Politik Islam berbasis Ideologi Trans national sebuah Keniscayaan. Oleh : H. Ali Fikri Noor, Lc, MA. (Lulusan Program SI & S II, Fak. Ushuluddin, International Islamic University Islambad, Pakistan Dan Dosen Ma'had Aly An-Nu'aimy, Jakarta Selatan, STID DI Al-Hikmah, Jakata Selatan). Dalam sebuah situs NU Online tertanggal senin, 23/4 ketua PBNU berkomentar : "Masyarakat Indonesia untuk mewaspadai gerakan yang beridiologi trans nasional (antar negara) yang marak belakangan ini. Pasalnya gerakan dari idiologi tersebut tidak bersumber dari akar budaya Indonesia sehingga berbahaya bagi keutuhan Bangsa…Karena itu, menurutnya, jika ideologi dari kelompok-kelompok tersebut diterapkan di Indonesia, maka tidak akan cocok karena tidak lahir dari akar budaya, visi kebangsaan, visi keumatan setempat. Jika dipaksakan, maka akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)". Masih menurut Hasyim Muzadi (HM) : " NU melihat Islam adalah agama, bukan ideologi, karena itu apa yang terjadi di Timur Tengah selama ini bukan Islam sebagai agama, tapi ideologi Islam, Ideologi Islam itu bukan Islam, karena Islam sebagai agama bukan bersifat gerakan kepentingan, apalagi politis", (Republika, Senin, 30 April, 2007). Pertanyaannya adalah benarkah Ideologi trans nasional atau gerakan keislaman yang berideologi trans nasional yang kini menjadi fenomena global di seantero dunia Islam dapat mengancam keutuhan NKRI seperti tuduhan HM ?, benar pulakah gerakan Islam yang menjadi inspirasi bagi kebangkitan kejayaan Islam di berbagai belahan tidak akan cocok dengan budaya, visi kebangsaan dan keumatan Indonesia ?. Benar pulakah Islam itu sebatas agama saja yang tidak memuat Ideologi (akidah), dan tidak memiliki kepentingan politik ?, sebagaimana yang diklaim oleh HM. Di bawah ini akan diketengahkan berbagai argument dan fakta sejarah atas kekeliruan dan kelemahan pemikiran HM tsb Maraknya kemunculan gerakan kebangkitan Islam yang berideologi trans nasional di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia yang kemudian dibingkai dalam format gerakan keislaman adalah sebuah hakikat sejarah yang tidak bisa dibantah. Gerakan ini adalah kelanjutan dari gerakan keislaman yang pernah muncul sebelum era kemerdekaan RI. Ia merupakan gerakan global sebagaimana lazimnya globalisasi ekonomi, Informasi teknologi, dan globalisasi lainnya. Politik Islam sebuah hakikat, fakta Sejarah dan keniscayaan. Kemunculan gerakan keislaman yang berideologi trans nasional yang kemudian ber- metamorfrosis menjadi gerakan atau organisasi keislaman di era pra kemerdekaan RI seperti Sarekat Islam / SI (1911) , Parmusi / Persatuan Muslimin Indonesia, PII / Partai Islam Indonesia (1938), Muhammadiyah (1912) , dan NU / Nahdlotul Ulama (1926) yang kemudian menjelma menjadi gerakan perlawanan politik terhadap penjajahan Belanda, Portugis, dan Jepang adalah hakikat dan fakta sejarah yang tidak dapat dibantah. Sasaran atau tujuan gerakan ini bukanlah untuk memecah belah keutuhan bangsa Indonesia sebagaimana yang diklaim HM, justeru ia bertujuan menyatukan kembali kedaulatan Indonesia yang telah tercabik-cabik akibat munculnya berbagai kerajaan, seperti kerajaan Perlak, Demak, Fatahilah, dll. Para sejarawan menamakan era 1900 sebagai era kebangkitan dan pembebasan (Ashru AnNahdloti Wa At-Tahriir). Berdirinya berbagai organisasi atau gerakan politik yang berideologi trans nasional dalam sekala nasional di era ini sebagaimana yang dituturkan para sejarawan, di antaranya Prof. DR. Ahmad Syalabi adalah bertujuan "mewujudkan persatuan dan kesatuan semua wilayah Indonesia setelah ia terpecah ke dalam berbagai wilayah akibat muculnya berbagai kerajaan, karena itu organisasi atau gerakan politik tsb bermaksud menyatukan kembali wilayah-wilayah untuk persatuan dan kesatuan Indonesia", (Maushu'ah At-taariikh Al-Islaamy Wa Al-Hadlooroh AlIslaamiyyah, Jilid 8, hal. 523). Gerakan keislaman yang muncul sejak permulaan abad 19 tidak pernah berhenti karena berhentinya penjajahan Belanda, ia terus melakukan perubahan, penyesuaian, dan penyegaran yang dibingkai dalam berbagai format, sebutan atau istilah yang beragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi perkembangan dunia Islam global. Hal ini akan terus dilakukan mengingat kejayaan Islam yang hakiki yaitu berdirinya Khilafah Islamiyah sebagai tujuan akhir bagi gerakan keislaman belum kunjung terwujud. Umat Islam secara global masih mengalami kemunduran dan keterpurukan baik di bidang ekonomi, militer, politik, pendidikan, peradaban, science dan teknologi. Di samping masih menguatnya hegemoni dan penjajahan Barat atas dunia Islam, dan semua ini menjadi inspirasi bagi para tokoh pembaharu pergerakan Islam untuk terus melakukan gerakan pembaharuan Islam dalam semua aspeknya, tak terkecuali politik. Seorang orientalis Barat, Lothrop Stoddard berusaha menyingkap rahasia di balik kemunculan berbagai pergerakan kebangkitan keislaman. Kesimpulan beliau adalah : "Hakikat mendasar bagi munculnya perlawanan bangsa Indonesia pada substansinya adalah hakikat perlawanan umat Islam yang disinari oleh gerakan salaf , dan dari sanalah semua gerakan modern dan gerakan nasional terpengaruh secara massif", (Lothrop Stoddard , Dunia Baru Islam, hal. 295). Di antara gerakan salaf yang mampu memberikan inspirasi bagi munculnya gerakan pembaharuan keislaman di Indonesia adalah gerakan pembaharuan Islam Muhammad Abduh dan muridnya, M. Rashid Ridlo di Mesir, (Deliar Noor, The Modernist Muslim Movement In Indonesia 1900-1942, hal. 101). Perang Padri di Sumatera Barat yang dikomandani Tuanku Imam Bonjol adalah sebuah gerakan pembaharuan keislaman yang terinspirasi oleh gerakan salaf di Timur Tengah. Demikian pula, berdiri dan eksisnya kerajaan Arab Saudi hingga kini berkat kerja sama antara pihak kerajaan dengan tokoh pembaharu Islam modern, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, di mana antara keduanya ada kesamaan ideologi yang harus diperjuangkan. Tidak terkecuali Republik Islam Pakistan, ia dapat berdiri dan esksis berkat perjuangan para tokoh pergerakan pembaharuan Islam, yaitu Abul A'la Al-Maududi, sang penggagas two nation teory, yang akhrinya negara ini dapat memisahkan diri dari India dengan kedaulatan penuh. Hingga kini beliau dianggap the founding father negara Pakistan. Dengan demikian, jelaslah pula bahwa sebagai sebuah komunitas masyarakat yang berpenduduk mayoritas muslim tidak mungkin bangsa Indonesia ini dapat mengisolasikan diri dari keterlibatannya dalam gerakan pembaharuan dunia Islam dan tokoh-tokohnya sebagaimana penjelasan di atas. Keharusan ini berdasarkan hadits Rasulullah saw : "seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat satu bangunan yang saling menguatkan", (H.R. Bukhori dan Muslim). Sebagaima juga Allah swt berfirman : "Dan saling membantulah kalian atas kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah kalian saling membantu atas dosa dan permusuhan"(Q.S.). Arnold Toynbee, seorang sejarawan Inggris memperkuat thesis ini dengan komentarnya : "Dalam sebuah komunitas masyarakat harus ada sekelompok manusia pilihan (As-Shofwah), di mana keberadaan dan perjalanan masyarakat tsb sangat tergantung sekali dengan keberadaan dan perjalanan kelompok ini". Dalam konsep politik Islam, kelompok pilihan yang dimaksud adalah para tokoh pembaharu, yaitu para nabi dan rasul dan juga para khalifah atau pemimpin yang berorientasi kepada pembangunan konsep politik kenabian (politik Islam), yang menurut Ibnu Khaldun politik Islam adalah satu-satunya politik yang hakiki Dan sejati. Politik Islam berarti sebuah kepemimpinan yang mewakili pemilik syari'at (Allah swt) yang bertujuan melestarikan agama dan mengatur kehidupan dunia berdasarkan konsep-konsep agama" (Ibnu Khaldun, Taarikh Ibnu Kholdun, jilid 1, hal. 159). Peta politik dunia dalam pandangan Ibnu Khaldun. Peta politik dunia menurut bapak pendiri ilmu sosioilogi ini hanya ada dua : Politik / kekuasaan Rasional dan politik / kekuasaan agama. A. Politik / kekuasaan Rasional. Politik / kekuasaan Rasional adalah sebuah konsep politik / kekuasaan yang datang dari para pemikir (cerdik pandai) dan pemegang otoritas kekuasaan semata, dan konsep politik ini dikenal dengan politik rasional. Konsep politik ini bukanlah konsep politik yang diinginkan agama Islam sebagaimana konsep ini tidak pula dinamakan dengan politik / kekuasaan sejati dan sesungguhnya. Demikian sebab konsep ini didasarkan menurut kemauan dan nafsu syahwat para pembuatnya. Di samping itu juga konsep ini mengarah kepada pengembalioan seluruh permasalahan menurut persepsi atau pandangan akal mereka (tanpa bimbingan wahyu atau agama) di dalam mencari berbagai kemaslahatan dunia dan menolak kemadlorotannya. (Ibnu Khaldun Taarikh Ibnu Kholdun, jilid 1, hal. 159). B. Politik / kekuasaan agama. Ia sebuah konsep politik / kekuasaan yang datang dari Allah swt, selaku pembuat undang-undang. Konsep ini disebut dengan politik / kekuasaan agama. Konsep ini merupakan satu-satunya konsep yang diinginkan Islam. Demikian sebab konsep politik / kekuasaan yang didasarkan atas agama akan melahirkan kemanfaatan ganda, duniawi dan ukhrowi. Konsep politik ini digali dari mereka yang memiliki kapabilitas keagamaan yang mumpuni, yaitu para rasul dan nabi, dan orang-orang yang berhak mewakili mereka, yaitun para khalifah (pengganti pemegang otoritas kekuasaan negara). Pengertian khilafah itu sendiri berarti: mengembalikan seluruh permasalahan sesuai persepsi syari'at (agama) dengan pertimbangan kemaslahatan akhirat. Karena itu pula khilafah (suksesi) yang sejati adalah khilafah yang datang dari pemilik syari'at, yaitu Allah swt. (Taarikh Ibnu Khaldun, jilid 1, hal. 159). Dengan demikian berdirinya pergerakan, partai atau politik Islam dalam pentas perpolitikan Indonesia modern terhitung sejak era pra kemerdekaan RI seperti Sarekat Islam (SI), Parmsui, PII , juga pada era pasca kemerdekaan seperti Masyumi, NU, PKS, PPP, PBB, PNUI, PBR dan lain-lain adalah merupakan kelanjutan (stage) dari pengaruh pergerakan Islam internasional itu sendiri yang sudah melanda seluruh negara dunia Islam. Pakistan, Mesir, Iraq, Turkey, Palestine, Sudan, Arab Saudi, Syiria, Aljazair, dan lainnya adalah negara-negara yang sedang melakukan proses Islam kultural dan politik secara bersamaan, kendati nama-nama organisasi yang muncul beragam akan tetapi substansi dari itu semua adalah satu, yaitu pergerakan pembaharuan Islam kultural dan Islam politik. Sedikit banyak partai-partai tadi terilhami oleh konsep politik agama tadi, dalam artian bahwa dengan mengatasnamakan Islam sebagai asas partainya, paling tidak mereka menginginkan adanya sebuah usaha yang mengarah kepada dijadikannya nilai-nilai Islam berikut kulturnya sebagai konsep berpolitik dan bernegara. Konsepsi Islam terhadap gerakan pembaharuan dan kebangkitan keislaman. Terdapat mengindikasikan banyak bagi dalil baik kemunculan dari Al-Qur'an tokoh-tokoh dan maupun sunnah yang gerakan pembaharuan, kebangkitan, dan partai Islam hingga akhir zaman. Tugas mereka adalah mengembalikan kemurnian ajaran Islam sesuai yang dibawa Rasulullah saw dan para sahabat yang karena perjalanan sejarah manusia sebagian ajaran Islam tsb ada yang terkotori dan terabaikan. Di antara dalil tsb adalah sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini pada permulaan tiap-tiap seratus tahun orang yang akan memperbaharui ajaran agama-Nya", (H.R. Imam Abu Daud dari Abi Hurairoh). juga sabda beliau "Akan masih ada sekelompok dari umatku yang berjuang demi menegakan perintah Allah, mereka tidak akan peduli dengan orang-orang yang mencaci dan menentang mereka, hinga datanglah urusan Allah dan mereka akan terus berjaya atas semua manusia". (H.R. Imam bukhori dan Muslim dari Mughiroh bin Syu'bah). Sebagaimana Allah swt juga berjanji dalam Al-qur'an (Q.S. 5, ayat : 54) untuk menghadirkan sekelompok generasi muslim yang akan melakukan pembaharuan keislaman, mereka memiliki komitmen perjuangan dengan ciri-ciri saling sangat tinggi kecintaannya kepada Allah swt, menyayangi sesama kaum muslimin, memiliki sikap tegas terhadap orang kafir, senang berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan tidak melemah akibat cacian dan gangguan orang yang suka mencaci, mereka adalah kelompok As-sofwah (orang-orang pilihan) seperti yang diungkapkan Arnold Toynbee. Ayat dan hadits ini telah memberikan inspirasi atau ilham bagi sebagian kelompok umat Islam untuk melakukan gerakan pembaharuan dan kebangkitan Islam yang dibingkai dalam format gerakan pembaharuan keislaman. Ideologi (akidah) gerakan –gerakan ini tetap berbasiskan ideologi ahli sunnah waljama'ah, yang bersumber dari ajaran Al-qur'an dan hadits dengan menjadikan siroh salafu soleh sebagai fiqhu (paradigma) dakwahnya. Karena itu muncullah gerakan-gerakan Islam modern di berbagai belahan dunia, seperti Harokah Sanusiyah di Libya, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jama'at Islamy di Pakistan dan India, Hizbu Rifah Al-Islamy di Turkey, Hamas di Palestine, Harokah Mahdiyah di Sudan, Front Islam Liberation (FIS) di Al-Jazair, Harokah Syekh Muhammad binAbdul Wahab di Arab Saudi, Sarekat Islam (SI) di Indonesia, dll yang kemudian berdirilah pula gerakan Muhammadiyah, NU, Persis, Masyumi, Parmusi, PII, dan organisasi Islam lainnya. Para ulama menafsirkan bahwa kata-kata "orang" dalam teks hadits di atas tidak hanya terbatas pada satu, dua atau tiga orang saja. Bahkan bisa jadi kata-kata "orang" di sini mengindikasikan sebuah organisasi / pergerakan pembaharuan dan kebangkitan Islam yang berkumpul di dalamnya para tokoh baik dalam satu wilayah atau banyak. Gerakan keislaman tsb akan melakukan pembaharuan dan kebangkitan Islam dalam semua aspeknya, karena memang Islam adalah agama yang sempurna. Pembaharuan tsb mencakup Idiologi (Akidah), etika atau moral, hukum, militer, ekonomi, politik, peradaban, dan aspek lainnya. (DR. Yusuf Al-Qorodowi, Liqo'aat Wa Muhaawaroot Hawla Qodhooya Al-Islam Wa Al-Ashr, hal. 93). Fenomena globalisasi ekonomi Islam yang sekarang telah menjadi kenyataan muncul akibat janji Rasulullah saw tsb. Sehingga para tokoh Islam dari berbagai belahan dunia yang tergabung dalam OKI/ OIC (Organisation of Islamic Conference) terdorong untuk mewujudkan suatu gerakan pembaharuan dan kebangkitan ekonomi Islam di permualaan abad 14 Hijriah sebagai counter atas ekonomi kapitalis liberal yang telah menyengsarakan banyak komunitas muslim, yaitu dengan diadakannya konferensi internasional yang pertama tentang ekonomi Islam di kota Riyadh, Arab Saudi dengan melahirkan beberapa rekomendasi yang diantaranya pendirian pusat kajian ekonomi Islam di berbagai belahan dunia. Sehingga berdirilah Institute Of Islamic Economy di Pakistan, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Indonesia, dan lain-lain. Dengan demikian, negara muslim manapun yang tidak proaktif merespons gerakan pembaharuan ekonomi Islam akan menjadi negara yang tertinggal dan termarjinalkan . Hakikat mengglobalnya ekonomi Islam ini baru satu dari sekian aspek kekuatan Islam lainnya yang akan terus mengglobal ke seantero dunia. Tidak mustahil kekuatan Islam lainnya, seperti kekutan politik, ideologi, dan peradaban akan terus mengglobal. Ibarat bola salju yang semakin hari kian semakin membesar. Kini politik dunia Islam sedang memperlihatkan kebangkitannya, ia sedang menglobal di manamana, tak terkecuali Indonesia. Kehadiran kebangkitan gerakan keislaman seperti SI, PII, Muhammadiyah, NU, Al-Irsyad, dll tidak pernah terbukti menjadi ancaman disintegrasi NKRI sebagaimana yang dituduhkan HM. Demikian sebab inti Ideologi gerakan ini tetap satu yaitu Akidah Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang bersumberkan dari ajaran Al-qur'an dan Sunnah . Kalaupun terjadi perbedaan, ia sebatas perbedaan tekhnis saja yang tidak menyangkut permasalahan prinsipil. Perbedaan inilah yang akhirnya memunculkan beragam madzhab fiqh, dan inilah letak keluesan ajaran Islam, sehingga ia dapat diterapkan di manapun dan kapanpun disesuaikan dengan kondisi perkembangan waktu dan tempat. Perbedaan umatku adalah rahmat, demikian sabda Rasulullah saw dalam konteks pengertian di atas.