian tengah, dan Ogan. Dari sekitar gunung Kaba, orang-orang Rejang menyelusuri sungai Musi bagian hulu dan Rawas, Lematang bagian hilir melalui sungai Keruh dan Penukal.” “Penyebaran ke tiga rumpun suku bangsa inilah yang merupakan sumber dari kelompok-kelompok etnis di pedalaman Sumatera Selatan. Karena pola permukiman mereka berorientasi ke sugai dan antara sungai yang satu dengan yang lainnya belum terhubungkan ,menjadi satu seperti yang kita jumpai sekarang (bernuara di sungai Musi), maka ketiga rumpun suku bangsa ini berkembang sendiri-sendiri melahirkan sub-sub kelompok etnis yang penamaannya didasarkan pada penamaan aliran-aliran sungai seperti Komering,, Ogan, Lematang, Kikim, Musi, disamping nama-nama lain yang secara tradisional dipertahankan. Walaupun demikian ciri-ciri mereka yang berasal dari 3 kelompok besar tersebut, terutama dipandang dari segi bahasa dan budaya lainnya, masih tampak jelas kelihatan”. Dilihat dari asal-usul di atas, maka Minanga termasuk dalam kelompok besar yang berasal dari gunung Seminung/Danau Ranau yang disebut dengan Jelma Daya atau suku Komering sekarang ini. IV.2. Kehidupan Sosial-Budaya dan Ekonomi Belum ditemukan literatur yang mengungkapkan tentang kehidupan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat Minanga secara luas dan mendalam baik pada masa lalu maupun masa sekarang. Yang diketahui bahwa masyarakat Minanga adalah masyarakat agraris dengan mata pencaharian utamanya adalah bertani. Dewasa ini Minanga, atau daerah Kabupaten Komering Ulu adalah termasuk daerah penghasil padi utama di Sumatera Selatan, di samping itu juga penghasil buah-buahan seperti : duku, durian, pisang dan lain-lain. Dari tinjauan kesejarahan khususnya asal usul yang diuraikan pada bagian IV.1 di atas dapat diketahui bahwa kehidupan masyarakat Minanga berorientasi ke sungai. Mereka hidup dan 5 Arlan Ismail ( 1998), Marga di Bumi Sriwijaya, hal.1-2. berkehidupan di daerah-daerah tepian sungai. Termasuk pola permukimanan mereka berorientasi ke sungai. IV.3 Ragam Arsitektur Tradisonal di Minanga. IV.3.1. Tipe Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga Dari tinjauan lapangan dilihat dari karateristik fisik arsitektur : atap, denah, lantai, tiang/pondasi terdapat 3 (tiga) tipe dalam ragam arsitektur tradisional Minanga, yaitu : Rumah Bari, Rumah Ulu dan Rumah Gudang. Visualisasi ketiga tipe dalam ragam arsitektur tradisional Minanga tersebut seperti terlihat pada gambar-foto no. 01.01-04 di bawah ini. Gambar-Foto No. 01.01-03 Ragam Arsitektur Tradisional di Minanga Rumah Ulu Asli Rumah Gudang Runah Ulu Rumah Ulu yang telah di Pugar IV.3.2. Karakteristik Arsitektur Tradisonal di Minanga Dari karaktristik fisik arsitektur tradisional Minanga yang memperlihatkan perbedaan yang jelas terhadap tipe dalam ragam arsitektur tradisional Minanga terlihat dari unsur : atap, denah, lantai, dinding, tiang/-kolom, garang dan tangga, serta ragam hiasnya. Gambaran lebih jauh karakteristik fisik arsitektur tradisional di Minanga dapat diuraikan sperti berikut. 1) A t ap Bentuk atap Rumah Bari merupakan atap limas, sebagaimana atap rumah Bari Palembang umumnya. Rumah Ulu bentuk atapnya merupakan atap pelana. Sedangkan rumah gudang bentuk atapnya merupakan atap perisai. Penutup atap semuanya genteng, sedangkan kontruksi atap adalah konstruksi kayu. Lihat gambar-foto no.01.05-07 : ragam bentuk atap arsitektur tradisional di Minanga dibawah ini. Lihat juga lampiran 2,3 dan 4 : gambar denah, tampak dan potongan Arsitektur tradisional di Minanga. Gambar-Foto No. 01.05-07 Rekaman Visual Percungkupan – Atap Atap Rumah Ulu Atap Rumah Bari Atap Rumah Gudang 2) D e n a h Pada dasarnya pembagian ruang arsitektur tradisional di Minanga adalah sama yaitu terdiri dari : Garang depan dan belakang, Haluan, Pangkeng dan Dapur. Hanya saja pada rumah gudang Pangkeng disebut kamar tidur pada umumnya sekarang ini. 3). Lantai Pada dasarnya baik bahan maupun konstruksi lantai arsitektur tradisional di Minanga adalah sama yaitu bahan kayu dengan konstruksi rangka kayu. Pada Rumah Bari dan Rumah Ulu lantainya memiliki perbedaan elevasi/ketinggian yaitu terdiri dari tiga ketinggian. Sedangkan pada rumah gudang ketinggian lantainya sama. PERBEDAAN ELEVASI LANTAI PADA RUMAH ULU 4). Dinding Pada dasarnya baik bahan maupun konstruksi dinding arsitektur tradisional di Minanga adalah sama yaitu bahan kayu dengan konstruksi rangka kayu. Rangka dinding terlihat dari bagian dalam. Lubang bukaan dinding atau jendela relatif kecil dan terbatas. DINDING PADA RUMAH TRADISIONAL MINANGA TERLIHAT RANGKA DAN ORNAMENTASINYA 5). Tiang/Kolom Sebagaimana arsitektur tradisional di Sumatera Selatan yang pada dasarnya merupakan bangunan panggung dengan tiang-tiang kayu sebagai pendukung bangunannya. Hal tersebut secara prinsip sama dengan arsitektur tradisional di Minanga. Lihat gambar Tiang / Kolom Arsitektur tradisional di Minanga, di bawah ini RAGAM HIAS PADA KOLOM DAN TIANG PENOPANG BANGUNAN 6). Teras/Garang dan Tangga Seperti yang diuraikan pada bagian IV.3. angka 5) diatas bahawa arsitektur tradisional Sumatera Selatan adalah merupakan bangunan panggung. Bangunan panggung erat kaitannya dengan tangga yang menghubungkan lantai tanah dengan lantai bangunan di atasnya. Sedangkan area penghubungnya biasanya adalah teras/serambi ataupun garang. Kedua elemen ini : tangga dan garang memiliki karakteristiknya masing-masing yang menjadi tanda dari masing-masing arsitektur tradisional di Sumatera Selatan. Hal ini juga sama dengan arsitektur tradisioanal di Minanga karakteristiknya juga ditandai oleh elemen tangga dan garang. Pada umumnya bahan dan konstruksi elemen tangga dan garang arsitektur tradisional di Minanga adalah sama yaitu bahan dan kontruksi kayu. Garang dan Tangga dari Arsitektur tradisional di Minanga dilengkapi dengan reiling sebagai pengaman dan pembatasnya. Bahan dan kontruksinya adalah kayu. Lihat gambar-foto no.01.08-10 : garang dan tangga arsitektur tradisional di Minanga di bawah ini. Gambar-Foto No. 01.08-10 Rekaman Visual Teras/Garang dan Tangga Garang/Tangga Rumah Ulu Garang dan TanggaRumah Bari Garang dan Tangga Rumah Gudang 7). Ragam Hias Arsitektur tradisional di Sumatera Selatan pada umumnya kaya dengan ragam hiasnya dengan corak dan bentuknya masing-masing.. Hampir seluruh elemennya: atap, dinding, lantai, plafond ataupun pada hubungan antar elemen (tiang dengan plafond, tiang dengan lantai, dan balok-balok lantai dengan tiang bangunan, dan lain-lainnya). Hal tersebut juga sama dengan pada arsitektur tradisional di Minanga Lihat gambar-foto no.01-11-16 : ragam hias arsitektur tradisional di Minanga di halam berikut. RAGAM HIAS / ORNAMEN PADA DINDING RUMAH TRADISIONAL MINANGA BEBERAPA RAGAM HIAS PADA ELEMEN RUMAH TRADISIONAL MINANGA IV.4. Tata Lingkungan – Pertapakan Lingkungan obyek penelitian arsitektur tradisional di Minanga kelihatannya merupakan lingkungan permukiman dengan dilengkapi dengan fasilitas umum-sosial seperti sekolah, mesjid dan lain-lain. Kondisi lingkungannya terlihat tertata dan terjaga baik. Lingkungan terlihat bersih, tidak kelihatan pembuangan sampah yang sembarangan. Jalan lingkungan walaupun bahan permukaannya tanah tetapi terlihat baik. Antar rumah dan fasilitas umum dihubungkan oleh lingkungan.Drainase lingkungan juga cukup baik, begitu pula dengan penerangan lingkungannya. Air bersih cukup tersedia baik dari sumber air sungai maupun sumur bor Hubungan antar kominitas lingkungan kelihatannya cukup baik. Tata letaknya kelihatannya polanya terjaga, dari masa lalu hingga sekarang ini, hal tersebut terlihat dari tata letak bangunan yang pada umumnya sejajar mengikuti aliran sungai dan orientasinya ke arah sungai, hal ini ditandai dengan arang garang tangganya. Walaupun terlihat terjadi penambahan rumah baru atau pun pengembangan dan perubahan rumah lama, tetapi tetap pada umumnya mengikuti tata letak dan orientasi pola yang ada, walupun ada yang tidak mengikuti pola tersebut. Gambar-Foto No. 01.17-20 Rekaman Visual Tata Lingkungan - Pertapakan IV.5. Arsitektur Tradisional Rumah Ulu Minanga Di lingkungan obyek penelitian ini dari ketiga ragam arsitektur tradisionalnya yang ada terlihat keberadaan Rumah Ulu lebih dominan dengan karakter fisiknya yang sangat kuat. Dari kesejarahan diketahui Rumah Ulu adalah milik masyarakat Minanga dan dibuat oleh mereka, terutama dari masyarakat yang berada dan terpandang. Keberadaan Rumah Bari sekarang ini tinggal satu unit dengan ukuran besarannya yang relatif kecil. Sebelumnya terdapat beberapa Rumah Bari yang cukup besar dengan karakter fisik yang juga sangat kuat, akan tetapi sekarang sudah roboh atau dipindahkan ketempat lain. Rumah Bari merupakan rumah para penguasa Marga. Sedangkan Rumah Gudang keberadaannya sangat terbatas dan karakter fisiknya tidak terlalu kuat. Rumah ini adalah rumah dari masyarakat kebanyakan. Dilihat dari kesejarahannya dan juga dominasi di lingkungannya nya serta karakteristik fisik yang sangat kuat dapat dikatakan bahwa Rumah Ulu adalah mewakili rumah arsitektur tradisional Minanga. Untuk itu dalam kajian ini obyek penelitian lebih dititik beratkan pada Rumah Ulu. BAB V. KAJIAN dan BAHASAN. V.1 Arsitektur Tradisional Minanga dalam Kesejarahan dan Konteks Budaya Dari tinjauan kesejarahan dan kehidupan sosisal-budaya dan ekonomi Minanga sebagaimana yang diuraikan pada bab IV, butir IV.1.1 dan IV.1.2 maka terlihat yang dapat berpengaruh terhadap kehidupana sosial, budaya dan ekonomi Minanga adalah pengaruhpengaruh dari Kerajaan Sriwijaya, dan Kesultanan Palembang. Termasuk pula kemungkinan pengaruh Jawa melalui Kesultanan Palembang, yang mana seperti telah diketahui dalam sejarah adanya keterkaitan erat antara Kesultanan Palembang dengan kerajaan-kerajaan di Jawa. Pengaruh-pengaruh tersebut tentunya termasuk pengaruhnya terhadap arsitektur di Minanga. Berkaitan dengan hal ini maka dalam mengkaji nilai-nilai filosofis yang mendasari arsitektur tradisional di Minanga umumnya, tampilan/gaya arsitektur khususnya adalah dengan menelusuri pula pengaruh-pengaruh tersebut. Lihat diagram analisa pengaruh di halaman berikut. ARSITEKTUR TRADISIONAL MINANGA PENGARUH BUDAYA ARSITEKTUR HINDU dari KERAJAAN SRIWIJAYA ARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG SUMSEL PENGARUH BUDAYA ARSITEKTUR ISLAM dari KERAJAAN DEMAK PENGARUH BUDAYA ARSITEKTUR Dari KESULTANAN PALEMBANG DIAGRAM ANALISA PENGARUH terhadap ARSITEKTUR MINANGA V.2. Tampilan Wajah Arsitektur Rumah Ulu sebagai Sosok Arsitektur Tradisional Minanga 1. .Percungkupan –Atap Sebagaimana umumnya bentuk atap arsitektur rumah ulu di Sumatera Selatan berbentuk pelana, bentuk atap Arsitektur Rumah Ulu Minanga juga berbentuk pelana .Bentuk atap pelananya adalah murni bentuk pelana yaitu bentuk persegi panjang, sedangkan Semendo dan Pasemah berbentuk trapisium dengan patahan pada bubungannya. Layar penutup atap bagian depan dan belakang ditutup dengan bahan papan kayu dengan disusun miring sesuai kemiringan atap. Kemiringan atap cukup curam yaitu 45 derajad, hal ini sama dengan Semendo dan Pasemah. Bahan penutup atap adalah genteng, berbeda dengan arsitektur rumah ulu Pasemah dan Semendo yang aslinya sirap bambu yang kemudian diganti dengan seng. Kontruksi atap adalah kayu dengan konstruksi bukan merupakan kontruksi kuda-kuda pada umunya. Bentuk atap juga diperkaya dengan berbagai ornamen/ragam hias, hal ini sama dengan Semendo dan Pasemah. Namun yang khas adalah ornamen dikedua ujung bubungan atap yaitu persilangan listplang miringnya . Dari hasil wawancara dengan possesive responder tidak dapat terungkap makna atau nilai-nilai filosofis yang mendasari terjadinya bentuk atap tersebut maupun ragam hiasnya. Disamping itu belum ditemukan literatur yang dapat mengungkap hal ini. Namun demikian diduga bentuk atap tersebut lebih didasari atas pertimbangan ekologi, fisik alam yaitu iklim : curah hujan dan sinar matahari. Begitu pula dengan ragam hiasnya yang pada dasarnya mengambil bentuk tanaman : daun dan bunga, disamping adanya juga kecenderungan mengambil bentuk kaligrafi huruf Alqur’an, ragam-ragam hias tersebut pada dasarnya tanpa makna tertentu. Sehingga hal ini kelihatannya lebih didasari atas pertimbangan ekologis dan pengaruh Islam. Sebagaimana diketahui dalam agama Islam reflika binatang dilarang ditampilkan dalam ruang kehidupan umatnya. Tidak dapat terungkap aspek-aspek lain yang mendasarinya seperti aspek agama/kepercayaan, kosmologi, maupun politik. Walaupun tidak terungkap sepenuhnya makna yang terkandung dalam elemen ini, dari sample yang diamati terlihat adanya tata atur/ordering dari ujud elemen ini. Hal ini terlihat dari bentuk atap persegi panjang murni dengan sudut 45 derajat, penutup layar atap disusun miring sesuai kemiringan atap, bentang dan ketinggian atap yang sama, dan ornamen kedua ujung bubungan atap yang khas yang kesemuanya berbeda dengan arsitektur tradisional rumah ulu lainnya di Sumatera Selatan. Lihat gambar bangunan arsitektur tradisional rumah ulu Minanga di halaman berikut. Gambar-Foto No. 03.01-04 Rekaman Visual Percungkupan–Atap atap pelana dengan kemiringan 45 derajat, penutup layar papan kayu disusun miring sesui kemiringan atap, bentang dan ketinggian yang sama Kontruksi atap bukan kuda-kuda pada umumnya Ornamen kedua ujung bubungan atap yang khas 2. Badan Bangunan Sama halnya dengan bentuk atap elemen badan bangunan : dinding, pintu dan jendela umunya sama dengan arsitektur rumah ulu di Sumatera Selatan. Bahan dinding adalah papan kayu, dengan jendela-jendela yang ukurannya relatif kecil, begitu pula dengan pintu-pintunya. Elemen pintu dan jendela diperkaya dengan berbagai ragam hias. Sebagaimana dengan elemen percungkupan-atap, maka dari hasil wawancara dengan possesive responder tidak dapat terungkap nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam elemen dinding maupun ragam hiasnya. Selain itu juga belum ditemukan literatur yang dapat mengungkap hal ini. Namun demikian bila dilihat dari bukaan dindingnya yang relatif terbatas diduga hal tersebut juga lebih didasari atas pertimbangan ekologi atau nilai-nilai fisik alam yaitu iklim : curah hujan dan sinar matahari. Begitu . pula dengan ragam hiasnya, kelihatannya juga lebih didasari atas pertimbangan ekologis dan pengaruh Islam. Namun demikian dari sample yang diamati terlihat adanya tata atur/ordering seperti besaran jendela yang sama dan letak yang tertentu. Lihat gambar-foto no.03-05-10 : visualisasi elemen dinding bangunan arsitektur tradisional rumah ulu Minanga di halaman berikut. . 3. Kaki-Dasar Bangunan Karaktersitik yang menonjol dari Arsitektur Tradisional di Sumatera Selatan adalah bangunan yang ditopang oleh tiang yaitu bangunan panggung. Tiang tiang tersebut umumnya adalah kayu gelondong yang utuh. Begitu pula dengan arsitektur rumah ulu Minanga adalah rumah panggung dengan tiang-tiang dari pohon kayu yang utuh yang diolah menjadi bentuk geometri persegi 16, berbeda dengan Semendo dan Pasemah yang berbentuk utuh bulat Namun pada saat ini ting-tiang yang aslinya bentuk geometri persegi 16 sesekarang sudah banyak diganti dengan balok kayu pada umumnya. Jumlah tiang dan jarak antar tiang tidak didapat diketahui secara pasti apakah asalnya dengan jumlah dan jarak yang sama, seperti tiang arsitektur tradisional rumah ulu Semendo yang jumlahnya 9. Tiang-tiang tersebut juga diperkaya dengan berbagai ragam hias dari hubungan tiang dengan balok-balok lantainya. Corak.motif ragam hiasnya pada dasarnya sama dengan elemen atap maupun dinding, juga ragam hias tersebut tanpa kandungan makna. Kontruksi hubungan antara elemen tiang dan balok, adalah hubungan sambungan kayu tanpa…. Gambar-Foto No. 03.05-10 Rekaman Visual Elemen Dinding Bukaan dinding berupa jendela yang relatif kecil dengan ornamen-ornamnen yang cukup khas Ornamen terali jendela dari kayu Ornamen daun pintu dan kusennya Pintu dengan engsel tanam pada lantai dari pasak kayu Palang pintu sebagai konci pintu dari dalam tanpa paku. Tiang-tiang tersebut ditanam langsung dalam tanah, berbeda dengan Semendo dan Pasemah yang tiang-tiangnya bertumpu di atas umpak batu alam. Dari pengamatan elemen kaki-dasar bangunan ini, dalam menelusuri makna atau nilainila filosofis yang mendasarinya adalah sama dengan elemen percungkupan-atap maupun elemen badan-bangunannya. Kelihatannya lebih didasari atas pertimbangan ekologi. Hal ini antara lain terlihat dari perbedaan konstruksi tiang yang ditanam dalam tanah sedangkan di Semendo dan Pasemah bertumpuh di atas batu alam. Daerah Semendo dan Pasemah adalah merupakan pegunungan atau dataran tinggi yang kemungkinan sewaktu-waktu terjadi gempa, sedangkan Minanga merupakan daerah tanah datar yang kemungkinan relatif kecil kemungkinan terjadinya gempa Dari elemen ini terlihat juga adanya tata atur/ordering yaitu bahan dan bentuk tiang yang sama, jumlah tiang dan jarak antar tiang diduga sama apabila dilihat berdasarkan bentang konstruksi atap dan badan bangunan yang sama, walau dari hasil pengamatan sample tidak dapat mengungkapkan hal ini secara pasti. Lihat gambar-foto no.03.11-15 : visualisasi elemen kaki–dasar bangunan arsitektur tradisional rumah ulu Minanga di halaman berikut. 4. Teras/Garang dan Tangga Elemen garang dan tangga adalah elemen yang cukup penting dalam menandai arsitektur tradisional di Sumatera Selatan, demikian pula dengan arsitektur tradisional rumah ulu Minanga. Pada arsitektur tradisional rumah ulu terdapat dua jenis garang yaitu garang depan dan garang belakang. Garang-garang tersebut merupakan area transisi dari tanah untuk masuk ke dalam rumah melalui tangga, terutama depan. Namun demikian garang-garang garang tersebut juga berfungsi sebagai area mengeringkan barang-barang rumah tangga. Kedua garang, depan dan belakang bersifat terbuka tanpa atap. Hal ini sesuai dengan fungsinya sebagai area pengering. Sebaliknya ruang tangga dilindungi oleh atap. Anak-anak tangga dimanfaatkan sebagai tempat duduk, berangin sambil berinteraksi dengan tetangga ataupun anggota keluarga, termasuk pula kegiatan petanan (mencari kutu). Letak garang dan tangga di sisi daratan, tetapi berorientasi ke arah sungai. Gambar-Foto No. 03.11-15 Rekaman Visual Elemen Tiang hubungan tiang dengan balok-balok lantai tanpa menggunakan paku dan tanpa ornamen hubungan tiang dengan balok-balok lantai tanpa menggunakan paku dan dengan ornamen Bentuk geometri persedi 16 tiang yang asli Tiang yang ditanam langsung dalam tanah Jumlah anak tangga walau tidak sama tetapi didasari oleh perhitungan yang sama didasari kepercayaan sekuen kehidupan : lahir, tumbuh, mantap dan mati. Jumlah anak tangga tidak boleh jatuh pada sekuen mati. Sama dengan elemen-elemen lainnya, terhadap elemen ini termasuk ornamennya kelihatannya aspek yang mendasarinya juga lebih kearah aspek ekologi, dan ekonomi,. disamping aspek pandagan hidup/kosmologi. Aspek ekonomi lebih mengarah ke fungsi dan efisiensi, seperti ditunjukan pada garang yang tidap beratap akan tetapi justru ruang tangga yang beratap. Tidak dapat diketahui apakah semua ruang tangga aslinya beratap, kondisi sekarang hanya beberapa yang beratap yang lainnya tidak beratap. Sedangkan tata atur/ordering diperlihatkan oleh letak dan orientasi garang dan tangga, serta hitungan jumlah anak tangga. Lihat gambar-foto no. 03.16-19 : visualisasi elemenTeras/Garang dan Tangga bangunan arsitektur tradisional rumah ulu Minanga seperti berikut. Gambar-Foto No. 03.16-19 Rekaman Visual Teras/Garang dan Tangga Garang dan tangga tetapi orientasi ke arah sungai Ruang tangga yang beratap Ornamen pada pangkal induk tangga, cukup khas V.3. Peruangan dalam Arsitektur Rumah Ulu sebagai Sosok Arsitektur Tradisional Minanga 1. D e n a h Sebagaimanan yang telah diuraikan pada bagian IV.2 : pada bagian tinjauan obyek, pembagian ruang pada arsitektur tradisional rumah ulu Minanga terdiri dari ruang : garang, halun, pangkeng dan dapur. Pangkeng terdiri dari tiga ruang bersusun sejajar, satu ruang di tengah terbuka ke arah ruang halun, dua ruang mengapit ruang tengah dengan empat sisinya tertutup dinding. Pangkeng berfungsi sebagai kamar tidur, khusus Pangkeng tengah juga berfungsi sebagai tempat duduk kepala rumah tangga dalam suatu acara keluarga. Letak Pangkeng selalu di sisi arah aliran sungai dengan masing-masing jendela yang berorientasi ke arah sungai. Kedudukan Pangkeng pada tingkat lantai yang lebih tinggi daripada Halun. Halun merupakan ruang yang luas dan terbagi dalam tiga bagian dengan masing-masing tingkat lantai yang berbeda. Ketiga bagian Halun tersebut terbuka dengan tidak dibatasi dinding, tetapi dibatasi hanya oleh perbedaan tinggi lantai dan tiang-tiang. Fungsing Halun tempat pertemuan keluarga ataupun masyarakat umum, atau tempat menerima tamu. Bagian haluan yang tertinggi adalah tempat keluarga utama dan kaum bangsawan atau tamu yang dihormati, bagian selanjutnya yang lebih rendah tempat kerabat/keluarga lainnya, dan bagian terendah adalah tempat masyarakat kebanyakan. Pada dasarnya kajian tentang Garang pada bagian ini sama dengan kajian elemen garang pada bagian tampilan wajah asrsitektur. Lihat bagian V.2. angka 4) di atas. Dari kajian terhadap elemen ini walaupun tidak sepenuhnya dapat ditelusuri secara langsung melalui literatur ataupun possessive responder, namun dapat terungkap dugaan bahwa kelihatannya aspek ekologi dan budaya yang menonjol yang mendasarinya. Sedangkan tata atur/ordering terlihat dari pembagian ruang, perletakkan dan orientasi ruang, dan juga kedudukan ruang yang dibedakan ketinggiannya. Lihat gambar-foto no. 03.20-24 : visualisasi elemen denah arsitektur tradisional Rumah Uulu Minanga di halaman berikut. Dan juga gambar denah pada lampiran 2. 2. L a n t a i Sebagaimana pada bahasan denah elemen lantai dalam arsitektur tradisional rumah ulu Minanga memiliki perbedaan tinggi lantai. Perbedaan tersebut sesuai dengan fungsi yang didasari tingkatan kedudukan dalam keluarga dan ataupun tingkatan kedudukan sosial dalam masyarakat. Menurut Makmun Sulaiman (2002), hal ini asalmulanya adalah pengaruh dari agama Hindu pada masa kerajaan Sriwijaya yang mengenal adanya kasta dalam masyarakat, yang selanjutnya diadopsi juga pada masa Kesultanan Palembang. 6 Masih menurut Makmun Sulaiman pada saat ini hal tersebut tidak dipakai lagi, akan tetapi masih ada yang menggunakannya atas dasar hirarki kedudukan dalam masyarakat menurut kepangkatan dan kekayaan seseorang.7 Disamping itu yang menarik pada elemen lantai ini adalah adanya lubang pada lantai di Halun, di lantai terendah.yang berfungsi pada saat memandikan jenazah apabila ada anggota keluarga yang meninggal dunia.. Dalam hal kajian tentang elemen lantai ini lihat juga kajian tentang denah pada bagian V.3. angka 1) yang diuraikan di atas sebelum ini. Ragam hias dinding terdapat pada bagian dalam. Begitu juga dengan ragam hias pada pintu dan jendela tampilannya lebih jelas terlihat pada bagian dalamnya. Ragam hias pada elemen ini sama dengan pada elemen-elemen lainnya. Dari kajian ini terungkap khusus untuk elemen lantainya sendiri yang mendasarinya adalah aspek agama dan budaya. Sedangkan dalam hal ragam hias masih sama dengan elemen-elemen lainnya. Gambar-Foto No. 01.20-24 Rekaman Visual elemen Denah Pangkeng Kiri PankengTengah Halun 6 7 Makmun Sulaiman, (2002), wawancara langsung. Ibid Pankeng Kanan Dapur Jendela- pada pangkeng kiri, tengah dan kanan yang mengarah ke sungai Lihat gambar-foto no. 03.25-27 tentang visualisasi elemen Lantai arsitektur tradisional rumah ulu Minanga seperti berikut. Gambar-Foto No. 01. 25-27 : Rekaman Visuali elemen Lantai Ornamen Hubungan tiang dengan lantai Adanya perbedaan tinggi lantai Lubang pada Lantai untuk memandikan Jenazah 3. Dinding, Pintu dan Jendela Dalam pembahasan peruangan dalam arsitektur terhadap elemen dinding, pintu dan jendela dalam peruangan berbeda dengan dalam pembahasan tampilan wajah arsitektur. Dalam suatu peruangan arsitektur lebih diarahkan sebagai elemen pembentuk ruang (ruang dalam), atau lebih kearah interior. Sedangkan dalam suatu tampilan wajah arsitektur lebih ke pandangan luar bangunan. Elemen dinding dalam arsitektur tradisional rumah ulu Minanga terlihat rangkarangka dinding yang memperlihatkan struktur bangunan. Ragam hias dinding justru dominan terdapat pada bagian dalam. Begitu juga dengan ragam hias pada pintu dan jendela tampilannya lebih jelas terlihat pada bagian dalamnya. Ragam hias pada elemen ini sama dengan pada elemen-elemen lainnya. Dari kajian yang terungkap kelihatannya tetap aspek ekologi dan estetika yang mendasari ujud elemen ini. Sedangkan tata atur/ordering tidak dapat diungkapkan. 4. Langit-Langit/Plafond Elemen dinding dalam arsitektur tradisional rumah ulu Minanga terlihat rangkarangka dinding yang memperlihatkan struktur bangunan. Ragam hias dinding justru dominan terdapat pada bagian dalam. Begitu juga dengan ragam hias pada pintu dan jendela tampilannya lebih jelas terlihat pada bagian dalamnya. (Lihat juga bahasan tentang denah sebelum ini). Ragam hias pada elemen ini terdapat pada pertemuan tiangtiang dengan lantai..dengan motif wujud tanaman sperti pada elemen-elemen lainnya. Dari kajian ini terungkap khusus untuk elemen lantainya sendiri yang mendasarinya adalah aspek agama dan budaya. Sedangkan dalam hal ragam hias masih sama dengan elemn-elemen lainnya. Gambar-Foto No. 01.28-30 Rekaman Visual Langit-langit/Plafond V.4. Tata Lingkungan dan Pertapakan Arsitektur Tradisional Minanga Seperti yang diuraikan pada bab IV : tinjauan obyek pada bagian IV.4 bahwa lingkungan obyek penelitian ini meliputi suatu lingkungan permukiman yang merupakan pusat permukiman dari ibukota kecamatan Minanga. Lingkungan ini terlihat tertata cukup baik dengan beragam bangunan yang ada. Terlihat pola yang jelas dan kelihatannya terjaga dari masa lalu hingga masa sekarang. Berikut pembahasan lebih lanjut terhadap tata lingkungan dan pertapakannya tersebut. 1. Orientasi dan Tata Letak Bangunan Tata letak bangunan dalam pertapakan arsitektur tradisional Minanga adalah menganut pola linier dan berlapis, tidak satu lajur mengikuti aliran sungai dengan sisi memanjangnya yang sejajar aliran sungai. Pola lajurnya kedua arah, kearah darat dan kearah mengikuti aliran sungai.Lajur yang ke arah darat muka bangunannya saling berhadapan. Apabila dilihat dari letak bangunan yang sisi memanjangnya mengikuti aliran sungai dan muka bangunannya tidak menghadap ke arah sungai kelihatannya orientasi bangunan tidak mengarah ke sungai. Namun bila diperhatikan lebih jauh ternyata orientasi bangunannya adalah ke arah sungai. Hal ini ditandai ole letak garang dan tangganya menghadap ke arah sungai. Juga ditandai oleh letak Pankeng selalu di sisi arah sungai yang ditandai dengan letak jendela dari ketiga pangkengnya Dari kajian ini dapat terlihat pola tata letak dan orientasi bangunan dalam pertapakan arsitektur tradisional Minanga ini memiliki kekhasan tersendiri. Kelihatannya aspek yang mendasari pola tata letak dan orientasi bangunannya adalah lebih kearah ekologi/lingkungan alam. Dari penelusuran literatur maupun dari sumber possesive responder tidak dapat terungkap aspek-aspek lain yang terkandung dalam pola tata letak dan orientasi bangunan tersebut. Lihat gambar no.03.31 : sketsa tata letak dan orientasi bangunan pada pertapakan arsitektur tradisional Minanga pada halaman berikut. Lihat juga rekaman visual pertapakan pada halaman 27. 2.. Hubungan Antar Bangunan Tidak ada batas fisik antara bangunan satu dengan bangunan. Lainnya. Antar bangunan dipisah oleh ruang alam. Jarak antar bangunan kelihatannya relatif sama. Pada saat ini terlihat antar bangunan dihubungan oleh jalan lingkungan berupa jalan setapak. Namun demikian pada mulanya hubungan antar bangunan bukanlah dihubungkan oleh jalan lingkungan seperti sekarang ini, akan tetapi ia lebih terbentuk oleh ruang-ruang alam antar bangunan itu sendiri. Gambar No. 01.31 Sketasa Orientasi dan Tata Letak Bangunan Dari kajian ini terlihat pula aspek yang mendasari lebih kearah ekologi/lingkungan alam Terlihat dianutnya prinsip penyatuan dengan alam. Sama seperti pada tata letak dan orientasi bangunan, dari penelusuran literatur maupun dari sumber possesive responder juga tidak dapat terungkap aspek-aspek lain yang mendasarinya. Lihat gambar hubungan antar bangunan pada pertapakan arsitektur tradisional Minanga pada halaman berikut. Lihat juga rekaman visual pertapakan pada halaman di bawah ini Gambar No. 01.32 Sketasa Hubungan Antar Bangunan 4). Ruang Publik dan atau Ruang Terbuka. Tidak terlihat adanya ruang-ruang publik dan ataupun ruang-ruang terbuka yang ditujukan khusus untuk itu. Ruang-ruang tersebut lebih memanfaatkan ruang-ruang alam antar bangunan yang memang relatif luas. Juga terlihat pemanfaata ruang alam di bawah kolong bangunan sebagai ruang publik dan atau ruang terbuka. Dari kajian ini terlihat pula prinsip penyatuan dengan alam yang kuat. Sama dengan pola tata letak dan orientasi bangunan, serta hubungan antar bangunan tidak dapat terungkap aspek-aspek lainnya yang mendasarinya. Lihat gambar no.03.32 : sketsa ruang publik dan atau ruang terbuka pada pertapakan arsitektur tradisional Minanga seperti berikut. Lihat juga rekaman visual pertapakan dibawah ini. Gambar No. 01.33 Sketasa Ruang Publik dan atau Ruang Terbuka BAB VI KESIMPULAN dan REKOMENDASI. VI.1. Kesimpulan Dari kajian – bahasan dalam kerangka penelitian yang dilakukan ini hasilnya dapat dirangkum dalam simpulan seperti berikut : 1). Dalam kesejarahan Minanga terkait dengan Kerajaan Sriwijaya Pemula, Kesultanan Palembang dan Pemerintah Kolonial Belanda pada masa penjajahannya terhadap Indonesia. Sehingga ketiganya mempengaruhi budaya dan Arsitektur di Minanga, walaupun belum sepenuhnya hal ini terungkap dalam penelitian ini. 2). Masyarakat Minanga adalah merupakan salah satu dari 3 rumpun pokok masyarakat Sumatera Selatan yang disebut Komering. Dari hal ini terlihat adanya kemiripan arsitekturnya dari kedua rumpun lainnya, antara lain kemiripan dengan Semendo dan Pasemah. Walaupun demikian ia tetap memiliki karakternya sendiri . Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional di Minanga merupakan bagian dari Arsitektur Tradisional Sumatera Selatan. 3). Terdapat tiga tipe dalam ragam arsitektur tradisional di Minanga yaitu Rumah Ulu, Rumah Bari dan Rumah Gudang. Ketiga tipe tersebut pada dasarnya terlihat dari perbedaan tampilan arsitekturnya terutama dari karakteristik pada elemen-elemen atap, denah-peruangan, lantai, serta garang dan tangga. 4). Rumah Ulu dapat dinyatakan adalah yang mewakili arsitektur tradisional Minanga. Hal ini didasari dari kesejarahan.dan budaya Minanga, dominasi tampilan arsitektur, dan dominasi keberadaannya dibanding kedua tipe lainnya dari arsitektur tradisional yang ada di Minanga. 5). Dalam penelitian ini memang belum dapat terungkap sepenuhnya. makna dan atau nilai-nilai filosofis, serta tata atur/ordering yang terkandung dalam Arsitektur Tradisional Rumah Ulu. Terutama apabila hal tersebut berdasarkan penelusuran literatur dan dari possesive responder. Ini dikarenakan belum ditemukan literatur yang dapat ditelusuri berkaitan dengan hal ini, juga tidak ada masyarakat yang dapat mengungkapkannya secara berkesinambungan dalam perjalanan sejarah Minanga. Namun demikian dari analisa atas dasar pendekatan arsitektural terhadap objek fisik penelitian masih dapat diungkap makna dan atau nilai-nilai filosofis, serta tata atur /ordering dalam Arsitektur Rumah Ulu Minanga. Makna dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Arsitektur Rumah Ulu Minanga lebih cenderung berorientasi pada aspek ekologi/lingkungan, agama (agama Islam), dan budaya disamping pertimbangan estetika. Tidak dalam aspek ekonomi, politik dan kosmologi/pandangan dunia. 6). Dari uraian 5 diatas maka dapat dinyatakan bahwa Arsitektur Tradisional Rumah Ulu memiliki langgam tersendiri dalam tampilannya. Setiap elemen-elemen Arsitekturnya sebagian besar memiliki kandungan makna dan nilai-nilai filosofis dan juga memiliki tata atur/ordering. Walau hal ini perlu didalami lagi melalui pendekatan kesejarahan dan budaya Minanga. VI.2. REKOMENDASI Dari hasil penelitian ini perlu adanya tindak lanjut. Untuk itu direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : 1). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengungkap makna dan atau nilai-nilai filosofis, serta tata atur/ordering dalam arstitektur tradisional Rumah Ulu Minanga lebih mendalam lagi. Sehingga arsitektur trasisional Rumah Ulu Minanga dapat dijadikan salah satu sumber dalam pengembangan berarsitektur khususnya di Sumatera Selatan dan Pada umumnya dimasa datang. 2). Segera dilakukan tindakan perlindungan terhadap arsitektur tradisional Rumah Ulu Minanga sebagai benda cagar budaya khususnya di lingkungan wilayah penelitian ini, dan di wilayah kabupaten Komering Ulu pada umumnya. Hal ini mengingat bahwa beberapa diantaranya sudah dibongkar atau diubah bentuk dan fungsinya. Jangan sampai hal ini terjadi pada Rumah Bari di Minanga yang tinggal satu unit. Inipun keberadaanya sudah sangat menyedihkan. 3). Mengingat sudah ada beberapa penelitian tentang Arsitektur Tradisional di Sumatera Selatan perlu adanya pertemuan ilmiah dalam lingkup regional maupun nasional, dalam kerangka memperkenalkan arsitektur tradisional di Sumatera Selatan baik dalam lingkup kalangan di dalam lingkungan wilayah Sumatera Selatan maupun di lingkungan wilayah regional dan nasional. 4).Perlu adanya publikasi arsitektur tradisional di Sumatera Selatan baik melalui media cetak maupun elektronik. guna mensosialisasikannya ke masyarakat umum. 5). Perlu didorong adanya studi-studi lapangan dengan objek arsitektur tradisional di Sumatera Selatan khususnya oleh mahasiswa arsitektur dari perguruan tinggi masingmasing yang berada di wilayah provinsi Sumatera Selatan. DAFTAR KEPUSTAKAAN Altman, Irwin, and Martin Chemers, [1984], Culture and Environment, Cambridge University Press, California. Klassen, Winand, [1990], Architecture and Philosophy, Clavano Printers, Cebu City Djohan Hanafiah, [1989], Kuto Besak, Upaya Kesultanan Palembang Menegakkan Kemerdekaan, C.V. Haji Masagung, Jakarta. Djohan Hanafiah, [1989], Palembang Zaman Bari, Citra Palembang Tempo Doeloe, C.V. Haji Masagung, Jakarta. Ismail, Arlan, [1998], Marga di Bumi Sriwijaya, Unanti Press, Palembang. Ismail, Arlan, [1999], Periodesasi Sejarah Sriwijaya, belum dipulikasikan. Istanto, Freddy, H., [1997], Gaya Arsitektur Mediterania di Indonesia, Thesis Pascasarjana Institut Teknologi “ 10 November”Surabaya. Nugroho, Setyo, dkk., [1998], Arsitektur Tradisional Daerah Ogan Komering Ilir, hasil penelitian, tidak dipublikasikan Prijotomo, Josef, [tanpa tahun], Apa dan Bagaimana Tipologi, Jurusan Arsitektur FTSP. ITS. Surabaya. Rapoport, Amos, [1977], Human Aspect of Urban Form, Pergamon Press, - New York. Siregar, Johny, dkk., editor [1985] Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Selatan , Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Siswanto, Arie. dkk., [1998], Analisis Aspek Arsitektur dan Konstruksi Bangunan Lamban Tuha Tipikal Rumah Ulu yang Tahan Gempa di Kabupaten Ogan Komering Ulu., hasil penelitian, tidak dipublikasikan. Sukanti, dkk., [1994].- Rumah Ulu Sumatera Selatan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan ,“Balaputra Dewa”, Palembang. Sumintardja, Yulianto, [1978], Kompedium Sejarah Arsitektur, Yayasan Lembaga Peyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. ………,[1994], Gelar Kebangsawanan Kaitannya dengan Rumah Limas Palembang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan RI. GLOSARIUM Aban-aban : plafond datar Alang Amben Apit Atung Belitang Birai Dasar Duare Halun Layang-layang Lay-layan Palumpo Panggoyok Pangkeng Ulu ijan Tiang Kitau Atung Glandar Pangogok Garang: Galar Kubudan Gelemat : plafond Gelumpai Jengkuru Kandang Kasah Kong : balok….. : Pangkeng Tengan : kusen jendela : balok….. : balok tengah : jendela panjang : lantai papan : pintu : ruang dalam (utama) : dinding segitiga pada puncak sebagai lelayar atap : sampiran di atas jendela : kamar anak no.1 ( di Pangkeng Kiri) : balok…. : Kamar tidur yang umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu pangkeng tengah( disebut Amben), kiri,dan kanan. : pegangan tangga : kolom : balok…. : balok di atas tiang. : balok yang menjadi tumpuan dasar (satu permukaan dengan galar) : balok lantai : ruang antara dari tangga sebelum masuk ke rumah, teras : balok yang menyangga lantai papan (satu permukaan dengan belandar) : kamar anak no.2 ( di Pangkeng Kanan) : atap dari bambu-bambu kecil : tupik : pagar garang : lantai rotan (anyaman) : semacam balok sloof dari kayu yang berada di atas tanah LAMPIRAN 1 ELEMEN WAJAH BANGUNAN NO \ ELEMEN WAJAH BANGUNAN 1 2 3 4 5 1 KOLOM O O O X X 2 PINTU O O O O O 3 JENDELA O O O O O 4 BALKON O O X X O 5 TANGGA X O O O X 6 ATAP O O O X X 7 DINDING X O O O X 8 WARNA X O X X X 9 AKSENTUASI RUANG X X O X X 10 PERAPIAN X O X O X 11 LANTAI DASAR O X O O X 1. Rob Krier 2. Rexford Newcomb 3. Gamberini 4. Stephen Calloway 5. Nathaniel Courlandt Curtis LAMPIRAN 2 DATA FOTO LAPANGAN RUMAH TRADISIONAL DI MINANGA GAMBAR DOKUMENTASI RUMAH ULU GAMBAR DOKUMENTASI RUMAH BARI GAMBAR DOKUMENTASI RUMAH GUDANG PERSONALIA PENELITIAN 1. Kepala Proyek Penelitian a. Nama : Ir.Chairul Murod, MT. b. Bidang Keahlian : Arsitektur c. Pangkat / Gol. : Asisten Ahli – III / b. d. Pekerjaan : Staf Pengajar Program Studi Teknik Arsitektur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNSRI e.Waktu tersedia : 5 Jam / Minggu. 2. Tenaga Peneliti 1. a. Nama : Ir. Arie Siswanto, MCRP. b. Bidang Keahlian : Arsitektur c. Pangkat / Gol. : Asisten Ahli – III / d. d. Pekerjaan : Staf Pengajar Program Studi Teknik Arsitektur, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNSRI e.Waktu tersedia : 4 Jam / Minggu. 3. Tenaga Peneliti 2. a. Nama : Ir.Wirawan Djatmiko b. Bidang Keahlian : Sipil-Struktur c. Pangkat / Gol : Asisten Ahli – III / d. d. Pekerjaan : Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNSRI e.Waktu tersedia : 4 Jam / Minggu. 4. Tenaga Penunjang a. Surveyor : 3 ( Tigaa ) orang Mahasiswa b. Draftman : 2 ( Dua ) orang Mahasiswa. M. RIWAYAT HIDUP PENELITI Nama : Ir. Chairul Murod, MT. NIP. : 131 572 475 Jabatan : Asisten Pangkat/Gol. : Penata - III/b Jurusan : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Pengalaman Penelitian